Proposal Tugas Akhir Baru 1

14
PROPOSAL TUGAS AKHIR Nama : Diah Laksmi nugraha NRP : 1311 100 003 Jurusan : Statistika Tahap : Sarjana Dosen Pembimbing : Dr. Muhammad Mashuri, M.T. Bidang/Minat : Industri/ Desain Eksperimen Judul Tugas Akhir Optimasi Multirespon Surface pada Kuat Tekan dan Setting Time pada Semen PPC dengan Constrained Mixture Design I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semen adalah salah satu bahan perekat yang jika dicampur dengan air mampu mengikat bahan-bahan padat seperti pasir dan batu menjadi kesatuan. Kata semen berasal dari bahasa latin cementum, yang berarti bahan atau ramuan pengikat. Dengan kata lain semen dapat didefinisikan sebagai suatu bahan perekat yang berbentuk serbuk halus dan apabila ditambah dengan air akan terjadi reaksi hidrasi sehingga dapat menguras dan digunakan sebagai pengikat (mineral glue) (Banerjea, 1998). PT. Semen Indonesia (Persero), Tbk adalah salah satu pabrik holding company penghasil semen terbesar di Indonesia. Perseroan ini memiliki empat pabrik dibawah holder PT. Semen Indonesia (Persero), Tbk yaitu PT. Semen Gresik (Persero), Tbk, PT. Semen Padang (Persero), Tbk, PT. Semen Tonasa (Persero), Tbk, dan Thag Long Cement Vietnam. PT. Semen Indonesia (Persero), Tbk menguasai pangsa pasar domestik terbesar, yaitu sekitar 44% dari total penjualan semen domestik (Nugraha & Sentosa, 2014). Dengan tingginya permintaan akan kebutuhan semen di Indonesia, maka target produksi harus diimbangi dengan kualitas produk semen yang semakin baik. Karakteristik kualitas produk semen dapat dilihat dari dua aspek yaitu waktu pengikatan (setting time) dan kuat tekan dari produk semen (Marzuki & Jogaswara, 2009).

description

desain eksperimen

Transcript of Proposal Tugas Akhir Baru 1

Page 1: Proposal Tugas Akhir Baru 1

PROPOSAL TUGAS AKHIR

Nama : Diah Laksmi nugrahaNRP : 1311 100 003Jurusan : StatistikaTahap : SarjanaDosen Pembimbing : Dr. Muhammad Mashuri, M.T.Bidang/Minat : Industri/ Desain Eksperimen

Judul Tugas AkhirOptimasi Multirespon Surface pada Kuat Tekan dan Setting Time pada Semen PPC dengan Constrained Mixture Design

I. PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang

Semen adalah salah satu bahan perekat yang jika dicampur dengan air mampu mengikat bahan-bahan padat seperti pasir dan batu menjadi kesatuan. Kata semen berasal dari bahasa latin cementum, yang berarti bahan atau ramuan pengikat. Dengan kata lain semen dapat didefinisikan sebagai suatu bahan perekat yang berbentuk serbuk halus dan apabila ditambah dengan air akan terjadi reaksi hidrasi sehingga dapat menguras dan digunakan sebagai pengikat (mineral glue) (Banerjea, 1998).

PT. Semen Indonesia (Persero), Tbk adalah salah satu pabrik holding company penghasil semen terbesar di Indonesia. Perseroan ini memiliki empat pabrik dibawah holder PT. Semen Indonesia (Persero), Tbk yaitu PT. Semen Gresik (Persero), Tbk, PT. Semen Padang (Persero), Tbk, PT. Semen Tonasa (Persero), Tbk, dan Thag Long Cement Vietnam. PT. Semen Indonesia (Persero), Tbk menguasai pangsa pasar domestik terbesar, yaitu sekitar 44% dari total penjualan semen domestik (Nugraha & Sentosa, 2014). Dengan tingginya permintaan akan kebutuhan semen di Indonesia, maka target produksi harus diimbangi dengan kualitas produk semen yang semakin baik. Karakteristik kualitas produk semen dapat dilihat dari dua aspek yaitu waktu pengikatan (setting time) dan kuat tekan dari produk semen (Marzuki & Jogaswara, 2009).

