PTPM Pertanian Berkelanjutan SRI Organik Mendobrak ... · Petani anggota Kelompok Tani Harapan...

16
Petani anggota Kelompok Tani Harapan Mandiri, Libukan Mandiri, Kecamatan Towuti, melakukan panen musim kedua padi dengan teknik budidaya SRI Organik, Mei 2015. PTPM Pertanian Berkelanjutan SRI Organik Mendobrak “Tradisi” Gagal Panen Laporan Utama > Hal 5 Peran Penting Wanita Tani WAWASAN > Hal 9 Bangga Konsumsi Pangan Lokal! Safety > Hal 15 Komunitas Guru Belajar: Memotivasi Guru Menjadi Pembelajar Sepanjang Hayat Informasi, Interaksi, Inspirasi DOKTER MENJAWAB > HAL 13 Hepatitis A, Kenali dan Cegah KREASI > HAL 11 Membuat Mi dari Bahan Lokal SOSOK > HAL 7 Sujarwo: Lebih Dekat dengan Alam Melalui SRI Organik TabloidVerbeek @TabloidVerbeek EDISI 25 I JUNI 2016 I 16 HALAMAN Dipublikasikan oleh Divisi Komunikasi PT Vale Indonesia Tbk - Tidak Diperjualbelikan - Berkarya untuk dunia dengan nilai-nilai baru. SCAN ME!

Transcript of PTPM Pertanian Berkelanjutan SRI Organik Mendobrak ... · Petani anggota Kelompok Tani Harapan...

Petani anggota Kelompok Tani Harapan Mandiri, Libukan Mandiri, Kecamatan Towuti, melakukan panen musim kedua padi dengan teknik budidaya SRI Organik, Mei 2015.

PTPM Pertanian BerkelanjutanSRI Organik Mendobrak “Tradisi” Gagal Panen

Laporan Utama > Hal 5Peran Penting Wanita Tani

WAWASAN > Hal 9Bangga Konsumsi Pangan Lokal!

Safety > Hal 15Komunitas Guru Belajar:

Memotivasi Guru Menjadi Pembelajar Sepanjang Hayat

I n f o r m a s i , I n t e r a k s i , I n s p i r a s iDOKTER MENJAWAB > HAL 13

Hepatitis A, Kenali dan Cegah

KREASI > HAL 11

Membuat Mi dari Bahan Lokal

SOSOK > HAL 7

Sujarwo:Lebih Dekat dengan Alam Melalui SRI Organik

TabloidVerbeek @TabloidVerbeek

E D I S I 2 5 I J U N I 2 0 1 6 I 1 6 H A L A M A N

D i p u b l i k a s i k a n o l e h D i v i s i K o m u n i k a s i P T V a l e I n d o n e s i a T b k- T i d a k D i p e r j u a l b e l i k a n -

Berkarya untuk dunia dengan nilai-nilai baru.

SCAN ME!

Tabloid ini diterbitkan sebagai media untuk mengabarkan kegiatan-kegiatan Program Terpadu Pe-ngembangan Masyarakat (PTPM) sekaligus sebagai bagian dari transparansi program tersebut. Ki-rimkan kritik dan saran Anda untuk tabloid Verbeek melalui email atau surat ke alamat redaksi.

Tabloid Verbeek@TabloidVerbeekTabloidVerbeekTabloid Verbeek08114056715 570946F9

Pelindung: Dewan Direksi PT Vale | Penasihat: Basrie Kamba (Direktur Komunikasi & Urusan Luar), Busman Dahlan Shirat (Senior Manajer Program Pengembangan Sosial) | Penanggung Jawab: Bayu Aji Suparam (Senior Manajer Komunikasi) | Redaktur Pelaksana: Sihanto B. Bela | Editor:La Ode M. Ichman, Aswaddin, Asriani Aminuddin, Megawati Ihyamuis, Baso Haris, Misdar | Redaksi: Rohman Hidayat Yuliawan, Nala Dipa Alamsyah, Nuki Adiati, Maman Ashari, Wahyudi | Fotografer: Doni Setiadi | Desain & Tata Letak: Azwar Marzuki | Alamat Redaksi: Kantor Departemen Komunikasi & Urusan Luar, Jl. Ternate No. 44 Sorowako, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan - 92984.

Fatma, staf BP3K Model-Kecamatan Nuha, sedang membaca tabloid Verbeek di jam rehat pelatihan pembuatan obat herbal,

April 2016, di, Sorowako.

Verbeek edisi 25 | 20162 EDITORIAL

Pembaca yang budiman.Kita mengenal pepatah dalam bentuk

pantun: berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian, bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian. Pepatah ini cocok untuk menggambarkan pengalam-an petani di Desa Libukan Mandiri.

Sudah tiga kali musim tanam panen mereka gagal. Namun setelah menja-lankan System of Rice Intensification (SRI) Organik, panen mereka meningkat. Mereka memanen hasil rata-rata 5,3 ton gabah dari tiap hektar sawah. Beras yang dihasilkan lebih pulen, aromanya harum, dan lebih tahan lama dibandingkan beras konvensional. Apa yang berubah dari mereka?

Sebelum menggunakan pola SRI Orga-nik, mereka biasa menggunakan pupuk dan pestisida kimia. Lebih praktis. Kini, mereka harus rela bersusah payah me-ngumpulkan kotoran hewan, mencacah sampah organik, dan membuat kompos. Pola SRI Organik juga menguras tenaga dan membutuhkan kesabaran.

Sawah yang digarap dengan prinsip SRI Organik tidak digenangi air, sehingga gulma menjadi lebih sering tumbuh. Maka mereka sering turun ke sawah untuk menyiangi. Hampir setiap hari ada saja bagian yang harus disiangi.

Dalam jangka pendek, biaya produksi dan ongkos tenaga kerja membengkak. Untuk membeli kotoran hewan, petani mengeluarkan Rp25.000 per karung, ditambah Rp100.000 per hari untuk membayar tenaga kerja.

Namun seiring membaiknya kualitas tanah, kebutuhan kompos makin berku-rang. Artinya, biaya produksi semakin kecil. Harga jual gabah kering giling juga meningkat, dari biasanya Rp4.500/kg, menjadi Rp7.000/kg. Pasar juga tersedia. Hasil mereka diambil PT Bumi Timur Agro, Badan Usaha Milik Daerah Kabupa-ten Luwu Timur.

Berita gembira petani di Desa Libukan Mandiri itu kami jadikan laporan utama. Pada rubrik “Kreasi”, kami sajikan cara membuat mi dari bahan lokal. Mi kini te-lah menjadi makanan kedua setelah nasi. Konsumsi mi di Indonesia mencapai 14,5 miliar bungkus pada 2013 atau nomor dua setelah China. Mi dari bahan lokal ini dijamin lebih sehat. Juga patut disimak tulisan tentang bullying yang bisa dialami oleh anak-anak kita.

Selamat membaca.

INFO TERBITSaya dan teman-teman pelaku PMDM di desa

senantiasa menunggu-nunggu tabloid Verbeek. Kami ingin sekali membaca kegiatan PMDM di desa-desa lain; dan senang bila desa kami juga tampil di Verbeek. Namun kami biasanya baru tahu Verbeek telah terbit bila kebetulan datang ke kantor kecamatan. Bagaimana caranya kami mendapatkan info penerbitan Verbeek secara rutin?

Asbar, Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa Pasi-Pasi, Kecamatan Malili

Terima kasih atas apresiasi Pak Asbar untuk Verbeek. Info terbit bisa dipantau melalui Facebook Tabloid Verbeek. Di laman tersebut kami juga memuat info kegiatan PTPM-PMDM mutakhir.

EDISI TERDAHULUSaya tidak rutin mendapatkan Verbeek. Bebe-

rapa edisi terakhir cukup lengkap, tapi edisi-edisi awal saya banyak ketinggalan. Padahal, menarik juga kalau kita baca-baca lagi kegiatan terdahulu. Selain melihat kemajuan, juga untuk kenang-kenangan. Di mana saya bisa menda-patkan edisi Verbeek sebelumnya? Apakah bisa diambil di alamat redaksi?

Nurdin Sandy, Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa Balantang, Kecamatan Malili

Pak Nurdin dan seluruh pembaca dapat mengakses Tabloid Verbeek edisi digital melalui website PT Vale di alamat www.vale.com/indonesia. Di laman itu, Anda dapat mengakses seluruh edisi Verbeek dan publikasi lain yang diterbitkan oleh Departemen Komunikasi dan Urusan Luar PT Vale.

TAMBAH HALAMANBisakah Verbeek ditambah halamannya?

Menurut saya, terbitan yang sekarang terlalu tipis. Baru dibaca sebentar sudah habis, padahal masih banyak kegiatan PMDM yang bisa dila-porkan masuk. Kalau halamannya diperbanyak, pasti semakin banyak tulisan menarik yang bisa kita baca. Bukan hanya soal PMDM, melainkan juga tulisan-tulisan lain yang bermanfaat.

Meilani, Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) Asuli, Kecamatan Towuti

Untuk saat ini, Verbeek masih konsisten terbit dengan 16 halaman. Jika Ibu Meilani ingin membaca informasi lain seputar PMDM, Ibu bisa mengakses laman Facebook Tabloid Verbeek. Dalam berbagai kesempatan, kami juga mengunggah berbagai artikel atau tips menarik yang bermanfaat bagi pembaca.

SURAT PEMBACA

Lahan persawahan di Desa Libukan Mandiri, kawasan Mahalona, Kecamatan Towuti, yang digarap dengan pola SRI Organik. Di musim tanam perdana 2015, petani berhasil memanen 5,3 ton gabah dari tiap hektar sawah. Sementara di musim kedua, hasil produktivitas lahan meningkat menjadi 6,8 ton gabah per hektar.

Beras bebas pupuk dan pestisida kimia produksi KT Harapan Mulya, Mahalona.

Verbeek edisi 25 | 2016

LAPORAN UTAMA 3

PTPM Pertanian Berkelanjutan

SRI Organik, Mendobrak “Tradisi” Gagal PanenPetani di kawasan Mahalona panen untuk pertama kalinya setelah gagal selama tiga musim.

…Bertahun-tahun semprotkan racun,tanah gersang, cacing mati.Tanahku sakit.Sekarang petani gembira, SRI datang.Serangga datang, petani senang…

B egitulah petikan puisi berjudul “Ta-nahku Sakit” yang dibacakan seo-rang wanita petani di Desa Libukan

Mandiri, Kecamatan Towuti. “Iya, dulu kami sedikit-sedikit semprot racun. Ada hama sedikit langsung semprot. Sekarang, setelah kenal SRI, tidak pakai lagi racun kimia. Tanah jadi sehat,” kata Suartini, seorang petani di desa tersebut.

Yang dimaksud SRI, tak lain adalah Sy-stem of Rice Intensification (SRI) Organik. Sebanyak 36 petani dari Kelompok Tani (KT) Harapan Mulya, Desa Libukan Man-diri, mengikuti pelatihan budidaya padi ramah lingkungan akhir Februari 2015 silam, mengolah tanah untuk persiapan musim tanam, dan melakukan tanam per-dana dengan pola SRI Organik awal Agus-tus 2015. Setelah empat bulan mengga-rap sawah, pada Desember 2015 petani di kawasan Mahalona sukses melakukan panen perdana. Selanjutnya, panen musim kedua dilakukan pada Mei 2016.

