ACARA 3 PITFALLTRAP

24
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Populasi dapat didefinisikan sebagai kelompok kolektif organisme-organisme dari spesies yang sama yang menduduki ruang atau waktu tertentu dengan pola tertentu. Kumpulan dari beberapa populasi disebut dengan komunitas. Proses identifikasi suatu komunitas dalam suatu habitat tertentu salah satunya bisa dengan metode pitfalltraps. Metode pitfall traps merupakan metode penangkapan hewan dengan sistem perangkap, khususnya untuk hewan yang hidup di permukaan tanah. Jumlah dan jenis spesies di suatu komunitas tergantung pada kondisi suatu daerah, misalnya faktor biotik dan abiotik. Suatu spesies yang dapat beradaptasi dengan lingkungannya dan berinteraksi dengan sesamanya akan dapat bertahan di lingkungan tersebut. Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi komunitas suatu spesies antara lain adalah; suhu, kelembaban dan pH. Tujuan dari penanaman pitfall traps ini adalah untuk menjebak binatang-binatang permukaan tanah agar jatuh ke dalamnya sehingga bisa dilakukan identifikasi atau untuk mengoleksi jenis binatang permukaan tanah yang berada pada lingkungan perangkap. Metode pitfall traps tidak dapat digunakan untuk mengukur besarnya populasi namun dari data yang diperoleh bisa didapatkan

description

laporan ekologi pit fall trap

Transcript of ACARA 3 PITFALLTRAP

Page 1: ACARA 3 PITFALLTRAP

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Populasi dapat didefinisikan sebagai kelompok kolektif organisme-

organisme dari spesies yang sama yang menduduki ruang atau waktu tertentu

dengan pola tertentu. Kumpulan dari beberapa populasi disebut dengan

komunitas. Proses identifikasi suatu komunitas dalam suatu habitat tertentu salah

satunya bisa dengan metode pitfalltraps. Metode pitfall traps merupakan metode

penangkapan hewan dengan sistem perangkap, khususnya untuk hewan yang

hidup di permukaan tanah.

Jumlah dan jenis spesies di suatu komunitas tergantung pada kondisi suatu

daerah, misalnya faktor biotik dan abiotik. Suatu spesies yang dapat beradaptasi

dengan lingkungannya dan berinteraksi dengan sesamanya akan dapat bertahan di

lingkungan tersebut. Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi komunitas

suatu spesies antara lain adalah; suhu, kelembaban dan pH.

Tujuan dari penanaman pitfall traps ini adalah untuk menjebak binatang-

binatang permukaan tanah agar jatuh ke dalamnya sehingga bisa dilakukan

identifikasi atau untuk mengoleksi jenis binatang permukaan tanah yang berada

pada lingkungan perangkap. Metode pitfall traps tidak dapat digunakan untuk

mengukur besarnya populasi namun dari data yang diperoleh bisa didapatkan

cerminan komunitas binatang tanah dan indeks diversitasnya.

Metode pitfall traps dilakukan dengan menggunakan botol jam yang diisi

larutan alkohol 70% dan larutan gliserin dengan perbandingan 1:1 lalu

ditanamkan ditanah lokasi yang sudah ditentukan dengan mulut botol terbuka dan

sejajar dengan permukaan tanah. Penanaman botol dilakukan pada tempat terbuka

dan tempat yang tertutup. Mekanisme kerja dalam praktikum ini yakni lokasi

penanaman yang dipilih harus diingat dengan pasti posisinya dan dicatat kondisi

habitatnya. Pada setiap lokasi tersebut, pertama-tama harus diukur pH dan

kelembabannya dengan pH tester dengan cara ditancapkan ke tanah pada lokasi

tersebut. Setelah itu botol jam yang sudah diisi dengan larutan alkohol 70% dan

larutan gliserin dengan perbandingan 1:1 ditanamkan ke dalam tanah, mulut botol

sejajar dengan tanah. Kemudian botol tersbut ditutupi dengan kardus yang

Page 2: ACARA 3 PITFALLTRAP

terbungkus plastik yang diberdirikan dengan bantuan lidi sebagai

cagak/penopangnya. Untuk penangkapan hewan nokturnal, perangkap tersebut

dipasang saat senja hari dan baru diambil keesokan paginya dan untuk

penangkapan hewan diurnal, perangkap tersebut dipasang saat pagi harinya dan

diambil saat senja hari (sore).

