Proses transmisi hadist

18
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hadits sebagai pernyataan, pengamalan, taqrir da hal ihwal nabi Muhammad SAW., merupakan sumber ajaran Islam yang kedua sesudah Quran. Pada masa Nabi, sesungguhnya sudah ada beberapa sahabat Nabi yang menulis hadits Nabi, tetapi jumlah mereka selain tidak banyak, juga materi hadits yang mereka catat masih terbatas. Namun, setelah rasulullah wafat, kebutuhan akan pentingnya hadits meningkat. Sehingga hadits mengalami oroses transmisi atau penyebaran. Untuk itu kita perlu tahu akan penyebaran hadits tersebut. Dalam makalah ini penulis memaparkan mengenai bagaimana proses periwayatan(transmisi) semenjak masa hidup nabi, sahabat dan sesudahnya. B. Tujuan Untuk mengetahui bagaimana proses penyebaran hadits sebagai sumber ajaran islam yang kedua. Dan, merupakan tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah studi hadits. Proses Transmisi Hadits

Transcript of Proses transmisi hadist

Page 1: Proses transmisi hadist

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hadits sebagai pernyataan, pengamalan, taqrir da hal ihwal nabi Muhammad

SAW., merupakan sumber ajaran Islam yang kedua sesudah Quran. Pada masa Nabi,

sesungguhnya sudah ada beberapa sahabat Nabi yang menulis hadits Nabi, tetapi

jumlah mereka selain tidak banyak, juga materi hadits yang mereka catat masih

terbatas. Namun, setelah rasulullah wafat, kebutuhan akan pentingnya hadits

meningkat. Sehingga hadits mengalami oroses transmisi atau penyebaran. Untuk itu

kita perlu tahu akan penyebaran hadits tersebut.

Dalam makalah ini penulis memaparkan mengenai bagaimana proses

periwayatan(transmisi) semenjak masa hidup nabi, sahabat dan sesudahnya.

B. Tujuan

Untuk mengetahui bagaimana proses penyebaran hadits sebagai sumber ajaran

islam yang kedua. Dan, merupakan tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah studi

hadits.

Proses Transmisi Hadits

Page 2: Proses transmisi hadist

2

BAB II

PEMBAHASAN

PROSES TRANSMISI HADIST

Periwayatan Hadits

A. Pengertian

Sebelum kita masuk kedalam inti dari masalah proses transmisi hadist, pertama

kita harus tahu dulu apa pengertian atau makna dari transmisi. Transmisi adalah

penyampaian atau peralihan atau penyebaran. Jadi transmisi hadist bisa di artikan yaitu

proses peralihan atau perpindahan serta suatu hadist dari sanad ke sanad sampai ke

perawi.

Menurut istilah ilmu hadits, yang dimaksud dengan al-riwayat ialah kegiatan

penerimaan dan penyampaian hadits, serta penyandaran hadits itu kepada rangkaian

para periwayatnya dalam bentuk-bentuk tertentu. Orang yang telah menerima hadits

dari seorang periwayat, tetapi dia tidak menyampaikan hadits itu kepada orang lain,

maka dia tidak dapat disebut orang yang telah melakukan periwayatan hadits. Atau

ketika dia menyampaikan hadits kepada orang lain tanpa menyebutkan sanad maka dia

juga bukan orang yang melakukan periwayatan hadits.1 Jadi ada tiga unsur yang harus

dipenuhi dalam periwayatan hadits, yakni: 1 Kegiatan menerima hadits dari periwayat

hadits; 2 Kegiatan menyampaikan hadits itu kepada orang lain; 3 Ketika hadits itu

disampaikan, susunan rangkaian periwayatnya(sanad) disebutkan.

___________1. Lihat: Jalal al-Din ‘Abd al-Rahman bin Abi Bakr al-Suyuthiy, Tadrib al-Rawiyfiy Syarh Taqrib al-Nawawiy jilid II, h 225

Proses Transmisi Hadits

Page 3: Proses transmisi hadist

3

B. Cara nabi menyampaikan hadistnya

1. Cara rasulullah menyampaikan haditsnya pada dasarnya dengan cara natural

saja. Ada masalah lalu dia memberikan penyelesaian.

