Proposal Tesis

76
A. Topik Penelitian “Keefektifan Model Pembelajaran Student Team Achievement Division (STAD) dan Think Pair Share (TPS) Berbantu Media Gambar Terhadap Kemampuan Menulis Cerita Pendek Peserta Didik Kelas VII SMP” B. Latar Belakang Masalah Manusia dalam kehidupan sehari-hari membutuh sarana komunikasi untuk berhubungan dalam masyarakat. Sarana komunikasi yang dimaksud adalah bahasa. Memalui bahasa, manusia dapat mengomunikasikan berbagai pengalaman dan pengetahuan dengan orang lain. Keterampilan berbahasa juga dapat meningkatkan keterampilan intelektual dan penalaran seseorang. Oleh karena itu, penguasaan bahasa sangatlah penting, apalagi di era persaingan bebas seperti sekarang ini. Persaingan bebas menuntut manusia untuk berpikir cepat, berwawasan luas, dan berintelek cerdas. Keterampilan seperti itu diperoleh manusia jika dapat menyerap berbagai informasi secara cepat, tepat, dan dapat menyampaikannya dengan benar. Keterampilan memperoleh dan menyampaikan informasi inilah yang sangat berkaitan dengan keterampilan berbahasa seseorang. Karena itu pembelajaran bahasa menjadi sangat penting untuk diberikan kepada peserta didik sedini mungkin.

description

proposal

Transcript of Proposal Tesis

Page 1: Proposal Tesis

A. Topik Penelitian

“Keefektifan Model Pembelajaran Student Team Achievement Division

(STAD) dan Think Pair Share (TPS) Berbantu Media Gambar Terhadap

Kemampuan Menulis Cerita Pendek Peserta Didik Kelas VII SMP”

B. Latar Belakang Masalah

Manusia dalam kehidupan sehari-hari membutuh sarana komunikasi

untuk berhubungan dalam masyarakat. Sarana komunikasi yang dimaksud

adalah bahasa. Memalui bahasa, manusia dapat mengomunikasikan berbagai

pengalaman dan pengetahuan dengan orang lain. Keterampilan berbahasa juga

dapat meningkatkan keterampilan intelektual dan penalaran seseorang. Oleh

karena itu, penguasaan bahasa sangatlah penting, apalagi di era persaingan

bebas seperti sekarang ini. Persaingan bebas menuntut manusia untuk berpikir

cepat, berwawasan luas, dan berintelek cerdas. Keterampilan seperti itu

diperoleh manusia jika dapat menyerap berbagai informasi secara cepat, tepat,

dan dapat menyampaikannya dengan benar. Keterampilan memperoleh dan

menyampaikan informasi inilah yang sangat berkaitan dengan keterampilan

berbahasa seseorang. Karena itu pembelajaran bahasa menjadi sangat penting

untuk diberikan kepada peserta didik sedini mungkin.

Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan

keterampilan siswa dalam berkomunikasi dengan bahasa Indonesia yang

dipelajari secara lisan maupun tertulis. Ada empat keterampilan bahasa yang

harus diperhatikan dalam berbahasa, yaitu keterampilan membaca,

keterampilan berbicara, keterampilan menyimak, dan keterampilan menulis.

Keempat keterampilan tersebut mempunyai hubungan yang sangat erat

(Tarigan 1986: 1). Menulis sebagai salah satu keterampilan berbahasa perlu

mendapat perhatian yang serius dalam pembelajaran berbahasa disekolah.

Sebaiknya keterampilan menulis mulai diterapkan dari pendidikan dasar. Hal

ini sebagai pondasi bagi peserta didik dalam menempuh pendidikan hingga

jenjang pendidikan yang paling tinggi. Menurut Robert Lodo sebagaimana

dikutip dalam Suriamiaharjo (1999: 1) menulis adalah menempatkan simbol-

Page 2: Proposal Tesis

simbol grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dimengerti oleh

seseorang, kemudian dapat dibaca oleh orang lain yang memahami bahasa

tersebut beserta simbol-simbol grafiknya.

Keterampilan menulis sebagai salah satu cara dari keempat keterampilan

berbahasa, mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia.

Menulis bukanlah kemampuan yang dapat dikuasai dengan sendirinya,

melainkan harus melalui proses pembelajaran sehingga memang diperlukan

sebuah proses panjang untuk menumbuhkan tradisi menulis. Dengan menulis

seseorang dapat mengungkapkan pikiran dan gagasan untuk mencapai maksud

dan tujuannya. Oleh karena itu seseorang harus menguasai kemampuan dasar

menulis, yaitu yang berkaitan dengan masalah pilihan kata, efektifitas kalimat

dan pembelajaran (Akhadiah, et al 1996:71).

Kemampuan menulis melatih siswa untuk berpikir secara sistematis

rasional dan ilmiah, sehingga diharapkan dapat mempengaruhi prestasi belajar

siswa. Melalui menulis siswa dilatih untuk mengorganisasikan ide, gagasan,

pendapat, dan tanggapan secara tertulis yang oleh para siswa dianggap sulit bila

dibandingkan dengan berbicara. Hal ini sesuai dengan pendapat Akhadiyah

(1997: 14) menulis dikatakan lebih sulit, karena dalam menulis memerlukan

kecermatan dan ketepatan dalam memilih kata-kata kemudian menyusun kata-

kata itu menjadi kalimat-kalimat atau paragraf yang dapat ditangkap

maksudnya oleh pembaca. Salah satu pembelajaran menulis bagi peserta didik

pada kurikulum 2013 adalah menulis cerpen.

Pembelajaran menulis cerpen diajarkan pada kelas VII SMP sesuai

dengan standar kompetensi lulusan (SKL) Kurikulum 2013 pada KI 4:

mencoba, mengolah, dan menyaji dalam ranah konkret (menggunakan,

mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak

(menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan

yang dipelajari disekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang atau

teori. Selanjutnya pada KD 4.2 menyusun teks hasil observasi, tanggapan

deskriptif, eksposisi, eksplanasi, dan cerita pendek baik secara lisan maupun

tulis. Berdasarkan SKL diatas diharapkan peserta didik dapat menulis cerpen

Page 3: Proposal Tesis

sesuai dengan tujuan kurikulum 2013. Pembelajaran menulis cerpen pada saat

ini banyak kendala dalam pelaksanaan sehingga mengakibatkan hasil belajar

menulis cerpen peserta didik tidak maksimal.

Sampai saat ini banyak guru yang menggunakan model tradisional dalam

pembelajaran dikelas. Menurut Dunn sebagaimana dikutip dalam Huda (2014:

7) bahwa pembelajaran akan lebih efektif dan afektif apabila pembelajar

dipahami lebih dari sekadar penerima pasif pengetahuan, melainkan seseorang

yang secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran yang diarahkan guru

menuju lingkungan kelas yang nyaman dan kondisi yang emosional, sosiologis,

psikologis, dan fisiologis yang kondusif. Seorang guru seharusnya mengerti

bagaimana cara agar peserta didik dapat memahami materi yang dijelaskan.

Model pembelajaran yang hanya menggunakan ceramah akan menjadikan

peserta didik pasif karena pembelajaran tersebut serasa membosankan. Seorang

guru tidak hanya pandai dalam menyampaikan materi pelajaran tetapi juga

harus dapat menggunakan model pembelajaran agar peserta didik mempunyai

motivasi dalam belajar. Tidak mungkin dalam menerangkan materi kepada

peserta didik, guru menggunakan cara yang sama karena setiap karakter peserta

didik pasti berbeda-beda.

Selain masih banyak guru yang menggunakan model ceramah dalam

pembelajaran, banyak guru yang mengabaikkan fungsi dari media

pembelajaran. Para guru hanya mengambil nilai praktisnya saja dalam

pelaksanaan pembelajaran tanpa mempertimbangkan hasil pembelajaran

peserta didik. Pada hakekatnya model pembelajaran berfungsi untuk

mengantarkan pesan. Melalui pesan tersebut seharusnya siswa lebih mudah

memahami materi dan mengerjakan soal ulangan seperti soal menulis jika di

bantu dengan media jenis visual akan membantu peserta didik dalam

mengekspresikan ide-idenya kedalam bentuk tulis dimana hal ini sejalan

dengan pendapat Arsyad (2013: 10) bahwa media pembelajaran dapat

digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi dalam proses belajar

mengajar sehingga dapat merangsang perhatian dan minat peseta didik dalam

belajar.

Page 4: Proposal Tesis

Masalah mengenai pendidikan disekolah juga ditunjukkan bahwa pusat

pembelajaran masih berpusat pada guru. Pembelajaran yang seperti itu tidak

sesuai dengan perkembangan paradigma pembelajaran saat ini bahwa

pembelajaran berpusat pada peserta didik. Hal ini sejalan dengan pendapat

Trianto (2007: 2) bahwa paradigma pembelajaran pada saat ini sudah

mengalami perubahan dalam pelaksanaannya. Salah satu perubahan paradigma

pembelajaran adalah orientasi pembelajaran yang semula berpusat pada guru

beralih berpusat pada peserta didik. Pernyataan ini dimaksudkan bahwa

pembelajaran yang berpusat pada peserta didik akan menggali kreatifitas

peserta didik. Peran seorang guru hanya sebagai fasilitator dalam pembelajaran.

Berdasarkan observasi di SMP N 1 Ulujami Kabupaten Pemalang, SMP

N 2 Ulujami Kabupaten Pemalang, dan SMP N 1 Comal Kabupaten Pemalang

menunjukkan bahwa pembelajaran menulis cerpen masih ada kendala dalam

pelaksanaannya. Guru masih sering menggunakan metode ceramah sehingga

pembelajaran menulis cerpen menjadi tidak efektif. Pada saat guru berceramah

didepan kelas, guru memberikan tugas dan setelah selesai, tugas tersebut

dibahas bersama-sama didepan kelas. Belum adanya variasi seperti penggunaan

model pembelajaran mengakibatkan pembelajaran menjadi monoton sehingga

siswa kurang aktif dalam mengikuti pembelajaran. Pada pembelajaran tersebut

peserta didik cenderung pasif karena hanya mendengarkan penjelasan dari guru

bahkan banyak peserta didik yang berbicara sendiri pada saat pembelajaran.

Pelaksanaan pembelajaran menulis cerpen juga tidak memanfaatkan

penggunaan media pembelajaran sehingga peserta didik merasa kesulitan

dalam memahami teks cerpen.

Berdasarkan wawancara kepada guru bahasa Indonesia di SMP N 1

Ulujami Kabupaten Pemalang, SMP N 2 Ulujami Kabupaten Pemalang, dan

SMP N 1 Comal Kabupaten Pemalang, peserta didik masih mengalami

kesulitan dalam menulis cerpen. Hal ini dibuktikan bahwa banyak peserta didik

yang masih belum dapat mengorganisasikan unsur intrinsik dalam isi cerpen

yang ditulisnya, diksi yang digunakan masih banyak yang salah serta kosakata

juga masih banyak yang tidak sesuai. Hal tersebut mengakibatkan hasil menulis

Page 5: Proposal Tesis

cerpen dari peserta didik banyak yang tidak tuntas sesuai dengan nilai kriteria

ketuntasan mengajar (KKM).

Berdasarkan permasalahan dalam pendidikan khususnya proses

pembelajaran peserta didik pada kompetensi menulis, maka diharapkan guru

dapat kreatif dalam melaksanakan pembelajaran dengan memberikan variasi-

variasi pembelajaran. Hal itu dimaksudkan agar pembelajaran menjadi

menyenangkan dan tidak menekan mental peserta didik. Pembelajaran secara

berkelompok diharapkan dapat menciptakan suasana kelas yang menyenangkan

dan membangkitkan motivasi peserta didik. Pembelajaran secara berkelompok

dapat diwujudkan melalui model pembelajaran kooperatif. Menurut Slavin

(2010: 5) model pembelajaran kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok

karena dalam model pembelajaran ini harus ada struktur dorongan dan tugas

yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadi interaksi secara

terbuka dan hubungan-hubungan yang bersifat interdependensi efektif antara

anggota kelompok. Melalui pembelajaran itu juga diharapkan peserta didik

lebih aktif dalam proses pembelajaran sehingga dapat mencapai tujuan

pembelajaran. Model pembelajaran kooperatif mempunyai beberapa tipe

diantaranhya adalah tipe student teams achievement division (STAD) dan tipe

think pair share (TPS).

