PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI POTONG...

21
ICASERD WORKING PAPER No. 27 PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI POTONG DI KALIMANTAN TIMUR Bambang Winarso Februari 2004 Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian (Indonesian Center for Agricultural Socio Economic Research and Development) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian

Transcript of PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI POTONG...

Page 1: PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI POTONG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_27_2004.pdf · tambak) baru mencapai 13,48 persen dari total areal 3.300.833 ha, untuk

ICASERD WORKING PAPER No. 27

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI POTONG DI KALIMANTAN TIMUR

Bambang Winarso

Februari 2004

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian(Indonesian Center for Agricultural Socio Economic Research and Development)Badan Penelitian dan Pengembangan PertanianDepartemen Pertanian

Page 2: PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI POTONG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_27_2004.pdf · tambak) baru mencapai 13,48 persen dari total areal 3.300.833 ha, untuk

ICASERD WORKING PAPER No. 27

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI POTONGDI KALIMANTAN TIMUR

Bambang Winarso

Februari 2004

Working Paper adalah publikasi yang memuat tulisan ilmiah peneliti Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian mengenai hasil penelitian, gagasan ilmiah, opini, pengembangan metodologi, pengembangan alat analisis, argumentasi kebijakan, pandangan ilmiah, dan review hasil penelitian. Penanggung jawab Working Paper adalah Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, dengan Pengelola : Dr. Handewi P. Saliem, Dr. A. Rozany Nurmanaf, Ir. Tri Pranadji MSi, dan Dr. Yusmichad Yusdja. Redaksi: Ir. Wahyuning K. Sejati MSi; Ashari SP MSi; Sri Sunari, Kardjono dan Edi Ahmad Saubari. Alamat Redaksi: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Jalan A. Yani No. 70 Bogor 16161, Telp. 0251-333964, Fax. 0251-314496, E-mail : [email protected]

No. Dok.038.27.02..04

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian(Indonesian Center for Agricultural Socio Economic Research and Development)Badan Penelitian dan Pengembangan PertanianDepartemen Pertanian

Page 3: PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI POTONG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_27_2004.pdf · tambak) baru mencapai 13,48 persen dari total areal 3.300.833 ha, untuk

1

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI POTONGDI KALIMANTAN TIMUR

Bambang Winarso

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi PertanianJl. A. Yani No. 70 Bogor 16161

ABSTRAK

Wilayah Provinsi Kalimantan Timur potensial untuk pengembangan ternak, khususnya sapi potong. Pemerintah daerah setempat melalui Dinas Peternakan telah berupaya mengembangkan komoditas ini yang sebenarnya amat prospektif. Hasil analisis finansial yang dilakukan di tingkat petani ternak menunjukkan keragaan usaha ternak sapi potong layak untuk dikembangkan. Hal ini disebabkan oleh adanya ketersediaan input yang cukup disamping juga ditunjang oleh prospek pasar lokal yang cukup kuat, dukungan fasilitas lahan, penyuluhan maupun input lain. Walaupun dukungan fasilitas input maupun fasilitas-fasilitas lainnya cukup tersedia, namun pada kenyataannya tetap ada kendala. Di tingkat petani, adalah bahwa beternak sapi potong membutuhkan curahan jam kerja yang cukup tinggi, sehingga tidak mustahil apabila minat petani untuk berusahatani ternak masih terbatas. Sisi lain pekerjaan di luar sektor pertanian yang pendapatan menguntungkan tampaknya masih merupakan pesaing utama dalam alokasi tenaga kerja. Sementara itu dengan adanya dukungan modal usaha ternak di tingkat petani yang masih rendah, usaha ternak sapi potong tampak masih mengalami kesulitan untuk berkembang. Penelitian ini dilakukan di Provinsi Kalimantan Timur khususnya Kabupaten Pasir, Kecamatan Sepaku-Semoi.

Kata kunci : sapi potong Kalimantan Timur, agribisnis, pengembangan

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Provinsi Kalimantan Timur merupakan salah satu kawasan industri penting di

Indonesia. Dengan semakin berkembangnya industri-industri penting di wilayah ini

seperti minyak, gas alam, methanol dan industri penggergajian kayu, menyebabkan

pendapatan domestik regional terus semakin meningkat. Dalam 10 tahun terakhir (1991-

2000) laju pertumbuhan pendapatan daerah (PDRB) rata-rata 17,48 persen/tahun.

Dampak langsung adalah semakin meningkatnya pendapatan masyarakat yang

disebabkan oleh semakin terbukanya kesempatan kerja dan kesempatan berusaha.

Sisi lain sumbangan di sektor pertanian juga mengalami pertumbuhan pesat

terutama disebabkan oleh semakin berkembangnya industri perkebunan terutama kelapa

sawit dan karet. Dengan semakin meningkatnya peran sektor-sektor ekonomi penting

tersebut, dengan sendirinya juga akan berpengaruh terhadap pola konsumsi masyarakat

setempat, terutama kaitannya dengan naiknya permintaan bahan makanan asal ternak

Page 4: PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI POTONG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_27_2004.pdf · tambak) baru mencapai 13,48 persen dari total areal 3.300.833 ha, untuk

2

seperti kebutuhan daging, telur, susu, minyak dan lemak yang terus meningkat. Dengan

semakin meningkatnya pola makan terutama jenis makanan yanag berasal dari ternak

tersebut, menyebabkan kebutuhan penyediaan ternak potong di wilayah Kalimantan

Timur dituntut untuk terus meningkat.

Seperti yang dikemukakan oleh Yusdja et al. (2001), bahwa pertumbuhan

subsektor peternakan sangat sensitif terhadap pertumbuhan ekonomi, hal ini disebabkan

karena sebagian besar produk yang dihasilkan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan

konsumsi. Data Tabel lampiran 5 menunjukkan bahwa di wilayah Provinsi Kalimantan

Timur selama periode tahun 1994-2000, pemotongan ternak sapi potong terus

mengalami peningkatan, dimana selama periode tersebut besarnya ternak sapi yang

dipotong meningkat rata-rata per tahun 2,83 persen; dengan rata-rata pemotongan

ternak sapi sebesar 32.519 ekor/tahun, dengan produksi daging ternak sapi sebesar 6,69

ribu ton /tahun.

