Proposal Tesis

113
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah Daerah diberi kewenangan untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999. Indikasi keberhasilan Otonomi daerah dan desentralisasi adalah terjadinya peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat (social welfare), kehidupan demokrasi yang semakin maju, keadilan pemerataan, serta adanya hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antar Daerah. Keadaan tersebut dapat tercapai, salah satunya apabila manajemen keuangan (anggaran) dilaksanakan dengan baik.

Transcript of Proposal Tesis

Page 1: Proposal Tesis

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pemerintah Daerah diberi kewenangan untuk mengatur dan mengurus

sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan sesuai

dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah

sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang

Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

dan Daerah sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999. Indikasi

keberhasilan Otonomi daerah dan desentralisasi adalah terjadinya peningkatan

pelayanan dan kesejahteraan masyarakat (social welfare), kehidupan demokrasi

yang semakin maju, keadilan pemerataan, serta adanya hubungan yang serasi

antara Pusat dan Daerah serta antar Daerah. Keadaan tersebut dapat tercapai,

salah satunya apabila manajemen keuangan (anggaran) dilaksanakan dengan

baik.

Pelaksanaan Otonomi daerah secara tidak langsung akan memaksa

daerah untuk melakukan perubahan penting dan mendasar yang dimaksudkan

untuk memperbaiki berbagai kelemahan dan kekurangan yang ada serta upaya

untuk mengakomodasikan berbagai tuntutan dan aspirasi yang berkembang di

daerah dan masyarakat, baik perubahan struktur maupun perubahan proses

birokrasi dan Kultur Birokrasi. Perubahan kultur meliputi pembaharuan yang

sifatnya kelembagaan (Institutional reform) yaitu perubahan struktur birokrasi

Page 2: Proposal Tesis

2

Pemerintah Daerah yang lebih ramping akan tetapi kaya fungsi ( form follow

functions).

Perubahan proses meliputi perubahan yang menyentuh keseluruhan

aspek dalam siklus pengendalian manajemen di Pemerintah Daerah, yaitu

perumusan strategis, perencanaan strategik, penganggaran, pelaporan kinerja,

penilaian kinerja, dan mekanisme reward and punishment system.

Perubahan kultur birokrasi terkait dengan perubahan budaya kerja dan

perilaku pegawai yang mengarah pada tercapainya profesionalisme birokrasi.

Salah satu perubahan proses dalam pelaksanaan otonomi daerah yang fundamental

dalam hubungan tata pemerintahan dan hubungan keuangan, sekaligus membawa

perubahan penting dalam pengelolaan Anggaran Daerah adalah masalah

penganggaran. Reformasi dalam penganggaran tidak hanya pada aspek

perubahan struktur APBD, namun juga diikuti dengan perubahan proses

penyusunan anggaran.

Proses penyusunan anggaran sektor publik umumnya disesuaikan

dengan peraturan lembaga yang lebih tinggi. Dengan PP 105/2000 (ditindaklanjuti

dengan Kependegari No. 29/2002, serta diundangkan dengan UU No. 17 tahun

2003 tentang Keuangan Negara) telah ditetapkan sistem penyusunan anggaran

daerah yang berbasis kinerja (performance budgeting). Dengan basis kinerja ini,

arah penggunaan dana pemerintah tidak lagi berorientasi pada input, tetapi pada

output. Perubahan ini penting dalam rangka proses pembelajaran untuk

menggunakan sumber daya pemerintah yang makin terbatas, tetapi tetap dapat

memenuhi kebutuhan dana yang makin tinggi. Selain itu, Pemerintah juga dituntut

Page 3: Proposal Tesis

3

untuk mengembangkan standar analisa belanja, tolok ukur kinerja dan standar

biaya

Dalam makalah yang disampaikan oleh Guru Besar Ilmu

Administrasi Publik FISIP UNPAD (Kartiwa, H.A.,2004) disebutkan bahwa

sistem anggaran berbasis kinerja dalam implementasinya telah menghadapi

berbagai kendala diantaranya :

(1) Ketidaksiapan pemerintah, masyarakat dan DPRD untuk menyusun

anggaran berbasis kinerja, misalnya proses perencanaan masih

menitikberatkan pada pembagian jatah anggaran tanpa memperhatikan

Aspirasi masyarakat.

(2) Belum adanya parameter kinerja dalam penyusunan APBD berupa Standar

Pelayanan Minimal (SPM) dan Standar Analisa Belanja (SAB).

(3) Skedul Perencanaan Aggaran yang belum dapat dilaksanakan dengan

efektif.

(4) Adanya keterlambatan pelaksanaan APBD sebagai akibat

keterlambatan dalam perencanaan dan penyusunan APBD membawa

implikasi bahwa pelaksanaan berbagai program dan kegiatan tertunda.

(5) Ketidaksiapan berbagai perangkat untuk mentaati aturan hidup dan

prinsip dalam anggaran berbasis kinerja yang membutuhkan penyiapan

aparatur yang berdedikasi, akuntabel, dan efisien.

(6) Ketidaksiapan ini juga diperlihatkan dalam melengkapi manajemen

keuangan daerahnya dengan berbagai mekanisme keuangan (sistem

keuangan dan akuntansi).

Page 4: Proposal Tesis

4

(7) Pada tahap pengendalian juga masih terdapat berbagai ketidaksiapan,

diantaranya masih kurangnya peran dan fungsi DPRD sebagai pengontrol

langsung dalam pengelolaan anggaran daerah.

(8) Masyarakat juga tidak siap dan tidak mampu memainkan fungsi kontrol

terhadap alokasi keuangan daerah.

Sedangkan Utari, Nuraeni (2009) mengemukakan beberapa kendala

dan hambatan dalam Penyusunan anggaran berbasis kinerja antara lain (1) struktur

SKPD belum memberikan ruang yang cukup bagi penyusunan perencanaan dan

penganggaran secara terintegrasi (2) Tim anggaran belum terlibat secara penuh

pada setiap tahapan perencanaan (3) kurangnya pengetahuan, pemahaman dan

juga motivasi dari para pegawai untuk menerapkan anggaran kinerja secara

optimal (4) keterbatasan anggaran daerah.

Untuk meminimalisir berbagai kendala dan hambatan di atas, maka

perlu diterapkan faktor-faktor pemicu keberhasilan implementasi Anggaran

Berbasis Kinerja (ABK). Tim Deputi IV BPKP (2005) mengungkapkan bahwa

faktor-faktor pemicu keberhasilan implementasi penggunaan anggaran berbasis

kinerja, yaitu :

1. Kepemimpinan dan Komitmen dari seluruh komponen organisasi

2. Fokus penyempurnaan administrasi secara terus-menerus.

3. Sumber daya yang cukup untuk usaha penyempurnaan tersebut (uang,

waktu dan orang)

4. Penghargaan (reward) dan sanksi (punishment) yang jelas.

5. Keinginan yang kuat untuk berhasil.

Page 5: Proposal Tesis

5

Dari survei awal dan hasil pengamatan peneliti dilapangan, diperolah

informasi bahwa proses penyusunan anggaran daerah di Pemerintah Kota Jambi

telah sesuai dengan Prosedur dan undang-undang yang berlaku akan tetapi diduga

kualitasnya masih belum optimal dan belum sepenuhnya berdasarkan

penganggaran berbasis kinerja.

Hal ini tampak pada beberapa sisi diantaranya yaitu :

1. Dalam penganggaran masih didasarkan pada anggaran tahun sebelumnya.

Program dan kegiatan SKPD di Pemerintah Kota Jambi masih sangat

dipengaruhi oleh program dan kegiatan yang telah dikerjakan pada tahun-

tahun yang lalu.

2. Penentuan besarnya anggaran belum sepenuhnya mengacu pada target

kinerja berupa output dan outcome.

3. Pengisian pengukuran indikator kinerja pada RKA dan DPA SKPD belum

menggambarkan kaitan yang erat dengan proses pengelolaan pencapaian

(management for results).

4. Kurangnya sumber daya yang cukup (waktu, uang dan orang) untuk

peningkatan implementasi anggaran berbasis kinerja. Hal ini tampak pada

belum adanya upaya penyediaan sarana dan prasarana peningkatan kualitas

implementasi anggaran berbasis kinerja.

5. Masih banyak ditemukan gejala penggunaan pendekatan traditional budget

atau line item dalam praktek penyusunan anggaran, antara lain adanya

pencatuman indikator kinerja (input, output dan outcome) yang tidak jelas

dan belum sepenuhnya menggunakan standar analisis belanja, standar biaya,

Page 6: Proposal Tesis

6

standar pelayanan minimal, perencanaan kinerja dan target kinerja yang

merupakan indikator utama pendekatan anggaran kinerja.

Kondisi demikian, merupakan salah satu daya tarik bagi peneliti untuk

meneliti lebih jauh mengenai penyusunan anggaran kinerja pada pemerintah

kabupaten/kota, dengan sampel kasus di Pemerintah Kota Jambi dengan

menggunakan faktor gaya kepemimpinan, komitmen dari seluruh komponen

organisasi, penyempurnaan sistem administrasi, kualitas sumber daya manusia

dan motivasi sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi penyusunan Anggaran

Berbasis Kinerja.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Apakah faktor gaya kepemimpinan, komitmen dari seluruh komponen organisasi,

penyempurnaan sistem administrasi, kualitas sumber daya manusia dan motivasi

sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja

secara simultan dan parsial ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah yang telah

diuraikan sebelumnya, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk

mengetahui pengaruh faktor gaya kepemimpinan, komitmen dari seluruh

komponen organisasi, penyempurnaan sistem administrasi, kualitas sumber daya

Page 7: Proposal Tesis

7

manusia dan motivasi terhadap penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja secara

simultan dan parsial.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti, untuk menambah wawasan peneliti khususnya tentang faktor-

faktor yang mempengaruhi penyusunan anggaran berbasis kinerja.

2. Bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah di Pemerintah Kota Jambi, penelitian ini

dapat dijadikan sebagai bahan informasi tambahan, masukan atau sebagai

bahan pertimbangan pejabat pemerintah daerah untuk melakukan

penyempurnaan dan perbaikan penyusunan anggaran berbasis kinerja.

3. Bagi Akademisi, penelitian ini dapat memperkaya hasil penelitian dan referensi

untuk sarana pengembangan bidang penyusunan anggaran berbasis kinerja.

4. Sebagai tambahan informasi dan referensi untuk penelitian selanjutnya tentang

gambaran pengembangan dibidang penyusunan anggaran berbasis kinerja.

1.5 Originalitas Penelitian

Penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai faktor-faktor

yang mempengaruhi penerapan anggaran berbasis kinerja dalam penyusunan

APBD yang terinspirasi dari Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun

2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, serta perubahannya

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 tahun 2008, dimana penyusunan

APBD harus diawali dengan penyusunan anggaran berbasis kinerja. Berdasarkan

keterkaitan antara penyusunan APBD dengan pengganggaran berbasis kinerja,

penulis tertarik melakukan penelitian tentang keterkaitan tersebut di atas dengan

Page 8: Proposal Tesis

8

judul "Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja

(Studi pada Pemerintah Kota Jambi)".

Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian Benar Baik

Sembiring (2009) di Pemerintah Kabupaten Karo dengan judul : Faktor-faktor

yang mempengaruhi Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Berbasis Kinerja (Studi Empiris di Pemerintah Kabupaten Karo) dengan hasil

penelitian bahwa secara simultan terdapat pengaruh yang signifikan dari faktor

komitmen dari seluruh komponen organisasi, penyempurnaan sistem administrasi,

sumber daya yang cukup, penghargaan yang jelas serta sanksi yang tegas terhadap

APBD berbasis kinerja. Sedangkan secara Parsial terdapat pengaruh yang

signifikan dari faktor penyempurnaan sistem administrasi, penghargaan yang

jelas, serta sanksi yang tegas. Namun komitmen dari seluruh organisasi dan

sumber daya yang cukup tidak berpengaruh secara signifikan terhadap APBD

berbasis kinerja.

Pengembangan yang penulis lakukan adalah faktor-faktor gaya

kepemimpinan, komitmen dari seluruh komponen organisasi, penyempurnaan

sistem administrasi, kualitas sumber daya manusia dan motivasi yang

mempengaruhi penyusunan anggaran berbasis kinerja dengan lokasi penelitian di

Pemerintah Kota Jambi. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Benar Baik

Sembiring (2009) terdapat pada penambahan variabel independen yaitu gaya

kepemimpinan dan motivasi sesuai dengan saran yang dikemukakan oleh Benar

Baik Sembiring untuk penelitian berikutnya. Peneliti juga secara khusus meneliti

variabel kualitas sumber daya manusia sebagai bagian dari variabel sumber daya.

Page 9: Proposal Tesis

9

Persamaan penelitian ini dengan penelitian Benar Baik Sembiring

adalah Sumber variabel independen yang diambil dari buku Pedoman Penyusunan

Anggaran Berbasis Kinerja yang diterbitkan oleh Badan Pengawasan Keuangan

dan Pembangunan/BPKP (2005) serta variabel dependen yaitu Anggaran Berbasis

Kinerja.

1.6 Sistematika Penulisan

Penelitian ini dibagi menjadi lima bagian. Bab I adalah pendahuluan,

yang berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan, manfaat

dan originalitas penelitian serta sistematika penulisan.

Bab II adalah kajian pustaka, yang berisi tentang teori-teori dan

penelitian terdahulu yang melandasi penelitian ini berupa pengertian anggaran,

anggaran berbasis kinerja, perencanaan kinerja, target kinerja, Standar Analisa

Belanja, Standar Biaya, review penelitian terdahulu, kerangka/ konsep pemikiran

dan hipotesis dari penelitian ini.

Bab III adalah metode penelitian yang menjelaskan tentang desain

penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, metode pengumpulan data,

jenis dan sumber data, definisi operasional dan pengukuran variabel penelitian

serta metode analisis data untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dari awal

penelitian.