Student Team Achievement Division (STAD) adalah salah satu tipe

pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan model yang

paling baik untuk permulaan bagi para guru yang baru menggunakan

pendekatan kooperatif (Slavin 2010:143). Siswa ditempatkan dalam tim belajar

beranggotakan empat sampai enam orang yang merupakan campuran menurut

tingkat kinerjanya, jenis kelamin dan suku. Guru menyajikan pelajaran

kemudian siswa bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh anggota

tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh siswa dikenai kuis

tentang materi tersebut dengan catatan, saat kuis mereka tidak boleh saling

membantu. Aktivitas belajar dengan metode kooperatif model Student Team

Achievement Division (STAD) memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks

Page 6: Proposal Tesis

disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat, dan

keterlibatan belajar.

Model Pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) membantu

siswa mengintepretasikan ide mereka bersama dan memperbaiki pemahaman.

Menurut Arends sebagaimana dikutip dalam Trianto (2007 :61) Think Pair

Share (TPS) merupakan suatu cara yang yang efektif untuk membuat variasi

suasana pola diskusi kelas. Dalam hal ini, guru sangat berperan penting untuk

membimbing siswa melakukan diskusi, sehingga terciptanya suasana belajar

yang lebih hidup, aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Dengan demikian

jelas bahwa melalui model pembelajaran Think Pair Share (TPS), siswa secara

langsung dapat memecahkan masalah, memahami suatu materi secara

berkelompok dan saling membantu antara satu dengan yang lainnya, membuat

kesimpulan serta mempresentasikan di depan kelas sebagai salah satu langkah

evaluasi terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.

Untuk mendukung kedua model pembelajaran kooperatif tersebut perlu

penggunaan media pembelajaran yang tepat. Media pembelajaran dapat

digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi dalam proses belajar

mengajar sehingga dapat merangsang perhatian dan minat peseta didik dalam

belajar. Menurut Arsyad (2013:21) Fungsi kognitif media visual akan

memperlancar pencapaian tujuan untuk memahami dan mengingat informasi

atau pesan yang terkandung dalam gambar. Oleh karena itu melalui media

gambar, diharapkan lebih efektif membantu guru dalam menerapkan model

pembelajaran terhadap kemampuan menulis cerpen peserta didik.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kusmaniyah (2012: 113)

Uji coba terbatas model STAD Bhineka dalam pembelajaran menulis resensi

berkonteks multikultural bermuatan nilai-nilai karakter pada peserta didik SMA

dilakukan di dua sekolah. Pembelajaran dilaksanakan berdasarkan model

STAD Bhineka dan perangkat model. Ketercapaian kompetensi menulis resensi

sudah melampaui KKM yang sebesar 75, yaitu sebesar 84,04 dan 84,06. Dari

hasil jurnal peserta didik dan guru diketahui bahwa pembelajaran menulis

resensi dengan model STAD Bhineka ini menyenangkan. Hal ini membuktikan

Page 7: Proposal Tesis

bahwa model STAD Bhineka ini dapat diterima atau efektif digunakan untuk

pembelajaran menulis.

Berdasarkan penelitian Dewi (2011) Kemampuan menulis paragraf

deskripsi yang menggunakan model pembelajaran Think Pair Share pada siswa

kelas X SMA Negeri 2 Pematang Siantar Tahun Pembelajaran 2010/2011

adalah baik dengan nilai rata-rata 76,60. Kemampuan menulis paragraf

deskripsi yang menggunakan model pembelajaran konvensional pada siswa

kelas X SMA Negeri 2 Pematang Siantar Tahun Pembelajaran 2010/2011

adalah cukup dengan nilai rata-rata 67,34. Pembelajaran model Think Pair

Share efektif diterapkan dalam meningkatkan kemampuan siswa menulis

paragraf deskripsi. Ini terbukti dari hasil uji t diperoleh nilai t hitung > t tabel

(0,05), yakni 92,60 > 1,98.

Penelitian lain tentang peningkatan keterampilan menulis peserta didik

dengan menggunakan media gambar yaitu oleh Dwi Sulistyorini (2012:19)

menunjukkan bahwa pembelajaran keterampilan menulis puisi dengan

menggunakan media gambar yang dilaksanakan dalam penelitian ini telah

berhasil sesuai dengan tujuan yang sudah ditetapkan. Kemampuan

keterampilan menulis puisi siswa menjadi meningkat. Peningkatan tersebut

meliputi peningkatan kemampuan dalam menulis puisi dengan aspek

kemampuan menentukan tema puisi yang sesuai dengan gambar, memilih

kata (diksi) yang baru dan kreatif, menggunakan rima yang tertata, dan

menggunakan majas. Selain itu, peningkatan kemampuan siswa dalam

keterampilan menulis puisi secara utuh. Demikian pula terjadi peningkatan

pada guru dalam melaksanakan pembelajaran keterampilan menulis dengan

menggunakan media gambar. Peningkatan tersebut meliputi membangkitkan

skemata siswa tentang menulis puisi, membimbing siswa dalam menulis

puisi, memberi respon secara positif, melakukan refleksi untuk

mengidentifikasi kesulitan siswa dalam menulis puisi, dan memberikan

pemantapan pemahaman langkah-langkah dalam menulis puisi dengan

memperhatikan indikator dalam menulis puisi. Berdasarkan simpulan hasil

Page 8: Proposal Tesis

penelitian, disarankan hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai salah

satu alternatif strategi pembelajaran keterampilan menulis

Berdasarkan permasalahan di atas, penyusun tertarik untuk mengadakan

penelitian dengan topik “Keefektifan Model Pembelajaran Student Team

Achievement Division (STAD) dan Think Pair Share (TPS) Berbantu Media

Gambar Terhadap Kemampuan Menulis Cerita Pendek Peserta Didik Kelas VII

SMP”.

C. Identifikasi Masalah

Pembelajaran Bahasa Indonesia dalam pelaksanaanya masih banyak

dijumpai dengan penggunaan model pembelajaran tradisional. Kegiatan belajar

mengajar lebih berpusat pada guru sehingga peserta didik menjadi pasif. Hal

ini mengakibatkan peserta didik cenderung bosan karena dalam pembelajaran

tradisional tersebut peserta didik hanya mendengarkan penjelasan yang

disarnpaikan oleh guru dan mencatat hal-hal yang dianggap penting saja.

Akibatnya peserta didik sering melakukan aktivitas-aktivitas lain yang kurang

mendukung kegiatan belajar mengajar seperti berbicara dengan teman atau

bahkan tidur di kelas.

Praktik pembelajaran menulis cerpen di SMP selama ini belum

menunjukkan proses dan hasil yang optimal sesuai dengan kriteria ketuntasan

minimal (KKM) yang ditentukan. Beberapa permasalahan dalam pembelajaran

menulis cerpen adalah kurangnya kreatifitas guru dalam memilih model

pembelajaran menulis yang tepat, dan kurangnya kreatifitas guru dalam

memilih media pembelajaran menulis yang tepat. Berhubungan dengan

pemilihan model pembelajaran, guru lebih sering menggunakan model

pembelajaran konvensional dalam pembelajaran menulis. Kondisi ini

menyebabkan peserta didik kurang berkomunikasi dan berinteraksi dengan

guru maupun dengan peserta didik lain. Informasi hanya bersumber dari guru,

sedangkan peserta didik cenderung tidak memiliki kesempatan untuk

mengungkapkan ide-ide yang ada di pikirannya. Berdasarkan permasalahan di

atas, sebagai seorang guru harus bijaksana dalam menangani permasalah

Page 9: Proposal Tesis

tersebut salah satunya adalah menentukan model dan media pembelajaran yang

dapat menciptakan situasi dan kondisi kelas yang kondusif agar proses

pembelajaran dapat berlangsung sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Model

pembelajaran yang dimaksud di sini adalah model pembelajaran kooperatif tipe

student team achievement division (STAD) dan think pair share (TPS) dengan

bantuan media gambar sebagai media pembelajaran dalam kemampuan

menulis cerpen peserta didik.

D. Pembatasan Masalah

Permasalahan yang ada pada identifikasi masalah tidak semuanya

diteliti, tetapi penelitian hanya fokus pada model pembelajaran kooperatif tipe

student teams achievement division (STAD) dan think pair share (TPS)

berbantu media gambar terhadap kemampuan menulis cerpen peserta didik.

E. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada identifikasi masalah dan batasan masalah

tersebut, selanjutnya dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apakah penggunaan model pembelajaran student teams achievement division

(STAD) berbantukan media gambar lebih efektif dari pada penggunaan model

pembelajaran think pair share (TPS) berbantukan media gambar terhadap

kemampuan menulis cerpen peserta didik kelas VII SMP?

2. Apakah penggunaan model pembelajaran student teams achievement division

(STAD) berbantukan media gambar lebih efektif dari pada penggunaan model

pembelajaran konvensional berbantukan media gambar terhadap kemampuan

menulis cerpen peserta didik kelas VII SMP?

3. Apakah penggunaan model pembelajaran think pair Share (TPS) berbantukan

media gambar lebih efektif dari pada penggunaan model pembelajaran

konvensional berbantukan media gambar terhadap kemampuan menulis cerpen

peserta didik kelas VII SMP?

Page 10: Proposal Tesis

F. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui keefektifan model pembelajaran student teams achievement

division (STAD) berbantukan media gambar dan model pembelajaran think

pair share (TPS) berbantukan media gambar terhadap kemampuan menulis

cerpen peserta didik kelas VII SMP.

2. Mengetahui keefektifan model pembelajaran student teams achievement

division (STAD) berbantukan media gambar dan model pembelajaran

konvensional berbantukan media gambar terhadap kemampuan menulis cerpen

peserta didik kelas VII SMP.

3. Mengetahui keefektifan model pembelajaran teams think pair share (TPS)

berbantukan media gambar dan model pembelajaran konvensional berbantukan

media gambar terhadap kemampuan menulis cerpen peserta didik kelas VII

SMP.

G. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis Secara umum hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan

masukan tentang model pembelajaran yang baik untuk merangsang

kemampuan menulis cerpen peserta didik dalam pembelajaran Bahasa

Indonesia. Secara khusus hasil dari penelitian ini dapat memberikan

pengetahuan tentang keefektifan model pembelajaran kooperatif tipe student

teams achievement division (STAD) dan think pair share (TPS) berbantu

media gambar terhadap kemampuan menulis cerpen peserta didik.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari hasil penelitian ini ada tiga antara lain manfaat

manfaat bagi peserta didik, dan manfaat guru, dan sekolah.

a. Manfaat Bagi Peserta Didik

Manfaat praktis bagi peserta didik dari hasil penelitian ini adalah:

1) Memudahkan peserta didik dalam menulis cerpen.

Page 11: Proposal Tesis

2) Memberikan wawasan baru sehingga peserta didik bisa lebih aktif dalam

pembelajaran.

3) Menciptakan pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna sehingga

menumbuhkan motivasi bagi peserta didik.

b. Manfaat Bagi Guru

Manfaat praktis dari hasil penelitian ini bagi guru adalah:

1) Memberikan informasi sebagai bahan pertimbangan pemilihan model

pembelajaran menulis cerpen yang efektif.

2) Guru dapat menciptakan lingkungan kelas yang kondusif, menyenangkan, dan

bermanfaat bagi perbaikan dalam proses pembelajaran Bahasa indonesia

khususnya menulis cerpen.

c. Manfaat Bagi Sekolah

Manfaat praktis dari hasil penelitian ini bagi sekolah adalah:

1) Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai model pembelajaran yang

dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam meningkatkan kualitas

pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah.

2) Memberikan sumbangan yang baik dalam rangka perbaikan proses

pembelajaran untuk dapat menunjang keefektifan hasil belajar peserta didik.

H. Landasan Teori dan Kajian Pustaka

1. Landasan Teori

a. Keterampilan Menulis

Menulis adalah menyampaikan ide atau gagasan dan pesan dengan

menggunakan lambang grafik (tulisan). Proses menulis dituntut untuk

memperhatikan struktur yang berkaitan dengan unsur-unsur tulisan agar

pembaca dapat memahami pesan yang ingin disampaikan oleh penulis.

beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli tentang pengertian

menulis diantaranya adalah menulis didefinisikan sebagai suatu kegiatan

penyampaian pesan dengan menggunakan bahasa tulis sebagai alat dan

Page 12: Proposal Tesis

medianya (Suparno dan Yunus 2007: 3). Menurut pendapat Tarigan (2008: 22)

Menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang

menggambarkan suatu bahasa yang dipahami seseorang sehingga orang lain

dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut, kalau mereka memakai

bahasa dan lambang grafik tadi. Sedangkan menurut Nurgiyantoro (2009:298)

menulis adalah aktivitas aktif produktif, aktivitas menghasilkan bahasa, dilihat

dari pengertian umum, menulis adalah aktivitas mengemukakan gagasan

melalui media bahasa. Sependapat dengan Nurgiayantoro dan Yunus, Harjito

dan Umaya (2009: 13) mengemukakan bahwa menulis memiliki arti sepadan

dengan mengarang, yaitu sebagai segenap rangkaian kegiatan seseorang

mengungkapkan gagasan dan penyampaiannya melalui bahasa tulis kepada

pembaca untuk dipahami.

