IMPLEMENTASI PTT

40
PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) PADI SAWAH IRIGASI DI PROVINSI JAMBI Julistia Bobihoe BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAMBI BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN DEPARTEMEN PERTANIAN 2009 2009 ISBN : 978-979-19842-1-8

Transcript of IMPLEMENTASI PTT

Page 1: IMPLEMENTASI PTT

PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) PADI SAWAH IRIGASI DI PROVINSI JAMBI

Julistia Bobihoe

BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAMBI

BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

DEPARTEMEN PERTANIAN

2009

2009

ISBN : 978-979-19842-1-8

Page 2: IMPLEMENTASI PTT

BUKLET : PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) PADI SAWAH

IRIGASI DI PROVINSI JAMBI

Penanggung Jawab : Ir. Endrizal, M.Sc (Kepala BPTP Jambi)

Dewan Redaksi Ketua : Ir. Ahmad Yusri, M.Si Anggota : 1. Endang Susilawati, S.Pt

2. Ir. Julistia Bobihoe 3. Ir. Marlina Susy Rangkuti 4. Drs. Tukimin 5. Rima Purnamayani, SP,M.Si Redaksi Pelaksana : Rima Purnamayani, SP,M.Si

Design Sampul : Endang Susilawati, S.Pt

Diterbitkan oleh: BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN (BPTP) JAMBI

Jl. Samarinda Paal Lima Kotabaru Jambi, 36128 Jl. Jambi-Palembang Km.16 Desa Pondok Meja, Kec. Mestong, Kab. Ma. Jambi Telepon: 0741 - 40174/7553525 Fax: 0741 - 40413 E-mail: [email protected], [email protected] Tahun: 2009

Page 3: IMPLEMENTASI PTT

ISBN : 978-979-19842-1-8

PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) PADI SAWAH IRIGASI

DI PROVINSI JAMBI

Oleh :

Julistia Bobihoe

BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN

BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

DEPARTEMEN PERTANIAN 2009

Page 4: IMPLEMENTASI PTT

i

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

atas ijin dan petunjukNya sehingga buku “Pengelolaan Tanaman Terpadu padi

sawah di Kabupaten Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi” dapat diselesaikan.

Buku diterbitkan dengan maksud memberikan informasi tentang teknologi

budidaya padi sawah dengan pendekatan pengelolaan tanaman terpadu (PTT).

Buku ini sangat dibutuhkan oleh petani padi sawah sebagai pedoman dalam

mengusahakan usahataninya.

Dengan selesainya buku ini disampaikan terima kasih kepada : Kepala Balai

Besar Pengkajian Teknologi Pertanian dan Kepala Balai Pengkaian Teknologi

Pertanian (BPTP) Jambi yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam

penyelesaian buku tersebut.

Semoga buku ini bermanfaat bagi petugas dan khususnya petani yang

melakukan usahatani padi sawah.

Jambi, Desember 2004 Jambi, Nopember 2009

Kepala Balai,

Ir. Endrizal, MSc NIP. 19580101 198503 1 005

Page 5: IMPLEMENTASI PTT

ii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

DAFTAR TABEL iiii

DAFTAR LAMPIRAN iv

PENDAHULUAN 1

PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) 1

KOMPONEN TEKNOLOGI PTT 3

1. Varietas Unggul 4

2. Benih Bermutu 6

3. Bibit Muda 6

4. Jumlah Bibit dan Sistem Tanam (Populasi) 9

5. Pemupukan N berdasarkan Bagan Warna Daun (BWD) 10

6. Pemupukan P dan K berdasarkan Status Hara Tanah 12

7. Bahan Organik 14

8. Pengairan Berselang 16

9. Pengendalian Gulma Secara Terpadu 17

10. Pengendalian Hama dan Penyakit Terpadu 18

11. Penanganan Panen dan Pascapanen 26

HASIL PENGKAJIAN PTT PADI SAWAH 29

PENUTUP 30

BAHAN BACAAN 32

LAMPIRAN 33

Page 6: IMPLEMENTASI PTT

iii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Acuan umum pemupukan fosfor pada tanaman padi sawah

14

Tabel 2. Acuan umum pemupukan kalium pada tanaman padi sawah dengan tanpa jerami

14

Tabel 3. Produksi Gabah Kering Giling (GKG) beberapa varietas padi di lahan sawah irigasi MK 2007 di desa Sri Agung

Kecamatan Tungkal Ulu Kabupaten Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi

29

Tabel 4. Analisis usahatani padi varietas Ciherang dan Mekongga (per ha) dengan pendekatan PTT Padi di lahan sawah semi intensif di Desa Sri Agung MK 2007

30

Page 7: IMPLEMENTASI PTT

iv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Deskripsi Varietas Unggul Baru (VUB) Padi Ciherang

5

Page 8: IMPLEMENTASI PTT

1

PENDAHULUAN

Provinsi Jambi dengan luas wilayah 5,1 juta hektar terdiri dari lahan kering

seluas 2,65 juta ha dan lahan pertanian tanaman pangan seluas 352.410 ha.

Berdasarkan identifikasi dan karakterisasi AEZ terdapat kurang lebih 246.482 ha

lahan yang sesuai untuk tanaman padi sawah (Busyra dkk., 2000).

Untuk memenuhi kebutuhan pangan yang terus meningkat, lahan sawah

irigasi masih tetap menjadi andalan dalam usaha peningkatan produktivitas padi di

Provinsi Jambi. Program intensifikasi khusus dan supra insus padi sawah yang

diterapkan selama ini tidak mampu lagi meningkatkan produksi padi secara nyata

sehingga dalam 10 tahun terakhir ini, produktivitas padi di Provinsi Jambi

cenderung menurun (Lubis, 2004).

Tanaman padi merupakan komoditas tanaman pangan penting di Provinsi

Jambi sehingga komoditas ini menjadi prioritas dalam menunjang program

pertanian. Di Kabupaten Tanjung Jabung Barat, luas panen padi sawah pada

tahun 2007 adalah 17.272 ha dengan total produksi 62.842 ton (BPS, 2008).

Namun, produktivitas tersebut masih relatif rendah (rata-rata 3,64 ton/ha)

dibandingkan dengan hasil pengkajian yang dilaksanakan BPTP Jambi yang

memperoleh produksi padi varietas unggul baru 6 – 7 t/ha (GKP) (Julistia, dkk,

2007).

PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT)

Agar usahatani padi menguntungkan maka perlu diupayakan agar komoditas

ini bisa kompetitif dengan komoditas lain. Salah satu usaha yang dilakukan adalah

menekan biaya produksi per kilogram padi atau gabah serendah mungkin.

Tantangan ini dapat dijawab dengan penerapan rekayasa teknologi dan sosial

melalui pendekatan Peningkatan Produktivitas Padi Terpadu (P3T) yang terdiri dari

PTT, SIPT dan KUAT pada lahan sawah irigasi yang menghasilkan produktivitas

Page 9: IMPLEMENTASI PTT

2

tinggi dengan biaya produksi tetap atau lebih rendah dari yang dilaksanakan petani

(Zaini, dkk, 2006).

Konsep Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT) adalah

pengelolaan tanaman terpadu dengan mengintegrasikan paket teknologi dengan

potensi biofisik, sodial dan ekonomi untuk perbaikan kesejahteraan rumah tangga

dan pembangunan wilayah.

Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT) merupakan suatu

usaha untuk meningkatkan hasil padi dan efisiensi masukan produksi dengan

memperhatikan penggunaan sumber daya alam secara bijak. Melalui usaha ini

diharapkan : (1) kebutuhan beras nasional dapat dipenuhi, (2) pendapatan petani

padi dapat ditingkatkan, dan (3) usaha pertanian padi dapat dilanjutkan.

Penerapan PTT dalam intensifikasi padi merupakan penyempurnaan dari konsep

sebelumnya yang dikembangkan untuk menunjang peningkatan hasil padi seperti

Supra Insus. Bahkan Food and Agricultural Organization (FAO) telah mengadopsi

Pengelolaan Tanaman Terpadu sebegai penyempurnaan dari Pengelolaan hama

Terpadu (PHT) (Badan Litbang Pertanian, 2007).

Ada empat prinsip dalam penerapan PTT, yaitu : (1) PTT bukan merupakan

teknologi, tetapi merupakan suatu pendekatan agar sumber daya tanaman, lahan

dan air dapat dikelola sebaik-baiknya, (2) PTT memanfaatkan teknologi pertanian

yang sudah dikembangkan dan diterapkan dengan memperhatikan unsur

keterkaitan sinergis antar teknologi, (3) PTT memperhatikan kesesuaian teknologi

dengan lingkungan fisik maupun sosial ekonomi petani, (4) PTT bersifat partisipatif

yang berarti petani turut serta menguji dan memilih teknologi yang sesuai dengan

keadaan setempat dan kemampuan petani melalui proses pembelajaran.

Alternatif pilihan komponen teknologi dalam pendekatan PTT yang

dilaksanakan antara lain : (1) pemilihan varietas unggul padi sawah,

(2) penggunaan benih bermutu, (3) perlakuan benih dipersemaian, (4) sistem

tanam jejer legowo, (5) penggunaan bahan organik (kompos atau pupuk kandang),

Page 10: IMPLEMENTASI PTT

3

(6) penggunaan pupuk nitrogen berdasarkan Bagan Warna Daun, (7) perbaikan

panen dan pasca panen. Alternatif pilihan komponen teknologi tersebut dapat

dilihat pada Tabel 1.

KOMPONEN TEKNOLOGI PTT

Alternatif komponen teknologi yang dapat diintroduksikan dalam

pengembangan PTT terdiri atas :

1. Varietas unggul baru yang sesuai dengan karakteristik lahan, lingkungan dan

keinginan petani setempat

2. Benih bermutu (kemurnian dan daya kecambah tinggi)

3. Bibit muda (< 21 HSS)

4. Jumlah bibit 1-3 batang per lubang dan sistem tanam jajar legowo 2:1, 4:1 dan

lainnya dengan populasi minimum 250.000 rumpun/ha

5. Pemupukan N berdasarkan Bagan Warna Daun (BWD)

6. Pemupukan P dan K berdasarkan status hara tanah, PUTS atau petak omisi

serta pemecahan masalah kesuburan tanah apabila terjadi

7. Bahan organik (kompos jerami 5 t/ha atau pupuk kandang 2 t/ha)

8. Pengairan berselang (intermitten irrigation)

9. Pengendalian gulma secara terpadu

10. Pengendalian hama dan penyakit secara terpadu (PHT)

11. Panen beregu dan pasca panen menggunakan alat perontok

Berdasarkan sifatnya, komponen-komponen teknologi ini dipilah menjadi dua

bagian :

I. Teknologi untuk pemecahan masalah setempat atau spesifik lokasi

II. Teknologi untuk perbaikan cara budidaya yang lebih efisien dan efektif

Page 11: IMPLEMENTASI PTT

4

Dalam pelaksanaannya tidak semua komponen teknologi diterapkan

sekaligus, terutama di lokasi yang memiliki masalah spesifik. Namun ada enam

komponen teknologi yang dapat diterapkan bersamaan (comulsory) sebagai

penciri model PTT, yaitu :

1. Varietas unggul baru sesuai lokasi

2. Benih bermutu (bersertifikat dan vigor tinggi)

3. Bibit muda (<21 hari) apabila kondisi lingkungan memungkinkan

4. Jumlah bibit 1-3 per lubang dan sistem tanam (populasi)

5. Pemupukan N berdasarkan Bagan Warna Daun (BWD)

6. Pemupukan P dan K berdasarkan status hara tanah, PUTS atau petak omisi

serta pemecahan masalah kesuburan tanah apabila terjadi dan penggunaan

bahan organik. Jika diterapkan secara bersamaan, sumbangan keenam

komponen teknologi ini terhadap peningkatan produktivitas padi dan efisiensi

produksi lebih besar.

Penerapan inovasi teknologi dengan pendekatan PTT di Desa Sri Agung

1. Varietas Unggul

Varietas padi merupakan salah satu teknologi utama yang mampu

meningkatkan produktivitas padi dan pendapatan petani. Dengan tersedianya

varietas padi yang telah dilepas pemerintah, kini petani dapat memilih varietas

yang sesuai dengan kondisi lingkungan setempat, berdaya hasil tinggi. Varietas

Page 12: IMPLEMENTASI PTT

5

padi merupakan teknologi yang paling mudah diadopsi petani karena teknologi ini

murah dan penggunaannya sangat praktis. Khususnya di Provinsi Jambi, varietas

unggul baru (VUB) padi yang sudah berkembang luas adalah varietas Ciherang

(Lampiran 1).

Badan Litbang Pertanian telah merakit sejumlah varietas unggul baru (VUB) padi

sawah, masing-masing memiliki keunggulan tersendiri. Varietas padi yang

digunakan adalah varietas unggul yang telah dilepas, yang mempunyai ciri -ciri

sebagai berikut :

- Dapat menyesuaikan diri/beradaptasi terhadap iklim dan jenis tanah setempat.

- Cita rasanya disenangi dan memiliki harga yang tinggi di pasar lokal

- Daya hasil tinggi

- Toleran terhadap hama dan penyakit

- Tahan rebah

Varietas Unggul Baru (VUB) Padi Ciherang

Dalam pemilihan varietas perlu mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

- Pergiliran varietas pada pola tanam padi-padi-palawija untuk mencegah

ledakan hama dan penyakit

- Pada musim hujan (MH) dipilih varietas tahan wereng dan tahan penyakit

- Pada musim kemarau (MK) dipilih varietas yang relatif toleran kering dan

kurang disukai hama penggerek

Page 13: IMPLEMENTASI PTT

6

2. Benih Bermutu

Penggunaan benih bersertifikat dan benih dengan vigor tinggi sangat

disarankan, karena :

- Benih bermutu akan menghasilkan bibit yang sehat dengan akar yang banyak

- Benih yang baik akan menghasilkan perkecambahan dan pertumbuhan yang

seragam

- Ketika ditanam pindah, bibit dari benih yang baik daat tumbuh lebih cepat dan

tegar.

- Benih yang baik akan memperoleh hasil yang tinggi

Cara memilih benih yang baik

• Masukkan benih ke dalam ember berisi air garam 3% atau larutan ZA dengan

perbandingan 1 kg ZA dilarutkan dengan 3 liter air atau larutan air dan debu.

Benih yang akan ditanam adalah yang tenggelam dalam larutan tersebut.

