Proposal Tesis

67
BAB I PE NDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Cita-cita kita dalam bernegara adalah untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Untuk mewujudkan cita-cita itu maka kita perlu melaksanakan pembangunan. Melalui Pembangunan kita bermaksud meningkatkan kemakmuran masyarakat secara bertahap dan berkesinambungan. Supaya pembangunan dapat berjalan dengan lancar diperlukan dukungan Pemberdayaan masyarakat secara optimal.bahwa pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, melalui beberapa kegiatan antara lain peningkatan prakarsa dan swadaya masyarakat, perbaikan lingkungan dan perumahan, pengembangan usaha ekonomi desa, pengembangan Lembaga Keuangan Desa, serta kegiatan- kegiatan yang dapat meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menaikkan kesejahteraan, hasil produksinya, selain itu juga peningkatan kualitas pendidikan masyarakat.

Transcript of Proposal Tesis

Page 1: Proposal Tesis

BAB I

PENDAHUL

UAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Cita-cita kita dalam bernegara adalah untuk mewujudkan masyarakat yang

adil dan makmur. Untuk mewujudkan cita-cita itu maka kita perlu melaksanakan

pembangunan. Melalui Pembangunan kita bermaksud meningkatkan kemakmuran

masyarakat secara bertahap dan berkesinambungan. Supaya pembangunan dapat

berjalan dengan lancar diperlukan dukungan Pemberdayaan masyarakat secara

optimal.bahwa pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu upaya untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat, melalui beberapa kegiatan antara lain

peningkatan prakarsa dan swadaya masyarakat, perbaikan lingkungan dan

perumahan, pengembangan usaha ekonomi desa, pengembangan Lembaga Keuangan

Desa, serta kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkan kemampuan masyarakat

dalam menaikkan kesejahteraan, hasil produksinya, selain itu juga peningkatan

kualitas pendidikan masyarakat.

Memberdayakan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan

martabat lapisan masyarakat bawah (grass root), yang dalam kondisi sekarang tidak

mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan.

Dengan kata lain, pemberdayaan (empowering) adalah memampukan dan

memandirikan masyarakat miskin. Pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan

Page 2: Proposal Tesis

individu anggota masyarakat tetapi juga pranata-pranatanya. Menanamkan nilai-nilai

budaya moderen seperti kerja keras, hemat, keterbukaan, kebertanggungjawaban,

adalah bagian pokok dari upaya pemberdayaan ini. Demikian pula pembaharuan

lembaga-lembaga sosial dan pengintegrasiannya ke dalam kegiatan pembangunan

serta peranan masyarakat di dalamnya.

Pemberdayaan masyarakat merupakan sebagai tindakan sosial dimana

penduduk sebuah komunitas mengorganisasikan diri dalam membuat perencanaan

dan tindakan kolektif untuk memecahkan masalah sosial atau memenuhi kebutuhan

sosial sesuai dengan kemampuan dan sumberdaya yang dimilikinya. Masyarakat

miskin seringkali merupakan kelompok yang tidak berdaya baik karena hambatan

internal dari dalam dirinya maupun tekanan eksternal dari lingkungannya. Oleh

karena itu, pemberdayaan masyarakat menjadi salah satu pilar kebijakan

penanggulangan kemiskinan terpenting. Kebijakan pemberdayaan masyarakat

dianggap resep mujarab karena hasilnya dapat berlangsung lama. Isu-isu kemiskinan

pun senantiasa cocok diselesaikan akar masalahnya melalui pendekatan

pemberdayaan masyarakat.

Kemiskinan merupakan salah satu problem sosial yang amat serius. Masalah

ini juga masalah yang tidak ada habisnya di bahas dan masalah yang telah lama ada.

Pada masa lalu, umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kekurangan

pangan, tetapi miskin dalam bentuk minimnya kemudahan atau materi. Dari ukuran

kehidupan modern saat ini mereka tidak memiliki fasilitas pendidikan, pelayanan

kesehatan, dan kemudahan-kemudahan lainnya yang tersedia pada jaman modern.

Page 3: Proposal Tesis

Pendekatan pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu wujud

pembangunan alternatif yang menghendaki agar masyarakat mampu mandiri dalam

memenuhi kebutuhan hidupnya. Empowerment (pemberdayaan) berasal dari Bahasa

Inggris, dimana power diartikan sebagai kekuasaan atau kekuatan. Menurut Robert

Dahl (1973:50), pemberdayaan diartikan pemberian kuasa untuk mempengaruhi atau

mengontrol. Manusia selaku individu dan kelompok berhak untuk ikut berpartisipasi

terhadap keputusan-keputusan sosial yang menyangkut komunitasnya. Sedangkan

menurut Korten (1992) pemberdayaan adalah peningkatan kemandirian rakyat

berdasarkan kapasitas dan kekuatan internal rakyat atas SDM baik material maupun

non material melalui redistribusi modal.

Salah satu pola pendekatan pemberdayaan masyarakat yang paling efektif

dalam rangka peningkatan partisipasi masyarakat adalah inner resources approach.

Pola ini menekankan pentingnya merangsang masyarakat untuk mampu

mengidentifikasi keinginan-keinginan dan kebutuhan-kebutuhannya dan bekerja

secara kooperatif dengan pemerintah dan badan-badan lain untuk mencapai kepuasan

bagi mereka. Pola ini mendidik masyarakat menjadi concern akan pemenuhan dan

pemecahan masalah-masalah yang mereka hadapi dengan menggunakan potensi yang

mereka miliki (Ross 1987 : 77-78).

Sementara itu efektivitas dapat diartikan sebagai pencapaian sasaran dari

upaya bersama, dimana derajat pencapaian menunjukkan derajat efektivitas (Bernard

dalam Gybson 1997 : 56). Efektivitas dapat digunakan sebagai suatu alat evaluasi

efektif atau tidaknya suatu tindakan (Zulkaidi dalam Wahyuningsih D, 2005:22) yang

dapat dilihat dari : (a) Kemampuan memecahkan masalah, keefektifan tindakan dapat

Page 4: Proposal Tesis

diukur dari kemampuannya dalam memecahkan persoalan dan hal ini dapat dilihat

dari berbagai permasalahan yang dihadapi sebelum dan sesudah tindakan tersebut

dilaksanakan dan seberapa besar kemampuan dalam mengatasi persoalan dan (b)

Pencapaian tujuan, efektivitas suatu tindakan dapat dilihat dari tercapainya suatu

tujuan dalam hal ini dapat dilihat dari hasil yang dapat dilihat secara nyata.

Menurut Kartasasmita (1995:19) upaya memberdayakan rakyat harus

dilakukan melalui tiga cara, yaitu : (1) Menciptakan suasana yang memungkinkan

potensi masyarakat untuk berkembang, (2) Memperkuat potensi yang dimiliki oleh

rakyat dengan menerapkan langkah-langkah nyata, (3) Melindungi dan membela

kepentingan masyarakat lemah.

Oleh karena itu, ada beberapa alasan mengapa Program Nasional

Pemberdayaan SP 3 (Sarjana Penggerak Pembangunan di Pedesaan di Kota Blitar

menarik untuk dibahas. Pertama, masalah pemberdayaan di bidang ekonomi,

pendidikan , dan kesehatan adalah permasalah global yang hampir dialami oleh

semua Negara di dunia, termasuk di Indonesia. Oleh karena itu, permasalah

pemberdayaan adalah permasalahan yang selalu menarik untuk dikaji guna

menemukan solusi penanggulangannya, khusunya di Kota Blitar. Alasan kedua

mengapa program SP 3 (Sarjana Penggerak Pembangunan di Pedesaan) Mandiri

Perdesaan dianggap sebagai solusi terbaru dalam memberdayakan masyarakat

dibidang pendidikan, ekonomi, dan kesehatan Disamping itu juga, sisi menarik dari

yaitu untuk mengetahui apakah program ini berjalan dengan maksimal seperti apa

yang menjadi tujuan, prinsip, dan sasaran.

Page 5: Proposal Tesis

Partisipasi masyarakat menjadi sangat penting mengingat kompleksitasnya

masalah pemberdayaan pendidikan, ekonomi, dan kesehatan. Penanggulangan

masalah pemberdayaan pendidikan, ekonomi, dan kesehatan tentu bukan monopoli

pemerintah dengan berbagai departemen sektoralnya tapi penanggulangan tersebut

merupakan permasalahan multidimensi yang menjadi tanggungjawab seluruh pihak-

pihak terkait. Ada tiga alasan mengapa pemberdayaan masyarakat mempunyai sifat

sangat penting terutama dalam pelaksanaan Program SP 3 (Sarjana Penggerak

Pembangunan di Perdesaan) karena program ini sepenuhnya dijalankan oleh

masyarakat dan untuk kepentingan masyarakat itu sendiri. Pertama, pemberdayaan

masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi,

kebutuhan, dan sikap masyarakat, tanpa kehadirannya program pembangunan serta

proyek-proyek akan gagal, alasan kedua adalah bahwa masyarakat akan lebih

mempercayai proyek atau program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses

persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan mengetahui seluk beluk proyek

tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap poyek tersebut. Alasan ketiga

yang mendorong adanya pemberdayaan umum di banyak negara karena timbul

anggapan bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam

pembangunan masyarakat mereka sendiri.

Penelitian ini akan dilakukan di Kecamatan Sukorejo, kecamatan Kepanjen

Kidul, dan kecamatan Sananwetan, Kota Blitar Propinsi Jawa Timur.

Page 6: Proposal Tesis

1.2. Perumusan Masalah

1. Bagaimanakah masalah tentang pemberdayaan di bidang pendidikan,

ekonomi, dan kesehatan di Kecamatan Sukorejo, kecamatan Kepanjen Kidul,

dan kecamatan Sananwetan, Kota Blitar Propinsi Jawa Timur?

2. Bagaimanakah dampak penerapan program SP 3 (Sarjana Penggerak

Pembangunan di Pedesaan) pada pemberdayaan di bidang pendidikan,

ekonomi, dan kesehatan di Kecamatan Sukorejo, kecamatan Kepanjen Kidul,

dan kecamatan Sananwetan, Kota Blitar Propinsi Jawa Timur?

3. Bagaimanakah evaluasi program SP 3(Sarjana Penggerak Pembangunan di

Pedesaan) pada pemberdayaan di bidang pendidikan, ekonomi, dan kesehatan

di Kecamatan Sukorejo, kecamatan Kepanjen Kidul, dan kecamatan

Sananwetan, Kota Blitar Propinsi Jawa Timur?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Mendiskripsikan masalah tentang pemberdayaan di bidang pendidikan,

ekonomi, dan kesehatan di Kecamatan Sukorejo, kecamatan Kepanjen Kidul,

dan kecamatan Sananwetan, Kota Blitar Propinsi Jawa Timur?

