Ptk

download Ptk

of 17

description

fikri hansah

Transcript of Ptk

  • 1

    KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM Gedung D Kampus Sekaran Gunungpati Semarang Kode Pos 50229, Telp. (024) 8508112,

    Telp. Dekan 8508005, Jur. Matematika 8508032, Biologi 8508033, Fisika 8508034, Kimia

    850805

    PROPOSAL SKRIPSI

    Nama : Fikri Hansah

    NIM : 4201409039

    Jurusan : Fisika

    Prodi : Pendidikan Fisika

    Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

    I. JUDUL

    PENERAPAN MODEL BETTER TEACHING AND LEARNING (BTL)

    BERKETERAMPILAN PROSES UNTUK MENINGKATKAN HASIL DAN

    AKTIVITAS BELAJAR SISWA

    II. LATAR BELAKANG

    Berdasarkan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

    pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan belajar dan proses

    pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

    memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian kecerdasan,

    akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara

    (Sanjaya, 2007: 2)

    Pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu proses interaksi (hubungan timbal

    balik) antara guru dan siswa. Guru berperan dalam memberikan bimbingan dan

    menyediakan berbagai kesempatan yang mendorong siswa belajar dan untuk memperoleh

    pengalaman sesuai dengan pembelajaran. Suatu pembelajaran akan lebih bermakna

    apabila siswa mengalami sendiri apa yang dipelajari, terlebih lagi siswa akan lebih

    memahami konsep yang mereka dapatkan dengan mengoptimalkan keterampilan dasar

  • 2

    yang sudah dimiliki dalam dirinya. Konsep tersebut diharapkan tidak hanya mereka

    pahami saja akan tetapi dapat mereka terapkan di kehidupan seharihari.

    Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam

    secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan berupa

    fakta, konsep atau prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan

    IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan

    alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam

    kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman

    langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam

    sekitar secara ilmiah. Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah

    untuk mengembangkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta

    mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup (life skill). Oleh karena

    itu, pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung

    melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah

    (Permendiknas, No. 22 tahun 2006).

    Pembelajaran yang dapat mengaitkan antara konsep yang mereka pelajari dengan

    masalah yang mereka temui di kehidupan nyata adalah pembelajaran kontekstual.

    Melalui pembelajaran yang kontekstual, siswa dapat menemukan sendiri konsep yang

    diajarkan oleh guru, siswa menemukan fakta melalui pengamatan maupun pengalaman

    langsung di kehidupan nyata. Selain itu, sikap ilmiah siswa akan terus tumbuh sejalan

    dengan faktafakta yang mereka temukan melalui pengamatan dan pengalaman langsung.

    Salah satu model pembelajaran yang menjadikan pembelajaran lebih bermakna sehingga

    dapat mengembangkan kecakapan hidup (life skill) siswa adalah model Better Teaching

    and Learning (BTL). Dalam model ini, siswa diberikan kegiatan-kegiatan yang bersifat

    kontekstual, menantang dan lebih beragam untuk membangun kecakapan hidup mereka.

    Kecakapan hidup adalah kecakapan yang memungkinkan seseorang dapat secara

    positif dan adaptif menghadapi situasi dan tuntutan hidup sehari-hari seperti berpikir

    kreatif dan kritis, mengambil keputusan yang tepat, memecahkan masalah dan bersikap

    tenggang rasa. Salah satu kegiatan yang dapat mengembangkan kecakapan hidup siswa

    yaitu melalui kerja ilmiah yang merupakan gabungan dari berbagai keterampilan proses

  • 3

    sehingga melalui kerja ilmiah siswa berlatih berpikir kritis, kreatif dan mampu

    menyelesaikan masalah.

    Pendekatan keterampilan proses adalah suatu pendekatan dalam pembelajaran

    IPA yang beranggapan bahwa IPA itu terbentuk dan berkembang melalui suatu proses

    ilmiah yang juga harus dikembangkan pada peserta didik sebagai pengalaman yang

    bermakna yang dapat digunakan sebagai bekal perkembangan diri selanjutnya (Memes,

    2000). Pendekatan keterampilan proses menekankan bagaimana siswa belajar dan

    mengelola apa yang diperolehnya, sehingga mudah dipahami dan digunakan dalam

    kehidupan di masyarakat.

