Proposal Tesis
-
Upload
udiarsocahyoutomo -
Category
Documents
-
view
138 -
download
0
description
Transcript of Proposal Tesis
A. Topik Penelitian
“Keefektifan Model Pembelajaran Student Team Achievement Division
(STAD) dan Think Pair Share (TPS) Berbantu Media Gambar Terhadap
Kemampuan Menulis Cerita Pendek Peserta Didik Kelas VII SMP”
B. Latar Belakang Masalah
Manusia dalam kehidupan sehari-hari membutuh sarana komunikasi
untuk berhubungan dalam masyarakat. Sarana komunikasi yang dimaksud
adalah bahasa. Memalui bahasa, manusia dapat mengomunikasikan berbagai
pengalaman dan pengetahuan dengan orang lain. Keterampilan berbahasa juga
dapat meningkatkan keterampilan intelektual dan penalaran seseorang. Oleh
karena itu, penguasaan bahasa sangatlah penting, apalagi di era persaingan
bebas seperti sekarang ini. Persaingan bebas menuntut manusia untuk berpikir
cepat, berwawasan luas, dan berintelek cerdas. Keterampilan seperti itu
diperoleh manusia jika dapat menyerap berbagai informasi secara cepat, tepat,
dan dapat menyampaikannya dengan benar. Keterampilan memperoleh dan
menyampaikan informasi inilah yang sangat berkaitan dengan keterampilan
berbahasa seseorang. Karena itu pembelajaran bahasa menjadi sangat penting
untuk diberikan kepada peserta didik sedini mungkin.
Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan
keterampilan siswa dalam berkomunikasi dengan bahasa Indonesia yang
dipelajari secara lisan maupun tertulis. Ada empat keterampilan bahasa yang
harus diperhatikan dalam berbahasa, yaitu keterampilan membaca,
keterampilan berbicara, keterampilan menyimak, dan keterampilan menulis.
Keempat keterampilan tersebut mempunyai hubungan yang sangat erat
(Tarigan 1986: 1). Menulis sebagai salah satu keterampilan berbahasa perlu
mendapat perhatian yang serius dalam pembelajaran berbahasa disekolah.
Sebaiknya keterampilan menulis mulai diterapkan dari pendidikan dasar. Hal
ini sebagai pondasi bagi peserta didik dalam menempuh pendidikan hingga
jenjang pendidikan yang paling tinggi. Menurut Robert Lodo sebagaimana
dikutip dalam Suriamiaharjo (1999: 1) menulis adalah menempatkan simbol-
simbol grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dimengerti oleh
seseorang, kemudian dapat dibaca oleh orang lain yang memahami bahasa
tersebut beserta simbol-simbol grafiknya.
Keterampilan menulis sebagai salah satu cara dari keempat keterampilan
berbahasa, mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia.
Menulis bukanlah kemampuan yang dapat dikuasai dengan sendirinya,
melainkan harus melalui proses pembelajaran sehingga memang diperlukan
sebuah proses panjang untuk menumbuhkan tradisi menulis. Dengan menulis
seseorang dapat mengungkapkan pikiran dan gagasan untuk mencapai maksud
dan tujuannya. Oleh karena itu seseorang harus menguasai kemampuan dasar
menulis, yaitu yang berkaitan dengan masalah pilihan kata, efektifitas kalimat
dan pembelajaran (Akhadiah, et al 1996:71).
Kemampuan menulis melatih siswa untuk berpikir secara sistematis
rasional dan ilmiah, sehingga diharapkan dapat mempengaruhi prestasi belajar
siswa. Melalui menulis siswa dilatih untuk mengorganisasikan ide, gagasan,
pendapat, dan tanggapan secara tertulis yang oleh para siswa dianggap sulit bila
dibandingkan dengan berbicara. Hal ini sesuai dengan pendapat Akhadiyah
(1997: 14) menulis dikatakan lebih sulit, karena dalam menulis memerlukan
kecermatan dan ketepatan dalam memilih kata-kata kemudian menyusun kata-
kata itu menjadi kalimat-kalimat atau paragraf yang dapat ditangkap
maksudnya oleh pembaca. Salah satu pembelajaran menulis bagi peserta didik
pada kurikulum 2013 adalah menulis cerpen.
Pembelajaran menulis cerpen diajarkan pada kelas VII SMP sesuai
dengan standar kompetensi lulusan (SKL) Kurikulum 2013 pada KI 4:
mencoba, mengolah, dan menyaji dalam ranah konkret (menggunakan,
mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak
(menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan
yang dipelajari disekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang atau
teori. Selanjutnya pada KD 4.2 menyusun teks hasil observasi, tanggapan
deskriptif, eksposisi, eksplanasi, dan cerita pendek baik secara lisan maupun
tulis. Berdasarkan SKL diatas diharapkan peserta didik dapat menulis cerpen
sesuai dengan tujuan kurikulum 2013. Pembelajaran menulis cerpen pada saat
ini banyak kendala dalam pelaksanaan sehingga mengakibatkan hasil belajar
menulis cerpen peserta didik tidak maksimal.
Sampai saat ini banyak guru yang menggunakan model tradisional dalam
pembelajaran dikelas. Menurut Dunn sebagaimana dikutip dalam Huda (2014:
7) bahwa pembelajaran akan lebih efektif dan afektif apabila pembelajar
dipahami lebih dari sekadar penerima pasif pengetahuan, melainkan seseorang
yang secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran yang diarahkan guru
menuju lingkungan kelas yang nyaman dan kondisi yang emosional, sosiologis,
psikologis, dan fisiologis yang kondusif. Seorang guru seharusnya mengerti
bagaimana cara agar peserta didik dapat memahami materi yang dijelaskan.
Model pembelajaran yang hanya menggunakan ceramah akan menjadikan
peserta didik pasif karena pembelajaran tersebut serasa membosankan. Seorang
guru tidak hanya pandai dalam menyampaikan materi pelajaran tetapi juga
harus dapat menggunakan model pembelajaran agar peserta didik mempunyai
motivasi dalam belajar. Tidak mungkin dalam menerangkan materi kepada
peserta didik, guru menggunakan cara yang sama karena setiap karakter peserta
didik pasti berbeda-beda.
Selain masih banyak guru yang menggunakan model ceramah dalam
pembelajaran, banyak guru yang mengabaikkan fungsi dari media
pembelajaran. Para guru hanya mengambil nilai praktisnya saja dalam
pelaksanaan pembelajaran tanpa mempertimbangkan hasil pembelajaran
peserta didik. Pada hakekatnya model pembelajaran berfungsi untuk
mengantarkan pesan. Melalui pesan tersebut seharusnya siswa lebih mudah
memahami materi dan mengerjakan soal ulangan seperti soal menulis jika di
bantu dengan media jenis visual akan membantu peserta didik dalam
mengekspresikan ide-idenya kedalam bentuk tulis dimana hal ini sejalan
dengan pendapat Arsyad (2013: 10) bahwa media pembelajaran dapat
digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi dalam proses belajar
mengajar sehingga dapat merangsang perhatian dan minat peseta didik dalam
belajar.
Masalah mengenai pendidikan disekolah juga ditunjukkan bahwa pusat
pembelajaran masih berpusat pada guru. Pembelajaran yang seperti itu tidak
sesuai dengan perkembangan paradigma pembelajaran saat ini bahwa
pembelajaran berpusat pada peserta didik. Hal ini sejalan dengan pendapat
Trianto (2007: 2) bahwa paradigma pembelajaran pada saat ini sudah
mengalami perubahan dalam pelaksanaannya. Salah satu perubahan paradigma
pembelajaran adalah orientasi pembelajaran yang semula berpusat pada guru
beralih berpusat pada peserta didik. Pernyataan ini dimaksudkan bahwa
pembelajaran yang berpusat pada peserta didik akan menggali kreatifitas
peserta didik. Peran seorang guru hanya sebagai fasilitator dalam pembelajaran.
Berdasarkan observasi di SMP N 1 Ulujami Kabupaten Pemalang, SMP
N 2 Ulujami Kabupaten Pemalang, dan SMP N 1 Comal Kabupaten Pemalang
menunjukkan bahwa pembelajaran menulis cerpen masih ada kendala dalam
pelaksanaannya. Guru masih sering menggunakan metode ceramah sehingga
pembelajaran menulis cerpen menjadi tidak efektif. Pada saat guru berceramah
didepan kelas, guru memberikan tugas dan setelah selesai, tugas tersebut
dibahas bersama-sama didepan kelas. Belum adanya variasi seperti penggunaan
model pembelajaran mengakibatkan pembelajaran menjadi monoton sehingga
siswa kurang aktif dalam mengikuti pembelajaran. Pada pembelajaran tersebut
peserta didik cenderung pasif karena hanya mendengarkan penjelasan dari guru
bahkan banyak peserta didik yang berbicara sendiri pada saat pembelajaran.
Pelaksanaan pembelajaran menulis cerpen juga tidak memanfaatkan
penggunaan media pembelajaran sehingga peserta didik merasa kesulitan
dalam memahami teks cerpen.
Berdasarkan wawancara kepada guru bahasa Indonesia di SMP N 1
Ulujami Kabupaten Pemalang, SMP N 2 Ulujami Kabupaten Pemalang, dan
SMP N 1 Comal Kabupaten Pemalang, peserta didik masih mengalami
kesulitan dalam menulis cerpen. Hal ini dibuktikan bahwa banyak peserta didik
yang masih belum dapat mengorganisasikan unsur intrinsik dalam isi cerpen
yang ditulisnya, diksi yang digunakan masih banyak yang salah serta kosakata
juga masih banyak yang tidak sesuai. Hal tersebut mengakibatkan hasil menulis
cerpen dari peserta didik banyak yang tidak tuntas sesuai dengan nilai kriteria
ketuntasan mengajar (KKM).
Berdasarkan permasalahan dalam pendidikan khususnya proses
pembelajaran peserta didik pada kompetensi menulis, maka diharapkan guru
dapat kreatif dalam melaksanakan pembelajaran dengan memberikan variasi-
variasi pembelajaran. Hal itu dimaksudkan agar pembelajaran menjadi
menyenangkan dan tidak menekan mental peserta didik. Pembelajaran secara
berkelompok diharapkan dapat menciptakan suasana kelas yang menyenangkan
dan membangkitkan motivasi peserta didik. Pembelajaran secara berkelompok
dapat diwujudkan melalui model pembelajaran kooperatif. Menurut Slavin
(2010: 5) model pembelajaran kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok
karena dalam model pembelajaran ini harus ada struktur dorongan dan tugas
yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadi interaksi secara
terbuka dan hubungan-hubungan yang bersifat interdependensi efektif antara
anggota kelompok. Melalui pembelajaran itu juga diharapkan peserta didik
lebih aktif dalam proses pembelajaran sehingga dapat mencapai tujuan
pembelajaran. Model pembelajaran kooperatif mempunyai beberapa tipe
diantaranhya adalah tipe student teams achievement division (STAD) dan tipe
think pair share (TPS).
Student Team Achievement Division (STAD) adalah salah satu tipe
pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan model yang
paling baik untuk permulaan bagi para guru yang baru menggunakan
pendekatan kooperatif (Slavin 2010:143). Siswa ditempatkan dalam tim belajar
beranggotakan empat sampai enam orang yang merupakan campuran menurut
tingkat kinerjanya, jenis kelamin dan suku. Guru menyajikan pelajaran
kemudian siswa bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh anggota
tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh siswa dikenai kuis
tentang materi tersebut dengan catatan, saat kuis mereka tidak boleh saling
membantu. Aktivitas belajar dengan metode kooperatif model Student Team
Achievement Division (STAD) memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks
disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat, dan
keterlibatan belajar.
Model Pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) membantu
siswa mengintepretasikan ide mereka bersama dan memperbaiki pemahaman.
Menurut Arends sebagaimana dikutip dalam Trianto (2007 :61) Think Pair
Share (TPS) merupakan suatu cara yang yang efektif untuk membuat variasi
suasana pola diskusi kelas. Dalam hal ini, guru sangat berperan penting untuk
membimbing siswa melakukan diskusi, sehingga terciptanya suasana belajar
yang lebih hidup, aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Dengan demikian
jelas bahwa melalui model pembelajaran Think Pair Share (TPS), siswa secara
langsung dapat memecahkan masalah, memahami suatu materi secara
berkelompok dan saling membantu antara satu dengan yang lainnya, membuat
kesimpulan serta mempresentasikan di depan kelas sebagai salah satu langkah
evaluasi terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.