Produk semen yang dihasilkan PT. Semen Indonesia (Persero), Tbk yang memiliki penjualan tinggi adalah semen jenis Ordinary Portland Cement (OPC) dan Pozzoland Portland Cement (PPC). Pada awalnya, PT. Semen Indonesia (Persero), Tbk membuat semen OPC terlebih dahulu. Pada proses pembuatan bangunan, semen tipe OPC yang sudah dicampur oleh air ternyata lebih cepat mengeras sehingga proses pembangunan terhambat, maka dibuatlah semen tipe PPC yang memiliki waktu pengerasan relatif lebih lama jika dibandingkan dengan PPC. Bahan baku umum dalam pembuatan semen adalah terak dan gipsum. Terak merupakan semen setengah jadi yang dibuat dari batu kapur, tanah liat, pasir silika, dan pasir besi yang kemudian dibakar pada suhu tertentu. Kandungan dalam semen tipe OPC adalah terak dan gipsum. Sedangkan kandungan semen tipe PPC meliputi terak, gipsum, fly ash, trass, dan batu kapur. Penambahan trass dalam semen jenis PPC dimaksudkan agar terjadi peningkatan kuat tekan sedangkan penambahan batu kapur dimaksudkan untuk optimasi setting time.

Page 2: Proposal Tugas Akhir Baru 1

Pada proses produksinya, PT. Semen Indonesia menetapkan proporsi tiap bahan yang akan digunakan. Ada lima bahan baku yang akan digunakan dalam pembuatan semen tipe PPC yaitu, terak, gipsum, fly ash, batu kapur, dan trass. Batu kapur dan trass dalam semen PPC merupakan bahan agregat. Batu kapur yang digunakan ini berbeda dengan batu kapur yang digunakan pada saat pembuatan klinker (terak). Pada pembuatan klinker, batu kapur akan dibakar dengan suhu 13000C-14500C hingga berubah menjadi klinker (terak). Sedangkan batu kapur yang digunakan akan ditambahkan tanpa ada proses pembakaran seperti yang terjadi pada proses pembuatan klinker. Tujuan penambahan batu kapur ini adalah untuk megoptimalkan waktu pengikatan (setting time). Selain menambahkan batu kapur, bahan lain yang digunakan adalah trass. Trass ditambahkan untuk mengoptimalkan kuat tekan pada semen. Pada proses produksi yang telah dilakukan, PT. Semen Indonesia masih memberlakukan trial and error pada penambahan batu kapur dan trass untuk menentukan pada komposisi berapa batu kapur dan trass akan mengoptimalkan karakteristik kualitas semen yang diinginkan.

Untuk mengetahui kualitas semen tipe PPC, terdapat dua karakteristik kualitas yaitu kuat tekan dan setting time. Karakteristik kualitas kuat tekan dibagi menjadi tiga yaitu kuat tekan 3 hari, kuat tekan 7 hari, dan kuat tekan 28 hari. Sedangkan setting time dibagi menjadi dua yaitu initial setting time dan final setting time. Dengan berpatokan pada Standar Nasional Indonesia (SNI) dan standar internal, semen yang baik adalah semen yang memenuhi kualifikasi kuat tekan 3, 7, 28 hari mempunyai nilai minimal 125, 200, dan 250 kg/cm2. Sedangkan untuk setting time, semen yang baik adalah semen yang memenuhi kriteria initial dan final setting time sebesar 45 menit dan tujuh jam (SNI, 2004).

Mixture design merupakan metode dimana dalam rancangan percobaan yang akan dilakukan variabel (faktor) yang akan dicampur memiliki proporsi tertentu (Sunaryo, Juni2008). Variabel tersebut sering dinamakan variabel mixture. Dalam penelitian ini, total prosentase semua variabel mixture yaitu batu kapur dan trass adalah 24%. Ketika komponen campuran dibatasi pada kendala tambahan, seperti nilai maksimum atau minimum untuk setiap komponen maka disebut dengan constraint mixture design atau extreme vertice design.