    Berdasarkan hasil observasi awal di SMP . Rata-rata nilai UAS IPA kelas VIII

    masih sangat rendah. Selain itu, berdasarkan hasil wawancara dengan guru mapel IPA

    dan wawancara menunjukkan bahwa aktivitas belajar siswa selama pembelajaran masih

    kurang. Kurangnya aktivitas dalam kegiatan pembelajaran tersebut di latar belakangi

    oleh:

    1. Pembelajaran yang selama ini dilakukan banyak menggunakan metode ceramah

    dan hanya sedikit dan jarang melakukan kegiatan eksperimen/pengamatan.

    2. Siswa hanya mendengarkan penjelasan dari guru sehingga pembelajaran

    cenderung kurang melibatkan siswa.

    3. Aktivitas bertanya atau mengemukakan pendapat siswa masih rendah

    4. Metode pembelajaran yang digunakan masih kurang variatif.

    Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti tentang

    PENERAPAN MODEL BETTER TEACHING AND LEARNING (BTL)

    BERKETERAMPILAN PROSES UNTUK MENINGKATKAN HASIL DAN

    AKTIVITAS BELAJAR SISWA

    III. RUMUSAN MASALAH

    Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

    1. Apakah penerapan model Better Teacher and Learning (BTL) berketerampilan proses

    dapat meningkatkan hasil belajar siswa?

  • 4

    2. Apakah penerapan model Better Teacher and Learning (BTL) berketerampilan proses

    dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa?

    IV. PEMBATASAN MASALAH

    Penelitian ini hanya mengkaji tentang penerapan model Better Teacher and

    Learning (BTL) berketerampilan proses untuk meningkatkan hasil belajar dan aktivitas

    belajar siswa. Hasil belajar yang dikaji dalam penelitian ini adalah hasil belajar kognitif,

    afektif dan psikomotorik sedangkan aktivitas belajar yang dikaji meliputi aktivitas

    motorik, aktivitas mental dan aktivitas lisan.

    V. TUJUAN PENELITIAN

    Tujuan penelitian ini adalah

    1. Untuk mengetahui peningkatkan hasil belajar siswa melalui model Better Teacher

    and Learning (BTL) berketerampilan proses.

    2. Untuk mengetahui peningkatkan aktivitas belajar siswa melalui model Better Teacher

    and Learning (BTL) berketerampilan proses.

    VI. MANFAAT

    Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah

    1. Bagi siswa, sebagai upaya untuk meningkatkan hasil belajar serta peran aktif siswa

    dalam kelas.

    2. Bagi guru, mengenalkan alternatif model pembelajaran yang dapat meningkatkan

    aktivitas belajar siswa.

    3. Bagi sekolah, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai upaya untuk

    perbaikan dalam meningkatkan mutu pembelajaran.

    VII. PENEGASAN ISTILAH

    1. Better Teaching and Learning (BTL)

    Better Teaching and Learning (BTL) merupakan suatu model pembelajaran

    yang membangun kecakapan hidup (life skill) siswa melalui pendekatan kontekstual.

  • 5

    Dalam model ini, siswa diberikan kegiatan-kegiatan yang bersifat kontekstual, menantang

    dan lebih beragam untuk membangun kecakapan hidup mereka.

    2. Keterampilan Proses

    Keterampilan proses merupakan anutan pengembangan intelektual, sosial dan

    fisik yang bersumber dari kemampuan mendasar yang telah ada pada diri siswa

    (Dimyati & Mudjiono, 1999: 139).

    3. Hasil Belajar

    Hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku yang diperoleh setelah

    mengalami aktivitas belajar dan selalu dikaitkan dengan nilai perolehan siswa setelah

    mengikuti evaluasi sebagai tolok ukur penguasaan siswa terhadap isi bahan

    pengajaran yang telah diberikan (Sudjana, 2002: 20). Menurut Benyamin S. Bloom,

    sebagaimana dikutip oleh Anni dkk (2009: 85), mengklasifikasikan hasil belajar

    dalam tiga taksonomi yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik.