B. Tujuan

1. Menganalisis populasi/komunitas binatang tanah dengan teknik sampling

pitfall traps

2. Membandingkan distribusi/penyebaran dan tingkah laku soil anthropod

nokturnal dan diurnal

3. Melihat pengaruh fisiko-kimia terhadap penyebaran soil anthropod

nocturnal dan diurnal

C. Deskripsi Tempat

Pada percobaan kali ini dilakukan dikebun Fakultas Teknobiologi

Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Di kebun terdapat berbagai jenis tumbuhan

(pohon mangga, rambutan, sawo, jambu biji dll), berbagai jenis rumputan, hewan-

hewan kecil (semut, kupu-kupu, dll). Lokasi yang akan digunakan untuk

menanam sumur perangkap yaitu pada kondisi teduh dan kondisi terbuka.

Sebelum ditanam, dilakukan pengukuran terhadap pH dan kelembaban tanah.

Penanaman sumur perangkap dilakukan pada pagi hari dan menjelang malam hari.

Page 3: ACARA 3 PITFALLTRAP

II. DASAR TEORI

Hewan tanah adalah hewan yang hidup di tanah baik di dalam maupun

diatas tanah. Populasi hewan tanah biasanya berupa cacing, kelompok arcarina,

kumbang, bekicot dan beberapa jenis lainnya. Hewan tanah pada umumnya hidup

pada daerah yang lembab dengan kisaran pH sekitar 6-7 dan kelembaban tanah

sekitar 5-7. Hewan tanah dapat dikelompokan berdasarkan jenis, perilaku dan cara

makan hewan tersebut (Krebs, 1989).

Kelompok mikroorganisme tanah antara lain adalah mikrobia uniseluler

seperti alga tanah, bakteri, jamur, protozoa. Sedangkan mesobiotanya antara lain

adalah cacing, cacing oligochaea, enchytracida, larva serangga yang lebih kecil,

mikro antropoda seperti acarina dan collembola serta mikrobiota yang juga

meliputi serangga yang lebih besar seperti cacing tanah, jangkrik, kecoa, kumbang

tanah dan lainnya (Odum, 1994).

Menurut Hidayat (2006), arthropoda herbovora merupakan kelompok yang

memakan tanaman dan keberadaan populasinya menyebabkan kerusakan pada

tanaman disebut sebagai hama. Herbivore tidak perlu mngeluarkan energy banyak

mengejar makanan sehingga mereka bias sangat lamban bergerak. Beberapa dari

mereka tidak mengeluarkan energy sama sekali seperti kutu.

Arthropoda parasit, hamper setiap jenis arthropoda terlibat dalam

hubungan parasit, baik sebagai parasit sendiri atau sebagai host/ vector untuk

mikroorganisme (termasuk virus, bakteri, protozoa, dan cacing). Mereka

umumnya ektoparasit pada atau kulit host vertebrata. Banyak spesies yang

haematophagous (mengisap darah) sementara yang lain histophagous (jaringan-

feeder) dan gigitan atau liang pada jaringan kulit menyebabakan reaksi trauma,

peradanngan dan hipersensitivitas. Arthropoda predator, duduk dan tunggu dalam

pemangsaan makan hewan lain sangat bergizi, mudah dicerna daripada tanaman,

dan memiliki lebih banyak energy sehingga mungkin tidak perlu makan sering.

Karena beberapa makhluk bias menunggu untuk waktu yang lama untuk

mendapatkan makanan mereka. Contohnya adalah laba- laba (Levi, 2001).

Page 4: ACARA 3 PITFALLTRAP

Menurut Pauser (2013), arthropoda shredder atau pencabik kebanyakan

arthropoda tanah terutama mereka yang berada dipermukaan tanah. Mereka

mengunyah bahan organic dalam pencarian konstan mereka untuk makanan,

menciptakan potongan – potongan kecil. Akibatnya, aktivitas jamur dan bakteri

meningkat karena shredding mengekspos permukaan pada sampah organic yang

memberikan bakteri dan jamur sebuah jalan mudah serangan. Kebanyakan adalah

serangga seperti kecoa. Menurut Wahyoedy (2012), arthropoda scavenger adalah

arthropoda yang memakan organism mati atau membusuk pada tanaman atau

hewan.