Kepala Desa Libukan Mandiri, Syah-ril, mengatakan, penduduk Desa Libu-kan Mandiri seluruhnya bekerja sebagai petani sawah, sehingga sektor pertanian menjadi tumpuan ekonomi masyarakat. “Dukungan terhadap petani dari Pemerin-tah Kabupaten dan PT Vale untuk mema-jukan ekonomi masyarakat sangat kami apresiasi,” kata Syahril. Dia berharap in-frastruktur pertanian di Libukan Mandi-

ri mendapat perhatian dari Pemerintah Kabupaten Luwu Timur.

Panen meningkatSebelum panen perdana SRI Organik,

petani di kawasan Mahalona sudah enam tahun menggarap sawah dengan hasil jauh dari memuaskan. Di tahun-tahun awal, saat lahan masih sehat, hasil panen petani sem-pat mencapai enam ton gabah per hektar. Namun setelah pemakaian bahan kimia se-cara masif, produktivitas lahan terus menu-run. Gagal panen menjadi “tradisi”. Bebera-pa faktor ditengarai menjadi penyebabnya, antara lain menurunnya kesehatan dan kesuburan tanah akibat penggunaan ki-mia sintetik, baik pupuk maupun pestisida.

Mulai musim tanam 2015, petani Libu-kan Mandiri berupaya mengembalikan ke-suburan tanah mereka. Kompos dan Mikro Organisme Lokal (MOL) menjadi kompo-nen penting dalam pola SRI Organik.

Keberadaan keduanya menggantikan pupuk dan pestisida kimia. Sebelum me-mulai musim tanam, petani berhasil mem-buat 1.742 liter MOL dan 173 ton kompos yang menopang kebutuhan persawahan.

Jerih payah 36 petani menggarap 18,5 hektar demplot SRI Organik terbayar pada pertengahan Desember 2015. Mereka me-manen hasil rata-rata 5,3 ton gabah varie-tas sintanur dari tiap hektar sawah untuk selanjutnya diolah menjadi beras bebas bahan kimia. Beras tersebut lebih pulen, aromanya harum, dan lebih tahan lama dibandingkan beras konvensional. Di pa-nen berikutnya, produktivitas bahkan me-ningkat hingga mencapai 6,8 ton gabah per hektar sawah.

“Sebelum ini kita masih bertanya-tanya, akankah kita bisa panen beras bebas bahan kimia. Ternyata kita bisa menepis kekha-watiran itu. Ini fakta yang bisa kita sampai-kan kepada petani lain, bahwa menanam padi tanpa pupuk dan pestisida kimia ter-nyata bisa,” kata Kepala Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Ke-hutanan (BP4K) Luwu Timur Nursih Hari-ani. Dia turut menghadiri panen raya di ka-wasan Mahalona, bersama para Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), Manajemen PT Vale, dan Direktur Utama PT Bumi Timur Agro, Bakri Madong.

Desa organikPetani melihat dan merasakan perbeda-

an antara padi organik dan padi konven-sional. “Banyak perbedaannya. Misalnya, dulu padi walaupun sudah tua, sudah siap

panen, masih berdiri tegak karena tidak berisi. Jadi ringan sekali itu batangnya. Sekarang padi-padi merunduk semua, isi-nya berat,” kata Sujarwo, salah satu peta-ni yang beralih dari pola konvensional ke SRI Organik.

Dengan hasil cukup memuaskan, di mu-sim tanam mendatang petani KT Harapan Mulya berencana meningkatkan luasan lahan menjadi 20 hektar untuk ditanami padi bebas bahan kimia. “Salah satu ha-rapan kami adalah menjadikan Libukan Mandiri sebagai desa organik. Selain padi, pelan-pelan kami akan menanam sayur dan mengembangkan budidaya ikan air tawar yang semuanya bebas bahan kimia,” tambah Sujarwo.

Selain luasan lahan, diharapkan lebih banyak masyarakat lokal yang tertarik untuk ikut mempraktikkan pola perta-nian ramah lingkungan di musim-musim mendatang.

Sepanjang musim tanam perdana, pe-tani Mahalona mengalami sejumlah ken-dala. Seperti kelangkaan hewan ternak di desa tersebut, yang menyebabkan kotor-an hewan sulit didapat. Selain itu, rumah-rumah kompos yang dibangun seadanya mulai rusak karena terpaan hujan dan angin. Kendala lain, keterbatasan jumlah alat untuk mengolah lahan dan tidak ada mesin penggiling, sehingga kualitas beras belum sesuai harapan.

Senior Manajer Program Pengembang-an Sosial PT Vale Busman Dahlan Shirat, menekankan arti penting keberlanjutan pertanian ramah lingkungan. “Ibarat ru-mah, ini pondasinya sudah terbangun. Pe-tani sudah paham konsep pertanian bebas bahan kimia dan sudah punya kemampuan untuk menjalankannya. Tinggal dibangun ke atas, yang artinya perlu ditingkatkan te-rus kesiapan, kelengkapan, dan wawasan seputar pertanian ramah lingkungan dan berkelanjutan,” kata Busman.[]

Usai seremoni panen raya perdana dan panen kedua, Desember 2015 dan Mei 2016 di Desa Libukan Mandiri, Kecamatan Towuti, anggota Kelompok Tani Harapan Mulya berdialog dengan Pemerintah Daerah, DPRD Lutim, manajemen PT Vale, dan perwakilan PT Bumi Timur Agro.

Verbeek edisi 25 | 2016

LAPORAN UTAMA4

PTPM Pertanian Berkelanjutan

Makin Lama, Makin MenguntungkanPenurunan biaya dan kenaikan produksi akan terasa di musim tanam kedua dan seterusnya.

T eknik budidaya tanaman pangan menggunakan pola SRI Organik mem-beri berbagai keuntungan. Selain la-

han terjaga keles-tariannya, sistem tersebut memberi manfaat kesehat-an dan mening-katkan produkti-vitas.

Namun keun-tungan tidak di-dapat dalam se-kejap. Berbagai tantangan dan kekhawatiran sempat mewar-nai musim tanam perdana padi be-bas bahan kimia di kawasan Ma-halona, Kecamat-an Towuti. Kenda-la yang dihadapi terkait dengan ke-tersediaan kotor-an hewan sebagai bahan pembuat kompos, yang berakibat pada rendahnya kualitas kompos, keter-batasan jumlah tenaga kerja penggarap sa-wah, dan belum tersedianya mesin peng-giling gabah. Akibatnya kualitas beras masih jauh dari yang diharapkan.

Dalam diskusi yang diadakan di ajang panen raya, petani mengungkapkan ke-khawatiran mereka tentang pasar beras organik yang masih terbatas. “Kalau dulu, begitu panen sudah ada pembeli yang me-nunggu di pinggir-pinggir sawah. Ditim-bang, langsung dinaikkan ke truk. Tapi ini, kan, beras spesial, harganya mahal. Tidak bisa dijual langsung begitu. Eng-

gak ada yang mau,” kata Paimin, Ketua Kelompok Tani Harapan Mulya, Desa Li-bukan Mandiri.

Namun persoal-an pasar telah me-nemukan titik te-rang setelah Asosi-asi Masyarakat Or-ganik (AKAR) Lutim mengadakan Temu Tani di Kecamatan Wotu, pertengah-an Desember 2015. Pertemuan, yang di-adakan untuk meng-evaluasi penerapan SRI Organik, diha-diri Kepala Kepa-la Badan Pelaksana Penyuluhan Perta-nian, Perikanan dan Kehutanan (BP4K) Luwu Timur Nursih Hariani, Manajemen PT Vale, Direktur Utama PT Bumi Ti-mur Agro Bakri Ma-

dong, Camat Wotu beserta para kepala desa, petugas penyuluh lapangan, dan petani organik se-Luwu Timur.

Dalam Temu Tani disepakati, PT Bumi Timur Agro, sebagai salah satu Badan Usa-ha Milik Daerah Luwu Timur, akan mem-beli hasil panen petani Mahalona dalam bentuk gabah kering siap giling seharga Rp7.000 per kilogram. Untuk musim ta-nam perdana, dari 29 ton gabah kering yang dipanen, petani Harapan Mulya men-dapat pemasukan total Rp203 juta. Se-lanjutnya, PT Bumi Timur Agro mengo-lah gabah kering, mengemasnya dengan label Beras Batara Guru, dan menjual ke

Di berbagai supermarket ter-nama di Jakarta, beras orga-nik dijual dengan harga mulai Rp93.000 per 2 kg. Bahkan be-ras organik varietas mentik wa-ngi yang diberi label dan kemas-an memikat dibanderol seharga Rp309.000/2kg. Di Makassar, harga beras organik Rp30.000/kg. Sementara di Luwu Timur, beras Batara Guru dijual de-ngan harga Rp75.000 per 5 kg di awal kemunculannya dan kini turun menjadi Rp65.000

konsumen. Catatan, harga gabah kering giling konvensional hanya Rp4.500 per kilogram.

MenguntungkanTerdapat perbedaan mendasar antara

pola tanam SRI Organik dan konvensional. Karena dibudidayakan tanpa pupuk dan pestisida kimia, padi organik memerlukan perlakuan khusus, seperti penyiangan le-bih sering dan pembuatan kompos secara mandiri oleh petani.

Hal itu berdampak pada biaya pro-duksi dan ongkos tenaga kerja. Untuk membeli kotoran hewan, petani menge-luarkan Rp25.000 per karung, ditambah Rp100.000 per hari untuk membayar te-naga kerja. Namun seiring membaiknya kualitas tanah, kebutuhan kompos ma-kin berkurang. Artinya, biaya produksi semakin kecil.

Selain biaya produksi berkurang, pola SRI Organik meningkatkan produksi. Ber-bagai penelitian menyebutkan, volume produksi padi yang ditanam dengan pola SRI Organik naik, terutama bagi petani yang telah melakukan pola SRI Organik sela-ma lebih dari dua kali musim tanam.

Penelitian dosen In-stitut Teknologi Ban-dung di daerah irigasi Cihea, Kabupaten Cian-jur, Jawa Barat, menun-jukkan, hasil padi yang ditanam dengan meto-de SRI Organik sebesar 4,3 ton/ha pada musim tanam (MT) 1, mening-kat menjadi 5,2 ton/ha pada MT 2, dan menjadi

11,3 ton/ha pada MT 6. Sementara padi yang dibudidayakan secara konvensio-nal mendapatkan hasil gabah rata-rata antara 4-5 ton/ha, tanpa kenaikan.

Manfaat kesehatan juga makin terasa jika mengonsumsi beras organik. “Saya sudah enggak mau lagi tanam padi kon-vensional. Jangankan tanam, makan be-rasnya saja saya sudah enggak mau. Ra-sanya beda sekali. Kalau beras organik enak, pulen, sehat. Dan yang jelas ada rasa bangga kalau makan beras organik yang sudah susah payah kami tanam,” kata Paimin.

Di musim tanam berikutnya, petani Mahalona memperluas lahan padi SRI Organik. Selain itu, mereka juga berte-kad memperkuat kelembagaan kelompok tani yang menjadi bagian terpenting un-tuk menopang keberlanjutan praktik per-tanian organik di desa Libukan Mandiri.