• Tempatkan benih terpilih ke dalam kantong kain str imin (longgar), kemudian

rendam dalam air hangat. Tiriskan, air dari kantong kain keluarkan dan

letakkan di tempat hangat

• Untuk daerah yang sering terserang hama penggerek batang, disarankan

perlakuan benih (seed treatment) dengan pestisida fipronil (regent) 50 ST

yang juga dapat membantu mengendalikan hama keong mas.

3. Bibit Muda

- Penanaman bibit muda (umur 10-15 hari setelah sebar) memungkinkan bagi

tanaman untuk tumbuh lebih baik dengan jumlah anakan cenderung lebih

banyak.

- Bibit muda memiliki kemampuan beradaptasi yang lebih baik dibandingkan

dengan bibit tua

Page 14: IMPLEMENTASI PTT

7

- Perakaran bibit berumur < 15 hari lebih cepat beradaptasi dan lebih cepat

pulih dari stress akibat dipindahkan dari persemaian ke lahan pertanaman.

- Pada daerah endemis keong mas dianjurkan menggunakan bibit lebih tua.

Untuk mendapatkan bibit dan pertumbuhan tanaman yang baik perhatikan hal-hal

sebagai berikut :

Penanaman Bibit Muda 15 HSS

3.1. Persiapan pembibitan/persemaian

- Sebelum disebarkan di pembibitan/persemaian benih dibilas agar tidak

mengandung larutan pupuk atau garam

- Kemudian benih direndam selama 24 jam dan setelah itu ditiriskan selama 48

jam.

- Luas persemaian adalah 4 % dari luas pertanaman (250 m2 per/ha lahan)

- Bedengan pembibitan dibuat dengan lebar 1,0-1,2 m dengan panjang

bervariasi menurut keadaan luas lahan dan dengan luas 400 m2.

- Luas bedengan ini cukup untuk ditebari 20-25 kg benih.

- Diusahakan agar lokasi pembibitan dekat dengan sumber air dan memiliki

drainase yang baik, agar tempat pembibitan bisa cepat diairi dan cepat pula

dikeringkan bila mana perlu.

Page 15: IMPLEMENTASI PTT

8

Persemaian padi VUB Ciherang

3.2. Gunakan bahan organik pada pembibitan/persemaian

- Lahan pembibitan/persemaian dipupuk dengan urea sebanyak 10 % dari total

urea yang digunakan (20-40 g Urea/m2 )

- Lahan persemaian perlu diberi kompos yang dicampur dengan sekam dan

atau serbuk gergaji kayu, abu sekam padi dengan takaran 2-4 kg/m2.

- Penambahan bahan organik memudahkan pencabutan bibit, terutama untuk

bibit muda

Bahan organik (pupuk kandang)

3.3. Lindungi bibit padi dari serangan hama

- Buat pagar plastik mengelilingi tempat pembibitan/persemaian untuk

mencegah serangan tikus

- Usaha ini akan lebih efektif apabila tempat pembibitan masing-masing petani

berdekatan, atau bahkan bersama dalam satu lokasi pembibitan.

Page 16: IMPLEMENTASI PTT

9

- Pasang bubu perangkap pada pagar plastik untuk mengendalikan tikus secara

dini

4. Jumlah Bibit dan Sistim Tanam (Populasi)

- Direkomendasikan menanam bibit per rumpun dengan jumlah yang lebih

sedikit. Jumlah bibit yang ditanam tidak lebih dari 3 bibit per rumpun.

- Bibit tanaman 1 batang/rumpun (maksimum 3 batang/rumpun) agar dapat

tumbuh dan berkembang lebih baik, perakaran lebih intensif, anakan lebih

banyak.

- Lebih banyak jumlah bibit per rumpun, lebih tinggi kompetisi antar bibit

(tanaman) dalam satu rumpun.

- Jarak tanam disesuaikan dengan varietas dan kesuburan tanah (25 x 25 cm

atau 20 x 20 cm

- Pada daerah tertentu, penanaman dengan sistem legowo dapat dianjurkan

dengan pola berselang seling antara dua atau lebih (biasanya empat) baris

tanaman padi dan satu baris kosong.

Sistem Tanam Legowo

- Dalam sistem tanam jajar legowo terdapat dua atau lebih (biasanya empat)

baris tanaman padi dan diselingi oleh satu baris yang dikosongkan.

- Satu unit legowo terdiri dari dua atau lebih baris tanaman dan satu baris yang

kosong.

- Bila terdapat dua baris tanaman per unit legowo disebut legowo 2 : 1, kalau

tiga baris disebut legowo 3 : 1, kalau empat baris disebut legowo 4 : 1, dan

seterusnya.

Keuntungan sistem tanam jajar legowo :

- Semua barisan rumpun tanaman berada pada bagian pinggir yang biasanya

memberi hasil lebih tinggi (efek tanaman pinggir)

- Pengendalian hama penyakit dan gulma lebih mudah

Page 17: IMPLEMENTASI PTT

10

- Menyediakan ruang kosong untuk pengaturan air, saluran pengumpul keong

mas dan untuk mina padi

- Penggunaan pupuk lebih berdaya guna.

Cara/sistem Tanam Jajar Legowo 4 : 1

5. Pemupukan N berdasarkan Bagan Warna Daun (BWD)

Agar efektif dan efisien, penggunaan pupuk disesuaikan dengan kebutuhan

tanaman dan ketersediaan hara dalam tanah. Kebutuhan N tanaman dapat

diketahui dengan cara mengukur tingkat kehijauan warna daun padi menggunakan

Bagan Warna Daun (BWD).

Penggunaan BWD untuk menentukan waktu aplikasi pupuk N bisa dilakukan

dengan dua cara :

Cara pertama : adalah waktu tetap (fixed time) yaitu waktu pemupukan

ditetapkan lebih dahulu berdasarkan tahap pertumbuhan tanaman, antara lain

fase pada saat anakan aktif dan pembentukan malai atau saat primordia. Nilai

pembacaan BWD digunakan untuk mengoreksi dosis pupuk N yang telah

ditetapkan sehingga menjadi lebih tepat seuai dengan kondisi tanaman.

Cara kedua : adalah waktu pemberian pupuk berdasarkan nilai pembacaan

BWD yang sebenarnya (real time), yaitu penggunaan BWD dimulai ketika

tanaman berumur 14 HST kemudian secara periodik diulangi 7-10 hari sekali

Page 18: IMPLEMENTASI PTT

11

F

Foto : BB Padi Sukamandi

sampai ketahuan nilai kritis saat pupuk N harus diaplikasikan. Untuk kondisi

Indonesia disarankan untuk menggunakan fixed time.

5.1. Cara Penggunaan BWD Waktu Tetap (fixed time)

Pembacaan BWD hanya dilakukan menjelang pemupukan kedua (tahap

anakan aktif, 23-28 HST) dan pemupukan ketiga (tahap primordia , 38-42

HST).

Jika nilai pembacaan BWD berada dibawah nilai kritis (< 4,0), maka dosis

pupuk N yang diberikan dinaikkan sekitar 25 % dari jumlah yang sudah

ditetapkan.

Sebaliknya jika hasil pembacaan BWD diatas nilai kritis (> 4,0), maka dosis

pupuk N yang diberikan dikurangi sekitar 25 % dari jumlah yang sudah

ditetapkan.

