Proposal Nya Alam Baru
-
Author
rizki-amalia -
Category
Documents
-
view
60 -
download
0
Embed Size (px)
description
Transcript of Proposal Nya Alam Baru
I. PENDAHULUAN1.1. Latar BelakangIndonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang besar. Jumlah penduduk ini terus bertambah setiap tahunnya, pertumbuhan penduduk yang begitu cepat, serta aktivitas pembangunan dalam berbagai bidang tentu saja akan menyebabkan ikut meningkatnya permintaan akan lahan. Permintaan akan lahan yang terus bertambah di satu sisi sementara luas lahan yang tersedia jumlahnya terbatas disisi lain akan mendorong terjadinya konversi lahan pertanian ke non-pertanian (Utomo dkk,1992). Konversi lahan dapat diartikan sebagai perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri (Utomo dkk,1992) . Alih fungsi lahan dalam artian perubahan/penyesuaian peruntukan penggunaan, disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin bertambah jumlahnya dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik, konversi lahan juga merupakan konsekuensi logis dari peningkatan aktivitas dan jumlah penduduk serta proses pembangunan lainnya. Konversi lahan pertanian seringkali menimbulkan dampak negative terutama dalam konteks ketahanan pangan dan kondisi social ekonomi petani.Untuk negara yang masih dalam tahap berkembang seperti Indonesia, tuntutan pembangunan infrastruktur baik berupa jalan, pemukiman, maupun kawasan industri, turut mendorong permintaan terhadap lahan. Akibatnya, banyak lahan sawah, terutama yang berada dekat dengan kawasan perkotaan, beralih fungsi untuk penggunaan tersebut. Selain itu, adanya krisis ekonomi yang mengakibatkan tingginya pengangguran dan menurunnya pendapatan masyarakat, memicu para pemilik lahan untuk menjual asetnya. Selanjutnya, hak ada pada pemilik lahan yang baru, apakah akan mengelola lahan tersebut untuk pertanian, atau mengubah fungsinya untuk penggunaan lain (anonim 1, 2013). Lahan pertanian dapat memberikan mamfaat baik dari segi ekonomi, social maupun lingkungan. Oleh kareana itu semakin sempitnya lahan pertanian akibat konversi akan mempengaruhi segi ekonomi, social dan lingkungan tersebut. Jika fenomena konversi lahan pertanian ke non pertanian terus terjadi secara tak terkendali, maka hal ini akan menjadi ancaman tidak hanya bagi petani dan lingkungan, tetapi hal ini bias menjadi masalah nasional. Lahan pertanian yang ada di Makassar mulai terpengaruh oleh pembangunan. Dari tahun ketahun mulai terjadi penyempitan luas lahan pertanian akibat konversi lahan. Adapun luas lahan pertanian yang mengalami konversi lahan dapat dilihat pada table berikut.
Tabel 1. Luas Lahan Pertanian dan Alih Fungsi Lahan di kota Makassar, 2005-2009
NoTahunLuas Lahan Pertanian (Ha)Luas Alih Fungsi Lahan(Ha)
1.20052955-
2.20062700255
3.20072700-
4.20082700-
5.20092700-
Sumber: Data Sekunder Badan Pusat Statistik Makassar, 2014Saat ini bangsa bangasa Indonesia juga menghadapi masalah lain yang sangat serius yaitu masih tingginya angka kemiskinan akibat tingginya inflasi tahun kelender 2013 secara nasional, jumlah penduduk miskin pada September 2013 sebesar 28,55 juta orang atau 11,47 persen, dibandingkan Maret 2013 meningkat 480 ribu orang. Meski data kemiskinan tahun 2013 cenderung menurung dibandingkan tahun-tahun sebelumnya namun, tingkat kemiskinan dan jumlah penduduk miskin diperkirakan meningkat seiring kenaikan harga BBM dan harga pangan hingga paruh tahun 2013. (anonim 2 2014). Kemiskinan merupakan akar berbagai masalah seperti rendahnya pendidikan, kesehatan dan juga buruknya moral masyarakat. Salah satu factor mendasar penyebab kemiskinan ini adalah lemahnya akses sebagian besar penduduk terhadap sumberdaya alam dan sumber-sumber ekonomi lainnya. Banyak petani yang tidak lagi memiliki lahan karena tingginya laju konversi lahan pertanian dan hutan untuk dijadikan sebagai lokasi perumahan, industry, dan lain sebagainya. Saat ini telah terjadi penurunan luas areal panen, akibat konversi lahan tanaman pangan ke : (1) penggunaan non-pangan (misal, perkebunan kelapa sawit) dan (2) penggunaan non- pertanian ( misal, pemukiman, fasilitas umum, dan industri). Konversi ini juga menyiapkan investasi untuk prasarana pertanian seperti irigasi. Sementara itu : (1) produktivitas relatif tetap, dimana hal ini disebabkan akibat penurunan tingkat kesuburan tanah, (2) terjadi persaingan antarakebutuhan komoditas untuk pangan atau pakan (misalnya kedelai dan jagung), (3) margin yang diterima petani untuk tanaman pangan sangat rendah. Pada saat yang sama indonesia memiliki ketergantungan yang tinggi pada : (1) bahan pangan dan pakan impor, dan pada (2) input sarana produksi pertanian dari luar wilayah produksi.Kehidupan manusia dalam masyarakat tidak terlepas akan adanya interaksi sosial antar sesamanya. Pada dasarnya manusia sesuai dengan fitrahnya merupakan makhluk sosial yang tidak biasa hidup sendiri melainkan membutuhkan pertolongan orang lain. Oleh sebab itu didalam kehidupan masyarakat diperlukan adanya kerjasama dan sikap gotong royong dalam menyelesaikan segala permasaiahan. Masyarakat Indonesia terkenal dengan sikap ramah, kekeluargaan dan gotong royongnya didalam kehidupan sehari-hari. Sehingga untuk menyelesaikan segala problema yang ada didalam kehidupan masyarakat dibutuhkan sikap gotong royong yang dapat mempermudah dan memecahkan masalah secara efisien.Suatu bentuk dan sikap hubungan gotong royong akan mundur ataupun punah sama sekali sebagai akibat pergeseran nilai-nilai budaya. Akan tetapi sistem dan jiwa gotong royong tidak akan punah secara keseluruhan. Hal ini disebabkan karena adanya nilai-nilai budaya yang terkandung didalam sistem budaya, budaya agama