Kendala yang dijumpai petani, seperti infrastruktur irigasi dan belum adanya mesin pembuat kompos disampaikan kepada DPRD Luwu Timur dalam sere-moni panen perdana dan panen kedua. []

Beras bebas pupuk dan pestisida kimia yang dihasilkan oleh petani kawasan Mahalona.

(Atas-tengah) Istri-istri para petani ikut menggarap sawah setiap hari sejak pola SRI Organik diperkenalkan di Desa Libukan Mandiri, awal 2015. Mereka turut menjadi ujung tombak keberhasilan pertanian ramah lingkungan. (Bawah) Kepala BP4K Luwu Timur Nursih Hariani mengapresiasi SRI Organik sebagai pola budidaya yang mendekatkan petani kepada alam.

Verbeek edisi 25 | 2016

LAPORAN UTAMA 5

PTPM Pertanian Berkelanjutan

Peran Penting Perempuan TaniMeskipun lelah dan kulit semakin hitam, mereka tetap antusias menggarap sawah.

A da yang berbeda dari wajah para ibu di Desa Libukan Mandiri, Ke-camatan Towuti. Jika pada awal

2015, ketika mereka baru pertama kali mendapat pelatihan System of Rice Inten-sification (SRI) Or-ganik, kulit dan wa-jah mereka masih sedikit cerah. Sepu-luh bulan berselang, ketika tiba masa pa-nen, kulit para wani-ta tani menjadi kian legam. Meski demi-kian, rona berseri tampak pada wajah-wajah yang lelah.

“Ibu-ibu sekarang turun ke sawah se-mua. Setiap hari, dari pagi sampai sore, kami ikut panas-panasan di sawah. Padi SRI ini, kan, harus digarap setiap hari, tidak seperti konvensional yang hanya perlu ditengok sekali-sekali. Karena ti-dak ada uang untuk bayar buruh tani, ya akhirnya ibu-ibunya sendiri yang tu-run,” kata Parti, petani yang menggarap lahan sawah seluas satu hektar bersa-ma suaminya.

Pola tanam SRI Organik memang sa-ngat bergantung pada tiga faktor: kom-pos, mikroorganisme lokal (MOL), dan kerja keras. Faktor yang disebut terakhir melibatkan petani dan keluarganya, tak terkecuali para wanita.

Dengan pupuk kimia, sistem pemupu-kan cukup mudah. Namun setelah peta-ni tidak lagi menggunakan pupuk kimia, mereka harus rela bersusah payah me-ngumpulkan kotoran hewan, mencacah sampah organik, dan membuat kompos. Selain itu, petani harus membuat MOL yang dihasilkan dari fermentasi bahan-bahan organik seperti bonggol pisang, rebung, keong, nasi, dan hijauan.

Satu lagi tahapan pola SRI Organik yang menguras tenaga dan membutuh-kan kesabaran: penyiangan. Karena sa-wah digarap dengan prinsip SRI Organik yang tidak digenangi air, gulma menjadi lebih sering tumbuh. “Kami paling se-ring turun ke sawah untuk menyiangi. Hampir setiap hari ada saja bagian yang harus disiangi. Memang repot dan harus banyak sabar. Kalau tidak sabar, ya pas-ti sudah berhenti di tengah jalan, ndak jadi panen,” kata Jumi Rahayu, petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Harapan Mulya, Desa Libukan Mandiri.

AntusiasmeSejak pertama kali mengikuti pembel-

ajaran dasar ekologi dan prinsip sistem

intensifikasi padi SRI Organik, antusias-me wanita petani di Desa Libukan Man-diri sudah terasa. Dari 36 petani yang mengikuti pendampingan teknis budida-

ya, nyaris sepa-ruhnya wanita.

Dalam ajang panen perdana yang dihadiri Pemerintah Ka-bupaten Luwu Timur dan ma-najemen PT Vale, wanita petani juga ba-nyak ambil pe-ran. Mereka me-nyambut tamu sembari mem-perkenalkan ka-

rakteristik beras bebas bahan kimia itu. Mereka juga menjawab pertanyaan tamu dengan penuh semangat.

Ketika para tamu sudah berangsur pu-lang dan seremoni panen perdana usai, beberapa wanita terlihat langsung me-nuju ke petak sawah mereka untuk me-nyelesaikan pekerjaan memanen yang belum selesai. Matahari begitu terik si-ang itu, tapi mereka tetap menyelesai-kan pekerjaan sembari sesekali bercan-da dengan sesama petani.

Pola SRI Organik semakin mendekat-kan petani dengan alam dan tanaman padi. “Dulu petani hanya sesekali turun ke sawah, biasanya setelah tabur be-nih dan dipupuk, sawah dibiarkan. SRI mengingatkan kita untuk jangan mene-ngok sawah ketika kita butuh saja, me-lainkan harus setiap saat kita datangi dan kita rawat. Tanpa disadari, sistem SRI Organik membuat petani semakin dekat dengan sawahnya, semakin dekat dengan alam yang telah menghidupi kita semua,” kata Kepala BP4K Luwu Timur, Nursih Hariani.

Antusiasme wanita tani menjalar hingga komoditas di luar padi. Sebagi-an dari mereka kini giat menanam aneka sayur, seperti kacang panjang, bayam, dan kangkung di samping rumah. Me-reka juga mencoba beternak ikan nila sebanyak 500 ekor di kolam seluas 3 x 4 meter. Semuanya menggunakan prin-sip ramah lingkungan, tanpa pupuk, ra-cun, pakan, maupun obat-obatan kimia.

Hal itu sejalan dengan dengan tujuan besar Program Pertanian Berkelanjutan yang merupakan bagian dari Program Terpadu Pengembangan Masyarakat (PTPM). “PTPM mendorong budidaya pertanian yang berorientasi produk-si tanpa mengabaikan kelestarian ling-kungan,” kata Nursih.[]

Po la t anam SR I Organ ik sangat be rgan tung pada t i ga f ak to r : kompos , m ik roo rgan i sme l oka l (MOL ) , dan ke r j a ke ras . Fak to r yang d i sebut t e rakh i r me l ibatkan pe tan i dan ke lua rganya , t ak t e rkecua l i pa ra wan i ta .

Rakor KPMD di Kecamatan Nuha, pertengahan Januari 2016. Dalam kegiatan tersebut, KPMD dari 38 desa melaporkan kegiatan di masing-masing desa, mengungkap kendala dan potensi, serta berdiskusi untuk mencari solusi bersama.

Rakor KPMD di Kecamatan Towuti, pertengahan Desember 2015.

Verbeek edisi 25 | 2016

LAPORAN UTAMA6

Program Mitra Desa Mandiri

Melaporkan Capaian, Bertukar PikiranPersonel KPMD berkumpul untuk membahas kendala dalam pelaksanaan kegiatan PMDM, sekaligus mencari solusinya.

D ari delapan prinsip utama yang men-jadi semangat PMDM, tiga di an-taranya adalah partisipasi, akun-

tabilitas, dan transparansi. Tiga prinsip itu yang membedakan PMDM (Program Mitra Desa Mandiri) dengan mekanisme program sosial PT Vale terdahulu. PMDM mendorong keterlibatan aktif masyara-kat, pelaksanaannya harus dikelola se-cara benar serta dapat dipertanggung ja-wabkan, dan seluruh kegiatan dilakukan secara terbuka.

Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD), sebagai pelaku program yang bertugas memfasilitasi masyarakat da-lam melaksanakan keseluruhan tahap-

an PMDM, perlu menjaga semangat par-tisipasi, akuntabilitas, dan transparan-si. Salah satunya melalui rapat ko-ordinasi (Rakor) yang diadakan sebanyak empat kali dalam tiap ta-hun anggaran.

Dalam Rakor tersebut, KPMD dari 38 desa ter-dampak operasi PT Vale berkumpul untuk melaporkan ke-giatan tiga sektor PMDM di desa masing-masing, memberi dan meminta masukan

kepada Fasilitator Kecamatan, Fasilitator Kabupaten, dan Fasilitator Teknik Kabu-

paten, serta bersila-turahmi dengan se-sama KPMD.

Dalam Rakor ke-tiga yang dilaksana-kan di aula Kantor Camat Towuti, per-tengahan Desember 2015, hampir selu-ruh KPMD hadir. Ca-paian tiap desa dila-

porkan. Hasilnya bervariasi.Misalnya Desa Wasuponda, masih ber-

upaya menyelesaikan laporan pengguna-an dana tahap 1, Desa Loeha terkendala perizinan lahan untuk kegiatan pemba-ngunan pagar PAUD, dan Desa Nikkel pu-nya sisa dana dari pelatihan kewirausa-haan pemuda. Mereka lantas berdiskusi untuk mencari solusi.

Dalam Rakor terakhir di Gedung Mat-ano Player, Kecamatan Nuha, pertengah-an Januari 2016, diskusi difokuskan pada percepatan penyelesaian kegiatan dan pelaporan. “Sampai akhir 2015, penye-lesaian kegiatan baru 57%. Padahal, me-nurut jadwal, Februari 2016 semua ke-giatan harus selesai. Langkah-langkah percepatan sangat penting dilakukan,” kata Fasilitator Teknik PMDM Kabupa-ten, Alwi Chaidir.

Langkah percepatan yang diusulkan Fasilitator, antara lain, proses penyusun-an laporan pekerjaan dilakukan semba-ri proses pelaksanaan pekerjaan, bukan

baru dilakukan setelah pekerjaan selesai. Selain itu, semua desa perlu punya tar-get penyelesaian tahapan dan dipantau perkembangannya setiap minggu oleh Fasilitator.

Penggalian gagasanMelaporkan capaian kegiatan merupa-

kan tujuan paling penting Rakor KPMD. Ini agar seluruh pelaku PMDM bisa meman-tau kinerja di desa, sekaligus menjalankan prinsip akuntabilitas dan transparansi.

“Fasilitator Kecamatan dan Kabupa-ten punya keterbatasan untuk menjang-kau semua lokasi, sementara kami perlu mendapat update dari desa. Karena itu, pertemuan seperti ini penting sekali. Ca-tatan Rakor inilah yang kami jadikan ba-han laporan ke Tim Koordinasi PTPM ma-upun ke PT Vale,” kata Fasiltator PMDM Kabupaten Andi Narwis.

Selain melaporkan progres kegiatan, menggali gagasan merupakan hal penting. Hal itu selaras dengan prinsip partisipatif PMDM. “Dari pelaksanaan PMDM dua ta-hun ini, saya melihat kegiatan di desa ter-lalu banyak. Apa mungkin di pelaksanaan tahun mendatang kita batasi saja jumlah kegiatannya? Dengan demikian lebih fo-kus, lebih berkualitas, dan tahapan kegi-atan juga lebih cepat selesai,” kata KPMD Kelurahan Magani, Kecamatan Nuha, Said Abdullah. Gagasan itu disambut baik oleh peserta Rakor.

Usulan lain berdatangan. “Bisakah di-buatkan semacam kualifikasi atau per-syaratan bagi calon Komite Desa atau bahkan KPMD? Jangan sampai mereka yang terpilih tidak punya kemampuan yang cukup untuk mengawal program, atau tidak punya visi yang sama terha-dap pemberdayaan masyarakat,” kata KPMD Wawondula, Kecamatan Towuti, Denny Patandung.