Berdasarkan beberapa pengertian menulis yang dikemukakan oleh para

ahli, maka dapat diambil simpulan bahwa menulis adalah suatu proses berpikir

yang dituangkan dalam bentuk tulisan dimana ide atau gagasannya kemudian

dikembangkan dalam wujud rangkaian kalimat yang diungkapkan dalam

bahasa tulis sebagai medianya yang ditujukan kepada pembaca untuk

dipahami. Oleh karena itu dari sini akan terlihat sejauh mana pengetahuan yang

dimiliki penulis dalam menciptakan sebuah karangan yang efektif. Jalan

pikiran dan perasaan penulis sangat menentukan arah penulisan sebuah karya

tulis atau karangan yang berkualitas. Dengan kata lain hasil sebuah karangan

yang berkualitas umumnya ditunjang oleh keterampilan kebahasaan yang baik.

Semakin baik keterampilan kebahasaan yang dimiliki oleh seorang penulis,

maka akan semakin berkualitas pula hasil karya tulis atau karangannya.

Tujuan menulis adalah keinginan yang diharapkan penulis dapat

diterima oleh pembaca. Oleh karena itu, sebelum membuat tulisan, seorang

penulis harus menentukan terlebih dahulu tujuan apa yang hendak ia capai

dalam tulisannya. Tujuan penulisan yang dikemukakan Hugo Harting ditulis

oleh Tarigan (1994: 24) adalah:

1) Assignment Purpose (tujuan penugasan) Penulisan dilakukan karena

ditugaskan, bukan karena kemauan sendiri.

Page 13: Proposal Tesis

2) Altruistik Purpose (tujuan altruistik) Penulis bertujuan untuk menyenangkan

dan menolong para pembaca untuk memahami, menghargai perasaan dan

penalarannya dengan karyanya tersebut.

3) Persuasive Purpose (tujuan persuasif) Penulisan yang bertujuan untuk

meyakinkan para pembaca terhadap gagasan yang diuraikan.

4) Informational Purpose (tujuan informasional/penerapan) Penulisan yang

bertujuan memberikan informasi atau penerangan kepada pembaca.

5) Self Ekspresive Purpose (tujuan pernyataan diri) Penulisan yang bertujuan

untuk memperkenalkan atau menyatakan diri sang pengarang kepada

pembaca.

6) Creative Purpose (tujuan kreatif) Penulisan yang bertujuan mencapai nilai-

nilai artistik atau nilai-nilai kesenian.

7) Problem-Solving Purpose (tujuan pemecahan masalah) Dalam tulisan seperti

ini penulis ingin memecahkan masalah yang dihadapi. Penulis ingin

menjelaskan, menjernihkan serta menjelajahi dan menelitik secara cermat

pikiran dan gagasan sendiri agar dapat dimengerti dan diterima pembaca.

b. Pembelajaran bahasa indonesia pada kurikulum 2013

c. Pembelajaran kooperatif

1) Pengertian

Pembelajaran kooperatif adalah semua metode pembelajaran kooperatif

menyumbangkan ide bahwa siswa yang bekerja sama dalam belajar dan

bertanggung jawab terhadap teman satu timnya mampu membuat diri mereka

belajar sama baiknya Slavin (2008). Sedangkan menurut Suprijono (2009:54)

Pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis

kerja kelompok termasuk bentukbentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau

diarahkan oleh guru Sejalan dengan pendapat diatas menurut Roger

sebagaimana dikutip dalam Huda (2011:29) pembelajaran kooperatif

merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh satu prinsip

Page 14: Proposal Tesis

bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi secara sosial

diantara kelompokkelompok pembelajaran yang didalamnya setiap pembelajar

bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong untuk

meningkatkan pembelajaran anggotaanggotanya yang lain. Dalam

pembelajaran kooperatif ini mempunyai tujuan tidak hanya meningkatkan

kegiatan proses pembelajaran melalui kerja kelompok tetapi juga

meningkatkan aktivitas sosial.

Berdasarkan berbagai pendapat tentang definisi pembelajaran

kooperatif, dapat diambil kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif

merupakan suatu cara atau serangkaian strategi yang khusus dirancang untuk

memberikan dorongan kepada peserta didik agar bekerja sama selama proses

pembelajaran. Dengan model pembelajaran kooperatif dapat diterapkan untuk

memotivasi siswa lebih aktif dalam pembelajaran. Oleh sebab itu,

pembelajaran kooperatif sangat baik untuk dilaksanakan karena siswa dapat

bekerja sama dan saling tolong menolong mengatasi tugas yang dihadapi.

2) Unsur Pembelajaran Kooperatif

Roger dan David Johnson (Anita Lie, 2005:31) berpendapat bahwa

untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur gotong royong harus

diterapkan, sebagai berikut:

a) Saling ketergantungan positif

Perasaan antar kelompok siswa untuk membantu setiap orang dalam

kelompok. Kegagalan dan keberhasilan kelompok merupakan tanggung jawab

setiap anggota kelompok oleh karena itu sesama anggota kelompok harus

merasa terikat dan saling tergantung positif.

b) Tanggung jawab perseorangan

Setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk menguasai materi

pelajaran karena keberhasilan belajar kelompok ditentukan dari seberapa besar

sumbangan hasil belajar secara perseorangan.

Page 15: Proposal Tesis

c) Tatap muka

Interaksi yang terjadi melalui diskusi akan memberikan keuntungan

bagi semua anggota kelompok karena memanfaatkan kelebihan dan mengisi

kekurangan masingmasing anggota kelompok. Pertemuan langsung semua

anggota kelompok dan melakukan kegiatan bersama dapat meningkatkan kerja

sama antar anggota kelompok.

d) Komunikasi antar anggota

Keterampilan berkomunikasi antar anggota kelompok sangat

penting karena dalam setiap tatap muka terjadi diskusi dalam kelompok.

Tanpa adanya keterampilan berkomunikasi tujuan pembelajaran dalam

kelompok tidak akan tercapai. Keterampilan komunikasi antar kelompok

dapat digunakan untuk saling memotivasi dalam memperoleh keberhasilan

bersama.

e) Evaluasi proses kelompok

Keberhasilan belajar dalam kelompok ditentukan oleh proses kerja

kelompok. Untuk mengetahui keberhasilan proses kerja kelompok

dilakukan melalui evaluasi proses kelompok. Hal itu dapat digunakan

untuk mengetahui anggota kelompok yang sangat membantu dan anggota

yang tidak membantu dalam mencapai tujuan kelompok.

3) Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif

Suprijono (2009) memaparkan sintak model pembelajaran kooperatif

terdiri dari enam fase sebagai berikut.

Tabel 1. Fase-fase Dalam Pembelajaran KooperatifFase Kegiatan Guru

Fase 1 : Present goals and setMenyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa

Menjelaskan tujuan pembelajaran danmempersiapkan siswa siap belajar

Fase 2 : Present informationMenyajikan informasi

Mempresentasikan informasi kepadasiswa secara verbal

Page 16: Proposal Tesis

Fase 3 : Organize students intolearning teamsMengorganisir siswa ke dalam tim-tim belajar

Memberikan penjelasan kepada siswatentang tata cara pembentukan tim belajar dan membantu kelompok melakukan transisi yang efisien

Fase 4 : Assist team work andstudenyMembantu kerja tim dan belajar

Membantu tim-tim belajar selamasiswa mengerjakan tugasnya

Fase 5 : Test on the materialsMengevaluasi

Menguji pengetahuan siswa mengenaiberbagai materi pembelajaran atau kelompok-kelompokmempresentasikan hasil kerjanya

Fase 6 : Provide recognitionMemberikan pengakuan atau penghargaan

Mempersiapkan cara untuk mengakuiusaha dan prestasi individu maupun kelompok

a) Fase pertama

Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa. Guru mengklasifikasi

maksud pembelajaran kooperatif. Hal ini penting untuk dilakukan karena siswa

harus memahami dengan jelas prosedur dan aturan dalam pembelajaran.

b) Fase kedua

Guru menyampaikan informasi, sebab informasi ini merupakan isi

akademik.

c) Fase ketiga

Guru harus menjelaskan bahwa siswa harus saling bekerja sama di

dalam kelompok. Penyelesaian tugas kelompok harus merupakan tujuan

kelompok. Tiap anggota kelompok memiliki akuntabilitas individual untuk

mendukung tercapainya tujuan kelompok. Pada fase ketiga ini terpenting

jangan sampai ada free-rider atau anggota yang hanya menggantungkan tugas

kelompok kepada individu lainnya.

Page 17: Proposal Tesis

d) Fase keempat

Guru perlu mendampingi tim-tim belajar, mengingatkan tentang

tugas-tugas yang dikerjakan siswa dan waktu yang dialokasikan. Pada fase ini

bantuan yang diberikan guru dapat berupa petunjuk, pengarahan, atau

meminta beberapa siswa mengulangi hal yang sudah ditunjukkan.

e) Fase kelima

Guru melakukan evaluasi dengan menggunakan strategi evaluasi yang

konsisten dengan tujuan pembelajaran.

f) Fase keenam

Guru mempersiapkan struktur reward yang akan diberikan kepada

siswa. Variasi struktur reward dapat dicapai tanpa tergantung pada apa yang

dilakukan orang lain. Struktur reward kompetitif adalah jika siswa diakui

usaha individualnya berdasarkan perbandingan dengan orang lain. Struktur

reward kooperatif diberikan kepada tim meskipun anggota tim-timnya saling

bersaing.

4) Manfaat Pembelajaran Kooperatif

Sadker sebagaimana dikutip dalam Huda (2011: 66) menjabarkan

beberapa manfaat pembelajaran kooperatif. Selain itu, meningkatkan

keterampilan kognitif dan afektif siswa, pembelajaran kooperatif juga

memberikan manfaat-manfaat besar lain seperti berikut ini.

a) Siswa yang diajari dengan dan dalam struktur-struktur kooperatif

akan memperoleh hasil pembelajaran yang lebih tinggi.

b) Siswa yang berpartisipasi dalam pembelajaran kooperatif akan memiliki

sikap harga-diri yang lebih tinggi dan motivasi yang lebih besar untuk

belajar.

c) Siswa menjadi lebih peduli pada teman- temannya, dan di antara

mereka akan terbangun rasa ketergantungan yang positif (interdependensi

positif) untuk proses belajar mereka nanti.

Page 18: Proposal Tesis

d) Pembelajaran kooperatif meningkatkan rasa penerimaan siswa

terhadap teman-temannya yang berasal dari latar belakang ras dan etnik

yang berbeda- beda.

Pembelajaran kooperatif mempunyai beberapa variasi atau tipe, akan

lebih baik jika seorang guru menyesuaikan materi pembelajaran itu dengan

tipe-tipe model pembelajaran kooperatif yang tepat. Berhubungan dengan

kompetensi Bahasa Indonesia khususnya kompetensi menulis diharapkan akan

mencapai tujuan pembelajaran jika dipadukan dengan model pembelajaran

kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dan Think Pair

Share (TPS).

d. Model Pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD)

1) Pengertian Model Pembelajaran Student Teams Achievement Division

(STAD)

Model pembelajaran student teams achievement division (STAD)

merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana,

dan model pembelajaran yang paling baik untuk permulaan bagi para guru

yang baru menggunakan model kooperatif. Model pembelajaran student teams

achievement division (STAD) terdiri dari lima komponen utama antara lain:

presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual, rekognisi tim (Trianto

2007: 52). Sementara menurut Riyanto (2010: 268) model pembelajaran

student teams achievement division (STAD) adalah pembelajaran yang

dilaksanakan dengan presentasi kelas, pembentukan tim, mengadakan kuis,

memperhaikan perkembangan individu, dan pengakuan tim.

Hal di atas sejalan dengan pendapat Suprijono (2010: 133) bahwa

model pembelajaran student teams achievement division (STAD) adalah model

pembelajaran yang di dalamnya peserta didik belajar dengan berkelompok

secara heterogen dan dalam kegiatan akhir guru memberi kuis dan penghargaan

kepada seluruh peserta didik. Kedua uraian di atas juga sesuai dengan pendapat

Huda (2013: 201) model pembelajaran STAD merupakan salah satu model

pembelajaran yang di dalamnya terdapat beberapa kelompok kecil peserta

Page 19: Proposal Tesis

didik dengan level kemampuan akademik yang berbeda-beda saling bekerja

sama untuk menyelesaikan tujuan pembelajaran. Tidak hanya secara akademik,

peserta didik juga dikelompokan secara beragam berdasarkan gender, ras, dan

etnis.

Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil simpulan bahwa model

pembelajaran student teams achievement division (STAD) adalah salah satu

tipe model pembelajaran kooperatif yang dalam penerapannya peserta didik

belajar dengan berkelompok secara heterogen atau dengan level kemampuan

akademik yang berbeda-beda saling bekerjasama dalam pemecahan masalah

dan pada kegiatan akhir mengadakan kuis yang dipandu oleh guru dan

pemberian penghargaan kepada peserta didik. Penghargaan itu semata-mata

untuk menumbuhkan motivasi bagi peserta didik dalam belajar.

2) Penjabaran Model Pembelajaran Student Teams Achievement Division

(STAD)

Menurut Slavin (2010: 143) model pembelajaran student teams

achievement division (STAD) terdiri atas lima komponen utama yaitu

presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual, dan rekognisi tim. Secara

rinci prnjabaran model pembelajaran student teams achievement division

(STAD) dijelaskan dibawah ini :

a) Presentasi Kelas

Materi dalam model pembelajaran student teams achievement division

(STAD) pertama dikenalkan dalam presentasi dalam kelas. Hal ini merupakan

pengajaran langsung yang sering dilakukan atau diskusi pelajaran yang

dipimpin oleh guru, tetapi bisa juga memasukan presentasi audio visual.

Perbedaan presentasi kelas dengan pengajaran biasa hanyalah bahwa presentasi

tersebut haruslah benar-benar berfokus pada unit model pembelajaran student

teams achievement division (STAD). Melalui cara ini peserta didik akan

menyadari bahwa peserta didik harus benar-benar memberi perhatian penuh

selama presentasi kelas, karena dengan demikian akan sangat membantu

peserta didik mengerjakan kuis-kuis, dan skor kuis peserta didik menentukan

Page 20: Proposal Tesis

skor pada timnya.

b) Tim

Tim terdiri dari empat atau lima peserta didik yang mewakili seluruh

bagian dari kelas dalam hal kinerja akdemik, jenis kelamin, ras, dan etnis.

Fungsi utama dari tim ini adalah memastikan bahwa semua anggota tim benar-

benar belajar dan lebih khususnya lagi adalah untuk mempersiapkan

anggotanya untuk bisa mengerjakan kuis dengan baik. Guru menyampaikan

materinya dan tim berkumpul untuk mempelajari lembar kegiatan atau materi

lainnya, hal yang paling sering terjadi, pelajaran itu melibatkan pembahasan

permasalahan bersama, membandingkan jawaban, dan mengoreksi setiap

kesalahan pemahaman apabila anggota tim ada yang membuat kesalahan.

Tim adalah fitur penting dalam model pembelajaran student teams

achievement division (STAD). Pada setiap poinnya yang ditekankan adalah

membuat anggota tim melakukan yang terbaik untuk tim, dan tim harus

melakukan yang terbaik untuk anggotanya. Tim ini memberikan dukungan

kelompok bagi kinerja akademik penting dalam pembelajaran dan itu adalah

untuk memberikan perhatian dan respek yang mutual yang penting untuk

akibat yang dihasilkan seperti hubungan antarkelompok, rasa harga diri,

peneriman terhadap peserta didik mainstream.

c) Kuis

Peserta didik akan mengerjakan kuis individual setelah sekitar satu atau

dua periode guru memberikan presentasi dan praktik tim. Para peserta didik

tidak diperbolehkan untuk saling membantu dalam mengerjakan kuis, sehingga

setiap peserta didik bertanggung jawab secara individual untuk memahami

materi.

d) Skor Kemajuan Individual

Gagasan dibalik skor kemajuan individual adalah untuk memberikan

kepada setiap peserta didik tujuan kinerja yang akan dapat dicapai apabila

peserta didik bekerja lebih giat dan memberikan kinerja yang lebih baik dari

Page 21: Proposal Tesis

pada sebelumnya. Setiap peserta didik dapat memberikan kontribusi poin yang

maksimal kepada tim dalam sistem skor ini, tetapi tidak ada peserta didik yang

dapat melakukannya tanpa memberikan usaha yang terbaik. Setipa peserta

didik diberi skor awal, yang diperoleh dari rata-rata kinerja peserta didik

tersebut sebelumnya dalam mengerjakan kuis yang sama. Peserta didik

selanjutnya akan mengumpulkan poin untuk tim berdasarkan tingkat kenaikan

skor kuis dibandingkan dengan skor awal peserta didik.

e) Rekognisi Tim

Tim akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan yang lain

apabila skor rata-rata peserta didik mencapai kriteria tertentu. Skor tim dapat

juga digunakan untuk menentukan 20% dari tingkat peserta didik.

3) Persiapan dalam Penerapan Model Pembelajaran Student Teams

Achievement Division (STAD)

Model pembelajaran student teams achievement division (STAD)

merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif dengan

menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap

kelompok 4-5 orang peserta didik secara heterogen. Seperti halnya

pembelajaran lainnya, pembelajaran kooperatif tipe student teams achievement

division (STAD) ini juga membutuhkan persiapan yang matang sebelum

kegiatan pembelajaran dilaksanakan.

Menurut Trianto (2007: 52-53) persiapan pembelajaran kooperatif tipe

student teams achievement division (STAD), antara lain:

a) Perangkat Pembelajaran

Sebelum melaksanakan pembelajaran ini perlu dipersiapkan perangkat

pembelajarannya, yang meliputi rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP),

buku peserta didik, dan lembar kegiatan siswa (LKS) beserta lembar

jawabannya.

Page 22: Proposal Tesis

b) Membentuk Kelompok Kooperatif

Menentukan anggota kelompok diusahakan agar kemampuan peserta

didik dalam kelompok adalah heterogen dan kemampuan antar satu kelompok

dengan kelompok lainnya relatif homogen. Apabila memungkinkan kelompok

kooperatif perlu memperhatikan ras, agama, jenis kelamin, dan latar belakang

sosial. Apabila dalam kelas terdiri atas sar dan latar belakang yang relatif sama,

maka pembentukan kelompok dapat didasarkan pada prestasi akademik.

c) Menentukan Skor Awal

Skor awal yang dapat digunakan dalam kelas kooperatif adalah nilai

ulangan sebelumnya. Skor awal ini dapat berubah setelah ada kuis. Misalnya

pada pembelajaran lebih lanjut dan setelah diadakan tes, maka hasil tes masing-

masing individu dapat dijadikan skor awal.

d) Pengaturan Tempat Duduk

Pengaturan tempat duduk pada kelas kooperatif perlu juga diatur

dengan baik, hal ini dilakukan untuk menunjang keberhasilan pembelajaran

kooperatif apabila tidak ada pengaturan tempat duduk dapat menimbulkan

kekacauan yang menyebabkan gagalnya pembelajaran pada kelas kooperatif.

e) Kerja Kelompok

Usaha mencegah adanya hambatan pada pembelajaran kooperatif tipe

student teams achievement division (STAD), terlebih dahulu diadakan latihan

kerjasama kelompok. Hal ini bertujuan untuk lebih jauh mengenalkan masing-

masing individu dalam kelompok.

4) Sintakmatik Model Pembelajaran Student Teams Achievement Division

(STAD)

Slavin (2010: 151-160) menjelaskan bahwa sintakmatik pembelajaran

kooperatif tipe student teams achievement division (STAD) ini didasarkan pada

empat kegiatan, antara lain pengajaran, belajar tim, tes, dan rekognisi tim.

a) Pengajaran

Pelajaran dalam student teams achievement division (STAD) dimulai

Page 23: Proposal Tesis

dengan presentasi di dalam kelas. Presentasi tersebut mencakup pembukaan,

pengembangan, dan pengarahan praktis tiap komponen dari keseluruhan

pelajaran. Kegiatan-kegiatan tim dan kuisnya mencakup latihan dan penilaian

yang independen secara berturut-turut. Pada pembukaan, pelajaran harus

menekankan hal-hal sebagai berikut: (1) penyampaian kepada peserta didik

mengenai apa yang akan dipelajari dan mengapa hal itu penting, (2) membuat

peserta didik bekerja dalam tim untuk menemukan konsep-konsep atau untuk

membangkitkan minat belajar peserta didik, dan (3) mengulangi setiap

persyaratan atau informasi secara singkat.

Pada pengembangan, pelajaran harus menekankan hal-hal sebagai

berikut: (1) menetapkan materi agar dipelajari oleh peserta didik, (2)

memfokuskan pada pemaknaan bukan pada penghafalan, (3)

mendemonstrasikan secara aktif konsep-konsep dengan menggunakan alat

bantu visual, cara-cara cerdik, dan contoh yang banyak, (4) menilai peserta

didik sesering mungkin dengan memberi banyak pertanyaan, (5) menjelaskan

mengapa jawaban bisa salah atau benar kecuali jika memang sudah sangat

jelas, (6) berpindah pada konsep berikutnya begitu peserta didik telah

menangkap gagasan utamanya. Selanjutnya pada pedoman pelaksanaan,

pelajaran harus menekankan hal-hal sebagai berikut: (1) buatlah agar peserta

didik mengerjakan setiap persoalan atau mempersiapkan jawaban terhadap

pertanyaan yang diberikan kepada peserta didik, (2) memanggil peserta didik

secara acak, (3) jangan memberikan tugas-tugas kelas yang memakan waktu

lama.

b) Belajar Tim

Kegiatan peserta didik selama belajar tim adalah memahami materi

yang disampaikan guru dalam kelas dan membantu membantu teman

sekelasnya untuk menguasai materi tersebut. Peserta didik mempunyai lembar

kegiatan dan lembar jawaban yang dapat digunakan untuk melatih kemampuan

selama proses pembelajaran dan untuk menilai peserta didik. Lembar kegiatan

dan lembar jawaban yang diberikan kepada tim hanya dua kopian. Hal ini

Page 24: Proposal Tesis

akann mendorong satu tim untuk bekerja sama, tetapi apabila ada peserta didik

yang ingin punya kopian sendiri, guru bisa menyediakan kopian tambahan.

Pada hari pertama kerja tim dalam STAD, guru harus menjelaskan

kepada peserta didik tentang apa arti kerjasama dalam tim. Khususnya, guru

membahas aturan tim sebelum memulai kerja tim, sebagai berikut: (1) peserta

didik mempunyai tanggung jawab untuk memastikan bahwa teman satu tim

telah mempelajari materi pembelajaran, (2) tidak ada yang berhenti belajar

sampai semua teman satu tim menguasai materi tersebut, (3) mintalah bantuan

dari semua teman satu tim untuk membantu temannya sebelum bertanya

kepada guru, (4) teman satu tim boleh saling berbicara satu sama lain dengan

suara pelan.

c) Tes

Hal-hal yang dilakukan dalam tes, antara lain (1) bagikan kuisnya dan

berikan waktu yang sesuai kepada peserta didik untuk menyelesaikannya, (2)

jangan biarkan para peserta didik bekerjasama mengerjakan kuis tersebut: pada

saat ini peserta didik harus memperlihatkan apa yang telah dipelajari secara

individual, buatlah para peserta didik memindahkan mejanya agar terpisah jika

memungkinkan, (3) biarkan peserta didik saling bertukar kertas dengan

anggota tim lain, ataupun mengumpulkan kuisnya untuk dinilai setelah kelas

selesai, (4) pastikan skor kuis dan skor tim dihitung tepat pada waktunya untuk

digunakan pada kelas selanjutnya.

d) Rekognisi Tim

Penghargaan atas keberhasilan kelompok dapat dilakukan oleh guru

dengan melakukan tahapan-tahapan sebagai berikut:

Menghitung Skor Individu

Cara menghitung skor perkembangan individu dapat dihitung seperti pada tabel

berikut:

Tabel 2 Perhitungan Skor Perkembangan

No Skor Tes Nilai Perkembangan

1. Lebih dari 20 poin di atas skor awal 30

Page 25: Proposal Tesis

2 Sama atau hingga 10 poin di atas skor awal 203 Sepuluh hingga satu poin di bawah skor awal 104 Lebih dari 10 poin di bawah skor awal 5

Menghitung Skor Kelompok

Skor kelompok dihitung dengan membuat rata-rata skor perkembangan

anggota kelompok, yaitu dengan menjumlahsemua skor perkembangan yang

diperoleh anggota kelompok. Sesuai dengan rata-rata skor perkembangan

kelompok, diperoleh kategori skor kelompok seperti tercantum pada tabel

dibawah ini :

Tabel 3 Tingkat Penghargaan Kelompok

No Predikat Tim Rata-Rata Skor

1 Super Team 25 – 302 Great Team 20 – 243 Good team 15 – 19

Pemberian Hadiah dan Pengakuan Skor Kelompok

Setelah masing-masing kelompok memperoleh predikat, gurun memberikan

hadiah atau penghargaan kepada masing-masing kelompok sesuai dengan

predikatnya.

e. Model Pembelajaran Thimk Pair Share (TPS)

1) Pengertian Model Pembelajaran Thimk Pair Share (TPS)

Menurut Lie (2002:56) Think pair share adalah pembelajaran yang

memberi siswa kesempatan untuk bekerja sendiri dan bekerjasama dengan

orang lain. Sedangkan menurut Ibrahim (2007:10) Think pair share memiliki

prosedur secara eksplisit dapat memberi siswa waktu lebih banyak untuk

berpikir, menjawab, saling membantu satu sama lain dengan cara ini

diharapkan siswa mampu bekerja sama, saling bergantung pada kelompok-

kelompok kecil secara kooperatif.