Bab IV adalah hasil dan pembahasan berisikan pokok dari penelitian

yang mencakup deskripsi objek penelitian dan analisis data, serta pembahasan

mengenai pengaruh faktor gaya kepemimpinan, komitmen dari seluruh komponen

Page 10: Proposal Tesis

10

organisasi, penyempurnaan sistem administrasi, kualitas sumber daya manusia

dan motivasi terhadap penyusunan anggaran berbasis kinerja.

Bab V adalah penutup yang memaparkan kesimpulan peneliti yang

diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan. Selain itu, juga disertakan saran

sekaligus implikasi untuk penelitian selanjutnya.

Page 11: Proposal Tesis

11

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Definisi Anggaran

Anggaran merupakan suatu rencana terinci yang dinyatakan secara

formal dalam ukuran kuantitatif untuk menunjukkan bagaimana sumber-sumber

akan diperoleh dan digunakan selama jangka waktu tertentu umumnya satu tahun.

Sedangkan menurut Mulyadi (1993) dalam Puspaningsih (2002) anggaran

merupakan suatu rencana kerja yang dinyatakan secara kuantitatif, yang diukur

dalam satuan moneter standar dan satuan lain yang mencakup jangka waktu satu

tahun.

Menurut Munandar (2001) definisi anggaran dapat dibedakan menjadi

empat unsur yaitu:

1. Rencana. Anggaran merupakan rencana yang telah disusun untuk

memberikan arah bagi perusahaan dimasa yang akan datang.

2. Pedoman kerja. Anggaran berfungsi sebagai pedoman kerja sehingga harus

mencakup seluruh kegiatan perusahaan.

3. Satuan moneter. Anggaran dinyatakan dalam unit moneter yang dapat

diterapkan pada berbagai kegiatan perusahaan yang beraneka ragam.

Satuan moneter berguna untuk menyeragamkan semua kegiatan perusahaan

yang beraneka ragam sehingga mudah untuk diperbandingkan dan dianalisa.

Page 12: Proposal Tesis

12

4. Jangka waktu tertentu. Anggaran disusun untuk jangka waktu tertentu yang

akan datang sehingga memuat taksiran-taksiran tentang segala sesuatu

yang akan terjadi dan akan dilakukan dimasa mendatang.

Anggaran berbeda dengan penganggaran. Mardiasmo (2002)

mengemukakan penganggaran adalah proses atau metode untuk mempersiapkan

suatu anggaran. Penganggaran dalam organisasi sektor publik merupakan tahapan

yang cukup rumit dan mengandung nuansa politik yang tinggi. Dalam organisasi

sektor publik, penganggaran merupakan suatu proses politik. Hal tersebut berbeda

dengan penganggaran pada sektor swasta yang relatif kecil nuansa politiknya.

Pada sektor swasta, anggaran merupakan bagian dari rahasia perusahaan yang

tertutup untuk publik, namun sebaliknya pada sektor publik anggaran justru harus

diinformasikan kepada publik untuk dikritik, didikusikan, dan diberi masukan.

Penganggaran sektor publik terkait dengan proses penentuan jumlah alokasi dana

untuk tiap-tiap program dan aktivitas dalam satuan moneter.

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, anggaran negara/ daerah

meliputi :

1. Rencana keuangan mendatang yang berisi pendapatan dan belanja.

2. Gambaran strategi pemerintah dalam pengalokasian sumber daya untuk

pembangunan.

3. Alat pengendalian.

4. Instrumen Politik, dan

5. Disusun dalam periode tertentu.

Page 13: Proposal Tesis

13

Suatu sistem penganggaran memiliki banyak fungsi dan fungsi-

fungsi tersebut bisa saja saling terkait. Sangat sulit menemukan suatu sistem

penganggaran yang dapat memenuhi seluruh fungsinya dengan baik dan dapat

memuaskan seluruh pihak yang berkepentingan. Dalam pasal 3 (4) Undang –

Undang RI No. 17 tahun 2003 disebutkan bahwa anggaran (APBN dan APBD)

mempunyai fungsi : otorisasi, perencanaan, pengawasan alokasi , distribusi dan

stabilisasi, dengan artian sebagai berikut:

a. Fungsi otorisasi berarti anggaran negara menjadi dasar untuk melaksanakan

pendapatan belanja pada tahun yang bersangkutan.

b. Fungsi perencanaan berarti anggaran negara menjadi pedoman bagi

manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.

c. Fungsi pengawasan mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi

pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah

negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

d. Fungsi alokasi mengandung arti bahwa anggaran negara harus diarahkan

untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta

meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian.

e. Fungsi distribusi berarti bahwa kebijakan anggaran Negara harus

mempertimbangkan rasa keadilan dan kepatutan.

f. Fungsi stabilisasi berarti bahwa anggaran Negara menjadi alat untuk

memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.

Selanjutnya dalam penjelasan undang-undang tersebut disebutkan bahwa

anggaran negara adalah alat akuntabilitas, manajemen dan kebijakan

ekonomi.

Page 14: Proposal Tesis

14

Terdapat beberapa fungsi yang mengaitkan anggaran dengan manajer

(pemimpin) dan para staf yang terkait di dalamnya. Fungsi-fungsi tersebut antara

lain adalah (Mardiasmo, 2002):

1. Anggaran sebagai alat perencanaan.

Perencanaan adalah proses penentuan tujuan yang telah ditetapkan. Melalui

perencanaan, seorang manajer atau pimpinan mengidentifikasikan hasil

kerja yang diinginkan dan mengidentifikasi tindakan untuk mencapainya.

Dalam kaitannya dengan fungsi perencanaan, anggaran merupakan

tujuan/target yang ditetapkan untuk dicapai dalam periode tertentu. Dalam

rangka pencapaian rencana jangka pendek (sebagai bagian dari perencanaan

jangka panjang), maka manajemen perlu menyusun anggaran sebagai

pedoman pelaksanaan kegiatan.

2. Anggaran sebagai alat pengendalian.

Anggaran sebagai instrumen pengendalian digunakan untuk menghindari

adanya overspending, underspending dan salah sasaran (misappropriation)

dalam pengalokasian anggaran pada bidang lain yang bukan merupakan

prioritas. Proses pengendalian dapat diidentifikasikan menjadi 3 tipe yakni:

preliminary control, concurrent control, dan feedback control.

3. Anggaran sebagai Alat Koordinasi dan Komunikasi.

Setiap unit kerja pemerintahan terkait dalam proses penyusunan anggaran.

Anggaran publik yang disusun dengan baik akan mampu mendeteksi

terjadinya inkonsistensi suatu unit kerja dalam pencapaian tujuan organisasi.

Disamping itu, anggaran publik juga berfungsi sebagai alat komunikasi

Page 15: Proposal Tesis

15

antarunit kerja dalam lingkungan eksekutif. Anggaran harus

dikomunikasikan ke seluruh bagian organisasi untuk dilaksanakan.

4. Anggaran sebagai alat penilaian kinerja.

Dalam hal ini, kinerja budget holder akan dinilai berdasarkan pencapaian

target anggaran dan efisiensi pelaksanaan anggaran. Kinerja manajer publik

dinilai berdasarkan berapa yang berhasil ia capai dikaitkan dengan anggaran

yang telah ditetapkan. Anggaran merupakan alat yang efektif untuk

pengendalian dan penilaian kinerja.

5. Anggaran sebagai Alat Motivasi.

Anggaran dapat digunakan sebagai alat umtuk memotivasi manajer dan

stafnya agar bekerja secara ekonomis, efektif, dan efisien dalam mencapai

target dan tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Agar dapat memotivasi

pegawai, anggaran hendaknya bersifat challenging but attainable atau

demanding but achievable. Maksudnya adalah target anggaran hendaknya

jangan terlalu tinggi sehingga tidak dapat dipenuhi, namun juga jangan

terlalu rendah sehingga terlalu mudah untuk dicapai.

Rinusu dan Sri Mastuti (2003), mengemukakan anggaran daerah

paling tidak memiliki 3 fungsi, yaitu:

1. Sebagai pedoman bagi pemerintah daerah dalam mengelola daerah,

terutama keuangan daerah untuk satu periode di masa yang akan datang.

2. Sebagai instrumen pengawasan pelaksanaan pemerintahan dan

pembagunan daerah.

3. Sebagai instrumen untuk menilai kinerja pemerintah.

Page 16: Proposal Tesis

16

2.1.2 Anggaran Berbasis Kinerja

Sistem penganggaran adalah tatanan logis, sistematis dan baku

yang terdiri dari tata kerja, pedoman kerja dan prosedur kerja penyusunan

anggaran yang saling berkaitan. Sebagai sebuah sistem, perencanaan anggaran

negara telah mengalami banyak perkembangan. Sistem perencanaan anggaran

negara berkembang dan berubah sesuai dengan dinamika perkembangan

menejemen sektor publik dan perkembangan tuntutan yang muncul di masyarakat.

Secara garis besar proses perencanaan dan penyusunan anggaran

negara dapat dikelompokkan menjadi dua pendekatan utama yang memiliki

perbedaan mendasar yaitu :

a. Anggaran tradisional atau anggaran konvensional

Traditional budget didominasi oleh penyusunan anggaran yang

bersifat line-item dan incrementalism, yaitu proses penyusunan anggaran yang

hanya mendasarkan pada besarnya realisasi anggaran tahun sebelumnya,

konsekuensinya tidak ada perubahan mendasar terhadap anggaran baru. Hal ini

seringkali bertentangan dengan kebutuhan riil dan kepentingan masyarakat.

Adapun karakterisitik Anggaran Tradisional adalah:

a. Sentralistis

b. Berorientasi pada input

c. Tidak terkait dengan perencanaan jangka panjang

d. Line-item dan incrementalism.

e. Batasan departemen yang kaku (rigid department)

f. Menggunakan aturan klasik.

Page 17: Proposal Tesis

17

g. Vote accounting,

h. Prinsip anggaran bruto

i. Bersifat tahunan

b. Anggaran dengan pendekatan New Public Management (NPM)/ Anggaran

Berbasis Kinerja

Anggaran berbasis kinerja pada dasarnya merupakan sistem

penyusunan dan pengelolaan anggaran daerah yang berorientasi pada pencapaian

hasil atau kinerja. Adapun kinerja tersebut harus mencerminkan efisiensi dan

efektivitas pelayanan publik, yang berarti harus berorientasi pada kepentingan

publik.

Reformasi sektor publik salah satunya ditandai oleh munculnya era

New Public Management (NPM) yang telah mendorong usaha untuk

mengembangkan pendekatan yang lebih sistematis dalam perencanaan anggaran

sektor publik. Seiring dengan perkembangan tersebut, muncul beberapa teknik

penganggaran sektor publik, misalnya adalah teknik anggaran kinerja

(Performance Budgeting), Zero Based Budgeting (ZBB), dan Planning,

Programming, and Budgeting System (PPBS).

Program pada anggaran berbasis kinerja didefinisikan sebagai

instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang akan dilaksanakan

oleh instansi pemerintah atau lembaga untuk mencapai sasaran dan tujuan, serta

memperoleh alokasi anggaran atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan

oleh instansi pemerintah. Aktivitas tersebut disusun sebagai cara untuk

mencapai kinerja tahunan. Dengan kata lain, integrasi dari rencana kerja tahunan

Page 18: Proposal Tesis

18

yang merupakan rencana operasional dari rencana strategis dan anggaran tahunan

merupakan komponen dari anggaran berbasis kinerja.

Elemen-elemen yang penting untuk diperhatikan dalam penganggaran

berbasis kinerja adalah :

a. Tujuan yang disepakati dan ukuran pencapaiannya.

b. Pengumpulan informasi yang sistimatis atas realisasi pencapaian kinerja

dapat diandalkan dan konsisten, sehingga dapat diperbandingkan antara

biaya dengan prestasinya.

c. Penyediaan informasi secara terus menerus sehingga dapat digunakan

dalam manajemen perencanaan, pemprograman, penganggaran dan evaluasi.

Pendekatan baru dalam sistem anggaran publik tersebut

cenderung memiliki karakteristik umum sebagai berikut :

a. Komprehensif atau komparatif

b. Terintegrasi dan lintas departemen

c. Proses pengambilan keputusan yang rasional

d. Berjangka panjang

e. Spesifikasi tujuan dan perangkingan prioritas

f. Analisis total cost dan benefit (termasuk opportunity cost)

g. Berorientasi input, output, dan outcome (value for money), bukan sekedar

input.

h. Adanya pengawasan kinerja.

Page 19: Proposal Tesis

19

Terdapat beberapa karakteristik penyusunan anggaran yang

didasarkan pada kinerja. Mardiasmo (2002) menjelaskan beberapa karakteristik

kunci dalam PBK diantaranya:

1. Pengeluaran anggaran didasarkan pada outcome yang ingin dicapai, dimana

outcome merupakan dampak suatu program atau kegiatan terhadap

masyarakat.

2. Adanya hubungan antara masukan (input) dengan keluaran (output) dan

outcome yang diinginkan.

3. Adanya peranan indikator efisiensi dalam proses penyusunan anggaran.

Pengertian efisiensi berhubungan erat dengan konsep produktivitas.

Pengukuran efisiensi dilakukan dengan menggunakan perbandingan antara

output yang dihasilkan terhadap input yang digunakan (cost of output).

Proses kegiatan operasional dikatakan efisien apabila suatu produk atau

hasil kerja tertentu dapat dicapai dengan penggunaan sumber daya dan dana

yang serendah-rendahnya (spending well). Dalam konsep anggaran berbasis

kinerja, pemerintah harus bertindak berdasarkan fokus pada biaya (cost

minded) dan harus efisien.

4. Adanya penyusunan target kinerja dalam anggaran.

Tujuan ditetapkannya target kinerja dalam anggaran adalah untuk

memudahkan pengukuran kinerja atas output yang dicapai. Pengukuran

kinerja sektor publik dilakukan untuk memenuhi tiga maksud. Pertama,

pengukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk dapat membantu

memperbaiki kinerja pemerintah, dimana ukuran kinerja dimaksudkan untuk

membantu pemerintah berfokus pada tujuan dan sasaran program unit kerja.

