Acara 3 PPB Eka
description
Transcript of Acara 3 PPB Eka
III. UJI TETRAZOLIUM
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Benih yang diharapkan petani adalah benih yang memiliki viabilitas
benih dan vigor yang tinggi. Viabilitas dan vigor benih merupakan salah
satu parameter yang perlu dipertimbangkan sebelum benih disimpan,
didistribusikan dan ditanam. Uji viabilitas benih memberikan informasi
kemampuan berkecambah suatu benih pada suatu kondisi tertentu. Uji
viabilitas dapat dilakukan dengan pengecambahan benih dan mengamati
daya kecambah dan kecepatan kecambahnya.
Salah satu metode yang digunakan untuk menduga kualitas benih
adalah uji tetrazolium (TZ). Uji tetrazolium bertujuan dalam mengaktifkan
sel/jaringan benih dan membedakan antara sel atau jaringan yang hidup
atau mati. Uji tersebut sangat cepat dan tepat apabila diaplikasikan pada
benih yang yang mengalami dormansi dan mengalami pemasakan lanjutan
(after ripening).
Pengujian tetrazolium merupakan cara pengujian viabilitas benih
secara cepat dan bersifat tidak langsung (Quick Test). Zat kimia yang
digunakan adalah 2,3,5-Triphenyl Tetrazolium Kloride (garam
tetrazolium), zat ini dapat diserap oleh benih. Jaringan benih yang hidup,
garam tetrazolium akan mengalami reduksi secara enzimatik sehingga
timbul senyawa formazan yang berwarna merah cerah sehingga dengan
adanya praktikum ini kita dapat menguji viabilitas benih secara tepat dan
tidak langsung serta benih hidup atau benih mati.
2. Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum acara III Uji Tetrazolium adalah untuk
menguji viabilitas benih secara tepat dan tidak langsung.
28
29
B. Tinjauan Pustaka
Uji tetrazolium disebut juga uji biokhemis benih dan uji cepat viabilitas.
Uji biokhemis dikarenakan uji tetrazolium mendeteksi adanya proses biokimia
yang berlangsung di dalam sel-sel benih khususnya sel-sel embrio. Uji cepat
viabilitas dikarenakan indikasi yang diperoleh dari pengujian tetrazolium
bukan berupa perwujudan kecambah, melainkan pola-pola pewarnaan pada
embrio, sehingga waktu yang diperlukan untuk pengujian tetrazolium tidak
sepanjang waktu yang diperlukan untuk pengujian yang indikasinya berupa
kecambah. Kegunaan uji tetrazolium antara lain untuk mengetahui viabilitas
benih yang segera akan ditanam, viabilitas benih dorman, hidup atau matinya
benih segar tidak tumbuh dalam pengujian daya berkecambah benih
(Vega 2011).
Metode pendugaan mutu fisiologis benih dapat dilakukan melalui
metode langsung dan tidak langsung. Metode langsung menggunakan
indikator pertumbuhan kecambah, benih dikecambahkan pada kondisi ideal,
dilakukan di germinator, rumah kaca atau areal persemaian selama jangka
waktu tertentu (uji resmi). Metode tidak langsung didasarkan pada proses
metabolisme serta kondisi fisik yang merupakan indikasi tidak langsung,
disebut juga uji cepat viabilitas (Zanzibar 2009).
Metode uji cepat berkorelasi tinggi terhadap uji langsung. Uji cepat atau
uji tetrazolium umumnya diaplikasikan pada beberapa kondisi seperti benih
yang harus segera ditabur atau ditanam, benih dengan dormansi kuat dan
lambat berkecambah, keterbatasan jumlah benih serta permintaan konsumen.
Apabila benih harus menggunakan uji resmi atau tidak langsung (melalui
proses perkecambahan) maka benih akan cepat mengalami kerusakan
(Bonner 2006).
Prinsip metode tetrazolium adalah setiap sel hidup akan berwarna merah
oleh reduksi dari suatu pewarnaan garam tetrazolium dan membentuk endapan
formazan merah, sedangkan sel-sel mati akan berwarna putih. Enzim yang
mendorong terjadinya proses ini adalah dehidrogenase yang berkaitan dengan
respirasi. Kelebihan metode tetrazolium meliputi waktu pengujian yang
30
singkat, sangat tepat diaplikasikan pada benih yang mengalami dormansi serta
benih yang mengalami pemasakan lanjutan (after ripening), tingkat ketelitian
tinggi, sedangkan kelemahannya memerlukan keahlian dan pelatihan yang
intensif, bersifat laboratoris, tidak dapat mendeteksi kerusakan akibat fungi
atau mikroba lainnya dan bersifat merusak (Byrd 2005).
Salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam uji tetrazolium adalah
evaluasi pola topografi perwarnaan untuk menentukan benih viable dan
non-viable. ISTA sebagai organisasi pengujian benih internasional yang diakui
kredibilitas dan metodenya digunakan di seluruh dunia mendefinisikan benih
viable adalah benih yang memperlihatkan potensi untuk menjadi kecambah
normal, sedangkan benih non-viable adalah terdiri dari benih yang
berkembang secara abnormal baik pada embrio maupun pada struktur penting
lainnya dan menunjukkan jaringan yang mati (Kartasapoetra 2005).
C. Metodologi Praktikum
1. Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum acara III Uji Tetrazolium dilaksanakan pada hari Kamis,
17 Oktober 2013 pukul 13.00 - 15.00 WIB bertempat di Laboratorium
Ekologi dan Manajemen Produksi Tanaman, Fakultas Pertanian,
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Alat dan Bahan
a. Alat
1. Kertas pH meter
2. Gelas piala
3. Petridish
4. Oven
b. Bahan
1. Benih jagung (Zea mays)
2. Benih kacang tanah (Arachis hypogaea)
3. Garam tetrazolium
4. KH2PO4 dan Na2HPO4.2H2O
31
3. Cara Kerja
a. Merendam benih padi dalam larutan KNO3 1%, 2%, 3%, 4% dan
HNO3
b. Membuat larutan penyangga dengan cara melarutkan 9,078 g KH2PO4
dan 11,876 g Na2HPO4.2H2O (masing-masing dalam 1000 ml air)
c. Mencampurkan 400 ml larutan pertama dan 600 ml larutan kedua
d. Melakukan test pH larutan dengan pH meter
e. Melarutkan 10 g garam tetrazolium dalam larutan penyangga
f. Membelah benih yang telah direndam melalui embryonic axis dan
kemudian merendam dalam larutan garam tetrazolium tersebut sampai
0,5 atau 1 jam dalam temperatur 400°C dalam oven
g. Mencuci benih dan melakukan pengamatan, menghitung benih yang
viabel maupun yang non viabel dengan pewarnaan dari lembaga
h. Menggambar struktur benih beserta bagian-bagiannya.
4. Pengamatan yang Dilakukan
a. Warna embrio setelah direndam dalam larutan garam tetrazolium
b. Benih yang hidup dan mati.
32
D. Hasil Pengamatan dan Pembahasan
1. Hasil Pengamatan
Tabel 3.1 Hasil Pengamatan Uji Tetrazolium pada Benih Jagung (Zea mays) dan Kacang Tanah (Arachis hypogaea)
Benih Ulangan Gambar Warna Keterangan
Jagung (Zea mays)
1 Merah Cerah Viable
2 Merah Cerah Viable
3 Merah Cerah Viable
Kacang Tanah (Arachis hypogaea)
1Merah Jambu
Viabilitas Lemah
2Merah Jambu
Viabilitas Lemah
3Merah Jambu
Viabilitas Lemah
Sumber: Laporan Sementara
2. Pembahasan
Tetrazolium merupakan uji biokimiawi yang membedakan jaringan
hidup dari jaringan mati embrio biji dengan dasar aktivitas enzim
dehidrogenase (enzim respirasi). Saat perlakuan hidrasi biji, efektivitas
enzim dehidrogenase meningkat yang menyebabkan pelepasan ion
hidrogen, yang menurunkan larutan garam tetrazolium tak berwarna
(2,3,5-trifenil tetrazolium klorida) menjadi senyawa kimia warna merah
yang disebut formazan. Formazan menunjukkan sel-sel yang hidup dengan
33
warna merah, sementara yang mati tidak berwarna. Uji tetrazolium
memungkinkan untuk dapat membedakan bagian sel hidup yang berwarna
merah dan bagian sel mati yang tidak berwarna. Posisi dan ukuran daerah
yang berwarna dan tidak berwarna pada embrio atau endosperm dapat
ditentukan apakah benih tersebut digolongkan sebagai viable atau non-
viable (Kuswanto 2009).
Struktur benih jagung ialah kulit biji, endosperm, embrio dan
radikula, sedangkan struktur benih kacang tanah ialah kulit biji, hipokotil,
epikotil, kotiledon, hilum, plumula dan radikula serta jaringan-jaringan
penghubungnya. Berdasarkan struktur benih tersebut, maka uji pewarnaan
tidak hanya dilakukan pada bagian luar benih tetapi juga pada bagian
dalam kotiledon. Benih yang viabel yaitu benih yang ujung radikula,
bagian penghubung antara radikula dan kotiledon, bagian penghubung
antara radikula dan hilum serta bagian dalam kotiledon tidak membentuk
spot berwarna merah muda.
Viabilitas benih merupakan kemampuan benih yang mampu
berkecambah dalam kondisi normal. Viabilitas benih dapat dilakukan
dengan melakukan uji tetrazolium. Uji tetrazolium memiliki fungsi sebagai
uji viabilitas benih yang dapat dilakukan cepat dan tidak langsung. Uji ini
dikatakan cepat karena uji ini menggunakan indikator warna dalam
mengetahui viabilitas benih. Namun dikatakan tidak langsung karena pada
uji viabilitas tidak diketahui apakah benih ini tumbuh normal atau
abnormal. Larutan tetrazolium (2,3,5 – triphenyl tetrazolium klorida atau
bromida) digunakan sebagai indikator untuk menunjukkan proses biologis
yang terjadi di dalam sel hidup (McDonald 2006).