Para Fasilitator yang memimpin Ra-kor menampung semua usulan KPMD dan menjadikannya sebagai bahan eva-luasi pelaksanaan PMDM mendatang. Da-lam dua Rakor terakhir, Fasilitator juga membahas sekilas peran strategis KPMD dalam Undang-Undang Desa No. 6/2014.

Di sela-sela Rakor, beberapa personel KPMD terlibat dalam pembicaraan dis-kusi. “Memang yang paling penting dari pertemuan ini, ya silaturahmi. Kami jadi bisa ketemu satu sama lain dan mem-bahas banyak hal tentang PMDM. Kalau misalnya ada yang terlambat atau bagai-mana, jadinya malu sendiri dan termoti-vasi supaya bisa kejar ketinggalan,” kata KPMD Pasi-Pasi, Kecamatan Malili, Asbar. Dia intens berdiskusi dengan KPMD Ba-lantang, Nurdin Sandi.

KPMD Parumpanai, Kecamatan Wasu-ponda, Suhaebah, dan KPMD Matompi, Kecamatan Towuti, Murniati, juga meng-habiskan waktu sekitar 40 menit untuk bertukar pikiran seputar target dan kiat menyelesaikan kegiatan tepat waktu. Dis-kusi mereka diselingi pembicaraan santai tentang kegiatan sehari-hari hingga kom-petisi dangdut di televisi. Diskusi terba-ngun, persahabatan terjalin.[]

Se la in me laporkan p rog res keg iatan , mengga l i gagasan merupakan ha l pen t ing . Ha l i t u se l a ras dengan p r i ns ip pa r t i s i pat i f PMDM

Sujarwo menyiapkan mikro organisme lokal (MOL) sebelum memulai kegiatan tanam musim perdana padi dengan pola SRI Organik di Desa Libukan Mandiri, Kecamatan Towuti.

Sujarwo, Sekretaris Kelompok Tani Harapan Mulya Desa Libukan Mandiri, Kecamatan Towuti. Bersama kelompok taninya menjadi pelopor pertanian SRI Organik di wilayah pemberdayaan PT Vale.

Verbeek edisi 25 | 20167SOSOK

Sujarwo, petani Mahalona

Lebih Dekat ke Alam Berkat SRI Organik

P ada seremoni panen raya padi be-bas bahan kimia di Desa Libukan Mandiri, Kecamatan Towuti, pria

ini dengan lantang membacakan laporan pelaksanaan pola tanam SRI Organik di kawasan Mahalona. Nada bangga terlon-tar ketika dia membeberkan fakta bahwa 36 rekannya berhasil membuat 1.742 liter MOL dan 173 ton kompos di musim tanam perdana. Pria itu bernama Sujarwo.

Saat baru panen, beberapa petani sempat “loyo” kare-na belum mendapat ke-pastian pasar beras be-bas bahan kimia yang mereka hasilkan di musim perdana. Tapi Jarwo, demikian dia bi-asa disapa, tidak putus asa. “Kalau saya tetap semangat, karena saya yakin ini beras berkuali-tas. Pasti ada jalan untuk memasarkannya,” kata ayah dua anak itu.

Semangat dan keyakinan Jar-wo terbayar ketika akhirnya petani Mahalona menda-pat kesepakatan jual-beli dengan sa-lah satu Ba-

dan Usaha Milik Daerah. Berikut petikan wawancara Verbeek dengan pria kelahir-an Kendari, 33 tahun lalu itu.

Mengapa Anda tertarik mengubah pola tanam, dari konvensional ke pola ramah lingkungan?

Saya memang sudah lama tertarik dengan sesuatu yang alami. Dulu

waktu masih di Kendari, saya pernah jadi sales obat-

obatan herbal. Saya li-hat sendiri manfaatnya bagi mereka yang me-ngonsumsi obat ter-sebut. Sejak itu, saya mulai meninggalkan yang namanya obat-obat kimia. Kalau pu-sing, saya minum air

putih banyak-banyak. Kalau sakit flu, saya mi-

num air rebusan daun li-dah mertua. Pokoknya

serba alami.

Begitu saya dengar akan ada pendamping-an untuk petani yang mau pakai sistem SRI Organik, saya langsung tertarik. Saya yakin se-kali kalau sesuatu yang dekat ke alam itu pasti lebih baik.

Wawasan baru apa yang Anda dapatkan dari pembelajaran SRI Organik?

Wah, sudah enggak bisa dihitung banyak-nya. Saya belajar mulai dari yang benar-benar mendasar seperti eko-logi tanah, peran eko-

sistem, sampai hal-hal kecil yang menu-rut saya menarik sekali.

Hal kecil seperti apa?Misalnya begini, dulu waktu petani di

sini masih pakai pola konvensional, kita boros sekali menggunakan pupuk kimia. Begitu pupuk dihambur, 1-2 hari lahan sudah kelihatan hijau. Kita rasanya se-nang sekali. Sekarang begitu pakai sis-tem SRI, lahan sudah dikompos tapi se-perti tidak kelihatan pengaruhnya. Saya jadi bertanya-tanya, agak was-was juga. Setelah kami disuruh mengamati, kami lihat sendiri pelan-pelan air sawah beru-bah warnanya menjadi seperti warna teh. Dan ternyata itu pengaruh nutrisi dari kompos. Kalau konvensional airnya jer-nih-jernih saja, artinya tanah tidak dapat nutrisi. Hal seperti itu saya baru tahu. Itu, kan, pelajaran yang luar biasa berharga.

Berarti Anda juga sempat meragukan pola SRI Organik?

Keraguan pasti ada, meskipun hanya sedikit. Wajar, karena dari zaman dulu yang kami tahu cara bertani, ya yang kon-vensional itu. Kan, tidak mudah untuk mengubah pemikiran. Apalagi kanan-kiri

masih ada teman-teman yang tanam pa-kai pola konvensional, jadi kelihatan

sekali bedanya. Sawah mereka su-dah hijau, sawah saya masih gun-

dul… hahahaha.

Anda mengenal pola tanam ramah lingkungan setelah ada dukungan PTPM?

Kalau sebatas dengar-dengar, saya su-dah sering. Dulu juga kami pernah dapat bantuan pupuk organik dari Dinas Per-tanian dan pernah ada orang Dinas yang menyarankan kami pakai pupuk itu. Ya kami pakai, tapi tetap masih pakai pestisi-da kimia. Lalu saya tanya ke Pak Alik (Alik Sutariat, pakar SRI Organik dari Yayasan Aliksa Organik yang bermarkas di Ciamis, Jawa Barat—red). Kata beliau, tidak per-lu pakai kimia sama sekali. Kompos dan MOL saja sudah cukup.

Menurut Anda, benarkah pertanian ramah lingkungan menguntungkan petani?

Kalau sekarang memang belum terlalu terasa keuntungannya, karena kami baru satu kali tanam. Tapi saya berpikir begini, biaya produksi per hektar sawah untuk lahan konvensional lebih dari Rp6 juta. Bahkan sekarang sudah Rp7 juta ke atas. Begitu panen, kami juga dapatnya segitu, Rp6-7,5 juta. Jadi di mana untungnya?

Sekarang kami pakai SRI, memang bi-ayanya masih tinggi. Wajar karena tanah masih sakit, mungkin ini semacam “hu-kuman” karena dulu kami merusak tanah pakai bahan kimia. Tapi lama-lama, kalau tanah sudah bagus, kita tinggal manfa-atkan jerami dan hijauan yang ada saja untuk kompos. Tidak keluar uang, tapi hasilnya banyak dan berasnya juga lebih berkualitas.

Dengan pola SRI Organik, Anda harus selalu membuat kompos dan MOL dalam jumlah banyak. Bukankah itu sebuah pekerjaan berat?

Dulu saya juga tidak yakin bisa mem-buat kompos dan MOL sebanyak sekarang ini. Saya pikir, pasti sibuk sekali, dan bisa-bisa 24 jam dihabiskan di sawah. Tidak sempat lagi kerja-kerja sedikit membe-tulkan rumah, tidak sempat main sama anak-anak. Tapi ternyata bisa dan hasil-nya di luar dugaan. Ratusan ton kompos dan ribuan liter MOL bisa dibuat petani di sini secara swadaya. Jadi, semakin kuat keyakinan saya bahwa di mana ada niat, di sana ada jalan.[]

Verbeek edisi 25 | 20168 WAWASAN

Kopi Asli Indonesia Makin DigemariSebuah tren yang perlu dijawab dengan peningkatan produksi dalam negeri.

T ren minum kopi makin meningkat. Di kota-kota besar hingga ke pelosok daerah, kedai kopi semakin menja-

mur. Bahkan di rumah-rumah, orang mu-lai suka meracik sendiri dan mencecap kopi yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia atau dari mancanegara. Tren ini terjadi di penjuru dunia. Catatan Aso-siasi Eksportir dan Industri Kopi Indone-sia, rata-rata masyarakat Indonesia kini mengkonsumsi kopi 1,6-1,7 kg/kapita/tahun. Meningkat dari 10 tahun yang lalu hanya 0,8 kg/kapita/tahun.

Kopi merupakan komoditas ekspor unggulan yang menjadi penyumbang ter-besar keempat devisa negara setelah ke-lapa sawit, karet, dan kakao. Nilai devisa kopi mencapai US$ 1,4 miliar. Itu artinya, penduduk dunia menyukai kopi-kopi asli Indonesia. Tidak heran karena ada tujuh produk kopi Indonesia diakui oleh dunia internasional. Tujuh specialty coffee (kopi kualitas premium) yang diakui ter-sebut adalah Kopi Gayo

(Aceh), Kopi Java Preanger (Jawa Barat), Kopi Ijen (Jawa Timur), Kopi Kintamani (Bali), Kopi Bajawa (Flores, NTT), Kopi Toraja (Toraja, Sulsel), dan Kopi Kalosi (Enrekang, Sulsel).

Selain tujuh kopi preium itu, masih ada 39 varian kopi terbaik yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Indonesia juga menghasilkan kopi termahal di du-nia yang memiliki rasa khas dan produksi terbatas yaitu Kopi Luwak.

Produksi turunMeski permintaan bertambah, sayang-

nya tidak diikuti dengan peningkatan produksi. Pada tahun 2016, diprediksi produksi biji kopi hanya sebanyak 300-350 ribu ton atau dari tahun 2015 yang mencapai 450 ribu ton. Akibat penurun-an pro- duksi, peringkat

Indone-

sia sebagai produsen kopi juga turun. Jika sebelumnya berada di peringkat 3 dunia, kini menjadi ke 4.

Penurunan produksi ini terjadi karena beberapa faktor yakni, iklim, faktor la-han, dan teknik budidaya. Musim kering berkepanjangan atau El Nino yang begi-tu kuat di 2015 membuat tanaman kopi menjadi kering. Kekeringan juga terjadi di Brasil yang menyebabkan produktivi-tas tanaman di Negeri Samba menurun.