Page 20: Proposal Tesis

20

Hal ini pada akhirnya akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi

sektor publik dalam pemberian pelayanan publik. Kedua, ukuran kinerja

digunakan untuk pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan.

Ketiga, ukuran kinerja dimaksudkan untuk mewujudkan

pertanggungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi kelembagaan.

Ketentuan penyusunan anggaran juga dapat dijadikan dasar dalam

penyusunan anggaran di sektor publik yaitu pada pemerintah daerah. Anggaran

yang disusun pada pemerintah daerah adalah anggaran pendapatan dan

belanja daerah merupakan rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang

dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan

ditetapkan dengan peraturan daerah. Dalam proses penyusunan anggaran APBD

agar memperhatikan prinsip- pinsip penyusunan anggaran adalah sebagai berikut :

a. Partisipasi Masyarakat

Proses penyusunan dan penetapan APBD sedapat mungkin melibatkan

partisipasi masyarakat, sehingga masyarakat mengetahui akan hak dan

kewajibannya dalam pelaksanaan APBD.

b. Transparasi dan Akuntabilitas Anggaran

APBD yang disusun harus dapat menyajikan informasi secara terbuka dan

mudah diakses oleh masyarakat meliputi tujuan, sasaran, sumber pendanaan

pada setiap jenis belanja serta korelasi antara besaran anggaran dengan

manfaat dan hasil yang ingin dicapai dari suatu kegiatan yang dianggarkan.

Oleh karena itu, setiap pengguna anggaran harus bertanggung jawab

Page 21: Proposal Tesis

21

terhadap pengguna sumber daya yang dikelola untuk mencapai hasil yang

ditetapkan.

c. Disiplin Anggaran

Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian

tersediannya penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan

melaksanakan kegiatan yang belum tersedia atau tidak mencukupi kredit

anggarannya dalam APBD/Perubahan APBD.

d. Keadilan Anggaran

Dalam mengalokasikan belanja daerah, harus mempertimbangkan keadilan

dan pemerataan agar dapat dinikmati oleh seluruh lapisan

masyarakat tanpa diskriminasi pemberian pelayanan.

e. Efisiensi dan Efektifitas Anggaran

Dana yang tersedia harus dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk

meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat.Oleh karena itu,

untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas anggaran, dalam perencanaan

anggaran perlu memperhatikan; tujuan, sasaran, hasil dan manfaat, serta

indikator kinerja yang ingin dicapai, penetapan prioritas kegiatan dan

penghitungan beban kerja, serta penetapan harga satuan yang rasional.

f. Taat azas

APBD tidak bertentangan dengan kepentingan umum, lebih diarahkan agar

mencerminkan keberpihakan kepada kebutuhan dan kepentingan publik.

Page 22: Proposal Tesis

22

Selain prinsip-prinsip secara umum seperti yang telah diuraikan di

atas, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 mengamanatkan perubahan-

perubahan kunci tentang penganggaran sebagai berikut :

a. Penerapan pendekatan penganggaran dengan perspektif jangka menengah

Pendekatan dengan perspektif jangka menengah memberikan

kerangka yang menyeluruh, meningkatkan keterkaitan antara proses

perencanaan dan penganggaran, mengembangkan disiplin fiskal,

mengarahkan alokasi sumber daya agar lebih rasional dan strategis, dan

meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah dengan

pemberian pelayanan yang optimal dan lebih efisien.

Dengan melakukan proyeksi jangka menengah, dapat dikurangi

ketidakpastian di masa yang akan datang dalam penyediaan dana untuk

membiayai pelaksanaan berbagai inisiatif kebijakan baru, dalam

penganggaran tahunan. Pada saat yang sama, harus pula dihitung

implikasi kebijakan baru tersebut dalam konteks keberlanjutan fiskal dalam

jangka menengah.

Cara ini juga memberikan peluang untuk melakukan analisis apakah

pemerintah perlu melakukan perubahan terhadap kebijakan yang ada,

termasuk menghentikan program-program yang tidak efektif, agar

kebijakan-kebijakan baru dapat diakomodasikan.

b. Penerapan penganggaran secara terpadu

Dengan pendekatan ini, semua kegiatan instansi pemerintah disusun secara

terpadu, termasuk mengintegrasikan anggaran belanja rutin dan anggaran

belanja pembangunan. Hal tersebut merupakan tahapan yang diperlukan

Page 23: Proposal Tesis

23

sebagai bagian upaya jangka panjang untuk membawa penganggaran

menjadi lebih transparan, dan memudahkan penyusunan dan pelaksanaan

anggaran yang berorientasi kinerja.

Dalam kaitan dengan menghitung biaya input dan menaksir kinerja

program, sangat penting untuk mempertimbangkan biaya secara

keseluruhan, baik yang bersifat investasi maupun biaya yang bersifat

operasional.

c. Penerapan penganggaran berdasarkan kinerja

Pendekatan ini memperjelas tujuan dan indikator kinerja sebagai bagian dari

pengembangan sistem penganggaran berdasarkan kinerja. Hal ini akan

mendukung perbaikan efisiensi dan efektivitas dalam pemanfaatan

sumber daya dan memperkuat proses pengambilan keputusan tentang

kebijakan dalam kerangka jangka menengah. Rencana Kerja dan Anggaran

(RKA) yang disusun berdasarkan prestasi kerja dimaksudkan untuk

memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dengan menggunakan sumber

daya yang terbatas.

Tim Deputi IV BPKP (2005) menayatakan bahwa kondisi yang harus

disiapkan sebagai faktor pemicu keberhasilan implementasi penggunaan anggaran

berbasis kinerja adalah :

a. Kepemimpinan dan komitmen dari seluruh komponen organisasi.

b. Fokus penyempurnaan administrasi secara terus menerus.

c. Sumber daya yang cukup untuk usaha penyempurnaan tersebut (uang,waktu

dan orang).

Page 24: Proposal Tesis

24

d. Penghargaan (reward) dan sanksi (punishment) yang jelas

e. Keinginan yang kuat untuk berhasil.

2.1.3 Konsep Gaya Kepemimpinan

Menurut William H.Newman (1968) dalam Miftah Thoha (2003)

kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain atau seni

mempengaruhi perilaku manusia baik perorangan maupun kelompok. Dan satu hal

yang perlu diingat bahwa kepemimpinan tidak harus dibatasi oleh aturan-aturan

atau tata karma birokrasi. Kepemimpinan bisa terjadi dimana saja, asalkan

seseorang menunjukkan kemampuannya mempengaruhi perilaku orang lain

kearah tercapainya suatu tujuan tertentu. Gaya kepemimpinan, mengandung

pengertian sebagai suatu perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin, yang

menyangkut kemampuannya dalam memimpin. Perwujudan tersebut biasanya

membentuk suatu pola atau bentuk tertentu. Pola tindakan pemimpin terhadap

bawahan tersebut dikenal sebagai gaya kepemimpinan.

Hersey dan Blanchard (1992) berpendapat bahwa gaya kepemimpinan

pada dasarnya merupakan perwujudan dari tiga komponen, yaitu pemimpin itu

sendiri, bawahan, serta situasi di mana proses kepemimpinan tersebut diwujudkan.

Menurut Hersey dan Blanchard, pimpinan adalah seseorang yang dapat

mempengaruhi orang lain atau kelompok untuk melakukan unjuk kerja

maksimum yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan organisasi. Organisasi akan

berjalan dengan baik jika pimpinan mempunyai kecakapan dalam bidangnya, dan

setiap pimpinan mempunyai keterampilan yang berbeda, seperti keterampilan

teknis, manusiawi dan konseptual. Sedangkan bawahan adalah seorang atau

Page 25: Proposal Tesis

25

sekelompok orang yang merupakan anggota dari suatu perkumpulan atau pengikut

yang setiap saat siap melaksanakan perintah atau tugas yang telah disepakati

bersama guna mencapai tujuan. Dalam suatu organisasi, bawahan mempunyai

peranan yang sangat strategis, karena sukses tidaknya seseorang pimpinan

bergantung kepada para pengikutnya ini. Oleh sebab itu, seorang pemimpinan

dituntut untuk memilih bawahan dengan secermat mungkin.

Adapun situasi menurut Hersey dan Blanchard adalah suatu keadaan

yang kondusif, dimana seorang pimpinan berusaha pada saat-saat tertentu

mempengaruhi perilaku orang lain agar dapat mengikuti kehendaknya dalam

rangka mencapai tujuan bersama. Dalam satu situasi misalnya, tindakan pimpinan

pada beberapa tahun yang lalu tentunya tidak sama dengan yang dilakukan pada

saat sekarang, karena memang situasinya telah berlainan. Dengan demikian,

ketiga unsur yang mempengaruhi gaya kepemimpinan tersebut, yaitu pimpinan,

bawahan dan situasi merupakan unsur yang saling terkait satu dengan lainnya, dan

akan menentukan tingkat keberhasilan kepemimpinan.

Ada beberapa jenis gaya kepemimpinan yang di tawarkan oleh para

pakar leardership, mulai dari yang klasik sampai kepada yang modern yaitu gaya

kepemimpinan situasional model Hersey dan Blancard. Teori klasik gaya

kepemimpinan mengemukakan, pada dasarnya di dalam setiap gaya

kepemimpinan terdapat dua unsur utama, yaitu unsur pengarahan (directive

behavior) dan unsur bantuan (supporting behavior). Dari dua unsur tersebut gaya

kepemimpinan dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) kelompok, yaitu otokrasi

(directing), pembinaan (coaching), demokrasi (supporting), dan kendali bebas

(delegating).

Page 26: Proposal Tesis

26

1. Mengarahkan (directing)

Gaya kepemimpinan yang mengarahkan, merupakan respon kepemimpinan

yang perlu dilakukan oleh manajer pada kondisi karyawan lemah dalam

kemampuan, minat dan komitmennya. Sementara itu, organisasi

menghendaki penyelesaian tugas-tugas yang tinggi. Dalam situasi seperti ini

Hersey and Blancard menyarankan agar manajer memainkan peran directive

yang tinggi, memberi saran bagaimana menyelesaikan tugas-tugas itu,

dengan terus intens berhubungan sosial dan komunikasi dengan

bawahannya.

Pertama pemimpin harus mencari tahu mengapa orang tersebut tidak

termotivasi, kemudian mencari tahu dimana keterbatasannya. Dengan

demikian pemimpin harus memberi arahan dalam penyelesaian tugas

dengan terus menumbuhkan motivasi dan optimismenya.

2. Melatih (coaching)

Pada kondisi karyawan menghadapi kesulitan menyelesaikan tugas-tugas,

takut untuk mencoba melakukannya, manajer juga harus memproporsikan

struktur tugas sesuai kemampuan dan tanggung jawab karyawan.

Oleh karena itu, pemimpin hendaknya menghabiskan waktu mendengarkan

dan menasihati, dan membantu karyawan untuk memperoleh keterampilan

yang diperlukan melalui metode pembinaan.

3. Partisipasi (participation)

Gaya kepemimpinan partisipasi, adalah respon manajer yang harus

diperankan ketika karyawan memiliki tingkat kemampuan yang cukup,

tetapi tidak memiliki kemauan untuk melakukan tanggung jawab. Hal ini

Page 27: Proposal Tesis

27

bisa dikarenakan rendahnya etos kerja atau ketidakyakinan mereka untuk

melakukan tugas/tangung jawab. Dalam kasus ini pemimpin perlu membuka

komunikasi dua arah dan secara aktif mendegarkan dan mengapresiasi

usaha-usaha yang dilakukan para karyawan, sehingga bawahan merasa

dirinya penting dan senang menyelesaikan tugas.

4. Mendelegasikan (delegating)

Selanjutnya, untuk tingkat karyawan dengan kemampuan dan kemauan yang

tinggi, maka gaya kepemimpinan yang sesuai adalah gaya “delegasi”.

Dengan gaya delegasi ini pimpinan sedikit memberi pengarahan maupun

dukungan, karena dianggap sudah mampu dan mau melaksanakan

tugas/tanggung jawabnya. Mereka diperkenankan untuk melaksanakan

sendiri dan memutuskannya tentang bagaimana, kapan dan dimana

pekerjaan mereka harus dilaksanakan. Pada gaya delegasi ini tidak terlalu

diperlukan komunikasi dua arah, cukup memberikan untuk terus

berkembang saja dengan terus diawasi.

Henry Mintzberg (Luthans, 1995 dalam Alimuddin, 2002),

berdasarkan studi observasi yang ia lakukan secara langsung, membagi tiga

jenis fungsi pemimpin atau manajer :

1. Fungsi Interpersonal (The Interpersonal Roles)

Fungsi ini dapat ditingkatkan melalui jabatan formal yang dimiliki

oleh seorang pemimpin dan antara pemimpin dengan orang lain.

Fungsi interpersonal terbagi menjadi 3, yaitu :

Page 28: Proposal Tesis

28

a. Sebagai Simbol Organisasi (Figurehead). Kegiatan yang dilakukan

dalam menjalankan fungsi sebagai simbol organisasi umumnya bersifat

resmi, seperti menjamu makan siang pelanggan.

b. Sebagai Pemimpin (Leader). Seorang pemimpin menjalankan fungsinya

dengan menggunakan pengaruhnya untuk memotivasi dan mendorong

karyawannya untuk mencapai tujuan organisasi.

c. Sebagai Penghubung (Liaison). Seorang pemimpin juga berfungsi

sebagai penghubung dengan orang diluar lingkungannya, disamping ia

juga harus dapat berfungsi sebagai penghubung antara manajer dalam

berbagai level dengan bawahannya.

2. Fungsi Informasional (The Informational Roles)

Seringkali pemimpin harus menghabiskan banyak waktu dalam

urusan menerima dan menyebarkan informasi. Ada tiga fungsi pemimpin

disini.

a. Sebagai Pengawas (Monitor). Untuk mendapatkan informasi yang valid,

pemimpin harus melakukan pengamatan dan pemeriksaan secara

kontinyu terhadap lingkungannya, yakni terhadap bawahan, atasan,

dan selalu menjalin hubungan dengan pihak luar.

b. Sebagai Penyebar (Disseminator). Pemimpin juga harus mampu

menyebarkan informasi kepada pihak-pihak yang memerlukannya.

c. Sebagai Juru Bicara (Spokesperson). Sebagai juru bicara, pemimpin

berfungsi untuk menyediakan informasi bagi pihak luar.