Islam, budaya nasional merupakan suatu norma yang wajib dipatuhi oleh segenap warga masyarakat dan pemerintah. Sebagai contoh gotong royong yang berasaskan keislaman tidak akan punah melainkan mengalami pasang surut dan naik senada dengan perubahan perekonomian masyarakatnya. Dilain pihak bentuk dan sikap hubungan gotong royong akan berubah bahkan punah, tetapi kepunahan dengan perubahan gotong royong tersebut melahirkan hubungan kerjasama atau gotong royong dalam bentuk dan sikap yang lain.Sementara itu gotong royong ataupun tolong-menolong sangat membantu anggota masyarakat yang pada umumnya tidak mempunyai modal yang mencukupi untuk melakukan seluruh kegiatan hidupnya jika setiap transaksi kegiatan dibayar dengan uang dan benda-benda modal lainnya. Dengan demikian gotong royong untuk membantu kehidupan individu keluarga sangat mempunyai arti. Di lain pihak mengharapkan kegiatan gotong royong untuk pembangunan juga diperlukan sejumlah dana yang mencukupi. Jadi tegasnya perpaduan antara kegiatan gotong royong dalam segala bentuknya dengan penyediaan-penyediaan dan dan fasilitas tertentu harus dikombinasikan sedemikian rupa sehingga pembangunan tersebut dapat dijalankan secara efektif dan efisien. Sikap gotong royong yang dilakukan masyarakat dalam kehidupannya memiliki peranan dan manfaat yang sangat penting. Dengan adanya gotong royong, segala permaasalahan dan pekerjaan yang rumit akan cepat terselesaikan jika dilakukan kerjasama dan gotong royong diantara sesama penduduk di dalam masyarakat, Pembangunan akan cepat terlaksana apabila masyarakat didalamnya bergotong royong dan berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan tersebut. Hal ini senada dengan pendapatnya Azinar Sayuti sebagai berikut: Segi lain yang dapat diperoleh faedahnya darigotong royong ini adalah rasa keikutsertaan tanggung jawab bersama warga masyarakat bersangkutan dalam usaha pembangunan baik dalam bentuk fisik maupun nonfisik atau menurut bidang-bidang kehidupan yang terdapat dilingkungan masayarakat setempat.(AzinarSayuti,1983:18 7).Gotong royong dapat diartikan sebagai sesuatu sikap ataupun kegiatan yang ditakukan oleh anggota masyarakat secara kerjasama dan tolong menolong dalam menyelesaikan pekerjaan maupun masalah dengan sukarela tanpa adanya imbalan. Sikap gotong royong ini telah melekat pada diri masyarakat pedesaan dan merupakan kebiasaan turun temurun dari nenek moyang. Sikap gotong royong ini sangat berperan sekali untuk memperlancar pembangunan yang berguna bagi kesejahteraan masyarakat.Kegiatan gotong royong yang hidup, tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat desa selama ini, perlu diarahkan dan dibina sedemikian rupa sehingga dapat menunjang pembangunan yang sedang dilaksanakan. Gotong royong dalam usaha meningkatkan produksi perlu digalakan dan hasilnya digunakan untuk pembangunan desa.Permasalahan yang ada sekarang ialah bagaimana cara memupuk kembali nilai-nilai gotong royong yang pernah hidup dengan kuatnya pada kehidupan masyarakat. Walaupun tidak berarti kita harus meampertahankan faktor pendorong adanya gotong royong tersebut. Gotong royong akan tetap hidup dikalangan masyarakat, tetapi berbeda latar belakangnya, bentuk dan sifat dari gotong royong itu sendiri perbedaan ini biasanya ditimbulkan oleh lingkungan masing-masing. Jadi sikap gotong royong dalam masyarakat yang melaksanakan pembangunan mengalami perubahan berbarengan dengan terjadinya perubahan -perubahan sosial yang berlangsung secara berkesinambungan dengan hasil-hasil penemuan manusia itu sendiri. Sementara itu orang-orang desa mulai menyadari dengan lebih mendalam akan perlunya kesempatan dan tata cara berpikir baru, hal ini juga tidak terlepas dari himpitan berbagai permasalahan yang dari waktu kewaktu semakin nyata mereka rasakan, salah satu perubahan yang harus mereka hadapi adalah semakain berkurangnya luasan areal lahan produktif pertanian dimana hal ini akan menyebabkan berbagai permasalahan.Kelurahan Tamangapa kecamatan Manggala kota Makassar saat ini memiliki total luas wilayah dimana kelurahan ini terbagi atas dua fungsi lahan yakni lahan pemukiman dan lahan pertanian, seiring dengan kepadatan jumlah penduduk yang setiap tahun mengalami peningkatan maka arus alih fungsi lahanpun tak dapat terhindarkan, konversi lahan pertanian ke non pertanian utamanya pada sector pemukiman yang terjadi dikelurahan ini setiap tahunnya mengalami perluasan yang cukup signifikan, hal ini dapat kita lihat berdasarkan data luas lahan kelurahan tamangapa kecamatan manggala kota Makassar lima tahun terakhir ini:
Berdasarkan data badan pusat statistik kota Makassar 2013, saat ini jumlah penduduk di kelurahan tamangapa yaitu sebanyak.jiwa. Masyarakat kelurahan Tamangapa saat ini memiliki keanekaragaman profesi akibat dari semakin sempitnya lahan pertanian yang beralih fungsi ke non-pertanian, hal ini pula yang menyebabkan berbagai perubahan sosial masyarakat khususnya pada perilaku gotong royong petani di wilayah tersebut. Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Dampak Konversi Lahan Terhadap Sikap Gotong royong Petani studi kasus di Kelurahan Tamangapa, Kecamatan Manggala, Kota Makassar, Provinsi Sulawesi selatan.
1.2 Perumusan MasalahBerdasarkan uraian pada latar belakang, maka penelitian ini difokuskan pada masalah, sebagai berikut:1. Mata pencaharian apa saja yang dijalankan masyarakat tani setelah lahan usahatani terkonversi ke non-pertanian ?2. Bagaimana perubahan akses masyarakat terhadap fasilitas sarana dan prasarana umum sebelum adanya konversi lahan dan setelah adanya konversi lahan ?3. Bagaimana sikap gotong royong petani setelah banyaknya petani beralih profesi ke non-pertanian ?