Faktor lahan yang memengaruhi pe-nurunan produksi kopi adalah alih fungsi lahan ke komoditas lain, terutama sawit. Namun di luar iklim dan alih fungsi lahan, cara budidaya menjadi faktor utama pro-duksi kopi di Indonesia turun. Umumnya petani datang ke kebun hanya saat mu-sim tanam dan panen. Pemeliharaan ta-naman tidak dilakukan. Sehingga tidak heran produksi rendah akibat tidak ada

perlakuan yang sesuai dari petani. Penanganan pasca-panen

juga belum maksimal, mi-salnya penyimpanan,

cara menyangrai, atau me-

n g e m a s kopi. Pa-dahal dari p a s c a -

panen itu-lah kualitas kopi ba-nyak diten-

tukan.

Potensi IndonesiaNegeri kita yang kaya akan jenis kopi

ini sangat berpotensi menggantikan Bra-sil sebagai penyuplai kopi peringkat satu dunia. Saat ini, Indonesia berada di posisi keempat. Posisi pertama penyuplai kopi dunia ditempati Brazil, diikuti Vietnam, dan Kolombia.

Dari sisi lahan, kita punya keunggul-an. Data menyebutkan lahan perkebunan kopi Indonesia mencapai 1,24 juta hektar (kopi robusta 933 ribu ha dan arabika 307 ribu ha). Bandingkan dengan luas perke-bunan kopi Vietnam yang hanya 550 ribu ha. Sayangnya dari sisi produktivitas, ne-gara kita masih harus menyusul ketinggal-an. Produktivitas tanaman kopi robusta sebanyak 741 kg/ha tiap tahun. Sedang-kan produktivitas kopi arabika 808 kg/ha per tahunnya. Sebagai perbandingan, rata-rata produktivitas petani kopi Bra-zil sebanyak 2.000kg/ha/tahun dan Viet-nam 1.500/kg/ha/tahun. Produksi kopi kita masih 50% lebih rendah, padahal kita memiliki lahan potensial yang jauh lebih besar.

Keunggulan lain ada pada kualitas biji kopi. Permintaan kopi Indonesia dari waktu ke waktu terus meningkat lantaran biji kopi asal Indonesia lebih baik, mem-punyai karakteristik serta cita rasa unik. Produk kopi di Indonesia dikenal sangat beragam dari sisi rasa dan aroma. Alam sudah memberi dukungan maksimal bagi petani kopi Indonesia. Giliran kita yang harus menyambutnya dengan semangat dan kemauan untuk berbenah.[]

Ubi jalar, salah satu pangan lokal yang bisa diolah menjadi berbagai macam hidangan, ramah bagi penderita diabetes, mengurangi tekanan darah, hingga menyehatkan pencernaan.

Aneka pangan lokal yang semakin kalah pamor dengan bahan makanan impor. Padahal mengonsumsi pangan lokal tidak melalui proses pengawetan dan punya nilai gizi tinggi.

Verbeek edisi 25 | 20169WAWASAN

Bangga Konsumsi Pangan Lokal!Lebih sehat, ramah lingkungan, dan membantu meningkatkan kesejahteraan petani.

K ekayaan alam Indonesia tak terban-tahkan. Negara kita dianugerahi la-han dan tanaman pertanian yang

luas dan beragam. Kondisi itu membuat kita tidak perlu repot mencari sumber pangan lokal. Sebut saja singkong, talas, ubi, sagu, jagung, serta aneka jenis sayur dan buah. Semua bisa dijumpai dengan mudah di pasar tradisional.

Sayangnya, kecintaan terhadap pangan lokal semakin terkikis. Hasil penelitian Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog In-donesia (MITI) pada 2013 menunjukkan, masyarakat Indonesia lebih memilih pro-duk pangan impor, sebab memiliki keung-gulan pada segi tampilan produk dan ke-masan. Meskipun berbagai macam umbi, buah, dan sayur dapat tumbuh subur di Indonesia, produk pangan impor tetap merajalela di negara kita.

Pangan lokal sebenarnya lebih sehat. Contohnya singkong. Dengan kandungan kalsium yang tinggi, singkong cocok di-konsumsi kaum Lansia. Selain itu, sing-kong memiliki kadar glikemik rendah se-hingga sangat baik dikonsumsi oleh pen-derita diabetes.

Produk pangan lokal yang dijual di pasar sebagian besar tidak melalui pro-

ses pengawetan. Buah dan sayur segar langsung didistribusikan setelah panen. Berbeda dengan produk pangan impor, yang harus melalui proses pengawetan bioteknologi untuk menjadikan produk tersebut tetap segar, karena harus me-nempuh perjalanan jauh dan lama.

Zat gizi yang terdapat dalam buah dan sayur lokal juga lebih baik dibandingkan produk pangan impor. Sementara bebera-pa produk impor terpaksa dipanen sebe-lum matang agar tidak mengalami pem-busukan saat sampai di Indonesia. Produk pangan lokal relatif lebih aman dikonsum-si, terlebih jika ditanam secara organik.

Bentuk memikatSiapa tidak tergiur dengan tampilan

buah-buahan impor yang mulus dan me-ngilat? Di balik bentuknya yang memikat, produk impor sudah melewati perjalan-an yang sangat jauh sebelum menghiasi rak-rak di supermarket atau kios buah. Sebagai contoh, pengiriman buah apel dari Amerika memerlukan waktu seki-tar 40 hari. Semakin jauh jarak yang di-tempuh, maka makin banyak energi yang dihabiskan. Distribusi bahan pangan me-nyumbang emisi karbon. Mungkin Anda

kerap mendengar emisi karbon mengha-silkan efek pemanasan global pada iklim Bumi. Dengan demikian, mengonsumsi pangan lokal artinya berkontribusi pada kelestarian Bumi.

Membudayakan kembali pangan lokal akan meningkatkan kesejahteraan petani, membangkitkan perekonomian para pe-laku usaha pangan nasional, serta meng-

hemat pengeluaran negara untuk impor pangan. Petani lokal yang sudah bersu-sah-payah mengolah sawah dan kebun, tidak layak dibuat gigit jari karena produk mereka kalah bersaing dengan produk pangan impor. Menyantap pangan lokal adalah salah satu bentuk penghargaan dan kecintaan terhadap produk, produ-sen, dan pelaku usaha dalam negeri.

Pemerintah, melalui Kementerian Per-tanian, terus mensosialisasikan pangan lokal melalui kampanye “Pangan Nusanta-ra”. Sejak 2013, MITI melakukan gerakan “Go Pangan Lokal” di Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, Bandung, Semarang, Medan, Jambi, Makassar, Samarinda, dan kota-kota besar lain. Gerakan tersebut bertu-juan membangkitkan kesadaran masyara-kat untuk bangga pada pangan lokal dan beralih kepada pangan lokal.

Berbagai olahanBanyak potensi pangan lokal yang di-

miliki Indonesia, seperti jagung di Goron-talo dan sagu di berbagai wilayah di In-donesia Timur. Apabila potensi tersebut dikembangkan, kemampuan nasional un-tuk meningkatkan produksi pangan pasti akan terwujud. Pangan lokal yang terse-bar di Nusantara umumnya sama, hanya berbeda penyebutan dan cara pengolah-annya antara daerah satu dan lainnya.

Misalnya, di Jawa Barat, makanan ber-nama timus merupakan olahan singkong yang dicampur gula merah dan kelapa pa-rut. Makanan serupa di Sumatera Utara disebut lemet. Jagung di Sumatera Utara dipipil dan rebus lalu dicampur kelapa parut dan gula putih, sementara di Sula-wesi jagung muda diolah menjadi bubur dicampur dengan sayuran dan daging dan siap disajikan sebagai makanan.

Salah satu makanan favorit orang In-donesia adalah mi. Anda ingin membuat mi sendiri berbahan pangan lokal? Simak langkah-langkahnya di rubrik “Kreasi”.[]

Verbeek edisi 25 | 201610 KREASI

Membuat Mi dari Bahan Lokal

Mudah didapat, bergizi, dan lezat.

P angan impor disebut-sebut sebagai makan-an moderen, sedang-

kan pangan lokal dianggap ketinggalan zaman. Singkong, talas, ubi, sagu, jagung, dan berbagai tanaman yang ba-nyak tumbuh di kebun dan pekarangan selama ini ter-kesan sebagai pangan ndeso. Tapi siapa sangka di balik ke-san kampung, pangan lokal justru lebih sehat.

Apa jadinya jika makan-an favorit kita dibuat dari bahan pangan lokal? Sudah pasti lebih bergizi. Contoh-nya mi, makanan pokok yang menjadi menu “wajib” kedua setelah nasi. Konsumsi mi in-stan di Indonesia cukup ting-gi. Data World Instant Nood-les Association, konsumsi mi di Indonesia mencapai 14,5 miliar bungkus pada 2013 atau nomor dua setelah Chi-na.

Sayangnya, bahan baku mi instan sepenuhnya ber-asal dari terigu, yang bera-sal dari gandum impor. Data Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia, konsumsi terigu di Indonesia mening-kat dari tahun ke tahun. Kon-sumsi terigu Januari-Novem-ber 2014 naik menjadi 5,05 juta ton, meningkat 4,13% dibanding periode yang sama pada 2013.

Padahal potensi pangan lokal sebagai sumber bahan pangan tersedia di negeri kita. Begitu banyak pilihan jenis pangan lokal yang me-ngandung karbohidrat yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan mi.

Mi ubi jalar, mi jagung, mi singkong, dan mie sagu, baik berbentuk mi kering mau-pun basah, tentu lebih sesuai dengan lidah orang Indone-sia. Nutrisi mi dapat diper-kaya dengan menambahkan sayuran. Aneka mi juga bisa diolah menjadi berbagai jenis masakan seperti mi goreng, schotel, martabak mi, dan ma-sih banyak lagi.

Mie JagungJagung merupakan salah satu bahan pa-

ngan lokal yang banyak tersedia di Indone-sia. Jagung memiliki keunggulan kaya serat dan mengandung beta karoten.

Bahan mi jagung:• 250 gr tepung jagung• 750 gr tepung terigu• 2 butir telur ayam• 1 sdt soda kue• 1 sdt garam• Air secukupnya

Cara membuat:• Campurkan telur, soda kue, garam, te-

pung jagung, tepung terigu, tambahkan air sedikit demi sedikit hingga terben-tuk adonan sambil diaduk dengan mixer. Pengadukan dilakukan hingga terbentuk adonan yang tepat/kalis.

• Cetak adonan menjadi lembaran dengan menggunakan alat penggiling mi. Pada tahap awal gunakan ketebalan yang be-sar, giling berulang-ulang agar kenyal dan rata. Lalu ganti dengan ukuran yang le-bih kecil ketebalannya hingga memben-tuk lembaran adonan. Cetak lagi hingga membentuk lembaran mi.

• - Kukus selama 30 menit.• - Keringkan dengan oven pada suhu 60-

70°C selama 1-1,5 jam. Pengeringan di-anggap cukup bila mi mudah dipatahkan.

Mie Ubi UnguUbi jalar merupakan jenis umbi sumber

karbohidrat yang mudah ditemukan. Jenis-nya beragam, dari ubi jalar putih, kuning, dan ungu. Ubi jalar kuning kaya akan beta karoten, sedangkan ubi jalar ungu kaya antosianin. Ke-duanya berfungsi sebagai antioksidan yang bermanfaat bagi kesehatan. Ubi jalar ungu punya zat anti kanker selenium dan iodine yang 20 kali lebih tinggi daripada jenis ubi lainnya. Ubi ungu juga baik untuk mendo-rong kelancaran peredaran darah.