    4. Aktivitas Belajar

    Aktivitas belajar merupakan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses

    belajar mengajar. Dimyati (2002: 51) menyatakan bahwa aktivitas belajar meliputi

    aktivitas fisik, aktivitas mental dan aktivitas emosional.

    VIII. TINJAUAN PUSTAKA

    1. Better Teaching and Learning (BTL)

    Zaman sekarang, tantangan bagi guru semakin meningkat. Siswa tidak cukup

    hanya dibekali pengetahuan semata tetapi juga harus diperkaya kemampuan untuk

    bertahan hidup. Bahkan siswa harus mampu memberi warna kehidupan di tengah-

    tengah masyarakat. Inilah yang dikenal sebagai kecakapan hidup (life skill).

    Kecakapan hidup adalah kecakapan yang memungkinkan seseorang dapat

    secara positif dan adaptif menghadapi situasi dan tuntutan hidup sehari-hari seperti

    berpikir kreatif dan kritis, mengambil keputusan yang tepat, memecahkan masalah

    dan bersikap tenggang rasa. Kecakapan-kecakapan ini berkaitan dengan kesehatan

    pribadi remaja (fisik dan emosi), pengembangan keluarga dan masyarakat, partisipasi

    sebagai warga negara, juga partisipasi sebagi tenaga kerja. Tujuan pendidikan

    kecakapan hidup menurut Depdiknas adalah memberdayakan anak muda (remaja)

  • 6

    untuk mengembangkan pengetahuan dan kecakapan yang diperlukan untuk bertahan

    hidup dalam semua lingkungan dengan menggunakan sumber-sumber yang ada

    dalam rangka meningkatkan kualitas hidup mereka.

    Pembelajaran di sekolah cenderung teoritis dan hanya terfokus pada transfer

    pengetahuan daripada pengembangan kecakapan hidup seperti kerjasama, berpikir

    kritis dan kreatif, serta motivasi kerja yang tinggi. Kecakapan semacam inilah,

    kecakapan hidup yang nantinya akan dibutuhkan dan yang paling bermanfaat bagi

    siswa untuk bisa hidup yang lebih positif dan produktif. Mengintegrasikan kecakapan

    hidup ke dalam aktivitas pembelajaran di kelas sangat tergantung pada pemahaman

    dan kemampuan guru dalam menerapkan strategi pembelajaran yang tepat. Salah satu

    strategi yang dapat dilakukan adalah dengan mengimplementasikan pembelajaran

    yang kontekstual. Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang berusaha

    mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa

    mengembangkan pengetahuan yang dimiliki dengan kehidupan mereka sehari-hari

    (Blancard, 2001 dan Johnson, 2002). Pembelajaran kontekstual dapat mendukung

    siswa dalam berpikir kritis, mentransfer pengetahuan, menganalisis data, dan

    memecahkan masalah.

    Salah satu model pembelajaran yang dapat mengembangkan kecakapan hidup

    (life skill) melalui pembelajaran yang kontekstual adalah model Better Teaching and

    Learning (BTL). Pada model pembelajaran ini, siswa diberikan kegiatan-kegiatan

    yang bersifat kontekstual, menantang dan lebih beragam untuk membangun

    kecakapan hidup mereka. Hal ini termasuk kegiatan-kegiatan praktis dan penggunaan

    lingkungan sebagai sumber belajar. Selain itu, siswa aktif mengerjakan tugas yang

    menantang mereka berdiskusi dan berpikir. Hasil kerja mereka adalah pikiran mereka

    sendiri. Sedangkan pada lingkungan belajar, ruang kelas ditata dengan lebih baik.

    Tempat duduk ditata agar siswa bisa bekerja dalam kelompok. Selain itu, hasil kerja

    siswa akan dipajang untuk menunjang belajar mengajar.

    Tahapan-tahapan dalam penerapan model Better Teaching and Learning (BTL)

    adalah sebagai berikut:

    1. Introduction (Perkenalan)

  • 7

    Pada tahap ini, guru menanamkan pemahaman tentang isi dari pembelajaran

    kepada siswa. Bagian ini berisi penjelasan tujuan pembelajaran dan hasil apa yang

    akan dicapai selama pembelajaran tersebut.