2. Dengan lisan dan perbuatan, dihadapan orang banyak, di mesjid, pada waktu

malam dan subuh.

3. Dalam bentuk tulisan.

Banyak riwayat menyatakan bahwa nabi telah berkirim surat kepada kepala

Negara dan pembesar daerah yang non-Islam.

C. Periwayatan hadits pada jaman nabi sampai zaman sesudah

genersi sahabat nabi

Berbagai hadist Nabi yang temaktub di kitab-kitab hadist sekarang ini, asal

mulanya adalah hasil kesaksian sahabat nabi terhadap sabda, perbuatan, taqrir, dan

atau hal-ihwal Nabi.

Cara periwayat memperoleh dan menyampaikan hadits pada zaman nabi

tidaklah sama dengan pada zaman sahabat nabi. Demikian juga dengan pada zaman

sahabat nabi tidaklah sama dengan zaman sesudahnya.

1. Periwayatan pada zaman nabi

Hadits yang diterima oleh para sahabat cepat tersebar di masyarakat. Karena,

para sahabat pada umumnya sangat berminat untuk memperoleh hadits nabi kemudian

menyampaikannya kepada orang lain. Mereka( sahabat) secara bergantian menemui

nabi. Seandainya Umar tidak datang maka berita dari nabi akan disampaikan oleh

sahabat lainnya kepadanya.2

__________ 2. Lebih lanjut lihat: al-Bukhari, op, cit., Juz I, h, 28

Proses Transmisi Hadits

Page 4: Proses transmisi hadist

4

Proses transmisi hadits pada masa nabi bisa dibilang lancar. Kelancaran ini

terjadi karena 2 hal yaitu:

a. Cara penyampaian hadits oleh rasulullah secara langsung.

b. Minat yang besar dari para sahabat.

2. Periwayatan Hadits Pada Zaman Sahabat Nabi

a. Pada Zaman Abu Bakar al-Shiddiq

Abu bakar merupakan sahabat nabi yang pertama-tama menunjukkan kehati-

hatiannya dalam periwayatan hadits.3 Beliau sangat berhati-hati dengan periwayatan

hadist. Ini didasarkan pengalaman Abu Bakar tatkala menghadapi kasus waris untuk

seorang nenek. Beliau tidak melihat petunjuk Quran dan praktek nabi yang memberikan

harta warisaan kepada nenek. Lalu ia bertanya kepada sahabat-sahabat yang lain. Al-

Mughirah bin Syu’bah menyatakan kepada Abu Bakar, bahwa nabi memberikan bagian

waris kepada nenek sebesar seperenam bagian. Namun Abu Bakar tidak langsung

percaya terhadap perkataan sahabat tersebut. Dia meminta sahabat tersebut untuk

mendatangkan saksi. Lalu Muhammad bin Maslamah memberikan kesaksian. Akhirnya

Abu Bakar menetapkan kewarisan nenek dengan memberikan seperenam bagian.

Karena Abu Bakar sangat berhati-hati dalam periwayatan hadits, maka dapat

dimaklumi bila jumlah hadits yang diriwayatkannya relative tidak banyak.4 Data sejarah

tentang kegiatan periwayatan hadits dikalangan umat islam pada masa khalifah Abu

Bakar sangat terbatas. Hal ini karena pada pemetintahan Abu Bakar tersebut, umat

islam dihadapkan ancaman dan kekacauan yang membahayakan pemerintahan dan

Negara.