Untuk mendukung kedua model pembelajaran kooperatif tersebut perlu
penggunaan media pembelajaran yang tepat. Media pembelajaran dapat
digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi dalam proses belajar
mengajar sehingga dapat merangsang perhatian dan minat peseta didik dalam
belajar. Menurut Arsyad (2013:21) Fungsi kognitif media visual akan
memperlancar pencapaian tujuan untuk memahami dan mengingat informasi
atau pesan yang terkandung dalam gambar. Oleh karena itu melalui media
gambar, diharapkan lebih efektif membantu guru dalam menerapkan model
pembelajaran terhadap kemampuan menulis cerpen peserta didik.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kusmaniyah (2012: 113)
Uji coba terbatas model STAD Bhineka dalam pembelajaran menulis resensi
berkonteks multikultural bermuatan nilai-nilai karakter pada peserta didik SMA
dilakukan di dua sekolah. Pembelajaran dilaksanakan berdasarkan model
STAD Bhineka dan perangkat model. Ketercapaian kompetensi menulis resensi
sudah melampaui KKM yang sebesar 75, yaitu sebesar 84,04 dan 84,06. Dari
hasil jurnal peserta didik dan guru diketahui bahwa pembelajaran menulis
resensi dengan model STAD Bhineka ini menyenangkan. Hal ini membuktikan
bahwa model STAD Bhineka ini dapat diterima atau efektif digunakan untuk
pembelajaran menulis.
Berdasarkan penelitian Dewi (2011) Kemampuan menulis paragraf
deskripsi yang menggunakan model pembelajaran Think Pair Share pada siswa
kelas X SMA Negeri 2 Pematang Siantar Tahun Pembelajaran 2010/2011
adalah baik dengan nilai rata-rata 76,60. Kemampuan menulis paragraf
deskripsi yang menggunakan model pembelajaran konvensional pada siswa
kelas X SMA Negeri 2 Pematang Siantar Tahun Pembelajaran 2010/2011
adalah cukup dengan nilai rata-rata 67,34. Pembelajaran model Think Pair
Share efektif diterapkan dalam meningkatkan kemampuan siswa menulis
paragraf deskripsi. Ini terbukti dari hasil uji t diperoleh nilai t hitung > t tabel
(0,05), yakni 92,60 > 1,98.
Penelitian lain tentang peningkatan keterampilan menulis peserta didik
dengan menggunakan media gambar yaitu oleh Dwi Sulistyorini (2012:19)
menunjukkan bahwa pembelajaran keterampilan menulis puisi dengan
menggunakan media gambar yang dilaksanakan dalam penelitian ini telah
berhasil sesuai dengan tujuan yang sudah ditetapkan. Kemampuan
keterampilan menulis puisi siswa menjadi meningkat. Peningkatan tersebut
meliputi peningkatan kemampuan dalam menulis puisi dengan aspek
kemampuan menentukan tema puisi yang sesuai dengan gambar, memilih
kata (diksi) yang baru dan kreatif, menggunakan rima yang tertata, dan
menggunakan majas. Selain itu, peningkatan kemampuan siswa dalam
keterampilan menulis puisi secara utuh. Demikian pula terjadi peningkatan
pada guru dalam melaksanakan pembelajaran keterampilan menulis dengan
menggunakan media gambar. Peningkatan tersebut meliputi membangkitkan
skemata siswa tentang menulis puisi, membimbing siswa dalam menulis
puisi, memberi respon secara positif, melakukan refleksi untuk
mengidentifikasi kesulitan siswa dalam menulis puisi, dan memberikan
pemantapan pemahaman langkah-langkah dalam menulis puisi dengan
memperhatikan indikator dalam menulis puisi. Berdasarkan simpulan hasil
penelitian, disarankan hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai salah
satu alternatif strategi pembelajaran keterampilan menulis
Berdasarkan permasalahan di atas, penyusun tertarik untuk mengadakan
penelitian dengan topik “Keefektifan Model Pembelajaran Student Team
Achievement Division (STAD) dan Think Pair Share (TPS) Berbantu Media
Gambar Terhadap Kemampuan Menulis Cerita Pendek Peserta Didik Kelas VII
SMP”.
C. Identifikasi Masalah
Pembelajaran Bahasa Indonesia dalam pelaksanaanya masih banyak
dijumpai dengan penggunaan model pembelajaran tradisional. Kegiatan belajar
mengajar lebih berpusat pada guru sehingga peserta didik menjadi pasif. Hal
ini mengakibatkan peserta didik cenderung bosan karena dalam pembelajaran
tradisional tersebut peserta didik hanya mendengarkan penjelasan yang
disarnpaikan oleh guru dan mencatat hal-hal yang dianggap penting saja.
Akibatnya peserta didik sering melakukan aktivitas-aktivitas lain yang kurang
mendukung kegiatan belajar mengajar seperti berbicara dengan teman atau
bahkan tidur di kelas.
Praktik pembelajaran menulis cerpen di SMP selama ini belum
menunjukkan proses dan hasil yang optimal sesuai dengan kriteria ketuntasan
minimal (KKM) yang ditentukan. Beberapa permasalahan dalam pembelajaran
menulis cerpen adalah kurangnya kreatifitas guru dalam memilih model
pembelajaran menulis yang tepat, dan kurangnya kreatifitas guru dalam
memilih media pembelajaran menulis yang tepat. Berhubungan dengan
pemilihan model pembelajaran, guru lebih sering menggunakan model
pembelajaran konvensional dalam pembelajaran menulis. Kondisi ini
menyebabkan peserta didik kurang berkomunikasi dan berinteraksi dengan
guru maupun dengan peserta didik lain. Informasi hanya bersumber dari guru,
sedangkan peserta didik cenderung tidak memiliki kesempatan untuk
mengungkapkan ide-ide yang ada di pikirannya. Berdasarkan permasalahan di
atas, sebagai seorang guru harus bijaksana dalam menangani permasalah
tersebut salah satunya adalah menentukan model dan media pembelajaran yang
dapat menciptakan situasi dan kondisi kelas yang kondusif agar proses
pembelajaran dapat berlangsung sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Model
pembelajaran yang dimaksud di sini adalah model pembelajaran kooperatif tipe
student team achievement division (STAD) dan think pair share (TPS) dengan
bantuan media gambar sebagai media pembelajaran dalam kemampuan
menulis cerpen peserta didik.
D. Pembatasan Masalah
Permasalahan yang ada pada identifikasi masalah tidak semuanya
diteliti, tetapi penelitian hanya fokus pada model pembelajaran kooperatif tipe
student teams achievement division (STAD) dan think pair share (TPS)
berbantu media gambar terhadap kemampuan menulis cerpen peserta didik.
E. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada identifikasi masalah dan batasan masalah
tersebut, selanjutnya dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apakah penggunaan model pembelajaran student teams achievement division
(STAD) berbantukan media gambar lebih efektif dari pada penggunaan model
pembelajaran think pair share (TPS) berbantukan media gambar terhadap
kemampuan menulis cerpen peserta didik kelas VII SMP?
2. Apakah penggunaan model pembelajaran student teams achievement division
(STAD) berbantukan media gambar lebih efektif dari pada penggunaan model
pembelajaran konvensional berbantukan media gambar terhadap kemampuan
menulis cerpen peserta didik kelas VII SMP?
3. Apakah penggunaan model pembelajaran think pair Share (TPS) berbantukan
media gambar lebih efektif dari pada penggunaan model pembelajaran
konvensional berbantukan media gambar terhadap kemampuan menulis cerpen
peserta didik kelas VII SMP?
F. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui keefektifan model pembelajaran student teams achievement
division (STAD) berbantukan media gambar dan model pembelajaran think
pair share (TPS) berbantukan media gambar terhadap kemampuan menulis
cerpen peserta didik kelas VII SMP.
2. Mengetahui keefektifan model pembelajaran student teams achievement
division (STAD) berbantukan media gambar dan model pembelajaran
konvensional berbantukan media gambar terhadap kemampuan menulis cerpen
peserta didik kelas VII SMP.
3. Mengetahui keefektifan model pembelajaran teams think pair share (TPS)
berbantukan media gambar dan model pembelajaran konvensional berbantukan
media gambar terhadap kemampuan menulis cerpen peserta didik kelas VII
SMP.
G. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis Secara umum hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan
masukan tentang model pembelajaran yang baik untuk merangsang
kemampuan menulis cerpen peserta didik dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia. Secara khusus hasil dari penelitian ini dapat memberikan
pengetahuan tentang keefektifan model pembelajaran kooperatif tipe student
teams achievement division (STAD) dan think pair share (TPS) berbantu
media gambar terhadap kemampuan menulis cerpen peserta didik.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari hasil penelitian ini ada tiga antara lain manfaat
manfaat bagi peserta didik, dan manfaat guru, dan sekolah.
a. Manfaat Bagi Peserta Didik
Manfaat praktis bagi peserta didik dari hasil penelitian ini adalah:
1) Memudahkan peserta didik dalam menulis cerpen.
2) Memberikan wawasan baru sehingga peserta didik bisa lebih aktif dalam
pembelajaran.
3) Menciptakan pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna sehingga
menumbuhkan motivasi bagi peserta didik.
b. Manfaat Bagi Guru
Manfaat praktis dari hasil penelitian ini bagi guru adalah:
1) Memberikan informasi sebagai bahan pertimbangan pemilihan model
pembelajaran menulis cerpen yang efektif.
2) Guru dapat menciptakan lingkungan kelas yang kondusif, menyenangkan, dan
bermanfaat bagi perbaikan dalam proses pembelajaran Bahasa indonesia
khususnya menulis cerpen.
c. Manfaat Bagi Sekolah
Manfaat praktis dari hasil penelitian ini bagi sekolah adalah:
1) Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai model pembelajaran yang
dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam meningkatkan kualitas
pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah.
2) Memberikan sumbangan yang baik dalam rangka perbaikan proses
pembelajaran untuk dapat menunjang keefektifan hasil belajar peserta didik.
H. Landasan Teori dan Kajian Pustaka
1. Landasan Teori
a. Keterampilan Menulis
Menulis adalah menyampaikan ide atau gagasan dan pesan dengan
menggunakan lambang grafik (tulisan). Proses menulis dituntut untuk
memperhatikan struktur yang berkaitan dengan unsur-unsur tulisan agar
pembaca dapat memahami pesan yang ingin disampaikan oleh penulis.
beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli tentang pengertian
menulis diantaranya adalah menulis didefinisikan sebagai suatu kegiatan
penyampaian pesan dengan menggunakan bahasa tulis sebagai alat dan
medianya (Suparno dan Yunus 2007: 3). Menurut pendapat Tarigan (2008: 22)
Menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang
menggambarkan suatu bahasa yang dipahami seseorang sehingga orang lain
dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut, kalau mereka memakai
bahasa dan lambang grafik tadi. Sedangkan menurut Nurgiyantoro (2009:298)
menulis adalah aktivitas aktif produktif, aktivitas menghasilkan bahasa, dilihat
dari pengertian umum, menulis adalah aktivitas mengemukakan gagasan
melalui media bahasa. Sependapat dengan Nurgiayantoro dan Yunus, Harjito
dan Umaya (2009: 13) mengemukakan bahwa menulis memiliki arti sepadan
dengan mengarang, yaitu sebagai segenap rangkaian kegiatan seseorang
mengungkapkan gagasan dan penyampaiannya melalui bahasa tulis kepada
pembaca untuk dipahami.
Berdasarkan beberapa pengertian menulis yang dikemukakan oleh para
ahli, maka dapat diambil simpulan bahwa menulis adalah suatu proses berpikir
yang dituangkan dalam bentuk tulisan dimana ide atau gagasannya kemudian
dikembangkan dalam wujud rangkaian kalimat yang diungkapkan dalam
bahasa tulis sebagai medianya yang ditujukan kepada pembaca untuk
dipahami. Oleh karena itu dari sini akan terlihat sejauh mana pengetahuan yang
dimiliki penulis dalam menciptakan sebuah karangan yang efektif. Jalan
pikiran dan perasaan penulis sangat menentukan arah penulisan sebuah karya
tulis atau karangan yang berkualitas. Dengan kata lain hasil sebuah karangan
yang berkualitas umumnya ditunjang oleh keterampilan kebahasaan yang baik.