    2. Connection (Hubungkan)

    Pada tahap connection ini, guru berusaha menghubungkan bahan ajar yang

    baru dengan sesuatu yang sudah diketahui siswa dari pembelajaran atau

    pengalaman sebelumnya.

    3. Application (Terapkan)

    Tahap ini adalah yang paling penting dari pembelajaran. Setelah peserta

    memperoleh informasi atau kecakapan baru melalui tahap connection, mereka

    perlu diberi kesempatan untuk mempraktikkan dan menerapkan pengetahuan serta

    kecakapan tersebut.

    4. Reflection (Refleksi)

    Bagian ini merupakan ringkasan dari pembelajaran, siswa memiliki

    kesempatan untuk merefleksikan apa yang telah mereka pelajari. Tugas guru

    adalah menilai sejauh mana keberhasilan pembelajaran..

    5. Extension (Kegiatan Lanjutan)

    Kegiatan pada tahap extension ini adalah guru menyediakan kegiatan yang

    dapat dilakukan siswa setelah pembelajaran berakhir untuk memperkuat dan

    memperluas pembelajaran. Kegiatan Extension dapat meliputi penyediaan bahan

    bacaan tambahan, tugas penelitian atau latihan.

    2. Pendekatan keterampilan proses

    Keterampilan proses adalah keterampilan yang diperoleh dari latihan

    kemampuan-kemampuan mental, fisik dan sosial yang mendasar sebagai penggerak

    kemampuan-kemampuan yang lebih tinggi. Kemampuan-keemampuan mendasar

    yang telah dikembangkan dan terlatih lama-kelamaan akan menjadi suatu

    keterampilan. Sedangkan pendekatan keterampilan proses adalah cara memandang

    anak didik sebagai manusia seutuhnya. Cara memandang ini dijabarkan dalam

    kegiatan belajar-mengajar yang memperhatikan pengembangan pengetahuan, sikap,

    nilai serta keterampilan. Ketiga unsur itu menyatu dalam satu individu dan terampil

    dalam bentuk aktivitas. Dalam pembelajaran, pendekatan keterampilan proses

  • 8

    merupakan anutan pengembangan intelektual, sosial dan fisik yang bersumber dari

    kemampuan mendasar yang telah ada pada diri siswa (Dimyati & Mudjiono, 1999:

    139).

    Ada beberapa sebab yang melandasi penerapan pendekatan keterampilan proses

    dalam pembelajaran seperti yang dikemukakan oleh Semiawan (1992) :

    a. Perkembangan ilmu pengetahuan berlangsung semakin cepat sehingga tak

    mungkin lagi para guru mengajarkan semua fakta dan konsep kepada siswa.

    Karena terdesak waktu untuk mengejar ketercapaian kurikulum, maka guru akan

    memilih jalan yang termudah yakni menginformasikan fakta dan konsep melalui

    metode ceramah. Akibatnya para siswa memiliki banyak pengetahuan tetapi tidak

    dilatih untuk menemukan konsep, tidak dilatih untuk mengembangkan ilmu

    pengetahuan.

    b. Anak-anak mudah memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak jika disertai

    contoh-contoh konkrit, contoh-contoh yang wajar sesuai situasi dan kondisi yang

    dihadapi, dengan menyerahkan sendiri upaya penemuan konsep melalui perlakuan

    terhadap kenyataan fisik, melalui penanganan benda-benda yang benar-benar

    nyata.

    c. Penemuan ilmu pengetahuan tidak bersifat mutlak benar seratus persen,

    penemuannya bersifat relatif tetapi masih terbuka untuk diperbaiki.

    d. Dalam proses belajar mengajar pengembanagn konsep tidak dilepaskan dari

    pengembangan sikap dan nilai dalam diri anak didik.

    Tujuan pembelajaran dari pendekatan keterampilan proses adalah untuk

    memperoleh peengetahuan suatu cara yang dapat melatih kemampuan-kemampuan

    intelektualnya dan merangsang keingintahuan serta dapat memotivasi kemampuanya

    untuk meningkatkan pengetahuan yang baru diperolehnya (Memes, 2000: 17).