____________3. Lihat ibid, (al-Dzahaby), h.2.

4. Al- Suyuthiy telah menghimpun hadits yang diriwayatkan oleh Abu Bakar dari berbagai mukharrij, sebanyak 695 hadits.

Proses Transmisi Hadits

Page 5: Proses transmisi hadist

5

b. Pada Zaman Umar bin Khattab

Pada masa Umar penyebaran hadits kurang berjalan. Karena pada masa umar

lebih memfokuskan pada membaca dan mendalami Quran. Akan tetapi lebih banyak

dari masa Abu Bakar. Namun pada masa Umar para perawi terkekang karena Umar

sangat tegas. Beliau sangat berhati-hati. Karena umar ingin ummat lebih konsentrasi

dengan Quran dan lebih berhati-hati dalam periwayatan hadits.

c. Pada Masa Utsman bin Affan

Secara umum, kebijakan Utsman tentang periwayatan sama seperti khalifah

sebelumnya. Namun langkah yang dijalani Utsman tidaklah setangkas Umar bin

Khattab. Utsman meminta kepada para sahabat agar tidak meriwayatkan hadits yang

tak pernah didengar pada masa Abu Bakar dan Umar.5 Penyebaran hadits pada masa

Utsman lebih banyak dibanding dengan khalifah Umar bin Khattab. Karena wilayah

islam meluas dan perawi jumlahnya bertambah dan meluas.

d. Pada Masa Ali bin Abi Thalib

Khalifah Ali bin Thalib pun tidak jauh berbeda sikapnya dengan para

pendahulunya dalam periwayatan hadits. Secara umum ali bersedia menerima riwayat

hadits Nabi setelah periwayat hadits mengucapkan sumpah, bahwa hadits itu benar-

benar berasal dari Nabi. Hanya dengan periwayat yang benar-benar dipercayainya, Ali

tidak meminta untuk bersumpah.

Transmisi hadits pada masa Ali juga sangat hati-hati seperti para pendahulunya.

Akan tetapi pada masa Ali, kondisi politik sudah makin menajam. Hal ini menjadi

dampak negatif dalam penyebaran hadits. Kepentingan politik telah mendorong pihak-

pihak tertentu melakukan pemalsuan hadits.6 Dengan demikian, tidak seluruh periwayat

hadits dapat dipercaya riwayatnya.

________5. Lihat al-Khatib, op, cit., hh. 97-98

6. Pemalsuan terjadi karena kepentingan politik antara Ali dan Muawwiyah.

Proses Transmisi Hadits

Page 6: Proses transmisi hadist

6

D. Periwayatan Hadits Pada Zaman Sesudah Generasi Sahabat

Pada zaman sesudah generasi sahabat Nabi, khususnya pada saat hadits Nabi

dihimpunkan dalam kitab-kitab hadits, telah telah dibakukan tata cara penyampaian

dan penerimaan riwayat hadits Nabi. Pembakuan periwayatan ini sangat erat kaitannya

upaya ulama dari hadits-hadits palsu.

Pada masa ini konsentrasi kepada hadist sangat meningkat. Yang mereka kaji

bukan hanya matan saja, namun juga sanad-nya. Periwayatan hadits Nabi pada zaman

ini tidak memperoleh hadits secara langsung dari Nabi, karena mereka memang tidak

sezaman dengan Nabi.

Periwayatan hadits pada zaman sesudah sahabat Nabi telah makin meluas,

rangkaian periwayat hadits yang beredar di masyarakat menjadi lebih panjang

dibandingkan pada zaman sahabat Nabi.

Proses Transmisi Hadits

Page 7: Proses transmisi hadist

7

Jalan Menerima Hadits (thuruq at-tahammul) dan Penyampaiannya.

Yang dimaksud dengan "jalan menerima hadits" (thuruq at- tahammul) adalah cara-cara

menerima hadits dan mengambilnya dari Syaikh.

Dan yang dimaksud dengan "bentuk penyampaian" (sighatul- ada') adalah

lafadh-lafadh yang digunakan oleh ahli hadits dalam meriwayatkan hadits dan

menyampaikannya kepada muridnya, misalnya dengan kata : sami'tu "Aku telah

mendengar"; haddatsani "telah bercerita kepadaku"; dan yang semisal dengannya.