Areal lahan di wilayah Provinsi Kalimantan Timur sebagian besar masih berupa

lahan tidur yang belum dimanfaatkan. Data terakhir menunjukkan bahwa luas lahan yang

diperuntukkan untuk pengembangan kebutuhan pangan (sawah, ladang, kolam dan

tambak) baru mencapai 13,48 persen dari total areal 3.300.833 ha, untuk pengembangan

tanaman kayu-kayuan dan perkebunan seluas 21,05 persen, sementara sisanya 59,75

persen masih merupakan padang rumput dan lahan yang belum diusahakan (Tabel

lampiran 1). Hal ini tentu merupakan peluang untuk pengembangan usaha produktif

termasuk juga pengembangan usahatani ternak sapi potong, di samping masih luasnya

lahan-lahan terbuka juga melimpahnya limbah-limbah pertanian.

Neraca pengadaan ternak sapi potong di wilayah ini menunjukkan bahwa selama

tahun 1990-2001, wilayah Provinsi Kalimantan Timur selalu menunjukkan keadaan yang

defisit, dimana imbangan untuk neraca perdagangan ternak sapi potong lebih diwarnai

oleh besarnya pemasukan ternak dari luar wilayah. Bahkan rasio antara pemasukan dan

pengeluaran mendekati 100 persen (Tabel lampiran 2) untuk setiap tahunnya. Besarnya

ternak yang masuk ke wilayah ini merupakan indikasi bahwa wilayah Provinsi Kalimantan

Timur sampai saat ini masih kekurangan ternak sapi potong yang cukup serius.

Sebenarnya pemerintah daerah setempat telah mengupayakan untuk melakukan

pengembangan dan peningkatan peternakan melalui kegiatan proyek seperti kasus di

Kabupaten Pasir antara lain pengadaan ternak, pembinaan dan penyuluhan, ekspose

hasil pembangunan peternakan dan intensifikasi usaha peternakan diantaranya adalah

Page 5: PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI POTONG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_27_2004.pdf · tambak) baru mencapai 13,48 persen dari total areal 3.300.833 ha, untuk

3

ternak sapi potong. Disamping juga diimbangi dengan pengadaan hijauan makanan

ternak (HMT) meliputi pengadaan bibit ternak, pengadaan peralatan kebun, pengolahan

kebun HMT, penanaman rumput dan pengembangan sistem tiga strata (STS). Juga telah

dilaksanakan kegiatan pengamanan ternak terutama pengadaan vaksin ND, SE, obat-

obatan, pengiriman specimen, pengiriman obat-obatan dan penggemukan ternak,

termasuk didalamnya pembinaan ternak terutama kepada calon penggaduh.

Namun demikian upaya tersebut belum memberikan hasil seperti yang

diharapkan, berbagai macam kendala dan hambatan tampaknya masih perlu

ditanggulangi. Tulisan ini di samping mencoba mengemukakan keragaan usaha ternak

sapi potong yang dilakukan oleh masyarakat setempat, juga mengemukakan berbagai

kendala, hambatan sekaligus prospek untuk meningkatkan kinerja usaha ternak yang

cukup menjajikan tersebut.

Kawasan pengembangan ternak sapi potong yang diamati adalah wilayah

Kabupaten Pasir khususnya Kecamatan Sepaku-Semoi, dengan pertimbangan bahwa

berdasarkan data, terutama kaitannya dengan komoditi yang terpilih (ternak sapi) wilayah

ini merupakan daerah potensial usaha ternak sapi potong di kawasan Provinsi

Kalimantan Timur. Wawancara dilakukan terhadap 93 KK (kepala keluarga) peternak

sapi potong, pedagang ternak serta beberapa ke informan kunci guna melengkapi data

dan informasi. Pengambilan sample dilakukan secara Porposive Random Sampling

sesuai dengan tingkat penguasaan ternak yang ada di tingkat peternak.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Usahatani Ternak

Ada 3 keragaan pola usahatani ternak sapi potong yang dikembangkan oleh

masyarakat di wilayah Kecamatan Sepaku-Semoi yaitu, Pertama, usaha ternak dengan

sistem breeding dimana hasil utama adalah sapi bakalan/pedet; Kedua, adalah sistem

fattening atau penggemukan sapi potong; dan Ketiga, adalah kombinasi antara

keduanya. Usaha pengembangan ternak sapi potong di wilayah tersebut cukup potensial.

Hal ini disebabkan oleh adanya daya dukung lahan yang mulai dikembangkan untuk

tanaman rumput pakan ternak oleh petani, disamping juga semakin intensifnya

bimbingan dan penyuluhan oleh aparat penyuluh kepada petani dan relatif mudahnya

memasarkan hasil ternak.

Page 6: PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI POTONG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_27_2004.pdf · tambak) baru mencapai 13,48 persen dari total areal 3.300.833 ha, untuk

4

Daerah Kecamatan Sepaku-Semoi, khususnya Desa Semoi II, Sepaku II dan

Sepaku III merupakan salah satu kawasan pengembangan ternak sapi potong di wilayah

Kalimantan Tmur, khususnya Kabupaten Pasir. Dilihat dari karakteristik budidaya ternak

yang dilakukan oleh petani di ketiga desa contoh tersebut, ada perbedaan yang

dominan. Desa Sepaku II maupun Sepaku III, budidaya ternak yang dilakukan oleh para

petani ternak lebih mengarah pada sistem pengembangan sapi potong (breeding).

Sehingga produk utama ternak sapi dari kedua desa contoh tersebut adalah sapi

bakalan. Sementara para peternak di desa Semoi II usaha budidaya ternak sapi lebih

didominasi oleh usaha penggemukan sapi bakalan (kereman), dimana produk utama

yang dihasilkan adalah sapi pedaging yang telah digemukkan.

Kawasan Sepaku-Semoi, merupakan salah satu wilayah kecamatan di

Kalimantan Timur yang diprogramkan oleh pemerintah daerah setempat sebagai

kawasan sentra pengembangan ternak sapi potong. Dari hasil studi yang telah dilakukan

terhadap para peternak menunjukkan karakteristik bahwa keberadaan usahatani ternak

sapi potong telah lama dikembangkan di kawasan ini, hanya saja selama ini

pertumbuhannya belum begitu pesat karena pola budidaya ternak di wilayah ini masih

dikembangkan secara tradisional. Pola penguasaan ternak dapat dikategorikan peternak

skala kecil dimana 94,73 persen responden peternak menguasai ternak < 10 ekor/KK

yang umumnya merupakan ternak sapi milik sendiri (Tabel 1).

