Ptk
-
Upload
fikri-hansah -
Category
Documents
-
view
214 -
download
0
description
Transcript of Ptk
-
1
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM Gedung D Kampus Sekaran Gunungpati Semarang Kode Pos 50229, Telp. (024) 8508112,
Telp. Dekan 8508005, Jur. Matematika 8508032, Biologi 8508033, Fisika 8508034, Kimia
850805
PROPOSAL SKRIPSI
Nama : Fikri Hansah
NIM : 4201409039
Jurusan : Fisika
Prodi : Pendidikan Fisika
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
I. JUDUL
PENERAPAN MODEL BETTER TEACHING AND LEARNING (BTL)
BERKETERAMPILAN PROSES UNTUK MENINGKATKAN HASIL DAN
AKTIVITAS BELAJAR SISWA
II. LATAR BELAKANG
Berdasarkan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian kecerdasan,
akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara
(Sanjaya, 2007: 2)
Pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu proses interaksi (hubungan timbal
balik) antara guru dan siswa. Guru berperan dalam memberikan bimbingan dan
menyediakan berbagai kesempatan yang mendorong siswa belajar dan untuk memperoleh
pengalaman sesuai dengan pembelajaran. Suatu pembelajaran akan lebih bermakna
apabila siswa mengalami sendiri apa yang dipelajari, terlebih lagi siswa akan lebih
memahami konsep yang mereka dapatkan dengan mengoptimalkan keterampilan dasar
-
2
yang sudah dimiliki dalam dirinya. Konsep tersebut diharapkan tidak hanya mereka
pahami saja akan tetapi dapat mereka terapkan di kehidupan seharihari.
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam
secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan berupa
fakta, konsep atau prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan
IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan
alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam
kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman
langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam
sekitar secara ilmiah. Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah
untuk mengembangkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta
mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup (life skill). Oleh karena
itu, pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung
melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah
(Permendiknas, No. 22 tahun 2006).
Pembelajaran yang dapat mengaitkan antara konsep yang mereka pelajari dengan
masalah yang mereka temui di kehidupan nyata adalah pembelajaran kontekstual.
Melalui pembelajaran yang kontekstual, siswa dapat menemukan sendiri konsep yang
diajarkan oleh guru, siswa menemukan fakta melalui pengamatan maupun pengalaman
langsung di kehidupan nyata. Selain itu, sikap ilmiah siswa akan terus tumbuh sejalan
dengan faktafakta yang mereka temukan melalui pengamatan dan pengalaman langsung.
Salah satu model pembelajaran yang menjadikan pembelajaran lebih bermakna sehingga
dapat mengembangkan kecakapan hidup (life skill) siswa adalah model Better Teaching
and Learning (BTL). Dalam model ini, siswa diberikan kegiatan-kegiatan yang bersifat
kontekstual, menantang dan lebih beragam untuk membangun kecakapan hidup mereka.
Kecakapan hidup adalah kecakapan yang memungkinkan seseorang dapat secara
positif dan adaptif menghadapi situasi dan tuntutan hidup sehari-hari seperti berpikir
kreatif dan kritis, mengambil keputusan yang tepat, memecahkan masalah dan bersikap
tenggang rasa. Salah satu kegiatan yang dapat mengembangkan kecakapan hidup siswa
yaitu melalui kerja ilmiah yang merupakan gabungan dari berbagai keterampilan proses
-
3
sehingga melalui kerja ilmiah siswa berlatih berpikir kritis, kreatif dan mampu
menyelesaikan masalah.
Pendekatan keterampilan proses adalah suatu pendekatan dalam pembelajaran
IPA yang beranggapan bahwa IPA itu terbentuk dan berkembang melalui suatu proses
ilmiah yang juga harus dikembangkan pada peserta didik sebagai pengalaman yang
bermakna yang dapat digunakan sebagai bekal perkembangan diri selanjutnya (Memes,
2000). Pendekatan keterampilan proses menekankan bagaimana siswa belajar dan
mengelola apa yang diperolehnya, sehingga mudah dipahami dan digunakan dalam
kehidupan di masyarakat.