Semakin baik keterampilan kebahasaan yang dimiliki oleh seorang penulis,
maka akan semakin berkualitas pula hasil karya tulis atau karangannya.
Tujuan menulis adalah keinginan yang diharapkan penulis dapat
diterima oleh pembaca. Oleh karena itu, sebelum membuat tulisan, seorang
penulis harus menentukan terlebih dahulu tujuan apa yang hendak ia capai
dalam tulisannya. Tujuan penulisan yang dikemukakan Hugo Harting ditulis
oleh Tarigan (1994: 24) adalah:
1) Assignment Purpose (tujuan penugasan) Penulisan dilakukan karena
ditugaskan, bukan karena kemauan sendiri.
2) Altruistik Purpose (tujuan altruistik) Penulis bertujuan untuk menyenangkan
dan menolong para pembaca untuk memahami, menghargai perasaan dan
penalarannya dengan karyanya tersebut.
3) Persuasive Purpose (tujuan persuasif) Penulisan yang bertujuan untuk
meyakinkan para pembaca terhadap gagasan yang diuraikan.
4) Informational Purpose (tujuan informasional/penerapan) Penulisan yang
bertujuan memberikan informasi atau penerangan kepada pembaca.
5) Self Ekspresive Purpose (tujuan pernyataan diri) Penulisan yang bertujuan
untuk memperkenalkan atau menyatakan diri sang pengarang kepada
pembaca.
6) Creative Purpose (tujuan kreatif) Penulisan yang bertujuan mencapai nilai-
nilai artistik atau nilai-nilai kesenian.
7) Problem-Solving Purpose (tujuan pemecahan masalah) Dalam tulisan seperti
ini penulis ingin memecahkan masalah yang dihadapi. Penulis ingin
menjelaskan, menjernihkan serta menjelajahi dan menelitik secara cermat
pikiran dan gagasan sendiri agar dapat dimengerti dan diterima pembaca.
b. Pembelajaran bahasa indonesia pada kurikulum 2013
c. Pembelajaran kooperatif
1) Pengertian
Pembelajaran kooperatif adalah semua metode pembelajaran kooperatif
menyumbangkan ide bahwa siswa yang bekerja sama dalam belajar dan
bertanggung jawab terhadap teman satu timnya mampu membuat diri mereka
belajar sama baiknya Slavin (2008). Sedangkan menurut Suprijono (2009:54)
Pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis
kerja kelompok termasuk bentukbentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau
diarahkan oleh guru Sejalan dengan pendapat diatas menurut Roger
sebagaimana dikutip dalam Huda (2011:29) pembelajaran kooperatif
merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh satu prinsip
bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi secara sosial
diantara kelompokkelompok pembelajaran yang didalamnya setiap pembelajar
bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong untuk
meningkatkan pembelajaran anggotaanggotanya yang lain. Dalam
pembelajaran kooperatif ini mempunyai tujuan tidak hanya meningkatkan
kegiatan proses pembelajaran melalui kerja kelompok tetapi juga
meningkatkan aktivitas sosial.
Berdasarkan berbagai pendapat tentang definisi pembelajaran
kooperatif, dapat diambil kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif
merupakan suatu cara atau serangkaian strategi yang khusus dirancang untuk
memberikan dorongan kepada peserta didik agar bekerja sama selama proses
pembelajaran. Dengan model pembelajaran kooperatif dapat diterapkan untuk
memotivasi siswa lebih aktif dalam pembelajaran. Oleh sebab itu,
pembelajaran kooperatif sangat baik untuk dilaksanakan karena siswa dapat
bekerja sama dan saling tolong menolong mengatasi tugas yang dihadapi.
2) Unsur Pembelajaran Kooperatif
Roger dan David Johnson (Anita Lie, 2005:31) berpendapat bahwa
untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur gotong royong harus
diterapkan, sebagai berikut:
a) Saling ketergantungan positif
Perasaan antar kelompok siswa untuk membantu setiap orang dalam
kelompok. Kegagalan dan keberhasilan kelompok merupakan tanggung jawab
setiap anggota kelompok oleh karena itu sesama anggota kelompok harus
merasa terikat dan saling tergantung positif.
b) Tanggung jawab perseorangan
Setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk menguasai materi
pelajaran karena keberhasilan belajar kelompok ditentukan dari seberapa besar
sumbangan hasil belajar secara perseorangan.
c) Tatap muka
Interaksi yang terjadi melalui diskusi akan memberikan keuntungan
bagi semua anggota kelompok karena memanfaatkan kelebihan dan mengisi
kekurangan masingmasing anggota kelompok. Pertemuan langsung semua
anggota kelompok dan melakukan kegiatan bersama dapat meningkatkan kerja
sama antar anggota kelompok.
d) Komunikasi antar anggota
Keterampilan berkomunikasi antar anggota kelompok sangat
penting karena dalam setiap tatap muka terjadi diskusi dalam kelompok.
Tanpa adanya keterampilan berkomunikasi tujuan pembelajaran dalam
kelompok tidak akan tercapai. Keterampilan komunikasi antar kelompok
dapat digunakan untuk saling memotivasi dalam memperoleh keberhasilan
bersama.
e) Evaluasi proses kelompok
Keberhasilan belajar dalam kelompok ditentukan oleh proses kerja
kelompok. Untuk mengetahui keberhasilan proses kerja kelompok
dilakukan melalui evaluasi proses kelompok. Hal itu dapat digunakan
untuk mengetahui anggota kelompok yang sangat membantu dan anggota
yang tidak membantu dalam mencapai tujuan kelompok.
3) Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif
Suprijono (2009) memaparkan sintak model pembelajaran kooperatif
terdiri dari enam fase sebagai berikut.
Tabel 1. Fase-fase Dalam Pembelajaran KooperatifFase Kegiatan Guru
Fase 1 : Present goals and setMenyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa
Menjelaskan tujuan pembelajaran danmempersiapkan siswa siap belajar
Fase 2 : Present informationMenyajikan informasi
Mempresentasikan informasi kepadasiswa secara verbal
Fase 3 : Organize students intolearning teamsMengorganisir siswa ke dalam tim-tim belajar
Memberikan penjelasan kepada siswatentang tata cara pembentukan tim belajar dan membantu kelompok melakukan transisi yang efisien
Fase 4 : Assist team work andstudenyMembantu kerja tim dan belajar
Membantu tim-tim belajar selamasiswa mengerjakan tugasnya
Fase 5 : Test on the materialsMengevaluasi
Menguji pengetahuan siswa mengenaiberbagai materi pembelajaran atau kelompok-kelompokmempresentasikan hasil kerjanya
Fase 6 : Provide recognitionMemberikan pengakuan atau penghargaan
Mempersiapkan cara untuk mengakuiusaha dan prestasi individu maupun kelompok
a) Fase pertama
Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa. Guru mengklasifikasi
maksud pembelajaran kooperatif. Hal ini penting untuk dilakukan karena siswa
harus memahami dengan jelas prosedur dan aturan dalam pembelajaran.
b) Fase kedua
Guru menyampaikan informasi, sebab informasi ini merupakan isi
akademik.
c) Fase ketiga
Guru harus menjelaskan bahwa siswa harus saling bekerja sama di
dalam kelompok. Penyelesaian tugas kelompok harus merupakan tujuan
kelompok. Tiap anggota kelompok memiliki akuntabilitas individual untuk
mendukung tercapainya tujuan kelompok. Pada fase ketiga ini terpenting
jangan sampai ada free-rider atau anggota yang hanya menggantungkan tugas
kelompok kepada individu lainnya.
d) Fase keempat
Guru perlu mendampingi tim-tim belajar, mengingatkan tentang
tugas-tugas yang dikerjakan siswa dan waktu yang dialokasikan. Pada fase ini
bantuan yang diberikan guru dapat berupa petunjuk, pengarahan, atau
meminta beberapa siswa mengulangi hal yang sudah ditunjukkan.
e) Fase kelima
Guru melakukan evaluasi dengan menggunakan strategi evaluasi yang
konsisten dengan tujuan pembelajaran.
f) Fase keenam
Guru mempersiapkan struktur reward yang akan diberikan kepada
siswa. Variasi struktur reward dapat dicapai tanpa tergantung pada apa yang
dilakukan orang lain. Struktur reward kompetitif adalah jika siswa diakui
usaha individualnya berdasarkan perbandingan dengan orang lain. Struktur
reward kooperatif diberikan kepada tim meskipun anggota tim-timnya saling
bersaing.
4) Manfaat Pembelajaran Kooperatif
Sadker sebagaimana dikutip dalam Huda (2011: 66) menjabarkan
beberapa manfaat pembelajaran kooperatif. Selain itu, meningkatkan
keterampilan kognitif dan afektif siswa, pembelajaran kooperatif juga
memberikan manfaat-manfaat besar lain seperti berikut ini.
a) Siswa yang diajari dengan dan dalam struktur-struktur kooperatif
akan memperoleh hasil pembelajaran yang lebih tinggi.
b) Siswa yang berpartisipasi dalam pembelajaran kooperatif akan memiliki
sikap harga-diri yang lebih tinggi dan motivasi yang lebih besar untuk
belajar.
c) Siswa menjadi lebih peduli pada teman- temannya, dan di antara
mereka akan terbangun rasa ketergantungan yang positif (interdependensi
positif) untuk proses belajar mereka nanti.
d) Pembelajaran kooperatif meningkatkan rasa penerimaan siswa
terhadap teman-temannya yang berasal dari latar belakang ras dan etnik
yang berbeda- beda.
Pembelajaran kooperatif mempunyai beberapa variasi atau tipe, akan
lebih baik jika seorang guru menyesuaikan materi pembelajaran itu dengan
tipe-tipe model pembelajaran kooperatif yang tepat. Berhubungan dengan
kompetensi Bahasa Indonesia khususnya kompetensi menulis diharapkan akan
mencapai tujuan pembelajaran jika dipadukan dengan model pembelajaran
kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dan Think Pair
Share (TPS).
d. Model Pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD)
1) Pengertian Model Pembelajaran Student Teams Achievement Division
(STAD)
Model pembelajaran student teams achievement division (STAD)
merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana,
dan model pembelajaran yang paling baik untuk permulaan bagi para guru
yang baru menggunakan model kooperatif. Model pembelajaran student teams
achievement division (STAD) terdiri dari lima komponen utama antara lain:
presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual, rekognisi tim (Trianto
2007: 52). Sementara menurut Riyanto (2010: 268) model pembelajaran
student teams achievement division (STAD) adalah pembelajaran yang
dilaksanakan dengan presentasi kelas, pembentukan tim, mengadakan kuis,
memperhaikan perkembangan individu, dan pengakuan tim.
Hal di atas sejalan dengan pendapat Suprijono (2010: 133) bahwa
model pembelajaran student teams achievement division (STAD) adalah model
pembelajaran yang di dalamnya peserta didik belajar dengan berkelompok
secara heterogen dan dalam kegiatan akhir guru memberi kuis dan penghargaan
kepada seluruh peserta didik. Kedua uraian di atas juga sesuai dengan pendapat
Huda (2013: 201) model pembelajaran STAD merupakan salah satu model
pembelajaran yang di dalamnya terdapat beberapa kelompok kecil peserta
didik dengan level kemampuan akademik yang berbeda-beda saling bekerja
sama untuk menyelesaikan tujuan pembelajaran. Tidak hanya secara akademik,
peserta didik juga dikelompokan secara beragam berdasarkan gender, ras, dan
etnis.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil simpulan bahwa model
pembelajaran student teams achievement division (STAD) adalah salah satu
tipe model pembelajaran kooperatif yang dalam penerapannya peserta didik
belajar dengan berkelompok secara heterogen atau dengan level kemampuan
akademik yang berbeda-beda saling bekerjasama dalam pemecahan masalah
dan pada kegiatan akhir mengadakan kuis yang dipandu oleh guru dan
pemberian penghargaan kepada peserta didik. Penghargaan itu semata-mata
untuk menumbuhkan motivasi bagi peserta didik dalam belajar.