Prinsip metode tetrazolium adalah setiap sel hidup akan bewarna
merah oleh reduksi dari suatu pewarnaan garam tetrazolium dan
membentuk endapan formazan merah, sedangkan sel-sel mati akan
berwarna putih. Enzim yang mendorong terjadinya proses ini adalah
dehidrogenase yang berkaitan dengan respirasi. Kelebihan metode
tetrazolium meliputi waktu pengujian yang singkat, sangat tepat
34
diaplikasikan pada benih yang mengalami dormansi serta benih yang
mengalami pemasakan lanjutan, tingkat ketelitian tinggi, sedangkan
kelemahannya memerlukan keahlian dan pelatihan yang intensif, bersifat
laboratoris, tidak dapat mendeteksi kerusakan akibat fungi atau mikroba
lainnya dan bersifat merusak.
Berdasarkan hasil pengamatan tabel 3.1 hasil pengamatan uji
tetrazolium pada benih jagung (Zea mays) dan kacang tanah
(Arachis hypogaea) menunjukkan bahwa benih jagung pada ulangan
pertama sampai ulangan ketiga memiliki warna merah cerah yang berarti
benih tersebut viabel. Benih kacang tanah pada ulangan pertama sampai
ketiga memiliki warna merah jambu yang berarti benih tersebut
viabilitasnya lemah atau rendah. Kandungan asam lemak tidak jenuh pada
benih kacang tanah cukup tinggi, yaitu terdiri atas 6% asam palmitat, 2%
stearat, 44% asam oleat, dan 48% asam linoleat. Kedua asam lemak tidak
jenuh (oleat dan linoleat) ini mudah teroksidasi, baik secara spontan
maupun enzimatis, yang dapat menurunkan viabilitas benih. Berdasarkan
hasil pengamatan tersebut dapat disimpulkan bahwa benih jagung lebih
viabel daripada benih kacang tanah.
Indikator warna pada benih pada uji tetrazolium memungkinkan kita
untuk membedakan antara jaringan hidup yang berwarna merah dengan
jaringan mati yang tidak berwarna. Membedakan antara benih merah tua
dan tidak berwarna yaitu benih rusak dan benih mati. Hal yang dapat
membedakan antar benih rusak dan benih mati adalah saat benih ini
dikecambahkan. Benih yang rusak akan berkecambah namun abnormal,
dan benih mati adalah bila dikecambahkan tidak dapat tumbuh, sedangkan
benih normal adalah benih yang berkecambah secara normal.
E. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat diperoleh
kesimpulan sebagai berikut:
35
a. Uji tetrazolium merupakan cara pengujian viabilitas benih secara
cepat dan bersifat tidak langsung (Quick Test)
b. Uji tetrazolium meningkatkan aktivitas enzim dehidrogenase dan
melepaskan ion H+ yang dilepaskan pada proses respirasi agar dapat
mereduksi garam tetrazolium yang tidak berwarna dan terjadi reaksi
yang membentuk endapan formazan yang berwarna merah
c. Benih jagung pada ulangan pertama sampai ulangan ketiga memiliki
warna merah cerah yang berarti benih tersebut viabel
d. Benih kacang tanah pada ulangan pertama sampai ketiga memiliki
warna merah jambu yang berarti benih tersebut viabilitasnya lemah
atau rendah
e. Benih jagung lebih viabel daripada benih kacang tanah
2. Saran
Saran yang dapat diberikan pada praktikum acara ini adalah alat dan
bahan yang digunakan sebaiknya ditambah agar pengamatan dapat
dilakukan oleh tiap kelompok.
36
DAFTAR PUSTAKA
Bonner 2006. Tree Seed Technology Training Course, Instructors Manual, General Technical Report SO 106. US Department of Agriculture. New Orland: Southern Forest Experiment Station.
Byrd HW 2005. Pedoman Teknologi Benih (Terjemahan). Mississipi: State College.
Kartasapoetra AG 2005. Teknologi Benih (Pengolahan Benih dan Tuntunan Praktikum). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Kuswanto 2009. Principles of Seed Science and Tecnology. Minnesota: Burgess Publ. Co.
McDonald 2006. Seed Moisture and the Equilibrium Seed Moisture Content Curve. J. Seed Technology 1(29): 7.
Vega 2011. Struktur dan Tipe Perkecambahan. http://veganojustice.wordpress.com. Diakses pada tanggal 28 Oktober 2013.
Zanzibar M 2009. Kajian Metode Uji Cepat Sebagai Metode Resmi Pengujian Kualitas Benih Tanaman Hutan di Indonesia. J. Standardisasi Badan Standarsasi Nasional 11(1): 38-45.