Berdasarkan hasil observasi awal di SMP . Rata-rata nilai UAS IPA kelas VIII
masih sangat rendah. Selain itu, berdasarkan hasil wawancara dengan guru mapel IPA
dan wawancara menunjukkan bahwa aktivitas belajar siswa selama pembelajaran masih
kurang. Kurangnya aktivitas dalam kegiatan pembelajaran tersebut di latar belakangi
oleh:
1. Pembelajaran yang selama ini dilakukan banyak menggunakan metode ceramah
dan hanya sedikit dan jarang melakukan kegiatan eksperimen/pengamatan.
2. Siswa hanya mendengarkan penjelasan dari guru sehingga pembelajaran
cenderung kurang melibatkan siswa.
3. Aktivitas bertanya atau mengemukakan pendapat siswa masih rendah
4. Metode pembelajaran yang digunakan masih kurang variatif.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti tentang
PENERAPAN MODEL BETTER TEACHING AND LEARNING (BTL)
BERKETERAMPILAN PROSES UNTUK MENINGKATKAN HASIL DAN
AKTIVITAS BELAJAR SISWA
III. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
1. Apakah penerapan model Better Teacher and Learning (BTL) berketerampilan proses
dapat meningkatkan hasil belajar siswa?
-
4
2. Apakah penerapan model Better Teacher and Learning (BTL) berketerampilan proses
dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa?
IV. PEMBATASAN MASALAH
Penelitian ini hanya mengkaji tentang penerapan model Better Teacher and
Learning (BTL) berketerampilan proses untuk meningkatkan hasil belajar dan aktivitas
belajar siswa. Hasil belajar yang dikaji dalam penelitian ini adalah hasil belajar kognitif,
afektif dan psikomotorik sedangkan aktivitas belajar yang dikaji meliputi aktivitas
motorik, aktivitas mental dan aktivitas lisan.
V. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah
1. Untuk mengetahui peningkatkan hasil belajar siswa melalui model Better Teacher
and Learning (BTL) berketerampilan proses.
2. Untuk mengetahui peningkatkan aktivitas belajar siswa melalui model Better Teacher
and Learning (BTL) berketerampilan proses.
VI. MANFAAT
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah
1. Bagi siswa, sebagai upaya untuk meningkatkan hasil belajar serta peran aktif siswa
dalam kelas.
2. Bagi guru, mengenalkan alternatif model pembelajaran yang dapat meningkatkan
aktivitas belajar siswa.
3. Bagi sekolah, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai upaya untuk
perbaikan dalam meningkatkan mutu pembelajaran.
VII. PENEGASAN ISTILAH
1. Better Teaching and Learning (BTL)
Better Teaching and Learning (BTL) merupakan suatu model pembelajaran
yang membangun kecakapan hidup (life skill) siswa melalui pendekatan kontekstual.
-
5
Dalam model ini, siswa diberikan kegiatan-kegiatan yang bersifat kontekstual, menantang
dan lebih beragam untuk membangun kecakapan hidup mereka.
2. Keterampilan Proses
Keterampilan proses merupakan anutan pengembangan intelektual, sosial dan
fisik yang bersumber dari kemampuan mendasar yang telah ada pada diri siswa
(Dimyati & Mudjiono, 1999: 139).
3. Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku yang diperoleh setelah
mengalami aktivitas belajar dan selalu dikaitkan dengan nilai perolehan siswa setelah
mengikuti evaluasi sebagai tolok ukur penguasaan siswa terhadap isi bahan
pengajaran yang telah diberikan (Sudjana, 2002: 20). Menurut Benyamin S. Bloom,
sebagaimana dikutip oleh Anni dkk (2009: 85), mengklasifikasikan hasil belajar
dalam tiga taksonomi yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik.