Dalam menerim hadits tidak disyaratkan seorang harus muslim dan baligh. Inilah

pendapat yang benar. Namun ketika menyampaikannya, disyaratkan harus Islam dan

baligh. Maka diterima riwayat seorang muslim yang baligh dari hadits yang diterimanya

sebelum masuk Islam atau sebelum baligh, dengan syarat tamyiz atau dapat

membedakan (yang haq dan yang bathil) sebelum baligh.

Sebagian ulama memberikan batasan minimal berumur lima tahun. Namun yang

benar adalah cukup batasan tamyiz atau dapat membedakan. Jika ia dapat memahami

pembicaraan dan memberikan jawaban dan pendengaran yang benar, itulah tamyiz dan

mumayyiz. Jika tidak, maka haditsnya ditolak.

Jalan untuk menerima hadits ada delapan, yaitu as-sama' atau mendengar

lafadh syaikh; al- qira'ah atau membaca kepada syaikh; al-ijazah, al-munawalah, al-

kitabah, al-I'lam, al-washiyyah, dan al-wijadah. Berikut ini masing-masing penjelasannya

berikut lafadh-lafadh penyampaian masing-masing :

1. As-Sama' atau mendengar lafadh syaikh (guru).

Metode ini bisa berbentuk pendekatan (imlâ’) Hadis atau yang lainnya, bisa dari

hafalan dan bisa juga dari tulisan seorang guru Hadis. Menurut jumhur ahli Hadis, ini

merupakan metode yang paling tinggi.

Gambarannya : Seorang guru membaca dan murid mendengarkan; baik guru membaca

dari hafalannya atau tulisannya, dan baik murid mendengar dan menulis apa yang

didengarnya, atau mendengar saja, dan tidak menulis. Menurut jumhur ulama, as-sama'

ini merupakan bagian yang paling tinggi dalam pengambilan hadits.

Proses Transmisi Hadits

Page 8: Proses transmisi hadist

8

Lafadh-lafadh penyampaian hadits dengan cara ini adalah aku telah mendengar

dan telah menceritakan kepadaku. Jika perawinya banyak : kami telah mendengar dan

telah menceritakan kepada kami. Ini menunjukkan bahwasannya dia mendengar dari

sang syaikh bersama yang lain.

2. Al-Qira'ah atau membaca kepada syaikh. Para ahli hadits menyebutnya : Al-Ardl

Bentuknya : Seorang perawi membaca hadits kepada seorang syaikh, dan syaikh

mendengarkan bacaannya untuk meneliti, baik perawi yang membaca atau orang lain

yang membaca sedang syaikh mendengarkan, dan baik bacaan dari hafalan atau dari

buku, atau baik syaikh mengikuti pembaca dari hafalannya atau memegang kitabnya

sendiri atau memegang kitab orang lain yang tsiqah.

Mereka (para ulama) berselisih pendapat tentang membaca kepada syaikh;

apakah dia setingkat dengan as-sama', atau lebih rendah darinya? Yang benar adalah

lebih rendah dari as-sama'.

Ketika menyampaikan hadits atau riwayat yang dibaca si perawi menggunakan

lafadh- lafadh : aku telah membaca kepada fulan atau telah dibacakan kepadanya dan

aku mendengar orang membaca dan ia menyetujuinya.

Lafadh as-sama' berikutnya adalah yang terikat dengan lafadh qira'ah seperti :

haddatsana qira'atan 'alaih - (ia menyampaikan kepada kami melalui bacaan orang

kepadanya). Namun yang umum menurut ahli hadits adalah dengan menggunakan

lafadh akhbarana saja tanpa tambahan yang lain.

3. Al-Ijazah

Yaitu : Seorang Syaikh mengijinkan muridnya meriwayatkan hadits atau riwayat, baik

dengan ucapan atau tulisan. Gambarannya : Seorang syaikh mengatakan kepada salah

seorang muridnya : Aku ijinkan kepadamu untuk meriwayatkan dariku demikian. Di

antara macam-macam ijazah adalah :

a. Syaikh mengijazahkan sesuatu yang tertentu kepada seorang yang tertentu. Misalnya

dia berkata,"Aku ijazahkan kepadamu Shahih Bukhari". Di antara jenis-jenis ijazah, inilah

yang paling tinggi derajatnya.