5.2. Cara Penggunaan BWD Waktu Sebenarnya (real time)

Pemupukan dasar atau pemupukan pertama N dengan takaran 50 – 75 kg

Urea/ha dilakukan sebelum tanaman padi berumur 14 hari atau sebelum 14

hari setelah tanam pindah (14 hst). Pada pemupukan pertama ini BWD tidak

perlu digunakan.

Penggunaan Bagan Warna Daun (BWD)

Pengukuran dengan BWD diawali pada 25 – 28 hst, dilanjutkan setiap 7 – 10

hari sekali sampai fase primordia (10 % tanaman padi berbunga).

Page 19: IMPLEMENTASI PTT

12

Pilih secara acak 10 rumpun tanaman sehat pada hamparan yang seragam,

lalu pilih daun teratas yang telah membuka penuh pada satu rumpun.

Taruh bagian tengah daun di atas BWD dan bandingkan warnanya. Jika warna

daun berada diantara 2 skala, digunakan nilai rata-ratanya, misalnya : 3,5

untuk warna antara 3 dan 4.

Sewaktu mengukur dengan BWD, jangan menghadap sinar matahari, sebab

dapat mempengaruhi pengukuran warna.

Bula memungkinkan, setiap pengukuran dilakukan pada waktu yang sama

oleh orang yang sama.

Jika lebih 5 dari 10 daun yang diamati warnanya dalam batas kritis yaitu

dibawah skala 4,0, maka tanaman perlu segera diberi pupuk N dengan

takaran:

o 50 – 75 kg urea/ha pada musim hasil rendah (di tempat-tempat

tertentu seperti di Subang Jawa Barat, musim hasil rendah adalah

musim kemarau)

o 75 – 100 kg urea/hapada musim hasil tinggi (d itempat-tempat tertentu

seperti di Kuningan Jawa Barat dan Sragen, musim hasil tinggi adalah

musim kemarau)

o 100 kg Urea per hektar pada padi hibrida dan padi tipe baru, baik pada

musim hasil rendah maupun hasil tinggi

o Apabila warna daun padi hibrida dan padi tipe baru pada saat tanaman

dalam kondisi keluar malai dan 10 % berbunga nerada pada skala 4

atau kurang, maka tanaman perlu diberi tambahan pupuk N (bonus)

dengan takaran 50 kg Urea per hektar.

6. Pemupukan P dan K berdasarkan Status Hara Tanah

6.1. Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS)

Page 20: IMPLEMENTASI PTT

13

Foto : BB Padi Sukamandi

PUTS merupakan suatu perangkat untuk mengukur status hara P, K, dan pH

tanah yang dapat dikerjakan secara langsung di lapangan dengan relatif cepat,

mudah, dan cukup akurat. PUTS terdiri dari pelarut (pereaksi) P, K, dan pH tanah

serta peralatan pendukungnya. Contoh tanah sawah yang telah diekstrak dengan

pereaksi ini akan memberikan perubahan warna dan selanjutnya kadarnya diukur

secara kualitatif dengan warna P, K, pH. Selain PUTS, petak omisi (omission plot)

dapat juga digunakan dalam menentukan dosis P dan K spesifik lokasi.

Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS)

Prinsip kerja PUTS ini adalah mengukur hara P dan K tanah yang terdapat

dalam bentuk tersedia, secara resmi kuantitatif dengan metode kolorimetri

(pewarnaan). Pengukuran status P dan K tanah dikelompokkan menjadi tiga

kategori yaitu rendah (R), sedang (S), dan tinggi (T). Dari masing-masing kelas

status P dan K tanah sawah telah dibuatkan acuan pemupukan P (dalam bentuk

SP-36) dan K (dalam benuk KCl). Tabel 1 dan Tabel 2 memuat acuan umum

pemupukan P dan K berdasarkan status hara tanah.

Pengukuran hara P dan K menggunakan PUTS

Page 21: IMPLEMENTASI PTT

14

Tabel. 1. Acuan umum pemupukan fosfor pada tanaman padi sawah

Kelas status hara P tanah

Kadar hara terekstrak HCL 25 % (mg P2O5/100 g)

Dosis acuan pemupukan P (kg SP-36/ha)

Rendah < 20 100

Sedang 20 – 40 75

Tinggi > 40 50

Tabel. 2. Acuan umum pemupukan kalium pada tanaman padi sawah dengan tanpa jerami

Kelas status hara K tanah

Kadar hara terekstrak HCL 25 % (mg K2O/100 g)

Dosis acuan pemupukan K (kg KCl/ha)

Rendah < 10 100

Sedang 10 – 20 50

Tinggi > 20 50

6.2. Keracunan Besi (Fe)

Keracunan besi pada tanaman padi terjadi karena tingginya konsentrasi Fe

dalam larutan tanah. Tanaman muda yang baru di tanam di lapang sering

terpengaruh oleh tingginya konsentrasi ion fero (Fe2+

) setelah lahan digenangi.

Warna hitam Fe Sulfida di akar merupakan tanda kondisi sangat reduktif dan

tanaman keracunan Fe. Drainase dapat menanggulangi keracunan Fe.

7. Bahan Organik

Bahan organik adalah bahan yang berasal dari limbah tanaman, kotoran

hewan atau hasil dari pengomposan seperti kotoran sapi, kotoran ayam, jerami

atau sisa tanaman lain, pupuk hijau dan hasil atau sisa pangkasan tanaman

kacang-kacangan.

Kagunaan bahan organik :

- Meningkatkan kesuburan tanah dan kandungan karbon organik tanah

- Memberikan tambahan hara

- Meningkatkan aktivitas jasad renik (mikroba)

Page 22: IMPLEMENTASI PTT

15

- Memperbaiki sifat fisik tanah

- Mempertahankan perputaran unsur hara dalam sistem tanah dan tanaman.

Cara penggunaan bahan organik :

- Bahan organik disebar merata di atas hamparan sawah, dua minggu sebelum

pengolahan tanah.

- Kadang-kadang jerami padi dibiarkan dulu melapuk langsung di sawah selama

satu musim.

Cara Pembuatan kompos

Kompos Jerami

- Bahan dan alat terdiri atas kotoran ternak, jerami padi, larutan Urea 10 %,

sekop, garpu, dan ajir bambu.

- Jerami yang akan digunakan untuk bahan kompos dicelupkan atau diperciki

larutan urea 10 %, kemudian dihamparkan di atas lantai/tanah hingga

ketinggian 30 cm

- Setelah jerami dihamparkan, ditaburi dengan kotoran ternak (ayam, sapi atau

domba).

- Cara ini diulangi hingga tumpukan jerami mencapai ketinggian 1,80 m. Bagian

atas jerami ditutup plastik yang berfungsi untuk membantu menahan panas.

- Setelah 2 minggu, jerami dibalik, dan disiram air secukupnya untuk

mempertahankan kelembaban, kemudian tumpukan jerami ditutup kembali.

- Diperkiralan 1 bulan kemudian jerami sudah menjadi kompos.

Kompos kotoran ternak

- Bahan dan alat terdiri atas seyang digunakan terdiri atas serbuk gergaji kayu

minimal 5 % (bukan jati dan kelapa), kotoran sapi minimal 40 %, kotoran ayam

maksimal 25 %, abu 10 %, kapur calcit 2 %, dan stardec 0,25 %, sekop,

garpu, dan ajir bambu.

Page 23: IMPLEMENTASI PTT

16

- Bahan-bahan ini dicampur secara merata sebelum proses pembuatan kompos

dimulai.