    Menurut American Association for the Advancement of Science, sebagaimana dikutip

    oleh Devi (2010: 7), mengklasifikasikan keterampilan proses menjadi keterampilan

    proses dasar dan keterampilan proses terpadu. Keterampilan proses dasar terdiri dari

    pengamatan, pengukuran, menyimpulkan, meramalkan, menggolongkan,

    mengkomunikasikan sedangkan keterampilan proses terpadu terdiri dari pengontrolan

  • 9

    variable, interpretasi data, perumusan hipotesa, pendefinisian variable secara

    operasional, merancang eksperimen.

    Pendekatan keterampilan proses menekankan bagaiamana siswa belajar,

    bagaimana mengelola perolehannya, sehingga mudah dipahami dan digunakan dalam

    kehidupan di masyarakat. Dalam proses pembelajaran diusahakan agar siswa

    memperoleh pengalaman dan pengetahuannya sendiri, melakukan penyelidikan

    ilmiah, melatih kemampuan-kemampuan intelektualnya dan merangsang

    keingintahuan serta dapat memotivasi kemampuannya untuk meningkatkan

    pengetahuan yang baru diperolehnya.

    Dengan mengembangkan keterampilan-keterampilan memproseskan perolehan,

    anak akan mampu mengemukakan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep

    serta menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut. Dengan

    demikian, keterampilan-keterampilan itu menjadi roda penggerak penemuan dan

    pengembangan fakta dan konsep, serta penumbuhan pengembangan sikap dan nilai

    (Semiawan, 1992: 18)

    3. Hasil Belajar

    Belajar bukan semata-mata mengumpulkan dan menghafalkan fakta-fakta yang

    tersaji dalam bentuk informasi atau materi pelajaran bukan pula sebagai latihan belaka.

    Hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai seseorang dalam belajar.

    Hasil belajar seseorang sering tidak langsung kelihatan tanpa orang itu melakukan

    sesuatu untuk memperlihatkan kemampuan yang diperolehnya melalui belajar.

    Menurut Benyamin S. Bloom, sebagaimana dikutip oleh Anni dkk (2009: 85),

    mengklasifikasikan hasil belajar dalam tiga taksonomi yaitu ranah kognitif, ranah afektif

    dan ranah psikomotorik.

    1. Ranah kognitif berkaitan dengan hasil berupa pengetahuan, kemampuan dan

    kemahiran intelektual. Ranah kognitif mencakup kategori pengetahuan,

    pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan penilaian.

    2. Ranah afektif berkaitan dengan perasaan, sikap, minat dan nilai

    3. Ranah psikomotorik berkaitan dengan kemampuan fisik seperti keterampilan

    motorik dan syaraf, manipulasi objek dan koordinasi syaraf.

  • 10

    Melalui aktivitas belajar yang optimal, siswa akan memperoleh juga hasil belajar

    yang optimal. Menurut Sudjana (2002: 20) hasil belajar merupakan perubahan tingkah

    laku yang diperoleh setelah mengalami aktivitas belajar dan selalu dikaitkan dengan nilai

    perolehan siswa setelah mengikuti evaluasi sebagai tolok ukur penguasaan siswa terhadap

    isi bahan pengajaran yang telah diberikan.

    4. Aktivitas Belajar

    Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas. Itulah sebabnya aktivitas merupakan

    prinsip atau asas yang sangat penting di dalam interaksi belajar mengajar. Sebagai

    rasionalitasnya, hal ini juga mendapatkan pengakuan dari berbagai ahli pendidikan.

    Rousseou memberikan penjelasan bahwa segala pengetahuan itu harus diperoleh dengan

    pengamatan sendiri, penyelidikan sendiri, dengan belajar sendiri, dengan fasilitas yang

    diciptakan sendiri baik secara rohani atau teknis. Oleh sebab itu, orang yang harus belajar

    aktif sendiri, tanpa ada aktivitas, maka proses belajar mengajar tidak mungkin terjadi.