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pH tanah antara lain produk

sampingan belerang pada gas industri sehingga terbentuk asam sulfat, maka

tanaman akan mati kalau belerang teroksidai dan berubah menjadi asam sulfida

dan pH tanah menjadi sangat rendah, dan di dalam air hujan juga terdapat sedikit

asam sitrat tetapi tidak berpengaruh yang tidak berarti, jadi perubahan pH tanah

pada keadaan seperti itu tergantung pada perubahan-perubahan dalam kejenuhan

basa. Kenaikkan dalam kejenuhan basa menghasilkan kenaikan pH, dan

penurunan basa mengurangi pH (Foth dan Soenartono, 1994).

Suhu tanah merupakan salah satu faktor fisik yang sangat menentukan

kehadiran dan kepadatan organisme tanah, dengan demikian suhu tanah akan

menentukan tingkat dekomposisi maerial organik tanah. Fluktuasi suhu tanah

lebih rendah dari suhu udara, dan suhu tanah sangat tergantung dari suhu udara.

Suhu tanah lapisan atas mengalami fluktuasi dalan satu hari satu malam dan

tergantung musim. Fluktuasi itu juga tergantung pada keadaan cuaca topografi

daerah dan keadaan tanah (Suin, 2006).

Aktivitas Arthropoda tanah dipengaruhi oleh respon terhadap cahaya,

sehingga timbul jenis serangga yang aktif pada pagi, siang, sore, dan malam hari.

Cahaya matahari dapat mempengaruhi aktivitas dan distribusi lokalnya (Karnela

dkk, 2012).

Metode sampling yang cocok digunakan untuk komunitas hewan tanah

adalah pitfall traps. Pitfall traps adalah perangkap berbentuk sumuran dari botol

jam yang berisi larutan alkohol 70% dan gliserin. Fungsi larutan gliserin yaitu

Page 5: ACARA 3 PITFALLTRAP

untuk menarik hewan agar masuk dalam perangkap. Keuntungan dari metode ini

adalah alatnya murah, mudah penggunaannya, cepat operasinya, data yang

diperoleh merupakan cerminan komunitas binatang tanah. Faktor- faktor yang

mempengaruhi organisme yang tertangkap pada perangkap adalah densitas

populasinya, jangkauan jelajahnya, batas area sumur perangkap dan keadaan

diluar batas sumur perangkap (Yuda dan Jati, 2001).

Prinsip jebak pada dasarnya ada 2 macam, yaitu adalah perangkap jebak

tanpa umpan penarik dan perangkap jebak dengan menggunakan umpan. Pada

perangkap jebak tanpa umpan hewan tanah yang berkeliaran dipermukaan tanah

akan jatuh terjebak, sedangkan perangkap dengan menggunakan umpan hewan

yang terperangkap adalah hewan yang tertarik oleh bau umpan yang diletakan ke

dalam perangkap. Hewan yang jatuh ke dalam perangkap akan terawetkan dalam

formalin atau zat kimia lainnya yang diletakan ke dalam perangkap tersebut.

Hewan tanah yang terperangkap dalam perangkap sumuran dapat berperilaku

diurnal maupun nokturnal. Diurnal adalah hewan yang aktif pada siang hari,

sedangkan nokturnal merupakan hewan yang aktif pada malam hari. Contoh

hewan diurnal adalah laba-laba dan semut, sedangkan contoh hewan nokturnal

adalah kumbang. Masing - masing hewan tersebut tinggal dalam tanah karena

mereka merupakan kekayaan spesies daerah tanah. Perilaku kedua hewan tersebut

sangat berbeda tergantung pada cara mencari makan dan proses beradaptasi

dengan lingkungannya (Michael, 1994).

Menurut Nurdin (1989), struktur komunitas hewan tanah antara dua lokasi

dapat dibandingkan dengan membandingkan indeks diversitas masing-masing

komunitas. Dikembangkan rumus perhitungan diversitas jenis oleh Shannon –

Wiener, dengan rumus :

H = - Σ Pi log 2 . Pi

dimana Pi adalah kepadatan relatif jenis ( i = 1, 2, 3, ... n ).