Bahan mi ungu:• 250 gr ubi ungu, cuci, kukus sampai em-

puk, kupas kulitnya, haluskan• 300 gr terigu protein tinggi• 100 gr tepung beras (bisa diganti tapio-

ka atau campuran keduanya dengan per-bandingan 1:1)

• 1 sdt garam• 2 butir telur• Tepung sagu untuk taburan• Air• Minyak goreng secukupnya

Cara membuat :• Campur semua bahan mi, aduk hingga

kalis.• Giling adonan dengan alat penggiling mi

dari ukuran besar sampai kecil, digiling 2-3 kali hingga licin, sambil ditaburi te-pung sagu tipis-tipis supaya tidak lengket.

• Setelah semua adonan selesai digiling, potong adonan menggunakan pemotong mi sesuai selera.

• Didihkan air dengan sedikit minyak go-reng, rebus mi hingga terapung, angkat dan dinginkan.

• Mi siap diolah menjadi aneka hidangan lezat.

Mie SaguSagu merupakan salah satu sumber kar-

bohidrat potensial di Indonesia. Area sagu di Indonesia mencapai hampir 50% dari to-tal area tanaman sagu dunia. Mi sagu bebas gluten dan kaya pati resisten. Pati resisten menjadi probiotik yang menyehatkan salur-an pencernaan. Sagu dapat diolah menjadi mi dengan tekstur yang kenyal. Warna mi sagu mirip dengan bihun, tetapi bentuknya lebih besar.

Bahan mi sagu:• 200 gr tepung sagu• 15 ml air panas• Minyak goreng secukupnya

Cara membuat :• Ayak tepung sagu, beri air panas sedikit

demi sedikit, bentuk adonan, uleni hing-ga kalis.

• Tipiskan adonan dengan alat penggiling mi.

• Potong lembaran mi sesuai selera, ma-sukkan ke dalam wadah.

• Rebus air, beri sedikit minyak agar mi sagu tidak saling lengket, lalu masukkan mi ke dalam air mendidih. Jika mi sudah muncul ke permukaan berarti mi sagu telah matang. Angkat, tiriskan.

• Masukkan mi sagu ke dalam air bersih (air matang), rendam 1 malam agar mi mengembang, kenyal, dan rasa tepung mentah hilang.

• Esok hari, mi sagu siap digoreng atau di-buat mi kuah setelah ditiriskan.[]

Verbeek edisi 25 | 201611INSPIRASI

Kelompok Tani Organik Sarinah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat

Pelaku Produksi Pangan Terbaik 2015

B eras merah kian diminati masyara-kat seiring dengan sema-

kin tingginya kesadaran terhadap pe-nerapan pola hidup sehat. Beras merah memiliki kandungan anthocyanin yang bisa membantu mengurangi peradang-an, alergi, menurunkan risiko kanker, dan membantu menurunkan berat badan. Makanan berserat ini juga memiliki nilai indeks glikemik yang rendah sehingga cocok dikonsumsi oleh penyandang di-abetes. Menurut studi terbaru, mengon-sumsi satu cangkir nasi merah setiap hari ternyata bisa menurunkan risiko diabe-tes sampai 60%.

Kelompok Tani Sarinah di Kecamat-an Ciparay, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, merupakan salah satu kelompok tani yang mampu mengembangkan per-tanian organik beras merah, yang kini tidak hanya mampu memberikan keun-tungan bagi anggota kelompok, tetapi juga mampu mengangkat nama daerah di tingkat nasional.

Pada tahun 2004, Ketua Poktan Orga-nik Sarinah, Tuty Wariyati, membudida-yakan padi tanpa pupuk kimia di ham-paran sawah seluas 5 ha. Awalnya upaya Tuty kurang mendapatkan respons dari

petani setempat karena berbagai kenda-la untuk memulai pertanian organik, juga karena keuntungan yang belum maksimal.

Pada tahun pertama peralihan perta-nian organik, hasil panen Tuty merosot tajam dan diperlukan waktu hingga empat kali musim tanam untuk mengembalikan kesuburan tanah. Namun jerih payah Tuty berbuah manis. Bahkan kini telah terben-tuk PT Sarinah Agro, sebuah perusahaan yang dibentuk oleh Poktan Organik Sa-rinah. Di pabrik skala kecil tersebut, pe-ngemasan beras merah dilakukan untuk dijual ke sejumlah daerah di Indonesia dan diekspor ke mancanegara.

Adhikarya Pangan NusantaraPoktan Organik Sarinah memproduk-

si beras merah organik sebanyak 107 ton per musim dari luas lahan 13,7 hektar. Beras merah produksi 48 anggota Pok-tan Organik Sarinah dijual dengan harga Rp 16 ribu/kg. Produk yang dihasilkan sudah beredar di berbagai retail di Indo-nesia, bahkan telah melanglangbuana ke negara tetangga.

Kerja keras anggota Poktan yang berlo-kasi di Jl. Raya Laswi No.757 Kecamatan

Ciparay, Kabupaten Bandung, itu di-apresiasi melalui berbagai peng-

hargaan. Kementrian Pertanian memberi penghargaan Citra

Produk Pertanian Berdaya Saing pada 2012. Peng-

hargaan yang lebih di-kenal dengan nama

Caping Award ter-sebut diberikan kepada individu, kelompok, ma-upun lembaga yang punya inovasi di bi-dang pengo-lahan dan pe-masaran ha-sil pertanian. Poktan Orga-nik Sarinah mengantongi penghargaan

Produk Inovasi Pemasaran Ber-

daya Saing ka-tegori produk ta-

naman pangan.Puncaknya adalah

penghargaan Adhikarya Pangan Nusantara (APN)

2015 yang diserahkan lang-sung oleh Presiden RI Joko Wi-

dodo. Kelompok Tani Organik Sa-rinah mendapatkan penghargaan APN

2015 sebagai Pelaku Produksi Pangan Terbaik. Tuty dan dua orang petani lain-nya diberi kesempatan untuk berdialog langsung dengan Presiden.

MenguntungkanKelompok Tani Organik Sarinah sudah

menggunakan pedoman sistem peng-awasan yang mengacu kepada SNI 01-6729-202 tentang sistem pangan organik. Hasil panennya selain untuk memenuhi kebutuhan lokal, kabupaten dan provinsi, juga sudah diekspor. Di samping itu, ke-lompok sudah bermitra dengan 14 per-usahaan, koperasi dan perorangan. Ser-tifikat organik diperoleh Poktan ini pada 2011. Berbagai perusahaan retail besar di Jakarta sudah berhasil ditembus. Sebut saja Borma, Food Hall, dan Kem Chicks. Merk terkenal Tropicana Slim pun berha-sil digaet Poktan Organik Sarinah.

Menurut Tuty, untuk menghasilkan produk pangan organik berstandar eks-por harus lolos berbagai persyaratan ke-tat. “Tidak mudah untuk memasok beras organik ke perusahaan makanan maupun ekspor. Terlebih dulu produk harus lolos uji, mulai dari penanaman sampai peng-olahan,” katanya. Bahkan pengawasan ketat sudah dilaksanakan sejak pengo-lahan tanah, penanaman, hingga penge-masan. “Pada saat pengemasan harus be-nar-benar bersih karena terikut barang lain kecil saja, bungkusan beras berapa pun banyaknya akan dikembalikan dan dibongkar ulang,” kata Tuty.

Meskipun persyaratan dan pengawas-an sangat ketat, Tuty mengatakan bahwa menjadi petani organik sangat mengun-tungkan. Semula dia hanya bisa mempro-duksi padi sebanyak 4-5 ton per hektar. Tapi setelah menggunakan pola pertani-an organik dan membuat mikro organis-me lokal (MOL), produksinya meningkat hingga 100% dan hingga kini stabil de-ngan produktivitas rata-rata 8 ton/ha.[]

Tuty Wariyati, ketua Kelompok Tani Organik Sarinah, saat menerima penghargaan Adhikarya Pangan Nusantara 2015 dari Presiden RI Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta. Beras merah produksi Poktan di Kabupaten Bandung itu sebagian dikemas dengan merek dagang Tropicana Slim.

Verbeek edisi 25 | 201612 SAFETY

Kenali Tanda Perundungan (2)

D i edisi sebelumnya Verbeek membahas definisi dan dampak bullying atau perundungan/peng-gencetan dalam bahasa Indonesia. Bullying me-

rupakan bentuk kekerasan fisik maupun verbal yang dilakukan berulang-ulang, terjadi karena adanya ke-timpangan kekuatan (misalnya anak yang lebih besar atau lebih tua mengganggu juniornya di sekolah yang bertubuh kecil), dan umumnya pelaku senang melihat korbannya ketakutan atau cemas.

Setelah mengenali bullying, kita perlu mengetahui seorang anak menampakkan “gejala” menjadi korban atau pelaku penggencetan. Setelah itu, cari cara untuk menghentikannya. Guru, orangtua murid, dan siswa per-lu memiliki komitmen kuat untuk memerangi bullying.

Tanda bahayaAda banyak penanda yang mengindikasikan seorang

anak terdampak bullying, baik dia menjadi penggencet maupun korban. Mengenali tanda bahaya adalah langkah penting pertama untuk melawan bullying. Dan menjadi semakin penting karena anak yang terkena bullying ti-dak semuanya berani meminta pertolongan.

Anak enggan memberi tahu orang dewasa karena banyak alasan. Bullying membuat anak tidak berdaya, namun mereka takut dianggap lemah atau dicap peng-adu, takut terhadap reaksi si penggencet, anak merasa malu, bahkan takut dimarahi orangtua jika mereka ti-dak bisa melawan.

Setiap anak adalah pribadi yang unik, sehingga “ge-jala” yang ditunjukkan akan berbeda. Namun secara ga-ris besar, tanda-tanda bahaya berikut patut diwaspadai. Anak-anak yang menjadi korban bullying kerap meng-alami memar di beberapa bagian tubuh tanpa bisa me-reka jelaskan penyebabnya, sering kehilangan barang, mengeluh sakit kepala, sakit perut, atau sering pura-pura sakit sehingga enggan masuk sekolah. Korban juga mendadak kehilangan selera makan, susah tidur dan ke-rap mimpi buruk, prestasi akademiknya menurun, dan malas bersosialisasi.

Sementara anak yang menjadi penggencet seringkali terlibat perkelahian fisik maupun verbal, memiliki te-man akrab yang juga seorang perundung, agresif, sering dipanggil ke ruang guru dan dihukum di sekolah, punya uang berlebih atau barang-barang baru tanpa dibelikan

Lindungi Korban Bullying

1. Jangan pernah menyuruh anak untuk mengabaikan bullying.

2. Lakukan kontak mata dan berempati dengan korban saat men-

diskusikan masalah bullying.

3. Yakinkan dia bahwa menjadi korban bullying bukanlah ke-

salahannya.

4. Jangan meminta anak untuk mengabaikan penggencetan.

5. Jangan menyalahkan atau menghukum korban.

6. Jangan menyuruh anak untuk balas menyerang pelaku, karena

anak bisa terluka, dihukum, bahkan dikeluarkan dari sekolah.