Apabila ditelaah lebih jauh jumlah ternak yang dikuasai petani, maka pola

penguasaan ternak di tingkat petani juga cukup beragam, skala kecil tampaknya lebih

dominan terutama < 5 ekor yaitu sebanyak 78,94 persen. Hal ini disebabkan oleh faktor

keterbatasan modal, disamping pola budidaya kereman antara 2-3 ekor memang banyak

diminati masyarakat. Hal lain yang penting adalah pola penguasaan ternak, walaupun

pengelolaan ternak milik sendiri masih merupakan yang dominan (63,3%), namun pola

gaduhan banyak diminati masyarakat di wilayah ini. Pola gaduhan disamping

mengandung unsur kerjasama bagi hasil, lebih dari itu adalah merupakan salah satu

upaya dalam mengatasi kekurangan modal bagi penggaduh.

Yang mendorong munculnya sistem gaduhan diantaranya adalah: (a) belum

berkembangnya lembaga keuangan desa, (b) bentuk usaha ternak masih bersifat usaha

keluarga, (c) masih banyaknya keluarga yang berpenghasilan rendah, dan (d) desa

bersangkutan punya potensi produksi (Simatupang et al., 1994). Melalui pola ini seorang

petani penggaduh dapat memperbesar/menambah modal kerja lewat ternak gaduhan.

Page 7: PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI POTONG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_27_2004.pdf · tambak) baru mencapai 13,48 persen dari total areal 3.300.833 ha, untuk

5

Dalam desa lokasi contoh terdapat 36,67 persen petani gaduhan. Disamping itu dengan

jumlah anggota keluarga peternak umumnya kurang dari 6 orang anggota keluarga/KK,

menyebabkan kemampuan untuk mengelola ternak terbatas. Hal ini disebabkan oleh

curahan jam kerja yang juga diperuntukkan untuk mengelola usahatani lainnya

khususnya usahatani tanaman pangan seperti mengelola lahan/tegalan, dimana rata-

rata/KK menguasai lahan tegalan antara 1-3 ha/KK.

Tabel 1. Karakteristik Petani Contoh di Lokasi Penelitian Sepaku-Semoi, Provinsi Kalimantan Timur, 1997

KeteranganJumlah

(%) KeteranganJumlah

(%)1. Jumlah keluarga:

a. < 4 orang/KKb. 4-6 orang/KKc. > 6 orang/KK

2. Penguasaan lahan/tegal:a. < 1,0 Hab. 1 – 2 Hac. 3 – 5 Had. > 5 Ha

3. Penguasaan Ternak:a. 1 – 3 ekorb. 4 – 5 ekorc. 6 – 10 ekord. > 10 ekor

4. Penguasaan pekarangan:a. < 0,25 Hab. > 0,25 ha

15,7978,95 5,26

5,2647,3742,10 5,26

57,8921,0515,79 5,26

94,74 5,26

5. Pengalaman beternak:a. < 5 tahunb. 5 – 8 tahunc. > 8 tahun

6. Penguasaan kebun rumput:a. < 0,5 Hab. 0,5 – 1,0 Hac. > 1,0 Ha

7. Keragaan ukuran kandang:a. < 10 m2b. 10 – 20 m2c. > 20 m2

8. Pola penguasaan ternak:a. Milik sendirib. Menggaduhc. Kombinasi

15,7915,7968,42

42,3742,1010,53

10,573,68

15,79

63,33 6,6730,00

Catatan: n = 98 KK

Keterbatasan tenaga kerja untuk mengelola ternak terutama dalam hal

pengadaan pakan, maka dalam upaya untuk mengatasi masalah, sebagian responden

mengupayakan untuk menanam rumput. Upaya penanaman rumput, disamping ditunjang

oleh adanya bantuan program pengadaan hijauan pakan ternak oleh dinas terkait, juga

dalam upaya petani mengatasi kesulitan hijauan pakan ternak pada musim kemarau.

Namun demikian hasil dari tanaman rumput belum sepenuhnya mampu mengatasi

kekurangan pakan hijauan ternak pada musim kemarau tersebut. Hal ini disebabkan

karena program relatif masih baru sehingga tanaman rumput yang ada belum bisa

diandalkan.

Page 8: PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI POTONG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_27_2004.pdf · tambak) baru mencapai 13,48 persen dari total areal 3.300.833 ha, untuk

6

Rendahnya ketersediaan pakan hijauan hasil budidaya diantaranya disebabkan

oleh karena peternak belum sepenuhnya menguasai teknologi yang berhubungan

dengan pengadaan dan penyediaan pakan (Ilham, 1995; Simatupang et al., 1993;

Prasetyo et al., 1995). Data Tabel 1 menunjukkan bahwa penguasaan kebun rumput

tampaknya telah diupayakan oleh sebagian besar pemilik ternak, dimana 42,10 persen

responden memiliki lahan rumput antara 0,5 ha–1,0 ha, bahkan 10,53 persen lebih dari

1,0 ha. Namun demikian, tanaman rumput tersebut merupakan tanaman tumpangsari

dengan tanaman lada, sebagai tanaman utamanya. Hal ini dapat berhasil sejalan dengan

adanya intensitas pembinaan terhadap peternak yang belum begitu lama dilakukan. Pola

budidaya ternak yang masih tradisional tersebut, secara perlahan-lahan mulai berubah

kearah yang lebih produktif, karena diperkenalkannya budidaya hijauan pakan ternak.

Masuknya teknologi budidaya hijauan pakan ternak tersebut, tidak saja menjamin

kontinuitas pakan ternak terutama pada masa paceklik pakan, lebih dari itu pakan yang

diberikan kepada ternak adalah jenis rumput pakan yang berkualitas dan baik dari segi

kandungan gizi pakan, yang pada akhirnya dapat mempercepat pertumbuhan dan

kesehatan ternak terutama ternak kereman. Hal lain yang cukup penting adalah

termanfaatkannya lahan-lahan tidur yang kurang produktif. Keadaan pekarangan

maupun lahan tegalan yang sementara oleh para petani tidak dimanfaatkan, dengan

adanya pengembangan hijauan pakan ternak tersebut maka menjadikan lahan yang

bersangkutan lebih produktif.

Data Tabel 1 juga menginformasikan bahwa sebagian penguasaan lahan rumput

responden (42,37%) masih kurang dari 0,5 ha. Hal ini disebabkan oleh: Pertama, adanya

keterbatasan tenaga kerja, dan Kedua, masih relatif baru diperkenalkannya khususnya

jenis rumput yang dikembangkan seperti jenis King Grass, Andropogon dan lain-lain

yang perkembangannya belum begitu luas. Karakteristik jenis rumput yang

dikembangkan di wilayah ini ditampilkan dalam Tabel lampiran 3.