2. Mendiskripsikan dampak penerapan program SP 3 (Sarjana Penggerak

Pembangunan di Pedesaan) pada pemberdayaan di bidang pendidikan,

ekonomi, dan kesehatan di Kecamatan Sukorejo, kecamatan Kepanjen Kidul,

dan kecamatan Sananwetan, Kota Blitar Propinsi Jawa Timur?

3. mendiskripsikan evaluasi program SP 3(Sarjana Penggerak Pembangunan di

Pedesaan) pada pemberdayaan di bidang pendidikan, ekonomi, dan kesehatan

di Kecamatan Sukorejo, kecamatan Kepanjen Kidul, dan kecamatan

Sananwetan, Kota Blitar Propinsi Jawa Timur?

Page 7: Proposal Tesis

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan agar dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

a. Hasil penelitian ini diharapkan sebagai sumbangan perkembangan program

pemberdayaan, khususnya pemberdayaan masyarakat di bidang pendidikan,

ekonomi, dan kesehatan, serta sebagai sumbangan pemikiran bagi peneliti

akan melakukan penelitian lebih lanjut.

b. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan sebagai masukan bagi

pemerintah desain program pemberdayaan masyarakat supaya dapat

melaksanakan program pemberdayaan yang efesien dan efektif.

c. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan menambah informasi dan

wawasan tentang pemberdayaan masyarakat.

Page 8: Proposal Tesis

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

1. Pemberdayaan Masyarakat

1.1 Konsep Pemberdayaan

Pemberdayaan (empowerment) berasal dari Bahasa Inggris, power diartikan

sebagai kekuasaan atau kekuatan. Menurut Korten (1992) pemberdayaan adalah

peningkatan kemandirian rakyat berdasarkan kapasitas dan kekuatan internal rakyat

atas SDM baik material maupun non material melalui redistribusi modal. Sedangkan

Pranarka dan Vidhyandika (1996:56) menjelaskan pemberdayaan adalah upaya

menjadikan suasana kemanusiaan yang adil dan beradab menjadi semakin efektif

secara struktural, baik di dalam kehidupan keluarga, masyarakat, negara, regional,

internasional, maupun dalam bidang politik, ekonomi, dan lain sebagainya.

Selain itu menurut Paul (1987) pemberdayaan berarti pembagian kekuasaan

yang adil (equitable sharing of power) sehingga meningkatkan kesadaran politis dan

kekuasaan kelompok yang lemah serta memperbesar pengaruh mereka terhadap

proses dan hasil-hasil pembangunan. Menurut Robert Dahl (1983:50), pemberdayaan

diartikan pemberian kuasa untuk mempengaruhi atau mengontrol. Manusia selaku

individu dan kelompok berhak untuk ikut berpartisipasi terhadap keputusan-

keputusan sosial yang menyangkut komunitasnya. Sementara Hulme dan Turner

(1990:214-215) berpendapat bahwa pemberdayaan mendorong terjadinya suatu

proses perubahan sosial yang memungkinkan orang-orang pinggiran yang tidak

Page 9: Proposal Tesis

berdaya untuk memberikan pengaruh yang lebih besar di arena politik secara lokal

maupun nasional. Oleh karena itu pemberdayaan sifatnya individual dan kolektif.

Pemberdayaan juga merupakan suatu proses yang menyangkut hubungan kekuasaan

kekuatan yang berubah antar individu, kelompok dan lembaga.

Menurut Talcot Parsons (dalam Prijono, 1996:64-65) power merupakan

sirkulasi dalam subsistem suatu masyarakat, sedangkan power dalam empowerment

adalah daya sehingga empowerment dimaksudkan sebagai kekuatan yang berasal dari

bawah. Pemberdayaan ini memiliki tujuan dua arah, yaitu melepaskan belenggu

kemiskinan dan keterbelakangan dan memperkuat posisi lapisan masyarakat dalam

struktur kekuasaan. Keduanya harus ditempuh dan menjadi sasaran dari upaya

pemberdayaan. Sehingga perlu dikembangkan pendekatan pemberdayaan masyarakat

dalam pembangunan masyarakat.

Pemberdayaan lebih mudah dijelaskan pada saat manusia dalam keadaan

powerlessness (baik dalam keadaan aktual atau sekedar perasaan), tidak berdaya,

tidak mampu menolong diri sendiri, kehilangan kemampuan untuk mengendalikan

kehidupan sendiri (Prijono, 1996:54). Selain itu pemberdayaan adalah sebuah proses

dengan mana orang menjadi cukup kuat untuk, berpartisipasi dalam, berbagi

pengontrolan atas dan mempengaruhi terhadap kejadian-kejadian serta lembaga-

lembaga yang mempengaruhi kehidupannya.

Konsep pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh ketrampilan,

pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan

kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya (Pearson et al, 1994 :106).

Pemberdayaan mempunyai tiga dimensi yang saling berpotongan dan berhubungan,

sebagaimana yang disimpulkan oleh Kieffer (1984:65) dari penelitiannya, yaitu:

Page 10: Proposal Tesis

(1) Perkembangan konsep diri yang lebih positif; (2) Kondisi pemahaman yang lebih

kritis dan analitis mengenai lingkungan sosial dan politis; dan (3) Sumber daya

individu dan kelompok untuk aksi-aksi sosial maupun kelompok.

Grand Theories dari konsep empowerment (pemberdayaan) ini mengacu pada

pengaruh Marx mengenai ada yang berkuasa dan ada juga dikuasai ada perbedaan

kelas semisal majikan dan buruh, distribusi pendapatan yang tidak merata sampai

kekuatan ekonomi yang merupakan dasar dari pemberdayaan

(Prijono, 1996:54-55).

1.2 Paradigma Community Development dan Community Empowerment.

Untuk mencapai tujuan dan cita-cita modernisasi, pendekatan partisipasi

masyarakat dikembangkan dalam community development. Menurut Abbot (1996:12-

15) teori modernisasi awalnya digunakan oleh masyarakat barat yang berperan dalam

merubah seluruh masyarakat dari tradisional dan primitif menjadi modern melalui

peningkatan tahapan secara berkesinambungan dalam pertumbuhan ekonominya. Dan

menurut United Nations (PBB) pengembangan masyarakat merupakan suatu proses

yang dirancang untuk menciptakan kondisi-kondisi kemajuan ekonomi dan sosial

bagi seluruh masyarakat dengan partisipasi aktifnya.

Lebih lanjut (Abbot, 1996:16-17) menyatakan bahwa pengembangan

masyarakat perlu memperhatikan kesetaraan (equality), konflik dan hubungan

pengaruh kekuasaan (power relations) atau jika tidak maka tingkat keberhasilannya

rendah. Setelah kegagalan teori modernisasi muncul teori ketergantungan, dimana

teori ketergantungan pada prinsipnya menggambarkan adanya suatu hubungan antar

negara yang timpang, utamanya antara negara maju (pusat) dan negara pinggiran

Page 11: Proposal Tesis

(tidak maju). Menurut Abbot (1996: 20) dari teori ketergantungan muncul

pemahaman akan keseimbangan dan kesetaraan, yang pada akhirnya membentuk

sebuah pemberdayaan (empowerment) dalam partisipasi masyarakat dikenal sebagai

teori keadilan (conscientisacion theory).

Pengembangan masyarakat (community development) digunakan sebagai pendekatan

partisipasi masyarakat dalam paradigma teori modernisasi, sedangkan pemberdayaan

masyarakat (community empowerment) merupakan pendekatan dalam konteks

teoriketergantungan (dependency theory).

Teori mengenai hubungan kekuasaan dan partisipasi masyarakat menurut

Abbot (1996:112) digambarkan dalam bentuk kontinum dimana pada satu sisi

pemerintah lebih terbuka terhadap keterlibatan masyarakat dalam pengambilan

keputusan, pada situasi yang lain pemerintah secara total tidak berperan. Jika peran

pemerintah tidak ada (government closed) maka peran masyarakat akan tinggi, hal

ini merupakan tahap keberhasilan dari pemberdayaan, akan tetapi disisi lain juga

menciptakan konfrontasi atau pendekatan pada kekuatan fisik, sehingga tidak ada

satupun pendekatan pembangunan yang dapat dilaksanakan. Oleh karena itu perlu

adanya suatu area dimana pemerintah dapat melaksanakan kontrol melalui berbagai

manipulasi, pemerintah membuka kesempatan luas terhadap keterlibatan masyarakat,

hingga pada akhirnya masyarakat yang mengelola dan pemerintah berfungsi sebagai

lembaga pengontrol.

1.3 Prinsip dan Dasar Pemberdayaan Masyarakat

Prinsip utama dalam mengembangkan konsep pemberdayaan masyarakat

menurut Drijver dan Sajise (dalam Sutrisno, 2005:18) ada lima macam, yaitu:

Page 12: Proposal Tesis

1) Pendekatan dari bawah (buttom up approach): pada kondisi ini pengelolaan dan

para stakeholder setuju pada tujuan yang ingin dicapai untuk kemudian

mengembangkan gagasan dan beberapa kegiatan setahap demi setahap untuk

mencapai tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya.

2) Partisipasi (participation): dimana setiap aktor yang terlibat memiliki kekuasaan

dalam setiap fase perencanaan dan pengelolaan.

3) Konsep keberlanjutan: merupakan pengembangan kemitraan dengan seluruh

lapisan masyarakat sehingga program pembangunan berkelanjutan dapat diterima

secara sosial dan ekonomi.

4) Keterpaduan: yaitu kebijakan dan strategi pada tingkat lokal, regional dan

nasional.

5) Keuntungan sosial dan ekonomi: merupakan bagian dari program pengelolaan.

Sedangkan dasar-dasar pemberdayaan masyarakat adalah: mengembangkan

masyarakat khususnya kaum miskin, kaum lemah dan kelompok terpinggirkan,

menciptakan hubungan kerjasama antara masyarakat dan lembaga-lembaga

pengembangan, memobilisasi dan optimalisasi penggunaan sumber daya secara

keberlanjutan, mengurangi ketergantungan, membagi kekuasaan dan tanggung jawab,

dan meningkatkan tingkat keberlanjutan.(Delivery dalam Sutrisno, 2005:17).