Pada penelitian ini akan membahas bagaimana menentukan level terbaik faktor mixture yang akan mengoptimumkan karakteristik kualitas, kuat tekan dan waktu pengikatan (setting time). Selain itu, juga untuk mendapatkan kombinasi level faktor yang dapat mengoptimumkan karakteristik kualitas. Dalam penelitian ini, komponen bahan dibatasi pada kendala tambahan, yaitu nilai maksimum dan minimum untuk setiap komponen, sehingga metode rancangan yang digunakan adalah constrained mixture design atau extreme value design.

Response Surface Methodology (RSM) merupakan kumpulan teknik statistika yang digunakan untuk memodelkan dan menganalisis persoalan yang mana satu respon dipengaruhi oleh beberapa variabel. Secara objektif, untuk mendapatkan hubungan antara respon dengan beberapa variabel serta mendapatkan nilai optimasi (Park, 1996). Pada response surface perkiraan hubungan natara single respon dan multiple variabel dimodelkan sebagai persamaan polynomial yang didapatkan melalui analisis regresi. Ketika dilakukan analisis design of experiment (DOE), didapatkan nilai optimal parameter dengan melihat hasil analysis of variance (ANOVA). Secara visual untuk mengoptimasi parameter dapat dianalisis

Laptop, 23/02/15,
Cari jurnal ttg ME
Page 3: Proposal Tugas Akhir Baru 1

dengan contour plot yang digunakan untuk melihat karakteristik response surface secara grafik dan menentukan parameter yang optimal.

Penelitian Brandvik dan Daling (1998) melakukan analisis optimasi komposisi oil spill dispersant dengan mixure design dan metode response surface.1.2. Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang maka permasalahan yang diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.1. Bagaimana level terbaik faktor yang akan mengoptimukan respon setting time dan kuat

tekan?2. Bagaimana kombinasi level faktor yang dapat mengoptimumkan multirespon, yaitu

setting time dan kuat tekan?1.3. Tujuan PenelitianBerdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.1. Mendapatkan level terbaik faktor yang akan mengoptimumkan respon setting time dan

kuat tekan2. Mendapatkan kombinasi level faktor yang dapat mengoptimumkan multirespon, yaitu

setting time dan kuat tekan.1.4. Manfaat PenelitianHasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pembuatan semen tipe jenis PPC pada PT. Semen Indonesia (Persero), Tbk.1.5. Batasan MasalahAgar masalah yang dibahas dalam penelitian dapat mencapai tujuan dan fokus maka batasan masalah dalam penelitian dirumuskan sebagai berikut.1. Semen yang diteliti adalah jenis semen tipe Portland Pozzolan Cement (PPC)2. Penelitian dilakukan dalam skala pabrik3. Metode rancangan penelitian menggunakan mixture design dengan optimasi

menggunakan metode response surface methodology.II. TINJAUAN PUSTAKA2.1. Pengertian Semen

Semen adalah suatu jenis bahan yang memiliki sifat adhesif dan kohesif yang memungkinkan melekatnya fragmen-fragmen mineral lain menjadi suatu massa yang padat. Pengertian ini dapat diterapkan untuk banyak jenis bahan semen yang biasa digunakan untuk konstruksi beton untuk bangunan. Secara kimia semen dicampur dengan air untuk dapat membentuk massa yang mengeras, semen semacam ini disebut semen hidrolis atau sering disebut juga semen portland.

Massa jenis semen yang diisyaratkan oleh ASTM adalah 3,15 gr/cm3, pada kenyataannya massa jenis semen yang diproduksi berkisar antara 3,03 gr/cm3 sampai 3,25 gr/cm3. Variasi ini akan berpengaruh proporsi campuran semen dalam campuran. Pengujian massa jenis ini dapat dilakukan menggunakan Le Chatelier Flask menurut standar ASTM C 348-97.2.2. Komposisi Semen

2.3. Semen PPC

Laptop, 24/02/15,
sumber
Laptop, 24/02/15,
Belum selesai
Page 4: Proposal Tugas Akhir Baru 1

Semen PPC adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker yang terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidrolis dengan gips sebagai bahan tambahan.