2) Penjabaran Model Pembelajaran Student Teams Achievement Division
(STAD)
Menurut Slavin (2010: 143) model pembelajaran student teams
achievement division (STAD) terdiri atas lima komponen utama yaitu
presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual, dan rekognisi tim. Secara
rinci prnjabaran model pembelajaran student teams achievement division
(STAD) dijelaskan dibawah ini :
a) Presentasi Kelas
Materi dalam model pembelajaran student teams achievement division
(STAD) pertama dikenalkan dalam presentasi dalam kelas. Hal ini merupakan
pengajaran langsung yang sering dilakukan atau diskusi pelajaran yang
dipimpin oleh guru, tetapi bisa juga memasukan presentasi audio visual.
Perbedaan presentasi kelas dengan pengajaran biasa hanyalah bahwa presentasi
tersebut haruslah benar-benar berfokus pada unit model pembelajaran student
teams achievement division (STAD). Melalui cara ini peserta didik akan
menyadari bahwa peserta didik harus benar-benar memberi perhatian penuh
selama presentasi kelas, karena dengan demikian akan sangat membantu
peserta didik mengerjakan kuis-kuis, dan skor kuis peserta didik menentukan
skor pada timnya.
b) Tim
Tim terdiri dari empat atau lima peserta didik yang mewakili seluruh
bagian dari kelas dalam hal kinerja akdemik, jenis kelamin, ras, dan etnis.
Fungsi utama dari tim ini adalah memastikan bahwa semua anggota tim benar-
benar belajar dan lebih khususnya lagi adalah untuk mempersiapkan
anggotanya untuk bisa mengerjakan kuis dengan baik. Guru menyampaikan
materinya dan tim berkumpul untuk mempelajari lembar kegiatan atau materi
lainnya, hal yang paling sering terjadi, pelajaran itu melibatkan pembahasan
permasalahan bersama, membandingkan jawaban, dan mengoreksi setiap
kesalahan pemahaman apabila anggota tim ada yang membuat kesalahan.
Tim adalah fitur penting dalam model pembelajaran student teams
achievement division (STAD). Pada setiap poinnya yang ditekankan adalah
membuat anggota tim melakukan yang terbaik untuk tim, dan tim harus
melakukan yang terbaik untuk anggotanya. Tim ini memberikan dukungan
kelompok bagi kinerja akademik penting dalam pembelajaran dan itu adalah
untuk memberikan perhatian dan respek yang mutual yang penting untuk
akibat yang dihasilkan seperti hubungan antarkelompok, rasa harga diri,
peneriman terhadap peserta didik mainstream.
c) Kuis
Peserta didik akan mengerjakan kuis individual setelah sekitar satu atau
dua periode guru memberikan presentasi dan praktik tim. Para peserta didik
tidak diperbolehkan untuk saling membantu dalam mengerjakan kuis, sehingga
setiap peserta didik bertanggung jawab secara individual untuk memahami
materi.
d) Skor Kemajuan Individual
Gagasan dibalik skor kemajuan individual adalah untuk memberikan
kepada setiap peserta didik tujuan kinerja yang akan dapat dicapai apabila
peserta didik bekerja lebih giat dan memberikan kinerja yang lebih baik dari
pada sebelumnya. Setiap peserta didik dapat memberikan kontribusi poin yang
maksimal kepada tim dalam sistem skor ini, tetapi tidak ada peserta didik yang
dapat melakukannya tanpa memberikan usaha yang terbaik. Setipa peserta
didik diberi skor awal, yang diperoleh dari rata-rata kinerja peserta didik
tersebut sebelumnya dalam mengerjakan kuis yang sama. Peserta didik
selanjutnya akan mengumpulkan poin untuk tim berdasarkan tingkat kenaikan
skor kuis dibandingkan dengan skor awal peserta didik.
e) Rekognisi Tim
Tim akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan yang lain
apabila skor rata-rata peserta didik mencapai kriteria tertentu. Skor tim dapat
juga digunakan untuk menentukan 20% dari tingkat peserta didik.
3) Persiapan dalam Penerapan Model Pembelajaran Student Teams
Achievement Division (STAD)
Model pembelajaran student teams achievement division (STAD)
merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif dengan
menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap
kelompok 4-5 orang peserta didik secara heterogen. Seperti halnya
pembelajaran lainnya, pembelajaran kooperatif tipe student teams achievement
division (STAD) ini juga membutuhkan persiapan yang matang sebelum
kegiatan pembelajaran dilaksanakan.
Menurut Trianto (2007: 52-53) persiapan pembelajaran kooperatif tipe
student teams achievement division (STAD), antara lain:
a) Perangkat Pembelajaran
Sebelum melaksanakan pembelajaran ini perlu dipersiapkan perangkat
pembelajarannya, yang meliputi rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP),
buku peserta didik, dan lembar kegiatan siswa (LKS) beserta lembar
jawabannya.
b) Membentuk Kelompok Kooperatif
Menentukan anggota kelompok diusahakan agar kemampuan peserta
didik dalam kelompok adalah heterogen dan kemampuan antar satu kelompok
dengan kelompok lainnya relatif homogen. Apabila memungkinkan kelompok
kooperatif perlu memperhatikan ras, agama, jenis kelamin, dan latar belakang
sosial. Apabila dalam kelas terdiri atas sar dan latar belakang yang relatif sama,
maka pembentukan kelompok dapat didasarkan pada prestasi akademik.
c) Menentukan Skor Awal
Skor awal yang dapat digunakan dalam kelas kooperatif adalah nilai
ulangan sebelumnya. Skor awal ini dapat berubah setelah ada kuis. Misalnya
pada pembelajaran lebih lanjut dan setelah diadakan tes, maka hasil tes masing-
masing individu dapat dijadikan skor awal.
d) Pengaturan Tempat Duduk
Pengaturan tempat duduk pada kelas kooperatif perlu juga diatur
dengan baik, hal ini dilakukan untuk menunjang keberhasilan pembelajaran
kooperatif apabila tidak ada pengaturan tempat duduk dapat menimbulkan
kekacauan yang menyebabkan gagalnya pembelajaran pada kelas kooperatif.
e) Kerja Kelompok
Usaha mencegah adanya hambatan pada pembelajaran kooperatif tipe
student teams achievement division (STAD), terlebih dahulu diadakan latihan
kerjasama kelompok. Hal ini bertujuan untuk lebih jauh mengenalkan masing-
masing individu dalam kelompok.
4) Sintakmatik Model Pembelajaran Student Teams Achievement Division
(STAD)
Slavin (2010: 151-160) menjelaskan bahwa sintakmatik pembelajaran
kooperatif tipe student teams achievement division (STAD) ini didasarkan pada
empat kegiatan, antara lain pengajaran, belajar tim, tes, dan rekognisi tim.
a) Pengajaran
Pelajaran dalam student teams achievement division (STAD) dimulai
dengan presentasi di dalam kelas. Presentasi tersebut mencakup pembukaan,
pengembangan, dan pengarahan praktis tiap komponen dari keseluruhan
pelajaran. Kegiatan-kegiatan tim dan kuisnya mencakup latihan dan penilaian
yang independen secara berturut-turut. Pada pembukaan, pelajaran harus
menekankan hal-hal sebagai berikut: (1) penyampaian kepada peserta didik
mengenai apa yang akan dipelajari dan mengapa hal itu penting, (2) membuat
peserta didik bekerja dalam tim untuk menemukan konsep-konsep atau untuk
membangkitkan minat belajar peserta didik, dan (3) mengulangi setiap
persyaratan atau informasi secara singkat.
Pada pengembangan, pelajaran harus menekankan hal-hal sebagai
berikut: (1) menetapkan materi agar dipelajari oleh peserta didik, (2)
memfokuskan pada pemaknaan bukan pada penghafalan, (3)
mendemonstrasikan secara aktif konsep-konsep dengan menggunakan alat
bantu visual, cara-cara cerdik, dan contoh yang banyak, (4) menilai peserta
didik sesering mungkin dengan memberi banyak pertanyaan, (5) menjelaskan
mengapa jawaban bisa salah atau benar kecuali jika memang sudah sangat
jelas, (6) berpindah pada konsep berikutnya begitu peserta didik telah
menangkap gagasan utamanya. Selanjutnya pada pedoman pelaksanaan,
pelajaran harus menekankan hal-hal sebagai berikut: (1) buatlah agar peserta
didik mengerjakan setiap persoalan atau mempersiapkan jawaban terhadap
pertanyaan yang diberikan kepada peserta didik, (2) memanggil peserta didik
secara acak, (3) jangan memberikan tugas-tugas kelas yang memakan waktu
lama.
b) Belajar Tim
Kegiatan peserta didik selama belajar tim adalah memahami materi
yang disampaikan guru dalam kelas dan membantu membantu teman
sekelasnya untuk menguasai materi tersebut. Peserta didik mempunyai lembar
kegiatan dan lembar jawaban yang dapat digunakan untuk melatih kemampuan
selama proses pembelajaran dan untuk menilai peserta didik. Lembar kegiatan
dan lembar jawaban yang diberikan kepada tim hanya dua kopian. Hal ini
akann mendorong satu tim untuk bekerja sama, tetapi apabila ada peserta didik
yang ingin punya kopian sendiri, guru bisa menyediakan kopian tambahan.
Pada hari pertama kerja tim dalam STAD, guru harus menjelaskan
kepada peserta didik tentang apa arti kerjasama dalam tim. Khususnya, guru
membahas aturan tim sebelum memulai kerja tim, sebagai berikut: (1) peserta
didik mempunyai tanggung jawab untuk memastikan bahwa teman satu tim
telah mempelajari materi pembelajaran, (2) tidak ada yang berhenti belajar
sampai semua teman satu tim menguasai materi tersebut, (3) mintalah bantuan
dari semua teman satu tim untuk membantu temannya sebelum bertanya
kepada guru, (4) teman satu tim boleh saling berbicara satu sama lain dengan
suara pelan.
c) Tes
Hal-hal yang dilakukan dalam tes, antara lain (1) bagikan kuisnya dan
berikan waktu yang sesuai kepada peserta didik untuk menyelesaikannya, (2)
jangan biarkan para peserta didik bekerjasama mengerjakan kuis tersebut: pada
saat ini peserta didik harus memperlihatkan apa yang telah dipelajari secara
individual, buatlah para peserta didik memindahkan mejanya agar terpisah jika
memungkinkan, (3) biarkan peserta didik saling bertukar kertas dengan
anggota tim lain, ataupun mengumpulkan kuisnya untuk dinilai setelah kelas
selesai, (4) pastikan skor kuis dan skor tim dihitung tepat pada waktunya untuk
digunakan pada kelas selanjutnya.
d) Rekognisi Tim
Penghargaan atas keberhasilan kelompok dapat dilakukan oleh guru
dengan melakukan tahapan-tahapan sebagai berikut:
Menghitung Skor Individu
Cara menghitung skor perkembangan individu dapat dihitung seperti pada tabel
berikut:
Tabel 2 Perhitungan Skor Perkembangan
No Skor Tes Nilai Perkembangan
1. Lebih dari 20 poin di atas skor awal 30
2 Sama atau hingga 10 poin di atas skor awal 203 Sepuluh hingga satu poin di bawah skor awal 104 Lebih dari 10 poin di bawah skor awal 5
Menghitung Skor Kelompok
Skor kelompok dihitung dengan membuat rata-rata skor perkembangan
anggota kelompok, yaitu dengan menjumlahsemua skor perkembangan yang
diperoleh anggota kelompok. Sesuai dengan rata-rata skor perkembangan
kelompok, diperoleh kategori skor kelompok seperti tercantum pada tabel
dibawah ini :
Tabel 3 Tingkat Penghargaan Kelompok
No Predikat Tim Rata-Rata Skor
1 Super Team 25 – 302 Great Team 20 – 243 Good team 15 – 19
Pemberian Hadiah dan Pengakuan Skor Kelompok
Setelah masing-masing kelompok memperoleh predikat, gurun memberikan
hadiah atau penghargaan kepada masing-masing kelompok sesuai dengan
predikatnya.
e. Model Pembelajaran Thimk Pair Share (TPS)
1) Pengertian Model Pembelajaran Thimk Pair Share (TPS)
Menurut Lie (2002:56) Think pair share adalah pembelajaran yang
memberi siswa kesempatan untuk bekerja sendiri dan bekerjasama dengan
orang lain. Sedangkan menurut Ibrahim (2007:10) Think pair share memiliki
prosedur secara eksplisit dapat memberi siswa waktu lebih banyak untuk
berpikir, menjawab, saling membantu satu sama lain dengan cara ini
diharapkan siswa mampu bekerja sama, saling bergantung pada kelompok-
kelompok kecil secara kooperatif.