Kelayakan Finansial Usahatani Ternak

Seperti telah dikemukakan bahwa ada tiga pola budidaya ternak sapi potong di

lokasi contoh, yaitu: pola pembibitan, pola penggemukan dan pola campuran. Dalam

pola pembibitan, karakteristik yang cukup menonjol adalah penguasaan ternak yang

lebih besar dari pada kereman yaitu secara rata-rata kurang dari 3 ekor/KK, disamping

Page 9: PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI POTONG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_27_2004.pdf · tambak) baru mencapai 13,48 persen dari total areal 3.300.833 ha, untuk

7

itu jumlah jam kerja penggembalaan ternak yang lebih tinggi, mengingat pada pola ini

ternak lebih banyak digembalakan. Sebaliknya pola kereman/penggemukan, pada pola

ini dicirikan oleh sapi yang digemukkan umumnya sapi jantan dan jam kerja lebih banyak

pada pengelolaan pakan ternak, mengingat ternak lebih banyak dikandangkan, dan

cenderung lebih intensif pakan.

Keragaan usahatani pada dua pola budidaya ternak sapi potong di lokasi contoh

menunjukkan bahwa secara teknis budidaya pembibitan ternak dalam jangka waktu 1

tahun seekor induk dapat melahirkan 1 ekor anak sapi, sementara pada pola

penggemukan, seekor sapi bakalan umumnya digemukkan rata-rata 6 bulan. Secara

finansial usaha budidaya penggemukan maupun pembibitan menguntungkan peternak.

Pada pola pembibitan, hasil yang didapat berupa sapi (bakalan) yang dilahirkan dari

induk, sementara pola penggemukan hasil yang didapat berupa nilai jual akhir dari

tambahan berat badan dari sapi yang digemukkan, disamping itu hasil pupuk kandang

cukup penting artinya. Secara umum di lokasi contoh, kotoran ternak yang berupa pupuk

kompos tersebut tidak dijual, namun dimanfaatkan sendiri untuk memenuhi kebutuhan

pupuk bagi tanaman pangan maupun tanaman lainnya, sehingga hasil pupuk kandang

tersebut mempunyai nilai penting sebagai substitusi kebutuhan pupuk buatan.

Analisis finansial menunjukkan bahwa pola kereman lebih menguntungkan. Di

samping adanya Asset Turn Over yang lebih cepat tampaknya keuntungan pupuk lebih

menonjol. Hal ini logis mengingat pola kereman menuntut frekuensi penyediaan pakan

yang cukup intensif, dengan sendirinya limbah pakannya pun juga cenderung tinggi. Di

sisi lain kepadatan tenaga kerja lebih terkonsentrasi pada pengelolaan pakan daripada

penggembalaan ternak, mengingat frekuensi penggembalaan pada ternak kereman

relatif rendah. Data analisis finansial pada kedua pola tersebut dapat dilihat pada Tabel 2

Untuk melihat kinerja keberhasilan usaha ternak sapi potong yang dilakukan oleh

para peternak di wilayah contoh dapat dilihat dari aspek analisis cost volume profit, yang

didekati dengan analisis BEP ( Break Event Point ) dimana analisis ini merupakan

analisis yang menunjukkan hubungan antara investasi dan volume produksi atau

penjualan untuk mendapatkan suatu tingkat profitabilitas, analisis ini merupakan suatu

pendekatan yang didasarkan pada hubungan antara hasil penjualan produksi dan biaya

produksi, posisi BEP menunjukkan dimana suatu usaha tidak memperoleh laba dan

sekaligus tidak menderita kerugian.

Page 10: PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI POTONG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_27_2004.pdf · tambak) baru mencapai 13,48 persen dari total areal 3.300.833 ha, untuk

8

Tabel 2. Analisis Finansial Ushatani Ternak Sapi Potong dengan Pola Pembibitan dan Pola Penggemukan di Lokasi Contoh

Uraian Pola pembibitan(1 ekor/th/Rp)

Pola penggemukan(2 ekor/th/Rp)

A. Biaya:a. Bibit (sapi bakalan)b. Pemeliharaan rumput: - pupuk buatan

- pupuk kandangc. Obat-obatand. Tenaga kerjae. Penyusutan: - kandang

- peralatanf. Bunga modal kerjag. Retribusih. Total biaya

B. Pendapatan/hasil:i. Nilai jual ternakj. Nilai jual pupukk. Total pendapatan

C. Keuntungan (B-A):

B/C Ratio

-7.480

22.12515.000

224.6153.1709.574

155.75010.000

447.714

589.670201.937791.607

343.893

0,77%

1.047.3408.538

54.05831.264

213.7502.8109.496

271.51020.000

1.658.846

1.850.320239.731

2.090.051

431.205

0,26%

Dalam analisis ini hal yang perlu dilakukan adalah pemisahan yang jelas antara

biaya yang tergolong biaya tetap dan biaya variabel, karena terdapat suatu kenyataan

bahwa masing-masing komponen biaya tersebut mempunyai pengaruh yang berbeda.

Berdasarkan pengertian tersebut di atas maka formulasi analisis BEP dapat disusun

sebagai berikut : ( Weston J. and Brigham E, 1978)

P x Q = BT + V x Q P x Q = S

PQ – VQ = FC

sehingga BEP dapat diformulasikan sebagai berikut:

FCa) BEP quantitas produk: b) BEP harga = VC B.T 1 - Q = S P-V

dimana: Q = Kuantitas produk yang dijual; FC= Biaya Tetap; P = Harga produk; VC = Biaya variabel; P-) = Kontribusi Marjinal/unit; S = Sale total

Berdasarkan data analisis pada Tabel 2, dapat ditentukan bahwa komponen biaya

tetap (fixed cost) untuk pola pembibitan adalah sebesar Rp.168.494 dan untuk pola

kereman adalah Rp.283.816, sedangkan selebihnya yang merupakan biaya variabel

Page 11: PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI POTONG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_27_2004.pdf · tambak) baru mencapai 13,48 persen dari total areal 3.300.833 ha, untuk

9

(variable cost). Besarnya total biaya variabel untuk pola pembibitan adalah Rp.279.220

dan pada pola kereman adalah Rp.1.375.030. Biaya tetap artinya biaya yang tidak

terpengaruh oleh volume produksi yaitu seperti biaya penyusutan dan bunga modal,

sedangkan selebihnya adalah tergolong biaya variabel yaitu biaya-biaya yang sangat

berfluktuasi sesuai dengan tinggi rendahnya volume produksi.