Bahan pembuat semen dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu bahan aktif dan bahan pasif. Kelompok aktif yaitu semen dan air, sedangkan yang pasif yaitu pasri dan kerikil yang disebut agregat halus dan agregat kasar. Kelompok pasif disebut bahan pengisi sedangkan yang aktif disebut perekat atau pengikat.

Fungsi semen adalah untuk merekatkan butir-butir agregat agar terjadi suatu massa yang kompak atau padat. Selain itu juga untuk mengisi rongga-rongga di antara butiran agregat.

Dalam proses pembuatannya, semen PPC dapat dibentuk dari klinker (terak), fly ash, gipsum, batu kapur, dan trass. Prosentase yang digunakan sebesar 70%, gipsum sebesar 4,3%, dan fly ash sebesar 1,7%. Sehingga total ketiganya adalah 76%. Sebanyak 24% dari semen PPC akan diisi dengan batu kapur dan trass. Kedua bahan tambahan ini yang akan berpengaruh signifikan terhadap karakteristik kualitas semen, yaitu kuat tekan dan setting time. Kuat tekan semen dipengaruhi oleh trass, sedangkan setting time dipengaruhi oleh batu kapur.2.4. Proses Pembuatan Semen

Berikut ini adalah proses pembuatan semen di PT. Semen Indonesia (Persero), Tbk Pabrik Tuban.2.4.1.Penyiapan Bahan Baku

Pada tahap ini unit crusher mengumpulkan bahan baku dengan alat berat yang diambil dari tambang dengan komposisi sebagai berikut.

Tabel 2. 1 Komposisi Bahan Baku Semen

Bahan Baku KomposisiKapur 80%Tanah Liat 15%Pasir Silika 4%Pasir Besi 1%

Batu kapur diambil dari lokasi tambang sekitar pabrik, kemudian dihancurkan dengan mesin pemecah baru kapur (limestone crusher). Tanah liat ditambang dan diangkut ke lokasi pabrik kemudian dihancurkan dengan mesin penghancur tanah liat (clay crusher) dan dicampur dengan butiran batu kapur. Batu kapur dan tanah liat yang telah dicampur, ditampung di tempat penyimpangan yang dilengkapi dengan reclaiming scrapper. Sementara, pasir silika dan copper slag disiapkan sesuai kebutuhan. Kemudian bahan terkumpul akan diangkut dengan truk untuk kemudian dipindahkan ke unit raw mill melalui belt conveyor (Nugraha & Sentosa, 2014).2.4.2.Raw Milling

Keempat bahan baku digiling di mesin penggilingan bahan baku (Raw Mill) hingga mencapai kehalusan 90 mikron. Proporsi masing-masing bahan dan kualitas produk dikontrol secara berkala oleh sistem komputer (QCX). Produk dari mesin raw mill ini kemudian disimpan dalam silo-silo pencampur, hingga bahan mencapao kondisi homogen (Nugraha &Sentosa, 2014).

Page 5: Proposal Tugas Akhir Baru 1

Gambar 2. 1 Proses Raw Milling

2.4.3.KilnDari silo pencampur, bahan yang sudah homogen dipindahkan ke alat pemanas (pre-

heater), kemudian masuk ke dalam tanur putar (rotary kiln). Di dalam tanur putar material tersebut dibakar pada temperatur 1350-1400oC dengan menggunakan batubara sebagai bahan bakar. Hasilnya adalah butiran-butiran yang dinamakan terak atau clinker. Setelah dipanaskan pada suhu tinggi, terak kemudian didinginkan secara mendadak di alat pendingin (cooler). Wujud akhir terak adalah butiran bewarna hitam, hasil dari pencampuran empat bahan baku. Terak kemudian disimpan dalam silo penyimpanan terak (Nugraha & Sentosa, 2014).2.4.4.Finish Mill

Terak digiling dengan tambahan gypsum dalam mesin penggilingan akhir (finish mill) menjadi portland cement (OPC) yang memiliki kehalusan 45 mikron. Khusus untuk portland pozzolan cement (PPC), campuran terak dan gypsum masih ditambah trashatau pozzoland. Hasil dari penggilingan akhir berupa semen, masuk ke dalam silo-silo penyimpanan semen (Nugraha & Sentosa, 2014).