1.4 Proses dan Upaya Pemberdayaan Masyarakat

Menurut Suharto (2006:59) pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan,

Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat

kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, terutama individu-

individu yang mengalami kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan

Page 13: Proposal Tesis

menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial;

yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan

dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik,

ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan

aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan

mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Pengertian pemberdayaan

sebagai tujuan seringkali digunakan sebagai indikator sebuah keberhasilan

pemberdayaan.

Proses pemberdayaan dapat dilakukan secara individual maupun kolektif

(kelompok). Proses ini merupakan wujud perubahan sosial yang menyangkut relasi

atau hubungan antara lapisan sosial yang dicirikan dengan adanya polarisasi ekonomi,

maka kemampuan individu "senasib" untuk saling berkumpul dalam suatu kelompok

cenderung dinilai sebagai bentuk pemberdayaan yang paling efektif (Friedman,

1993). Hal tersebut dapat dicapai melalui proses dialog dan diskusi di dalam

kelompoknya masing-masing, yaitu individu dalam kelompok belajar untuk

mendeskripsikan suatu situasi, mengekspresikan opini dan emosi mereka atau dengan

kata lain mereka belajar untuk mendefinisikan masalah menganalisis, kemudian

mencari solusinya.

Menurut United Nations (1956:83-92 dalam Tampubolon, 2006), proses-

proses pemberdayaan masyarakat adalah sebagai berikut:

(1)Getting to know the local community; Mengetahui karakteristik masyarakat setempat (lokal) yang akan diberdayakan, termasuk perbedaan karakteristik yang membedakan masyarakat desa yang satu dengan yang lainnya. Mengetahui artinya untuk memberdayakan masyarakat diperlukan hubungan timbal balik antara petugas dengan masyarakat.

Page 14: Proposal Tesis

(2)Gathering knowledge about the local community; Mengumpulkan pengetahuan yang menyangkut informasi mengenai masyarakat setempat. Pengetahuan tersebut merupakan informasi faktual tentang distribusi penduduk menurut umur, sex, pekerjaan, tingkat pendidikan, status sosial ekonomi, termasuk pengetahuan tentang nilai, sikap, ritual dan custom, jenis pengelompokan, serta faktor kepemimpinan baik formal maupun informal.

(3)Identifying the local leaders; Segala usaha pemberdayaan masyarakat akan sia-sia apabila tidak memperoleh dukungan dari pimpinan/tokoh-tokoh masyarakat setempat. Untuk itu, faktor "the local leaders" harus selau diperhitungkan karena mereka mempunyai pengaruh yang kuat di dalam masyarakat.

(4)Stimulating the community to realize that it has problems; Di dalam masyarakat yang terikat terhadap adat kebiasaan, sadar atau tidak sadar mereka tidak merasakan bahwa mereka punya masalah yang perlu dipecahkan. Karena itu, masyarakat perlu pendekatan persuasif agar mereka sadar bahwa mereka punya masalah yang perlu dipecahkan, dan kebutuhan yang perlu dipenuhi.

(5)Helping people to discuss their problem; Memberdayakan masyarakat bermakna merangsang masyarakat untuk mendiskusikan masalahnya serta merumuskan pemecahannya dalam suasana kebersamaan.

(6)Helping people to identify their most pressing problems; Masyarakat perlu diberdayakan agar mampu mengidentifikasi permasalahan yang paling menekan. Dan masalah yang paling menekan inilah yang harus diutamakan pemecahannya.

(7)Fostering self-confidence; Tujuan utama pemberdayaan masyarakat adalah membangun rasa percaya diri masyarakat. Rasa percaya diri merupakan modal utama masyarakat untuk berswadaya.

(1) Deciding on a program action; Masyarakat perlu diberdayakan untuk menetapkan suatu program yang akan dilakukan. Program action tersebut perlu ditetapkan menurut skala prioritas, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Tentunya program dengan skala prioritas tinggilah yang perlu didahulukan pelaksanaannya.

(2) Recognition of strengths and resources; Memberdayakan masyarakat berarti membuat masyarakat tahu dan mengerti bahwa mereka memiliki kekuatan-kekuatan dan sumber-sumber yang dapat dimobilisasi untuk memecahkan permasalahan dan memenuhi kebutuhannya.

(10)Helping people to continue to work on solving their problems; Pemberdayaanmasyarakat adalah suatu kegiatan yang berkesinambungan. Karena itu,masyarakat perlu diberdayakan agar mampu bekerja memecahkan masalahnyasecara kontinyu.

(11)Increasing people!s ability for self-help; Salah satu tujuan pemberdayaan masyarakat adalan tumbuhnya kemandirian masyarakat. Masyarakat yang mandiri adalah masyarakat yang sudah mampu menolong diri sendiri. Untuk itu, perlu selalu ditingkatkan kemampuan masyarakat untuk berswadaya.

Page 15: Proposal Tesis

Ide menempatkan manusia lebih sebagai subjek dari dunianya sendiri

mendasari dibakukannya konsep pemberdayaan (empowerment). Menurut Oakley dan

Marsden, 1984, proses pemberdayaan mengandung dua kecendrungan. Pertama,

proses pemberdayaan yang menekankan kepada proses memberikan atau

mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar

individu menjadi lebih berdaya. Proses ini dapat dilengkapi pula dengan upaya

membangun asset material guna mendukung kemandirian mereka melalui organisasi.

Kecendrungan kedua atau kecendrungan sekunder menekankan pada proses

menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan

dan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui

proses dialog.

Menurut Kartasasmita (1995:19), upaya memberdayakan rakyat harus

dilakukan melalui tiga cara:

1. Menciptakan suasana yang memungkinkan potensi masyarakat untuk

berkembang. Disini titik tolaknya bahwa manusia dan masyarakat memiliki

potensi (daya) yang dapat dikembangkan, sehingga pemberdayaan merupakan

upaya untuk membangun daya itu dengan mendorong, memberikan motivasi, dan

membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk

mengembangkannya.

2. Memperkuat potensi yang dimiliki oleh rakyat dengan menerapkan langkah-

langkah nyata, menampung berbagai masukan, menyediakan sarana dan prasarana

baik fisik (irigasi, jalan dan listrik) maupun sosial (sekolah dan fasilitas pelayanan

kesehatan) yang dapat diakses masyarakat lapisan bawah. Terbukanya akses pada

Page 16: Proposal Tesis

berbagai peluang akan membuat rakyat makin berdaya, seperti tersedianya

lembaga pendanaan, pelatihan, dan pemasaran di pedesaan.

3. Melindungi dan membela kepentingan masyarakat lemah. Dalam proses

pemberdayaan harus dicegah jangan sampai yang lemah bertambah lemah atau

makin terpinggirkan menghadapi yang kuat. Oleh karena itu, perlindungan dan

pemihakan kepada yang lemah amat mendasar sifatnya dalam pemberdayaan

masyarakat. Melindungi dan membela harus dilihat sebagai upaya untuk

mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang dan eksploitasi atas yang

lemah.

1.5 Teknik dan Pola Pendekatan Pemberdayaan Masyarakat

Teknik pemberdayaan masyarakat saat ini sangat diperlukan semua pihak,

karena banyak proyek-proyek pembangunan yang berasal dari pemerintah atau dari

luar komunitas masyarakat setempat mengalami kegagalan. Kegagalan tersebut

biasanya karena tidak pernah mengikutsertakan partisipasi masyarakat (top down),

sehingga si pemberi proyek tidak mengetahui secara pasti kebutuhan masyarakat

yang sesungguhnya. Oleh sebab itu sudah saatnya potensi masyarakat didayagunakan

yaitu bukan hanya dijadikan obyek tetapi subyek atau dengan kata lain

memanusiakan masyarakat sebagai pelaku pembangunan yang aktif..

Menurut Wahab dkk. (2002: 81-82) ada 3 (tiga) pendekatan yang dapat

dilakukan dalam empowerment, yaitu:

1. The welfare approach, pendekatan ini mengarahkan pada pendekatan manusia

dan bukan memperdaya masyarakat dalam menghadapi proses politik dan

kemiskinan rakyat, tetapi justru untuk memperkuat keberdayaan masyarakat

Page 17: Proposal Tesis

dalam pendekatan centrum of power yang dilatarbelakangi kekuatan potensi lokal

masyarakat.

2. The development approach, pendekatan ini bertujuan untuk mengembangkan

proyek pembangunan untuk meningkatkan kemampuan, kemandirian dan

keberdayaan masyarakat.

3. The empowerment approach, pendekatan yang melihat bahwa kemiskinan sebagai

akibat dari proses politik dan berusaha memberdayakan atau melatih rakyat untuk

mengatasi ketidakberdayaan.

Sedangkan Ross (1987:77-78) mengemukakan 3 (tiga) pola pendekatan

pemberdayaan dalam rangka peningkatan partisipasi masyarakat di dalam

pembangunan, yaitu:

1) Pola pendekatan pemberdayaan masyarakat the single function adalah program

atau teknik pembangunan, keseluruhannya ditanamkan oleh agen pembangunan

dari luar masyarakat. Pada umumnya pola ini kurang mendapat respon dari

masyarakat, karena program itu sangat asing bagi mereka sehingga inovasi

prakarsa masyarakat tidak berkembang.

2) Pola pendekatan the multiple approach, dimana sebuah tim ahli dari luar

melaksanakan berbagai pelayanan untuk memecahkan masalah yang dihadapi

masyarakat. Pola ini, juga tidak mampu memberdayakan masyarakat secara

optimum, karena segala sesuatu tergantung pada tim ahli yang datang dari luar.

3) Pola pendekatan the inner resources approach sebagai pola yang paling efektif

untuk memberdayakan masyarakat. Pola ini menekankan pentingnya merangsang

masyarakat untuk mampu mengidentifikasi keinginan-keinginan dan kebutuhan-

Page 18: Proposal Tesis

kebutuhannya dan bekerja secara kooperatif dengan pemerintah dan badan-badan

lain untuk mencapai kepuasan bagi mereka. Pola ini mendidik masyarakat

menjadi concern akan pemenuhan dan pemecahan masalah yang dihadapi dengan

menggunakan potensi yang mereka miliki.

Sedangkan menurut Suharto (1997:218-219), pelaksanaan proses dan

pencapaian tujuan pemberdayaan masyarakat dapat dicapai melalui penerapan

pendekatan pemberdayaan yang disingkat menjadi 5P, yaitu:

1. Pemungkinan; menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi

masyarakat berkembang secara optimal. Pemberdayaan harus mampu

membebaskan masyarakat dari sekat-sekat kultural dan struktural yang

menghambat.

2. Penguatan; memperkuat pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki masyarakat

dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.