4. Aktivitas Belajar
Aktivitas belajar merupakan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses
belajar mengajar. Dimyati (2002: 51) menyatakan bahwa aktivitas belajar meliputi
aktivitas fisik, aktivitas mental dan aktivitas emosional.
VIII. TINJAUAN PUSTAKA
1. Better Teaching and Learning (BTL)
Zaman sekarang, tantangan bagi guru semakin meningkat. Siswa tidak cukup
hanya dibekali pengetahuan semata tetapi juga harus diperkaya kemampuan untuk
bertahan hidup. Bahkan siswa harus mampu memberi warna kehidupan di tengah-
tengah masyarakat. Inilah yang dikenal sebagai kecakapan hidup (life skill).
Kecakapan hidup adalah kecakapan yang memungkinkan seseorang dapat
secara positif dan adaptif menghadapi situasi dan tuntutan hidup sehari-hari seperti
berpikir kreatif dan kritis, mengambil keputusan yang tepat, memecahkan masalah
dan bersikap tenggang rasa. Kecakapan-kecakapan ini berkaitan dengan kesehatan
pribadi remaja (fisik dan emosi), pengembangan keluarga dan masyarakat, partisipasi
sebagai warga negara, juga partisipasi sebagi tenaga kerja. Tujuan pendidikan
kecakapan hidup menurut Depdiknas adalah memberdayakan anak muda (remaja)
-
6
untuk mengembangkan pengetahuan dan kecakapan yang diperlukan untuk bertahan
hidup dalam semua lingkungan dengan menggunakan sumber-sumber yang ada
dalam rangka meningkatkan kualitas hidup mereka.
Pembelajaran di sekolah cenderung teoritis dan hanya terfokus pada transfer
pengetahuan daripada pengembangan kecakapan hidup seperti kerjasama, berpikir
kritis dan kreatif, serta motivasi kerja yang tinggi. Kecakapan semacam inilah,
kecakapan hidup yang nantinya akan dibutuhkan dan yang paling bermanfaat bagi
siswa untuk bisa hidup yang lebih positif dan produktif. Mengintegrasikan kecakapan
hidup ke dalam aktivitas pembelajaran di kelas sangat tergantung pada pemahaman
dan kemampuan guru dalam menerapkan strategi pembelajaran yang tepat. Salah satu
strategi yang dapat dilakukan adalah dengan mengimplementasikan pembelajaran
yang kontekstual. Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang berusaha
mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa
mengembangkan pengetahuan yang dimiliki dengan kehidupan mereka sehari-hari
(Blancard, 2001 dan Johnson, 2002). Pembelajaran kontekstual dapat mendukung
siswa dalam berpikir kritis, mentransfer pengetahuan, menganalisis data, dan
memecahkan masalah.
Salah satu model pembelajaran yang dapat mengembangkan kecakapan hidup
(life skill) melalui pembelajaran yang kontekstual adalah model Better Teaching and
Learning (BTL). Pada model pembelajaran ini, siswa diberikan kegiatan-kegiatan
yang bersifat kontekstual, menantang dan lebih beragam untuk membangun
kecakapan hidup mereka. Hal ini termasuk kegiatan-kegiatan praktis dan penggunaan
lingkungan sebagai sumber belajar. Selain itu, siswa aktif mengerjakan tugas yang
menantang mereka berdiskusi dan berpikir. Hasil kerja mereka adalah pikiran mereka
sendiri. Sedangkan pada lingkungan belajar, ruang kelas ditata dengan lebih baik.
Tempat duduk ditata agar siswa bisa bekerja dalam kelompok. Selain itu, hasil kerja
siswa akan dipajang untuk menunjang belajar mengajar.