Gambar 2. 2 Proses Penggilingan AKhir

2.4.5.PackingKemasan yang digunakan adalah kantong 40 kg (PPC) atau 50 kg (PPC), kemasan 1000

kg (jumbo bag), atau dalam bentuk curah. Pendistribusian melalui angkutan darat, truk dan kereta api, dan angkutan laut. Jaminan mutu produk, seluruh proses produksi, mulai penyimpanan bahan baku hingga pengemasan dikontrol melalui laboratorium jaminan mutu dengan sistem komputer terpadu (Nugraha & Sentosa, 2014).2.5. Constrained Mixture Design

2.6. Pengujian Model

Page 6: Proposal Tugas Akhir Baru 1

Dalam melakukan pengujian model regresi maka terdapat tiga pengujian model yaitu uji lack of fit dan uji serentak. Berikut ini uraian mengenai masing masing pengujian.2.6.1 Uji Lack of Fit

Uji lack of fit merupakan pengujian yang bertujuan untuk memeriksa kesesuaian model (Khuri & Comell, 1996). Berikut ini adalah hipotesis yang digunakan untuk uji lack of fit.H0 : Model telah sesuai atau lack of fit tidak bermaknaH1 : Model tidak sesuai aytau lack of fit bermaknaStatistik ujinya adalah sebagai berikut.

11Equation Section (Next)Daerah penolakan:

Tolak H0 jika sehingga hal tersebut berarti bahwa model tidak sesuai.2.6.2 Uji Serentak

Uji signifikansi model secara keseluruhan untuk mengetahui apakah variabel prediktor yang digunakan dalam model memberikan pengaruh. Berikut ini merupakan hipotesis yang digunakan untuk uji serentak.H0 : β1=¿ β2=β3=… β j=0

H1 : Minimal salah satu β j ≠ 0 ; j=0,1,2 , ..n

Statistik uji:

Fhitung=MSr

MSe

Daerah penolakan:

Tolak H0 jika Fhitung>F∝(n ,m−n ) sehingga hal tersebut berarti bahwa salah satu parameter yang

berpengaruh terhadap respon.2.7. Pengujian Asumsi Residual

Dalam melakukan pengujian asumsi residual dari model regresi maka harus memenuhi asumsi yakni asumsi identik, independen dan berdistribusi normal. Berikut uraian mengenai masing-masing pengujian.2.7.1.Asumsi Identik

Tujuan dilakukan asumsi varians residual identik adalah untuk mengetahui penyebaran residualnya dengan mendeteksi adanya kasus heteroskedastisitas. Kasus heteroskedastisitas merupakan keadaan dimana varians residual tidak homogen. Pemeriksaan asumsi identik dilakukan dengan uji korelasi Rank Spearman, dengan pengujian hipotesis sebagai berikut.

H0: σ 12=¿ σ 2

2=…¿σ k2 (Tidak terjadi heteroskedastisitas)

H1: Minimal salah satu σ j2≠ σk

2 dimana k ≠ j , dan k , j=0,1,2, ..n

(terjadi heteroskedastisitas)Statistik uji:

t=rs √n−2

√1−rs2

dengan derajat bebas n-2Daerah penolakan:

Page 7: Proposal Tugas Akhir Baru 1

Tolak H0 jika t hitung> t(α, n−2) sehingga hal tersebut berarti mengindikasikan bahwa terjadi

kondisi heteroskedastisitas.2.7.2.Asumsi Independen

Pengujian independensi pada residual ditunjukkan dengan melihat nilai kovarian antara εi dan εj sama dengan nol.