7. Tanyakan kepada anak, apa yang bisa dilakukan orangtua dan

guru untuk membuat dia merasa aman. Jangan kucilkan dia

dari teman-temannya meskipun maksud Anda adalah melin-

dungi anak. Lebih baik pikirkan cara lain, misalnya menggan-

ti konfigurasi tempat duduk di kelas atau, jika kasusnya agak

berat, mungkin anak bisa pindah kelas.

8. Rajinlah berkomunikasi dengan guru, kepala sekolah, dan

orangtua murid. Diskusikan langkah dan batasan yang sesu-

ai dengan kebijakan sekolah.

9. Kemungkinan besar, bullying tidak berakhir seketika. Anda

perlu komitmen kuat untuk menghentikannya dan konsisten

melindungi korban.

orangtuanya, suka menyalahkan orang lain, dan cemas kehilangan popularitas.

10 langkahBagi orangtua,

guru, maupun orang dewasa yang meli-hat tanda dan ke-jadian bullying, ada langkah-langkah yang bisa Anda ambil untuk memutus rantai

perilaku buruk tersebut.

1. Perhatikan tanda bahaya se-orang anak menjadi korban atau

pelaku bullying. Tidak semua anak menampakkan tanda-

tanda atau mereka pandai menyembunyikannya. Ka-rena itu, Anda perlu mem-

perhatikan anak dengan jeli. 2. Berkomunikasi dengan anak setiap hari. Tanya-

kan hal apapun yang menyangkut keseharian anak, seperti “Ada hal seru yang terjadi hari ini atau ada hal buruk?”, “Seperti apa suasana istirahat di seko-lah tadi? Kamu makan ditemani siapa? Kalian ng-obrol apa sambil makan?” “Apa rasanya naik bus ke sekolah?”, dan berbagai pertanyaan lain untuk menghidupkan diskusi Anda dengan anak.

3. Jangan berasumsi situasi yang dialami anak ada-lah candaan tak berbahaya. Tiap anak punya ting-kat adaptasi berbeda. Apa yang dianggap bercan-da oleh seorang anak bisa berarti mempermalukan atau gangguan oleh anak lain. Setiap kali anak me-rasa terancam, lindungi anak Anda.

4. Bertindak segera jika Anda melihat ada masalah di antara anak. Jangan meng-hindar dengan pemikiran “namanya juga anak-anak, lama-kelamaan akan lupa”. Sebagian anak akan selalu mengingat perilaku buruk yang menimpanya, sehingga perilaku buruk perlu sege-ra diakhiri demi mencegah perilaku lebih buruk terjadi.

5. Tetap tenang. Ketika Anda melerai anak, jangan ber-debat atau memarahi salah satu anak. Beri contoh pe-rilaku saling menghormati. Pastikan semua anak aman atau langsung cari perto-longan medis jika ada yang terluka. Tenangkan anak-anak yang terlibat penggencetan, termasuk saksi mata. Persilakan saksi mata melakukan kegiatan lain, sementara pelaku dan kor-ban penggencetan diajak ke tem-pat yang tenang.

6. Jangan menghakimi terlalu ce-pat. Sangat mungkin seorang anak yang Anda kira pelaku bullying se-benarnya adalah korban yang se-

dang membalas perlakuan yang menimpanya sela-ma ini. Daripada main hakim, dengarkan tiap anak dengan pikiran yang terbuka.

7. Bicara terpisah dengan masing-masing anak. Ke-tika Anda melakukan “interogasi”, lakukan secara terpisah. Jangan biarkan anak beradu mulut di de-pan Anda dan jangan meminta kesaksian anak lain di depan umum. Lakukan diskusi empat mata. De-ngan demikian, anak bisa menceritakan apa yang mereka alami dari sudut pandangnya tanpa kha-watir opininya didengar anak lain.

8. Jangan menyuruh anak yang terlibat bullying lang-sung berdamai dan bersalaman di tempat. Bawa mereka ke tempat yang tenang, diskusi empat mata, lalu katakan bahwa dia mengalami bullying. Jelas-kan bahwa Anda akan menyikapi perilaku itu se-cara serius dan akan mencari akar permasalahan sebelum menentukan tindakan selanjutnya. Hal itu membuat korban bullying dan saksi mata merasa berdaya, berbesar hati karena ada orang dewasa yang peduli, dan mereka bisa mengharapkan hasil akhir yang adil.

9. Jangan abaikan saksi mata. Mereka adalah “pe-nonton” bullying yang kerap memotivasi pelaku untuk melancarkan aksi. Jika terjadi, jelaskan bah-wa itu merupakan perilaku yang salah, tidak bisa ditoleransi, dan mereka punya tanggung jawab un-tuk menghentikan tindakan bullying. Posisikan diri Anda sebagai orang dewasa yang peduli dan bisa diajak bicara setiap kali anak menjadi korban bull-ying atau melihat perilaku tersebut.

10. Buat aturan. Jika Anda tenaga pendidik, Anda bisa merumuskan peraturan dan program-program anti-bullying di sekolah. Jika Anda orangtua murid, ada baiknya menggagas pertemuan dengan pihak seko-lah untuk membahas peraturan tersebut.[]

Pencegahan terhadap infeksi Hepatitis A bisa dilakukan melalui vaksinasi sebanyak dua kali

Lalat bisa membawa berbagai jenis penyakit, seperti hepatitis A, tifoid, dan disentri dengan cara mengontaminasi makanan atau air.

Verbeek edisi 25 | 201613DOKTER MENJAWAB

Hepatitis A, Kenali dan CegahOleh: dr. Kriatiawan Basuki. Mkes, Occupational health specialist RS PT Inco

K ejadian Luar Biasa (KLB) Hepatitis A, yang secara awam dikenal seba-gai sakit kuning, menghebohkan In-

stitut Pertanian Bogor (IPB) pada awal Desember 2015 lalu. Sebanyak 28 ma-hasiswa terjangkit penyakit akibat in-feksi virus yang dapat menyerang organ hati tersebut.

Di dunia, prevalensi Hepatitis A menca-pai 1,4 juta jiwa setiap tahunnya dengan porsi terbesar kalangan anak-anak. Se-mentara di Asia Tenggara, kasus Hepatitis A akut menyerang sekitar 400.000 orang per tahun dengan angka kematian hingga 800 jiwa. Selama 2015, RS Inco Sorowa-ko menangani 9 kasus dengan diagnosis Hepatitis A yang membutuhkan layanan rawat jalan dan 1 orang membutuhkan layanan rawat inap.

Gejala Gejala awal meliputi demam, mual,

muntah, nyeri pada sendi dan otot, ser-ta diare. Ketika organ hati sudah mulai terserang, muncul gejala lanjutan yaitu urin berwarna gelap, tinja berwarna pu-cat, sakit kuning, dan gatal-gatal. Selain itu, daerah perut bagian kanan atas juga akan terasa sakit terutama jika ditekan.

Namun gejala itu tidak muncul pada setiap pengidap. Pada pengidap usia di bawah 6 tahun, hanya 1 dari 10 penderita yang mengalami sakit kuning. Sedangkan pada remaja dan orang dewasa, angkanya menjadi 7 dari 10 penderita.

Penyebab dan penularan Penyebab penyakit ini adalah virus He-

patitis A yang menyebar melalui makanan atau minuman yang telah terkontaminasi tinja pengidap Hepatitis A. Faktor risiko penyebaran virus lainnya:• Sanitasi yang buruk• Kontak langsung

dengan pengidap• Konsumsi makan-

an mentah• Berbagi jarum

suntik• B e r h u b u n g -

an seks dengan pengidap, teru-tama seks anal

• Bekerja di area yang berhubung-an dengan kotor-an, misalnya se-lokan, sedot tin-ja, dan lain-lain.

PencegahanCara paling mudah adalah dengan men-

jaga kebersihan diri dan lingkungan. La-kukan hal-hal berikut:

Selalu mencuci tangan dengan sabun dan air bersih, terutama sebelum makan, sebelum mengolah makanan, dan sete-lah ke toilet.• Jangan berbagi barang-barang pribadi

seperti sikat gigi atau handuk.• Jangan saling meminjamkan peralat-

an makan.• Selalu memasak makanan sampai ma-

tang dan merebus air sampai mendidih.• Hindari jajan di pedagang kaki lima

yang kebersihannya kurang terjaga.• Hindari konsumsi makanan mentah

yang berasal dari perairan yang ter-kontaminasi, misalnya tiram.

• Pencegahan infeksi Hepatitis A juga da-pat dilakukan melalui vaksinasi seba-nyak dua kali dengan selang waktu 6-12 bulan terutama untuk mereka yang be-

risiko tinggi. Di Indonesia, vak-sin ini tidak ter-masuk ke dalam imunisasi wajib. Tetapi telah ter-sedia dan dapat diberikan pada anak mulai usia dua tahun dan orang dewasa.

Langkah pengobatan

Kekebalan tu-buh penderita akan melenyapkan virus dengan sen-dirinya, karena itu Hepatitis A tidak memerlukan penanganan khusus kecu-ali untuk meringankan gejala. Langkah utama diagnosis hepatitis A yang disaran-kan adalah pemeriksaan darah. Jika positif mengidap penyakit ini, dokter akan mela-kukan evaluasi fungsi organ hati dan USG.

Lakukan juga hal berikut untuk me-mulihkan diri:• Banyak beristirahat. Pengidap hepati-

tis A pasti akan mengalami kelelahan, terutama pada awal infeksi.

• Atasi mual-mual dan muntah, misalnya dengan menghindari makanan berle-mak dan makan dengan porsi sedikit. Jika gejala ini tidak berkurang, dok-ter biasanya menganjurkan konsum-si obat anti-muntah yang tersedia da-lam bentuk tablet, kapsul, serbuk, ser-ta suntikan.

• Jangan mengonsumsi minuman keras atau obat-obatan yang berdampak pada hati. Jika ada obat-obatan tertentu yang harus Anda gunakan, diskusikanlah do-sis atau jenis obat yang aman dengan dokter.

• Berbeda dengan Hepatitis B dan C, in-feksi Hepatitis A umumnya tidak me-nyebabkan penyakit hati jangka pan-jang (kronis) dan jarang yang beraki-bat fatal. Tapi beberapa kelompok ter-masuk lansia, orang dengan penyakit kronis seperti diabetes, orang dengan sistem kekebalan tubuh yang menurun seperti penderita HIV, dan orang yang telah menderita penyakit hati sebelum terinfeksi Hepatitis A, lebih rentan ter-hadap komplikasi.[]

Galeri FotoMomen yang tertangkap kamera sepanjang pelaksanaan Program Terpadu Pengembangan Masyarakat (PTPM). Jika Anda memiliki fotofoto yang terkait dengan pelaksanaan PTPM, silakan kirim ke Redaksi Tabloid Verbeek melalui email [email protected] (ukuran foto minimal 500KB). Foto yang dimuat akan mendapatkan suvenir menarik.

VeRBeek eDiSi 25 | 2016

GALERI14

Fasilitator PMDM-Kabupaten dan Tim Program Pengembangan Sosial PT Vale mengunjungi Pustu di Desa Mahalona, Kecamatan Towuti, dalam rangkaian kegiatan monitoring-evaluasi (Monev), Januari 2016. PMDM memberikan bantuan berupa prasarana bagi Posyandu dan Pustu di desa tersebut.