3. Fungsi Pembuat Keputusan (The Decisional Roles)

Page 29: Proposal Tesis

29

Ada empat fungsi pemimpin yang berkaitan dengan keputusan.

a. Sebagai Pengusaha (Entrepreneurial). Pemimpin harus mampu

memprakarsai pengembangan proyek dan menyusun sumber daya yang

diperlukan. Oleh karena itu pemimpin harus memiliki sikap proaktif.

b. Sebagai Penghalau Gangguan (Disturbance Handler). Pemimpin sebagai

penghalau gangguan harus bersikap reaktif terhadap masalah dan tekanan

situasi.

c. Sebagai Pembagi Sumber Dana (Resource Allocator). Disini pemimpin

harus dapat memutuskan kemana saja sumber dana akan didistribusikan

ke bagian-bagian dari organisasinya. Sumber dana ini mencakup uang,

waktu, perbekalan, tenaga kerja dan reputasi.

d. Sebagai Pelaku Negosiasi (Negotiator). Seorang pemimpin harus mampu

melakukan negosiasi pada setiap tingkatan, baik dengan bawahan, atasan

maupun pihak luar.

Dalam teori jalur tujuan (Path Goal Theory) yang dikembangkan

oleh Robert House (1971, dalam Kreitner dan Kinicki, 2005) menyatakan bahwa

pemimpin mendorong kinerja yang lebih tinggi dengan cara

memberikan kegiatan-kegiatan yang mempengaruhi bawahannya agar percaya

bahwa hasil yang berharga bisa dicapai dengan usaha yang serius.

Kepemimpinan yang berlaku secara universal menghasilkan tingkat kinerja

dan kepuasan bawahan yang tinggi. Dalam situasi yang berbeda mensyaratkan

gaya kepemimpinan yaitu karakteristik personal dan kekuatan lingkungan. Teori

ini juga menggambarkan bagaimana persepsi harapan dipengaruhi oleh hubungan

Page 30: Proposal Tesis

30

kontijensi diantara empat gaya kepemimpinan dan berbagai sikap dan

perilaku karyawan. Perilaku pemimpin memberikan motivasi sampai tingkat

(1) mengurangi halangan jalan yang mengganggu pencapaian tujuan, (2)

memberikan panduan dan dukungan yang dibutuhkan oleh para karyawan,

dan (3) mengaitkan penghargaan yang berarti terhadap pencapaian tujuan.

Selain itu House percaya bahwa pemimpin dapat menunjukkan lebih

dari satu gaya kepemimpinan, dan mengidentifikasikan lima gaya kepemimpinan,

yaitu :

a. Gaya Direktif

Dimana pemimpin memberitahukan kepada bawahan apa yang

diharapkan dari mereka, memberitahukan jadwal kerja yang harus diselesaikan

dan standar kerja, serta memberikan bimbingan secara spesifik tentang cara-cara

menyelesaikan tugas tersebut, termasuk didalamnya aspek perencanaan,

organisasi, koordinasi dan pengawasan.

b. Gaya Supportif

Gaya kepemimpinan yang menunjukkan keramahan seorang

pemimpin, mudah ditemui daan menunjukkan sikap memperhatikan bawahannya.

Jika manajer ingin meningkatkan kesatuan dan kekompakan kelompok digunakan

gaya kepemimpinan supportif.

c. Gaya Partisipatif

Gaya kepemimpinan dimana mengharapkan saran-saran dan ide

mereka sebelum mengambil suatu keputusan.

d. Gaya Orientasi Prestasi

Page 31: Proposal Tesis

31

Gaya kepemimpinan dimana pemimpin menetapkan tujuan yang

menantang dan mengharapkan bawahan untuk berprestasi semaksimal mungkin

serta terus menerus mencari pengembangan prestasi dalam pencapaian tujuan

tersebut. Tingkah laku individu didorong oleh need for achievement atau

kebutuhan untuk berprestasi. Kepemimpinan yang berorientasi kepada prestasi

(achievement) dihipotesakan akan meningkatkan usaha dan kepuasan bila

pekerjaan tersebut tidak tersetruktur (misalnya kompleks dan tidak diulang-ulang)

dengan meningkatkan rasa percaya diri dan harapan akan menyelesaikan sebuah

tugas dan tujuan yang menantang.

e. Gaya Pengasuh

Dalam kepemimpinan gaya pengasuh, sikap yang mungkin tepat

adalah campur tangan minim dari pimpinan. Dimana pemimpin hanya memantau

kinerja tetapi tidak mengawasi pegawai secara aktif. Tidak dibutuhkan banyak

interaksi antara pimpinan dengan pegawai sepanjang kinerja pegawai tidak

menurun. Pimpinan merasa lebih tepat untuk tidak campur tangan dengan

tugas-tugas pegawai.

2.1.4 Komitmen Organisasi

Komitmen organisasi adalah dorongan dari dalam individu untuk

berbuat sesuatu agar dapat menunjang keberhasilan organisasi sesuai dengan

tujuan dan lebih mengutamakan kepentingan organisasi dibandingkan dengan

kepentingan sendiri. Dorongan yang ada pada setiap individu dapat

mempengaruhi keberhasilan suatu organisasi dalam berpartisipasi dalam

penyusunan anggaran dan dapat meningkatkan kinerja manajerial.

Page 32: Proposal Tesis

32

Menurut Allen dan Meyer (1990:78) ada tiga komponen didalam

komitmen organisasi yaitu :

1. Affective commitment yaitu suatu kondisi yang menunjukkan keinginan

karyawan untuk melibatkan diri dan mengidentifikasi diri dengan

organisasi karena adanya kesesuaian nilai-nilai dalam organisasi atau

seberapa jauh tingkat emosi keterlibatan langsung dalam organisasi.

2. Normative commitment yaitu komitmen yang muncul karena karyawan

berkewajiban untuk tinggal dalam organisasi seperti kesetiaan, kebanggaan,

kesenangan, kebahagiaan, dan lain- lain

3. Continuance commitment yaitu komitmen yang timbul karena adanya

kekhawatiran terhadap kehilangan manfaat yang biasa diperoleh dari

organisasi atau tetap tinggal karena merasa memerlukannya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen terhadap organisasi

antara lain karakteristik individu, karakteristik pekerjaan, dan pengalaman kerja.

Komitmen organisasi itu sendiri mempunyai tiga komponen yaitu keyakinan yang

kuat dari seseorang dan penerimaan tujuan organisasi, kemauan seseorang

untuk berusaha keras bergantung pada organisasi, dan keinginan seseorang yang

terbatas untuk mempertahankan keanggotaan. Semakin kuat komitmen, semakin

kuat kecenderungan seseorang untuk diarahkan pada tindakan sesuai dengan

standar. Komitmen dianggap penting bagi organisasi karena: (1) Pengaruhnya

pada turnover, (2) Hubungannya dengan kinerja yang mengasumsikan bahwa

individu yang memiliki komitmen cenderung mengembangkan upaya yang lebih

besar pada pekerjaan (Morrison, 1997).

Page 33: Proposal Tesis

33

2.1.5 Penyempurnaan Sistem Administrasi

Penyempurnaan sistem administrasi merupakan penyiapan instrumen

pengukuran anggaran berbasis kinerja secara terus menerus, berupa target kinerja,

pengukukuran kinerja, analisis standar belanja, standar pelayanan minimal dan

standar biaya yang merupakan alat pengukuran implementasi anggaran berbasis

kinerja.

1. Perencanaan Kinerja

Perencanaan Kinerja adalah aktivitas analisis dan pengambilan

keputusan ke depan untuk menetapkan tingkat kinerja yang diinginkan di masa

mendatang. Pada prinsipnya perencanaan kinerja merupakan penetapan tingkat

capaian kinerja yang dinyatakan dengan ukuran kinerja atau indikator kinerja

dalam rangka mencapai sasaran atau target yang telah ditetapkan. Perencanaan

merupakan komponen kunci untuk lebih mengefektifkan tujuan pemerintah.

Sedangkan perencanaan kinerja membantu pemerintah untuk mencapai tujuan

yang sudah didefenisikan dalam rencana stratejik (Renstra), Rencana Kinerja

(Renja), termasuk didalamnya pembuatan target kinerja dengan menggunakan

ukuran-ukuran kinerja.

Tingkat pelayanan yang diinginkan pada dasarnya merupakan

indikator kinerja yang diharapkan dapat dicapai oleh Pemerintah Daerah dalam

melaksanakan kewenangannya. Selanjutnya untuk penilaian kinerja dapat

digunakan ukuran penilaian didasarkan pada indikator sebagai berikut :

1. Masukan (input), yaitu segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan

kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran. Indikator ini

merupakan tolok ukur kinerja berdasarkan tingkat atau besaran sumber-

Page 34: Proposal Tesis

34

sumber: dana, sumber daya manusia, material, waktu, teknologi, dan

sebagainya yang digunakan untuk melaksanakan program dan atau

kegiatan.

2. Keluaran (output) adalah tolok ukur kinerja berdasarkan produk

(barang atau jasa) yang dihasilkan dari program atau kegiatan sesuai

dengan masukan yang digunakan. Indikator keluaran adalah sesuatu yang

diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang dapat berupa fisik

dan/ atau non fisik.

3. Hasil (outcome) adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya

keluaran kegiatan pada jangka menengah (efek langsung). Indikator ini

merupakan tolok ukur kinerja berdasarkan tingkat keberhasilan yang dapat

dicapai berdasarkan keluaran program atau kegiatan yang sudah

dilaksanakan.

4. Manfaat (benefit) adalah tolok ukur kinerja berdasarkan tingkat

kemanfaatan yang dapat dirasakan sebagai nilai tambah bagi masyarakat

dan Pemerintah Daerah dari hasil.

5. Dampak (impact) adalah tolok ukur kinerja berdasarkan dampak terhadap

kondisi makro yang ingin dicapai dari manfaat.

2. Target Kinerja

Target kinerja adalah tingkat kinerja yang diharapkan dicapai terhadap

suatu indikator kinerja dalam satu tahun anggaran tertentu dan jumlah

pendanaan yang telah ditetapkan. Target kinerja harus mempertimbangkan

sumber daya yang ada dan juga kendala-kendala yang mungkin timbul dalam

Page 35: Proposal Tesis

35

pelaksanaannya. Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi dalam menentukan

target kinerja yang baik, seperti dapat dicapai, ekonomis, dapat

diterapkan, konsisten, menyeluruh, dapat dimengerti, dapat diukur, stabil,

dapat diadaptasi, legitimasi, seimbang, dan fokus kepada pelanggan.

Penetapan target kinerja harus memenuhi kriteria-kriteria sebagai

berikut (BPKP,2005):

a. Spesifik berarti unik, menggambarkan objek atau subjek tertentu, tidak

berdwimakna atau diinterpretasikan lain. Indikator untuk tiap-tiap unit

organisasi berbeda-beda tergantung pada tipe pelayanan yang dihasilkan.

Agar betul-betul menggambarkan program yang akan dilaksanakan,

penetapan target kinerja perlu mempertimbangkan komponen berikut:

1. Biaya pelayanan (cost of service) yang biasanya diukur dalam bentuk

biaya unit.

2 Penggunaan (utilization) dimana indikator untuk komponen ini pada

dasarnya mempertimbangkan antara jumlah pelayanan yang ditawarkan

dengan permintaan publik.

3. Kualitas dan standar pelayanan (quality and standards), merupakan

komponen yang paling sulit diukur, karena menyangkut pertimbangan

yang sifatnya subjektif.

4. Cakupan pelayanan (coverage) perlu dipertimbangkan apabila terdapat

kebijakan atau peraturan perundangan yang mensyaratkan untuk

memberikan pelayanan dengan tingkat pelayanan minimal yang telah

ditetapkan.

Page 36: Proposal Tesis

36

5. Kepuasan (satisfication) biasanya diukur melalui metode jajak pendapat

secara langsung. Pembuatan indikator kinerja tersebut memerlukan kerja

sama antarunit kerja.

b. Dapat diukur.

Secara objektif dapat diukur baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif.

c. Relevan.

Target kinerja sebagai alat ukur harus terkait dengan apa yang diukur dan

menggambarkan keadaan subjek yang diukur, bermanfaat bagi pengambilan

keputusan.

d. Tidak bias.

Tidak memberikan kesan atau arti yang menyesatkan. Target kinerja yang

ditetapkan harus dapat membantu memperjelas tujuan organisasi serta dapat

menunjukkan standar kinerja dan efektivitas pencapaian program organisasi.

3. Standar Analisis Belanja

Standar Analisis Belanja (SAB) merupakan salah satu komponen

yang harus dikembangkan sebagai dasar pengukuran kinerja keuangan dalam

penyusunan APBD dengan pendekatan kinerja. Menurut buku Pedoman

Penyusunan APBD Berbasis Kinerja diterbitkan oleh Badan Pengawasan

Keuangan dan Pembangunan (2005), Standar Analisis Belanja adalah standar

untuk menganalisis anggaran belanja yang digunakan dalam suatu program atau

kegiatan untuk menghasilkan tingkat pelayanan tertentu sesuai dengan kebutuhan

masyarakat. SAB digunakan untuk menilai kewajaran beban kerja dan biaya

setiap program anggaran atau kegiatan yang akan dilaksanakan oleh Unit Kerja

dalam satu tahun anggaran. Penilaian terhadap usulan anggaran belanja

Page 37: Proposal Tesis

37

dikaitkan dengan tingkat pelayanan yang akan dicapai melalui program atau

kegiatan.