1.3 Tujuan dan KegunaanBerdasarkan rumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Mengetahui mata pencaharian yang dijalankan masyarakat setelah lahan usahataninya terkonversi ke non-pertanian2. Mengetahui sikap gotong royong petani setelah banyaknya petani yang beralih profesi ke non-pertanian3. Mengetahui perubahan akses masyarakat terhadap fasilitas sarana dan prasarana sebelum dan setelah adanya konversi lahan di daerah tersebut.Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah:1. Menambah dan mengembangkan ilmu pengetahuan dalam meningkatkan kajian mengenai dampak konversi lahan pada bidang sector ekonomi (mata pencaharian petani), sosial dan ekonomi serta pengaruhnya terhadap sikap gotong royong petani sebelum dan setelah adanya konversi lahan.2. Sebagai bahan referensi bagi peneliti-peneliti lain yang tertarik untuk melakukan penelitian yang sama atau penelitian lanjutan terkait kajianbmengenai konversi lahan.
II. TINJAUAN PUSTAKA2.1 Konversi Lahan dan Dampaknya Tanah atau lahan merupakan salah satu sumber daya yang penting dalam kehidupan manusia karena setiap aktivitas manusia selalu terkait dengan tanah. Tanah merupakan tanah (sekumpulan tubuh alamiah, mempunyai kedalaman yang lebar yang cirri-cirinya mungkin secara langsung berkaitan dengan vegetasi dan pertanian sekrang) ditambah cirri-ciri fisik lain seperti penyediaan air dan tumbuhan penutup yang dijumpai (Soepardi,1983 dalam Akbar, 2008).Utomo (1992) menyatakan bahwa lahan sebagai modal alami yang melandasikegiatan kehidupan dan penghidupan, memiliki dua fungsi dasar, yakni: (1) Fungsi kegiatan budaya; suatu kawasan yang dapat dimamfaatkan untuk berbagai penggunaan, seperti pemukiman, baik sebagai kawasan perkotaan maupun pedesaan, perkebunan hutan produksi dan lain-lain. (2) fungsi lindung; kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utamnya untuk melindungi kelestarian lingkungan hidup yang ada, yang mencakup sumberdaya alam, sumberdaya buatan, dan nilai sejarah serta budaya bangsa yang bias menunjang pemamfaatan budidaya.Sihaloho (2004) membedakan pengunaan tanah kedalam tiga kategori, yaitu; (1) Masyarakat yang memiliki tanah luas dan menggarapkan tanahnya kepada orang lain; pemilik tanah menerapkan system sewa atau bagi hasil; (2) Pemilik tanah sempit yang melakukan pekerjaan usaha tani dengan tenaga kerja keluarga, sehingga tidak memamfaatkan tenaga kerja buruh tani; (3) Pemilik tanah yang melakukan usaha tani sendiri tetapi banyak memamfaatkan tenaga kerja buruh tani, baik petani bertanah sempit maupun bertanah luas.Bagi petani yang hanya menggantungkan kehidupan dan penghidupannya pada usaha tani akan sulit dipisahkan dari lahan pertanian yang dikuasainya. Mereka tidak berani menaggung resiko atas ketidak pastian penghidupannya sesudah lahan pertaniannya dilepaskan kepada orang lain. Disamping itu status sosial penduduk pedesaan masih ada yang dikaitkan dengan luas kepemilikan lahannya.Dengan memiliki lahan yang luas, petani dapat member pekerjaan kepada tetangganya. Hubungan antara pemilik lahan dengan buruhnya diikat dalam ikatan kekeluargaan yang saling membutuhkan, meskipun dalam status yang berbeda. Dalam hal ini,lahan pertanian merupakan asset sosial bagi pemiliknya yang dapat digunakan sebagai instrumen untuk mempertahankan kehormatan keluarganya. Lahan pertanian yang memiliki fungsi sosial seperti ini tidak mudah tergantikan dengan imbalan ganti rugi berupa uang meskipun jumlahnya memadai. Lestari (2009) mendefinisikanalih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan sebagai perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Alih fungsi lahan dalam artian perubahan/penyesuaian peruntukan pengunaan, disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin bertambah jumlahnyadan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik.Alih fungsi lahan yang umumnya terjadi adalah alih fungsi dari lahan pertanian ke non-pertanian. Menurut suwandi (2002), lahan pertanian yang memiliki fungsi utama untuk becocok tanam padi, palawija atau hortikultura di karenakan gencarnya industrialisasi berakibat pada beralihnya fungsi lahan-lahan produktif pertanian menjadi pabrik-pabrik, jalan tol, pemukiman, perkantoran, dan lain sebagainya.Semakin bertambahnya penduduk perkotaan akibat pertumbuhan alami dan urbanisasi, kota semakin memerlukan fasilitas-fasilitas pendukung terutama perumahan. Pembangunan perumahan selalu memerlukan lahan yang sudah ada, sehingga merubah penggunaan lahan dari non perumahan ke perumahan/pemukiman dan sarana jalan (anonim 3 2014). Gani dan alan (2011) mengemukakan bahwa lahan-lahan persawahan di berbagai daerah di indonesia telah menjadi kawasan permukiman, industri perkantoran, dan bahkam untuk infrastruktur berjalan tanpa hambatan. Kebijakan perlindungan terhadap pertanian belum efektif sehingga tidak sedikit petani padi sawah yang lebih tergiur memilih lahan sawahnya yang sudah terbatas dijual dengan harga yang lebih tinggi karena tekanan kebutuhan sesaat.Secara teoritis, alih fungsi lahan sawah dapat menimbulkan kerugian, terutama hilangnya lahan produktif penghasil beras, disamping tidak menampik adanya mamfaat ekonomi. Namun demikian, tidaklah mudah untuk membuat kalkulasi pasti dari mamfaat dan kerugian akibat konversi ini, karena cukup banyak mamfaat dan kerugian yang sulit diukur.Dampak negatif konversi lahan berdasarkan hasil penelitian adalah hilangnya peluang memproduksi hasil pertanian di lahan sawah yang terkonversi, diantaranya hilangnya produksi pertanian dan nilainya, pendapatan usaha tani, dan kesempatan kerja pada usaha tani. Konversi juga mengakibatkan hilangnya peluang pendapatan dan kesempatan kerja pada kegiatan ekonomi yang tercipta secara langsung maupun tidak langsung darikegiatan usaha tani tersebut, misalnya usaha traktor dan penggilingan padi. Kerugian yang tejadi secara tidak langsung adalah meningkatkan pencemaran, banjir, jumlah petani berlahan sempit dan tingkat kriminalitas serta moral sosial masyarakat akan tergerus. (anonim 3 2014). Terkait dengan dampaknya terhadap kesempatan kerja dibidang pertanian, hal yang sama juga dikemukakan Gany dan Ala (2011) bahwa konversi lahan pertanian berakibat pada beralihnya pekerjaanpetani rus penyakap dan penggarap kesektor-sektor informal sebagai sumber penghidupan. Derasnya arus konversi lahan persawahan karena kebanyakan pemilik lahan adalah golongan petani luas yang tidak pernah memperhitungkan betapa laranya petani-petani penggarap dan penyakap yang harus kehilangan garapandan sumbe penghidupan satu-satunya apabila lahan tersebut beralih fungsi.