Pemberdayaan harus mampu menumbuhkembangkan segenap kemampuan dan

kepercayaan diri masyarakat yang menunjang kemandirian.

3. Perlindungan; melindungi masyarakat terutama kelompok-kelompok lemah agar

tidak tertindas oleh kelompok yang kuat, menghindari terjadinya persaingan yang

tidak seimbang (apalagi tidak sehat ) antara yang kuat dan yang lemah dan

mencegah terjadinya eksploitasi kelompok kuat terhadap kelompok lemah.

Pemberdayaan harus diarahkan pada penghapusan segala jenis diskriminasi dan

dominasi yang tidak menguntungkan rakyat kecil.

4. Penyokongan; memberikan bimbingan dan dukungan agar masyarakat mampu

menjalankan peranan dan tugas-tugas kehidupannya. Pemberdayaan harus mampu

Page 19: Proposal Tesis

menyokong masyarakat agar tidak terjatuh ke dalam posisi yang semakin lemah

dan terpinggirkan.

5. Pemeliharaan; memelihara kondisi yang kondusif agar tetap terjadi keseimbangan

distribusi kekuasaan antara berbagai kelompok dalam masyarakat.

Pemberdayaan harus mampu menjamin keselarasan dan keseimbangan yang

memungkinkan setiap orang memperoleh kesempatan berusaha.

1.6 Tahapan Pemberdayaan Masyarakat

Sulistiyani (2004:83-84) menyatakan bahwa proses belajar dalam rangka

pemberdayaan masyarakat akan berlangsung secara bertahap. Tahap-tahap yang harus

dilalui tersebut meliputi :

1. Tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan peduli

sehingga merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri.

2. Tahap transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan, kecakapan-

ketrampilan agar terbuka wawasan dan pemberian ketrampilan dasar sehingga

dapat mengambil peran di dalam pembangunan.

3. Tahap peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan-ketrampilan sehingga

terbentuklah inisiatif dan kemampuan untuk mengantarkan pada kemandirian.

Selanjutnya dikemukakan serangkaian tahapan yang harus ditempuh melalui

pemberdayaan tersebut, dalam tabel di bawah ini :

TABEL

Page 20: Proposal Tesis

TAHAPAN TINGKAT KEBERDAYAAN MASYARAKAT

1.7 Elemen-elemen Pemberdayaan Masyarakat

Menurut Bartle (2002), ada 16 (enam belas) elemen kekuatan atau

pemberdayaan masyarakat yang dapat digunakan untuk menilai proses pemberdayaan

masyarakat, yaitu:

1) Mendahulukan kepentingan umum, yaitu porsi dan tingkat kesiapan individu

mengorbankan kepentingan mereka sendiri untuk kepentingan seluruh masyarakat

(yang terlihat dari tingkat kedermawanan, kemanusiaan, individu, pengorbanan

personal, kebanggaan masyarakat, saling mendukung, setia, perduli, persahabatan,

persaudaraan).

2) Kesamaan nilai, yaitu tingkatan dimana anggota masyarakat membagi nilai,

khususnya ide yang berasal dari anggota masyarakat yang menggantikan

kepentingan anggota dalam masyarakat.

3) Layanan masyarakat, yaitu fasilitas dan layanan (seperti jalan, pasar, air minum,

jalur pendidikan, layanan kesehatan), yang dipelihara secara berkelanjutan dan

tingkat akses semua anggota masyarakat pada semua fasilitas dan layanan.

TAHAPAN AFEKTIFTAHAPAN KOGNITIFTAHAPAN PSIKOMOTORIKTAHAPAN KONATIFBelum merasa sadar dan peduliBelum memiliki wawasanpengetahuanBelum memiliki ketrampilan dasarTidak berperilaku membangunTumbuh rasa kesadaran dan kepedulianMenguasai pengetahuan dasarMenguasai ketrampilan dasarBersedia terlibat dalam pembangunanMemupuk semangat kesadaran dan kepedulianMengembangkan pengetahuan dasarMengembangkan ketrampilan dasarBerinisiatif untuk mengambil peran dalam pembangunanMerasa membutuhkan kemandirianMendalami pengetahuan pada tingkat lebih tinggiMemperkaya variasi ketrampilanBerposisi secara mandiri untuk membangun diri dan lingkungan

Sumber: Sulistiyani, 2004

Page 21: Proposal Tesis

4) Komunikasi dalam masyarakat, dan diantara masyarakat dengan pihak luar.

Komunikasi termasuk jalan, metode elektronika (seperti telpon, radio, TV,

internet), media cetak (koran, majalah, buku), jaringan kerja, bahasa yang dapat

saling dimengerti, kemampuan tulis baca serta kemampuan berkomunikasi secara

umum.

5) Percaya diri, meskipun percaya diri diekspresikan secara individual, namun

seberapa banyak rasa percaya diri itu dibagikan diantara semua masyarakat?

misalnya suatu kesepahaman dimana masyarakat dapat memperoleh harapan,

sikap positif, keinginan, motivasi diri, antusiasme, optimisme, mandiri, keinginan

untuk memperjuangkan haknya, menghindari sikap masa bodoh dan pasrah, dan

memiliki tujuan terhadap sesuatu yang mungkin dicapai.

6) Keterkaitan (politis dan administrative), suatu lingkungan yang mendukung

penguatan yang bersifat politis (termasuk nilai dan sikap pemimpin nasional,

hukum dan legislative) dan elemen administrative (sikap dari pegawai dan teknisi

sipil, sebaik peraturan dan prosedur pemerintah), dan lingkungan hukum.

7) Informasi, kemampuan untuk mengolah dan menganalisa informasi, tingkat

kepedulian, pengetahuan dan kebijaksanaan yang ditemukan diantara individu dan

dalam kelompok secara keseluruhan terhadap informasi lebih efektif dan berguna,

tidak sekedar volume dan besaran.

8) Rintangan, pengembangan dan efektivitas pergerakan (perpindahan, pelatihan

manajemen, munculnya kepedulian, rangsangan) apakah ditujukan pada perkuatan

masyarakat? Apakah sumber dana dari dalam dan luar meningkatkan tingkat

kebergantungan dan kelemahan masyarakat, atau menantang masyarakat untuk

Page 22: Proposal Tesis

bertindak menjadi lebih kuat? Dan apakah rintangan itu bersifat berkelanjutan

atau bergantung pada sepanjang pengambilan keputusan oleh pendonor dari luar

yang memiliki sasaran dan agenda yang berbeda dari masyarakat itu sendiri?.

9) Kepemimpinan, pemimpin-pemimpin memiliki kekuatan, pengaruh, dan

kemampuan untuk mengerakkan masyarakat. Pemimpin yang paling efektif dan

berkelanjutan adalah salah satu yang menyerap aspirasi masyarakat, memiliki

kedudukan dan penentu kebijakan. Pemimpin harus memiliki keahlian, kemauan,

kejujuran dan beberapa karisma.

6) Jaringan kerja, tidak hanya apa masyarakat ketahui tapi juga siapa diketahui.

Apakah anggota masyarakat atau khususnya pemimpin mereka mengetahui orang-

orang (dan badan atau organisasi mereka) yang dapat menyediakan sumber yang

bermanfaat yang akan memperkuat masyarakat secara keseluruhan? Serta

memanfaatkan hubungan, potensi dan kebenaran, dalam masyarakat dan dengan

yang lainnya di luar masyarakat.

7) Organisasi, adalah kondisi bukan sebatas perkumpulan individu, melainkan

hingga integritas organisasi, struktur, prosedur, pengambilan keputusan, proses,

efektifitas, divisi tenaga kerja dan kelengkapan peran dan fungsi.

8) Kekuatan politik, tingkatan dimana masyarakat dapat berperan dalam

pengambilan keputusan daerah dan nasional. Namun sebagai individu yang

memiliki kekuatan yang beragam dalam suatu masyarakat, sehingga masyarakat

memiliki kekuatan dan pengaruh yang beragam dalam daerah dan nasional.

9) Keahlian, kemampuan (kemampuan teknis, kemampuan manajemen, kemampuan

berorganisasi, kemampuan mengarahkan) yang ditunjukkan oleh individu yang

Page 23: Proposal Tesis

akan berkontribusi bagi organisasi masyarakat sehingga mereka mampu

menyelesaikan apa yang mereka ingin selesaikan.

10)Kepercayaan, tingkat kepercayaan dari masing-masing anggota masyarakat

tehadap sesamanya, khususnya pemimpin dan abdi masyarakat, yang merupakan

pantulan dari tingkat integritas (kejujuran, ketergantungan, keterbukaan,

transparansi, azas kepercayaan) dalam masyarakat.

11)Keselarasan, pembagian rasa kepemilikan pada kelompok yang menyusun

masyarakat, meskipun setiap masyarakat memiliki divisi atau perbedaan (agama,

kelas, status, penghasilan, usia, jenis kelamin, adat, suku), tingkat toleransi

anggota masyarakat yang berbeda dan bervariasi antara satu dan lainnya dan

keinginan untuk bekerjasama dan bekerja bersama-sama, suatu rasa kesamaan

tujuan atau visi, perataan nilai.

16) Kekayaan, tingkat pengendalian masyarakat secara keseluruhan (berbeda pada

individu dalam masyarakat) terhadap semua sumber daya potensial dan sumber

daya actual, dan produksi dan penyaluran barang dan jasa yang jarang dan

bermanfaat, keuangan dan non keuangan (termasuk sumbangan tenaga kerja,

tanah, peralatan, persediaan, pengetahuan, keahlian).

Semakin banyak masyarakat memiliki setiap elemen di atas, semakin kuat

masyarakat, semakin besar kemampuan yang dimilikinya, dan semakin berdaya

mereka.

Page 24: Proposal Tesis

2. Pendekatan, Metodologi dan Ukuran Keberhasilan Pemberdayaan

Masyarakat.

2.1 Pendekatan-pendekatan Dalam Pemberdayaan Masyarakat

Strategi pembangunan yang bertumpu pada pemihakan dan pemberdayaan

dipahami sebagai suatu proses transformasi dalam hubungan sosial, ekonomi, budaya

dan politik masyarakat. Perubahan struktural yang diharapkan adalah proses yang

berlangsung secara alamiah, yaitu yang menghasilkan harus menikmati. Begitu pula

sebaliknya yang menikmati haruslah yang menghasilkan.

Teori-teori ekonomi makro, yang umumnya bersandar pada peran pasar dalam

alokasi sumber daya, serta dengan praanggapan bahwa kebijaksanaan ekonomi makro

yang tepat akan menguntungkan semua lapisan masyarakat, dalam kenyataannya

tidak dapat menghasilkan jawaban yang memuaskan bagi masalah kesenjangan.