cov ( εi , ε j )=0; i ≠ j

Autocorrelation Function (ACF) merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mengetahui independensi atau dependensi terhadap residual. Apabila ada lag yang keluar dari batas signifikansi maka dapat dikatakan asumsi independen tidak terpenuhi (adanya autokorelasi).2.7.3.Asumsi Distribusi Normal

Pemeriksaan residual berdistribusi normal dilakukan untuk melihat apakah residual memnuhi asumsi berdistribusi normal dengan menggunakan uji Kolmogorof Smirnov (DanielW. , 1989).H0 : Residual data berdistribusi normalH1 : Residual data tidak berdistribusi normalStatistik uji:

D =|S ( x )−F 0(x)| ¿

Daerah penolakan:Tolak H0 jika p-value <α atau jika D > D(n,1-α) yang terdapat pada tabel Kolmogorof Smirnov.2.8. Penaksiran Parameter dan Nilai Optimum

Metode OLS (Ordinary Least Square) digunakan untuk menaksir parameter response surface agar nilai SSE (Sum Square Error) kecil. Penaksiran parameter digunakan untuk mengetahui koefisien parameter yang menggambarkan model. Adapun persamaan model regresi liner secara umum dideskripsikan sebagai berikut.

y=Xβ+ε [ y1

y2

⋮ym

]=[1 x11 ⋯ xn 1

1 x12 ⋯ xn 2

⋮1

⋮x1m

⋱⋯

⋮xnm

] [ β1

β2

⋮βm

]+[ ε1

ε2

⋮εm

]Penaksiran parameter untuk mendapatkan nilai SSE adalah sebagai berikut.

SSE=∑i=1

n

ei2=eT e= ( y−Xβ )T ( y−Xβ )

SSE= yT y−βT XT y− y ' Xβ+ βT XT Xβ

SSE= yT y−2 βT XT y+βT XT Xβ

Taksiran parameter ditunkan terhadap koefisien parameter sehingga didapatkan hasil seperti berikut.

∂ SSE∂ β

= −2 XT y+2 β XT X=0

b X T X = XT y

b =(X T X )−1= XT y

Page 8: Proposal Tugas Akhir Baru 1

Keterangan:β : Vektor koefisien regresi berukuran n × 1b : Vektor taksiran koefisien regresi berukuran n × 1X: Matrik level dari variabel independen berukuran n × m

Ɛ : Vektor residual berukuran m × 1, ε IIDN (0 , σ 2)(Myers, & Montgomery, D.C, 2002) menjelaskan mengoptimasi prediksi respon surface didapatkan pada level dari variabel independen yang merupakan stationary point.Secara visual untuk mengoptimasi parameter dapat dianalisis dengan contour plot. Secara umum, nilai optimum didapatkan ketika model yang digunakan adalah model polynomial orde kedua. Model orde kedua dapat dinyatakan dalam bentuk matriks sebagai berikut.

y= β0+x ' b+x ' Bb

keterangan,

x=[ x1

x2

⋮xm

] β=[ β1

β2

⋮βm

]B=[ β11

β21

2⋯

βn 1

2β12

2β22 ⋯

βn 2

2⋮

β1m

2

⋮β2 m

2

⋱⋯

⋮βnm

]Mendapatkan titik stasioner seperti persamaan 2.21 dilakukan differencing di bawah ini.

∂ y∂ x

= b+2 Bx=0

xs=−12

B−1 b

Kemudian dengan mensubsitusikan 2.21 ke dalam 2.22 sehingga didapatkan hasil persamaan

ys' = β0+

12

x s' b

Titik stasioner digunakan untuk melakukan pendugaan titik respon dengan nilai eigen value semua bernilai negatif (maksimum), eigenvalue semua bernilai positif (minimum) atau nilai eigenvalue bertanda berbeda-beda (saddle point) (Montgomerry, 1997).III. METODOLOGI PENELITIAN3.1. Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari PT. Semen Indonesia (Persero), Tbk. Penelitian dilakukan mulai dari tanggal 29 Januari 2015 sampai dengan 5 Februari 2015. Penelitian ini dilakukan dalam skala pabrik.3.2. Variabel PenelitianVariabel penelitian yang digunakan terdiri dari variabel respon dan variabel prediktor yang akan dijelaskan sebagai berikut.3.2.1.Variabel Respon