Dari rincian jenis biaya tersebut di atas, maka dapat ditentukan besarnya nilai Break

Event Point berdasarkan formulasi titik impas. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa titik

impas harga pada pola pembibitan dicapai pada nilai harga sebesar Rp.320.026,

sedangkan pada pola kereman sebesar Rp.1.109.772. Sementara titik impas produksi

tercapai pada saat dimana budidaya pembibitan sapi mencapai 0,54 ekor, sedangkan

pada pola kereman (penggemukan) dicapai pada saat nilai bobot sapi yang digemukkan

mencapai 0,59 dari nilai bobot sapi akhir. Hal ini menunjukkan bahwa usaha

pengembangan ternak sapi potong baik dilakukan denga pola pembibitan maupun pola

penggemukan, kedua pola ini layak secara finansial setidaknya dilihat dari hasil analisis

BEP yang keduanya dicapai < 1 unit produk akhir.

Tabel 3. Klasifikasi Biaya Menurut Jenis dan Pola Usahatani Ternak di Desa Contoh

Klasifikasi biaya danhasil jual produk

Polapembibitan

Pola penggemukan (kereman)

- Biaya variabel (Rp)- Biaya tetap (Rp)- Hasil penjualan (Rp)- BEP: dalam harga (Rp) dalam unit (ekor)

279.220168.494589.670320.026

0,54

1.375.030 283.8161.850.3201.104.772

0,59

Catatan: Komponen biaya variabel meliputi kebutuhan pakan, obat-obatan, tenaga kerja, retribusi; sementara untuk komponen biaya tetap adalah biaya penyusutan yang ditentukan berdasarkan declining balance method dan biaya bunga modal yang ditentukan 20% rata-rata/tahun.

Pemasaran Ternak

Untuk memenuhi kebutunan konsumsi daging sapi, wilayah Provinsi Kalimantan

Timur masih termasuk daerah net import. Artinya kebutuhan konsumsi daging sapi masih

sepenuhnya mengandalkan masukan daging sapi dari luar daerah, sebab populasi sapi

potong yang ada, selama ini belum dapat mencukupi kebutuhan/permintaan konsumen

daging setempat yang cenderung terus meningkat. Dengan kondisi yang demikian maka

pola perdagangan ternak sapi potong didominasi oleh besarnya arus masuk baik berupa

ternak hidup maupun daging segar beku dari luar daerah ke Provinsi Kalimantan Timur

(Tabel lampiran 2). Ada empat jalur tataniaga penting kaitannya dengan masalah

permintaan daging sapi di Kalimantan Timur.

Page 12: PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI POTONG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_27_2004.pdf · tambak) baru mencapai 13,48 persen dari total areal 3.300.833 ha, untuk

10

Pertama; jaringan tataniaga lokal ternak sapi potong, yaitu tataniaga jual-beli

ternak sapi yang dilakukan oleh pedagang setempat. Data lapangan menunjukkan

bahwa ada beberapa mata rantai dalam proses tataniaga lokal ternak sapi di Kawasan

Kalimantan Timur tersebut yang melibatkan petani ternak setempat sebagai produsen

dan pedagang pengumpul tingkat desa yang umumnya bermukim di sekitar desa yang

merupakan sentra ternak. Peternak setempat dalam transaksi jual-beli ternak sapi,

sepenuhnya mengandalkan pedagang ini. Dari sini (pedagang ternak tingkat desa)

ternak sapi sebagian besar dijual langsung ke pedagang besar di kota atau membawa

langsung sapinya ke RPH (rumah potong hewan) untuk dijual berupa daging sapi ke

pengecer.

Kedua: jaringan tataniaga ternak hidup sapi potong regional, seperti yang telah

dikemukakan bahwa kebutuhan daging sapi di Kalimantan Timur sebagian besar berasal

dari luar daerah. Berdasarkan SK Dirjen Peternakan No. 946/TN.120/Kpts/DJP/1996

telah ditentukan bahwa Sulawesi secara umum khususnya wilayah sentra-sentra

pengembangan ternak sapi potong diharapkan dapat memasok kebutuhan ternak potong

ke wilayah Kalimantan Timur. Dalam Surat Keputusan tersebut telah disebutkan bahwa

Provinsi Kalimantan Timur perlu dipasok ternak sebanyak 27.250 ekor per tahun dari

kebutuhan sejumlah ternak potong tersebut terdiri dari 25.000 ekor sapi potong dan

2.250 ekor kerbau, masing-masing quota tersebut diharapkan dapat dipenuhi dari

Sulawesi Selatan 4.500 ekor, Sulawesi Tengah 6.250 ekor, Sulawesi Utara 9.000 ekor

dan Jawa Timur 7.500 ekor, namun dalam realisasinya sulit untuk dipenuhi.

Transaksi jual-beli ternak antar pulau umumnya dilakukan dalam skala besar,

sehingga yang terlibat dalam tataniaga ternak sapi potong antar pulau ini adalah

pedagang besar antar pulau. Perdagangan sapi potong yang ditangani oleh pedagang

besar (87%) ternak sapi berasal dari luar daerah, sementara sapi lokal yang masuk ke

pedagang ini diperkirakan baru mencapai 13 persen. Kecilnya pangsa pasar sapi lokal

tersebut, dikarenakan oleh ketersediaan sapi lokal yang memang masih sangat terbatas.

Ketiga: jaringan tataniaga daging sapi beku dari Pulau Jawa. Pesatnya permintaan

konsumsi daging sapi di wilayah ini belum sepenuhnya dapat ditanggulangi dengan

mendatangkan ternak hidup dari luar daerah. Berbagai kendala yang ada menyebabkan

tidak/kurang mampu memenuhi kuota yang telah diberikan dari daerah suplier ternak

hidup. Maka untuk memenuhi kekurangan permintaan tersebut, salah satu upaya yang

ditempuh adalah mendatangkan daging segar beku dari luar terutama dari Jakarta,

Page 13: PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI POTONG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_27_2004.pdf · tambak) baru mencapai 13,48 persen dari total areal 3.300.833 ha, untuk

11

Surabaya dan Semarang sebagai salah satu alternatifnya. Hasil perkiraan sementara

bahwa suplier daging beku tersebut mampu memenuhi 15 persen dari sebagian besar

kebutuhan konsumsi daging di Provinsi Kalimantan Timur lewat jalur grosir pedagang

daging. Daging beku yang masuk ke Kalimantan Timur ini sebagian merupakan daging

impor yang masuk lewat pelabuhan Tanjung Priok/Soekarno Hatta atau Tanjung Perak

yang diteruskan ke Balikpapan. Sebagian besar suplier bekerjanya didasarkan atas

permintaan pengecer-pengecer tertentu seperti supermarket, hotel maupun restoran

tertentu.