Kekuatan sosial yang tidak berimbang, menyebabkan kegagalan pasar untuk

mewujudkan harapan itu (Brown, 1995). Oleh karena itu, diperlukan intervensi yang

tepat, agar kebijaksanaan pada tingkat makro mendukung upaya mengatasi

kesenjangan yang harus dilakukan dengan kegiatan yang bersifat mikro dan langsung

ditujukan pada lapisan masyarakat terbawah. Pemberdayaan masyarakat dapat

dipandang sebagai jembatan bagi konsep-konsep pembangunan makro dan mikro.

Dalam kerangka pemikiran itu berbagai input seperti dana, prasarana dan

sarana yang dialokasikan kepada masyarakat melalui berbagai program pembangunan

harus ditempatkan sebagai rangsangan untuk memacu percepatan kegiatan sosial

ekonomi masyarakat. Proses ini diarahkan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat

(capacity building) melalui pemupukan modal yang bersumber dari surplus yang

dihasilkan dan pada gilirannya dapat menciptakan pendapatan yang dinikmati oleh

rakyat. Proses transformasi itu harus digerakkan oleh masyarakat sendiri.

Pengertian pemupukan modal seperti itu menunjukkan bahwa bantuan dana,

prasarana, dan sarana harus dikelola secara tertib dan transparan dengan berpegang

Page 25: Proposal Tesis

pada lima prinsip pokok. Pertama, mudah diterima dan didayagunakan oleh

masyarakat sebagai pelaksana dan pengelola

(acceptable); kedua, dapat dikelola oleh masyarakat secara terbuka dan dapat

dipertanggungjawabkan (accountable); ketiga, memberkan pendapatan yang

memadai dan mendidik masyarakat untuk mengelola kegiatan secara ekonomis

(profitable); keempat, hasilnya dapat dilestarikan oleh masyarakat sendiri sehingga

menciptakan pemupukan modal dalam wadah lembaga sosial ekonomi setempat

(sustainable); dan kelima, pengelolaan dana dan pelestarian hasil dapat dengan

mudah digulirkan dan dikembangkan oleh masyarakat dalam lingkup yang lebih luas

(replicable).

Pendekatan utama dalam konsep pemberdayaan adalah bahwa masyarakat

tidak dijadikan objek dari berbagai proyek pembangunan, tetapi merupakan subjek

dari upaya pembangunannya sendiri.

Berdasarkan konsep demikian, maka pemberdayaan masyarakat harus

mengikuti pendekatan sebagai berikut:

Pertama, upaya itu harus terarah (targetted). Ini yang secara populer disebut

pemihakan. Ia ditujukan langsung kepada yang memerlukan, dengan program yang

dirancang untuk mengatasi masalahnya dan sesuai kebutuhannya.

Kedua, program ini harus langsung mengikutsertakan atau bahkan

dilaksanakan oleh masyarakat yang menjadi sasaran. Mengikutsertakan masyarakat

yang akan dibantu mempunyai beberapa tujuan, yakni supaya bantuan tersebut efektif

karena sesuai dengan kehendak dan kemampuan serta kebutuhan mereka. Selain itu

sekaligus meningkatkan keber-dayaan (empowering) masyarakat dengan pengalaman

dalam merancang, melaksanakan, mengelola, dan mempertanggungjawabkan upaya

peningkatan diri dan ekonominya.

Ketiga, menggunakan pendekatan kelompok, karena secara sendiri-sendiri

masyarakat miskin sulit dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya. Juga

lingkup bantuan menjadi terlalu luas kalau penanganannya dilakukan secara individu.

Karena itu seperti telah disinggung di muka, pendekatan kelompok adalah yang

Page 26: Proposal Tesis

paling efektif, dan dilihat dari penggunaan sumber daya juga lebih efisien. Di

samping itu kemitraan usaha antara kelompok tersebut dengan kelompok yang lebih

maju harus terus-menerus di bina dan dipelihara secara sating menguntungkan dan

memajukan.

Selanjutnya untuk kepentingan analisis, pemberdayaan masyarakat harus dapat

dilihat baik dengan pendekatan komprehensif rasional maupun inkremental.

Dalam pengertian pertama, dalam upaya ini diperlukan perencanaan

berjangka, serta pengerahan sumber daya yang tersedia dan pengembangan potensi

yang ada secara nasional, yang mencakup seluruh masyarakat. Dalam upaya ini perlu

dilibatkan semua lapisan masyarakat, baik pemerintah maupun dunia usaha dan

lembaga sosial dan kemasyarakatan, serta tokoh-tokoh dan individu-individu yang

mempunyai kemampuan untuk membantu. Dengan demikian, programnya harus

bersifat nasional, dengan curahan sumber daya yang cukup besar untuk menghasilkan

dampak yang berarti.

Dengan pendekatan yang kedua, perubahan yang diharapkan tidak selalu harus

terjadi secara cepat dan bersamaan dalam derap yang sama. Kemajuan dapat dicapai

secara bertahap, langkah demi langkah, mungkin kemajuan-kemajuan kecil, juga

tidak selalu merata. Pada satu sektor dengan sektor lainnya dapat berbeda

percepatannya, demikian pula antara satu wilayah dengan wilayah lain, atau suatu

kondisi dengan kondisi lainnya. Dalam pendekatan ini, maka desentralisasi dalam

pengambilan keputusan dan pelaksanaan teramat penting. Tingkat pengambilan

keputusan haruslah didekatkan sedekat mungkin kepada masyarakat.

Salah satu pendekatan yang mulai banyak digunakan terutama oleh LSM

adalah advokasi. Pendekatan advokasi pertama kali diperkenalkan pada pertengahan

tahun 1960-an di Amerika Serikat (Davidoff, 1965). Model pendekatan ini mencoba

meminjam pola yang diterapkan dalam sistem hukum, di mana penasehat hukum

berhubungan langsung dengan klien. Dengan demikian, pendekatan advokasi

menekankan pada pendamping dan kelompok masyarakat dan membantu mereka

untuk membuka akses kepada pelaku-pelaku pembangunan lainnya, membantu

Page 27: Proposal Tesis

mereka mengorganisasikan diri, menggalang dan memobilisasi sumber daya yang

dapat dikuasai agar dapat meningkatkan posisi tawar (bargaining position) dari

kelompok masyarakat tersebut.

2.2 Metodologi Evaluatif dalam Pemberdayaan Masyarakat

Pemahaman tentang masalah pemberdayaan masyarakat memerlukan sikap

subyektif dalam penelitiannya. Subyektifitas ini bertolak dari sikap dasar, bahwa

setiap penelitian tentang suatu masalah sosial selalu dilakukan untuk memperbaiki

situasi sosial yang ada, untuk meluruskan ketimpangan yang ada. Dan, bukan hanya

untuk sekedar melukiskan serta menerangkan kenyataan yang ada (Buchori, 1993).

Tidak ada penelitian sosial yang akan dapat mendatangkan perbaikan terhadap

kondisi sosial yang ada selama para peneliti menempatkan diri mereka sebagai pakar

yang berdiri di luar kenyataan sosial yang diteliti, dan memperlakukan warga

masyarakat yang sedang diteliti sebagai obyek yang hanya menjalani kenyataan sosial

yang ada secara pasif. Para peneliti harus menempatkan diri mereka sebagai bagian

dari masyarakat yang sedang diteliti dan memandang warga masyarakat yang sedang

diteliti sebagai subyek yang mempunyai hak moral untuk mengatur kehidupan

mereka, serta mempunyai keinginan dan kemampuan untuk berbuat demikian.

Dalam kerangka ini, menjadi kewajiban moral para peneliti untuk memahami

aspirasi masyarakat yang diteliti, dan mendampingi secara mental dan intelektual

warga masyarakat yang diteliti dalam usaha mereka untuk mendatangkan perbaikan

yang mereka dambakan. Dengan demikian, dalam penelitian semacam ini masalah

penelitian tidak dapat dipisahkan dari masalah evaluasi. Keputusan untuk meneliti

suatu masyarakat dengan tujuan untuk mendatangkan perbaikan ke dalam masyarakat

itu, melalui antara lain pemberdayaan masyarakat, sudah merupakan suatu hasil

evaluasi.

Page 28: Proposal Tesis

2. 3 Berbagai Ukuran Keberhasilan Pemberdayaan Masyarakat.

Untuk mengetahui seberapa jauh pemberdayaan masyarakat telah berhasil,

perlu ada pemantauan dan penetapan sasaran, sejauh mungkin yang dapat diukur

untuk dapat dibandingkan.

Pemberdayaan masyarakat dengan sendirinya berpusat pada bidang ekonomi,

karena sasaran utamanya adalah memandirikan masyarakat, di mana peran ekonomi

teramat penting. Cara mengukurnya telah banyak berkembang, seperti yang antara

lain telah disebut di atas indeks Gini, jumlah orang yang hidup di bawah garis

kemiskinan, jumlah desa miskin, peranan industri kecil, nilai tukar pertanian, upah

minimum dan sebagainya.

Pembangunan manusia yang berkualitas bukan hanya menyangkut aspek

ekonominya, tetapi juga sisi lainnya, yaitu pendidikan dan kesehatannya. Di bidang

ini, juga telah banyak ukuran dikembangkan antara lain persentase penduduk yang

buta aksara, angka partisipasi sekolah untuk SD, SLTP, SLTA dan perguruan tinggi,

angka kematian bayi per 1000 kelahiran hidup, persentase penduduk yang kurang

gizi, dan rata-rata umur harapan hidup. Selain itu juga sedang dikembangkan oleh

Bappenas bersama BPS semacam angka indeks kesejahteraan rakyat yang

menggabungkan indikator ekonomi, kesehatan, dan pendidikan ke dalam suatu angka

indeks. Di dunia internasional indeks kesejahteraan semacam ini telah dikembangkan

oleh UNDP yang dikenal dengan nama Human Development Index (HDI) seperti

telah dikemukakan di atas.

Manusia juga harus mempersiapkan diri untuk kehidupan abadi melalui

pembangunan spiritual, sebagai bagian dari pemberdayaan masyarakat, dalam rangka

membangun masyarakat berakhlak. Terkait dengan itu adalah pembangunan budaya,

yakni untuk menciptakan, di atas budaya yang menjadi jati diri bangsa Indonesia,

sikap budaya kerja keras, disiplin, kreatif, ingin maju, menghargai prestasi dan siap

bersaing. Ukurannya tentu sangat relatif dan terutama bersifat kualitatif.