Page 9: Proposal Tugas Akhir Baru 1

Pada penelitian ini variabel respon yang diamati adalah setting time dan kuat tekan. Untuk setting time dibagi menjadi dua yaitu initial setting time dan final setting time. Sedangkan untuk kuat tekan dibagi menjadi tiga yaitu kuat tekan 3 hari, kuat tekan 7 hari, dan kuat tekan 28 hari. Berikut ini adalah penjelasan variabel-variabel respon yang digunakan dalam penelitian.1. Setting Time

Setting time dalam semen berhubungan dengan frekuensi kecepatan semen mengering. waktu pengikatan ini dipengaruhi oleh jumlah C3A. Apabila jumlah C3A banyak, maka waktu pengikatan semakin cepat. Waku pengikatan yang semakin cepat sangat merugikan dari segi konstruksi. Bila semen terlalu cepat mengeras, semen tidak dapat lagi digunakan, padahal pembangunan belum selesai. Waktu pengikatan dibagi menjadi dua, initial setting time dan final setting time. Initial setting time adalah waktu pengikatan awal yang diperlukan semen sedangkan final setting time adalah waktu pengikatan akhir yang diperlukan semen. Pada perusahaan ini menggunakan dua standar mutu spesifikasi yaitu Standar Nasional Indonesia (SNI) dan standar internal. Pada waktu pengikatan, SNI dan standar internal adalah sama. Initial setting time dalam semen diharapkan bersifat larger the better dengan spesifikasi minimal 45 menit dan final setting time dalam semen diharapkan bersifat smaller the better dengan spesifikasi maksimal tujuh jam.2. Kuat Tekan SemenUji kuat tekan dilakukan untuk mengetahui daya tahan semen terhadap beban tertentu. Satuan yang digunakan adalah kg/cm2. Kuat tekan dapat diukur pada tiga keadaan, yaitu umur 3,7, dan 28 hari. Perhitungn hari pertama dimulai saat pembukaan cetakan dan perendaman cetakan. Berdasarkan SNI dan spesifikasi internal, kuat tekan semen pada umur 3 hari adalah 125 kg/cm2, kuat tekan semen pada umur 7 hari adalah 200 kg/cm2, dan kuat tekan semen pada umur 28 hari adalah 250 kg/cm2. Ketiganya diharapkan bersifat larger the better.3.2.2.Variabel Prediktor

Pada penelitian ini terdapat dua variabel prediktor yang digunakan yaitu batu kapur dan trass. Kedua variabel prediktor ini merupakan bahan agregat dalam semen PPC. Pencampuran kedua variabel prediktor apabila ditotalkan harus menunjukkan angka 24%. Berikut ini adalah penjelasan pada masing masing variabel prediktor.1. Batu Kapur

Variabel prediktor batu kapur yang digunakan memiliki standar mutu maksimal 8% dari total massa produksi. 2. Trass

Variabel prediktor trass yang dibunakan memiliki standar mutu maksimal 17% dari total massa produksi.3.3. Langkah AnalisisLangkah analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.1. Menentukan variabel respon, variabel prediktor, dan spesifikasi variabel respon2. Menentukan L-pseudocomponents sesuai dengan variabel prediktor yang digunakan3. Melakukan eksperimen sesuai dengan rancangan yang digunakan4. Mendapatkan kombinasi level faktor dan titik optimumnya5. Analisis optimasi dengan response surface methodology6. Memodelkan respon

Laptop, 23/02/15,
Masukkan sumber
Laptop, 23/02/15,
Masukkan sumber
Laptop, 24/02/15,
diperbaiki
Laptop, 24/02/15,
diperbaiki
Page 10: Proposal Tugas Akhir Baru 1

7. Melakukan pengujian kesesuaian model dan pengujian asumsi8. Mendapatkan respon optimal9. Menatik kesimpulan dan saran.

Laptop, 24/02/15,
Bikin diagram alir