Model pembelajaran kooperatif tipe think pair share merupakan salah
satu model pembelajaran kooperatif yang mampu mengubah asumsi bahwa
metode resitasi dan diskusi perlu diselenggarakan dalam setting kelompok
secara keseluruhan. Karakteristik model think pair share siswa dibimbing
secara mandiri, berpasangan, dan saling berbagi untuk menyelesaikan
permasalahan. Model ini selain diharapkan dapat menjembatani dan
mengarahkan proses belajar mengajar juga mempunyai dampak lain yang
sangat bermanfaat bagi siswa. Beberapa akibat yang dapat ditimbulkan dari
model ini adalah siswa dapat berkomunikasi secara langsung oleh individu lain
yang dapat saling memberi informasi dan bertukar pikiran serta mampu
berlatih untuk mempertahankan pendapatnya jika pendapat itu layak untuk
dipertahankan.
Pembelajaran think pair share dapat mengembangkan kemampuan
mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan
membandingkan ide-idenya dengan orang lain. Membantu siswa untuk respek
pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima
segala perbedaan. Siswa dapat mengembangkan kemampuan untuk menguji
ide dan pemahamannya sendiri dan menerima umpan balik. Interaksi yang
terjadi selama pembelajaran dapat meningkatkan motivasi dan memberikan
rangsangan untuk berpikir sehingga bermanfaat bagi proses pendidikan jangka
panjang.
Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran kooperatif tipe think pair share adalah model Pembelajaran yang
dapat mengaktifkan seluruh kelas karena siswa diberi kesempatan bekerja
sendiri dan bekerja sama dengan orang lain dalam kelompok kecil sehingga
membantu siswa untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala
keterbatasannya serta menerima segala perbedaan dan siswa dapat
mengembangkan kemampuan untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri
dan menerima umpan balik.
Pengertian think pair share menurut peneliti adalah model pembelajaran
yang menuntut siswa agar dapat berpikir sendiri dan bekerja sama dengan
siswa yang lain dalam kelompok kecil dalam mengembangkan kemampuan
sehingga diperlukan interaksi yang baik dalam membagi informasi untuk
menyelesaikan permasalahan.
2) Langkah-langkah Pembelajaran TPS
Menurut Lyman et al dalam Nurhadi (2005 :120) menggunakan
langkah-langkah sebagai berikut:
Langkah I : thinking (berpikir)
Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berkaitan dengan pelajaran; dan
siswa diberi waktu satu menit untuk berpikir sendiri mengenai jawaban atau isu
tersebut.
Langkah II : pairing (berpasangan)
Selanjutnya guru meminta siswa berpasangan dan mendiskusikan yang telah
dipikirkan. Interaksi selama periode ini dapat menghasilkan jawaban bersama
jika pertanyaan telah diajukan atau penyampaian ide bersama jika isu khusus
telah diidentifikasi. Biasanya guru mengijinkan tidak lebih dari 4 atau 5 menit
untuk berpasangan.
Langkah III : sharing (berbagi)
Pada langkah akhir ini guru meminta pasangan-pasangan tersebut untuk
berbagi atau bekerja sama dengan secara kelas secara keseluruhan mengenai
yang telah mereka bicarakan, langkah ini akan efektif jika guru berkeliling
kelas dari pasangan yang satu ke pasangan yang lain, sehingga seperempat atau
separuh dari pasangan-pasangan tersebut memperoleh kesempatan untuk
melapor.
3) Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran TPS
Menurut Huda (2011 : 171) mengemukakan bahwa kelebihan dari
kelompok berempat adalah sebagai berikut :
1. Mudah dipecah menjadi berpasangan.
2. Lebih banyak muncul ide.
3. Lebih banyak tugas yang bisa dilakukan.
4. Guru mudah memonitor.
Sedangkan kekurangan dari kelompok berempat adalah sebagai berikut:
1. Butuh banyak waktu.
2. Butuh sosialisasi yang lebih baik.
3. Jumlah genap; menyulitkan pengambilan suara.
4. Setiap anggota kurang memiliki kesempatan untuk berkontribusi pada
kelompoknya.
5. Setiap anggota mudah melepaskan diri dari keterlibatan.Perhatian anggota
sangat kurang.
f. Media Pembelajaran
1) Pengertian Media Pembelajaran
Kata "media" secara harfiah adalah "perantara atau pengantar".
Menurut Djamarah et al (1996 :136) media sebagai sumber belajar adalah
"manusia, benda ataupun peristiwa yang memungkinkan anak didik
memperoleh pengetahuan dan ketrampilan. Penggunaan media dalam proses
belajar mengajar sangat penting. Ketidakjelasan guru dalam menyampaikan
bahan pengajaran dapat terwakili dengan kehadiran media. Apabila tingkatan
SMP yang siswanya belum mampu berpikir abstrak, masih berpikir kongrit.
Keabstrakan bahan pelajaran dapat dikonkretkan dengan kehadiran media,
sehingga anak didik lebih mudah mencerna bahan pelajaran daripada tanpa
bantuan media. Dalam penggunaan media, perlu diperhatikan bahwa pemilihan
media pengajaran haruslah jelas dengan tujuan pengajaran yang telah
dirumuskan, apabila diabadikan media pengajaran bukanya membantu
proses belajar mengajar, tapi sebagai penghambat dalam pencapaian tujuan
secara efektif dan efisien.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa media adalah segala
sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan, membantu
mempertegas bahan pelajaran, sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan,
perhatian dan minat siswa dalam proses belajar.
2) Fungsi Media
Menurut Sudjana sebagaimana dikutip dalam Djamarah (1996:152),
merumuskan fungsi media sebagai berikut:
a) Penggunaan media dalam proses belajar mengajar bukan merupakan fungsi
tambahan, tetapi mempunyai fungsi sendiri sebagai alat bantu untuk
mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif.
b) Penggunaan media pengajaran merupakan bagian yang integral dari
keseluruhan situasi mengajar.
c) Media pengajaran, penggunaannya dengan tujuan dari sisi pelajaran.
d) Penggunaan media bukan semata-mata alat hiburan, bukan sekedar
melengkapi proses belajar supaya lebih menarik perhatian siswa.
e) media dalam pengajaran lebih dituangkan untuk mempercepat proses belajar
mengajar dan membantu siswa dalam menangkap perhatian yang diberikan
guru.
f) Penggunaan media dalam pengajaran diutamakan untuk mempertinggi mutu
belajar mengajar.
Ketika fungsi-fungsi media pengajaran itu diaplikasikan ke dalam
proses belajar mengajar, maka terlihatlah perannya sebagai berikut:
a) Media yang digunakan guru sebagai penjelas dari keterangan terhadap suatu
bahan yang guru sampaikan.
b) Media dapat memunculkan permasalahan untuk dikaji lebih lanjut dan
dipecahkan oleh para siswa dalam proses belajarnya.
c) Media sebagai sumber belajar bagi siswa.
3) Manfaat Media Pembelajaran
Perolehan pengetahuan peserta didik seperti yang digambarkan oleh
kerucut pengalaman Edgar Dale bahwa pengetahuan akan semakin abstrak
apabila pesan hanya disampaikan melalui kata verbal. Hal ini memungkinkan
terjadinya verbalisme yang artinya peserta didik hanya akan mengetahui
tentang kata tanpa memahami makna yang terkandung di dalamnya. Hal ini
menimbulkan kesalahan dalam persepsi peserta didik dan oleh sebab itu
sebaiknya peserta didik mempunyai pengalaman yang lebih konkrit, pesan
yang disampaikan benar-benar dapat mencapai sasaran dan tujuan.
Susilan dan Riyana (2009: 9) mengemukakan beberapa manfaat media
pembelajaran, antara lain:
a) Memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalistis.
b) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, tenaga, dan daya indera.
c) Menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara peserta didik
dengan sumber belajar.
d) Memungkinkan peserta didik belajar dengan mandiri sesuai dengan bakat dan
kemampuan visual, auditori, dan kinestetiknya.
g. Media Gambar
1) Media Cerita Gambar sebagai Model Pembelajaran
Berkaitan dengan penggunaan media gambar, Purwanto et al
(1997:63), mengemukakan bahwa penggunaan media gambar untuk melatih
anak menentukan pokok pikiran yang mungkin akan menjadi karangan-
karangan. Cerita gambar adalah cara atau daya upaya dalam menyusun atau
menulis suatu tulisan atau karangan dengan menerjemahkan isi pesan visual
ke dalam bentuk tulisan.
Gambar yang baik dan dapat digunakan sebagai sumber belajar adalah
yang memiliki ciri-ciri sebagaimana dikemukakan Sudirman et al (1991:219)
yaitu:
a) Dapat menyampaikan pesan atau ide tertentu
b) Memberi kesan kuat dan menarik perhatian
c) Merangsang orang yang melihat untuk ingin mengungkapkan tentang obyek-
obyek dalam gambar
d) Berani dan dinamis
e) Ilustasi tidak terlalu banyak, tetapi menarik dan mudah dipahami
Sedangkan peranan gambar menurut Sudirman et-al (1991:220)
sebagai media pengajaran yaitu:
a) Dapat membantu guru dalain menyampaikan pelajaran dan membantu siswa
dalam belajar
b) Menarik perhatian anak sehingga terdorong untuk lebih giat belajar
c) Dapat membantu daya ingat siswa (retensi)
d) Dapat disimpulkan dan digunakan lagi apabila diperlukan pada saat yang lain.
Atas dasar uraian tersebut di atas, hendaknya guru mau
mempertimbangkan penggunaan media gambar seri di dalam pelaksanaan proses
belajar mengajar terutama dalam pengajaran menulis karangan. dengan
penggunaan media gambar dapat merangsang imajinasi seorang siswa supaya
suka bercerita tentang gambar yang dilihatnya sehingga selanjutnya
diharapkan siswa tersebut dapat mampu menulis karangan sesuai dengan
tema, ide, pengalaman dan kejadian.
2) Penggunaan Peragaan Media Gambar dalam Pembelajaran
Tujuan utama penggunaan media gambar adalah agar pesan atau
informasi yang dikomunikasikan dapat terserap sebanyak-banyaknya oleh para
siswa sebagai penerima informasi. Dengan penggunaan media gambar,
pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat
menumbuhkan motivasi belajar, bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya
sehingga dapat lebih dipahami oleh siswa, tidak semata-mata komunikasi
verbal melalui peraturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak merasa
bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apabila guru mengajar untuk setiap
jam pelajaran. Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak
hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktifitas lain seperti mengamati,
mempraktekan dan menganalisis.
Media pembelajaran seperti peragaaan media gambar memiliki fungsi
sebagai berikut :
a) Menjelaskan suatu fakta yang berupa peristiwa / kejadian, keadaan;
b) Menunjukan peristiwa dan keadaan secara realistik dan kongkrit;
c) Dapat mengatasi keterbatasan ruang dan waktu;
d) Murah dan gampang digunakan.
Sedangkan kelemahan media gambar adalah:
a) Tidak dapat dirasakan secara nyata suasana sebenarnya;
b) Menekankan kemampuan indra pengelihatan;
c) Untuk kelas yang jumlah peserta didiknya besar sangat sulit, karena
terbatas ukurannya;
d) Dapat hilang, mudah rusak apabila tidak dirawat dengan baik, sehingga
memerlukan perawatan yang intensif.
h. Cerita Pendek (Cerpen)
1) Pengertian Cerpen
Cepen merupakan salah satu jenis fiksi. Cerpen mempunyai elemen
cerita, plot, latar, tokoh yang lebih sempit dari pada novel. Sumardjo (2007:
202) menyatakan bahwa cerita pendek merupakan fiksi yang selesai dibaca
dalam sekali duduk. Oleh karena itu, cerita yang disajikan dalam cerpen
terbatas hanya memiliki satu kisah atau satu peristiwa. Sedangkan menurut
Poe sebagaimana dikutip dalam Nurgiyantoro ( 2007:10) cerpen adalah
sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara
setengah sampai dua jam-suatu hal yang kiranya tak mungkin dilakukan untuk
sebuah novel. Cerpen mempunyai panjang yang bervariasi. Ada cerpen yang
pendek (short short story) dan jumlah katanya bekisar 500 kata, ada cerpen
yang panjangnya cukupan (midle short story), dan ada cerpen yang panjang
(long short story), yang terdiri dari ribuan kata.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa cerpen
adalah cerita pendek yang memiliki komposisi lebih sedikit dibanding novel
dari segi kepadatan cerita, memusatkan pada satu tokoh, satu situasi dan habis
sekali dibaca. Konfik yang disajikan dalam cerpen biasanya hanya
mengembangkan satu peristiwa sehingga cerpen menjadi menarik karena
keterbatasan objek atau peristiwa yang diceritakan.