SAB dalam hal ini digunakan menilai dan menentukan rencana

program, kegiatan dan anggaran belanja yang paling efktif dalam upaya

pencapaian kinerja. Penilaian kewajaran berdasarkan SAB berkaitan dengan

kewajaran biaya suatu program atau kegiatan yang dinilai berdasarkan hubungan

antara rencana alokasi biaya dengan tingkat pencapaian kinerja program atau

kegiatan yang bersangkutan. Disamping atas dasar SAB, dalam rangka menilai

usulan anggaran belanja dapat juga dilakukan berdasarkan kewajaran beban kerja

yang dinilai berdasarkan kesesuaian antara program atau kegiatan yang

direncanakan oleh suatu Unit Kerja dengan tugas pokok dan fungsi unit kerja

yang bersangkutan.

Penerapan SAB pada dasarnya akan memberikan manfaat antara

lain (1) mendorong setiap unit kerja untuk lebih selektif dalam merencanakan

program dan atau kegiatannya, (2) menghindari adanya belanja yang kurang

efektif dalam upaya pencapaian kinerja, (3) mengurangi tumpang tindih

belanja dalam kegiatan investasi dan non investasi.

4. Standar Biaya

Standar biaya adalah harga satuan unit biaya yang berlaku. Penerapan

standar biaya ini membantu penyusunan anggaran belanja suatu program atau

kegiatan bagi setiap satuan kerja perangkat daerah yang ada agar kebutuhan atas

suatu kegiatan yang sama tidak berbeda biayanya. Pengembangan standar biaya

akan dilakukan dan diperbaharui secara terus menerus sesuai dengan perubahan

Page 38: Proposal Tesis

38

harga yang berlaku. Sehingga penganggaran dengan pendekatan kinerja adalah

secara keseluruhan proses yang terjadi dalam organisasi pemerintah

daerah/satuan kerja perangkat daerah harus dapat diukur kinerjanya, mulai dari

output, outcome/result dan impact.

2.1.6 Konsep Kualitas Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia (human resources) adalah the people who are

ready, willing and able to contribute to organizational goals (Werther dan Davis,

1996 dalam Ndraha, 1997)). Kualitas SDM adalah unsur yang sangat penting

dalam meningkatkan pelayanan organisasi terhadap kebutuhan publik. Oleh

karena itu, terdapat dua elemen mendasar yang berkaitan dengan pengembangan

SDM yaitu tingkat pendidikan dan keterampilan yang dimiliki karyawan/ pekerja.

Kualitas SDM menyangkut dua aspek, yaitu aspek kualitas fisik dan aspek

kualitas nonfisik, yang menyangkut kemampuan bekerja, berpikir, dan

keterampilan-keterampilan lain.

Sumber daya manusia (SDM) berkualitas tinggi adalah SDM yang

mampu menciptakan bukan saja nilai komparatif, tetapi juga nilai kompetitif

generatif inovatif dengan menggunakan energi tertinggi seperti intelligence,

creativity, dan imagination; tidak lagi semata-mata menggunakan energy kasar

seperti bahan mentah, lahan, air, tenaga otot, dan sebagainya. (Ndraha,1997:12).

Dalam mengelola SDM, diperlukan sistem pengendalian manajemen

agar tujuan organisasi tercapai. Sistem pengendalian manajemen suatu organisasi

dirancang untuk mempengaruhi orang-orang di dalam organisasi tersebut agar

berperilaku sesuai dengan tujuan organisasi. Pengendalian organisasi dapat berupa

Page 39: Proposal Tesis

39

aturan dan prosedur birokrasi atau melalui sistem pengendalian dan manajemen

informasi yang dirancang secara formal. Dalam suatu organisasi setiap orang

memiliki tujuan personal (individual goal). Untuk menyikapi hal tersebut perlu

adanya suatu jembatan yang mampu mengantarkan organisasi mencapai

tujuannya, yaitu tercapainya keselarasan antara individual goal dengan

organization goal. Dalam hal ini, sistem pengendalian manajemen hendaknya

dapat menjadi jembatan dalam mewujudkan adanya goal congruence, yaitu

keselarasan antara tujuan organisasi dengan tujuan personal (Mardiasmo,

2002:50).

Perubahan pendekatan penganggaran dari pendekatan tradisional

menuju anggaran berbasis kinerja memerlukan suatu kesiapan dari seluruh

organisasi dengan melakukan perencanaan strategik. Perencanaan strategik dapat

digunakan untuk membantu mengantisipasi dan memberikan arahan perubahan.

Dalam pelaksanaannya, setiap personel atau SDM yang terkait di dalamnya harus

memperoleh kejelasan wewenang dan tanggungjawab serta memperoleh

pendelegasian wewenang dan tugas. Selain itu, harus didukung dengan adanya

regulasi keuangan, pengendalian personel, dan manajemen kompensasi yang jelas

dan fair.

Selanjutnya, agar proses perubahan pendekatan penganggaran

tersebut dapat mencapai tujuannya dengan sukses, setiap organisasi juga harus

memperhatikan kultur organisasi. Kultur organisasi terkait dengan lingkungan

kerja dan kesediaan anggota untuk melakukan perubahan. Perencanaan strategik

harus didukung dengan budaya organisasi yang kuat. Perencanaan strategik harus

diikuti dengan perubahan perilaku dan sikap anggota organisasi untuk

Page 40: Proposal Tesis

40

melaksanakan program-program secara efektif dan efisien. Program-program

yang sudah dirancang secara baik dapat gagal bila personel di lapangan bertindak

tidak sesuai dengan arah dan strategi (Mardiasmo, 2002:57).

Kunci menuju keunggulan kompetitif suatu organisasi, pada dasarnya

bersandar pada penggunaan optimal sumber daya manusianya dan pemeliharaan

kerjasama antara pengguna jasa dan orang yang diperkerjakan dalam usaha

mencapai tujuan-tujuan organisasi. Tidak mudah menjadikan SDM sebagai

sumber keunggulan kompetitif organisasi karena hal itu berkaitan dengan bukan

saja faktor kemampuan dan keahlian melainkan berkaitan pula dengan faktor-

faktor personal lainnya seperti, nilai yang dianut, persepsi, sikap, personality, dan

kemauan individu untuk maju. SDM dikatakan memiliki keunggulan kompetitif

jika memiliki kemampuan dan keahlian yang khas dan memiliki kepribadian yang

sesuai dengan organizational personality di mana mereka bekerja.

2.1.7 Motivasi

Motivasi atau dorongan adalah suatu pendorong yang dapat

mendorong manusia untuk melakukan sesuatu tindakan dorongan (tenaga) atau

suatu pendorong tersebut merupakan gerak hati (jiwa) maupun jasmani untuk

bertindak atau berbuat atau sesuatu yang melatar belakangi manusia berbuat

sesuatu untuk mencapai keinginannya atau tujuannya (Mohyi 1996). Dalam

proses penyusunan anggaran mungkin akan lebih efektif dalam kondisi

karyawan mempunyai motivasi yang tinggi, begitu juga sebaliknya (Mia,1998).

Secara garis besar teori motivasi terbagi menjadi dua, Teori Kepuasan/

Isi (Content Theory) dan Teori Proses (Process Theory).

Page 41: Proposal Tesis

41

1. Teori Kepuasan (Content Theory)

Yang termasuk teori ini adalah teori-teori yang meneliti faktor-faktor apa

saja dalam diri induvidu yang menggerakkan, mengarahkan, mendukung,

danmenghentikan perilaku induvidu. Diantara teori kepuasan adalah:

a. Teori Hirarki Kebutuhan Maslow (Maslow's Hikrordhy of Needs).

Teori ini dikembangkan oleh Abraham Maslow. Maslow berpendapat ada

lima tingkat kebutuhan manusia, mulai dari kebutuhan fisiologis yang

paling mendasar sampai kebutuhan tertinggi yaitu aktualisasi diri.

Menurut Maslow, induvidu akan termotivasi untuk memenuhi kebutuhan

yang paling menonjol, atau paling kuat, bagi mereka pada waktu tertentu.

Kemenonjolan dari kebutuhan ini tergantung pada situasi saat itu dan

pengalaman mutakhir individu tersebut dimulai dengan kebutuhan fisik

(sandang dan pangan) yang paling mendasar sampai dengan kebutuhan

yang berdimensi spiritual dan religius (ketuhanan).

b. Teori X dan Y (XY Theory)

Teori ini dikemukakan oleh Douglas Mc Gregor. la mengatakan ada dua

tipe manusia, yaitu tipe X dan tipe Y. Tipe X adalah manusia yang tidak

menyukai kerja, malas, tidak menyukai tanggung jawab dan harus

dipaksa agar berprestasi. Sebaliknya, manusia tipe Y adalah manusia

yang menyukai kerja, kreatif, berusaha bertanggung jawab dan dapat

bekerja tanpa perlu dipaksa.

c. Teori ERG (ERG Theory)

Teori yang disampaikan oleh Clayton Alderfer ini berpendapat bahwa

setiap orang mempunyai kebutuhan yang tersusun dalam suatu hirarki.

Page 42: Proposal Tesis

42

Pertama, yang paling dasar adalah kebutuhan eksistensi (Existence),

yakni kebutuhan yang dipuaskan oleh faktor-faktor seperti makanan,

minuman, udara, upah dan kondisi kerja. Kedua, kebutuhan relasi

(Relatedness), yakni kebutuhan yang dipuaskan oleh hubungan sosial

yang bermanfaat. Ketiga, kebutuhan pertumbuhan (Growth), yaitu

kebutuhan dimana induvidu merasa puas jika dapat memberikan

kontribusi yang kreatif dan produktif. Teori ERG berpendapat seperti

Maslow bahwa kebutuhan tingkat lebih rendah yang terpuaskan

menghantar ke hasrat kebutuhan yang lebih tinggi. Namun halangan

terhadap kebutuhan yang lebih tinggi dapat menghasilkan regresi ke

tingkat kebutuhan yang lebih rendah.

d. Teori Kebutuhan Mc. Clelland (Mc Clelland Theory) 

Mc. Clelland mengajukan teori motivasi yang berkaitan erat dengan

konsep belajar, la berpendapat ada tiga kebutuhan yang dapat dipelajari,

yaitu kebutuhan berprestasi (need for achievement), kebutuhan berkuasa

(need for power) dan kebutuhan berafiliasi (need for affiliation). Mc

Clelland mengatakan bahwa jika kebutuhan seseorang sangat kuat, maka

motivasinya akan kuat untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

e. Teori Motivasi Higiene (Hygiene Motivation Theory) 

Frederick Herzberg mengemukakan dua faktor tentang motivasi. Faktor

itu adalah faktor yang membuat orang merasa tidak puas dan faktor yang

membuat orang puas. Faktor yang membuat tidak puas lebih disebabkan

faktor higiene (ekstrinsik), yaitu kondisi di luar individu, seperti upah,

jaminan kerja, status, pergaulan, hubungan atasan/ bawahan, dan lain-

Page 43: Proposal Tesis

43

lain. Sedang faktor yang membuat orang puas adalah faktor motivator

(intrinsik), yaitu yang berasal dari dalam induvidu itu sendiri, seperti

tantangan,rasa berprestasi, minat, rasa tanggung jawab dan aktualisasi

diri. Model Herzberg pada dasarnya mengasumsikan bahwa kepuasan

bukanlah konsep berdimensi satu. Diperlukan dua variabel untuk

menafsirkan kepuasan kerja secara tepat. Artinya, untuk mencapai

motivasi optimum dibutuhkan dua kondisi intrinsik dan ekstrinsik yang

sama-sama memuaskan.

2. Teori Proses (Process Theory)

Teori ini menguraikan dan menganalisa bagaimana perilaku digerakkan,

didukung dan dihentikan. Yang termasuk teori ini diantaranya :

a. Teori Harapan (Expectancy Theory) 

Dalam teorinya, Victor Vroom menyatakan bahwa orang memilih cara

bertingkah laku tertentu berdasarkan harapan akan apa yang akan

diperoleh dari setiap tindakannya. Semakin kuat harapannya,semakin

tinggi motivasi untuk bertindak. Sebaliknya, semakin kecil harapannya,

semakin menurun motivasi untuk melakukan tindakan tertentu.

b. Teori Penentuan Tujuan (Goal Setting Theory)

Teori ini memusatkan pada proses penentuan sasaran diri mereka sendiri.

Menurut Edwin Locke, penggagasnya, manusia cenderung untuk

menentukan sasaran dan berjuang keras untuk mencapainya. Namun hal

ini hanya akan memotivasi jika sasaran tersebut diterima olehnya, jelas,

dan terdapat harapan yang cukup besar untuk dapat dicapai. Penelitian

Page 44: Proposal Tesis

44

menujukkan, semakin spesifik dan menantang suatu sarasan, maka

semakin efektif untuk memotivasi orang atau kelompok.

c. Teori Penguatan (Reinforcement Theory) 

Dikemukaan oleh B.F. Skinner, yang mengatakan bahwa tingkah laku

dengan konsekuensi positif (penghargaan) cenderung akan diulang.

Sebaliknya, tingkah laku dengan konsekuensi negatif (hukuman)

cenderung untuk tidak diulang.

d. Teori Keadilan (Equity Theory) 

Teori yang digagas oleh J. Stacy Adam ini mengasumsikan bahwa

seseorang membandingkan usaha mereka dengan orang lainnya dalam

situasikerja yang sama. Teori ini mengatakan bahwa orang dimotivasi

untuk diperlakukan secara adil. Bila ia merasa diperlakukan tidak adil,

maka motivasinya akan menurun. Sebaliknya jika merasa diperlakukan

adil, maka motivasinya akan bertambah.

Berdasarkan teori-teori motivasi di atas, arti motivasi adalah alasan

yang mendasari sebuah perbuatan yang dilakukan oleh seorang individu.

Seseorang dikatakan memiliki motivasi tinggi dapat diartikan orang tersebut

memiliki alasan yang sangat kuat untuk mencapai apa yang diinginkannya dengan

mengerjakan pekerjaannya yang sekarang.

Tujuan pemberian motivasi menurut Hasibuan (2001) dikemukakan

antara lain :

1. Mendorong gairah dan kerja karyawan.

Page 45: Proposal Tesis

45

2. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan.