Tahapan-tahapan dalam penerapan model Better Teaching and Learning (BTL)
adalah sebagai berikut:
1. Introduction (Perkenalan)
-
7
Pada tahap ini, guru menanamkan pemahaman tentang isi dari pembelajaran
kepada siswa. Bagian ini berisi penjelasan tujuan pembelajaran dan hasil apa yang
akan dicapai selama pembelajaran tersebut.
2. Connection (Hubungkan)
Pada tahap connection ini, guru berusaha menghubungkan bahan ajar yang
baru dengan sesuatu yang sudah diketahui siswa dari pembelajaran atau
pengalaman sebelumnya.
3. Application (Terapkan)
Tahap ini adalah yang paling penting dari pembelajaran. Setelah peserta
memperoleh informasi atau kecakapan baru melalui tahap connection, mereka
perlu diberi kesempatan untuk mempraktikkan dan menerapkan pengetahuan serta
kecakapan tersebut.
4. Reflection (Refleksi)
Bagian ini merupakan ringkasan dari pembelajaran, siswa memiliki
kesempatan untuk merefleksikan apa yang telah mereka pelajari. Tugas guru
adalah menilai sejauh mana keberhasilan pembelajaran..
5. Extension (Kegiatan Lanjutan)
Kegiatan pada tahap extension ini adalah guru menyediakan kegiatan yang
dapat dilakukan siswa setelah pembelajaran berakhir untuk memperkuat dan
memperluas pembelajaran. Kegiatan Extension dapat meliputi penyediaan bahan
bacaan tambahan, tugas penelitian atau latihan.
2. Pendekatan keterampilan proses
Keterampilan proses adalah keterampilan yang diperoleh dari latihan
kemampuan-kemampuan mental, fisik dan sosial yang mendasar sebagai penggerak
kemampuan-kemampuan yang lebih tinggi. Kemampuan-keemampuan mendasar
yang telah dikembangkan dan terlatih lama-kelamaan akan menjadi suatu
keterampilan. Sedangkan pendekatan keterampilan proses adalah cara memandang
anak didik sebagai manusia seutuhnya. Cara memandang ini dijabarkan dalam
kegiatan belajar-mengajar yang memperhatikan pengembangan pengetahuan, sikap,
nilai serta keterampilan. Ketiga unsur itu menyatu dalam satu individu dan terampil
dalam bentuk aktivitas. Dalam pembelajaran, pendekatan keterampilan proses
-
8
merupakan anutan pengembangan intelektual, sosial dan fisik yang bersumber dari
kemampuan mendasar yang telah ada pada diri siswa (Dimyati & Mudjiono, 1999:
139).
Ada beberapa sebab yang melandasi penerapan pendekatan keterampilan proses
dalam pembelajaran seperti yang dikemukakan oleh Semiawan (1992) :
a. Perkembangan ilmu pengetahuan berlangsung semakin cepat sehingga tak
mungkin lagi para guru mengajarkan semua fakta dan konsep kepada siswa.
Karena terdesak waktu untuk mengejar ketercapaian kurikulum, maka guru akan
memilih jalan yang termudah yakni menginformasikan fakta dan konsep melalui
metode ceramah. Akibatnya para siswa memiliki banyak pengetahuan tetapi tidak
dilatih untuk menemukan konsep, tidak dilatih untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan.
b. Anak-anak mudah memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak jika disertai
contoh-contoh konkrit, contoh-contoh yang wajar sesuai situasi dan kondisi yang
dihadapi, dengan menyerahkan sendiri upaya penemuan konsep melalui perlakuan
terhadap kenyataan fisik, melalui penanganan benda-benda yang benar-benar
nyata.
c. Penemuan ilmu pengetahuan tidak bersifat mutlak benar seratus persen,
penemuannya bersifat relatif tetapi masih terbuka untuk diperbaiki.
d. Dalam proses belajar mengajar pengembanagn konsep tidak dilepaskan dari
pengembangan sikap dan nilai dalam diri anak didik.