2) Unsur-unsur Pembangun Cerpen
Cerpen merupakan prosa fiksi dan prosa fiksi tidak dapat terlepas dari
unsur-unsur pembangun cerita. Menurut Sayuti (2000: 29) elemen-elemen
pembangun prosa fiksi pada dasarnya dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu
fakta cerita, sarana cerita, dan tema.
a) Fakta Cerita
Merupakan bagian dari unsur pembangun cerita yang ada dalam prosa
fiksi. Unsur-unsur dalam fakta cerita selalu diuraikan dan dirangkai sehingga
menjadi satu kesatuan cerita yang utuh. Fakta cerita meliputi plot, penokohan,
dan latar. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut.
(1) Plot atau alur
Alur diartikan tidak hanya sebagai peristiwa-peristiwa yang diceritakan
dengan panjang lebar dalam suatu rangkaian tertentu, tetapi juga merupakan
penyusunan yang dilakukan oleh penulisnya mengenai peristiwa-
peristiwa tersebut berdasarkan hubungan kualitasnya Sayuti (2000: 31). Alur
sebagai jalan cerita yang menyajikan peristiwa-peristiwa atau kejadian-
kejadian secara runtut yang telah diperhitungkan terlebih dahulu oleh
pengarang
Sedangkan menurut Nurgiyantoro (2007: 12) plot dalam cerpen pada
umumnya tunggal, hanya terdiri dari satu urutan peristiwa yang diikuti
sampai cerita berakhir. Ada pula cerpen yang tidak berisi penyelesaian secara
jelas, tetapi penyelesaian diserahkan kepada interpretasi pembaca.
Dari pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa alur atau
plot adalah jalan cerita yang berupa rangkaian peristiwa yang terdiri satu
peristiwa secara runtut yang telah diperhitungkan pengarang.
(2) Latar
Latar dalam cerpen dikategorikan dalam tiga bagian yaitu latar
tempat, latar waktu, dan latar sosial tempat terjadinya peristiwa yang
diceritakan. Latar tempat yaitu hal yang berkaitan dengan masalah geografis,
latar waktu merupakan hal yang berkaitan dengan masalah historis,
sedangkan latar sosial adalah latar yang berkaitan dengan kehidupan
kemasyarakatan Sayuti (2007: 127). Sedangkan menurut Stanton (2007: 35),
latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita,
semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang
berlangsung.
(3) Judul
Judul merupakan daya tarik utama bagi pembaca untuk membaca
sebuah karya sastra terutama cerpen. Menurut Stanton (2007: 51), kita
mengira bahwa judul selalu relevan terhadap karya yang diampunya sehingga
keduanya membentuk satu kesatuan, ketika judul mengacu pada sang karakter
utama atau satu latar tertentu. Menurut Wiyatmi (2006: 40), judul dapat
mengacu pada nama tokoh, latar, tema maupun kombinasi dari beberapa
unsur tersebut. Diungkapkan oleh Sayuti (2000:147) bahwa judul
merupakan elemen lapisan luar suatu fiksi.
(4) Sudut pandang
Sudut pandang atau point of view mempersoalkan tentang siapa yang
menceritakan atau dari posisi mana (siapa) peristiwa atau tindakan itu dilihat
dalam sebuah karya fiksi (Sayuti, 2000: 157). Menurut Stanton (2007: 52),
posisi pusat kesadaran tempat kita dapat memahami setiap peristiwa dalam
cerita, dinamakan sudut pandang. Selanjutnya Stanton mengungkapkan
bahwa pengarang harus memilih sudut pandangnya dengan hati-hati agar
cerita yang diutarakannya menimbulkan efek yang pas.
Menurut Sayuti (2000: 159), lazimnya sudut pandang yang umum
dipergunakan oleh para pengarang dibagi menjadi empat jenis, yakni 1)
sudut pandang first person-central atau akuan sertaan, tokoh sentral cerita
adalah pengarang yang secara langsung terlihat di dalam cerita. 2) Sudut
pandang first person peripheral atau akuan tak sertaan, tokoh “aku”
biasanya hanya menjadi pembantu atau pengantar tokoh lain yang lebih
penting, pencerita pada umumnya hanya muncul di awal atau akhir saja. 3)
Sudut pandang third person omniscient atau diaan maha tahu, pengarang
berada di luar cerita, dan biasanya pengarang hanya menjadi seorang
pengamat yang maha tahu, bahkan mampu berdialog langsung dengan
pembaca. 4) Sudut pandang third person limited atau diaan terbatas,
pengarang mempergunakan orang ketiga sebagai pencerita yang terbatas
hak berceritanya, di sini pengarang hanya menceritakan apa yang dialami
oleh tokoh yang dijadikan tumpuan cerita.
(5) Gaya dan nada (tone)
2. Kajian Penelitian yang Relevan
Widiani (2012) dengan topik penelitiannya yaitu “Pengaruh Model
Pembelajaran Tipe STAD dan Motivasi Berprestasi Terhadap Prestasi Belajar
Keterampilan Menulis Narasi Peserta Didik Kelas VII SMPN 1 Bangli Tahun
Pelajaran 2012/2013 oleh Widiani (2012)” tersebut menjelaskan bahwa
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran tipe
STAD terhadap prestasi belajar keterampilan menulis narasi peserta didik dari
motivasi berprestasi peserta didik kelas VII SMP Negeri 1 Bangli. Rancangan
eksperimen yang digunakan adalah the posttest-only control group design.
Penelitian ini dilakukan di kelas kelas VII SMP Negeri 1 Bangli tahun ajaran
2012/2013 yang terdiri dari 208 peserta didik. Teknik pengambilan sampel
yang digunakan adalah simple random sampling. Teknik analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Anova Dua Jalur.
Temuan penelitian tersebut menunjukkan bahwa: (1) terdapat
perbedaan prestasi belajar keterampilan menulis narasi antara peserta didik
yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan peserta didik
yang mengikuti model pembelajaran konvensional, (2) terdapat perbedaaan
prestasi belajar keterampilan menulis narasi antara peserta didik yang
memiliki motivasi tinggi dengan peserta didik yang memiliki prestasi rendah,
dan (3) terdapat pengaruh interaktif antara model pembelajaran dengan
motivasi berprestasi terhadap prestasi belajar keterampilan menulis narasi
peserta didik. Berdasarkan temuan- temuan di atas dapat disimpulkan bahwa
terdapat pengaruh model pembelajaran tipe STAD terhadap prestasi belajar
keterampilan menulis narasi peserta didik dari motivasi berprestasi peserta
didik kelas VII SMP Negeri 1 Bangli.
Relevansi penelitian Widiani (2012) dengan penelitian yang akan
dilakukan, antara lain sama-sama menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD, sama-sama meneliti keterampilan menulis peserta didik,
jenis penelitian yang sama-sama menggunakan jenis eksperimen, rancangan
penelitian sama-sama menggunakan posttest-only control group design,
metode penelitian sama-sama menggunakan metode kuantitatif, dan teknik
pengambilan sampel penelitian sama-sama menggunakan teknik simple
random sampling. Perbedaan penelitian penelitian Widiani (2012) dengan
penelitian yang akan dilakukan, antara lain penelitian Widiani (2012) meneliti
keterampilan menulis narasi sedangkan penelitian yang akan dilaksanakan
meneliti menulis cerpen.
Alijanian (2012) dengan penelitiannya yang berjudul “The Effect of
Student Teams Achievement Division Technique on English Achievement of
Iranian EFL Learners”, menerangkan bahwa Sebuah pendekatan yang disebut
student teams achievement division (STAD) telah dikembangkan berdasarkan
prinsip-prinsip Cooperative Learning (CL). STAD menekankan pada tujuan
tim dan kesuksesan bergantung pada pembelajaran semua anggota kelompok.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki efek dari STAD pada
pencapaian bahasa Inggris peserta didik SMP Iran. Sampel penelitiannya
sebanyak 60 peserta didik (terdiri dari 2 kelas, eksperimen dan kontrol) yang
dipilih. Penelitian dilakukan selama 2 bulan. Pada kelas eksperimen guru
dengan bantuan peneliti menerapkan teknik STAD, dan pada kelompok kontrol
guru menggunakan metode tradisional. Data dari hasil penelitian dianalisis
menggunakan uji t-tes. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan
antara 2 kelas yang signifikan, dan kelompok eksperimen lebih unggul
daripada kelompok kontrol dalam hal prestasi Bahasa Inggris.
Relevansi penelitian Alijanian (2012) dengan penelitian yang akan
dilakukan, antara lain sama-sama meneliti keefektifan model pembelajaran
STAD, jenis penelitian sama-sama menggunakan jenis penelitian eksperimen,
data hasil penelitian sama-sama dianalisis menggunakan uji t-tes. Perbedaan
Penelitian Alijanian dengan penelitian yang akan dilakukan, antara lain
penelitian Alijanian hanya fokus pada model STAD sedangkan penelitian yang
akan dilaksanakan selain fokus pada model STAD juga fokus pada model TPS
dan dalam penerapan model dibantu dengan penggunaan media gambar.
Maryani (2013) dengan penelitiannya yang berjudul “Penggunaan
Media Gambar untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Teks Berita Peserta
didik Kelas VIII SMPN 4 Soromadi Kabupaten Bima NTB” menerangkan
bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengetahui langkah-langkah
pembelajaran menulis teks berita dengan menggunakan media gambar,
meningkatkan kemampuan menulis teks berita dengan menggunakan media
gambar, dan mengetahui respon peserta didik setelah mengikuti pembelajaran
menulis teks berita menggunakan media gambar. Penelitian ini merupakan
penelitian tindakan kelas dengan dua siklus. Subjek tindakan dalam penelitian
33 orang. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah Metode observasi,
metode tes, dan metode kuesioner yang kemudian dianalisis menggunakan
metode kualitatif dan statistik deskriptif. Hasil yang diperoleh adalah terjadi
peningkatan kemampuan menulis teks berita pada peserta didik, dari skor rata-
rata kemampuan peserta didik sebelum tindakan 60,12 meningkat menjadi
63,24 pada siklus I dan meningkat lagi menjadi 73,91 pada siklus II. (3)
93,94% peserta didik memberikan respon sangat positif terhadap penggunaan
media gambar dalam pembelajaran menulis teks berita.
Relevansi penelitian Maryani (2013) dengan penelitian yang akan
dilakukan, antara lain penelitian sama-sama memanfaatkan penggunaan media
visual, sama-sama meneliti keterampilan menulis peserta didik, metode
penelitian sama-sama menggunakan metode kuantitatif, dan data hasil
penelitian sama-sama diperoleh melalui tes menulis. Perbedaan Penelitian
Maryani (2013) dengan penelitian yang akan dilakukan, antara lain penelitian
Maryani (2013) meneliti keterampilan menulis teks berita sedangkan penelitian
yang akan dilaksanakan meneliti menulis cerpen, jenis penelitian Maryani
(2013) adalah penelitian tindakan kelas sedangkan penelitian yang akan
dilaksanakan menggunakan jenis eksperimen, dan penelitian Maryani (2013)
mengambil sampel peserta didik kelas VIII SMP sedangkan penelitian yang
akan dilaksanakan mengambil sampel peserta didik kelas VII SMP.
Tran (2013) dengan penelitiannya yang berjudul “Effects of Student
Teams Achievement Division (STAD) On Academic Achievement, And
Attitudes Of Grade 9th Secondary School Students Towards Mathematics”,
menerangkan bahwa penelitian ini menguji pengaruh pembelajaran kooperatif
terhadap prestasi akademik dan sikap peserta didik terhadap pembelajaran di
sebuah sekolah tinggi di Vietnam. Desain penelitian menggunakan pre-test-
post-test nonequivalent comparison-group design dan menggunakan uji t untuk
sampel independen. Simpulan dari penelitian menunjukan bahwa pembelajaran
kooperatif efektif dalam meningkatkan tingkat prestasi akademik peserta didik,
dan dalam mempromosikan sikap positif peserta didik terhadap matematika di
tingkat sekolah menengah Vietnam.