Selanjutnya dihitung maksimum indeks yang dapat dicapai yang dihitung

dengan menggunkan rumus :

H max = log 2 ( s )

Page 6: ACARA 3 PITFALLTRAP

Menurut Krebs (1989), nilai penting dapat diukur dengan menggunakan

indeks Shannon-Wineer. Dua komponen keragaman tergantung didalam indeks

Shannon-Wineer adalah jumlah spesies yang besar akan menambah

keanekaragaman spcies yang diukur dengan mengunakan indeks Shannon-

Wineer. Besarnya indeks Shannon-Wineer adalah :

H = - ( (ni )/N) log ((ni )/N) atau - Pi log Pi

dimana:

ni = nilai kepentingan untuk tiap spesies

N = nilai kepentingan total

Pi = peluang kepentingan untuk tiap spesies = ni / N

Indeks keragaman digunakan untuk mengetahui pengaruh kualitas

lingkungan terhadap komunitas makrofauna tanah. Keanekaragaman spesies

menunjukkan jumlah total proporsi suatu spesies relatif terhadap jumlah total

individu yang ada (Leksono, 2007). Menurut Maguran (1988), kriteria yang

digunakan untuk meninterpretasikan keanekaragaman Shannon-Wiener adalah :

1. H’ < 1.5 : keanekaragaman rendah

2. H’ 1.5 – 3.5 : keanekaragaman sedang

3. H’ > 3.5 : keanekaragaman tinggi

Menurut Suin (2006), binatang tanah adalah binatang yang hidup di tanah

baik di permukaan tanah atau di dalam tanah. Tanah merupakan suatu bentangan

alam yang tersusun dari bahan mineral hasil pelapukan batu-batuan, bahan-bahan

organic yang terdiri dari organisme tanah dan hasil pelapukan sisa tumbuhan dan

binatang. Jadi binatang tanah merupakan bagian dari ekosistem tanah. Binatang

tanah dapat dikelompokkan atas dasar ukuran tubuh, kehadirannya di tanah,

habitat yang dipilihnya, dan kegiatan makannya.

1. Berdasarkan ukuran tubuhnya, hewan dikelompokkan menjadi mikrofauna,

mesofauna, dan makrofauna. Ukuran mikrofauna sekitar 20-200 µm,

mesofauna sekitar 200 µm-1 cm, dan makrofauna berukuran lebih dari 1 cm.

2. Berdasarkan kehadirannya, hewan tanah dibagi menjadi kelompok transien,

temporer, periodik, dan permanen.

Page 7: ACARA 3 PITFALLTRAP

3. Berdasarkan habitatnya, hewan tanah digolongkan menjadi epigeon,

hemiedafon, dan edafon. Epigeon hidup pada lapisan tumbuh-tubuhan dari

permukaan tanah, hemiedafon hidup pada lapisan organik tanah, dan edafon

hidup pada tanah lapisan mineral.

4. Berdasarkan kegiatan makannya, hewan tanah dapat bersifat herbivora,

saprofora, fungivora, dan predator.

Page 8: ACARA 3 PITFALLTRAP

III. METODE

A. Alat dan Bahan

1. Alat

a. Botol jam

b. Sekop

c. Soil tester

d. Penutup mulut sumur

2. Bahan

a. Gliserin

b. Alkohol 70%

c. Tanah

B. Cara Kerja

Pitfall trap dirangkai pada daerah kanopi dan non- kanopi. Kemudian

parameter fisiko dan kimia (pH dan kelembaban) diukur menggunakan soil tester

pada daerah sekitar pitfall trap. Data dikoleksi untuk diurnal (fajar- sore) dan

untuk nocturnal (sore- fajar). Hasil pitfall trap diamati dan diidentifikasi

menggunakan buku “Soil Biology Guide”. Selanjutnya, densitas dari pitfall trap

dihitung dari Row Data yang sudah diisi. Terakhir, densitas relative, frekuensi,

frekuensi relatifndan nilai penting dihitung.

Page 9: ACARA 3 PITFALLTRAP

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Gambar 1. Histogram cacah spesies binatang nokturnal

Gambar 2. Histogram cacah spesies binatang tanah diurnal

Page 10: ACARA 3 PITFALLTRAP

Gambar 3. Histogram Parameter Fisiko-kimiawi Tanah

B. Pembahasan

Percobaan praktikum ini teknik pitfall traps yang dilakukan di kebun

Fakultas Teknobiologi UAJY yang letaknya tidak jauh dari kampus, di kebun

Teknobiologi ini terdapat berbagai jenis tanaman, antara lain berupa pohon,

semak, rumput-rumputan dan beberapa jenis hewan seperti kupu-kupu, nyamuk

dan sebagainya. Letak pohon-pohonnya tidak tersebar secara merata, tetapi

terpisah di beberapa lokasi. Jenis pohon yang ada disana antara lain adalah talok,

beringin.dll, kondisi tanahnya ada sebagian subur dan ada sebagian yang kering,

tanahnya ditumbuhi banyak rerumputan dan semak-semak. Penanaman perangkap

metode pitfall traps ini menggunakan botol jam yang ditanamkan di dalam tanah

yang digali sampai mulut botol sejajar dengan permukaan tanah.