Tujuan pembelajaran dari pendekatan keterampilan proses adalah untuk
memperoleh peengetahuan suatu cara yang dapat melatih kemampuan-kemampuan
intelektualnya dan merangsang keingintahuan serta dapat memotivasi kemampuanya
untuk meningkatkan pengetahuan yang baru diperolehnya (Memes, 2000: 17).
Menurut American Association for the Advancement of Science, sebagaimana dikutip
oleh Devi (2010: 7), mengklasifikasikan keterampilan proses menjadi keterampilan
proses dasar dan keterampilan proses terpadu. Keterampilan proses dasar terdiri dari
pengamatan, pengukuran, menyimpulkan, meramalkan, menggolongkan,
mengkomunikasikan sedangkan keterampilan proses terpadu terdiri dari pengontrolan
-
9
variable, interpretasi data, perumusan hipotesa, pendefinisian variable secara
operasional, merancang eksperimen.
Pendekatan keterampilan proses menekankan bagaiamana siswa belajar,
bagaimana mengelola perolehannya, sehingga mudah dipahami dan digunakan dalam
kehidupan di masyarakat. Dalam proses pembelajaran diusahakan agar siswa
memperoleh pengalaman dan pengetahuannya sendiri, melakukan penyelidikan
ilmiah, melatih kemampuan-kemampuan intelektualnya dan merangsang
keingintahuan serta dapat memotivasi kemampuannya untuk meningkatkan
pengetahuan yang baru diperolehnya.
Dengan mengembangkan keterampilan-keterampilan memproseskan perolehan,
anak akan mampu mengemukakan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep
serta menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut. Dengan
demikian, keterampilan-keterampilan itu menjadi roda penggerak penemuan dan
pengembangan fakta dan konsep, serta penumbuhan pengembangan sikap dan nilai
(Semiawan, 1992: 18)
3. Hasil Belajar
Belajar bukan semata-mata mengumpulkan dan menghafalkan fakta-fakta yang
tersaji dalam bentuk informasi atau materi pelajaran bukan pula sebagai latihan belaka.
Hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai seseorang dalam belajar.
Hasil belajar seseorang sering tidak langsung kelihatan tanpa orang itu melakukan
sesuatu untuk memperlihatkan kemampuan yang diperolehnya melalui belajar.
Menurut Benyamin S. Bloom, sebagaimana dikutip oleh Anni dkk (2009: 85),
mengklasifikasikan hasil belajar dalam tiga taksonomi yaitu ranah kognitif, ranah afektif
dan ranah psikomotorik.
1. Ranah kognitif berkaitan dengan hasil berupa pengetahuan, kemampuan dan
kemahiran intelektual. Ranah kognitif mencakup kategori pengetahuan,
pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan penilaian.
2. Ranah afektif berkaitan dengan perasaan, sikap, minat dan nilai
3. Ranah psikomotorik berkaitan dengan kemampuan fisik seperti keterampilan
motorik dan syaraf, manipulasi objek dan koordinasi syaraf.
-
10
Melalui aktivitas belajar yang optimal, siswa akan memperoleh juga hasil belajar
yang optimal. Menurut Sudjana (2002: 20) hasil belajar merupakan perubahan tingkah
laku yang diperoleh setelah mengalami aktivitas belajar dan selalu dikaitkan dengan nilai
perolehan siswa setelah mengikuti evaluasi sebagai tolok ukur penguasaan siswa terhadap
isi bahan pengajaran yang telah diberikan.
4. Aktivitas Belajar
Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas. Itulah sebabnya aktivitas merupakan
prinsip atau asas yang sangat penting di dalam interaksi belajar mengajar. Sebagai
rasionalitasnya, hal ini juga mendapatkan pengakuan dari berbagai ahli pendidikan.
Rousseou memberikan penjelasan bahwa segala pengetahuan itu harus diperoleh dengan
pengamatan sendiri, penyelidikan sendiri, dengan belajar sendiri, dengan fasilitas yang
diciptakan sendiri baik secara rohani atau teknis. Oleh sebab itu, orang yang harus belajar
aktif sendiri, tanpa ada aktivitas, maka proses belajar mengajar tidak mungkin terjadi.