Page 26: Proposal Tesis

Model pembelajaran kooperatif tipe think pair share merupakan salah

satu model pembelajaran kooperatif yang mampu mengubah asumsi bahwa

metode resitasi dan diskusi perlu diselenggarakan dalam setting kelompok

secara keseluruhan. Karakteristik model think pair share siswa dibimbing

secara mandiri, berpasangan, dan saling berbagi untuk menyelesaikan

permasalahan. Model ini selain diharapkan dapat menjembatani dan

mengarahkan proses belajar mengajar juga mempunyai dampak lain yang

sangat bermanfaat bagi siswa. Beberapa akibat yang dapat ditimbulkan dari

model ini adalah siswa dapat berkomunikasi secara langsung oleh individu lain

yang dapat saling memberi informasi dan bertukar pikiran serta mampu

berlatih untuk mempertahankan pendapatnya jika pendapat itu layak untuk

dipertahankan.

Pembelajaran think pair share dapat mengembangkan kemampuan

mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan

membandingkan ide-idenya dengan orang lain. Membantu siswa untuk respek

pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima

segala perbedaan. Siswa dapat mengembangkan kemampuan untuk menguji

ide dan pemahamannya sendiri dan menerima umpan balik. Interaksi yang

terjadi selama pembelajaran dapat meningkatkan motivasi dan memberikan

rangsangan untuk berpikir sehingga bermanfaat bagi proses pendidikan jangka

panjang.

Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa model

pembelajaran kooperatif tipe think pair share adalah model Pembelajaran yang

dapat mengaktifkan seluruh kelas karena siswa diberi kesempatan bekerja

sendiri dan bekerja sama dengan orang lain dalam kelompok kecil sehingga

membantu siswa untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala

keterbatasannya serta menerima segala perbedaan dan siswa dapat

mengembangkan kemampuan untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri

dan menerima umpan balik.

Pengertian think pair share menurut peneliti adalah model pembelajaran

yang menuntut siswa agar dapat berpikir sendiri dan bekerja sama dengan

Page 27: Proposal Tesis

siswa yang lain dalam kelompok kecil dalam mengembangkan kemampuan

sehingga diperlukan interaksi yang baik dalam membagi informasi untuk

menyelesaikan permasalahan.

2) Langkah-langkah Pembelajaran TPS

Menurut Lyman et al dalam Nurhadi (2005 :120) menggunakan

langkah-langkah sebagai berikut:

Langkah I : thinking (berpikir)

Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berkaitan dengan pelajaran; dan

siswa diberi waktu satu menit untuk berpikir sendiri mengenai jawaban atau isu

tersebut.

Langkah II : pairing (berpasangan)

Selanjutnya guru meminta siswa berpasangan dan mendiskusikan yang telah

dipikirkan. Interaksi selama periode ini dapat menghasilkan jawaban bersama

jika pertanyaan telah diajukan atau penyampaian ide bersama jika isu khusus

telah diidentifikasi. Biasanya guru mengijinkan tidak lebih dari 4 atau 5 menit

untuk berpasangan.

Langkah III : sharing (berbagi)

Pada langkah akhir ini guru meminta pasangan-pasangan tersebut untuk

berbagi atau bekerja sama dengan secara kelas secara keseluruhan mengenai

yang telah mereka bicarakan, langkah ini akan efektif jika guru berkeliling

kelas dari pasangan yang satu ke pasangan yang lain, sehingga seperempat atau

separuh dari pasangan-pasangan tersebut memperoleh kesempatan untuk

melapor.

3) Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran TPS

Menurut Huda (2011 : 171) mengemukakan bahwa kelebihan dari

kelompok berempat adalah sebagai berikut :

1. Mudah dipecah menjadi berpasangan.

2. Lebih banyak muncul ide.

3. Lebih banyak tugas yang bisa dilakukan.

Page 28: Proposal Tesis

4. Guru mudah memonitor.

Sedangkan kekurangan dari kelompok berempat adalah sebagai berikut:

1. Butuh banyak waktu.

2. Butuh sosialisasi yang lebih baik.

3. Jumlah genap; menyulitkan pengambilan suara.

4. Setiap anggota kurang memiliki kesempatan untuk berkontribusi pada

kelompoknya.

5. Setiap anggota mudah melepaskan diri dari keterlibatan.Perhatian anggota

sangat kurang.

f. Media Pembelajaran

1) Pengertian Media Pembelajaran

Kata "media" secara harfiah adalah "perantara atau pengantar".

Menurut Djamarah et al (1996 :136) media sebagai sumber belajar adalah

"manusia, benda ataupun peristiwa yang memungkinkan anak didik

memperoleh pengetahuan dan ketrampilan. Penggunaan media dalam proses

belajar mengajar sangat penting. Ketidakjelasan guru dalam menyampaikan

bahan pengajaran dapat terwakili dengan kehadiran media. Apabila tingkatan

SMP yang siswanya belum mampu berpikir abstrak, masih berpikir kongrit.

Keabstrakan bahan pelajaran dapat dikonkretkan dengan kehadiran media,

sehingga anak didik lebih mudah mencerna bahan pelajaran daripada tanpa

bantuan media. Dalam penggunaan media, perlu diperhatikan bahwa pemilihan

media pengajaran haruslah jelas dengan tujuan pengajaran yang telah

dirumuskan, apabila diabadikan media pengajaran bukanya membantu

proses belajar mengajar, tapi sebagai penghambat dalam pencapaian tujuan

secara efektif dan efisien.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa media adalah segala

sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan, membantu

mempertegas bahan pelajaran, sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan,

perhatian dan minat siswa dalam proses belajar.

Page 29: Proposal Tesis

2) Fungsi Media

Menurut Sudjana sebagaimana dikutip dalam Djamarah (1996:152),

merumuskan fungsi media sebagai berikut:

a) Penggunaan media dalam proses belajar mengajar bukan merupakan fungsi

tambahan, tetapi mempunyai fungsi sendiri sebagai alat bantu untuk

mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif.

b) Penggunaan media pengajaran merupakan bagian yang integral dari

keseluruhan situasi mengajar.

c) Media pengajaran, penggunaannya dengan tujuan dari sisi pelajaran.

d) Penggunaan media bukan semata-mata alat hiburan, bukan sekedar

melengkapi proses belajar supaya lebih menarik perhatian siswa.

e) media dalam pengajaran lebih dituangkan untuk mempercepat proses belajar

mengajar dan membantu siswa dalam menangkap perhatian yang diberikan

guru.

f) Penggunaan media dalam pengajaran diutamakan untuk mempertinggi mutu

belajar mengajar.

Ketika fungsi-fungsi media pengajaran itu diaplikasikan ke dalam

proses belajar mengajar, maka terlihatlah perannya sebagai berikut:

a) Media yang digunakan guru sebagai penjelas dari keterangan terhadap suatu

bahan yang guru sampaikan.

b) Media dapat memunculkan permasalahan untuk dikaji lebih lanjut dan

dipecahkan oleh para siswa dalam proses belajarnya.

c) Media sebagai sumber belajar bagi siswa.

3) Manfaat Media Pembelajaran

Perolehan pengetahuan peserta didik seperti yang digambarkan oleh

kerucut pengalaman Edgar Dale bahwa pengetahuan akan semakin abstrak

apabila pesan hanya disampaikan melalui kata verbal. Hal ini memungkinkan

terjadinya verbalisme yang artinya peserta didik hanya akan mengetahui

tentang kata tanpa memahami makna yang terkandung di dalamnya. Hal ini

menimbulkan kesalahan dalam persepsi peserta didik dan oleh sebab itu

Page 30: Proposal Tesis

sebaiknya peserta didik mempunyai pengalaman yang lebih konkrit, pesan

yang disampaikan benar-benar dapat mencapai sasaran dan tujuan.

Susilan dan Riyana (2009: 9) mengemukakan beberapa manfaat media

pembelajaran, antara lain:

a) Memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalistis.

b) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, tenaga, dan daya indera.

c) Menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara peserta didik

dengan sumber belajar.

d) Memungkinkan peserta didik belajar dengan mandiri sesuai dengan bakat dan

kemampuan visual, auditori, dan kinestetiknya.

g. Media Gambar

1) Media Cerita Gambar sebagai Model Pembelajaran

Berkaitan dengan penggunaan media gambar, Purwanto et al

(1997:63), mengemukakan bahwa penggunaan media gambar untuk melatih

anak menentukan pokok pikiran yang mungkin akan menjadi karangan-

karangan. Cerita gambar adalah cara atau daya upaya dalam menyusun atau

menulis suatu tulisan atau karangan dengan menerjemahkan isi pesan visual

ke dalam bentuk tulisan.

Gambar yang baik dan dapat digunakan sebagai sumber belajar adalah

yang memiliki ciri-ciri sebagaimana dikemukakan Sudirman et al (1991:219)

yaitu:

a) Dapat menyampaikan pesan atau ide tertentu

b) Memberi kesan kuat dan menarik perhatian

c) Merangsang orang yang melihat untuk ingin mengungkapkan tentang obyek-

obyek dalam gambar

d) Berani dan dinamis

e) Ilustasi tidak terlalu banyak, tetapi menarik dan mudah dipahami

Sedangkan peranan gambar menurut Sudirman et-al (1991:220)

sebagai media pengajaran yaitu:

a) Dapat membantu guru dalain menyampaikan pelajaran dan membantu siswa

Page 31: Proposal Tesis

dalam belajar

b) Menarik perhatian anak sehingga terdorong untuk lebih giat belajar

c) Dapat membantu daya ingat siswa (retensi)

d) Dapat disimpulkan dan digunakan lagi apabila diperlukan pada saat yang lain.

Atas dasar uraian tersebut di atas, hendaknya guru mau

mempertimbangkan penggunaan media gambar seri di dalam pelaksanaan proses

belajar mengajar terutama dalam pengajaran menulis karangan. dengan

penggunaan media gambar dapat merangsang imajinasi seorang siswa supaya

suka bercerita tentang gambar yang dilihatnya sehingga selanjutnya

diharapkan siswa tersebut dapat mampu menulis karangan sesuai dengan

tema, ide, pengalaman dan kejadian.

2) Penggunaan Peragaan Media Gambar dalam Pembelajaran

Tujuan utama penggunaan media gambar adalah agar pesan atau

informasi yang dikomunikasikan dapat terserap sebanyak-banyaknya oleh para

siswa sebagai penerima informasi. Dengan penggunaan media gambar,

pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat

menumbuhkan motivasi belajar, bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya

sehingga dapat lebih dipahami oleh siswa, tidak semata-mata komunikasi

verbal melalui peraturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak merasa

bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apabila guru mengajar untuk setiap

jam pelajaran. Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak

hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktifitas lain seperti mengamati,

mempraktekan dan menganalisis.

Media pembelajaran seperti peragaaan media gambar memiliki fungsi

sebagai berikut :

a) Menjelaskan suatu fakta yang berupa peristiwa / kejadian, keadaan;

b) Menunjukan peristiwa dan keadaan secara realistik dan kongkrit;

c) Dapat mengatasi keterbatasan ruang dan waktu;

d) Murah dan gampang digunakan.