Proses Transmisi Hadits

Page 9: Proses transmisi hadist

9

b. Syaikh mengijazahkan orang yang tertentu dengan tanpa menentukan apa yang

diijazahkannya. Seperti mengatakan,"Aku ijazahkan kepadamu untuk meriwayatkan

semua riwayatku".

c. Syaikh mengijazahkan kepada siapa saja (tanpa menentukan) dengan juga tidak

menentukan apa yang diijazahkan, seperti mengatakan,"Aku ijazahkan semua riwayatku

kepada semua orang pada jamanku".

d. Syaikh mengijazahkan kepada orang yang tidak diketahui atau majhul. Seperti dia

mengatakan,"Aku ijazahkan kepada Muhammad bin Khalid Ad- Dimasyqi"; sedangkan di

situ terdapat sejumlah orang yang mempunyai nama seperti itu.

e. Syaikh memberikan ijazah kepada orang yang tidak hadir demi mengikutkan mereka

yang hadir dalam majelis. Umpamanya dia berkata,"Aku ijazahkan riwayat ini kepada si

fulan dan keturunannya". Bentuk pertama (a) dari beberapa bentuk di atas adalah

diperbolehkan menurut jumhur ulama, dan ditetapkan sebagai sesuatu yang diamalkan.

Dan inilah pendapat yang benar. Sedangkan bentuk-bentuk yang lain, terjadi banyak

perselisihan di antara para ulama. Ada yang bathil lagi tidak berguna.

Lafadh-lafdh yang dipakai dalam menyampaikan riwayat yang diterima dengan jalur

ijazah adalah ajaza li fulan (beliau telah memberikan ijazah kepada si fulan), haddatsana

ijaazatan - إجازة حدثنا , [/I]akhbarana ijaazatan[/I], dan anba-ana ijaazatan (beliau telah

memberitahukan kepada kami secara ijazah).

4. Al-Munaawalah atau menyerahkan .

Al-Munawalah ada dua macam :

a. Al-Munawalah yang disertai dengan ijazah. Ini tingkatannya paling tinggi di antara

macam- macam ijazah secara muthlaq. Seperti jika seorang syaikh memberikan

kitabnya kepada sang murid, lalu mengatakan kepadannya,"Ini riwayatku dari si fulan,

maka riwayatkanlah dariku". Kemudian buku tersebut dibiarkan bersamanya untuk

dimiliki atau dipinjamkan untuk disalin. Maka diperbolehkan meriwayatkan dengan

seperti ini, dan tingkatannya lebih rendah daripada as-sama' dan al-qira'ah.

Proses Transmisi Hadits

Page 10: Proses transmisi hadist

10

b. Al-Munawalah yang tidak diiringi ijazah. Seperti jika seorang syaikh memberikan

kitabnya kepada sang murid dengan hanya mengatakan : "Ini adalah riwayatku". Yang

seperti ini tidak boleh diriwayatkan berdasarkan pendapat yang shahih.

Lafadh-lafadh yang dipakai dalam menyampaikan hadits atau riwayat yang diterima

dengan jalan munawalah ini adalah jika si perawi berkata : nawalanii wa ajazanii, atau

haddatsanaa munawalatan wa ijazatan, atau akhbarana munawalatan.

5. Al-Kitabah

Yaitu : Seorang syaikh menulis sendiri atau dia menyuruh orang lain menulis riwayatnya

kepada orang yang hadir di tempatnya atau yang tidak hadir di situ. Kitabah ada 2

macam :

a. Kitabah yang disertai dengan ijazah, seperti perkataan syaikh,"Aku ijazahkan

kepadamu apa yang aku tulis untukmu", atau yang semisal dengannya. Dan riwayat

dengan cara ini adalah shahih karena kedudukannya sama kuat dengan munaawalah

yang disertai ijazah.

b. Kitabah yang tidak disertai dengan ijazah, seperti syaikh menulis sebagian hadits

untuk muridnya dan dikirimkan tulisan itu kepadanya, tapi tidak diperbolehkan untuk

meriwayatkannya. Di sini terdapat perselisihan hukum meriwayatkannya. Sebagian

tidak memperbolehkan, dan sebagian yang lain memperbolehkannya jika diketahui

bahwa tulisan tersebut adalah karya syaikh itu sendiri.