Guru bertugas menyediakan bahan pelajaran, tetapi yang mengolah dan menentukan
adalah siswa sesuai dengan bakat dan kemampuan masing-masing siswa.
Dalam kemajuan metodologi dewasa ini asas aktivitas lebih ditonjolkan melalui
suatu satuan aktivitas, sehingga kegiatan belajar siswa menjadi dasar untuk mencapai
tujuan dan hasil belajar yang memadai. Dimyati (2002: 51), menyatakan bahwa aktivitas
belajar meliputi aktivitas fisik, mental dan emosional. Aktivitas fisik meliputi: membaca
mendengarkan, menulis, memperagakan dan mengukur. Aktivitas mental meliputi:
mengingat kembali isi pembelajaran pertemuan sebelumnya, menggunakan khasanah
pengetahuan yang dimiliki dalam memecahkan masalah yang dihadapi, menyimpulkan
hasil eksperimen, membandingkan suatu konsep dengan konsep yang lain, mengambil
keputusan, rasa percaya diri dan lain-lain. Aktivitas emosional meliputi: menaruh minat,
berani, gembira, gugup, tenang dan lain-lain.
Sekolah merupakan area untuk mengembangkan aktivitas. Banyak aktivitas yang
dapat dilakukan oleh siswa di sekolah. Aktivitas siswa tidak hanya cukup mendengar dan
mencatat seperti yang lazim terdapat di sekolah-sekolah tradisional. Paul B. Diedrich
dalam Sadirman (2008: 101) membuat suatu daftar yang berisi 177 macam kegiatan
siswa yang antara lain dapat digolongkan sebagai berikut:
-
11
1. Visual activities, meliputi membaca, memperhatikan gambar-gambar,
mengamati demonstrasi, percobaan, pameran, mengamati orang lain bekerja
atau bermain.
2. Oral activities, meliputi menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran,
mengemukakan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi.
3. Listening activities, meliputi mendengarkan uraian, percakapan, diskusi, musik,
pidato.
4. Writing activities, meliputi menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin.
5. Drawing activities, meliputi menggambar, membuat grafik, peta, diagram.
6. Motor activities, meliputi melakukan percobaan, membuat konstruksi, model,
mereparasi, bermain, berkebun, berternak.
7. Mental activities, meliputi menanggapi, mengingat, memecahkan soal,
menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan.
8. Emotional activities, meliputi menaruh minat, merasa bosan, gembira,
semangat, bergairah, tenang dan gugup.
5. Kerangka Berpikir
Pembelajaran sains merupakan pembelajaran yang berbasis kenyataan atau fakta.
Dalam pembelajaran ini siswa seharusnya dapat terlibat secara langsung, menemukan
sendiri berdasarkan kenyataan/fakta dari percobaan yang dilakukan. Dengan adanya
proses penemuan sendiri untuk menemukan konsep fisika diharapkan siswa tertarik dan
berminat pada pembelajaran yang disampaikan, sehingga dapat memacu aktivitas siswa
menjadi meningkat. Salah satu upaya untuk mewujudkan hal tersebut yaitu guru selalu
mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan kenyataan yang ada di dunia nyata,
siswa dibimbing membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan
dalam kehidupan mereka sehari-hari. Untuk itu peneliti memilih pembelajaran
kontekstual, dimana siswa dituntut untuk menemukan sendiri konsep fisika berdasarkan
kenyataan yang ada, guru berperan sebagai fasilitator dan mengarahkan siswa untuk
menemukan konsep sendiri.