Penanaman botol dilakukan di 2 lokasi yakni, di tempat yang terbuka

dimana lokasi tersebut tidak di bawah naungan pohon jadi bisa dijangkau sinar

matahari secara langsung dan di tempat yang tertutup dimana lokasi

penanamannya di bawah naungan pohon. Selain perlakuan tempat, penanaman

perangkap juga dilakukan dengan waktu yang berbeda. Penanaman pada sore hari

bertujuan untuk menangkap hewan tanah yang aktif pada malam hari (nokturnal)

dan di ambil pada keesokan paginya, lalu penanaman pada pagi hari bertujuan

Page 11: ACARA 3 PITFALLTRAP

untuk menangkap hewan yang aktif pada siang hari (diurnal) dan diambil sore

harinya.

Tujuan dari metode pitfall traps adalah untuk menjebak komunitas tanah

agar masuk ke dalam perangkap botol jam. Botol jam yang ditanamkan sebagai

perangkap diisi dengan larutan alkohol 70% dan larutan gliserin dangan

perbandingan 1:1. Larutan alkohol berfungsi sebagai pengawet hewan yang

terjebak dan larutan gliserin berfungsi untuk mengeluarkan aroma yang menarik

binatang untuk datang mendekat. Namun sebelum botol jam ditanamkan, tanah di

lokasi penanaman digali dengan cetok sedalam botol jam dulu lalu pH dan

kelembaban tanahnya diukur dengan pH tester.

Penggunaan pH tester ini dengan menancapkan pH tester ke tanah yang

telah digali sampai batas (kuning) lalu angka barisan atas yang ditunjuk

merupakan besarnya pH, kemudian tombol bawahnya ditekan dan angka di

barisan bawah dibaca sebagai besarnya kelembaban tanah. Bagian atas botol jam

ditutupi dengan kardus dipotong berbentuk yang dibungkus dengan plastik yang

diberdirikan dengan bantuan pasak (lidi) agar terlindung dari air hujan.

Kelebihan metode ini selain mudah didapat dan dioperasikan juga secara

langsung mencerminkan populasi binatang tanah. Jumlah organisme yamg

terperangkap tergantung pada densitas populasinya, jangkauan jelajahnya, batas

area sumur dan keadaan di luar batas sumur perangkap.

Kemelimpahan suatu jenis adalah ketersediaan atau adanya suatu spesies

pada suatu tempat pada suatu waktu tertentu. Berdasarkan data yang diperoleh

indeks nilai penting pada grafik binatang tanah diurnal yang tertinggi adalah

Monomorium pharaonois. Jenis ini merupakan jenis semut merah yang ukurannya

cukup kecil untuk kelompok semut. Nilai DR dan FR tertinggi juga pada semut.

Monomorium pharaonois. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan pada

komunitas binatang tanah diurnal yang paling banyak dan mendominasi adalah

semut Monomorium pharaonois. Semut lebih aktif keluar pada siang hari karena

serangga merupakan hewan diurnal serta dominasinya dikarenakan sifat semut

yang merupakan predator dan pemakan sisa-sisa tumbuhan. Wilayah yang

berumput merupakan tempat yang strategis bagi semut untuk membuat sarang

Page 12: ACARA 3 PITFALLTRAP

untuk koloninya. Dari hasil pengukuran faktor abiotik (pH dan kelembaban tanah)

masih temasuk dalam range syarat hidup binatang tanah.

Sedangkan berdasarkan data yang diperoleh indeks nilai penting pada

grafik binatang tanah nocturnal yang tertinggi adalah Hymenoptera sp. Jenis ini

merupakan jenis lebah yang ukurannya kecil untuk kelompok lebah. Nilai DR

tertinggi juga pada lebah ini dan FR tertinggi pada Hymenoptera sp, Semicerura

sp, Oechophylla smagdina, Lassius sp, dan Gryllus sp. Secara faktor abiotik (pH

dan kelembaban tanah), dari hasil pengukuran juga masih temasuk dalam range

syarat hidup binatang tanah.