Sedangkan kelemahan media gambar adalah:

Page 32: Proposal Tesis

a) Tidak dapat dirasakan secara nyata suasana sebenarnya;

b) Menekankan kemampuan indra pengelihatan;

c) Untuk kelas yang jumlah peserta didiknya besar sangat sulit, karena

terbatas ukurannya;

d) Dapat hilang, mudah rusak apabila tidak dirawat dengan baik, sehingga

memerlukan perawatan yang intensif.

h. Cerita Pendek (Cerpen)

1) Pengertian Cerpen

Cepen merupakan salah satu jenis fiksi. Cerpen mempunyai elemen

cerita, plot, latar, tokoh yang lebih sempit dari pada novel. Sumardjo (2007:

202) menyatakan bahwa cerita pendek merupakan fiksi yang selesai dibaca

dalam sekali duduk. Oleh karena itu, cerita yang disajikan dalam cerpen

terbatas hanya memiliki satu kisah atau satu peristiwa. Sedangkan menurut

Poe sebagaimana dikutip dalam Nurgiyantoro ( 2007:10) cerpen adalah

sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara

setengah sampai dua jam-suatu hal yang kiranya tak mungkin dilakukan untuk

sebuah novel. Cerpen mempunyai panjang yang bervariasi. Ada cerpen yang

pendek (short short story) dan jumlah katanya bekisar 500 kata, ada cerpen

yang panjangnya cukupan (midle short story), dan ada cerpen yang panjang

(long short story), yang terdiri dari ribuan kata.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa cerpen

adalah cerita pendek yang memiliki komposisi lebih sedikit dibanding novel

dari segi kepadatan cerita, memusatkan pada satu tokoh, satu situasi dan habis

sekali dibaca. Konfik yang disajikan dalam cerpen biasanya hanya

mengembangkan satu peristiwa sehingga cerpen menjadi menarik karena

keterbatasan objek atau peristiwa yang diceritakan.

2) Unsur-unsur Pembangun Cerpen

Cerpen merupakan prosa fiksi dan prosa fiksi tidak dapat terlepas dari

unsur-unsur pembangun cerita. Menurut Sayuti (2000: 29) elemen-elemen

pembangun prosa fiksi pada dasarnya dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu

Page 33: Proposal Tesis

fakta cerita, sarana cerita, dan tema.

a) Fakta Cerita

Merupakan bagian dari unsur pembangun cerita yang ada dalam prosa

fiksi. Unsur-unsur dalam fakta cerita selalu diuraikan dan dirangkai sehingga

menjadi satu kesatuan cerita yang utuh. Fakta cerita meliputi plot, penokohan,

dan latar. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut.

(1) Plot atau alur

Alur diartikan tidak hanya sebagai peristiwa-peristiwa yang diceritakan

dengan panjang lebar dalam suatu rangkaian tertentu, tetapi juga merupakan

penyusunan yang dilakukan oleh penulisnya mengenai peristiwa-

peristiwa tersebut berdasarkan hubungan kualitasnya Sayuti (2000: 31). Alur

sebagai jalan cerita yang menyajikan peristiwa-peristiwa atau kejadian-

kejadian secara runtut yang telah diperhitungkan terlebih dahulu oleh

pengarang

Sedangkan menurut Nurgiyantoro (2007: 12) plot dalam cerpen pada

umumnya tunggal, hanya terdiri dari satu urutan peristiwa yang diikuti

sampai cerita berakhir. Ada pula cerpen yang tidak berisi penyelesaian secara

jelas, tetapi penyelesaian diserahkan kepada interpretasi pembaca.

Dari pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa alur atau

plot adalah jalan cerita yang berupa rangkaian peristiwa yang terdiri satu

peristiwa secara runtut yang telah diperhitungkan pengarang.

(2) Latar

Latar dalam cerpen dikategorikan dalam tiga bagian yaitu latar

tempat, latar waktu, dan latar sosial tempat terjadinya peristiwa yang

diceritakan. Latar tempat yaitu hal yang berkaitan dengan masalah geografis,

latar waktu merupakan hal yang berkaitan dengan masalah historis,

sedangkan latar sosial adalah latar yang berkaitan dengan kehidupan

kemasyarakatan Sayuti (2007: 127). Sedangkan menurut Stanton (2007: 35),

latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita,

semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang

berlangsung.

Page 34: Proposal Tesis

(3) Judul

Judul merupakan daya tarik utama bagi pembaca untuk membaca

sebuah karya sastra terutama cerpen. Menurut Stanton (2007: 51), kita

mengira bahwa judul selalu relevan terhadap karya yang diampunya sehingga

keduanya membentuk satu kesatuan, ketika judul mengacu pada sang karakter

utama atau satu latar tertentu. Menurut Wiyatmi (2006: 40), judul dapat

mengacu pada nama tokoh, latar, tema maupun kombinasi dari beberapa

unsur tersebut. Diungkapkan oleh Sayuti (2000:147) bahwa judul

merupakan elemen lapisan luar suatu fiksi.

(4) Sudut pandang

Sudut pandang atau point of view mempersoalkan tentang siapa yang

menceritakan atau dari posisi mana (siapa) peristiwa atau tindakan itu dilihat

dalam sebuah karya fiksi (Sayuti, 2000: 157). Menurut Stanton (2007: 52),

posisi pusat kesadaran tempat kita dapat memahami setiap peristiwa dalam

cerita, dinamakan sudut pandang. Selanjutnya Stanton mengungkapkan

bahwa pengarang harus memilih sudut pandangnya dengan hati-hati agar

cerita yang diutarakannya menimbulkan efek yang pas.

Menurut Sayuti (2000: 159), lazimnya sudut pandang yang umum

dipergunakan oleh para pengarang dibagi menjadi empat jenis, yakni 1)

sudut pandang first person-central atau akuan sertaan, tokoh sentral cerita

adalah pengarang yang secara langsung terlihat di dalam cerita. 2) Sudut

pandang first person peripheral atau akuan tak sertaan, tokoh “aku”

biasanya hanya menjadi pembantu atau pengantar tokoh lain yang lebih

penting, pencerita pada umumnya hanya muncul di awal atau akhir saja. 3)

Sudut pandang third person omniscient atau diaan maha tahu, pengarang

berada di luar cerita, dan biasanya pengarang hanya menjadi seorang

pengamat yang maha tahu, bahkan mampu berdialog langsung dengan

pembaca. 4) Sudut pandang third person limited atau diaan terbatas,

pengarang mempergunakan orang ketiga sebagai pencerita yang terbatas

hak berceritanya, di sini pengarang hanya menceritakan apa yang dialami

oleh tokoh yang dijadikan tumpuan cerita.

Page 35: Proposal Tesis

(5) Gaya dan nada (tone)

2. Kajian Penelitian yang Relevan

Widiani (2012) dengan topik penelitiannya yaitu “Pengaruh Model

Pembelajaran Tipe STAD dan Motivasi Berprestasi Terhadap Prestasi Belajar

Keterampilan Menulis Narasi Peserta Didik Kelas VII SMPN 1 Bangli Tahun

Pelajaran 2012/2013 oleh Widiani (2012)” tersebut menjelaskan bahwa

penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran tipe

STAD terhadap prestasi belajar keterampilan menulis narasi peserta didik dari

motivasi berprestasi peserta didik kelas VII SMP Negeri 1 Bangli. Rancangan

eksperimen yang digunakan adalah the posttest-only control group design.

Penelitian ini dilakukan di kelas kelas VII SMP Negeri 1 Bangli tahun ajaran

2012/2013 yang terdiri dari 208 peserta didik. Teknik pengambilan sampel

yang digunakan adalah simple random sampling. Teknik analisis data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah Anova Dua Jalur.

Temuan penelitian tersebut menunjukkan bahwa: (1) terdapat

perbedaan prestasi belajar keterampilan menulis narasi antara peserta didik

yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan peserta didik

yang mengikuti model pembelajaran konvensional, (2) terdapat perbedaaan

prestasi belajar keterampilan menulis narasi antara peserta didik yang

memiliki motivasi tinggi dengan peserta didik yang memiliki prestasi rendah,

dan (3) terdapat pengaruh interaktif antara model pembelajaran dengan

motivasi berprestasi terhadap prestasi belajar keterampilan menulis narasi

peserta didik. Berdasarkan temuan- temuan di atas dapat disimpulkan bahwa

terdapat pengaruh model pembelajaran tipe STAD terhadap prestasi belajar

keterampilan menulis narasi peserta didik dari motivasi berprestasi peserta

didik kelas VII SMP Negeri 1 Bangli.

Relevansi penelitian Widiani (2012) dengan penelitian yang akan

dilakukan, antara lain sama-sama menggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe STAD, sama-sama meneliti keterampilan menulis peserta didik,

jenis penelitian yang sama-sama menggunakan jenis eksperimen, rancangan

Page 36: Proposal Tesis

penelitian sama-sama menggunakan posttest-only control group design,

metode penelitian sama-sama menggunakan metode kuantitatif, dan teknik

pengambilan sampel penelitian sama-sama menggunakan teknik simple

random sampling. Perbedaan penelitian penelitian Widiani (2012) dengan

penelitian yang akan dilakukan, antara lain penelitian Widiani (2012) meneliti

keterampilan menulis narasi sedangkan penelitian yang akan dilaksanakan

meneliti menulis cerpen.

Alijanian (2012) dengan penelitiannya yang berjudul “The Effect of

Student Teams Achievement Division Technique on English Achievement of

Iranian EFL Learners”, menerangkan bahwa Sebuah pendekatan yang disebut

student teams achievement division (STAD) telah dikembangkan berdasarkan

prinsip-prinsip Cooperative Learning (CL). STAD menekankan pada tujuan

tim dan kesuksesan bergantung pada pembelajaran semua anggota kelompok.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki efek dari STAD pada

pencapaian bahasa Inggris peserta didik SMP Iran. Sampel penelitiannya

sebanyak 60 peserta didik (terdiri dari 2 kelas, eksperimen dan kontrol) yang

dipilih. Penelitian dilakukan selama 2 bulan. Pada kelas eksperimen guru

dengan bantuan peneliti menerapkan teknik STAD, dan pada kelompok kontrol

guru menggunakan metode tradisional. Data dari hasil penelitian dianalisis

menggunakan uji t-tes. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan

antara 2 kelas yang signifikan, dan kelompok eksperimen lebih unggul

daripada kelompok kontrol dalam hal prestasi Bahasa Inggris.

Relevansi penelitian Alijanian (2012) dengan penelitian yang akan

dilakukan, antara lain sama-sama meneliti keefektifan model pembelajaran

STAD, jenis penelitian sama-sama menggunakan jenis penelitian eksperimen,

data hasil penelitian sama-sama dianalisis menggunakan uji t-tes. Perbedaan

Penelitian Alijanian dengan penelitian yang akan dilakukan, antara lain

penelitian Alijanian hanya fokus pada model STAD sedangkan penelitian yang

akan dilaksanakan selain fokus pada model STAD juga fokus pada model TPS

dan dalam penerapan model dibantu dengan penggunaan media gambar.

Maryani (2013) dengan penelitiannya yang berjudul “Penggunaan

Page 37: Proposal Tesis

Media Gambar untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Teks Berita Peserta

didik Kelas VIII SMPN 4 Soromadi Kabupaten Bima NTB” menerangkan

bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengetahui langkah-langkah

pembelajaran menulis teks berita dengan menggunakan media gambar,

meningkatkan kemampuan menulis teks berita dengan menggunakan media

gambar, dan mengetahui respon peserta didik setelah mengikuti pembelajaran

menulis teks berita menggunakan media gambar. Penelitian ini merupakan

penelitian tindakan kelas dengan dua siklus. Subjek tindakan dalam penelitian

33 orang. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah Metode observasi,

metode tes, dan metode kuesioner yang kemudian dianalisis menggunakan

metode kualitatif dan statistik deskriptif. Hasil yang diperoleh adalah terjadi

peningkatan kemampuan menulis teks berita pada peserta didik, dari skor rata-

rata kemampuan peserta didik sebelum tindakan 60,12 meningkat menjadi

63,24 pada siklus I dan meningkat lagi menjadi 73,91 pada siklus II. (3)

93,94% peserta didik memberikan respon sangat positif terhadap penggunaan

media gambar dalam pembelajaran menulis teks berita.

Relevansi penelitian Maryani (2013) dengan penelitian yang akan

dilakukan, antara lain penelitian sama-sama memanfaatkan penggunaan media

visual, sama-sama meneliti keterampilan menulis peserta didik, metode

penelitian sama-sama menggunakan metode kuantitatif, dan data hasil

penelitian sama-sama diperoleh melalui tes menulis. Perbedaan Penelitian

Maryani (2013) dengan penelitian yang akan dilakukan, antara lain penelitian

Maryani (2013) meneliti keterampilan menulis teks berita sedangkan penelitian

yang akan dilaksanakan meneliti menulis cerpen, jenis penelitian Maryani

(2013) adalah penelitian tindakan kelas sedangkan penelitian yang akan

dilaksanakan menggunakan jenis eksperimen, dan penelitian Maryani (2013)

mengambil sampel peserta didik kelas VIII SMP sedangkan penelitian yang

akan dilaksanakan mengambil sampel peserta didik kelas VII SMP.