Peneliti menggunakan kelompok belajar, demonstrasi serta eksperimen untuk
memacu aktivitas belajar siswa. Melalui kerja ilmiah akan membuat siswa
mengembangkan dirinya dalam kelompok belajar karena ilmu dan pengalaman yang
-
12
diperoleh siswa berasal dari menemukan sendiri, siswa dapat bertanya maupun
mengajukan pendapat tentang materi yang diajarkan, siswa dapat melakukan kerja
kelompok berdasarkan kelompok belajar yang telah dibentuk, guru mengarahkan dan
melakukan penilaian tentang apa yang sudah dilakukan oleh siswa.
Dalam penelitian ini peneliti menerapkan model Better Teaching and Learning
(BTL) berketerampilan proses. Melalui model ini, siswa dapat membangun kecakapan
hidup (life skill) mereka melalui pembelajaran yang kontekstual sehingga pembelajaran
akan menjadi lebih bermakna. Dengan pendekatan keterampilan proses, siswa dapat
mengkonstruksi pengetahuannya melalui proses pengamatan dan pengalaman, selain itu
dengan diadakannya percobaan, siswa lebih tertarik dan dapat meningkatkan aktivitas
belajar. Siswa dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan sedangkan guru bertugas sebagai
pembimbing, fasilitator dan mengarahkan siswa untuk menemukan sendiri konsep
fisikanya. Hal ini menyebabkan konsep dan aktivitas siswa dapat meningkat.
Bagan kerangka berpikir dapat dilihat pada gambar berikut:
6. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah
1. Ho :
Gambar 1. Bagan Kerangka Berpikir Penelitian
Pengalaman nyata
Model Better Teaching and Learning
(BTL) berketerampilan proses
Kerja Ilmiah
Hasil belajar dan aktivitas belajar
-
13
IX. METODE PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah True Experiment Design dengan
bentuk Pretest-Postest Control Group Design. Dalam desain penelitian ini akan dilihat
perbedaan pencapaian hasil belajar antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Tabel 1. Desain penelitian
Kelompok pretest perlakuan postest
Eksperimen T1 X T2
Kontrol T1 Y T2
Keterangan :
T1 : Tes awal
X : Pembelajaran menggunakan model BTL berketerampilan proses
Y : Pembelajaran tanpa menggunakan model BTL berketerampilan proses
T2 : Tes akhir
2. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP N 1 Pringapus,
yang terdiri dari 8 kelas yaitu VIII A sampai VIII H. Sampel pada penelitian ini
diambil dengan menggunakan teknik random sampling. Dalam penelitian ini, sampel
akan diambil 2 kelas dari populasi yang ada untuk dijadikan kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol.
3. Metode Pengumpulan Data
3.1 Metode dokumentasi
Metode ini digunakan untuk mendapatkan data-data yang mendukung
penelitian meliputi: nama-nama siswa yang menjadi subjek penelitian dan data
nilai UAS
-
14
3.2 Metode tes
Metode pengumpulan data dengan tes meliputi tes tertulis berupa pilihan
ganda dan lembar kegiatan siswa (LKS). Tes digunakan untuk mengukur hasil
belajar kognitif siswa selama pelaksanaan pembelajaran.
3.3 Metode observasi
Metode observasi dalam penelitian ini adalah pengamatan langsung pada
saat kegiatan pembelajaran untuk menilai hasil belajar psikomotorik, afektif dan
aktivitas lisan siswa selama pelaksanaan pembelajaran.
4. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP), lembar soal, lembar kegiatan siswa (LKS) dan lembar observasi.