3. Mempertahankan loyalitas dan kestabilan karyawan perusahaan.

4. Meningkatkan kedisiplinan dan menurunkan tingkat absensi karyawan.

5. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik.

6. Meningkatkan kreativitas, partisipasi dan kesejahteraan karyawan.

7. Meningkatkan rasa tanggung jawab terhadap tugas, meningkatkan

produktivitas kerja dan meningkatkan efisiensi.

2.2 Review Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang Anggaran Berbasis Kinerja telah banyak dilakukan

dan apabila dibandingkan dengan penelitian ini akan mempunyai beberapa

kesamaan antara lain permasalahan yang akan dibahas mengenai penyusunan

anggaran berbasis kinerja dan tata pemerintahan yang baik. Sembiring, Baik

Benar (2009) melakukan penelitian di Pemerintah Kabupaten Karo dengan judul :

Faktor-faktor yang mempengaruhi Penyusunan Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah Berbasis Kinerja (Studi Empiris di Pemerintah Kabupaten Karo)

dengan hasil penelitian bahwa secara simultan terdapat pengaruh yang signifikan

dari faktor komitmen dari seluruh komponen organisasi, penyempurnaan sistem

administrasi, sumber daya yang cukup, penghargaan yang jelas serta sanksi yang

tegas terhadap APBD berbasis kinerja. Sedangkan secara Parsial terdapat

pengaruh yang signifikan dari faktor penyempurnaan sistem administrasi,

penghargaan yang jelas, serta sanksi yang tegas. Namun komitmen dari seluruh

organisasi dan sumber daya yang cukup tidak berpengaruh secara signifikan

terhadap APBD berbasis kinerja.

Page 46: Proposal Tesis

46

Penelitian anggaran kinerja yang dilakukan Utari (2009) mengenai

masalah penganggaran di daerah pada umumnya terjadi ketidak konsistenan

dengan berbagai produk perencanaan yang telah dipersiapkan. Disamping itu juga

tidak jarang harus berbenturan dengan peraturan yang mengaturnya. Hal lain

dalam penerapan anggaran kinerja, tidak terdapat indikator untuk mengukur

pencapaian target penyediaan layanan yang digunakan dalam perencanaan, serta

tidak adanya kaitan dengan indikator target dalam anggaran tahunan yang

berbasiskan kinerja.

Fenomena masalah anggaran kinerja pemerintah daerah (eksekutif)

telah banyak diteliti, antara lain penelitian Widyantoro (2009) mencermati bahwa

anggaran kinerja belum tercapai, dikarenakan terdapat kesalahan dalam tahapan

proses perencanaan, implementasi, pengukuran, evaluasi dan pelaporan.

Sedangkan Rahayu dkk (2007) menemukan format dan komposisi teknis dari

proses penganggaran pemerintah daerah sudah sesuai Permendagri No. 13 Tahun

2006, tetapi idealisme anggaran kinerja belum terlaksana, kurangnya sosialisasi,

dan rendahnya pemahaman tentang anggaran kinerja dari masyarakat dan

pemerintah.

Hotman Atiek (2005) dalam Sembiring, B.B. (2009) di Lampung

melakukan penelitian tentang hubungan peranan Bappeda dalam melaksanakan

perencanaan sesuai anggaran berbasis kinerja dengan pemahaman sumber daya

manusia mengenai anggaran berbasis kinerja dan hubungan penerapan

anggaran berbasis kinerja dengan arah kebijakan umum pemerintah

kabupaten. Hasil penelitian Hotman Atiek menyebutkan terdapat

hubungan antara sumber daya manusia masih sedikit yang mengerti dan

Page 47: Proposal Tesis

47

memahami anggaran berbasis kinerja berpengaruh dalam pelaksanaan

perencanaan dan terdapat penyimpangan program yang dilaksanakan dari arah

kebijakan umum dengan belum diterapkan anggaran berbasis kinerja.

2.3 Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teori dan masalah penelitian, maka penulis

mengembangkan kerangka penelitian sebagai berikut :

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Dalam kerangka konsep perlu dijelaskan secara teoritis antara

variabel independen dan variabel dependen. Menurut Lubis dan Syahputra

(2008) kerangka konsep penelitian adalah gambaran ringkas, lugas dan bernas

mengenai keterkaitan satu konsep dengan konsep lainnya yang akan diteliti atau

Gaya Kepemimpinan (X1)

Komitmen dari seluruh Komponen Organisasi

(X2)

Penyempurnaan Sistem Administrasi (X3)

Kualitas Sumber Daya Manusia (X4)

Motivasi (X5)

Anggaran Berbasis Kinerja (Y)

Page 48: Proposal Tesis

48

menggambarkan pengaruh atau hubungan antara satu kejadian/fenomena dengan

kejadian/fenomena lainnya.

Menurut Wahono (2001), “Kepemimpinan sebagai suatu proses dan

perilaku untuk mempengaruhi aktivitas para anggota kelompok untuk mencapai

tujuan bersama yang dirancang untuk memberikan manfaat individu dan

organisasi”. Komitmen organisasi adalah dorongan dari dalam individu untuk

berbuat sesuatu agar dapat menunjang keberhasilan organisasi sesuai dengan

tujuan dan lebih mengutamakan kepentingan organisasi dibandingkan dengan

kepentingan sendiri.

Penyempurnaan sistem administrasi merupakan penyiapan instrumen

pengukuran anggaran berbasis kinerja secara terus menerus, berupa target kinerja,

pengukukuran kinerja, analisis standar belanja, standar pelayanan minimal dan

standar biaya yang merupakan alat pengukuran implementasi anggaran berbasis

kinerja. Kualitas sumber daya manusia yang memiliki keunggulan kompetitif

berkaitan dengan faktor kemampuan dan keahlian yang khas serta faktor personal

lainnya seperti, nilai yang dianut, persepsi, sikap, personality, dan kemauan

individu untuk maju.

Motivasi merupakan gabungan dari berbagai faktor yang

menyebabkan, menyalurkan, dan mempertahankan tingkah laku. Motivasi

merupakan dorongan untuk melakukan sesuatu. la mampu mendorong seseorang

untuk berbuat atau tidak berbuat. Mampu membuat manusia semangat atau tidak

semangat melakukan sesuatu.

Anggaran Berbasis Kinerja (Performance Budgeting) adalah sistem

penganggaran yang berorientasi pada output organisasi dan berkaitan sangat erat

Page 49: Proposal Tesis

49

dengan Visi, Misi dan Rencana Strategis Organisasi (Indra bastian tahun 2004).

Dengan demikian maka kerangka konsep penulis dalam penelitian ini adalah

anggaran berbasis kinerja (sebagai variabel dependen) dipengaruhi oleh gaya

kepemimpinan, komitmen dari seluruh komponen organisasi, penyempurnaan

sistem administrasi, kualitas sumber daya manusia dan motivasi sebagai variabel

independen.

2.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah kesimpulan sementara atau proposisi tentatif tentang

hubungan dari beberapa variabel yang dapat dipergunakan sebagai tuntunan

sementara dalam penelitian untuk menguji kebenarannya. Hipotesis dapat ditulis

dalam bentuk hipotesis nol (null hypothesis) maupun hipotesis alternatif

(alternative hypothesis) atau keduanya. Hipotesis nol dicoba untuk ditolak

(rejected) dan hipotesis alternatif dicoba untuk diterima (accepted) atau didukung

(supported). Hipotesis nol (Ho) ditulis dengan arah yang berlawanan dengan

hipotesis alternatif (Ha).

Berdasarkan landasan teori dan kerangka konsep yang telah

dikemukakan, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah :

Ho : tidak terdapat pengaruh antara faktor gaya kepemimpinan, komitmen dari

seluruh komponen organisasi, penyempurnaan sistem administrasi,

kualitas sumber daya manusia dan motivasi terhadap penyusunan

anggaran berbasis kinerja secara simultan dan parsial

Ha : terdapat pengaruh antara faktor gaya kepemimpinan, komitmen dari seluruh

komponen organisasi, penyempurnaan sistem administrasi, kualitas

Page 50: Proposal Tesis

50

sumber daya manusia dan motivasi terhadap penyusunan anggaran

berbasis kinerja secara simultan dan parsial

Page 51: Proposal Tesis

51

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini dirancang sebagai penelitian kausal (causal) yang

berguna untuk menganalisis bagaimana suatu variabel mempengaruhi variabel

lain, dan juga berguna pada penelitian yang bersifat yang bersifat eksperimen

dimana variabel independennya diperlakukan secara terkendali oleh peneliti untuk

melihat dampaknya pada variabel dependennya secara langsung.

Peneliti menggunakan desain penelitian ini untuk menganalisis

pengaruh faktor gaya kepemimpinan, komitmen dari seluruh komponen

organisasi, penyempurnaan sistem administrasi, kualitas sumber daya manusia

dan motivasi sebagai variabel independen terhadap penyusunan anggaran berbasis

kinerja di Pemerintah Kota Jambi sebagai variabel dependen.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kantor Sekretariat Daerah Kota Jambi Jl.

Jend. Basuki Rahmat No.01 Kecamatan Kota Baru Jambi dan di Sekretariat/

Dinas/ Badan/ Kantor/ Kecamatan dalam lingkungan Pemerintah Kota Jambi.

Page 52: Proposal Tesis

52

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh satuan kerja perangkat

daerah Kota Jambi yang berjumlah 39 (tiga puluh sembilan) unit, dengan jumlah

responden sebanyak 87 (delapan puluh tujuh) orang yang terdiri dari :

1. Dinas 30 Orang

2. Sekretariat 13 Orang

3. Badan 16 Orang

4. Kantor 28 Orang

Jenis penelitian ini adalah sensus, menurut Erlina dan Mulyani (2007)

“jika peneliti menggunakan seluruh elemen populasi menjadi data penelitian maka

disebut sensus, sensus digunakan jika elemen populasi relatif sedikit dan bersifat

heterogen”. Sehingga seluruh populasi yaitu Kepala SKPD dan Kepala Bidang

Perencanaan/Anggaran yang secara struktural bertanggung jawab dan terlibat

dalam penyusunan anggaran pada satuan kerja perangkat daerah yang berjumlah

87 (delapan puluh tujuh) orang dijadikan sampel. Metode yang digunakan adalah

metode survey seperti yang disebutkan Ikhsan dan Gozali (2006) bahwa “metode

survey merupakan pengumpulan data primer yang diperoleh secara langsung dari

sumber asli”.

Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Jambi Nomor 8 Tahun 2008

tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah Kota Jambi,

Peraturan Daerah Kota Jambi Nomor 9 Tahun 2008 tentang Pembentukan

Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat DPRD Kota Jambi, Peraturan Daerah Kota

Jambi Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja

Page 53: Proposal Tesis

53

Dinas-dinas Daerah Kota Jambi, Peraturan Daerah Kota Jambi Nomor 11 Tahun

2008 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah

Kota Jambi dan Peraturan Daerah Kota Jambi Nomor 12 Tahun 2008 tentang

Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Kecamatan Kota Jambi, sejak April

tahun 2009 telah disahkan perubahan/pemekaran satuan kerja perangkat daerah

berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2007 menjadi 39 (tiga puluh

sembilan) SKPD.

3.4 Jenis dan Sumber Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dengan menggunakan

kuesioner, seperti yang dikemukakan oleh Sugiyono (1999) bahwa “kuesioner

merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi

seperangkat pertanyaan atau pertanyaan tertulis kepada responden untuk

dijawabnya”.

Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer, menurut

Indriantoro dan Supomo (1999) “data primer merupakan sumber data penelitian

yang diperoleh secara langsung dari sumber asli (tidak melalui media perantara)”.

Sumber data dalam penelitian ini berasal dari responden yaitu kepala satuan

perangkat kerja daerah dan kepala bidang perencanaan pada satuan kerja

perangkat daerah di Pemerintah Kota Jambi.

Instrumen dalam penelitian ini adalah kuesioner yang sebagian

dirancang sendiri oleh peneliti berdasarkan teori-teori yang ada dan sebagian lagi

dirancang oleh peneliti sebelumnya yang telah teruji validitas dan reabilitasnya.

Page 54: Proposal Tesis

54

Sebelum kuesioner disebar ke responden terlebih dahulu dilakukan

pratest (uji coba sebelum penelitian yang sebenarnya dilakukan). Menurut

Kuncoro (2003) “setelah instrumen disusun dalam bentuk draft maka pratest

sebaiknya dilakukan pada sejumlah responden yang sama dengan responden

penelitian yang sebenarnya”.

3.5 Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dengan menggunakan

kuesioner, seperti yang dikemukakan oleh Sugiyono (1999), kuesioner merupakan

teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara member seperangkat

pertanyaan atau pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawabnya.

Dalam penelitian ini yang akan diberikan kuesioner adalah seluruh

Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan Kepala Bidang

Perencanaan/Anggaran SKPD dilingkungan Pemerintah Kota Jambi yang

berjumlah 87 (delapan puluh tujuh) orang. Tahapan dalam penyebaran dan

pengumpulan kuesioner dibagi dalam dua tahap, yaitu tahap pertama adalah

melakukan penyebaran kuesioner kepada seluruh Kepala SKPD dan Kepala

Bidang Perencanaan/Anggaran SKPD di lingkungan Pemerintah Kota Jambi,

kemudian menunggu pengisian kuesioner tersebut. Tahap yang kedua adalah

pengambilan kuesioner yang telah diisi oleh Kepala SKPD dan Kepala Bidang

Perencanaan/Anggaran SKPD di lingkungan Pemerintah Kota Jambi untuk

dilakukan pengolahan data.

Page 55: Proposal Tesis

55

3.6 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Variabel harus didefinisikan secara operasional agar lebih mudah

dicari hubungan antara satu variabel dengan lainnya dan pengukurannya. Menurut

Jogiyanto (2004) definisi operasional adalah “hasil dari pengoperasionalan konsep

(operationnalizing the concept) kedalam elemen-elemen yang dapat diobservasi

yang menyebabkan konsep dapat diukur dan dioperasionalkan dalam konsep”.