- Setelah bahan tercampur, tumpukan bahan disisir sambil ditaburi stardec

secara merata.

- Pada hari ke 7 kompos dicampur dan dibalik. Hal yang sama dilakukan pada

hari ke-14, ke-21, dan ke-28.

- Setelah 4-5 minggu kemudian, kompos siap digunakan dengan ciri ; warna

hitaqm kecoklatan, struktur remah, dan tidak bau.

8. Pengairan Berselang

Pengairan berselang (intermittent irrigation) adalah pengaturan kondisi lahan

dalam kondisi kering dan tergenang secara bergantian. Kondisi seperti itu

ditujukan antara lain untuk :

Menghemat air irigasi sehingga areal yang dapat diairi menjadi lebih luas

Memberi kesempatan pada akar tanaman untuk mendapatkan udara sehingga

dapat berkembang lebih dalam

Mengurangi timbulnya keracunan besi

Mengurangi penimbunan asam organik dan gas H2S yang menghambat

perkembangan akar

Mengaktifkan jasad renik mikroba yang menghambat

Mengurangi kerebahan

Mengurangi jumlah anakan yang tidak produktif (tidak menghasilkan malai dan

gabah)

Menyeragamkan pemasakan gabah dan mempercepat waktu panen

Memudahkan pembenaman pupuk ke dalam tanah (lapisan olah)

Memudahkan pengendalian hama keong mas, mengurangi penyebaran hama

wereng coklat dan penggerek batang, dan mengurangi kerusakan tanaman

padi karena hama tikus

Page 24: IMPLEMENTASI PTT

17

Cara pengelolaan air

Lakukan teknik pergiliran pengairan dalam satu musim tanam. Bibit ditanam

pada kondisi tanah jenuh air dan petakan sawah dialiri lagi setelah 3-4 hari.

Pengelolaan air selanjutnya diatur sebagai berikut :

- Lakukan pergiliran air selang 3 hari. Tinggi genangan pada hari pertama

lahan diairi sekitar 3 cm dan selama 2 hari berikutnya tidak ada

penambahan air. Lahan sawah diairi lagi pada hari ke 4. Cara pengairan

ini berlangsung sampai fase anakan maksimal.

- Mulai dari fase pembentukan malai sampai pengisian biji, petakan sawah

digenangi terus

- Sekitar 10-15 hari sebelum tanaman dipanen, petakan sawah dikeringkan

Lakukan pengairan berdasar ketersediaan air. Perhatikan ketersediaan air

selama musim tanam. Apabila sumber air tidak cukup menjamin selama satu

musim, maka lakukan pengairan bergilir dengan periode lebih lama sampai

selang 5 hari

Lakukan pengairan dengan mempertimbangkan sifat fisik tanah. Pada tanah

berpasir dan cepat menyerap air, waktu pergiliran pengairan harus

diperpendek.

9. Pengendalian Gulma Secara Terpadu

Gulma dikendalikan dengan cara pengolahan tanah sempurna, mengatur air

di petakan sawah, dan menggunakan herbisida apabila infestasi gulma sudah

tinggi. Pengendalian gulma secara mekanis seperti gasrok sangat dianjurkan, oleh

karena cara ini sinergis dengan pengelolaan lainnya. Namun cara ini hanya efektif

dilakukan apabila kondisi air di petakan sawah macak-macak atau tanah jenuh air.

Page 25: IMPLEMENTASI PTT

18

Keuntungan peyiangan dengan alat gasrok atau landak :

- Ramah lingkungan (tidak menggunakan bahan kimia)

- Lebih ekonomis, hemat tenaga kerja dibandingkan dengan penyiangan biasa

dengan tangan

- Meningkatkan udara di dalam tanah dan merangsang pertumbuhan akar padi

lebih baik

- Apabila dilakukan bersamaan saat atau setelah segera setelah pemupukan

akan membenamkan pupuk ke dalam tanah, sehingga pemberian pupuk lebih

efisien

Pengendalian Gulma dengan alat Gasrok/Landak

Cara penyiangan dengan alat gasrok atau landak :

- Dilakukan saat tanaman berumur 10-15 hst (hari setelah tanam)

- Dianjurkan dilakukan dua kali, dimulai pada saat tanaman berumur 10-15 hast.

Diulangi secara berkala 10-25 hari kemudian.

- Gulma yang terlalu dekat dengan tanaman dicabut dengan tangan

- Dilakukan dua arah yaitu diantara dan di dalam barisan tanaman

10. Pengendalian Hama dan Penyakit secara Terpadu

Hama dan penyakit merupakan cekaman biotis yang dapat mengurangi hasil

dan bahkan dapat menyebabkan gagal panen. Oleh karena itu untuk mendapatkan

hasil panen yang optimum dalam budidaya padi, perlu dilakukan usaha

pengendalian hama dan penyakit.

Page 26: IMPLEMENTASI PTT

19

Hama dan penyakit dikendalikan dengan pendekatan pengelolaan hama dan

penyakit terpadu (PHT) yang diintegrasikan ke dalam model PTT. Penggunaan

pestisida didasarkan pada pemantauan lapang agar dicapai efisiensi yang tinggi

dan pencemaran lingkungan dapat diminimalisasi. Komponen pengendalian

diterapkan sesuai dengan tahapan budidaya tanaman :

Pra tanam (sebelum tanam)

- Merencanakan tanam serempak sehamparan minimal 40 ha

- Memilih varietas tahan sesuai dengan biotipe dan strain hama dan penyakit,

terutama pada musim hujan.

- Pemberdayaan kelompok tani, minimal kelompok tani sehamparan untuk

menerapkan PHT tikus, dimulai dari saat pra tanam.

- Menyiapkan bahan pengendalian tikus dengan sistem perangkap bubu (SPB)

atau sistem perangkap bubu linier (SPBL).

- Meningkatkan koordinasi antar petani dan aparat terkait agar sarana produksi

untuk tanaman dan pengendalian tikus tersedia tepat waktu.

- Mengamati lubang tikus, memperkirakan ancaman tikus migran, dan populasi

penggerek pada singgang

- Sanitasi selektif untuk mengurangi sumber inokulum tungro seperti singgang,

eceng dan rumput teki.

Persemaian

- Memasang pagar plastik dan bubu perangkap tikus

- Mengamati ancaman tungro (populasi wereng hijau dan keberadaan penyakit)

dan kelompok telur penggerek batang padi.

Fase Vegetatif

- Menerapkan sistem tanam jajar legowo dan pemupukan nitrogen berdasarkan

kebutuhan tanaman menggunakan teknologi bagan warna daun (BWD)

Page 27: IMPLEMENTASI PTT

20

- Melindungi musuh alami, terutama laba-laba dengan mulsa jerami atau

membiarkan pematang ditumbuhi rumput yang tidak menjadi inang penyakit

(teki), sampai tanaman berumur 1 bulan

- Memantau perkembangan penyakit hama dan penyakit, terutama hama

wereng coklat, penggerek batang, penyakit tungro, dan hawar daun. Apabla

populasi telah melebihi ambang ekonomi, hama dan penyakit dikendalikan

dengan pestisida yang tepat.

Fase generatif

- Memantau perkembangan hama dan penyakit, terutama hama walang sangit

dan hawar daun bakteri. Apabila populasi telah melebih ambang ekonomi ,

hama dan penyakit dikendalikan dengan pestisida anjuran.