Dalam pembangunan budaya perlu dikembangkan orientasi kepada ilmu

pengetahuan dan teknologi. Pemberdayaan teknologi, merupakan jawaban yang

Page 29: Proposal Tesis

berjangkauan jauh ke depan dan berkesinambungan dalam membangun masyarakat

yang maju, mandiri dan sejahtera.

Pemberdayaan masyarakat harus pula berarti membangkitkan kesadaran dan

kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam kehidupan masyarakatnya.

Masyarakat yang secara politik terisolasi bukanlah masyarakat yang berdaya, artinya

tidak seluruh aspirasi dan potensinya tersalurkan. Maka, aspek politik juga terdapat

dalam pemberdayaan masyarakat. Salah satu ukurannya, seperti indikator yang

dikembangkan Dasgupta (1993), adalah hak berpolitik (mengikuti pemilu) dan hak

sipil.

2.4 Mekanisme Pemberdayaan Masyarakat

Seperti dikemukakan di atas, pemberdayaan masyarakat harus melibatkan

segenap potensi yang ada dalam masyarakat. Beberapa aspek di antaranya dapat

diketengahkan sebagai berikut:

Pertama, peranan pemerintah teramat penting. Berarti birokrasi pemerintah

harus dapat menyesuaikan dengan misi ini. Dalam rangka ini ada beberapa upaya

yang harus dilakukan:

1) Birokrasi harus memahami aspirasi rakyat dan harus peka terhadap masalah yang

dihadapi oleh rakyat.

2) Birokrasi harus membangun partisipasi rakyat. Artinya, berilah sebanyak-

banyaknya kepercayaan pada rakyat untuk memperbaiki dirinya sendiri. Aparat

pemerintah membantu memecahkan masalah yang tidak dapat diatasi oleh

masyarakat sendiri.

3) Untuk itu maka birokrasi harus menyiapkan masyarakat dengan sebaiknya, baik

pengetahuannya maupun cara bekerjanya, agar upaya pemberdayaan masyarakat

dapat efektif. Ini merupakan bagian dari upaya pendidikan sosial untuk

memungkinkan rakyat membangun dengan kemandirian.

Page 30: Proposal Tesis

4) Birokrasi harus membuka dialog dengan masyarakat. Keterbukaan dan konsultasi

ini amat perlu untuk meningkatkan kesadaran (awareness) masyarakat, dan agar

aparat dapat segera membantu jika ada masalah yang tidak dapat diselesaikan

sendiri oleh rakyat.

5) Birokrasi harus membuka jalur informasi dan akses yang diperlukan oleh

masyarakat yang tidak dapat diperolehnya sendiri.

6) Birokrasi harus menciptakan instrumen peraturan dan pengaturan mekanisme

pasar yang memihak golongan masyarakat yang lemah.

3 Program Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (SP 3)

3.1 Latar Belakang

Pemuda secara demografi ekonomi merupakan aset untuk menggerakkan

pembangunan namun disisi lain pemuda dapat menjadi beban, oleh karenanya

keberadaan pemuda perlu dikelolah secara efektif. Tren di abad millennium II

menunjukan jumlah sebaran stniktur demokrafis Indonesia yang berada dalam

kategori usia muda cukup signifikan. Oleh karena itu, pembangunan kepemudaan

adalah bagian tak terpisahkan dari kepentingan pembangunan nasional.

Keberhasilan pembangunan kepemudaan terutama dalam menciptakan Sumber

Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dan memiliki keunggulan daya saing menjadi

salah satu kunci dalam pembukaan peluang dan kemajuan di berbagai sektor

pembangunan dan masa depan Indonesia sebagai negara-bangsa. Karenanya, jiwa

kepeloporan pemuda sangat menentukan perkembangan dan kesuksesan

pembangunan. Dalam kaitan dengan upaya mendorong, mengembangkan dan

meningkatkan kepeloporan, serta kemandirian pemuda, pemenntah mentasiutasi

potensi pemuda terdidik di perdesaan melalui program sarjana penggerak

pembangunan di perdesaan (SP-3).

Program SP-3 ini dikembangkan dengan tujuan untuk mengakselerasikan

pembangunan melalui peran kepeloporan pemuda dalam berbagai aktivitas

kepemudaan yang secara langsung berpengaruh terhadap dinamisasi kehidupan

pemuda desa, mengembangkan potensi sumber daya kepemudaan sekaligus

Page 31: Proposal Tesis

meningkatkan kesejahteraan pemuda dan masyarakat desa. Disamping sebagai upaya

menumbuh-kembangkan kepeloporan dan kemandirian para peserta program. Melalui

program SP-3 ini, diharapkan akan dapat memperteguhkomitmen para pemuda

sarjana untuk membangun kepemudaan desa dan menjadikan desa sebagai pusat

pertumbahan yang dapat memperbaiki taraf kehidupan masyarakat yang Iebih baik di

masa depan. Komitmen ini penting sebagai bagian dalam mengurangi penumpukan

SDM berpendidikan tinggi di perkotaan. Dan pada gilirannya membangkitkan

pemuda desa melakukan kegiatan inovasi dan produktit sehingga desa menjadi

inspirasi pembaharuan dan perubahan secara nasional.

Program SP-3 telah berlangsung sejak tahun 1989 sudah menempatkan sarjana

sebanyak 16.567 orang yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Dalam 4 tahun

terakhir [2006-2010), Program SP-3 menjangkau 1.632 Desa, 889 Kecamatan dan

312 Kabupaten, Para sarjana yang ditempatkan di Desa dalam tugasnya

menggerakkan dan mendampingi masyarakat dan khususnya pemuda,mampu

menumbuhkan beragam kegiatan produktif di bidang pendidikan, kesehatan ekonomi,

lingkungan. Termasuk dalam membantu dan mendampingi aktivitas pemenntah desa

seperti : adminitrasi, kependudukan, pajak bumi dan bangunan, penataan aset desa

dan lainnya.

3.2 Maksud dan Tujuan

Pedoman Umum ini dimaksudkan sebagai acuan bagi semua pihak yang terlibat

Program dalam persiapan, perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring/evaluasi

atas keseluruhan proses dan mekanisme penyelenggaraan program SP-3 tahun 2012,

Adapun tujuan pedoman ini adalah :

1. Sebagai acuan bagi semua pihak yang terlibat dalam program untuk

merumuskan dan menyusun kegiatan teknis dan kegiatan pendukung dalam

rangka pelaksanaan program SP-3 sesuai mekanisme yang telah ditetapkan.

Page 32: Proposal Tesis

2. Sebagai acuan untuk mencegah atau menghindari terjadinya penyimpangan-

peoyimpangan baik dari aspek teknis dan substansi selama proses

pelaksanaan program pemuda sarjana penggerak pembangunan perdesaan.

3. Sebagai dasar untuk melaksanakan kegiatan yang efektif sehingga memproleh

hasil yang optimal dari penyelenggaraan program SP-3.

3.3 Pengertian Program Kewirausahaan Pemuda melalui SP-3

Program Kewirausahaan Pemuda melalui SP-3 adalah sinergi Program

Pendidikan Kecakapan Hidup yang diselenggarakan oleh Direktorat Pembinaan

Kursus dan Kelembagaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Nonformal dan

Informal, Departemen Pendidikan Nasional dengan program SP-3 yang

diselenggarakan oleh Asisten Deputi Kepeloporan Pemuda, Deputi Bidang

Kepemimpinan Pemuda, Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga dalam

rangka pembelajaran pemuda di desa binaan SP-3, agar memperoleh pengetahuan

dan keterampilan untuk mengelola usaha mandiri, serta m e n u m b u h -

kembangkan sikap mental wirausaha agar dapat mengelola potensi diri dan

sumberdaya lingkungannya.

3.4 Tujuan Program

Memberikan acuan yang jelas bagi pengelola program di Pusat, Daerah, dan SP-3

selaku penyelenggara kegiatan, terkait dalam proses perencanaan, pengusulan

program, penyaluran dana, penyelenggaraan kegiatan, pengawasan, dan pelaporan

penyelenggaraan program Kewirausahaan Pemuda melalui SP-3.

Tujuan penyelenggaraan Program Kewirausahaan Pemuda melalui SP-3 adalah:

1) Memberikan kesempatan bagi para pemuda desa binaan SP-3 dalam upaya

meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap mental wirausaha sebagai

bekal kemandirian pemuda.

Page 33: Proposal Tesis

2) Meningkatkan peran, fungsi, dan penguatan SP-3 sebagai pelopor dalam

mengurangi pengangguran dan kemiskinan di desa dimana ditempatkan.

3.5 Sasaran Program

Sasaran program Kewirausa Pemuda melalui SP-3 yang dananya tersedia pada

DIPA BP-PNFI Regional I Tahun Anggaran 2009 sebanyak 100 orang. Dana

untuk 1 orang peserta sebesar Rp. 1.000.000,-

3.6 Penyelenggara Program

Penyelenggara program kewirausahaan pemuda melalui SP-3:

SP-3 Angkatan XVII (2007) dan XVIII (2008) yang tergabung dalam kelompok

yang ditetapkan oleh dinas yang menangani program SP-3 tingkat provinsi.

3.7 Persyaratan Penyelenggara Program

Kelompok SP-3 :

a. Memiliki SK Penetapan Kelompok dari Instansi Pengelola Program SP-3

Tingkat Provinsi,

b. Memiliki Nomor Rekening Bank atas nama Kelompok SP-3.

c. Memiliki NPWP atas nama Kelompok SP-3,

d. Berdomisili di lokasi desa penempatan dibuktikan dengan keterangan dari

Kepala Desa/Lurah setempat;

e. Memiliki pemuda binaan 21 – 25 orang.

3.8 Peserta Program

1. Kriteria Peserta Program

Kriteria peserta program PKH adalah:

a. Pemuda usia produktif (18-35 tahun)

b. Menganggur

Page 34: Proposal Tesis

c. Berasal dari keluarga tidak mampu;

d. Minimal dapat baca, tulis, hitung;

e. Memiliki kemauan untuk belajar dan bekerja, dibuktikan dengan Surat

Pernyataan Kesanggupan Peserta Program.

f. Berdomisili di desa dimana SP-3 ditempatkan.

3.9 Rekruitmen dan Seleksi Peserta Program

a. SP-3 merekrut calon pemuda binaan/peserta program dari desa penugasan

sesuai dengan jumlah yang diusulkan,

b. Daftar nama pemuda binaan/Peserta Program disahkan Kepala Desa/Lurah

setempat dan disampaikan kepada Kepala BPPNFI Regional I setelah ada

penetapan sebagai Penyelenggara Program.