Tim Program Pengembangan Sosial berkunjung ke Desa Nuha, Kecamatan Nuha, untuk bertemu dengan pengrajin anyaman berbahan daun teduhu. PMDM memberikan bantuan berupa promosi produk, pelatihan, dan penyediaan bengkel kerja sebagai bentuk dukungan atas tradisi kriya dan industri kecil.

Diskusi antara Lurah Magani Chaeruddin M. Arfah, tokoh masyarakat, dan pedagang kuliner sebelum menempati lokasi baru di Pujasera Simpang Tiga, Kelurahan Magani, Kecamatan Nuha. Diskusi dilakukan untuk menjaring aspirasi pedagang sekaligus mensosialisasikan relokasi pusat jajan. Saat ini, Pujasera Simpang Tiga telah berdiri dan menjadi sentra kuliner di Kelurahan Magani.

Kegiatan monitoring dan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) di Kelurahan Magani, Kecamatan Nuha. Kegiatan yang berlangsung pada akhir 2015 itu merupakan bagian dari PMDM sektor kesehatan. (Foto: Lusi, Sekretaris Komite Kelurahan Magani)

Temu Pendidik (Mudik) pertama, September 2015, menjadi kegiatan perdana Komunitas Guru Belajar Sorowako. Komunitas yang beranggotakan 60 orang guru itu kembali mengadakan acara serupa, yang mempertemukan guru-guru dengan antusiasme tinggi untuk saling belajar, pada April 2016.

Verbeek edisi 25 | 201615KOMUNITAS

Memotivasi Guru Menjadi Pembelajar Sepanjang Hayat

Belajar identik dengan siswa atau mahasiswa. Komunitas Guru Belajar berupaya menepis anggapan itu. Belajar harus menjadi kegiatan setiap orang, bahkan guru, tanpa terhenti.

M embuka situs gurubelajar.org, ada hal menarik yang bisa kita lihat. Di halaman depannya

tertulis “Komunitas pendidik untuk berdiskusi dan berbagi praktik cerdas pengajaran dan pendidikan yang diinisiasi oleh Kampus Guru Ci-kal (Jakarta). Komunitas kami telah hadir di Ambon, Bandung, Cirebon, Depok, Jakarta, Lam-pung, Pekalongan, Semarang, Soroako, Surabaya, Tangerang, Tegal Waru, Timi-ka, Tuban, Yogyakarta.”

Sebuah komunitas yang digagas di ibu-kota tapi ada nama Sorowako “terselip” di antara kota-kota lain yang telah meng-adaptasi konsep Komunitas Guru Bela-jar. Komunitas tersebut lahir dari fakta bahwa kebanyakan masalah pendidikan di Indonesia bukan disebabkan karena karena kualitas guru, tapi karena berhen-tinya guru belajar. Karena itu, guru perlu diberi motivasi untuk belajar. Salah satu caranya adalah mempertemukan sesa-ma guru untuk saling bertukar pikiran.

Komunitas Guru Belajar yang diinisiasi oleh Kampus Guru Cikal, dengan prakti-si pendidikan Najelaa Shihab dan Bukik Setiawan sebagai pendirinya, adalah se-buah komunitas pendidik untuk berba-gi praktik cerdas dalam pengajaran dan pendidikan. Komunitas itu meyakini bah-wa guru belajar lewat kolaborasi yang beragam. Keragaman bentuk kolaborasi terwujud pada Temu Pendidik di setiap daerah dan Temu Pendidik Nusantara yang memberi kesempatan guru belajar dari sesama guru maupun dari non-guru.

Belajar dan berbagiKonsep guru belajar menarik perha-

tian lima orang guru di Sorowako, yaitu

Hesti Wu-landari, Ida

Bagus Darmati-ka, Mahmuddin Pa-

tahangi, Mirna Ha-erani, dan Apriyana Achmad. Tanpa pikir

panjang, mereka lang-sung bergabung dengan

Grup Facebook Komunitas Guru Belajar dan berinisiatif un-

tuk mengadakan Temu Pen-didik (Mudik) di Sorowako

pada September 2015. Bukik Setiawan dida-tangkan langsung un-

tuk memandu kegiatan Mudik dan menjadi pema-

teri dalam seminar di Wasu-ponda dan Sorowako.

Setelah menggelar Mudik, Komunitas Guru Belajar So-rowako resmi berdiri. Kegi-atan selanjutnya adalah pe-latihan guru bertema “Mene-rapkan Disiplin Positif” pada

akhir Januari 2016 yang dii-kuti oleh 27 guru dari Nuha,

Malili, Wotu, dan Tomoni Timur dan mendatang-kan trainer dari Kampus Guru Cikal. Untuk bisa

mengikuti pelatihan ter-sebut, guru diminta membuat tulisan esai dengan kriteria tertentu. Agenda selan-jutnya, Komunitas yang kini beranggota-kan 60 orang guru itu berencana kemba-li menggelar Mudik dengan topik diskusi seputar disiplin positif. “Kami berharap 27 guru yang sudah mendapat pelatih-an langsung menerapkannya di sekolah dan bisa sharing pengalamannya dengan guru-guru lain,” kata Hesti Wulandari.

Kegigihan guru-guru di Sorowako un-tuk belajar rupanya telah menggema ke banyak pihak di banyak tempat. Acara bincang-bincang di stasiun televisi na-sional, Mata Najwa, mengundang Hesti Wulandari menjadi tamu untuk berbagi pengalamannya seputar Komunitas Guru Belajar Sorowako. Najwa Shihab, sang pemandu acara, menampakkan raut wa-jah antusias mendengar penuturan Hes-ti yang jauh-jauh datang dari Sorowako untuk berbagi kisah manis.

Sudah ada tiga daerah di Sulawesi Se-latan yang “teracuni” dengan gerakan guru mengajar, yaitu Makassar, Sinjai, dan Sorowako. Hesti dan para pengge-rak Komunitas Guru Belajar Sorowako mendorong agar daerah-daerah lain juga membentuk jejaring serupa. “Akan sema-kin menarik dan kelihatan manfaatnya ka-lau tumbuh Komunitas seperti ini di tem-pat-tempat lain. Caranya juga gampang,

tinggal gabung saja di Grup Facebook dan semua pihak di sana akan memberi du-kungan,” kata Hesti.

Menjadikan guru sebagai pembelajar sepanjang hayat memang terdengar se-

perti misi yang sangat berat. Namun bu-kan berarti mustahil. “Kami meyakini bahwa hanya guru yang mau belajar-lah yang layak untuk mengajar,” tutup Hesti.[]

kirimkan jawaban melalui email [email protected] atau melalui surat ke alamat redaksi tabloid Verbeek, Kantor Communications & External Affairs PT Vale, Jl. Ternate 44, Pontada, Kec. Nuha, Kab. Luwu Timur, 92984. Sepuluh pengirim yang beruntung akan mendapatkan suvenir dari redaksi. Nama-nama pemenang kuis diumumkan melalui Facebook Tabloid Verbeek.

(Kiri) Pembekalan pengurus menjadi kegiatan perdana AKAR Lutim, akhir Januari 2016. Komunitas tersebut mendorong perkembangan pertanian ramah lingkungan di Kabupaten Luwu Timur dan bercita-cita mengangkat produk pertanian organik sebagai salah satu ikon Luwu Timur. (Kanan) Ketua DPRD Lutim Amran Syam membuka kegiatan pembekalan di ruang pertemuan Otuno, Kompleks perkantoran PT Vale, Sorowako, Januari 2016.

Verbeek edisi 25 | 201616 EVENT

Dukungan bagi Pertanian Ramah Lingkungan

D ukungan bagi pertanian ramah ling-kungan terus mengalir. Setelah be-ras non-pestisida dan pupuk kimia

hasil panen petani Mahalona, Kecamatan Towuti, dipasarkan oleh PT Bumi Timur Agro dengan label Beras Batara Guru, kini dukungan datang dari Asosiasi Masyara-kat Organik (AKAR) Luwu Timur. Dewan Pembina AKAR Lutim berasal dari berba-gai instansi pemerintah dan BUMD, mulai dari Kepala Badan Penyuluhan, Pertanian, perikanan dan Kehutanan (BP4K), Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan dan Peterna-kan, Kepala Badan Ketahanan Pangan, serta Kepala Dinas Koperasi, Perdagangan dan Perindustrian.

Setelah terbentuk pada 21 Januari 2016, dilakukan pembekalan bagi pengurus AKAR Lutim di Ruang Pertemuan Otuno, Sorowako, akhir Januari 2016. Pembekalan yang dibuka oleh Ketua DPRD Luwu Timur Amran Syam tersebut bertujuan untuk me-nyamakan visi serta menambah wawasan pengurus seputar System of Rice Intensifi-cation (SRI) Organik. “Pola budidaya ramah lingkungan ini memberi manfaat bagi ke-mandirian petani, kesehatan masyarakat, serta menciptakan nilai tambah bagi per-ekonomian masyarakat. Pertanian meru-pakan basis ekonomi yang besar di Luwu Timur. Kami berharap, kehadiran Asosi-asi ini bisa mendorong kelahiran sebuah brand di Luwu Timur yang tidak dimiliki oleh kabupaten lain di Sulawesi Selatan,” kata Ketua Dewan Pengurus AKAR Lutim

Aris Situmorang yang juga Wakil Ketua II DPRD Luwu Timur.

Para Kepala SKPD menyatakan dukung-an terhadap praktik pertanian berkelanjut-an. Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan dan Peternakan menyarankan agar lokasi lahan percontohan SRI Organik harus be-nar-benar steril dari input kimia. Kepala Bidang Sumber Daya Air dari Dinas Peker-jaan Umum sangat mendukung sistem bu-didaya yang hemat penggunaan air karena pengairan sawah menjadi kendala besar di Luwu Timur. "Praktik agrikultural yang

baik tidak hanya bermanfaat bagi lingkung-an melainkan juga melindungi kesehatan manusia, komoditas tanaman pangan, dan keanekaragaman hayati. Kita berharap se-makin banyak petani yang melakukan pro-gram tersebut," kata Direktur Komunikasi dan Hubungan Luar PT Vale Basrie Kamba.

Sementara Direktur Utama PT Bumi Ti-mur Agro menyampaikan bahwa gabah kering dari Mahalona sudah digiling dan mulai didistribusikan ke toko-toko di Mang-kutana dan Malili.

Kepala BP4K Nursih Hariani melapor-

kan bahwa pada musim tanam perdana April-September 2015 sudah dilakukan pola tanam SRI Organik di 23 hektar dem-plot pertanian ramah lingkungan se-Luwu Timur. Untuk musim tanam selanjutnya, Oktober 2015-Maret 2016, lahan perta-nian SRI Organik akan ditingkatkan men-jadi 58 hektar. Program Pertanian Ramah Lingkungan merupakan bentuk kemitra-an antara Pemerintah Kabupaten Luwu Timur dan PT Vale Indonesia dalam ke-rangka Program Terpadu Pengembangan Masyarakat (PTPM).

Carilah lima (5) perbedaan dari gambar pedagang hasil bumi di bawah ini. Sepuluh (10) pengirim yang beruntung dan bisa menjawab dengan benar akan mendapat suvenir menarik dari Redaksi Tabloid Verbeek.

Ku is