    Guru bertugas menyediakan bahan pelajaran, tetapi yang mengolah dan menentukan

    adalah siswa sesuai dengan bakat dan kemampuan masing-masing siswa.

    Dalam kemajuan metodologi dewasa ini asas aktivitas lebih ditonjolkan melalui

    suatu satuan aktivitas, sehingga kegiatan belajar siswa menjadi dasar untuk mencapai

    tujuan dan hasil belajar yang memadai. Dimyati (2002: 51), menyatakan bahwa aktivitas

    belajar meliputi aktivitas fisik, mental dan emosional. Aktivitas fisik meliputi: membaca

    mendengarkan, menulis, memperagakan dan mengukur. Aktivitas mental meliputi:

    mengingat kembali isi pembelajaran pertemuan sebelumnya, menggunakan khasanah

    pengetahuan yang dimiliki dalam memecahkan masalah yang dihadapi, menyimpulkan

    hasil eksperimen, membandingkan suatu konsep dengan konsep yang lain, mengambil

    keputusan, rasa percaya diri dan lain-lain. Aktivitas emosional meliputi: menaruh minat,

    berani, gembira, gugup, tenang dan lain-lain.

    Sekolah merupakan area untuk mengembangkan aktivitas. Banyak aktivitas yang

    dapat dilakukan oleh siswa di sekolah. Aktivitas siswa tidak hanya cukup mendengar dan

    mencatat seperti yang lazim terdapat di sekolah-sekolah tradisional. Paul B. Diedrich

    dalam Sadirman (2008: 101) membuat suatu daftar yang berisi 177 macam kegiatan

    siswa yang antara lain dapat digolongkan sebagai berikut:

  • 11

    1. Visual activities, meliputi membaca, memperhatikan gambar-gambar,

    mengamati demonstrasi, percobaan, pameran, mengamati orang lain bekerja

    atau bermain.

    2. Oral activities, meliputi menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran,

    mengemukakan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi.

    3. Listening activities, meliputi mendengarkan uraian, percakapan, diskusi, musik,

    pidato.

    4. Writing activities, meliputi menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin.

    5. Drawing activities, meliputi menggambar, membuat grafik, peta, diagram.

    6. Motor activities, meliputi melakukan percobaan, membuat konstruksi, model,

    mereparasi, bermain, berkebun, berternak.

    7. Mental activities, meliputi menanggapi, mengingat, memecahkan soal,

    menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan.

    8. Emotional activities, meliputi menaruh minat, merasa bosan, gembira,

    semangat, bergairah, tenang dan gugup.

    5. Kerangka Berpikir

    Pembelajaran sains merupakan pembelajaran yang berbasis kenyataan atau fakta.

    Dalam pembelajaran ini siswa seharusnya dapat terlibat secara langsung, menemukan

    sendiri berdasarkan kenyataan/fakta dari percobaan yang dilakukan. Dengan adanya

    proses penemuan sendiri untuk menemukan konsep fisika diharapkan siswa tertarik dan

    berminat pada pembelajaran yang disampaikan, sehingga dapat memacu aktivitas siswa

    menjadi meningkat. Salah satu upaya untuk mewujudkan hal tersebut yaitu guru selalu

    mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan kenyataan yang ada di dunia nyata,

    siswa dibimbing membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan

    dalam kehidupan mereka sehari-hari. Untuk itu peneliti memilih pembelajaran

    kontekstual, dimana siswa dituntut untuk menemukan sendiri konsep fisika berdasarkan

    kenyataan yang ada, guru berperan sebagai fasilitator dan mengarahkan siswa untuk

    menemukan konsep sendiri.

    Peneliti menggunakan kelompok belajar, demonstrasi serta eksperimen untuk

    memacu aktivitas belajar siswa. Melalui kerja ilmiah akan membuat siswa

    mengembangkan dirinya dalam kelompok belajar karena ilmu dan pengalaman yang

  • 12

    diperoleh siswa berasal dari menemukan sendiri, siswa dapat bertanya maupun

    mengajukan pendapat tentang materi yang diajarkan, siswa dapat melakukan kerja

    kelompok berdasarkan kelompok belajar yang telah dibentuk, guru mengarahkan dan

    melakukan penilaian tentang apa yang sudah dilakukan oleh siswa.