Pengendalian Hama Terpadu (PHT) merupakan pendekatan pengendalian

yang memperhitungkan faktor ekologi sehingga pengendalian yang dilakukan tidak

terlalu mengganggu keseimbangan alami dan tidak menimbulkan kerugian besar.

PHT merupakan paduan beberapa cara pengendalian diantaranya melakukan

monitoring populasi hama dan kerusakan tanaman. Hama dan penyakit utama

pada lahan sawah irigasi berturut-turut yaitu tikus, wereng coklat, penggerek

batang, tungro, hawar daun bakteri (HDB) dan keong mas.

Tikus sawah

Pengendalian hama tikus terpadu (PHTT) didasarkan pada pemahaman

ekologi jenis tikus, dilakukan secara dini, intensif dan terus menerus

(berkelanjutan) dengan memanfaatkan teknologi pengendalian yang sesuai dan

tepat waktu. Kegiatan pengendalian diprioritaskan pada awal tanam (pengendalian

dini) untuk menurunkan populasi tikus serendah mungkin sebelum terjadi

perkembangbiakan tikus yang cepat pada stadia generatif padi. Pelaksanaan

pengendalian dilakukan oleh petani secara bersama-sama (berkelompok) dan

terkoordinasi dalam skala luas (hamparan).

Page 28: IMPLEMENTASI PTT

21

Foto : BB Padi Sukamandi

Hama tikus dan tanaman padi yang terserang

Langkah-langkah pengendalian :

Menerapkan pola tanam yang teratur dan waktu tanam serempak (tidak lebih

dari 2 minggu)

Periode bera/pengolahan tanah. Dilakukan gropyokan massal atau berburu

tikus oleh semua anggota kelompoktani. Kegiatan tersebut dapat berupa

pembongkaran sarang tikus pada habitat utama seperti tanggul irigasi, jalan

sawah, lahan kosong dan lainnya. Apabila populasi tikus sangat tinggi dapat

digunakan rodentisida, baik jenis akut atau antikoagulan sesuai anjuran.

Periode persemaian. Pada daerah endemik tikus, persemaian padi agar

dilindungi dengan pagar plastik dan dipasang dua bubu perangkap untuk

persemaian berukuran 10 x 10 cm. Pada musim kemarau disarankan dipasang

sistem bubu perangkap (Trap Barrier System = TBS) ukuran 15 x 15 m untuk

setiap 15 ha ditempatkan didekat habitat utama tikus dan dilakukan

pengambilan tangkapan tikus setiap hari sampai panen.

Peride padi vegetatif. Sanitasi gulma pada habitat tikus, baik yang ada di

hamparan sawah maupun disekitar sawah agar tidak digunakan sebagai

sarang tikus. Dilakukan pengendalian secara mekanis, rodentisida bila

populasi masih tinggi, pasang (Linier Trap Barrier System = LTBS) di dekat

Page 29: IMPLEMENTASI PTT

22

Foto : BB Padi Sukamandi

habitat utama dan dipindahkan setiap 5 hari, serta lakukan fumigasi sarang

tikus.

Periode padi generatif. Lakukan fumigasi asap belerang pada setiap sarang

aktif tikus, sanitasi gulma pada habitat utama dan pasang LTBS di dekat

habitat utama secara periodik.

Wereng Coklat

Gunakan varietas tahan wereng coklat berdasar biotipe di wilayah sebagai

acuan lihat di deskripsi varietas

Gunakan berbagai cara pengendalian mulai dari penyiapan lahan, tanam

teratur jajar legowo), pengairan intermitten dan takaran pupuk sesuai BWD.

Monitor pertanaman paling lambat 2 minggu sekali, untuk mengetahui tingkat

predator dan hamanya supaya tetap seimbang.

Bila perkembangan hama wereng terus meningkat (hubungan musuh alami

dan hama tidak seimbang), pada kondisi :

- Populasi hama dibawah ambang ekonomi gunakan insektisida botani atau

jamur enti-mopatogenik (Metarhizium annisopliae atau Beauveria

bassiana)

- Populasi hama di atas ambang ekonomi gunakan insektisida kimiawi yang

direkomendasi

Hama wereng coklat dan tanaman padi

yang terserang

Page 30: IMPLEMENTASI PTT

23

Foto : BB Padi Sukamandi

Batang Padi

Ada 6 spesies penggerek batang yang menjadi hama padi, 4 diantaranya

meupakan spesies yang paling banyak dijumpai dan dominasinya tergantung

pada daerah penyebarannya.

Hama ini harus diamati intensif sejak dari persemaian sampai panen. Kalau

populasi tinggi dapat diberantas dengan insektisida butiran (karbofuron,

fipronil) dan insektisida cairan (dimehipo, bensultap, amitraz dan fipronil).

Insektisida butiran diaplikasi bila genangan air dangkal dan insektisida cair

disaat genangan air tinggi. Insektisida cair diaplikasi pada fase generatif

apabila populasi tangkapan ngengat 100 ekor per minggu pada perangkap

feromon, atau 300 ekor/minggu pada perangkap lampu.

Penangkapan massal ngengat jantan dengan memasang perangkap feromon

9-16 perangkap setiap hektar untuk mengamati spesies dominan.

Saat panen tanggul jerami dipotong rendah supaya kehidupan larvanya

terganggu.

Hama Penggerek Batang dan tanaman padi yang terserang

Keong Mas

Menyerang dengan memakan daun padi yang baru ditanam. Pengendalian

yang paling utama ialah mencegah introduksi keong mas pada areal baru. Kalau

keong mencapai sawah maka akan berkembang, pada lahan yang selalu

Page 31: IMPLEMENTASI PTT

24

Foto : BB Padi Sukamandi

tergenang dan sukar dikendalikan. Pada lahan yang terlanjur diserang keong mas,

sebaiknya dilakukan berbagai cara pengendalian secara terpadu (PHT) dan

berkesinambungan. Walaupun tanaman sudah besar (lebih dari 30 hari),

pengendalian harus tetap dilaksanakan, hal itu untuk mencegah serangan pada

tanaman musim berikutnya dan lahan sekitarnya.

Hama Keong Mas

PHT pada keong masih dilakukan sepanjang pertanaman dengan rincian sbb:

Pratanam

Mengambil keong mas dan memusnahkan secagai cara mekanis

Persemaian

Mengambil keong mas dan memusnahkan

Menyebar benih lebih banyak untuk sulaman

Membersihkan saluran air dari tanaman air seperti kangkung

Stadia vegetatif

Pemupukan P dan K dilakukan sebelum tanam

Menanam bibit yang agak tua (lebih dari 21 hari) dan jumlah bibit lebih banyak

Mengeringkan sawah sampai 7 hari setelah tanam

Mengambil keong mas dan memusnahkan

Memasang saringan pada pemasukan air untuk menjaring siput

Mengumpan dengan menggunakan daun talas dan pepaya

Memasang ajir agar siput bertelur pada ajir dan telurnya dimusnahkan

Page 32: IMPLEMENTASI PTT

25

Foto : BB Padi Sukamandi

Mengambil dan memusnahkan telur siput pada tanaman

Aplikasi pestisida anorganik atau nabati seperti saponin dan rerak sebanyak

20 sampai 50 kg/ha yang diaplikasi sebelum tanam, sebaiknya dilakukan pada

caren agar bahan pestisida dapat dihemat

Stadia generatif dan setelah panen

Mengambil keong mas dan memusnahkan

Menggembalakan itik setelah padi dipanen

Penyakit Blas

Perkembangan penyakit blas (Pyricularia oryzae) ini ditentukan oleh musim

dan lokasi, sehingga antara musim baik pada lokasi yang sama maupun lokasi

berbeda dapat bervariasi serangannya. Gejala serangan umumnya pada daun

mengalami bercak-bercak belah ketupat saat padi berumur satu minggu.