Suwono (2006) mengatakan “definisi operasional memungkinkan

sebuah konsep yang bersifat abstrak dijadikan suatu yang operasional sehingga

memudahkan penelitian dalam melakukan pengukuran”. Beberapa konsep dapat

langsung dipecah dan ditemukan elemen-elemen perilaku yang dapat diukur,

tetapi banyak konsep yang tidak dapat langsung ditemukan elemen-elemen

perilakunya, tetapi lewat beberapa dimensi dulu.

Untuk pengukuran variabel dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan skala interval. Menurut Erlina dan Mulyani (2007) menyebutkan

“skala interval adalah skala pengukuran yang menyatakan kategori, peringkat dan

jarak konstruk yang diukur tetapi tidak menggunakan angka nol sebagai titik awal

perhitungan dan bukan angka absolute”. Apabila skalanya interval maka rata-rata

hitung dipakai sebagai ukuran nilai sentral dan prosedur-prosedur statistik yang

dapat dipakai adalah korelasi product moment, uji t, dan uji F dan lain-lain uji

parametrik (Cooper dan Emory : 1995).

Penelitian ini menggunakan 5 (lima) variabel independen yaitu faktor

gaya kepemimpinan (X1), komitmen dari seluruh komponen organisasi (X2),

penyempurnaan sistem administrasi (X3), kualitas sumber daya manusia (X4),

Page 56: Proposal Tesis

56

dan motivasi (X5), dan 1 (satu) variabel dependen yaitu yaitu Anggaran Berbasis

Kinerja (Y).

Faktor Gaya Kepemimpinan (X1) dalam penelitian ini merupakan

norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut

mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia inginkan. Gaya

kepemimpinan dalam organisasi sangat diperlukan untuk mengembangkan

lingkungan kerja yang kondusif dan membangun iklim motivasi bagi karyawan

sehingga diharapkan akan menghasilkan produktivitas yang tinggi. Pengukuran

variabel dalam penelitian ini dengan menggunakan skala pengukuran interval.

Faktor komitmen dari seluruh komponen organisasi (X2), dalam

penelitian ini adalah komitmen/kesepakatan antara kepala satuan kerja perangkat

daerah beserta seluruh komponen organisasi dalam melaksanakan tugas pokok

dan fungsi organisasinya untuk keberhasilan melaksanakan visi, misi, tujuan,

sasaran, sesuai dengan rencana stratejik (renstra) SKPDnya dikaitkan dengan

implementasi penyusunan anggaran berbasis kinerja. Pengukuran variabel dalam

penelitian ini dengan menggunakan skala pengukuran interval.

Faktor penyempurnaan sistem administrasi (X3) dalam penelitian ini

adalah penyiapan instrumen pengukuran anggaran berbasis kinerja berupa target

kinerja, pengukuran kinerja, analisis standar belanja, standar pelayanan minimal

dan standar biaya yang merupakan alat pengukuran implementasi penyusunan

anggaran berbasis kinerja. Pengukuran variabel dalam penelitian ini dengan

menggunakan skala pengukuran interval.

Faktor kualitas sumber daya manusia (X4) dalam penelitian ini adalah

sumber daya manusia yang memiliki keunggulan kompetitif berkaitan dengan

Page 57: Proposal Tesis

57

faktor kemampuan dan keahlian yang khas serta faktor personal lainnya seperti,

nilai yang dianut, persepsi, sikap, personality, dan kemauan individu untuk maju.

Pengukuran variabel dalam penelitian ini dengan menggunakan skala pengukuran

interval.

Dan faktor yang mempengaruhi kelima adalah motivasi. Menurut

Herzberg (1966) ada dua jenis faktor motivasi yaitu faktorhigiene (faktor

ekstrinsik) dan faktor motivator (faktor intrinsik). Faktor higiene memotivasi

seseorang untuk keluar dari ketidakpuasan, termasuk didalamnya adalah

hubungan antar manusia, imbalan, kondisi lingkungan, dan sebagainya (faktor

ekstrinsik), sedangkan faktor motivator memotivasi seseorang untuk berusaha

mencapai kepuasan, yang termasuk didalamnya adalah achievement, pengakuan,

kemajuan tingkat kehidupan, dsb (faktor intrinsik). Pengukuran variabel dalam

penelitian ini dengan menggunakan skala pengukuran interval.

Anggaran berbasis kinerja (Y) dalam penelitian ini adalah tersusunnya

anggaran pendapatan dan belanja daerah yang berbasis kinerja dari suatu sistem

anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari

perencanaan alokasi biaya, dan juga dapat menjamin hubungan yang lebih jelas

antara tujuan, sasaran, program dan kegiatan satuan kerja perangkat daerah dan

rencana kerja pemerintah daerah. Pengukuran variabel dalam penelitian ini

dengan menggunakan skala pengukuran interval.

Page 58: Proposal Tesis

58

3.7 Model dan Teknik Analisis Data

3.7.1 Model Analisis Data

Model analisis data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan

regresi linier berganda (Multiple Linear Regression Analysis). Menurut Sugiyanto

(2004) “analisis regresi linier berganda digunakan untuk menganalisis pengaruh

lebih dari satu variabel independen terhadap variabel dependen”. Untuk

keabsahan hasil analisis regresi berganda terlebih dahulu dilakukan uji kualitas

instrumen pengamatan, uji normalitas data dan uji asumsi klasik. Pengolahan data

menggunakan software SPSS.

Model analisis regresi linier berganda dalam penelitian ini dapat

dirumuskan sebagai berikut :

Keterangan :

Y = Anggaran Berbasis Kinerja

α = Konstanta

b = Koefisien regresi

x1 = Gaya Kepemimpinan

x2 = Komitmen dari seluruh komponen organisasi

x3 = Penyempurnaan Sistem Administrasi

x4 = Kualitas Sumber Daya Manusia

x5 = Motivasi

e = Error term

Page 59: Proposal Tesis

59

3.7.2 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan

model regresi. Dalam suatu penelitian, kemungkinan munculnya masalah dalam

analisis regresi cukup sering dalam mencocokkan model prediksi ke dalam sebuah

model yang dimasukkan ke dalam serangkaian data. Penelitian diuji dengan

beberapa uji statistik yang terdiri dari uji kualitas data, uji asumsi klasik, statistik

deskriptif dan uji statistik untuk pengujian hipotesis.

3.7.2.1 Uji Kualitas Data

Menurut Indriantoro dan Supomo (1999) ada dua konsep mengukur

kualitas data yaitu reliabilitas dan validitas. Kualitas data yang dihasilkan dari

penggunaan instrumen penelitian dapat dievaluasi melalui uji validitas dan

reliabilitas. Pengujian tersebut masing-masing untuk mengetahui konsistensi dan

akurasi data yang dikumpulkan dari penggunaan instrumen.

Dalam penelitian ini untuk mengukur kualitas data digunakan antara

lain :

1. Uji Validitas

Pengujian validitas dilakukan untuk menguji apakah instrumen

penelitian yang telah disusun benar-benar akurat, sehingga mampu mengukur apa

yang seharusnya diukur (variabel kunci yang sedang diteliti). Menurut Umar

(2008) “uji validitas berguna untuk mengetahui apakah ada pertanyaan-pertanyaan

kuesioner yang harus dibuang/diganti karena dianggap tidak relevan”. Validitas

dalam hal ini merupakan akurasi temuan penelitian yang mencerminkan

kebenaran sekalipun responden yang dijadikan objek pengujian berbeda (Ghozali

Page 60: Proposal Tesis

60

dan Ikhsan, 2006). Pada penelitian ini pengujian dilakukan dengan program SPSS,

dan untuk uji validitas dengan menggunakan korelasi Bivariate Pearson (Produk

Momen Pearson) dan Corrected Item-Total Correlation. Priyatno (2008)

mengemukakan “criteria pengujiannya dengan taraf signifikansi 5% atau 0,05

yaitu Jika r hitung ≥ r table maka instrumen pertanyaan-pertanyaan kuesioner

berkorelasi terhadap skor total (dinyatakan valid), dan jika r hitung < r table maka

instrumen pertanyaan-pertaanyaan kuesioner tidak berkorelasi signifikan terhadap

skor total (dinyatakan tidak valid)”.

2. Uji Reliabilitas

Pengujian reliabilitas dilakukan untuk menguji konsistensi jawaban

nresponden atas seluruh butir pertanyaan atau pertanyaan yang digunakan, untuk

keperluan pengujian tersebut. Pengujian reliabilitas berguna untuk mengetahui

apakah instrumen yang dalam hal ini kuesioner dapat digunakan lebih dari satu

kali, paling tidak oleh responden yang sama (Umar, 2008). Dalam melakukan Uji

reliabilitas digunakan metode Alpha (Cronbach’s) dengan bantuan program

SPSS, menurut Priyatno (2008) menyebutkan “metode alpha sangat cocok

digunakan pada skor berbentuk skala”. Santosa (2005) mengatakan “suatu

kuesioner dikatakan reliabel jika cronbach alpha lebih besar dari 0,6”.

3.7.2.2 Pengujian Asumsi Klasik

Untuk dapat melakukan analisis regresi berganda perlu pengujian

asumsi klasik sebagai persyaratan dalam analisis agar datanya dapat bermakna

dan bermanfaat. Menurut Lubis et.al (2007) “dalam membuat uji asumsi klasik

Page 61: Proposal Tesis

61

kita harus menggunakan data yang akan digunakan dalam uji regresi”. Uji asumsi

klasik meliputi uji normalitas, uji multikolinearitas dan uji heterokesdastisitas.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas adalah pengujian tentang kenormalan distribusi data

(Santosa, 2005). Tujuan digunakan uji normalitas untuk mengetahui apakah

populasi data berdistribusi normal atau tidak. Menurut Umar (2008) “uji

normalitas berguna untuk mengetahui apakah variabel dependen, independen atau

keduanya berdistribusi normal, mendekati normal atau tidak. Jika data ternyata

tidak berdistribusi normal, analisis non parametrik termasuk model-model regresi

dapat digunakan”. Mendeteksi apakah data berdistribusi normal atau tidak dapat

diketahui dengan menggambarkan penyebaran data melalui sebuah grafik. Jika

data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka

model regresi memenuhi asumsi normalitas. Sebagaimana dikemukakan oleh

Lubis et.al (2007) data dalam keadaan normal apabila distribusi data menyebar

disekitar garis diagonal.

2. Uji Multikolinieritas

Erlina dan Mulyani (2007) menyebutkan “Multikolineritas adalah

situasi adanya korelasi variabel-variabel responden antara yang satu dengan yang

lainnya”. Selanjutnya Nugroho (2005) menyebutkan “Uji Multikolinieritas

diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya variabel independen yang memiliki

kemiripan dengan variabel independen lain dalam satu model”. Kemiripan

anatarvariabel independen dalam suatu model akan menyebabkan terjadinya

korelasi yang sangat kuat antara suatu model independen dengan variabel

independen yang lain. Pada penelitian ini untuk mendeteksi terhadap

Page 62: Proposal Tesis

62

multikolineritas dengan melihat Variance Inflation Factor (VIF) pada model

regresi. Menurut Nugroho (2005) “Deteksi multikolineritas pada suatu model

dapat dilihat bila nilai Variance Inflation Factor (VIF) tidak lebih dari 10 dan

nilai Tolerance tidak kurang dari 0,1, maka model dapat dikatakan terbebas dari

multikolineritas VIF = 1/Tolerance, dan bila VIF = 10 maka Tolerance =

1/10=0,1. Semakin tinggi VIF maka semakin rendah Tolerance”.

3. Uji Heteroskedastisitas

Nugroho (2005) mengemukakan bahwa “heteroskedastisitas menguji

terjadinya perbedaan variance residual suatu periode pengamatan ke periode

pengamatan yang lain, atau gambaran hubungan antara nilai yang diprediksi

dengan studentized residual nilai tersebut”. Tujuan digunakan uji

heteroskedastisitas adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan

asumsi klasik heteroskedastisitas, yaitu adanya ketidaksamaan varian dari residual

untuk semua pengamatan pada model regresi. Pada penelitian ini dilakukan uji

heteroskedastisitas dengan melihat pola grafik regresi. Menurut Priyatno (2008)

“prasyarat yang harus terpenuhi dalam model regresi adalah tidak adanya gejala

heteroskedastisitas”. Jika varians dari residual dari suatu pengamatan ke

pengamatan lain tetap disebut homokedastisitas, sedangkan untuk varians yang

berbeda disebut heteroskedastisitas. Menurut Nugroho (2005) mengemukakan :

“analisis pada gambar Scatterplot yang menyatakan model regresi linier tidak

terdapat heteroskedastisitas jika : titik-titik data menyebar di atas dan di bawah

atau disekitar angka 0, titik-titik data tidak mengumpul hanya di atas atau di

bawah saja, penyebaran titik-titik data tidak boleh membentuk data bergelombang

Page 63: Proposal Tesis

63

melebar kemudian menyempit dan melebar kembali, dan penyebaran titik-titik

data sebaiknya tidak berpola”.

3.7.2.3 Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif dalam penelitian pada dasarnya merupakan proses

transformasi data penelitian dalam bentuk tabulasi, sehingga mudah dipahami dan

diinterprestasikan. Tabulasi menyajikan ringkasan, pengaturan atau penyusunan

data dalam bentuk tabel numerik. Statistik deskriptif umumnya digunakan peneliti

untuk memberikan informasi mengenai karakteristik variabel penelitian yang

paling utama dan data demografi responden. Dalam penelitian ini menggunakan

statistik deskriptif yang terdiri dari rata-rata, deviasi standar, jawaban minimum

dan jawaban maksimum dari jawaban yang telah didapat melalui kuesioner.