Dampak konversi lahan sawah dapat dipandang dari dua sisi. Pertama, dari fungsinya, lahan sawah diperuntukkan untuk memproduksi padi/atau tanaman pangan lainnya. Denagn demikian adanya konversi lahan sawah kefungsi lain akan menurunkan produksi padi nasional. Kedua, dari bentuknya perubahan lahan sawah kepemukiman, perkantoran, prasarana jalan dan lainnya berimplikasi besarnya kerugian akibat sudah diinvestasikannya dana untuk mencetak sawah, membangun waduk adan system irigasi. Namun demikian, banyak juga mamfaat yang diperoleh pasca konversi lahan. Mamfaat itu antara lainberupa kesempatan kerja non pertanian, peningkatan pendapatan dan dalam skala makro berupa perkembangan ekonomi wilayah (anonim 4 2014).
2.2 . Faktor penarik dan faktor pendorong konversi lahanAlih fungsi lahan pertanian ke non-pertanian dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Adapun factor-faktor yanh mempengaruhi konversi lahan pertanian di pedesaan maupun di daerah pinggiran kota sebagaimana di kemukakan oleh Kustiawan (1997) dalam Lestari (2010), menyatakan bahwa setidaknya ada tiga factor penting yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan, yaitu: pertama, faktor Eksternal merupakan factor yang disebabkan oleh adanya dinamika pertumbuhan perkotaan (fisik maupun spasial), demografi maupun ekonomi. Kedua, factor Internal merupakan factor yang disebabkan oleh kondisi sosial ekonomi rumah tangga pertanian pengguna lahan. Ketiga, factor Kebijakan merupakan aspek regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupundaerah yang berkaitan dengan perubahan fungsi lahan pertanian. Menurut iarawan (2005) konversi lahan cenderun menular/meningkat disebabkan oleh dua factor terkait. Pertama, sejalan dengan pembanguan kawasan perumahan atau industry disuatu lokasiyang terkonversi, maka aksesibilitas di lokasi tersebut semakin mendorongng meningkatnya permintaan lahan oleh investor lain atau spekulan tanah sehingga harga lahan disekitarnya meningkat. Kedua, meningkatnya harga lahan selanjutnya mendirong petani lain disekitarnya untuk menjual lahannya. Pembeli tanah tersebut biasanya bukan penduduk setempat sehingga akan terbentuk lahan-lahan gutai yang secara umum rentan terhadap proses konversi lahan Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, secara garis besar factor penyebab konversi lahan dipilih menjadi dua, yaitu pada tingkat makro dan mikro. Dalam tataran makro, konversi lahan sawah disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi sektor non-pertanian yang pesat, implementasi undang-undang yang lemah, serta nilai tukar petani yang rendah. Dalam skala mikro, alasan utama petani melakukan konversi lahan adalah karena kebutuhan, lahannya berada dalam kawasan industri, serta harga lahan yang menarik. Pajak lahan yang tinggi juga cenderung mendorong petani melakukan konversi. Factor pendorong konversi lahan lainnya adalah adanya kesempatan membeli lahan ditempat lain yang lebih murah. Semua penyebab konversi itu akhirnya bermuara pada motif ekonomi, yaitu penggunaan lahan untuk peruntukan yang baru dipandang lebih menguntungkan dari pada digunakan intuk lahan sawah (anonim 4 2014).Silaholo (2004) membagi konversi lahan kedalam tujuh pola atau tipologi, antara lain; (1) konversi gradual berpola sporadis; dipengaruhi oleh dua factor uatama yaitu lahan yang kurang/tidak produktif dan keterdesakan ekonomi pelaku konversi; (2) konversi sistematik berpola enclave; dikarenakan lahan kurang produktif sehingga konversi dilakukan secara serempak untuk meningkatkan nilai tambah; (3) konversi lahan sebagai respon atas pertumbuhan penduduk (population growth driven land conversion); lebih lanjut disebut konversi adaptasi demografi, dimana dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk, lahan terkonversi untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal; (4) konvers yang disebabkan oleh masalah sosial (social problem driven land konversion); disebabkan oleh dua factor yakni keterdesakan ekonomi dan perubahan kesejahteraan; (5) konversi tanpa beben; dipengaruhi oleh factor keinginan untuk mengubah hidup yang lebih baik dari keadaan saat ini dan ingin keluar dari kampong; (6) konversi adaptasi agraris; disebabkan karena keterdesakan ekonomi dan keinginan untuk berubah dari masyarakat dengan tujuan meningkatkan hasil pertanian; (7) konversi multi bentuk atau tanpa bentuk; konversi dipengaruhi oleh berbagai factor, khususnya factor peruntukan untuk perkantoran, sekolah, koperasi, perdagangan, termasuk sistem waris yang tidak dijelaskan dalam konversi demografi.Secara empiris menurut Winoto (2005), lahan pertanian yang paling rentan terhadap alih fungsi lahan adalah sawah. Hal tersebut disebabkan oleh: (1) kepadatan penduduk di pedesaan yang mempunyai agroekosistem dominan sawah pada umumnya jauh lebih tinggi dibandingkan agroekosistemlahan kering, sehingga tekanan penduduk atas lahan juga lebih tinggi. (2) daerah persawahan banyak yang lokasinya berdekatan dengan daerah perkotaan. (3) akibat pola pembangunan dimasa sebelumnya, infrastruktur wilayah persawahan pada umumnya lebih baik dari pada wilayah lahan kering. (4) pembangunan sarana dan prasarana pemukiman, kawasan industry, dan sebagainya cenderung berlangsung cepat di wilayah bertofografi datar.