Keempat: jaringan tataniaga impor ternak sapi hidup. Dengan dibukanya peluang

impor sapi ke Kalimantan Timur melalui SK Direktorat Jenderal No.

946/TN.120/Kpts/DJP/1996, dan dibukanya ijin usaha peternakan oleh Pemda setempat

untuk jenis sapi asal impor, maka kesempatan tersebut telah dimanfaatkan oleh salah

satu pengusaha setempat yaitu PT. Celebes Agro Perdana yang bergerak di bidang

usaha Fetenning sapi asal impor. Dan jaringan tataniaga impor ternak sapi hidup ini yang

khususnya ternak sapi bakalan telah berjalan beberapa periode, dimana pada beberapa

semester perusahaan tersebut telah mengimpor sapi bakalan dari Australia.

Pada saat penelitian ini dilakukan, perusahaan tersebut dalam keadaan tidak

beroperasi, karena adanya krisis moneter, maka usaha tersebut mengalami

kebangkrutan. Untuk beralih ke pengadaan sapi lokal tampaknya masih menemui

kendala, terutama dari sisi kapasitas produksi perusahaan yang cukup besar yaitu +

2000 ekor/bulan, sehingga tidak mungkin dapat dipenuhi oleh peternak lokal. Pada

akhirnya untuk jaringan tataniaga impor ternak sapi impor bakalan hidup ini untuk

sementara waktu tidak dilakukan lagi oleh perusahaan tersebut.

Dengan semakin intensifnya jalur-jalur perhubungan baik melalui laut maupun

udara dari dan ke Kalimantan Timur dengan wilayah-wilayah lain di Indonesia

menyebabkan iklim perdagangan ternak sapi potong ke wilayah Kalimantan Timur tidak

mengalami hambatan. Sarana perhubungan laut dan udara mampu menghubungkan

Kalimantan Timur dengan Provinsi lain di luar, sementara sarana perhubungan darat baik

jalan raya maupun sungai yang mampu menghubungkan wilayah ini dengan Provinsi

tetangga di Kalimantan. Kebutuhan daging sapi maupun ternak sapi hidup di Kalimantan

Timur disamping mengandalkan suplai dari daerah sendiri juga mengandalkan dari

daerah lain baik provinsi-provinsi di sekitar Kalimantan maupun provinsi-provinsi dari luar

Kalimantan, seperti Sulawesi, Jawa Timur, Jakarta, Jawa Tengah dan daerah-daeah

Page 14: PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI POTONG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_27_2004.pdf · tambak) baru mencapai 13,48 persen dari total areal 3.300.833 ha, untuk

12

lain. Jaringan tataniaga baik sapi hidup maupun daging beku yang dilakukan oleh

pedagang di Kalimantan Timur dapat dilihat pada ilustrasi Gambar 1.

Perkembangan Harga Ternak

Harga suatu komoditas pada dasarnya merupakan salah satu refleksi dari adanya

indikator kuat lemahnya permintaan dari suatu komoditas. Keseimbangan supply-

demand juga dapat dilihat dari fluktuasi harga yang ada yang pada akhirnya akan dapat

diketahui sampai sejauh mana kuat-lemahnya pasar terhadap permintaan-penawaran

suatu komoditias Demikian pula dengan perkembangan harga ternak sapi hidup maupun

harga daging sapi di wilayah Provinsi Kalimantan Timur.

Data pada Tabel lampiran 5 menunjukkan bahwa selama periode 5 tahun

terakhir (1994-1998) perkembangan harga ternak sapi hidup maupun harga daging sapi

di wilayah Porvinsi Kalimantan Timur ada kecenderungan terus meningkat dengan tajam.

Harga ternak sapi hidup pada tingkat pedagang pengecer meningkat tajam dengan laju

pertumbuhan rata-rata 13,24 persen/tahun, dimana pada tahun 1994 harga sapi hidup

adalah Rp.2.100/kg dan pada tahun 1998 meningkat menjadi Rp.4.408/kg, demikian pula

harga daging sapi.

Di tingkat pasar pengecer daging sapi, data menunjukkan bahwa selama periode

tersebut (1994-1998) perkembangan harga daging sapi juga mengalami fluktuasi

kenaikan yang cukup tajam dengan tingkat kenaikan rata-rata 15,64 persen/tahun. Harga

daging sapi pada tahun 1994 adalah sebesar Rp.8.417/kg dan pada tahun 1998

meningkat tajam menjadi Rp.16.333/kg. Tingginya trend harga rata-rata per

tahun tersebut, mencerminkan bahwa permintaan akan komoditas ini cukup kuat, artinya

peluang pemasaran komoditas ternak sapi potong maupun hasilnya memiliki peluang

yang cukup kuat.

Page 15: PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI POTONG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_27_2004.pdf · tambak) baru mencapai 13,48 persen dari total areal 3.300.833 ha, untuk

13

100% 100% 100%

100%

5% 10%

95% 90%

30% 70%

100% 90%

10% 10%

Keterangan Jalur pemasaran ternak sapi hidup________ Jalur pemasaran daging ternak sapi

________ Cakupan pasar internasional

Cakupan pasar regional

Cakupan pasar lokal

Gambar 1. Mata Rantai Pemasaran Ternak dan Daging Sapi di WilayahProvinsi Kalimantan Timur

Importir daging dari luar negeri

Importir ternak hidup

dari luar negeri

Peternak lokal:- Sapi kereman- Sapi afkiran

Agen sapi hidup luar daerah:- Sulawesi Utara- Sulawesi Selatan- Sulawesi Tengg.- Jawa Timur

Pedagang antar Pulau

Pedagang pengumpul ternak lokal

Perusahaan penggemukan ternak

(feed lotter)

Importir daging:- Jakarta- Surabaya- Semarang

Rumah Potong Hewan(RPH)

Pedagang grosir daging beku/segar

Pedagang pengecer

daging lokal

Konsumen daging lokal di Kalimantan Timur

Page 16: PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI POTONG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_27_2004.pdf · tambak) baru mencapai 13,48 persen dari total areal 3.300.833 ha, untuk

14

Prospek Pengembangan Investasi Ternak Potong

Kuatnya permintaan pasar akan suatu komoditas, belum sepenuhnya dapat

dijadikan sebagai indikator untuk meningkatkan peran “investor pemodal dari luar” mau

menginvestasikan modalnya pada suatu usaha pengembangan bisnis komoditas tertentu

khususnya pengembangan bisnis ternak sapi potong ke wilayah Provinsi Kalimantan

Timur. Ada pertimbangan lain yang dapat dijadikan indikatornya, diantaranya adalah

masalah kemudahan perizinan, kepastian hukum dan kestabilan politik sebagai salah

satu jaminan keamanan investasi dan yang tidak kalah pentingnya adanya nilai

keunggulan kompetitif maupun komparatif bagi komoditas yang akan dikembangkan.