Relevansi penelitian yang dilakukan oleh Tran (2013) dengan penelitian
yang akan dilaksanakan yaitu sama-sama meneliti keefektifan penggunaan
model pembelajaran STAD terhadap prestasi akademik, jenis penelitian sama-
sama menggunakan jenis penelitian eksperimen, dan menggunakan desain
penelitian eksperimen jenis pre-test-post-test nonequivalent comparison-group
design. Perbedaan Penelitian Tran (2013) dengan penelitian yang akan
dilakukan, antara lain penelitian Tran (2013) data hasil akhir dihitung
menggunakan uji-t, sedangkan penelitian yang akan dilaksanakan
membandingkan rata-rata nilai pre-test dan post test.
Hafid dan Makkasau (2013) dalam penelitiannya yang berjudul
“Application Cooperative model type STAD (Student Teams Achievement
Divison) to increase mastery of students learning result of Grade VI
Elementary School Kasi – Kassi Makassar”, menjelaskan bahwa penelitian
tersebut bertujuan untuk mengetahui pola model pengajaran yang mengarah ke
peningkatan hasil belajar peserta didik SD penguasaan suatu konsep dengan
menggunakan model kooperatif tipe STAD. Pendekatan yang digunakan
adalah penelitian kualitatif dan kelas yang terdiri dari tiga siklus dan meliputi
empat tahap: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) observasi, dan (4) refleksi.
Fokus penelitian adalah penerapan model kooperatif tipe STAD. Data
dikumpulkan dengan menggunakan dokumentasi, pengujian, dan lembar
observasi dianalisis deskkriptif. Hasil penelitian menunjukkan aktivitas guru
dan peserta didik meningkat dengan meningkatnya jumlah hasil belajar peserta
didik pada mata pelajaran sains di sekolah.
Relevansi penelitian Hafid dan Makkasau (2013) dengan penelitian
yang dilakukan adalah sama-sama mengukur penguasaan suatu konsep dengan
menggunakan model kooperatif tipe STAD, teknik pengumpulan data sama-
sama menggunakan lembar observasi dan dokumentasi. Perbedaan penelitian
Hafid dan Makkasau (2013) dengan penelitian yang akan dilakukan adalah
jenis penelitian yang digunakan Hafid dan Makkasau adalah penelitian
tindakan kelas (PTK) sedangkan penelitian yang akan dilakukan menggunakan
jenis penelitian eksperimen, jenis penelitian yang digunakan Hafid dan
Makkasau adalah penelitian kualitatif sedangkan penelitian yang akan
dilakukan menggunakan jenis penelitian kuantitatif.
Sathyprakasha (2014) dengan penelitiannya yang berjudul “Research
on Cooperative Learning – A Meta-Analysis”, menjelaskan bahwa
pembelajaran kooperatif dapat didefinisikan sebagai lingkungan pembelajaran
di kelas di mana peserta didik bekerja sama dalam kelompok kelompok
heterogen kecil pada tugas-tugas akademik. Pembelajaran kooperatif
dipandang sebagai sarana untuk meningkatkan prestasi peserta didik dan
keterampilan kognitif lainnya. Pembelajaran kooperatif, setiap peserta didik
berfungsi sebagai sumber belajar utama bagi satu sama lain, berbagi dan
mengumpulkan informasi yang dibutuhkan. Hal ini juga mendorong tingkat
motivasi yang lebih tinggi dan hubungan yang lebih interpersonal, membantu
anak-anak untuk mengasumsikan peran dewasa yang bertanggung jawab dan
bertindak terhadap lingkungan kreatif, mengurangi kecemasan dan ketegangan
etnis dan meningkatkan harga diri di kalangan mahasiswa.
Keberhasilan belajar pembelajaran kooperatif telah terjadi di sekolah-
sekolah perkotaan, pedesaan dan sub-urban di Amerika Serikat, Kanada, Israel,
Jerman Barat, India dan Nigeria pada tingkat kelas yang berbeda dari 2 sampai
12 dan dalam berbagai mata pelajaran seperti fisika, kimia, biologi,
matematika, ilmu sosial dan bahasa. Efek positif dari metode pembelajaran
kooperatif terhadap prestasi belajar peserta didik muncul sama sering pada
sekolah dasar dan menengah. Ulasan penelitian tentang pembelajaran
kooperatif juga mengungkapkan bahwa manfaat dari kegiatan pembelajaran
kooperatif terus baik bagi peserta didik di semua tingkat usia, untuk semua
mata pelajaran, dan untuk berbagai tugas, seperti pada yang melibatkan
hafalan, retensi dan kemampuan memori serta kemampuan pemecahan
masalah. Menyadari pentingnya dan manfaat dari teknik pembelajaran
kooperatif, sangat menganjurkan dalam mengajar dalam rangka meningkatkan
prestasi peserta didik. Model Pembelajaran kooperatif juga membantu untuk
mengatasi masalah metode konvensional atau tradisional pengajaran.
Relevansi penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan peneliti
adalah sama-sama menekankan pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif. Melalui pembelajaran kooperatif peserta didik
bekerja sama dalam kelompok kelompok heterogen kecil pada tugas-tugas
akademik. Pembelajran kooperatif dipandang sebagai solusi pemecahan
masalah bagi pembelajaran yang konvensional.
Keshavarz (2014) dengan penelitiannya yang berjudul “The Effect Of
Cooperative Learning Techniques On Promoting Writing Skill Of Iranian
Efl Learners”, menerangkan bahwa pembelajaran Kooperatif mengacu pada
metode pembelajaran yang melibatkan kelompok heterogen kecil yang bekerja
bersama-sama, menuju tujuan bersama dan pengajaran menulis dapat menjadi
keterampilan yang sulit dalam pengajaran Bahasa Inggris sebagai Bahasa
Asing, sehingga tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Pengaruh
teknik pembelajaran kooperatif untuk mempromosikan tulisan keterampilan
Iran EFL Learners. sehingga, 100 peserta didik berpartisipasi dalam populasi
awal dari studi ini dan 60 peserta didik dipilih setelah Test kemampuan. Para
peserta berada di tingkat menengah sesuai dengan Nelson English Language
Proficiency Test. Peserta yang dipilih secara acak dibagi menjadi dua
kelompok eksperimen: students teams Achievement Divisions (STAD), Group
Investigation (GI), dan satu kontrol Instruksi Conventional (CI). Prosedur ini
berlangsung selama 16 minggu. Analisis statistik hasil dengan ANOVA satu
arah menunjukkan bahwa kelompok eksperimen (STAD dan GI) dilakukan
lebih baik pada keterampilan menulis daripada kelompok kontrol (CI), dan
berdasarkan hasil pembelajaran kooperatif meningkatkan kinerja peserta didik
dalam menulis.
Relevansi penelitian Keshavarz (2014) dengan penelitian yang
dilakukan adalah sama-sama menekankan pembelajaran menulis dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif khususnya model pembelajaran
kooperatif tipe STAD. Berdasarkan penelitian itu membuktikan bahwa model
pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan kinerja peserta didik
dalam keterampilan menulis. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang
dilakukan adalah penelitian Keshavarz (2014) menekankan pada model
pembelajaran students teams Achievement Divisions (STAD), Group
Investigation (GI), dan satu kontrol Instruksi Conventional (CI) sedangkan
penelitian yang dilakukan menekankan pada model students teams
Achievement Divisions (STAD) dan Think Pair Share (TPS).
Kusmaniyah (2012) dengan penelitiannya yang berjudul
Pengembangan Model Stad Bhineka Dalam Pembelajaran Menulis
Resensi Berkonteks Multikultural Bermuatan Nilai- Nilai Karakter
Pada Peserta Didik SMA menjelaskan bahwa Penelitian ini
dilatarbelakangi oleh kebutuhan model pembelajaran menulis resensi yang
dapat memberi kesempatan peserta didik memahami keragaman budaya.
Masalah penelitian ini adalah bagaimanakah kebutuhan pengembangan model,
bagaimanakah karakteristik model, bagaimanakah model STAD Bhineka, dan
bagaimanakah keefektifan model STAD Bhineka.Tujuan penelitian ini adalah
mengidentifikasi kebutuhan pengembangan model, mengidentifikasi
karakteristik model, menyusun model STAD Bhineka, dan menentukan
keefektifan model STAD Bhineka. Penelitian ini dilakukan melalui tahap
pendahuluan dan pengembangan. Sumber data penelitian ini adalah peserta
MGMP Bahasa Indonesia, peserta didik SMA 1 Kajen dan Kedungwuni Tahun
Pelajaran 2011/2012, serta ahli model. Data dikumpulkan melalui teknik
angket, tes, jurnal, dan pengamatan serta dianalisis secara deskripsi kualitatif
dan kuantitatif. Hasil penelitian ini, yaitu model STAD Bhineka dengan
langkah-langkah membangun tim bhineka, eksplorasi tim (pelaporan hasil
membaca kepada tim dan perumusan draf resensi secara kelompok), aktivitas
mandiri, presentasi hasil, revisi, validasi, penghargaan, dan publikasi. Model
ini dilengkapi silabus, RPP, materi pembelajaran, dan instrumen penilaian.
Setelah model diuji ahli, dilakukan revisi dan uji coba. Hasil uji coba terbatas
diperoleh nilai di atas KKM. Dari penilaian proses diketahui peserta didik
senang mengikuti pembelajaran menulis resensi. Dalam penggunaan model ini
perlu diperhatikan pengaturan alokasi waktu.
Relevansi penelitian Kusmaniyah (2012) dengan penelitian yang
dilakukan adalah sama-sama menggunakan pembelajaran menulis dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif khususnya model pembelajaran
kooperatif tipe STAD. Perbedaan penelitian Kusmaniyah (2012) dengan
penelitian yang akan dilakukan adalah pebelitian Kusmaniyah meneliti
kemampuan menulis resensi sedangkan penelitian yang akan dilakukan
meneliti kemampuan siswa dalam menulis cerpen. Jenis penelitian yang
digunakan Kusmaniyah adalah penelitian pengembangan (R & D) sedangkan
penelitian yang akan dilakukan menggunakan jenis penelitian eksperimen.
Marcelina (2012) dengan penelitiannya yang berjudul
Efektivitas Metode Stad (Student Team Achievement Division) Dalam
Pembelajaran Menulis Surat Dinas menjelaskan bahwa Penelitian ini
dilatarbelakangi oleh rendahnya kemampuan menulis surat dinas siswa kelas
VIII di SMPN 4 Bandung. Sebagai upaya dalam meningkatkan kemampuan
dan motivasi siswa, penulis menerapkan metode STAD dalam pembelajaran
menulis surat dinas. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh rata-rata skor
siswa dalam menulis surat dinas sebelum mendapatkan perlakuan
menggunakan metode STAD di kelas eksperimen sebesar 56, sedangkan
sesudah diberi perlakuan memiliki rata-rata skor sebesar 76. Perolehan skor
siswa dalam menulis surat dinas di kelas kontrol sebelum diberi pelakuan
menggunakan metode konvensional rata-rata sebesar 56 dan sesudah diberi
perlakuan memiliki rata-rata skor 68. Sementara itu, dari hasil perhitungan
uji-t diperoleh thitung(4,58) > ttabel(1,998), dapat dinyatakan bahwa hipotesis H1
diterima dan Ho ditolak atau dengan kata lain, terdapat perbedaan yang
signifikan antara kemampuan siswa dalam menulis surat dinas sebelum dan
sesudah diberi perlakuan dengan menggunakan metode STAD pada siswa
kelas VIII SMPN 4 Bandung tahun ajaran 2012/2013.
Relevansi penelitian Marcelina (2012) dengan penelitian yang
dilakukan adalah sama-sama menggunakan jenis penelitian eksperimen dan
meneliti pembelajaran menulis dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif khususnya model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Perbedaan
penelitian Marcelina (2012) dengan penelitian yang akan dilakukan adalah
pebelitian Marcelina meneliti kemampuan menulis surat dinas sedangkan
penelitian yang akan dilakukan meneliti kemampuan siswa dalam menulis
cerpen.