2.3 . Perubahan Mata Pencaharian Konsep mata pencaharian (livelihood) sangat penting dalam memahami coping strategis karena merupakan bagian dari atau bahkan kadang-kadang dianggap sama dengan strategi mata pencaharian (livelihood strategis). Suatu mata pencaharian meliputi pendapatan (baik yang bersifat tunai maupun barang), lembaga-lembaga sosial, relasi jender, hak-hak kepemilikan yang diperlukan guna mendukung dan menjamin kehidupan (Elis, 1998). Mata pencaharian di suatu wilayah akan mengalami operubahan sesuai dengan keadaan alam, pengetahuan yang dimiliki manusia, kemampuan teknologi yang dimiliki penduduk yang mendiami wilayah dengan kurun waktu yang relatif cepat atau lambat. Menurut Abdurrachmat (1984:21) mengatakan bahwa: macam dan corak aktivitas manusia berbeda-bedapada tiap golongan atau daerah, sesuai dengan kemampuan penduduk dan tata geografi (geographycal setting) daerahnya. Mata pencaharian di daerah pedesan pada umummnya masih berorientasi pada bidang usaha mereka, yakni pada sector peranian. Didalam pertanian terdapat empat unsur yang terkandung didalamnya yaitu diantaranya: (1) Proses produksi, (2) Petani, (3) Usahatani, (4) Usaha tani sebagai perusaan berbasis agribisnis.Menurut Bintarto (1984:76), system pertanian di Indonesia ada dua jenis pertanian yaitu; pertanian rakyat dan pertanian perkebunan besar. Pertanian rakyat diselenggarakan oleh penduduk pedesaan atau penduduk di daerah marginal kota. Pertanian ini didalam penyelenggaraanya mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: (1) modal terbatas, (2) penyerapan tenaga kerja musiman dan bersifat kekeluargaan, (3) pengelolaan lahan dan pertanian secara wiraswasta, (4) jenis tanaman bersifat tanaman bahan makanan (food crops) untuk memenuhi kebutuhan sendiri (subsistence), (5) pertanian pada rakyat komoditi (perdagangan) sepeti karet, cengkeh kelapa dan lada. Sedangakan pertanian perkebuanan besar di Indonesia diselenggarakan di tanah-tanah negara atau milik pribumi, oleh perusahaan negara, perusahaan daerah (provinsi), dan pihak swsata nasional dan atau oleh pihak asing. Pada pertanian perkebunan besar didapati cirri khas diantaranya: (1) teknologi pertaniannya lebih maju, (2) penanaman modal yang besar, (3) mempunyai staf ahli pengelola tekhnik penanaman dan pengolahan produksi, (4) penyerapan tenaga kerja tetap, (5) produksi perkebunan dan pertanian untuk bahan ekspor dan bahan perdagangan dalam negeri. Pada saat sekarang ini daerah pedesaan maupun di kota cenderung mengarah pada pergeseran mata pencaharian dari sector pertanian ke non-pertanian. Pekerjaan diluar sector pertanian sudah mulai menjadi tumpuan harapan, karena penyerapan tenaga kerja yang setiap tahun terus meningkat tetapi lapangan kerja terbatas ditambah dengan adanya teknologi baru dibidang pertanian, akhirnya banyak pekerja yang kehilangan mata pencahariaannya. Berbagai sumber penghasilan yang diperoleh sesuai dengan kemampuannya, keterampilan, pengetahuan dan pendidikan seseorang. Sebagian keluarga yang mempunyai tanah yang sempit atau tidak mempunyai tanah sama sekali, mereka banyak yang bekerja sebagai buruh tani atau petani penggarap bagi desanya sendiri maupun di luar desanya.Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka penggunaan lahan yang diusahakan akan semakin relative efektif dan efisien. Sedangkan bila tingkat pendididkan rendah maka penggunaan lahannyapun akan cenderung bersifat tradisional. Tingkat pendidikan dan keahliah pula akan menentukan pula jenis mata pencaharian yang mereka pilih.Dengan demikian lahan pertanian bukan lagi merupakan asset sosial semata, tetapi lebih diandalkan sebagai asset ekonomi atau modal kerja bila mereka beralih profesi diluar bidang pertanian. Mereka akan keberatan melepaskan lahan pertaniannya untuk dialihfungsikan pada penggunaan non-pertanian. Keadaan tersebut semakin diperburuk dengan kondisi ekonomi seperti saat ini, dimana kesempatan kerja formal semakin kecil. Tidak sedikit petani menjual lahannya untuk biaya masuk kerja formal, atau membeli kendaraan untuk angkutan umum.Konversi lahan sawah menyebabkan hilangnya mata pencaharian sebagian anggota masyarakat setempat, khususnya petani dan buruh tani. Oleh karena itu sebagian dari mereka tidak dapat menjangkaukesempatan kerja dan usaha yang baru, maka konversi lahan sawah diduga juga mengakibatkan terjadinya peninkatan kemiskinan di wilayah tersebut.Perubahan pendapatan akibat konversi lahan, dan juga terjadi perbedaan pemamfaatan dalam alokasi dana hasil penjualan lahan antar petani. Ada perbedaan yang nyata antara petani, lapisan menengah, atas, dan bawah dalam pengelolaan dana hasil penjualan lahan. Petani kaya atau petani lapisan atas cenderung kearah penggunaan produktif, sedangkan petani miskin cenderung kearah konsumtif.Akibat tekanan ekonomi, dana yang didapat dari hasil penjualan lahan oleh petanilapisan bawah, cenderung dialokasikan kerah ang sifatnya konsumtif, seperti memperbaiki rumah, member peralatan rumahtangga, naik haji, dan juga untuk memenuhi kebutuhan pangan nya. Sedangkan penjualan lahan untuk kegiatan yang sifatnya produktif, yakni untuk tambahan modal usaha.