Berdasarkan bersarnya nilai penting, diperoleh beberapa spesies yang

memiliki nilai penting terendah, pada botol diurnal yaitu Grylidae sp,

Aphaenogaster sp, Myrmaraceae sp. Sedangkan pada botol nocturnal yaitu,

Araneus didemalus, Paederus littoralis, Leptinotarsa decemlin, Cryptocercus sp.

Rendahnya nilai penting berkaitan dengan kehadiran dan kemelimpahan jenis ini

pada suatu lokasi dan pada waktu tertentu. Hal ini dapat disebabkan

ketidakcocokan faktor abiotik maupun biotik pada lokasi tersebut bagi jenis-jenis

diatas. Kehadiran jenis diatas pada tabel data juga sangat sedikit yaitu 1.

Tempat kanopi adalah tempat ternaungi sedangkan tanpa kanopi adalah

tempat tanpa naungan atau terbuka. Kelembaban pada tempat dengan kanopi lebih

tinggi daripada tempat terbuka kaitannya dengan proses penguapan dan

penampungan air. Naungan (kanopi) dapat berupa buatan ataupun alami seperti

pepohonan (dibawah pohon).

Pada percobaan nilai penting ini didapatkan hasil tertinggi pada perlakuan

nocturnal adalah herbivora. Hal ini menandakan bahwa arthropoda herbivora

bersifat random atau juga dapat dikatakan herbivora lebih sering ditemui dan

tersebar dimana- mana, tetapi memiliki jumlah yang relatif kecil jika sekali

ditemukan. Sedangkan percobaan nilai penting didapatkan hasil tertinggi pada

perlakuan diurnal adalah shredder, daam hal ini shredder juga bersifat random

atau sering ditemui.

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pH tanah antara lain produk

sampingan belerang pada gas industri sehingga terbentuk asam sulfat, maka

Page 13: ACARA 3 PITFALLTRAP

tanaman akan mati kalau belerang teroksidai dan berubah menjadi asam sulfida

dan pH tanah menjadi sangat rendah, dan di dalam air hujan juga terdapat sedikit

asam sitrat tetapi tidak berpengaruh yang tidak berarti, jadi perubahan pH tanah

pada keadaan seperti itu tergantung pada perubahan-perubahan dalam kejenuhan

basa. Kenaikkan dalam kejenuhan basa menghasilkan kenaikan pH, dan

penurunan basa mengurangi pH (Foth dan Soenartono, 1994).

Suhu tanah merupakan salah satu faktor fisik yang sangat menentukan

kehadiran dan kepadatan organisme tanah, dengan demikian suhu tanah akan

menentukan tingkat dekomposisi maerial organik tanah. Fluktuasi suhu tanah

lebih rendah dari suhu udara, dan suhu tanah sangat tergantung dari suhu udara.

Suhu tanah lapisan atas mengalami fluktuasi dalan satu hari satu malam dan

tergantung musim. Fluktuasi itu juga tergantung pada keadaan cuaca topografi

daerah dan keadaan tanah (Suin, 2006).

Berdasarkan tabel data parameter lingkungan yang diperoleh pH di kedua

macam lokasi dan di dua macam waktu penanaman. Pada penanaman pagi (untuk

mendapatkan hewan tanah diurnal) diperoleh nilai pH 7,2 pada awal penanaman

dan 6,8 pada akhir pengambilan botol. Sedangkan pada penanaman sore (untuk

mendapatkan hewan tanah nocturnal) diperoleh nilai pH 7 ; 7 dan 5,4pada awal

penanaman dan 6,8 ; 5,4 dan 5,2 pada akhir pengambilan botol.

Pada lokasi penanaman pagi (untuk mendapatkan hewan tanah diurnal)

diperoleh nilai kelembaban 0,4 pada awal penanaman dan 2 pada akhir

pengambilan botol. Sedangkan pada lokasi penanaman sore (untuk mendapatkan

hewan tanah nocturnal) diperoleh nilai kelembaban 8% ; 9% ; dan 10% pada awal

penanaman dan 10% ; 10% ; dan 8% pada akhir pengambilan botol.