    Dalam penelitian ini peneliti menerapkan model Better Teaching and Learning

    (BTL) berketerampilan proses. Melalui model ini, siswa dapat membangun kecakapan

    hidup (life skill) mereka melalui pembelajaran yang kontekstual sehingga pembelajaran

    akan menjadi lebih bermakna. Dengan pendekatan keterampilan proses, siswa dapat

    mengkonstruksi pengetahuannya melalui proses pengamatan dan pengalaman, selain itu

    dengan diadakannya percobaan, siswa lebih tertarik dan dapat meningkatkan aktivitas

    belajar. Siswa dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan sedangkan guru bertugas sebagai

    pembimbing, fasilitator dan mengarahkan siswa untuk menemukan sendiri konsep

    fisikanya. Hal ini menyebabkan konsep dan aktivitas siswa dapat meningkat.

    Bagan kerangka berpikir dapat dilihat pada gambar berikut:

    6. Hipotesis

    Hipotesis dalam penelitian ini adalah

    1. Ho :

    Gambar 1. Bagan Kerangka Berpikir Penelitian

    Pengalaman nyata

    Model Better Teaching and Learning

    (BTL) berketerampilan proses

    Kerja Ilmiah

    Hasil belajar dan aktivitas belajar

  • 13

    IX. METODE PENELITIAN

    1. Desain Penelitian

    Desain penelitian yang digunakan adalah True Experiment Design dengan

    bentuk Pretest-Postest Control Group Design. Dalam desain penelitian ini akan dilihat

    perbedaan pencapaian hasil belajar antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.

    Tabel 1. Desain penelitian

    Kelompok pretest perlakuan postest

    Eksperimen T1 X T2

    Kontrol T1 Y T2

    Keterangan :

    T1 : Tes awal

    X : Pembelajaran menggunakan model BTL berketerampilan proses

    Y : Pembelajaran tanpa menggunakan model BTL berketerampilan proses

    T2 : Tes akhir

    2. Populasi dan Sampel

    Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP N 1 Pringapus,

    yang terdiri dari 8 kelas yaitu VIII A sampai VIII H. Sampel pada penelitian ini

    diambil dengan menggunakan teknik random sampling. Dalam penelitian ini, sampel

    akan diambil 2 kelas dari populasi yang ada untuk dijadikan kelompok eksperimen dan

    kelompok kontrol.

    3. Metode Pengumpulan Data

    3.1 Metode dokumentasi

    Metode ini digunakan untuk mendapatkan data-data yang mendukung

    penelitian meliputi: nama-nama siswa yang menjadi subjek penelitian dan data

    nilai UAS

  • 14

    3.2 Metode tes

    Metode pengumpulan data dengan tes meliputi tes tertulis berupa pilihan

    ganda dan lembar kegiatan siswa (LKS). Tes digunakan untuk mengukur hasil

    belajar kognitif siswa selama pelaksanaan pembelajaran.

    3.3 Metode observasi

    Metode observasi dalam penelitian ini adalah pengamatan langsung pada

    saat kegiatan pembelajaran untuk menilai hasil belajar psikomotorik, afektif dan

    aktivitas lisan siswa selama pelaksanaan pembelajaran.

    4. Instrumen Penelitian

    Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa rencana pelaksanaan

    pembelajaran (RPP), lembar soal, lembar kegiatan siswa (LKS) dan lembar observasi.

    5. Analisis Uji Coba Instrumen

    5.1 Validitas

    Pengujian validitas digunakan rumus korelasi product moment

    = X (Y)

    X2(X)2 Y2(Y)2 (Arikunto, 2007: 72)

    Keterangan :

    rxy : Koefisien validitas yang akan dicari

    X : Skor tiap butir Soal

    Y : Skor total yang benar dari tiap subjek

    N : Jumlah responden

    Soal dikatakan valid jika harga rxy > rtabel dengan taraf signifikan 5 %

    5.2 Reliabilitas

    Pengujian reliabilitas instrument dalam penelitian ini digunakan rumus K-R 20

    11 =

    1

    2

    2 (Arikunto, 2007 : 100)