5. Analisis Uji Coba Instrumen
5.1 Validitas
Pengujian validitas digunakan rumus korelasi product moment
= X (Y)
X2(X)2 Y2(Y)2 (Arikunto, 2007: 72)
Keterangan :
rxy : Koefisien validitas yang akan dicari
X : Skor tiap butir Soal
Y : Skor total yang benar dari tiap subjek
N : Jumlah responden
Soal dikatakan valid jika harga rxy > rtabel dengan taraf signifikan 5 %
5.2 Reliabilitas
Pengujian reliabilitas instrument dalam penelitian ini digunakan rumus K-R 20
11 =
1
2
2 (Arikunto, 2007 : 100)
Keterangan :
r11 : Reliabilitas instrumen
n : Banyaknya butir Soal
p : Proporsi siswa yang menjawab soal dengan benar
q : Proporsi siswa yang menjawab soal dengan salah
-
15
s2 : Standar deviasi
Jika r11 > rtabel maka instrumen yang diuji bersifat reliabel
5.3 Tingkat Kesukaran
Tingkat kesukaran butir soal dapat ditentukan dengan rumus berikut
=
(Arikunto, 2007 : 207)
Keterangan :
P : Indeks kesukaran soal
B : Banyaknya siswa yang menjawab dengan benar
JS : Jumlah seluruh siswa peserta tes
Klasifikasi indeks kesukaran adalah sebagai berikut:
Soal dengan 0,00 < 0,30 adalah soal sukar
Soal dengan 0,31 < 0,70 adalah soal sedang
Soal dengan 0,71 < 1,00 adalah soal mudah
5.4 Daya Pembeda
Daya pembeda soal digunakan untuk membedakan antara siswa pandai
(berkemampuan tinggi) dan siswa yang kurang pandai (berkemampuan rendah).
Untuk menentukan daya pembeda butir soal adalah sebagai berikut:
=
= (Arikunto, 2007 : 213)
Keterangan :
D : Daya pembeda
JA : Banyaknya peserta kelas atas
JB : Banyaknya peserta kelas bawah
BA : Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab benar soal itu
BB : Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab benar soal itu
=
: Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar
=
: Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar
Daya pembeda diklasifikasikan sebagai berikut:
Soal dengan 0,00 < 0,20 adalah soal jelek
Soal dengan 0,21 < 0,40 adalah soal cukup
-
16
Soal dengan 0,41 < 0,70 adalah soal baik
Soal dengan 0,71 < 1,00 adalah soal sangat baik
6. Metode Analisis Data
6.1 Analisis Hasil Belajar Kognitif
=
100
6.2 Analisis Hasil Belajar Afektif dan Psikomotorik
=
100
6.3 Perhitungan Nilai Rata-rata
Untuk menentukan besarnya nilai rata-rata digunakan rumus
=
6.4 Analisis Persentase Ketuntasan Klasikal
Persentase ketuntasan belajar siswa secara klasikal dihitung dengan
menggunakan rumus deskriptif persentase sebagai berikut:
=
100%
Keterangan:
P = persentase ketuntasan belajar klasikal
S = jumlah siswa yang mencapai tuntas belajar
N = jumlah siswa seluruhnya
-
17
DAFTAR PUSTAKA
American Association for the Advancement of Science. 1970. Science A Process
Approach. USA: AAAS/Xerox Coorporation.
Anni, C. 2009. Psikologi Pendidikan. Semarang: UPT MKK UNNES.
Arikunto, S. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Blancard, A. 2001. Contextual Teaching and Learning. B.ES, T.
Darsono, M. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang Press.
Depdiknas. 2003. Pendekatan Kontekstual. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Dasar.
Dimyati & Mudjiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan.
Hamalik, O. 2001. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Johnson, E.B. 2002. Contextual Teaching and Learning. California: Corwin Press, Inc.
Memes, W. 2000. Model Pembelajaran Fisika di SMP. Jakarta: Proyek Pengembangan
Guru Sekolah Menengah (PGSM) IBRD.
Mulyasa. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik dan
Implementasi. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Sadirman, A.M. 2008. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Sanjaya, W. 2007. Strategi pembelajaran berorientasi strandar proses pembelajaran.
Jakarta: Kencana.
Semiawan, C. 1992. Pendekatan Keterampilan Proses. Jakarta: Gramedia Widiasarana
Indonesia.
Sudjana. 2002. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.
Sugandi, A. 2007. Teori Pembelajaran. Semarang: UPT MKK Unnes.