Dilihat dari prospek investasi ke depan, pengembangan bisnis ternak sapi potong

di wilayah Kalimantan Timur sebenarnya cukup prospektif. Hal ini setidaknya didasarkan

atas adanya peluang yang cukup terbuka setidaknya dilihat dari: Pertama, ketersediaan

lahan pengembangan yang cukup potensial dan dalam skala yang cukup luas. Kedua,

ketersediaan kebutuhan input produksi ternak seperti limbah perkebunan terutama sawit

dan limbah pertanian lainnya. Ketiga, prospek pasar lokal, regional maupun pasar

nasional yang masih teruka lebar untuk komoditas daging sapi. Keempat, berdasarkan

studi yang dilakukan oleh Hutabarat, et al., (1997) pengembangan ternak sapi potong di

wilayah Kalimantan Timur memiliki keunggulan kompetitif .

Ppermasalahan yang muncul adalah bahwa dalam era seperti saat ini dimana

jaminan keamanan dan kepastian hukum dan adanya krisis moneter yang masih belum

sepenuhnya normal, menjadikan para investor masih enggan untuk menginvestasikan

modalnya dalam bisnis ternak sapi potong. Seperti yang dikemukakan oleh Hadi et al.,

(2001), dampak adanya krisis moneter terhadap industri ternak sapi potong, tidak saja

menurunnya impor ternak sapi hidup dan tingginya kenaikan harga daging, melainkan

juga terkurasnya ternak sapi potong dalam negeri, karena untuk memenuhi permintaan

lokal.

Kasus “PT. Celebes Agro Perdana” yang telah melakukan investasi di bidang

fattening (usaha penggemukan ternak) ternyata mengalami kebangkrutan saat adanya

krisis moneter tahun 1997 tampaknya dapat dijadikan pengalaman bagi calon investor

lainnya. Dalam upaya mengatasi krisis seperti tersebut di atas tampaknya masih

diperlukan kerja keras oleh semua pihak dalam hal menjamin keamanan sosial, politik

dan hukum, dan yang tidak kalah penting adalah diperlukan sosialisasi yang intensif

kepada calon investor.

Page 17: PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI POTONG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_27_2004.pdf · tambak) baru mencapai 13,48 persen dari total areal 3.300.833 ha, untuk

15

KESIMPULAN DAN SARAN

Wilayah Provinsi Kalimantan Timur potensial untuk pengembangan ternak sapi

potong, dan pemerintah daerah setempat telah berupaya untuk berperan serta dalam

mengembangkan komoditas ini yang sebenarnya amat prospektif. Hasil analisis finansial

yang dilakukan di tingkat petani ternak menunjukkan keragaan usahatani ternak yang

layak untuk dikembangkan. Hal ini disebabkan oleh prospek pasar lokal yang kuat,

dukungan fasilitas lahan, penyuluhan maupun input lain.

Walaupun dukungan fasilitas input maupun fasilitas-fasilitas lainnya cukup

tersedia, namun pada kenyataannya kendala tetap saja ada. Di tingkat petani, beternak

sapi potong membutuhkan ketrampilan dan ketekunan tersendiri serta curahan jam kerja

yang tinggi, sehingga menyebabkan minat petani untuk berusahatani ternak masih

terbatas. Sisi lain pekerjaan lain di luar sektor pertanian yang lebih menjanjikan

pendapatannya, tampaknya masih merupakan pesaing utama dalam alokasi tenaga

kerja. Kurang adanya dukungan modal usahatani ternak di tingkat petani menyebabkan

upaya untuk mengembangkan usaha ternak di tingkat petani masih sulit untuk

berkembang.

Walaupun secara finansial usaha budidaya ternak sapi potong tersebut

menguntungkan dan dilihat dari aspek keunggulan kompetitif maupun keunggulan

komparatif juga memiliki keunggulan, namun pada kenyataannya kesempatan ini belum

banyak menarik minat pengusaha/pemodal untuk mau menginvestasikan modalnya di

bidang ini. Tampaknya diperlukan sosialisasi yang lebih intensif tentang perspektif

maupun prospektif investasi di bidang usaha pengembangan ternak sapi potong di

daerah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jenderal Peternakan (berbagai tahun). Statistik Peternakan. Tahun 2001.

Hadi, P.U., T.Ashari, N. Ilham, dan B. Winarso. 2001; Analytic Framework to Facilitate Development of Indonesia Beef Industries. Progress Report Summary. CASERD

Hutabarat, B. et al., 1998. Potensi dan Peluang Pemanfaatan Sumber-sumber Pertumbuhan Produksi Pertanian Unggulan di Kalimantan. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Litbang Pertanian.

Page 18: PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI POTONG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_27_2004.pdf · tambak) baru mencapai 13,48 persen dari total areal 3.300.833 ha, untuk

16

Ilham, N. 1995. Strategi Pengembangan Ternak Ruminansia di Indonesia Ditinjau dari Potensi Sumberdaya Pakan dan Lahan. Forum Penelitian Agro Ekonomi. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Litbang Pertanian.

Prasetyo, T., A. Hermawan dan C. Setiani. 1995. Penelitian Pengembangan Tanaman Pakan Ternak di Lahan Kering DAS Jratun Seluna Bagian Hulu. Prosiding Pertemuan Ilmiah Komunikasi dan Penyaluran Hasil Penelitian, Sub Balai Penelitian Ternak Klepu.

Simatupang , P., E. Jamal dan M.H. Togatorop. 1994; Sistem Gaduhan Sapi Tradisional Bali: Faktor Pendorong, Penopang dan Karakteristiknya. Forum Penelitian Agro Ekonomi. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi, Badan Litbang Pertanian.

Weston J. and Brigham E., 1978; Managerial Finance; Six Edition; The Dryden Press Hinsdale, Illnois.

Yusdja, Y., H. Malian, B. Winarso, Sayuti, dan A.S, Bagyo. 2001; Analisis Kebijaksanaan Pengembangan Agribisnis Komoditas Unggulan Peternakan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Litbang Pertanian.