Umumnya padi yang terserang menjadi puso. Penyakit ini dapat dibedakan antara

blas daun dan blas leher. Blas leher lebih merugikan daripada blas daun karena

gabah menjadi hampa. Hal yang perlu dilakukan dalam pengendalian penyakit ini

yaitu :

Perlakuan benih (benih direndam dengan fungisida) sebelum benih ditabur.

Sebelum semai diamati perkembangan spora alami di lapang

Menanam varietas tahan blas

Pemberian N dikurangi, pupuk K ditambah

Penyemprotan dengan fungisida

Serangan penyakit Blas

Page 33: IMPLEMENTASI PTT

26

11. Penanganan Panen dan Pascapanen

• Panen dan pasca panen perlu ditangani secara tepat karena :

- Kehilangan hasil dan penurunan mutu selama proses panen dan

pascapanen masih tinggi (sekitar 20 %)

- Penanganan panen dan pasca panen yang kurang baik menyebabkan

kualitas benih rendah

- Panen padi dengan sistem kelompok dapat menekan kehilangan hasil

dari 19 % menjadi 4 %. Pemanenan padi dengan sistem kelompok

beranggota 30 pemanen memerlukan pembagian tugas yang jelas dan

proporsional : 22 orang memotong padi, 5 orang mengumpulkan

potongan padi, dan 3 orang merontok padi dan mengemas gabah dalam

karung. Jika menggunakan power tresher, usahakan putaran

drum/silinder perontok stabil pada 600-800 rpm agar dapat menahan

kerusakan gabah dan menghindari tercampurnya gabah dengan kotoran

• Panen pada waktu yang tepat :

- Perhatikan umur tanaman ; antara varietas yang satu dengan lainnya

kemungkinan berbeda

- Hitung sejak padi mulai berbunga, biasanya panen jatuh pada 30 – 35

hari setelah padi berbunga

- Jika 95 % malai menguning, segera panen

Panen dan perontokan

Page 34: IMPLEMENTASI PTT

27

• Panen dan perontokan :

- Gunakan alat sabit bergerigi atau mesin panen

- Panen sebaiknya dilakukan dengan cara potong tengah atau potong

atas bila gabah akan dirontok dengan power tresher. Bila gabah akan

dirontok dengan pedal tresher, panen dapat dilakukan dengan cara

potong bawah.

- Hasil panen dimasukkan ke dalam karung atau kalau ditumpuk perlu

diberi alas untuk mencegah gabah tercecer.

- Perontokan harus segera dilakukan, dihindari penumpukan padi sawah

sampai beberapa hari, untuk menjaga kualitas, menekan kehilangan

hasil dan kerusakan gabah.

• Pengeringan :

- Jemur gabah di atas lantai jemur

- Ketebalan gabah 5 – 7 cm

- Lakukan pembalikan setiap 2 jam sekali

- Pada musim hujan gunakan pengering buatan

- Pertahankan suhu pengering 42 oC untuk mengeringkan benih

- Pertahankan suhu pengering 50 oC untuk gabah konsumsi

Pembersihan dan penjemuran

Page 35: IMPLEMENTASI PTT

28

• Penggilingan dan penyimpanan :

- Pengemasan dan pengangkutan pada waktu pemanenan, perontokan,

pembersihan, pengeringan, maupun penyimpanan, dianjurkan

menggunakan karung goni atau plastik yang baik, tidak bocor, bersih,

kuat, dan bebas hama.

- Untuk memperoleh beras dengan kualitas tinggi, perhatikan waktu

panen, sanitasi (kebersihan), dan kadar air gabah (12-14 %)

- Simpan gabah/beras dalam wadah yang bersih dalam lumbung/gudang,

bebas hama, dan memiliki sirkulasi udara yang baik

- Simpan gabah pada kadar air kurang dari 14 % untuk konsumsi dan

kurang dari 13 % untuk benih

- Gabah yang sudah disimpan dalam penyimpanan, jika akan digiling,

dikeringkan terlebih dahulu sampai kadar air 12 – 14 %

- Sebelum digiling, gabah yang baru dikeringkan diangin-anginkan terlebih

dahulu untuk menghindari butir yang pecah

HASIL PENGKAJIAN PTT PADI SAWAH

Pertumbuhan awal padi dari masing-masing varietas menunjukkan keragaan

yang cukup baik dan belum terlihat perbedaan antara pendekatan PTT dan non

PTT. Pada fase vegetatif hama yang muncul seperti keong mas, orong-orong dan

sundep namun intensitas serangan rendah dan dapat dikendalikan oleh petani.

Pada fase generatif penampilan padi varietas Ciherang, dan Mekongga dengan

pendekatan PTT memperlihatkan pertumbuhan lebih baik dibanding dengan non

PTT. Serangan hama pada fase generatif adalah walang sangit, beluk dan burung,

sedangkan penyakitnya adalah bercak coklat. Intensitas serangan hama dan

penyakit rendah dan masih dapat dikendalikan dengan penyemprotan insektida

dan fungisida.

Page 36: IMPLEMENTASI PTT

29

Hasil pengkajian menunjukkan bahwa dengan pendekatan PTT dapat

memberikan hasil yang lebih tinggi untuk semua varietas dibandingkan dengan

non PTT (Tabel 3). Dengan pendekatan PTT, varietas Ciherang memberikan hasil

5,35 t/ha sedangkan pada non PTT hanya 3,5 t/ha. Varietas Mekongga dengan

PTT memberikan hasil 5,19 t/ha dan non PTT 3,4 t/ha.

Lokasi Pengkajian PTT Padi Desa Sri Agung

Peningkatan produksi VUB padi berkaitan erat dengan penggunaan pupuk

kandang dan sistim tanam legowo. Disamping itu, penerapan sistem tanam legowo

(4 : 1) yang berbeda dengan sistem tegel yang dilakukan petani, diindikasikan

berkorelasi dengan peningkatan produksi padi pada petani dengan pendekatan

PTT.

Tabel 3. Produksi Gabah Kering Giling (GKG) beberapa varietas padi di lahan sawah irigasi MK 2007 di desa Sri Agung Kecamatan Tungkal Ulu Kabupaten Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi

No Varietas Produksi GKG (ton/ha)

PTT Non PTT

1. Ciherang 5,35 3,50

2. Mekongga 5,19 3,41

Analisis Usahatani

Hasil analisis usahatani padi menunjukkan bahwa biaya produksi dengan

pendekatan PTT lebih besar dibandingkan dengan non PTT terutama adanya

biaya pemakaian pupuk kandang. Hasil analisis finansial usahatani padi varietas

Page 37: IMPLEMENTASI PTT

30

Ciherang dengan pendekatan PTT memberikan keuntungan yang lebih besar

(Rp. 4.770.000) dengan nilai R/C ratio 1,80 dibanding non PTT (Rp. 2.790.715)

dengan nilai R/C ratio 1,66 (Tabel 2). Hasil analisis usahatani padi varietas

Mekongga menunjukkan dengan pendekatan PTT mampu memberikan

keuntungan sebesar Rp 4.486.000 dengan nilai R/C ratio 1,76 sedangkan mela lui

non PTT keuntungan yang diperoleh sebesar Rp 2.342.143 dengan nilai R/C ratio

1,63.