3.10 Fasilitas dan Program Pembelajaran

a. Fasilitas pembelajaran (gedung, tempat pembelajaran, alat-alat praktek,

dan sebagainya), kurikulum, bahan ajar, proses pendidikan dan pelatihan

menjadi tanggungjawab lembaga penyelenggara (Kelompok SP-3),

b. Pendidikan dan pelatihan dalam program kewirausahaan pemuda

ditekankan pada penguasaan keterampilan bidang jasa/produksi,

c. Narasumber teknis direkrut dari lembaga mitra (lembaga pendidikan dan

pelatihan/unit usaha) yang memiliki kompetensi profesional di bidangnya,

d. Kegiatan pembelajaran ini ditindaklanjuti dengan rintisan usaha mandiri.

Page 35: Proposal Tesis

3.11 Jenis Keterampilan/Vokasi

Keterampilan yang diselenggarakan dalam program kewirausahaan pemuda

adalah jenis keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja/usaha

mandiri. Prioritas jenis keterampilan yang relevan dengan pasar kerja/wirausaha

bidang jasa maupun produksi yang berbasis potensi lokal, antara lain :

Bidang Jasa Bidang Produksi

1. Menjahit 1. Pertanian

2 Tata Kecantikan Kulit/Rambut 2 Perkebunan

3 Tata Rias Pengantin 3 Perikanan darat dan laut

4 Jasa Boga 4 Kehutanan

5 Otomotif/perbengkelan/Stir Mobil 5 Peternakan

6 Elektronika 6 Pertamanan

7 Komputer 7 Keterampilan produksi lainnya

8 Pariwisata (Perhotelan) yang dianggap laku di pasar

9 Sablon sekitar (marketable)

10 Service Handphone

11 Pertukangan

12 Bengkel Las

13 Pramuwisma

14 Jenis Keterampilan bidang jasa

lainnya sesuai kebutuhan pasar

kerja dan usaha di lingkungan

masyarakat

3.12 Penggunaan Dana

Besar dana penyelenggaraan Program Kewirausahaan Pemuda adalah Rp.

1.000.000,-/orang dengan jumlah peserta program antara 21 – 25 orang dan ratio

kemampuan lembaga/unit usaha untuk membelajarkan Peserta Program.

Page 36: Proposal Tesis

Komposisi penggunaan dana sebagai berikut:

1. Biaya manajemen (maksimal 10%), dipergunakan untuk keperluan

manajemen penyelenggaraan program, misalnya: honorarium pengelola,

penyusunan proposal, biaya rapat-rapat, dan biaya-biaya lain yang menunjang

kelancaran penyelenggaraan program.

2. Biaya penyelenggaraan Pelatihan (maksimal 40%), dipergunakan untuk

publikasi, rekrutmen Peserta Program, honorarium pendidik, bahan dan

peralatan praktek, laporan dan dokumentasi, bahan habis pakai termasuk

ATK, dan biaya operasional tidak langsung seperti biaya daya dan jasa,

pemeliharaan peralatan serta biaya operasional lainnya yang menunjang

proses pembelajaran.

3. Biaya Pemandirian Usaha/Modal (minimal 50%), dipergunakan untuk

kepentingan pembelian bahan dan alat oprasional untuk pemandirian.

Page 37: Proposal Tesis

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

1. Pendekatan Penelitiaan

Penelitian ini menggunakan penelitian pendekatan kualitatif. Menurut

Poerwandari (1998) penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan dan

mengolah data yang sifatnya deskriptif, seperti transkripsi wawancara , catatan

lapangan, gambar, foto rekaman video dan lain-lain.

Dalam penelita kualitatif perlu menekankan pada pentingnya kedekatan

dengan orang-orang dan situasi penelitian, agar peneliti memperoleh pemahaman

jelas tentang realitas dan kondisi kehidupan nyata.( Patton dalam Poerwandari, 1998)

2. Subjek Penelitian

Dalam penelitian ini, karakteristik subjek adalah Sebagai berikut :

Subjek penelitian ini adalah anggota masyarakat yang menerima program SP 3,

petugas atau pendamping SP 3, tokoh masyarakat, dan perangkat pemerintah di

Kecamatan.

3. Tahap-tahap penelitian

Dalam penelitian terdapat dua tahap penelitian, yaitu :

1. Tahap Persiapan Penelitian

Pertama peneliti membuat pedoman wawancara yang disusun berdasarkan

demensi kebermaknaan hidup sesuai dengan permasalahan yang dihadapi subjek.

Pedoman wawancara ini berisi pertanyaan-pertanyaan mendasar yang nantinya akan

berkembang dalam wawancara. Pedoman wawancara yang telah disusun, ditunjukan

kepada yang lebih ahli dalam hal ini adalah pembibing penelitian untuk mendapat

masukan mengenai isi pedoman wawancarara. Setelah mendapat masukan dan

koreksi dari pembimbing, peneliti membuat perbaikan terhadap pedoman wawancara

dan mempersiapkan diri untuk melakukan wawancara. Tahap persiapan selanjutnya

Page 38: Proposal Tesis

adalah peneliti membuat pedoman observasi yang disusun berdasarkan hasil

observasi terhadap perilaku subjek selama wawancara dan observasi terhadap

lingkungan atau setting wawancara, serta pengaruhnya terhadap perilaku subjek dan

pencatatan langsung yang dilakukan pada saat peneliti melakukan observasi. Namun

apabila tidak memungkinkan maka peneliti sesegera mungkinmencatatnya setelah

wawancara selesai.

Peneliti selanjutnya mencari subjek yang sesuai dengan karakteristik subjek

penelitian. Untuk itu sebelum wawancara dilaksanakan peneliti bertanya kepada

subjek tentang kesiapanya untuk diwawancarai. Setelah subjek bersedia untuk

diwawancarai, peneliti membuat kesepakatan dengan subjek tersebut mengenai waktu

dan temapat untuk melakukan wawancara.

2. Tahap pelaksanaan penelitiaan

Peneliti membuat kesepakatan dengan subjek mengenai waktu dan tempat

untuk melakukan wawancara berdasarkan pedoman yang dibuat. Setelah wawancara

dilakukan, peneliti memindahakan hasil rekaman berdasrkan wawancara dalam

bentuk verbatim tertulis. Selanjutnya peneliti melakukan analisis data dan

interprestasi data sesuai dengan langkah-langkah yang dijabarkan pada bagian metode

analisis data di akhir bab ini. setelah itu, peneliti membuat dinamika psikologis dan

kesimpulan yang dilakukan, peneliti memberikan saran-saran untuk penelitian

selanjutnya.

4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitiaan ini, peneliti menggunakan 2 teknik pengumpulan data,

yaitu :

1. Wawancara

Menurut Prabowo (1996) wawancara adalah metode pengmbilan data dengan

cara menanyakan sesuatu kepada seseorang responden, caranya adalah dengan

bercakap-cakap secara tatap muka.

Pada penelitian ini wawancara akan dilakukan dengan menggunakan

Page 39: Proposal Tesis

pedoman wawancara. Menurut Patton (dalam Poerwandari 1998) dalam proses

wawancara dengan menggunakan pedoman umum wawancara ini, interview

dilengkapi pedoman wawancara yang sangat umum, serta mencantumkan isu-isu

yang harus diliput tampa menentukan urutan pertanyaan, bahkan mungkin tidak

terbentuk pertanyaan yang eksplisit.

Pedoman wawancara digunakan untuk mengingatkan interviewer mengenai

aspek-aspek apa yang harus dibahas, juga menjadi daftar pengecek (check list)

apakah aspek-aspek relevan tersebut telah dibahas atau ditanyakan. Dengan pedoman

demikian interviwer harus memikirkan bagaimana pertanyaan tersebut akan

dijabarkan secara kongkrit dalam kalimat Tanya, sekaligus menyesuaikan pertanyaan

dengan konteks actual saat wawancara berlangsung (Patton dalam poerwandari,

1998)

Kerlinger (dalam Hasan 2000) menyebutkan 3 hal yang menjadi kekuatan

metode wawancara :

a. Mampu mendeteksi kadar pengertian subjek terhadap pertanyaan yang diajukan.

Jika mereka tidak mengerti bisa diantisipasi oleh interviewer dengan memberikan

penjelasan.

b. Fleksibel, pelaksanaanya dapat disesuaikan dengan masing-masing individu.

c. Menjadi stu-satunya hal yang dapat dilakukan disaat tehnik lain sudah tidak dapat

dilakukan.

Menurut Yin (2003) disamping kekuatan, metode wawancara juga memiliki

kelemahan, yaitu :

a. Retan terhadap bias yang ditimbulkan oleh kontruksi pertanyaan yang

penyusunanya kurang baik.

b. Retan terhadap terhadap bias yang ditimbulkan oleh respon yang

kurang sesuai.

c. Probling yang kurang baik menyebabkan hasil penelitian menjadi

kurang akurat.

d. Ada kemungkinan subjek hanya memberikan jawaban yang ingin

didengar oleh interviwer.

Page 40: Proposal Tesis

2. Observasi

Disamping wawancara, penelitian ini juga melakukan metode observasi.

Menurut Nawawi & Martini (1991) observasi adalah pengamatan dan pencatatan

secara sistimatik terhadap unsur-unsur yang tampak dalam suatu gejala atau gejala-

gejala dalam objek penelitian.

Dalam penelitian ini observasi dibutuhkan untuk dapat memehami proses

terjadinya wawancara dan hasil wawancara dapat dipahami dalam konteksnya.

Observasi yang akan dilakukan adalah observasi terhadap subjek, perilaku subjek

selama wawancara, interaksi subjek dengan peneliti dan hal-hal yang dianggap

relevan sehingga dapat memberikan data tambahan terhadap hasil wawancara.

Menurut Patton (dalam Poerwandari 1998) tujuan observasi adalah

mendeskripsikan setting yang dipelajari, aktivitas-aktivitas yang berlangsung, orang-

orang yang terlibat dalam aktivitas, dan makna kejadian di lihat dari perpektif mereka

yang terlihat dalam kejadian yang diamati tersebut.

Menurut Patton (dalam Poerwandari 1998) salah satu hal yang penting,

namun sering dilupakan dalam observasi adalah mengamati hal yang tidak terjadi.