Page 19: PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI POTONG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_27_2004.pdf · tambak) baru mencapai 13,48 persen dari total areal 3.300.833 ha, untuk

17

Tabel Lampiran 1. Penggunaan Lahan Berdasarkan Luas di Provinsi Kalimantan Timur, Tahun 2000

LuasPenggunaan Lahan

(Ha) (%)1. Lahan untuk pekarangan dan bangunan2. Tegal/ladang/huma3. Padang rumput4. Tambak/kolam5. Lahan tidak diusahakan6. Lahan untuk tanaman kayu-kayuan7. Lahan untuk tanaman perkebunan8. Sawah

188.743284.911

30.73750.138

1.292.376758.814585.000110.104

5,728,630,931,52

39,1522,9917,72

3,33Total luas 3.300.823 100,00

Sumber: Statistik Indonesia, Tahun 2001

Tabel Lampiran 2. Perkembangan Neraca Kebutuhan Ternak, Populasi dan Produksi Daging Sapi Potong di Provinsi Kalimantan Timur, Tahun 1990-2001

N e r a c a(+/-)

No. TahunPenge-luaran(ekor

Pemasukan(ekor)

ekor %

Populasi(ekor)

1.2.3.4.5.6.7.8.9.

10.11.12.

199019911992199319941995199619971998199920002001

2050

4265198665100

40100

24.90028.10823.18934.09835.32934.20231.87728.31012.45126.11131.03832.327

(-)24.880(-)28.103(-)23.189(-)34.056(-)34.678(-)33.216(-)31.226(-)28.310(-)12,451(-)26.061(-)31.028(-)32.327

(-) 99,91(-) 99,98(-)100,00(-) 99,87(-) 98,16(-) 97,12(-) 97,96(-)100,00(-)100,00(-) 99,81(-) 99,96(-)100,00

55.99270.59267.19473.94976.10180.72882.55884.73340.45745.90750.77353.707

Sumber : Statistik Peternakan, Ditjen Peternakan Tahun 1990-2001

KeteranganLaju pertumbuhan rata-rata/tahun untuk:a) Pengeluaran ternak sapi potong = -4,17b) Pemasukan ternak sapi potong = -0,04c) Populasi ternak sapi potong = -9,55

Page 20: PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI POTONG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_27_2004.pdf · tambak) baru mencapai 13,48 persen dari total areal 3.300.833 ha, untuk

19

Tabel Lampiran 3. Karakteristik Jenis Rumput yang Dikembangkan di Desa Contoh

Jenis rumput Keunggulannya Kekurangannya Keterangan

1. King Grass

2. Andropogon Gayanus (Gamba Grass)

3. Brachiaria Decumbens(Signal Grass)

4. Brachiaria Brizantha

5. Brachiaria Humidieola

6. Centrosema Pubescens

- Produksinya tinggi bila dirawat dengan baik.

- Disenangi ternak dan gizinya tinggi dan daunnya lemas.

- Petumbuhannya cepat.

- Pertumbuhananya baik meskipun pada musim kering.

- Disukai ternak karena daunnya lemas.- Produksinya tinggi dan tidak gatal.- Ternak akan cepat gemuk.

- Jangka waktu pemanenan lebih cepat.- Pertumbuhannya cepat dan tidak perlu

perawatan khusus.- Tahan kekeringan.

- Anakan rumputnya banyak.- Tahan kekeringan

- Tahan pada lahan merjinal.- Tahan kekeringan

- Jenis makanan ternak bergizi tinggi.- Mudah menyebar dan berkembang.- Toleran terhadap naungan.

- Tidak tahan kekeringan- Perlu perawatan intensif- Daunnya gatal dan tajam dalam

pemberian pakan perlu variasi dengan jenis lain.

- Mudah roboh apabila tidak segera dipanen.

- Memerlukan pemanenan secara teratur.

- Daunnya berbulu dan gatal.- Ternak hanya suka daun yang muda.- Tidak tahan genangan air.

- Kurang disukai ternak, sehingga perlu campuran jenis lain.

- Produksinya rendah.

- Tidak tahan untuk diambil secara menyeluruh.

- Lambat untuk dapat tumbuh.

- Telah dikembangkan di lokasi dan dapat tumbuh dengan baik

- Telah dikembangkan

- Telah dikembangkan

- Telah dikembangkan

- Telah dikembangkan

- Telah dikembangkan

Page 21: PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI POTONG …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_27_2004.pdf · tambak) baru mencapai 13,48 persen dari total areal 3.300.833 ha, untuk

19

Tabel Lampiran 4. Karakteristik Kepemilikan Sapi oleh Anggota Kelompok Tani Ternak di Lokasi Contoh, Tahun 1997

Keterangan Kelompok Sepaku III

Kelompok Sepaku II

Kelompok Semo I

Jumlah

1. Jumlah anggota kelom-pok tani ternak (KK)

2. Total penguasaan ternak sapi (ekor)

3. Jenis sapi yang dikuasai (ekor):a. Bali : - Jantan

- Betina b. PO : - Jantan - Betina

4. Penguasaan ternak di tingkat petani (KK):a. 2-4 ekorb. 5-7 ekorc. 8-10 ekord. 11-20 ekore. > 20 ekor

34

112

361 246

29 4 1--

37

160

1339 7

101

24 8 4 1-

22

93

392328 3

17 3-

1 1

93

365

55123 37150

7015 5 2 1

Tabel lampiran 5. Perkembangan Jumlah Pemotongan dan Produksi Daging Ternak Sapi dan perkembangan Harga Daging dan Ternak Hidup Sapi Potong di Provinsi Kalimantan Timur Tahun 1994-2000

Perkembangan Harga(Rp/kg)

TahunPemotongan ternak

sapi tercatat(ekor)

Produksi daging sapi(000 ton) Ternak sapi

hidup Daging murni

1994199519961997199819992000

29.37529.69030.29634.97636.77032.74633.780

6,386,596,766,977,916,036,21

2.1003.6253.6003.6004.408

tadtad

8.417 9.94211.00012.24016.333

tadtad

Sumber: Statistik Peternakan, Direktorat Jenderal Peternakan tahun 1994 - 2000.

Catatan:- Pertumbuhan rata-rata pemotongan 2,83 persen /th, dengan rata-rata pemotongan 32.519

ekor/th.- Pertumbuhan rata-rata produksi daging (-)0,25%/th, dengan rata-rata produksi 6,69 ribu

ton/th- Pertumbuhan rata-rata harga ternak sapi hidup 13,24%/th.- Pertumbuhan rata-rata harga daging sapi di tingkat pasar eceran 15,64%/th.- (tad) : Tidak ada datanya