Tran (2013) dengan penelitiannya yang berjudul “Effects of Student

Teams Achievement Division (STAD) On Academic Achievement, And

Attitudes Of Grade 9th Secondary School Students Towards Mathematics”,

Page 38: Proposal Tesis

menerangkan bahwa penelitian ini menguji pengaruh pembelajaran kooperatif

terhadap prestasi akademik dan sikap peserta didik terhadap pembelajaran di

sebuah sekolah tinggi di Vietnam. Desain penelitian menggunakan pre-test-

post-test nonequivalent comparison-group design dan menggunakan uji t untuk

sampel independen. Simpulan dari penelitian menunjukan bahwa pembelajaran

kooperatif efektif dalam meningkatkan tingkat prestasi akademik peserta didik,

dan dalam mempromosikan sikap positif peserta didik terhadap matematika di

tingkat sekolah menengah Vietnam.

Relevansi penelitian yang dilakukan oleh Tran (2013) dengan penelitian

yang akan dilaksanakan yaitu sama-sama meneliti keefektifan penggunaan

model pembelajaran STAD terhadap prestasi akademik, jenis penelitian sama-

sama menggunakan jenis penelitian eksperimen, dan menggunakan desain

penelitian eksperimen jenis pre-test-post-test nonequivalent comparison-group

design. Perbedaan Penelitian Tran (2013) dengan penelitian yang akan

dilakukan, antara lain penelitian Tran (2013) data hasil akhir dihitung

menggunakan uji-t, sedangkan penelitian yang akan dilaksanakan

membandingkan rata-rata nilai pre-test dan post test.

Hafid dan Makkasau (2013) dalam penelitiannya yang berjudul

“Application Cooperative model type STAD (Student Teams Achievement

Divison) to increase mastery of students learning result of Grade VI

Elementary School Kasi – Kassi Makassar”, menjelaskan bahwa penelitian

tersebut bertujuan untuk mengetahui pola model pengajaran yang mengarah ke

peningkatan hasil belajar peserta didik SD penguasaan suatu konsep dengan

menggunakan model kooperatif tipe STAD. Pendekatan yang digunakan

adalah penelitian kualitatif dan kelas yang terdiri dari tiga siklus dan meliputi

empat tahap: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) observasi, dan (4) refleksi.

Fokus penelitian adalah penerapan model kooperatif tipe STAD. Data

dikumpulkan dengan menggunakan dokumentasi, pengujian, dan lembar

observasi dianalisis deskkriptif. Hasil penelitian menunjukkan aktivitas guru

dan peserta didik meningkat dengan meningkatnya jumlah hasil belajar peserta

didik pada mata pelajaran sains di sekolah.

Page 39: Proposal Tesis

Relevansi penelitian Hafid dan Makkasau (2013) dengan penelitian

yang dilakukan adalah sama-sama mengukur penguasaan suatu konsep dengan

menggunakan model kooperatif tipe STAD, teknik pengumpulan data sama-

sama menggunakan lembar observasi dan dokumentasi. Perbedaan penelitian

Hafid dan Makkasau (2013) dengan penelitian yang akan dilakukan adalah

jenis penelitian yang digunakan Hafid dan Makkasau adalah penelitian

tindakan kelas (PTK) sedangkan penelitian yang akan dilakukan menggunakan

jenis penelitian eksperimen, jenis penelitian yang digunakan Hafid dan

Makkasau adalah penelitian kualitatif sedangkan penelitian yang akan

dilakukan menggunakan jenis penelitian kuantitatif.

Sathyprakasha (2014) dengan penelitiannya yang berjudul “Research

on Cooperative Learning – A Meta-Analysis”, menjelaskan bahwa

pembelajaran kooperatif dapat didefinisikan sebagai lingkungan pembelajaran

di kelas di mana peserta didik bekerja sama dalam kelompok kelompok

heterogen kecil pada tugas-tugas akademik. Pembelajaran kooperatif

dipandang sebagai sarana untuk meningkatkan prestasi peserta didik dan

keterampilan kognitif lainnya. Pembelajaran kooperatif, setiap peserta didik

berfungsi sebagai sumber belajar utama bagi satu sama lain, berbagi dan

mengumpulkan informasi yang dibutuhkan. Hal ini juga mendorong tingkat

motivasi yang lebih tinggi dan hubungan yang lebih interpersonal, membantu

anak-anak untuk mengasumsikan peran dewasa yang bertanggung jawab dan

bertindak terhadap lingkungan kreatif, mengurangi kecemasan dan ketegangan

etnis dan meningkatkan harga diri di kalangan mahasiswa.

Keberhasilan belajar pembelajaran kooperatif telah terjadi di sekolah-

sekolah perkotaan, pedesaan dan sub-urban di Amerika Serikat, Kanada, Israel,

Jerman Barat, India dan Nigeria pada tingkat kelas yang berbeda dari 2 sampai

12 dan dalam berbagai mata pelajaran seperti fisika, kimia, biologi,

matematika, ilmu sosial dan bahasa. Efek positif dari metode pembelajaran

kooperatif terhadap prestasi belajar peserta didik muncul sama sering pada

sekolah dasar dan menengah. Ulasan penelitian tentang pembelajaran

kooperatif juga mengungkapkan bahwa manfaat dari kegiatan pembelajaran

Page 40: Proposal Tesis

kooperatif terus baik bagi peserta didik di semua tingkat usia, untuk semua

mata pelajaran, dan untuk berbagai tugas, seperti pada yang melibatkan

hafalan, retensi dan kemampuan memori serta kemampuan pemecahan

masalah. Menyadari pentingnya dan manfaat dari teknik pembelajaran

kooperatif, sangat menganjurkan dalam mengajar dalam rangka meningkatkan

prestasi peserta didik. Model Pembelajaran kooperatif juga membantu untuk

mengatasi masalah metode konvensional atau tradisional pengajaran.

Relevansi penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan peneliti

adalah sama-sama menekankan pembelajaran dengan menggunakan model

pembelajaran kooperatif. Melalui pembelajaran kooperatif peserta didik

bekerja sama dalam kelompok kelompok heterogen kecil pada tugas-tugas

akademik. Pembelajran kooperatif dipandang sebagai solusi pemecahan

masalah bagi pembelajaran yang konvensional.

Keshavarz (2014) dengan penelitiannya yang berjudul “The Effect Of

Cooperative Learning Techniques On Promoting Writing Skill Of Iranian

Efl Learners”, menerangkan bahwa pembelajaran Kooperatif mengacu pada

metode pembelajaran yang melibatkan kelompok heterogen kecil yang bekerja

bersama-sama, menuju tujuan bersama dan pengajaran menulis dapat menjadi

keterampilan yang sulit dalam pengajaran Bahasa Inggris sebagai Bahasa

Asing, sehingga tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Pengaruh

teknik pembelajaran kooperatif untuk mempromosikan tulisan keterampilan

Iran EFL Learners. sehingga, 100 peserta didik berpartisipasi dalam populasi

awal dari studi ini dan 60 peserta didik dipilih setelah Test kemampuan. Para

peserta berada di tingkat menengah sesuai dengan Nelson English Language

Proficiency Test. Peserta yang dipilih secara acak dibagi menjadi dua

kelompok eksperimen: students teams Achievement Divisions (STAD), Group

Investigation (GI), dan satu kontrol Instruksi Conventional (CI). Prosedur ini

berlangsung selama 16 minggu. Analisis statistik hasil dengan ANOVA satu

arah menunjukkan bahwa kelompok eksperimen (STAD dan GI) dilakukan

lebih baik pada keterampilan menulis daripada kelompok kontrol (CI), dan

berdasarkan hasil pembelajaran kooperatif meningkatkan kinerja peserta didik

Page 41: Proposal Tesis

dalam menulis.

Relevansi penelitian Keshavarz (2014) dengan penelitian yang

dilakukan adalah sama-sama menekankan pembelajaran menulis dengan

menggunakan model pembelajaran kooperatif khususnya model pembelajaran

kooperatif tipe STAD. Berdasarkan penelitian itu membuktikan bahwa model

pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan kinerja peserta didik

dalam keterampilan menulis. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang

dilakukan adalah penelitian Keshavarz (2014) menekankan pada model

pembelajaran students teams Achievement Divisions (STAD), Group

Investigation (GI), dan satu kontrol Instruksi Conventional (CI) sedangkan

penelitian yang dilakukan menekankan pada model students teams

Achievement Divisions (STAD) dan Think Pair Share (TPS).

Kusmaniyah (2012) dengan penelitiannya yang berjudul

Pengembangan Model Stad Bhineka Dalam Pembelajaran Menulis

Resensi Berkonteks Multikultural Bermuatan Nilai- Nilai Karakter

Pada Peserta Didik SMA menjelaskan bahwa Penelitian ini

dilatarbelakangi oleh kebutuhan model pembelajaran menulis resensi yang

dapat memberi kesempatan peserta didik memahami keragaman budaya.

Masalah penelitian ini adalah bagaimanakah kebutuhan pengembangan model,

bagaimanakah karakteristik model, bagaimanakah model STAD Bhineka, dan

bagaimanakah keefektifan model STAD Bhineka.Tujuan penelitian ini adalah

mengidentifikasi kebutuhan pengembangan model, mengidentifikasi

karakteristik model, menyusun model STAD Bhineka, dan menentukan

keefektifan model STAD Bhineka. Penelitian ini dilakukan melalui tahap

pendahuluan dan pengembangan. Sumber data penelitian ini adalah peserta

MGMP Bahasa Indonesia, peserta didik SMA 1 Kajen dan Kedungwuni Tahun

Pelajaran 2011/2012, serta ahli model. Data dikumpulkan melalui teknik

angket, tes, jurnal, dan pengamatan serta dianalisis secara deskripsi kualitatif

dan kuantitatif. Hasil penelitian ini, yaitu model STAD Bhineka dengan

langkah-langkah membangun tim bhineka, eksplorasi tim (pelaporan hasil

membaca kepada tim dan perumusan draf resensi secara kelompok), aktivitas

Page 42: Proposal Tesis

mandiri, presentasi hasil, revisi, validasi, penghargaan, dan publikasi. Model

ini dilengkapi silabus, RPP, materi pembelajaran, dan instrumen penilaian.

Setelah model diuji ahli, dilakukan revisi dan uji coba. Hasil uji coba terbatas

diperoleh nilai di atas KKM. Dari penilaian proses diketahui peserta didik

senang mengikuti pembelajaran menulis resensi. Dalam penggunaan model ini

perlu diperhatikan pengaturan alokasi waktu.

Relevansi penelitian Kusmaniyah (2012) dengan penelitian yang

dilakukan adalah sama-sama menggunakan pembelajaran menulis dengan

menggunakan model pembelajaran kooperatif khususnya model pembelajaran

kooperatif tipe STAD. Perbedaan penelitian Kusmaniyah (2012) dengan

penelitian yang akan dilakukan adalah pebelitian Kusmaniyah meneliti

kemampuan menulis resensi sedangkan penelitian yang akan dilakukan

meneliti kemampuan siswa dalam menulis cerpen. Jenis penelitian yang

digunakan Kusmaniyah adalah penelitian pengembangan (R & D) sedangkan

penelitian yang akan dilakukan menggunakan jenis penelitian eksperimen.

Marcelina (2012) dengan penelitiannya yang berjudul

Efektivitas Metode Stad (Student Team Achievement Division) Dalam

Pembelajaran Menulis Surat Dinas menjelaskan bahwa Penelitian ini

dilatarbelakangi oleh rendahnya kemampuan menulis surat dinas siswa kelas

VIII di SMPN 4 Bandung. Sebagai upaya dalam meningkatkan kemampuan

dan motivasi siswa, penulis menerapkan metode STAD dalam pembelajaran

menulis surat dinas. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh rata-rata skor

siswa dalam menulis surat dinas sebelum mendapatkan perlakuan

menggunakan metode STAD di kelas eksperimen sebesar 56, sedangkan

sesudah diberi perlakuan memiliki rata-rata skor sebesar 76. Perolehan skor

siswa dalam menulis surat dinas di kelas kontrol sebelum diberi pelakuan

menggunakan metode konvensional rata-rata sebesar 56 dan sesudah diberi

perlakuan memiliki rata-rata skor 68. Sementara itu, dari hasil perhitungan

uji-t diperoleh thitung(4,58) > ttabel(1,998), dapat dinyatakan bahwa hipotesis H1

diterima dan Ho ditolak atau dengan kata lain, terdapat perbedaan yang

signifikan antara kemampuan siswa dalam menulis surat dinas sebelum dan

Page 43: Proposal Tesis

sesudah diberi perlakuan dengan menggunakan metode STAD pada siswa

kelas VIII SMPN 4 Bandung tahun ajaran 2012/2013.

Relevansi penelitian Marcelina (2012) dengan penelitian yang

dilakukan adalah sama-sama menggunakan jenis penelitian eksperimen dan

meneliti pembelajaran menulis dengan menggunakan model pembelajaran

kooperatif khususnya model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Perbedaan

penelitian Marcelina (2012) dengan penelitian yang akan dilakukan adalah

pebelitian Marcelina meneliti kemampuan menulis surat dinas sedangkan

penelitian yang akan dilakukan meneliti kemampuan siswa dalam menulis

cerpen.