Dengan demikian Patton menyatakan bahwa hasil observasi menjadi data penting

karena :

a. Peneliti akan mendapatkan pemahaman lebih baik tentang konteks

dalam hal yang diteliti akan atau terjadi.

b. Observasi memungkinkan peneliti untuk bersikap terbuka, berorientasi

pada penemuan dari pada pembuktiaan dan mempertahankan pilihan untuk

mendekati masalah secara induktif.

c. Observasi memungkinkan peneliti melihat hal-hal yang oleh subjek

penelitian sendiri kurang disadari.

d. Observasi memungkinkan peneliti memperoleh data tentang hal-hal

yang karena berbagai sebab tidak diungkapkan oleh subjek penelitian secara

terbuka dalam wawancara.

Page 41: Proposal Tesis

e. Observasi memungkinkan peneliti merefleksikan dan bersikap

introspektif terhadap penelitian yang dilakukan. Impresi dan perasan pengamatan

akan menjadi bagian dari data yang pada giliranya dapat dimanfaatkan untuk

memahami fenomena yang diteliti.

5. Alat Bantu pengumpulan Data

Menurut Poerwandari (1998) penulis sangat berperan dalam seluruh proses

penelitian, mulai dari memilih topik, mendeteksi topik tersebut, mengumpulkan data,

hingga analisis, menginterprestasikan dan menyimpulkan hasil penelitian.

Dalam mengumpulkan data-data penulis membutuhkan alat Bantu (instrumen

penelitian). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan 3 alat bantu, yaitu :

1. Pedoman wawancara

Pedoman wawancara digunakan agar wawancara yang dilakukan tidak

menyimpang dari tujuan penelitian. Pedoman ini disusun tidak hanya berdasarkan

tujuan penelitian, tetapi juga berdasarkan teori yang berkaitan dengan masalah

yang diteliti.

2. Pedoman Observasi

Pedoman observasi digunakan agar peneliti dapat melakukan pengamatan sesuai

dengan tujuan penelitian. Pedoman observasi disusun berdasrkan hasil observasi

terhadap perilaku subjek selama wawancara dan observasi terhadap lingkungan

atau setting wawancara, serta pengaruhnya terhadap perilaku subjek dan

informasi yang muncul pada saat berlangsungnya wawancara.

3. Alat Perekam

Alat perekam berguna Sebagai alat Bantu pada saat wawancara, agar peneliti

dapat berkonsentrasi pada proses pengambilan data tampa harus berhenti untuk

mencatat jawaban-jawaban dari subjek. Dalam pengumpulan data, alat perekam

baru dapat dipergunakan setelah mendapat ijin dari subjek untuk mempergunakan

alat tersebut pada saat wawancara berlangsung.

Page 42: Proposal Tesis

a. Keabsahan dan Keajegan Penelitian

Studi kasus ini menggunakan penelitian pendekatan kualitataif. Yin (2003)

mengajukan emmpat criteria keabsahan dan keajegan yang diperlukan dalam suatu

penelitian pendekatan kualitatif. Empat hal tersebut adalah Sebagai berikut :

1. Keabsahan Konstruk (Construct validity)

Keabsahan bentuk batasan berkaitan dengan suatu kepastiaan bahwa yang

berukur benar- benar merupakan variabel yang ingin di ukur. Keabsahan ini juga

dapat dicapai dengan proses pengumpulan data yang tepat. Salah satu caranya adalah

dengan proses triangulasi, yaitu tehnik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau

Sebagai pembanding terhadap data itu. Menurut Patton (dalam Sulistiany 1999) ada 4

macam triangulasi Sebagai teknik pemeriksaan untuk mencapai keabsahan, yaitu :

a. Triangulasi data

Mengguanakan berbagai sumber data seperti dokumen, arsip, hasil wawancara,

hasil observasi atau juga dengan mewawancarai lebih dari satu subjek yang

dianggap memeiliki sudut pandang yang berbeda.

b. Triangulasi Pengamat

Adanya pengamat di luar peneliti yang turut memeriksa hasil pengumpulan data.

Dalam penelitian ini, dosen pembimbing studi kasus bertindak Sebagai pengamat

(expert judgement) yang memberikan masukan terhadap hasil pengumpulan data.

c. Triangulasi Teori

Penggunaan berbagai teori yang berlaianan untuk memastikan bahwa data yang

dikumpulkan sudah memasuki syarat.

d. Triangulasi metode

Penggunaan berbagai metode untuk meneliti suatu hal, seperti metode wawancara

dan metode observasi. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan metode

Page 43: Proposal Tesis

wawancara yang ditunjang dengan metode observasi pada saat wawancra

dilakukan.

i. Keabsahan Internal (Internal validity)

Keabsahan internal merupakan konsep yang mengacu pada seberapa jauh

kesimpulan hasil penelitian menggambarkan keadaan yang sesungguhnya.

Keabsahan ini dapat dicapai melalui proses analisis dan interpretasi yang tepat.

Aktivitas dalam melakukan penelitian kualitatif akan selalu berubah dan tentunya

akan mempengaruhi hasil dari penelitian tersebut. Walaupun telah dilakukan uji

keabsahan internal, tetap ada kemungkinan munculnya kesimpulan lain yang

berbeda.

ii. Keabsahan Eksternal (Eksternal validity)

Keabsahan ekternal mengacu pada seberapa jauh hasil penelitian dapat

digeneralisasikan pada kasus lain. Walaupun dalam penelitian kualitatif memeiliki

sifat tidak ada kesimpulan yang pasti, penelitiaan kualitatif tetapi dapat dikatakan

memiliki keabsahan ekternal terhadap kasus-kasus lain selama kasus tersebut

memiliki konteks yang sama.

iii. Keajegan (Reabilitas)

Keajegan merupakan konsep yang mengacu pada seberapa jauh penelitian

berikutnya akan mencapai hasil yang sama apabila mengulang penelitian yang

sama, sekali lagi.

Dalam penelitian ini, keajegan mengacu pada kemungkinan peneliti

selanjutnya memeperoleh hasil yang sama apabila penelitian dilakukan sekali lagi

dengan subjek yang sama. Hal ini menujukan bahwa konsep keajegan penelitian

kualitatif selain menekankan pada desain penelitian, juga pada cara pengumpulan

data dan pengolahan data.

b. Teknik Analisis Data

Page 44: Proposal Tesis

Marshall dan Rossman mengajukan teknik analisa data kualitatif untuk proses

analisis data dalam penelitian ini. Dalam menganalisa penelitian kualitatif terdapat

beberapa tahapan-tahapan yang perlu dilakukan (Marshall dan Rossman dalam

Kabalmay, 2002), diantaranya :

1. Mengorganisasikan Data

Peneliti mendapatkan data langsung dari subjek melalui wawancara

mendalam (indepth inteviwer), dimana data tersebut direkam dengan tape recoeder

dibantu alat tulis lainya. Kemudian dibuatkan transkipnya dengan mengubah hasil

wawancara dari bentuk rekaman menjadi bentuk tertulis secara verbatim. Data yang

telah didapat dibaca berulang-ulang agar penulis mengerti benar data atau hasil yang

telah di dapatkan.

2. Pengelompokan berdasarkan Kategori, Tema dan pola jawaban

Pada tahap ini dibutuhkan pengertiaan yang mendalam terhadap data,

perhatiaan yang penuh dan keterbukaan terhadap hal-hal yang muncul di luar apa

yang ingin digali. Berdasarkan kerangka teori dan pedoman wawancara, peneliti

menyusun sebuah kerangka awal analisis sebagai acuan dan pedoman dalam

mekukan coding. Dengan pedoman ini, peneliti kemudian kembali membaca transkip

wawancara dan melakukan coding, melakukan pemilihan data yang relevan dengan

pokok pembicaraan. Data yang relevan diberi kode dan penjelasan singkat, kemudian

dikelompokan atau dikategorikan berdasarkan kerangka analisis yang telah dibuat.

Pada penelitian ini, analisis dilakukan terhadap sebuah kasus yang diteliti.

Peneliti menganalisis hasil wawancara berdasarkan pemahaman terhadap hal-hal

diungkapkan oleh responden. Data yang telah dikelompokan tersebut oleh peneliti

dicoba untuk dipahami secara utuh dan ditemukan tema-tema penting serta kata

kuncinya. Sehingga peneliti dapat menangkap penagalaman, permasalahan, dan

dinamika yang terjadi pada subjek.

3. Menguji Asumsi atau Permasalahan yang ada terhadap Data

Setelah kategori pola data tergambar dengan jelas, peneliti menguji data

tersebut terhadap asumsi yang dikembangkan dalam penelitian ini. Pada tahap ini

Page 45: Proposal Tesis

kategori yang telah didapat melalui analisis ditinjau kemabali berdasarkan landasan

teori yang telah dijabarkan dalam bab II, sehingga dapat dicocokan apakah ada

kesamaan antara landasan teoritis dengan hasil yang dicapai. Walaupun penelitian ini

tidak memiliki hipotesis tertentu, namun dari landasan teori dapat dibuat asumsi-

asumsi mengenai hubungan antara konsep-konsep dan factor-faktor yang ada.

4. Mencari Alternatif Penjelasan bagi Data

Setelah kaitan antara kategori dan pola data dengan asumsi terwujud, peneliti

masuk ke dalam tahap penejelasan. Dan berdasarkan kesimpulan yang telah didapat

dari kaitanya tersebut, penulis merasa perlu mencari suatau alternative penjelasan lain

tetnag kesimpulan yang telah didapat. Sebab dalam penelitian kualitatif memang

selalu ada alternative penjelasan yang lain. Dari hasil analisis, ada kemungkinan

terdpat hal-hal yang menyimpang dari asumsi atau tidak terfikir sebelumnya. Pada

tahap ini akan dijelaskan dengan alternative lain melalui referensi atau teori-teori lain.

Alternatif ini akan sangat berguna pada bagian pembahasan, kesimpulan dan saran.

5. Menulis Hasil Penelitian

Penulisan data subjek yang telah berhasil dikumpulkan merupakan suatu hal

yang membantu penulis unntuk memeriksa kembali apakah kesimpulan yang dibuat

telah selesai. Dalam penelitian ini, penulisan yang dipakaiadalah presentase data yang

didapat yaitu, penulisan data-data hasil penelitian berdasarkan wawancara mendalam

dan observasi dengan subjek dan significant other. Proses dimulai dari data-data yang

diperoleh dari subjek dan significant other, dibaca berulang kali sehinggga penulis

mengerti benar permasalahanya, kemudian dianalisis, sehingga didapat gambaran

mengenai penghayatan pengalaman dari subjek. Selanjutnya dilakukan interprestasi

secara keseluruhan, dimana di dalamnya mencangkup keseluruhan kesimpulan dari

hasil penelitian.

Page 46: Proposal Tesis