    Keterangan :

    r11 : Reliabilitas instrumen

    n : Banyaknya butir Soal

    p : Proporsi siswa yang menjawab soal dengan benar

    q : Proporsi siswa yang menjawab soal dengan salah

  • 15

    s2 : Standar deviasi

    Jika r11 > rtabel maka instrumen yang diuji bersifat reliabel

    5.3 Tingkat Kesukaran

    Tingkat kesukaran butir soal dapat ditentukan dengan rumus berikut

    =

    (Arikunto, 2007 : 207)

    Keterangan :

    P : Indeks kesukaran soal

    B : Banyaknya siswa yang menjawab dengan benar

    JS : Jumlah seluruh siswa peserta tes

    Klasifikasi indeks kesukaran adalah sebagai berikut:

    Soal dengan 0,00 < 0,30 adalah soal sukar

    Soal dengan 0,31 < 0,70 adalah soal sedang

    Soal dengan 0,71 < 1,00 adalah soal mudah

    5.4 Daya Pembeda

    Daya pembeda soal digunakan untuk membedakan antara siswa pandai

    (berkemampuan tinggi) dan siswa yang kurang pandai (berkemampuan rendah).

    Untuk menentukan daya pembeda butir soal adalah sebagai berikut:

    =

    = (Arikunto, 2007 : 213)

    Keterangan :

    D : Daya pembeda

    JA : Banyaknya peserta kelas atas

    JB : Banyaknya peserta kelas bawah

    BA : Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab benar soal itu

    BB : Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab benar soal itu

    =

    : Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar

    =

    : Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar

    Daya pembeda diklasifikasikan sebagai berikut:

    Soal dengan 0,00 < 0,20 adalah soal jelek

    Soal dengan 0,21 < 0,40 adalah soal cukup

  • 16

    Soal dengan 0,41 < 0,70 adalah soal baik

    Soal dengan 0,71 < 1,00 adalah soal sangat baik

    6. Metode Analisis Data

    6.1 Analisis Hasil Belajar Kognitif

    =

    100

    6.2 Analisis Hasil Belajar Afektif dan Psikomotorik

    =

    100

    6.3 Perhitungan Nilai Rata-rata

    Untuk menentukan besarnya nilai rata-rata digunakan rumus

    =

    6.4 Analisis Persentase Ketuntasan Klasikal

    Persentase ketuntasan belajar siswa secara klasikal dihitung dengan

    menggunakan rumus deskriptif persentase sebagai berikut:

    =

    100%

    Keterangan:

    P = persentase ketuntasan belajar klasikal

    S = jumlah siswa yang mencapai tuntas belajar

    N = jumlah siswa seluruhnya

  • 17

    DAFTAR PUSTAKA

    American Association for the Advancement of Science. 1970. Science A Process

    Approach. USA: AAAS/Xerox Coorporation.

    Anni, C. 2009. Psikologi Pendidikan. Semarang: UPT MKK UNNES.

    Arikunto, S. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

    Blancard, A. 2001. Contextual Teaching and Learning. B.ES, T.

    Darsono, M. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang Press.

    Depdiknas. 2003. Pendekatan Kontekstual. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Dasar.

    Dimyati & Mudjiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Departemen Pendidikan

    dan Kebudayaan.

    Hamalik, O. 2001. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

    Johnson, E.B. 2002. Contextual Teaching and Learning. California: Corwin Press, Inc.

    Memes, W. 2000. Model Pembelajaran Fisika di SMP. Jakarta: Proyek Pengembangan

    Guru Sekolah Menengah (PGSM) IBRD.

    Mulyasa. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik dan

    Implementasi. Bandung: Remaja Rosda Karya.

    Sadirman, A.M. 2008. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo

    Persada.

    Sanjaya, W. 2007. Strategi pembelajaran berorientasi strandar proses pembelajaran.

    Jakarta: Kencana.

    Semiawan, C. 1992. Pendekatan Keterampilan Proses. Jakarta: Gramedia Widiasarana

    Indonesia.

    Sudjana. 2002. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

    Sugandi, A. 2007. Teori Pembelajaran. Semarang: UPT MKK Unnes.