2.4 . Akses Sarana dan Prasarana Hakikat perkembangan pemukiman di desa setiap wilayah adalah perubahan, yang dapat terjadi secara terencana Maupin secara tidak terencana. Hal ini berakibat pada perkembangan kualitas dan kuantitas pemukiman bervariasi secara keruangan. Beberapa masalah perdesaan yang berkaitan dengan ruang wilayah antara lain belum serasinya perkembangan dan keterkaitan aktifitas pertanian dengan sector laindalam pengembangan wilayah sebagai stau kesatuan, masih banyaknya kerusakan lingkungan akibat konversi lahan, dan masih kurang layaknya kondisi lingkngan perumahan dan permukiman beserta sarana dan prasarana permukiman penduduknya (Pascione, 1984; Riyadi 200). Oleh karena itu, dalam ysaha pengembangan permukiman desa perlu kajian variasi keruangan perubahan permukiman dan fakto-faktor pendukungnya.Hal tersebut sejalan dengan kebijakan pengembangan permukiman di Indonesia yang menekankan dua prioritas (Dirjen perumahan dan Pemukiman, 2002). Pertama prioritas jenis kegiatan antara lain pembangunan dan pemeliharaan prasarana dan sarana pendukung pemukiman, dan prioritas kedua adalah lokasi antara lain pembangunan di pulau-pulau kecil, dan pengembangan kualitas pemukiman di wilayah pedesaan pinggiran kota. Kebijakan pengembangan permukiman tersebut mendasari pentingnya penelitian tentang perkembangan permukiman, khususnya perkembangan permukiman pedesaan pinggiran kota. Hal ini mengingat peran wilayah pinggiran kota bagi kesejahteraan penduduk menurun sebagai ruang tempat kehidupan penduduk, baik kehidupan sosial-budaya maupun sosial ekonomi.Pertimbangan mengenai kepentingan atas lahan di berbagai wilayah mungkinberbeda tergantung kepada struktur sosial penduduk dan kebijakan oleh pemerintah dalam mengembangkan wilayah. Aturan-aturan dalam penggunaan lahan dijalankan berdasarkan pada beberapa kategori antara lain kepuasan, kecenderungan untuk kegiatan dalam tata guna lahan, kesadaran akan tata guna lahan, kebutuhan orientasi dan pemamfaatan atau pengaturan estetika (Munir, 2008). Sehubungan dengan hal tersebut, (Chapin, 1995 Jayadinata, 1999) menggolongkan lahan dalam tiga kategori, yaitu; (1) nilai keuntungan, yang dihubungkan dengan tujuan ekonomi dan yang dapat dicapai dengan jual-beli lahan dipasaran bebas.; (2) nilai kepentingan umum, yang dihubungkan dengan pengaturanuntuk masyrakat umum dalam perbaikan kehidupan masyarakat.; (3) nilai sosial, yang merupakan hal mendasar bagi kehidupan dan dinyatakan oleh penduduk dengan perilaku yang berhubungan dengan pelestarian, tradisi, kepercayaan dan sebagainya.Perkembangan sector pertanian pada umumnya terjadi pada wilayah-wilayah yang berlahan subur, pada wilayah inilah berkembang pusat-pusat pemukiman penduduk sehingga menuntut pemerintah daerah setempatuntuk membangun fasilitas-fasilitas umum dan parasarana-prasarana di wilayah tersebut. Adanya pusat pemukiman penduduk, ketersediaan prasarana dan berdasarkan pertimbangan factor-faktor lokasi, yaitu dekatnya lokasi dengan pemukiman sebagai sumber tenaga kerja, maka penggunaan lahan untuk penggunaan non-pertanian seperti perumahan dan industry cenderung untuk berkembang di wilayah ini (Nuryati, 1995 ).Tidak semua konversi lahan berdampak negatif namun adapula dampak positifnya, yaitu dengan semakin padatnya penduduk di wilayah tersebut maka dengan sendirinya desakan pemerintah akan sarana dan prasarana umum semakin nyata untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang berada dalam cakupan wilayah tersebut, fasilitas umum yang di bangun pemerintah antara lain sarana pendidikan, kesehatan, ibadah, jalan dan lainnya, yang dapat dirasakan langsung mamfaatnya oleh masyarakat sekitar perumahan yang telah mengkonversi lahannya kepada pihak yang membangun (pemilik perumahan).2.5. Sikap Gotong royong (Faktor dan Dorongan semangat Gotong Royong)Gotong royong merupakan suatu istilah asli Indonesia yang berarti bekerja bersama-sama untuk mencapai suatu hasil yang didambakan. Bersama-sama dengan musyawarah, pantun, Pancasila, hukum adat, ketuhanan, dan kekeluargaan, gotong royong menjadi dasar Filsafat Indonesia seperti yang dikemukakan oleh (M. Nasroen, 1997). Sikap gotong royong adalah bekerja bersama-sama dalam menyelesaikan pekerjaan dan secara bersama-sama menikmati hasil pekerjaan tersebut secara adil. Atau suatu usaha atau pekerjaan yang dilakukan tanpa pamrih dan secara sukarela oleh semua warga menurut batas kemampuannya masing-masing.Gotong royong dapat diartikan pula sebagai sesuatu sikap ataupun kegiatan yang ditakukan oleh anggota masyarakat secara kerjasama dan tolong menolong dalam menyelesaikan pekerjaan maupun masalah dengan sukarela tanpa adanya imbalan. Sikap gotong royong ini telah melekat pada diri masyarakat pedesaan dan merupakan kebiasaan turun temurun dari nenek moyang. Sikap gotong royong ini sangat berperan sekali untuk memperlancar pembangunan yang berguna bagi kesejahteraan masyarakat.Kegiatan gotong royong yang hidup, tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat desa selama ini, perlu diarahkan dan dibina sedemikian rupa sehingga dapat menunjang pembangunan yang sedang dilaksanakan. Gotong royong dalam usaha meningkatkan produksi perlu digalakan dan hasilnya digunakan untuk pembangunan desa.Permasalahan yang ada sekarang ialah bagaimana cara memupuk kembali nilai-nilai gotong royong yang pernah hidup dengan kuatnya pada kehidupan masyarakat. Walaupun tidak berarti kita harus meampertahankan faktor pendorong adanya gotong royong tersebut. Gotong royong akan tetap hidup dikalangan masyarakat, tetapi berbeda latar belakangnya, bentuk dan sifat dari gotong royong itu sendiri perbedaan ini biasanya ditimbulkan oleh lingkungan masing-masing. Jadi sikap gotong royong dalam masyarakat yang melaksanakan pembangunan mengalami perubahan berbarengan dengan terjadinya perubahan -perubahan sosial yang berlangsung secara berkesinambungan dengan hasil-hasil penemuan manusia itu sendiri.Sementara itu orang-orang desa mulai menyadari dengan lebih mendalam akan perlunya kesempatan dan tata cara berpikir baru, perencanaan terhadap kerjasama atau gotong royong untuk memecahkan berbagai macam problema. Dengan itu mereka akan memperoleh pengalaman bahwa dengan bergotong royong itu akan melakukan hal-hal yang lebih banyak dan lebih efektif dari pada cara perseorangan. Sementara itu orang-orang desa mulai menyadari dengan lebih mendalam akan perlunya kesempatan dan tata cara berpikir baru, perencana terhadap kerjasama utau gotong royong untuk memecahkan berbagai macam problema. Dengan itu mereka akan memperoleh pengalaman bahwa dengan bergotong royong itu akan melakukan hal-hal yang lebih banyak dan lebih efektif dari pada cara perseorangan.. (Anonim 5, 2014).Semangat gotong royong didorong oleh yaitu:(a). Bahwa manusia tidak hidup sendiri melainkan hidup bersama dengan orang lain atau lingkungan sosial; (b). Pada dasarnya manusia itu tergantung pada manusia lainnya; (c). Manusia perlu menjaga hubungan baik dengan sesamanya; dan (d). Manusia perlu menyesuaikan dirinya dengan anggota masyarakat yang lain. Dari inilah timbul suatu kesadaran bahwa kita tidak boleh hanya mementingkan diri sendiri atau kelompok sendiri. Oleh karena itu perlu ditumbuhkan suatu kesadaran dan tanggung jawab terhadap kepentingan bersama.