Dari data diatas dapat dikatakan nilai pH tanah masih berkisar antara 5.8 –

7 dengan rata-rata sekitar 7 pada lokasi penanaman diurnal dan 6,13 untuk lokasi

penanaman nokturnal. Nilai pengukuran suhu tanah sudah sesuai dengan teori

menurut Nurdin (1989) kisaran pH tanah sekitar 6-7. Range nilai kelembaban

yang diperoleh antara 0% – 50%. Nilai kelembaban tinggi saat penanaman botol

diurnal pagi hari dan pengambilan botol nocturnal pagi hari. Serta kelembaban

lokasi dibawah naungan biasanya lebih tinggi dari lokasi tanpa naungan. Hal ini

Page 14: ACARA 3 PITFALLTRAP

dikarenakan pada pagi hari tanahnya banyak mengandung air karena adanya

pohon-pohon yang banyak menampung air juga sedikit penguapan air karena

terhalangi oleh pohon yang menyebabkan tanah di lokasi tetap lembab.

Dalam studi ekologi hewan tanah, pengukuran faktor lingkungan abiotik

penting dilakukan karena besarnya pengaruh faktor abiotik itu terhadap

keberadaan dan kepadatan populasi kelompok hewan ini. Dengan dilakukannya

pengukuran faktor lingkungan abiotik, maka akan dapat diketahui faktor yang

besar pengaruhnya terhadap keberadaan dan kepadatan populasi hewan yang

diteliti. Selain itu, pengukuran faktor lingkungan abiotik pada tempat diman jenis

hewan tanah tinggi kepadatannya akan sangat menolong dalam perencanaan

pembudidayaannya (Nurdin, 1989). Binantang tanah penting untuk ditelili karena

mikro dan makrofauna berperan penting dalam proses-proses ekologis yang

terjadi di dalam tanah seperti dekomposisi, siklus unsur hara dan agregasi tanah.

Page 15: ACARA 3 PITFALLTRAP

V. SIMPULAN

Dari percobaan analisis binatang tanah yang telah dilakukan, dapat

disimpulkan bahwa, binatang tanah berperan penting dalam proses-proses

ekologis yang terjadi di dalam tanah seperti dekomposisi, siklus unsur hara dan

agregasi tanah. Nilai kelembaban diurnal lebih besar dari nokturnal. Binatang

tanah diurnal yang mendominasi adalah semut merah Monomorium pharaonois

sedangkan untuk nocturnal adalah jenis lebah Hymenoptera sp. Faktor abiotik

sangat menentukan keberadaan dan keragaman jenis binatang tanah yang ada.

Page 16: ACARA 3 PITFALLTRAP

DAFTAR PUSTAKA

Foth, D. H dan Soenartono, A. 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Penerbit Erlangga,

Jakarta.

Hidayat, A. 2002. Buku PEtunjuk Teknologi Sapi Perah di Indonesia : Kesehatan

Pemerah. PT. Sonysugema Presindo, Bandung.

Karnela, D.L., Herwina, H., dan Lusi, A. 2012. Komposisi Hymenoptera Tanah

Pada Pertanaman Mentimun (Cucurmis sativus L.). Jurnal Mahasiswa 2

(1) : 4- 5.

Krebs, C. J. 1989. Ecologycal Metdodelogy. Harper and Row Publication, New

York.

Leksono, A. S. 2007. Ekologi Pendekatan Deskriptif dan Kuantitatif. Bayumedia,

Malang.

Levi, H., dan L, Levi. 2001. A Golden Guide to spiders and Their kin. St. Martin’s

Press, USA.

Michael, P. 1994. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium.

UI Press, Jakarta.

Nurdin, M.S. 1989. Ekologi Hewan Tanah. Bumi Aksara, Jakarta.

Suin, N.M. 2006. Ekologi Hewan Tanah. Bumi Aksara., Jakarta.

Wahyoedy, R. 2012. Struktur Komunitas Atrhropoda pada Area Pertania dan Area

Hutan Lindung di Cagar Kecamatan Bumiaji Kota Batu. Jurnal Biologi

Fakultas MIPA UM 3 (1) : 3- 6.

Yuda, P. Dan Jati, W.N. 2001. Petunjuk Praktikum Ekologi Umum. Fakultas

Teknobiologi UAJY, Yogyakarta.