Sulistyorini (2010) dengan penelitiannya yang berjudul

Peningkatan Keterampilan Menulis Puisi Dengan Media Gambar Pada Siswa

Kelas V SD N Sawojajar V Kota Malang menjelaskan bahwa Dalam

kegiatan pembelajaran menulis, siswa masih banyak

mengalami kesulitan dan metode pembelajaran masih kurang

menarik siswa. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya

pemanfaatan media dan kegiatan pembelajaran yang kurang

bervariasi, sehingga menyebabkan minat dan semangat siswa

dalam pembelajaran menjadi kurang dan hasil yang dicapai tidak

maksimal. Dengan media yang berupa gambar akan memudahkan

siswa dalam menuangkan gagasannya, jika dibandingkan tanpa

adanya media berupa gambar (media visual). Oleh karena itu,

tujuan penelitian ini adalah meningkatkan keterampilan menulis

siswa kelas V SDN Sawojajar V Kota Malang dalam menulis puisi

dengan menggunakan media gambar. Media gambar merupakan

salah satu media yang digunakan dalam pembelajaran menulis

puisi. Media gambar dapat merangsang siswa untuk memberikan

imajinasi dan membuat siswa untuk kreatif dalam penulisan puisi.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas

(PTK). Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V SDN Sawojajar V

Kota Malang, sebanyak 43 siswa dengan rincian 23 putra dan 20

putri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan menulis

Page 44: Proposal Tesis

puisi berdasarkan media gambar dapat meningkatkan

keterampilan menulis puisi siswa kelas V SDN Sawojajar V Kota

Malang.

Relevansi penelitian Sulistyorini (2010) dengan penelitian yang

dilakukan adalah sama-sama menggunakan media gambar terhadap kegiatan

pembelajaran menulis peserta didik. Perbedaan penelitian Sulistyorini (2010)

dengan penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian Sulistyorini meneliti

kemampuan menulis puisi sedangkan penelitian yang akan dilakukan meneliti

kemampuan siswa dalam menulis cerpen, penelitian yang digunakan

Sulistyorini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) sedangkan penelitian yang

akan dilakukan menggunakan jenis penelitian eksperimen.

Alfin (2011) dengan penelitiannya yang berjudul Peningkatan

Kemampuan Menulis Karangan Siswa Kelas IV MI Attahdzibiyah Kecamatan

Babat Kabupaten Lamongan Melalui Penggunaan Media Gambar Berseri

menjelaskan bahwa melalui penggunaan media gambar berseri ini

bertujuan untuk mengetahui apakah penggunaan media gambar

berseri dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam

menyusun cerita menjadi karangan yang utuh sesuai dengan

rangkaian gambar yang urut, Bagaimana penerapan media gambar

berseri dalam pembelajaran menulis karangan dikelas IV MI

Attadzibiyyah Kecamatan Babat Kabupaten Lamongan. Untuk

memperoleh hasil penelitian tersebut, peneliti melakukan penelitian

tindakan kelas dengan pendekatan kualitatif. Untuk meningkatkan

kemampuan siswa dalam menulis karangan, peneliti mengambil

tindakan pembelajaran melalui penggunaan media gambar berseri

yang dilakukan dengan dua siklus. Model PTK yang

digunakan yaitu model Kurt Lewin. Dimana dalam satu siklus terdiri

dari empat komponen, meliputi: Perencanaan (planning), tindakan

(action), pengamatan (observation), dan refleksi. Adapun teknik

pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi,

catatan lapangan dan tes. Adapun data yang diperoleh di

analisis secara deskriptif dan di analisis dengan menggunakan

rumus nilai rata-rata dan persentase ketuntasan belajar. Hasil

Page 45: Proposal Tesis

penelitian menunjukkan bahwa: 1. Penerapan media gambar berseri

dalam pembelajaran menulis karangan berjalan dengan baik

melalui perbaikan- perbaikan pada tiap siklus. Dalam PBM dapat

dilihat dari aktivitas guru dan siswa yang mengalami peningkatan

dari siklus I ke siklus II. 2. Tingkat kemampuan siswa dalam

menulis karangan pun meningkat dari rata-rata nilai perolehan

siswa dari 66,45 pada siklus I yang secara klasikal belum tuntas

atau belum memenuhi KKM 70, menjadi 75,625 pada siklus II yang

secara klasikal sudah tuntas. Begitu pula dengan ketuntasan belajar

yang meningkat dari 33,33% pada siklus I dengan kategori kurang

menjadi 83,33% pada siklus II dengan kategori tinggi.

Relevansi penelitian Alfin (2011) dengan penelitian yang dilakukan

adalah sama-sama menggunakan media gambar terhadap kegiatan

pembelajaran menulis peserta didik. Perbedaan penelitian Alfin (2011) dengan

penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian Alfin meneliti peserta didik

dalam menyusun cerita menjadi karangan yang utuh, sedangkan

penelitian yang akan dilakukan meneliti kemampuan siswa dalam menulis

cerpen, penelitian yang digunakan Alfin adalah penelitian tindakan kelas

(PTK) sedangkan penelitian yang akan dilakukan menggunakan jenis

penelitian eksperimen.

Santoso (2012) dengan penelitiannya yang berjudul Penggunaan

Media Gambar Seri Dalam Peningkatan Keterampilan Mengarang

menjelaskan bahwa Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas

(PTK) terdiri dari empat tahapan yaitu tahap perencanaan, tahap tindakan,

tahap observasi, dan tahap refleksi. Sumber data berasal dari guru dan

siswa. Teknik pengumpulan data adalah observasi, tanya jawab, dan catatan

la- pangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan media gambar

seri dapat meningkatkan keterampilan mengarang pada pembelajaran Bahasa

Indonesia yaitu dengan adanya peningkatan keterampilan mengarang siswa

pada setiap siklus.

Relevansi penelitian Santoso (2012) dengan penelitian yang dilakukan

adalah sama-sama menggunakan media gambar terhadap keterampilan

Page 46: Proposal Tesis

menulis peserta didik. Perbedaan penelitian Santoso (2012) dengan penelitian

yang akan dilakukan adalah penelitian Santoso menggunakan penelitian

tindakan kelas (PTK) sedangkan penelitian yang akan dilakukan menggunakan

jenis penelitian eksperimen dan mengambil sampel peserta didik kelas IV SD

sedangkan penelitian yang akan dilaksanakan mengambil sampel peserta didik

kelas VII SMP.

Yulianti (2013) dengan penelitiannya yang berjudul Kemahiran

Menulis Cerpen Melalui Media Gambar Siswa Kelas X Sekolah Menengah

Atas Negeri 6 Senggarang Tahun Pelajaran 2012/2013 menjelaskan bahwa

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan kemahiran menulis cerpen melalui

media gambar siswa kelas X Sekolah Menengah Atas Negeri 6 Senggarang

Tahun Pelajaran 2012/2013. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif

kuantitatif. Teknik Pengumpulan data dengan menggunakan tes. Kemahiran

menulis cerpen melalui media gambar siswa kelas X Sekolah Menengah Atas

6 Senggarang Tahun Pelajaran 2012/2013 adalah baik. Hasil tersebut

diperoleh dari total sampel yang terdiri dari 46 siswa dengan nilai rata-rata

71,63% dengan kualifikasi baik dan ketercapaian berhasil.

Relevansi penelitian Yulianti (2013) dengan penelitian yang dilakukan

adalah sama-sama menggunakan media gambar terhadap kegiatan

pembelajaran menulis cerpen peserta didik dan sama-sama menggunakan

metode kuantitatif. Perbedaan penelitian Yulianti (2013) dengan penelitian

yang akan dilakukan adalah penelitian Yulianti mengambil sampel peserta

didik kelas X SMA sedangkan penelitian yang akan dilaksanakan mengambil

sampel peserta didik kelas VII SMP.

Ripai (2012) dengan penelitiannya yang berjudul

Pengembangan Teknik Berpikir Berpasangan Berbagi Pembelajaran Menulis

Teks Drama yang Bermuatan Nilai-Nilai Pendidikan Karakter pada Mahasiswa

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia menjelaskan bahwa Penelitian

ini dilatarbelakangi oleh adanya kemampuan menulis teks drama

yang perlu ditingkatkan melalui pengembangan teknik

pembelajaran yang dapat menyebabkan mahasiswa berpikir kritis

Page 47: Proposal Tesis

dan kreatif. Masalah yang diteliti (1) bagaimana pengembangan

teknik berpikir berpasangan berbagi dalam pembelajaran menulis

teks drama beradasarkan persepsi dosen dan mahasiswa; (2)

bagaimanakah desain teknik pembelajaran berpikir berpasangan

berbagi menulis teks drama pbermuatan nilai-nilai pendidikan

karakter pada mahasiswa progaram studi pendidikan bahasa dan

sastra Indonesia; dan (3) bagaimanakah hasil belajar mahasiswa

menulis teks drama menggunakan teknik pembelajaran berpikir

berpasangan berbagi menulis teks drama bermuatan nilai-nilai

pendidikan karakter pada mahasiswa progaram studi pendidikan

bahasa dan sastra Indonesia.Tujuanya adalah mendeskripsi hasil

belajar mahasiswa menulis teks drama menggunakan teknik

pembelajaran berpikir berpasangan berbagi. Desain penelitian ini

adalah penelitian dan pengembangan yang terdiri atas dua langkah

yaitu studi pendahuluan dan pengembangan. Hasil penelitian

meliputi kebutuhan teknik pembelajaran dalam menulis teks drama

pada mahasiswa pendidikan bahasa dan sastra Indonesia adalah

teknik pembelajaran yang berkarakteristik (1) sebelum menulis,

mahasiswa diberi kesempatan untuk membaca, menganalisis, dan

mendiskusikan teks drama; (2) teori menulis teks drama tetap

diajarkan; (3) kegiatan menulis dilakukan bertahap dan

berkelanjutan.

Relevansi penelitian Ripai (2012) dengan penelitian yang dilakukan

adalah sama-sama menggunakan model pembelajaran Think Pair Share ( TPS)

terhadap kegiatan pembelajaran menulis. Perbedaan penelitian Ripai (2012)

dengan penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian Ripai meneliti

kemampuan menulis teks drama, sedangkan penelitian yang akan

dilakukan meneliti kemampuan siswa dalam menulis cerpen, sampel yang

digunakan penelitian Ripai adalah mahasiswa sedangkan penelitian yang akan

dilaksanakan mengambil sampel peserta didik kelas VII SMP.

Khamidah (2013) dengan penelitiannya yang berjudul

Efektivitas Teknik Pembelajaran Think, Pair, And Share Dengan Media

Gambar Pada Kompetensi Menulis Teks Cerita Petualangan SD N Purwantoro

Page 48: Proposal Tesis

4 Kota Malang Tahun Pelajaran 2013/2014 menjelaskan bahwa penelitian

dilatarbelakangi pembelajaran menulis teks cerita petualangan siswa kelas 4 SDN

Purwantoro 4 kota Malang belum berhasil. Maka perlu upaya penerapan teknik

pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan menulis teks cerita petualangan

dengan penerapan teknik pembelajaran Think, Pair, and Share dengan media gambar.

Perhitungan uji-t diperoleh sebesar 7,413. Nilai yang diperoleh ini lebih besar

dari nilai t-tabel dengan taraf signifikansi 1% sebesar 2,763 dengan N = 29. Artinya,

Ho ditolak. Simpulan bahwa pembelajaran menulis teks cerita petualangan dengan

teknik pembelajaran TPS dengan media gambar efektif diterapkan pada siswa

kelas 4 SDN Purwantoro 4 kota Malang. Nilai rata-rata hasil tes sebelum

diterapkannya teknik pembelajaran TPS 64,93 dan setelah diterapkannya teknik

pembelajaran TPS menjadi 77,44.

Relevansi penelitian Khamidah (2013) dengan penelitian yang

dilakukan adalah sama-sama menggunakan model pembelajaran Think Pair

Share ( TPS), dan sama-sama menggunakan media gambar terhadap

kemampuan menulis peserta didik. Perbedaan penelitian Khamidah (2013)

dengan penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian Khamidah meneliti

kemampuan menulis teks cerita petualangan, sedangkan penelitian

yang akan dilakukan meneliti kemampuan siswa dalam menulis cerpen, sampel

yang digunakan penelitian Khamidah adalah peserta didik kelas 4 SD

sedangkan penelitian yang akan dilaksanakan mengambil sampel peserta didik

kelas VII SMP.

3. Kerangka Berpikir