Sekarang mari kita lihat pengamalan azas gotong royong dalam berbagai kehidupan! Perwujudan partisipasi rakyat dalam reformasi merupakan pengabdian dan kesetiaan masyarakat terhadap program reformasi yang mana senantiasa berbicara, bergotong royong dalam kebersamaan melakukan suatu pekerjaan. Sikap gotong royong memang sudah menjadi kepribadian bangsa Indonesia yang harus benar-benar dijaga dan dipelihara, akan tetapi arus kemajuan ilmu dan teknologi ternyata membawa pengaruh yang cukup besar terhadap sikap dan kepribadian suatu angsa, serta selalu diikuti oleh perubahan tatanan nilai dan norma yang berlaku dalam suatu masyarakat.Adapun nilai-nilai gotong royong yang telah menjadi bagian dari kebudayaan bangsa Indonesia, tentu tidak akan lepas dari pengaruh tersebut. Namun syukurlah bahwa sistem budaya kita dilandasi oleh nilai-nilai keagamaan yang merupakan benteng kokoh dalam menghadapi arus perubahan jaman.Untuk dapat meningkatkan pengamalan azas kegotongroyongan dalam berbagai kehidupan perlu membahas latar belakang dan alasan pentingnya bergotong royong yaitu: (a). Bahwa manusia membutuhkan sesamanya dalam mencapai kesejahteraan baik jasmani maupun rohani. (b). Manusia baru berarti dalam kehidupannya apabila ia berada dalam kehidupan sesamanya. (c). Manusia sebagai mahluk berbudi luhur memiliki rasa saling mencintai, mengasihidan tenggang rasa terhadap sesamanya. (d). Dasar keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa mengharuskan setiap manusia untuk bekerjasama, bergotong royong dalam mencapai kesehjahteraan hidupnya baik di dunia maupun di akhirat. (e). Usaha yang dilakukan secara gotong royong akan menjadikan suatu kegiatan terasa lebih ringan, mudah dan lancer (Anonim 6, 2014).2.5. Kerangka pemikiranMengingat bahwa dalam kegiatan konversi lahan akan memberikan banyak dampak seperti ekonomi, sosial, maupun lingkungan yang semuanya akan berpengaruh langsung pada sikap gotong royong petani, (sebelum dan sesudah konversi) sehingga akan memberikan perbedaan nilai terhadap keadaan ekonomi maupun sosial para petani di wilayah tersebut. Untuk melengkapi uraian tersebut, maka peneliti menyajikan kerangka pemikiran sebagai berikut.faktor penarikkonversi lahanfaktor pendorong akses fasilitas
sikap gotong royong petani
faktor semangat gotong royong Dorongan gotong royong
Gambar 1. Skema kerangka piker penelitianBerdasarkan skema diatas dapat dilihat keterkaitan antara konversi lahan terhadap sikap gotong royong petani di kelurahan Tamangangapa. Konversi ini disebabkan dua factor yakni : factor pendorong dan factor penarik. Factor pendorong disisni disebabkan oleh harga lahan yang semakain tinggi berdsarkan tawaran para pelaku bisnis property yang merasa ingin berinvestasi di daerah ini, sedangkan factor pendorong yakni produktivitas lahan yang tidak lagi mengalami peningkatan yang signifikan akibat berbagai factor, baik factor kesuburan tanah maupun factor cuaca yang toidak menentu. Konversi lahan ini berpengaruh pada sikap gotong royong para petani di kelurahan Tamangapa. Sikap gotonng royong disini mencakup sikap gotong royong dari segi factor semangat gotong royong dan dorongan gotong royong. Pada factor gotong royong mencaku factor-faktor gotong royong akibat konversi lahan yang masih terus terjaga, sedangkan dari segi dorongan gotong royong mencakup apa-apa saja yang mampu member dan menjaga sikap kegotong royongan ini sebelum dan setelah adanya konversi lahan ini.2.5. HipotesisBerdasarkan uraian latar belakang, rumusan masalah dan tujuan penelitian seperti yang telah di kemukakan sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut;1. Intensitas konversi lahan pertanian ke non-pertanian di Kelurahan Tamangapa, Kecamatan Manggala, Kota Makassar di kategorikan tinggi.2. Perubahan harga lahan merupakan factor penarik dan produktivitas merupakan factor pe ndorong dalam konversi lahan di Kelurahan Tamangapa, Kecamatan Manggala, Kota Makassar.3. Konversi lahan berpengaruh pada sikap gotong royong petani di Kelurahan Tamangapa, Kecamatan Manggala, Kota Makassar.
III. METODOLOGI PENELITAIAN3.1. Tempat dan waktu penelitianPenelitian ini dilaksanaka di Kelurahan Tamangapa, Kecamatan Manggala, Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive yaitu pemilihan secara langsung dengan pertimbangan bahwa daerah ini penduduknya dulu mayoritas mata pencahariannya adalah bertani dan saat ini semakin berkurang. Penelitian ini akan dilakasanakan selama 2 bulan, yakni mulai bulan Maret 2014 sampai bulan Juni 2014.