6. Al-I'lam (memberitahu)

Yaitu : Seorang syaikh memberitahu seorang muridnya bahwa hadits ini atau kitab ini

adalah riwayatnya dari si fulan, dengan tidak disertakan ijin untuk meriwayatkan

daripadanya.

Para ulama berbeda pendapat tentang hukum meriwayatkan dengan cara al-I'lam.

Sebagian membolehkan dan sebagian yang lain tidak membolehkannya.

Ketika menyampaikan riwayat dengan cara ini, si perawi berkata : A'lamanii syaikhi

(guruku telah memberitahu kepadaku).

Proses Transmisi Hadits

Page 11: Proses transmisi hadist

11

7 . Al-Washiyyah (mewasiati)

Yaitu : Seorang syaikh mewasiatkan di saat mendekati ajalnya atau dalam perjalanan,

sebuah kitab yang ia wasiatkan kepada sang perawi.

Riwayat yang seorang terima dengan jalan wasiat ini boleh dipakai menurut sebagian

ulama, namun yang benar adalah tidak boleh dipakai.

Ketika menyampaikan riwayat dengan wasiat ini perawi mengatakan : Aushaa

ilaya fulaanun bi kitaabin - بكتاب فالن إلي أوصى (si fulan telah mewasiatkan kepadaku

sebuah kitab), atau haddatsanii fulaanun washiyyatan - وصية فالن حدثني (si fulan telah

bercerita kepadaku dengan sebuah wasiat).

8. Al-Wijaadah (mendapat)

Yaitu : Seorang perawi mendapat hadits atau kitab dengan tulisan seorang syaikh dan ia

mengenal syaikh itu, sedang hadits- haditsnya tidak pernah didengarkan ataupun ditulis

oleh si perawi. Wijadah ini termasuk hadits munqathi', karena si perawi tidak menerima

sendiri dari orang yang menulisnya.

Dalam menyampaikan hadits atau kitab yang didapati dengan jalan wijadah ini,

si perawi berkata,"Wajadtu bi kaththi fulaanin" (aku mendapat buku ini dengan tulisan

si fulan), atau "qara'tu bi khththi fulaanin" (aku telah membaca buku ini dengan tulisan

si fulan); kemudian menyebutkan sanad dan matannya.

Proses Transmisi Hadits

Page 12: Proses transmisi hadist

12

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Proses transmisi hadits dari masa rasulullah hidup dan setelah wafat tidaklah

sama. Semakin lama jarak antara masa hidupnya akan semakin sulit mengontrol

menyebaran dan kebenaran hadits tersebut. Sehingga memerlukan kehati-hatian yan

tinggi dalam penyebaran hadits tersebut sehingga terhindar dari munculnya hadits

palsu.

B. Saran

Hadits merupakan sumber ajaran islam yang kedua setelah quran. Untuk itu

penting untuk kita mengetahui perkembangannya.

Proses Transmisi Hadits

Page 13: Proses transmisi hadist

13

Daftar pustaka

Abdurrahman, mifdol, Pengantar Studi Ilmu Hadist, Jakarta, Ulumul Hadist, 2005

Aziz Mahmud dan Mahmud yunus, ilmu musthalah al-hadist. Jakarta: Jamamurni

1975

Alimuddin, ulama al-hadist, jami’atu al-masyari’ al-khoiriah. Beirut 1998

Departemen agama RI, Qur’an hadist, pembinaan kelembagaan agama islam, Jakarta

2000

Ismail syuhudi, kaedah kesahihan sanad hadits. Jakarta. Pt Bulan Bintang. 1995

Proses Transmisi Hadits