Sulistyorini (2010) dengan penelitiannya yang berjudul
Peningkatan Keterampilan Menulis Puisi Dengan Media Gambar Pada Siswa
Kelas V SD N Sawojajar V Kota Malang menjelaskan bahwa Dalam
kegiatan pembelajaran menulis, siswa masih banyak
mengalami kesulitan dan metode pembelajaran masih kurang
menarik siswa. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya
pemanfaatan media dan kegiatan pembelajaran yang kurang
bervariasi, sehingga menyebabkan minat dan semangat siswa
dalam pembelajaran menjadi kurang dan hasil yang dicapai tidak
maksimal. Dengan media yang berupa gambar akan memudahkan
siswa dalam menuangkan gagasannya, jika dibandingkan tanpa
adanya media berupa gambar (media visual). Oleh karena itu,
tujuan penelitian ini adalah meningkatkan keterampilan menulis
siswa kelas V SDN Sawojajar V Kota Malang dalam menulis puisi
dengan menggunakan media gambar. Media gambar merupakan
salah satu media yang digunakan dalam pembelajaran menulis
puisi. Media gambar dapat merangsang siswa untuk memberikan
imajinasi dan membuat siswa untuk kreatif dalam penulisan puisi.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas
(PTK). Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V SDN Sawojajar V
Kota Malang, sebanyak 43 siswa dengan rincian 23 putra dan 20
putri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan menulis
puisi berdasarkan media gambar dapat meningkatkan
keterampilan menulis puisi siswa kelas V SDN Sawojajar V Kota
Malang.
Relevansi penelitian Sulistyorini (2010) dengan penelitian yang
dilakukan adalah sama-sama menggunakan media gambar terhadap kegiatan
pembelajaran menulis peserta didik. Perbedaan penelitian Sulistyorini (2010)
dengan penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian Sulistyorini meneliti
kemampuan menulis puisi sedangkan penelitian yang akan dilakukan meneliti
kemampuan siswa dalam menulis cerpen, penelitian yang digunakan
Sulistyorini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) sedangkan penelitian yang
akan dilakukan menggunakan jenis penelitian eksperimen.
Alfin (2011) dengan penelitiannya yang berjudul Peningkatan
Kemampuan Menulis Karangan Siswa Kelas IV MI Attahdzibiyah Kecamatan
Babat Kabupaten Lamongan Melalui Penggunaan Media Gambar Berseri
menjelaskan bahwa melalui penggunaan media gambar berseri ini
bertujuan untuk mengetahui apakah penggunaan media gambar
berseri dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam
menyusun cerita menjadi karangan yang utuh sesuai dengan
rangkaian gambar yang urut, Bagaimana penerapan media gambar
berseri dalam pembelajaran menulis karangan dikelas IV MI
Attadzibiyyah Kecamatan Babat Kabupaten Lamongan. Untuk
memperoleh hasil penelitian tersebut, peneliti melakukan penelitian
tindakan kelas dengan pendekatan kualitatif. Untuk meningkatkan
kemampuan siswa dalam menulis karangan, peneliti mengambil
tindakan pembelajaran melalui penggunaan media gambar berseri
yang dilakukan dengan dua siklus. Model PTK yang
digunakan yaitu model Kurt Lewin. Dimana dalam satu siklus terdiri
dari empat komponen, meliputi: Perencanaan (planning), tindakan
(action), pengamatan (observation), dan refleksi. Adapun teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi,
catatan lapangan dan tes. Adapun data yang diperoleh di
analisis secara deskriptif dan di analisis dengan menggunakan
rumus nilai rata-rata dan persentase ketuntasan belajar. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa: 1. Penerapan media gambar berseri
dalam pembelajaran menulis karangan berjalan dengan baik
melalui perbaikan- perbaikan pada tiap siklus. Dalam PBM dapat
dilihat dari aktivitas guru dan siswa yang mengalami peningkatan
dari siklus I ke siklus II. 2. Tingkat kemampuan siswa dalam
menulis karangan pun meningkat dari rata-rata nilai perolehan
siswa dari 66,45 pada siklus I yang secara klasikal belum tuntas
atau belum memenuhi KKM 70, menjadi 75,625 pada siklus II yang
secara klasikal sudah tuntas. Begitu pula dengan ketuntasan belajar
yang meningkat dari 33,33% pada siklus I dengan kategori kurang
menjadi 83,33% pada siklus II dengan kategori tinggi.
Relevansi penelitian Alfin (2011) dengan penelitian yang dilakukan
adalah sama-sama menggunakan media gambar terhadap kegiatan
pembelajaran menulis peserta didik. Perbedaan penelitian Alfin (2011) dengan
penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian Alfin meneliti peserta didik
dalam menyusun cerita menjadi karangan yang utuh, sedangkan
penelitian yang akan dilakukan meneliti kemampuan siswa dalam menulis
cerpen, penelitian yang digunakan Alfin adalah penelitian tindakan kelas
(PTK) sedangkan penelitian yang akan dilakukan menggunakan jenis
penelitian eksperimen.
Santoso (2012) dengan penelitiannya yang berjudul Penggunaan
Media Gambar Seri Dalam Peningkatan Keterampilan Mengarang
menjelaskan bahwa Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas
(PTK) terdiri dari empat tahapan yaitu tahap perencanaan, tahap tindakan,
tahap observasi, dan tahap refleksi. Sumber data berasal dari guru dan
siswa. Teknik pengumpulan data adalah observasi, tanya jawab, dan catatan
la- pangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan media gambar
seri dapat meningkatkan keterampilan mengarang pada pembelajaran Bahasa
Indonesia yaitu dengan adanya peningkatan keterampilan mengarang siswa
pada setiap siklus.
Relevansi penelitian Santoso (2012) dengan penelitian yang dilakukan
adalah sama-sama menggunakan media gambar terhadap keterampilan
menulis peserta didik. Perbedaan penelitian Santoso (2012) dengan penelitian
yang akan dilakukan adalah penelitian Santoso menggunakan penelitian
tindakan kelas (PTK) sedangkan penelitian yang akan dilakukan menggunakan
jenis penelitian eksperimen dan mengambil sampel peserta didik kelas IV SD
sedangkan penelitian yang akan dilaksanakan mengambil sampel peserta didik
kelas VII SMP.
Yulianti (2013) dengan penelitiannya yang berjudul Kemahiran
Menulis Cerpen Melalui Media Gambar Siswa Kelas X Sekolah Menengah
Atas Negeri 6 Senggarang Tahun Pelajaran 2012/2013 menjelaskan bahwa
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan kemahiran menulis cerpen melalui
media gambar siswa kelas X Sekolah Menengah Atas Negeri 6 Senggarang
Tahun Pelajaran 2012/2013. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif
kuantitatif. Teknik Pengumpulan data dengan menggunakan tes. Kemahiran
menulis cerpen melalui media gambar siswa kelas X Sekolah Menengah Atas
6 Senggarang Tahun Pelajaran 2012/2013 adalah baik. Hasil tersebut
diperoleh dari total sampel yang terdiri dari 46 siswa dengan nilai rata-rata
71,63% dengan kualifikasi baik dan ketercapaian berhasil.
Relevansi penelitian Yulianti (2013) dengan penelitian yang dilakukan
adalah sama-sama menggunakan media gambar terhadap kegiatan
pembelajaran menulis cerpen peserta didik dan sama-sama menggunakan
metode kuantitatif. Perbedaan penelitian Yulianti (2013) dengan penelitian
yang akan dilakukan adalah penelitian Yulianti mengambil sampel peserta
didik kelas X SMA sedangkan penelitian yang akan dilaksanakan mengambil
sampel peserta didik kelas VII SMP.
Ripai (2012) dengan penelitiannya yang berjudul
Pengembangan Teknik Berpikir Berpasangan Berbagi Pembelajaran Menulis
Teks Drama yang Bermuatan Nilai-Nilai Pendidikan Karakter pada Mahasiswa
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia menjelaskan bahwa Penelitian
ini dilatarbelakangi oleh adanya kemampuan menulis teks drama
yang perlu ditingkatkan melalui pengembangan teknik
pembelajaran yang dapat menyebabkan mahasiswa berpikir kritis
dan kreatif. Masalah yang diteliti (1) bagaimana pengembangan
teknik berpikir berpasangan berbagi dalam pembelajaran menulis
teks drama beradasarkan persepsi dosen dan mahasiswa; (2)
bagaimanakah desain teknik pembelajaran berpikir berpasangan
berbagi menulis teks drama pbermuatan nilai-nilai pendidikan
karakter pada mahasiswa progaram studi pendidikan bahasa dan
sastra Indonesia; dan (3) bagaimanakah hasil belajar mahasiswa
menulis teks drama menggunakan teknik pembelajaran berpikir
berpasangan berbagi menulis teks drama bermuatan nilai-nilai
pendidikan karakter pada mahasiswa progaram studi pendidikan
bahasa dan sastra Indonesia.Tujuanya adalah mendeskripsi hasil
belajar mahasiswa menulis teks drama menggunakan teknik
pembelajaran berpikir berpasangan berbagi. Desain penelitian ini
adalah penelitian dan pengembangan yang terdiri atas dua langkah
yaitu studi pendahuluan dan pengembangan. Hasil penelitian
meliputi kebutuhan teknik pembelajaran dalam menulis teks drama
pada mahasiswa pendidikan bahasa dan sastra Indonesia adalah
teknik pembelajaran yang berkarakteristik (1) sebelum menulis,
mahasiswa diberi kesempatan untuk membaca, menganalisis, dan
mendiskusikan teks drama; (2) teori menulis teks drama tetap
diajarkan; (3) kegiatan menulis dilakukan bertahap dan
berkelanjutan.
Relevansi penelitian Ripai (2012) dengan penelitian yang dilakukan
adalah sama-sama menggunakan model pembelajaran Think Pair Share ( TPS)
terhadap kegiatan pembelajaran menulis. Perbedaan penelitian Ripai (2012)
dengan penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian Ripai meneliti
kemampuan menulis teks drama, sedangkan penelitian yang akan
dilakukan meneliti kemampuan siswa dalam menulis cerpen, sampel yang
digunakan penelitian Ripai adalah mahasiswa sedangkan penelitian yang akan
dilaksanakan mengambil sampel peserta didik kelas VII SMP.
Khamidah (2013) dengan penelitiannya yang berjudul
Efektivitas Teknik Pembelajaran Think, Pair, And Share Dengan Media
Gambar Pada Kompetensi Menulis Teks Cerita Petualangan SD N Purwantoro
4 Kota Malang Tahun Pelajaran 2013/2014 menjelaskan bahwa penelitian
dilatarbelakangi pembelajaran menulis teks cerita petualangan siswa kelas 4 SDN
Purwantoro 4 kota Malang belum berhasil. Maka perlu upaya penerapan teknik
pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan menulis teks cerita petualangan
dengan penerapan teknik pembelajaran Think, Pair, and Share dengan media gambar.
Perhitungan uji-t diperoleh sebesar 7,413. Nilai yang diperoleh ini lebih besar
dari nilai t-tabel dengan taraf signifikansi 1% sebesar 2,763 dengan N = 29. Artinya,
Ho ditolak. Simpulan bahwa pembelajaran menulis teks cerita petualangan dengan
teknik pembelajaran TPS dengan media gambar efektif diterapkan pada siswa
kelas 4 SDN Purwantoro 4 kota Malang. Nilai rata-rata hasil tes sebelum
diterapkannya teknik pembelajaran TPS 64,93 dan setelah diterapkannya teknik
pembelajaran TPS menjadi 77,44.
Relevansi penelitian Khamidah (2013) dengan penelitian yang
dilakukan adalah sama-sama menggunakan model pembelajaran Think Pair
Share ( TPS), dan sama-sama menggunakan media gambar terhadap
kemampuan menulis peserta didik. Perbedaan penelitian Khamidah (2013)
dengan penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian Khamidah meneliti
kemampuan menulis teks cerita petualangan, sedangkan penelitian
yang akan dilakukan meneliti kemampuan siswa dalam menulis cerpen, sampel
yang digunakan penelitian Khamidah adalah peserta didik kelas 4 SD
sedangkan penelitian yang akan dilaksanakan mengambil sampel peserta didik
kelas VII SMP.
3. Kerangka Berpikir