3.2. Metode Penelitian dan Penentuan Sampel
Metode penelitian yang digunakan adalah metode studi kasus yaitu suatu model yang menekankan pada eksplorasi dari suatu system yang berbatas pada suatu kasus atau beberapa kasus secara mendetail disertai dengan penggalian data secara mendalam yang melibatkan beragam sumber informasi yang kaya akan kontes. Sehingga kasus-kasus tersebut akan diteliti secara utuh yang dalam hal ini dilakukan pada petani yang mengkonversi lahan pertanian ke non-pertanian di Kelurahan Tamangapa, Kecamatan Manggala, Kota Makassar.Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif melalui pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif yaitu penelitian yang bersifat menggambarkan atau melukiskan suatu hal. Tujuan penelitiandeskriptif adalah untuk menjelaskan suatu hal secara sistemik, factual, dan akurat serta sifat-sifat populasi pada daerah tertentu.Pendekatan kualitatif merupakan sumber dari deskripsi yang luas dan berlandasan kukuh, serta memuat penjelasan tentang proses-proses yang terjadi dalam lingkup setempat. Dengan data kualitatif, maka dapat mengikuti dan memahami alur peristiwa secara kronologis, menilai sebab akibat dalam lingkup pikiran orang-orang setempat, dan memperoleh penjelasan yang banyak dan bermamfaat.Penentuan sampel dilakukan secara acak sederhana (simple random sampling), yaitu pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan penelitian sesuai dengan tujuan penelitian. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam simple random sampling adalah semua individu dalam populasi (anggota populasi) berkesempatan yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel. Teknik penarikan contoh acak sederhana digunakan karena pada umumnya petani dilokasi penelitian pernah menjual lahannya. Sehingga setiap sampel yang terpilih adalah mereka yang dianggap mampu memberikan keterangan sesuai tujuan penelitian.
3.3. Jenis dan Sumber DataJenis dan sumber data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.1. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung di lokasi penelitian baik melalui hasil wawancara dengan menggunakan kusioner dan wawancara mendalam dengan petani responden dan informan kunci.2. Data sekunder, yaitu ada yang diperoleh dari instansi/lembaga terkait dengan penelitian ini seperti;a. Jumlah kepemilikan lahan, luas lahan, luas alih fungsi lahan, diperoleh dari kantor Kelurahan Tamangapa.b. Keadaan Kelurahan Tamangapalaiinya diperoleh dari dinas pertanian kota Makassar, badan pusat statistic kota Makassar, kantor camat Manggala dan kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Makassar.
3.4. Teknik Pengumpulan DataTeknik pengumpulan data yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut;1. Observasi, yaitu melakukan pengamatan langsung pada lingkungan masyrakat tani untuk mengetahui intensitas konversi lahan pertanian ke non-pertanian yang ada di lokasi penelitian.2. Wawancara yaitu Tanya jawab yang dilakukan terhadap petani responden dengan menggunakan kusioner.3. Wawancara mendaloam yaitu wawancara yang dilakukan untuk mendapatkan data dalam bentuk diskripsi dari petani responden dan informan kunci terkait dengan konversi lahan Kelurahan Tamangapa.4. Dokumentasi digunakan untuk memperoleh data dari beberapa instansi teknis yang terkait dengan penelitian. Dokumentasi yang digunakan sebagai sumber data terdiri dari Kecamatan Manggala dalam angka dari Badan Pusat Statistik, laporan penelitian dan literatur-literatur yang terkait.
3.5. Metode AnalisisData yang diperoleh dari pnelitian selanjutnya diolah dengan menggunakan analisis komparasi, yakni membandingkan;1. Jenis dan jumlah mata pencaharian sebelum dan sesudah masyarakat Kelurahan tamangapa menkonversi lahan.2. Jenis dan jumlah fasilitas sarana/prasarana yang bias diakses sebelum dan sesudah masyarakat mengkonversi lahan nya.3. Tingkat sikap gotong royong petani sebelum dan setelah adanya konversi lahan di Kelurahan Tamangapa.
3.6. Konsep operasionalUntuk memudahkan dalam pengumpulan data, maka ditetapkan batasan konsep operasional sebagai berikut;1. Tanah atau lahan merupakan sumberdaya yang sangat penting dimana tempat makhluk hidup melakukan segala aktifitas.2. Konversi lahan adalah perubahan fungsi lahan menjadi fungsi yang lain diman akan merubah potensi lahan tersebut.3. Konversi lahan pertanian ke perumahan yaitu perubahan fungsi sumberdaya dan potensi lahan menjadi sebuah perumahan.4. Dampak adalah pengaruh atau efek yang ditimbulkan dari sesuatu tindakan atau kegiatan, dalam hal ini adalah pengaruh terhadap kehidupan masyarakat sekitar.5. Petani yaitu seseorang yang bergerak dibidang bisnis pertanianutamanya dengan cara melakukan pengelolaan tanah dengan tujuan untuk menumbuhkan dan memelihara tanaman (seperti padi, bunga, buah, sayur dan lain-lain), dengan harapan untuk memperoleh hasil dari tanaman untuk digunakan sendiri ataupun menjualnya kepada orang lain.6. Responden adalah petani-petaniyang dijadikan sampel penelitian yang terlibat atau merasakan sendiri hasil dari proyek-proyek pertanian yang ada.7. Mata pencaharian adalah sumber penghasilah atau pendapatan seseorang.8. Perubahan mata pencaharian yaitu berubahnya penghasilan atau pendapatan seseorang akibat adanya perubahan pekerjaan.9. Intensitas adalah banyaknya petani yang pernah menjual lahannya.10. Factor pendorong adalah hal-hal yang mendorong petani kelurahan Tamangapa untuk menjual lahannya.11. Factor penarik adalah hal-hal yang menjadi dasar petani di Keluarahan Tamangapa untuk menjual lahannya.12. Perubahan akses fasilitasyaitu perubahan sarana dan prasarana fisik yakni adanya perubahan benda atau barang yang menunjang atau mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi unit kerja.13. Sikap gotong royong adalah sesuatu sikap ataupun kegiatan yang ditakukan oleh anggota masyarakat secara kerjasama dan tolong menolong dalam menyelesaikan pekerjaan maupun masalah dengan sukarela tanpa adanya imbalan.14. Factor semangat gotong royong adalah nilai-nilai semangat gotong royong yang lahir dari tradisi asli masyrakat indonesia.15. Dorongan gotong royong adalah suatu sikap yang lahir dari jiwa hakiki masyrakat indonesia sebagai bangsa yang menjunjung tinggi nilai dan norma persatuan dan kesatuan.
SEMINARPROPOSAL PENELITIAN
Judul: Dampak Konversi Lahan terhadap Sikap Gotong Royong Petani (Studi kasus, di Desa Tamangapa, Kecamatan Manggala, Kota Makassar) Nama: Syamsu AlamStambuk : G211 10 903Hari/Tanggal:Waktu:Tempat: Dosen Pembimbing: 1. 2. Dosen Penguji: 1. 2. Panitia Seminar:
PROGRAM STUDI AGRIBISNISJURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIANFAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR2013