Tabel. 4. Analisis usahatani padi varietas Ciherang dan Mekongga (per ha) dengan pendekatan PTT Padi di lahan sawah semi intensif di Desa Sri Agung MK 2007

Hasil analisis Ciherang Mekongga

PTT Non PTT PTT Non PTT

Produksi (kg/ha) 5,355 3,500 5,198 3,410

Keuntungan (Rp)

4.770.000 2.790.715 4.486.000 2.629.286

R/C ratio 1,80 1,66 1,76 1,63

Dari hasil analisis ini terlihat bahwa dengan penambahan biaya produksi

pendekatan PTT mampu meningkatkan produksi sekitar 30 % untuk semua

varietas unggul baru (VUB) padi. Dengan demikian maka dengan pendekatan PTT

lebih menguntungkan dibandingkan dengan non PTT.

PENUTUP

Pengelolaan tanaman dan sumberdaya terpadu bukanlah suatu paket

teknologi, akan tetapi lebih merupakan metodologi atau strategi, bahkan filosofi

bagi peningkatan produksi melalui cara mengelola tanaman, tanah, air dan unsur

hara serta organisme pengganggu tanaman secara holistik dan bekelanjutan.

Pendekatan yang ditempuh dalam penerapan komponen PTT bersifat:

(1) partisipatif, (2) dinamis, (3) spesifik lokasi, (4) keterpaduan, dan (5) sinergis

antar komponen.

Page 38: IMPLEMENTASI PTT

31

Dalam pengelolaan usahatani padi sawah irigasi di Desa Sri Agung dengan

pendekatan PTT mendapat respon yang cukup tinggi dari petani. Hal ini terlihat

dari keinginan petani untuk menerapkan dan mengembangkan komponen PTT

pada usahatani padi, terutama penggunaan varietas unggul baru (VUB) padi, cara

tanam legowo, pemupukan Urea dengan menggunakan Bagan warna Daun (BWD)

dan pemanfaatan bahan organik (pupuk kandang).

Penanaman varietas unggul Ciherang dengan sistem tanam legowo 4:1 atau

6:1 sudah menyebar sekitar 90 % di areal sawah di Sri Agung. Penerapan PTT

pada padi sawah irigasi dengan cara tanam legowo dapat memberikan

keuntungan dalam bentuk pendapatan dan hasil panen antara 20 - 30 % lebih

tinggi daripada cara yang biasa dipraktekkan petani. Keuntungan dari cara tanam

legowo yang sudah dirasakan petani adalah pengendalian hama, penyakit dan

gulma lebih mudah, serangan hama dan penyakit berkurang, menyediakan ruang

kosong untuk pengaturan air, saluran pengumpul keong mas dan penggunaan

pupuk lebih efisien.

Untuk komponen teknologi lainnya, seperti pemberian pupuk organik/pupuk

kandang dapat memperbaiki kondisi tanah dan petani menyadari akan manfaat

pupuk tersebut yang sudah dilakukan oleh petani non koperator. Namun

permasalahan yang timbul adalah sulit mendapatkan pupuk kandang dalam

jumlah yang banyak/skala luas. Respon petani terhadap pemupukan berimbang

sangat baik, karena petani menyadari tanpa pemupukan, pertumbuhan dan

produksi padi rendah. Kendalanya adalah ketersediaan pupuk Urea, SP 36 dan

KCl yang terbatas pada saat petani harus memupuk tanamannya.

Page 39: IMPLEMENTASI PTT

32

BAHAN BACAAN

Anwar, K, 2007. Identifikasi dan Evaluasi Potensi Lahan untuk Mendukung Prima Tani di Desa Sri Agung, Kecamatan Tungkal Ulu Kabupaten Tanjung Jabung

Barat Provinsi Jambi. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.

Deptan. 2003. Panduan Teknis Pengelolaan Tanaman dan Sumber Daya Terpadu

Padi Sawah Irigasi. Departemen Pertanian.

Busyra, BS, Nurli Izhar, Mugiyanto, Lindawati, dan Suharyon, 2000. Karakterisasi Zona Agro Ekologi (ZAE). Pedoman Pengembangan Pertanian di Propinsi Jambi. Instansi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.

BPS. 2008. Jambi dalam Angka 2007/2008. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jambi. Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi.

Julistia B, Jumakir, Endrizal, Suharyon, Desi Hernita, Sigid H, Heri N, Mildaerizanti, Rustan Hadi, B. Prayudi. 2005. Pegkajian Sistem dan Usaha Agribisnis Padi di Provinsi Jambi. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jambi. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (BBP2TP) Bogor.

Julistia B, Adri, Jumakir, Bustami, Ucok Harahap, Joko Purnomo. 2006. Studi Identifikasi Kebutuhan Inovasi Teknologi Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian (Prima Tani) di Desa Sri Agung Kecamatan Tungkal Ulu Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Balai

Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian

Lubis, Ali. M. 2004. Penerapan Teknologi Lahan Rawa Lebak Program Tanaman

Pangan di Provinsi Jambi. Makalah Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jambi disampaikan pada Seminar Pengelolaan Lahan dan Rawa Terpadu (PLTT) Hasil-Hasil Penelitian / Pengkajian Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi. Di Jambi tanggal 13 – 14 Desember 2004.

Zaini, Z, Elma Basri, Fauziah Y, Adriyani dan Arfi Irawati. 2006. Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu Padi Sawah di Lahan Irigasi Provinsi Lampung. Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian/Pengkajian Spesifik Lokasi. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi.

Page 40: IMPLEMENTASI PTT

33

Lampiran 1.

DESKRIPSI PADI SAWAH VARIETAS UNGGUL BARU (VUB) CIHERANG

Nomor seleksi : S3383-1d-Pn-41-3-1 Asal Persilangan : IR18349-131-3-1///IR64////IR64 Golongan : Cere Umur tanaman : 116-125 hari Bentuk tanaman : Tegak Tinggi tanaman : 107-115 cm

Anakan produktif : 14-17 batang Warna kaki : Hijau Warna batang : Hijau Warna daun telinga : Putih Warna lidah daun : Putih Warna daun : Hijau

Muka daun : Kasar pada sebelah bawah Posisi daun : Tegak Daun bendera : Tegak Bentuk gabah : Ramping, panjang Warna gabah : Kuning bersih Kerontokan : Sedang

Kerebahan : Sedang Tekstur nasi : Pulen Bobot 1000 butir : 27-28 Kadar amilosa : 23 % Hasil : 5 – 8,5 ton/ha Ketahanan terhadap hama : Tahan wereng cokelat biotipe 2 dan 3

Ketahanan terhadap penyakit

: Tahan bakteri hawar daun (HDB) strain III dan IV

Anjuran tanam : Cocok ditanam pada musim hujan dan kemarau dengan ketinggian di bawah 500 m dpl

Pemulia : Tarjat T, Z.A. Simanulang, E.Sumadi dan Aan Daradjar

Dilepas tahun : 2000