3.7.2.4 Uji Hipotesis

Uji hipotesis adalah pengujian yang bertujuan untuk mengetahui

apakah kesimpulan pada sampel dapat berlaku untuk populasi (dapat

digeneralisasikan). Pengujian hipotesis ditujukan untuk menguji ada tidaknya

pengaruh dari variabel bebas secara keseluruhan terhadap variabel dependen. Jika

terdapat deviasi antara sampel yang ditentukan dengan jumlah populasi maka

tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya kesalahan dalam mengambil

keputusan antara menolak maupun menerima suatu hipotesis. Untuk menguji

hipotesis mengenai gaya kepemimpinan, komitmen dari seluruh komponen

organisasi, penyempurnaan sistem administrasi, kualitas sumber daya manusia

dan motivasi secara simultan dan parsial, berpengaruh signifikan terhadap

Page 64: Proposal Tesis

64

Anggaran berbasis kinerja, digunakan pengujian hipotesis secara simultan dengan

uji F dan secara parsial dengan uji t.

1. Uji F

Uji simultan dengan uji F bertujuan untuk mengetahui apakah variabel

independen secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel

dependen. Dengan tingkat signifikansi dalam penelitian ini menggunakan alpha

5% atau 0,05 maka hasil uji F dapat dihitung dengan bantuan program SPSS pada

table ANOVA. Hasil uji F menunjukkan variabel independen secara bersama-

sama berpengaruh terhadap variabel dependen, jika p-value (pada kolom sig.)

lebih kecil dari level of significant yang ditentukan (sebesar 5%).

2. Uji t

Uji t digunakan untuk mengetahui apakah model regresi variabel

independen secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

Dengan tingkat signifikansi dalam penelitian ini menggunakan alpha 5% atau 0,05

maka hasil uji t dapat dihitung dengan bantuan program SPSS dapat dilihat pada

table t hitung (table Coefficients). Nilai dari uji t hitung dapat dilihat dari p-value

(pada kolom Sig.) pada masing-masing variabel independen, jika p-value lebih

kecil dari level of significant yang ditentukan atau t hitung (pada kolom t) lebih

besar dari t table (dihitung dari two-tailed α = 5% df=n-k-1, k merupakan jumlah

variabel independen), maka nilai variabel independen secara parsial berpengaruh

signifikan terhadap variabel dependen (dalam arti Ha diterima dan Ho ditolak,

dengan kata lain, terdapat pengaruh antara variabel independen terhadap variabel

dependen). Rumus yang digunakan untuk uji statistik thitung :

Page 65: Proposal Tesis

65

Dimana :

b = koefisien regresi

Sb = kesalahan baku koefisien regresi

3.7.3 Analisis Koefisien Determinasi (R)

Menurut Nugroho (2005) “koefisien determinasi bertujuan untuk

mengetahui seberapa besar kemampuan variabel independen menjelaskan variabel

dependen”. Dengan bantuan olahan program SPSS koefisien determinasi terletak

pada table model Summary dan tertulis R Square. Namun menurut Nugroho

(2005) menyebutkan “untuk regresi linier berganda sebaiknya menggunakan R

square yang sudah disesuaikan atau tertulis Adjusted R Square karena disesuaikan

dengan jumlah variabel independen yang digunakan dalam penelitian. Nilai R

Square dikatakan baik jika di atas 0,5 karena nilai R Square berkisar antara 0

sampai dengan 1”.

Page 66: Proposal Tesis

66

DAFTAR RUJUKAN

Alimuddin. 2002. Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Pegawai Badan Pengawasan Daerah Kota Makassar. Tesis. Program Pascasarjana Magister Manajemen Universitas Gajah Mada (tidak dipublikasikan).

Allen, NJ., Meyer PJ and Smith CA. 1990. Commitment to Organizations and Occupations: Extention and Test of a Three – Component Conceptualization. Jurnal of Applied Psychology. Vol. 78 No.4.

Bastian, Indra. 2004. Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar. Jakarta. Penerbit Erlangga.

BPKP. 2000. Pengukuran Kinerja: Suatu Tinjauan Pada Instansi Pemerintah. Jakarta.

BPKP. 2005. Pedoman Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja (Revisi). Jakarta.

Cooper Donald R.C,. William Emory. 1995. Metode Penelitian Bisnis. Erlangga. Jakarta.

Erlina dan Mulyani, Sri. 2007. Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen. USU Press. Medan.

Hasibuan, Malayu. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Revisi. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta.

Hersey, P dan K.H. Blanchard. 1992. Manajemen Perilaku Organisasi: Pendayagunaan Sumber Daya Manusia. Edisi Keempat. Erlangga. Jakarta.

Indriantoro dan Supomo. 1999. Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen. Edisi Pertama. BPFE Yogyakarta.

Kartiwa, H.A. 2004. Proses Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan Arah Kebijakan Umum. Makalah.

Kreitner dan Kinicki. 2005. Perilaku Organisasi. Salemba Empat. Jakarta.

Kuncoro, Mudrajad. 2003. Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi. Erlangga. Jakarta.

Lubis, Ade Fatma, et.al. 2007. Aplikasi SPSS (Statistical Product and Service Solutions) untuk Penyusunan Skripsi dan Tesis. USU Press. Medan.

Page 67: Proposal Tesis

67

Mardiasmo. 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Penerbit ANDI. Yokyakarta.

Mardiasmo. 2005. Akuntansi Sektor Publik. Penerbit Andi. Yogyakarta.

Mia, L. (1998). Managerial Attitude, Motivation and Effectiveness of Budget Participation. Accounting Organazation and Society. Vol.13 No.5

Mohyi, A. 1996, Teori dan Perilaku Organisasi, UMM Press.

Morrison, Kimberly, 1997, “How Franchise Job Satisfaction and Personality Affects Performance, Organizational Commitment, Franchisor Relations, and Intention to Remain”, Journal of Small Business Management, Vol. 35, No. 3.

Munandar,M.. 2001. Budgeting: Perencanaan Kerja, Pengkoordinasian Kerja dan Pengawasan Kerja. BPFE. Yogyakarta.

Ndraha, T. 2005. Teori Budaya Organisasi. Rineka Cipta. Jakarta.

Nugroho, A.B. 2005. Strategi Jitu Memilih Metode Statistika dengan SPSS. Andi Offset. Yogyakarta.

Puspaningsih, A. 2002. Pengaruh Partisipasi dalam Penyusunan Anggaran Terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja Manajerial. Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia.Volume 6 No.2. Desember 2002.

Rahayu, dkk. 2007. Studi Fenomenologis terhadap Prose Penyusunan Anggaran Daerah (Bukti Empiris dari Satu Satuan Kerja Perangkat Daerah di Propinsi Jambi). Simposium Nasional Akuntansi X. Universitas Hasanudin. Makasar.

Rinusu dan Sri Mastuti. 2003. Panduan Praktis Mengontrol APBD. Jakarta: Civic Education and Budget Transperency Advocation ( CiBa) & Friedrich Ebert Stiftung (FES).

Santoso, Singgih. 2000. SPSS Statistik Parametrik. Elex Media Komputindo. Jakarta.

Sembiring, Benar Baik. (2009). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Berbasis Kinerja (Studi Empiris di Pemerintah Kabupaten Karo). Tesis. Program Studi Ilmu Akuntansi Universitas Sumatera Utara.

Sugiyanto. 2004. Analisis Statistika Sosial. Bayumedia Publishing. Malang Jawa Timur.

Sugiyono. 1999. Metode Penelitian Bisnis. CV. Alfabeta. Bandung.

Page 68: Proposal Tesis

68

Thoha, M. 2001. Kepemimpinan dalam Manajemen. Suatu Pendekatan Perilaku. Rajawali Press. Jakarta.

Utari, Nuraeni. 2009. Studi Fenomenologis tentang Proses Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja pada Pemerintah Kabupaten Temanggung. Semarang. Tesis Universitas Diponegoro. (Tidak Dipublikasikan)

Wahono, Romi Satria. 2001. Pengantar Manajemen Organisasi. LIPI, Saitama University.

Widiyantoro, A.E. 2009. Implementasi Performance Budgetting Sebuah Kajian Fenomenologis (Studi Kasus pada Universitas Diponegoro). Tesis tidak diterbitkan. Program Studi Magister Akuntansi PPS. Universitas Diponegoro. Semarang.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, DEPKEU RI, Jakarta, 2003

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah  Pusat Dan Daerah.

Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 2005 Tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005, tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007, tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

Kepmendagri No 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Direktorat Pengelolaan Keuangan Daerah, Direktorat Jenderal Otonomi Daerah. Jakarta.

Page 69: Proposal Tesis

69

KUESIONER

DAFTAR PERTANYAAN

IDENTITAS RESPONDEN

Nama Responden :

N I P :

Nama Instansi :

Jabatan/Eselon : Kepala Badan/Dinas/SKPD ( II / III )

Kepala Bidang Perencanaan /Anggaran ( III

/ IV )

Lama Menduduki jabatan terakhir : …………….. Tahun

Jenis Kelamin :

Pendidikan Formal Terakhir :

Nama Lembaga Pendidikan/ Instansi

Fakultas JurusanGelar Pendidikan( DIII, S1, S2, S3,

Lain-lain)

TTahun

Pendidikan/ Pelatihan/ Kursus/ Bintek tentang Anggaran/penyusunan anggaran :

Tidak Pernah

Jarang

Pernah

Sering

Page 70: Proposal Tesis

70

TATA CARA PENGISIAN

Kuisioner ini terdiri dari 6 dimensi pertanyaan, yang meliputi :

Analisis faktor yang mempengaruhi penyusunan anggaran berbasis kinerja berupa

gaya kepemimpinan, komitmen dari seluruh komponen organisasi,

penyempurnaan sistem administrasi, kualitas sumber daya manusia, motivasi dan

anggaran berbasis kinerja. .

Berikan jawaban Anda dengan jujur sesuai dengan pendapat dan

keadaan Anda yang sesungguhnya, dengan memberi tanda silang (X) pada

alternatif jawaban berikut ini :

STS = Sangat Tidak Setuju

TS = Tidak Setuju

R = Ragu-Ragu

S = Setuju

SS = Sangat Setuju

Page 71: Proposal Tesis

71

NO INDIKATOR SS S R TS STSI Gaya Kepemimpinan1 Pimpinan selalu berkonsultasi, menerima saran,

pendapat, usulan dan kritikan dari bawahan dalam penyusunan anggaran berbasis kinerja

2 Pimpinan berpatisipasi dan memberi bantuan kepada bawahan dalam kegiatan penyusunan anggaran berbasis kinerja

3 Pimpinan selalu memberikan umpan balik dan keputusan yang tegas dalam melaksanakan penganggaran berbasis kinerja

4 Pimpinan memberikan semua pekerjaan dan tanggung jawab kepada bawahan dalam kegiatan penganggaran berbasis kinerja

5 Pimpinan tidak melakukan pengawasan terhadap proses penganggaran berbasis kinerja

6 Pimpinan selalu memperhatikan dan memberikan bimbingan, penjelasan, motivasi serta arahan dalam melaksanakan anggaran berbasis kinerja

7 Dalam penganggaran berbasis kinerja, pimpinan terlalu bergantung pada kekuasaan formalnya

8 Pimpinan tidak memberikan prioritas tugas yang akan dilaksanakan dalam penganggaran berbasis kinerja

9 Dalam pelaksanaan anggaran berbasis kinerja, pimpinan selalu mengarahkan pekerjaan harus selesai tepat waktu

II Komitmen dari seluruh komponen organisasi1 Pimpinan dan seluruh komponen SKPD, telah

mampu menjabarkan tugas pokok dan fungsi instansinya

2 Satuan kerja perangkat daerah telah memiliki dokumen perencanaan stratejik (renstra) instansinya yang lebih operasional

3 Penyusunan program dan kegiatan selama ini belum mengakomodir tugas pokok dan fungsi SKPD

4 Pimpinan dan seluruh komponen organisasi telah melibatkan seluruh bawahannya untuk mejabarkan tugas pokok dan fungsi instansinya.

5 Dalam penyusunan anggaran program dan kegiatan, pimpinan dan seluruh komponen SKPD telah memahami anggaran berbasis kinerja sebagai acuan.

Page 72: Proposal Tesis

72

6 Pimpinan dan seluruh komponen SKPD telah mengimplementasikan secara konsekuen siklus manajemen (perencanaan, penganggaran, pengendalian/monitoring dan evaluasi)

7 Selama ini pimpinan SKPD telah melibatkan semua bawahannya untuk berpartisipasi menyusun dalam anggaran instansinya.

8 Pada umumnya pimpinan SKPD telah memberi kesempatan kepada bawahannya untuk memberikan informasi yang dimilikinya sehingga pimpinan dapat memilih keputusan yang terbaik untuk mencapai tujuan instansinya.

9 Dalam penyusunan anggaran, komponen organisasi pada SKPD telah berdasarkan program/kegiatan tahunan, namun belum melakukan evaluasi pencapaian organisasi sehingga hampir tidak ada hal yang baru setiap penyusunan anggaran

10 Belum ada komitmen tertulis antara pimpinan SKPD dengan seluruh komponen pada SKPDnya untuk mencapai tujuan organisasi (visi, misi, tujuan dan sasaran sesuai dengan tugas pokok dan fungsi)

11 Pimpinan dan seluruh komponen SKPD belum memiliki sistem target kinerja yang akan dicapai sesuai visi, misi dan tujuan SKPDnya

III Penyempurnaan Sistem Administrasi1 Dokumen perencanaan daerah (Renstra/Renja

SKPD) pada umumnya berada pada pimpinan SKPD dan beberapa staf penyusun anggaran kegiatan

2 Dokumen perencanaan daerah (Renstra/Renja SKPD) tersebut telah dilengkapi dengan ukuran pencapaian kinerja program dan kegiatan

3 Instrumen pengukuran kinerja seperti analisis standar belanja, standar pelayanan minimal dan standar harga/satuan harga belum dimiliki semua SKPD

4 Standar analisis belanja dan standar harga yang spesifik pada masing-masing SKPD sudah dimutakhirkan/revisi setiap tahun

5 Pelaporan dan pertanggungjawaban kinerja SKPD belum menggambarkan pengukuran secara kuantitatif dan telah dikaitkan dengan analisis standar belanja, standar pelayanan minimal dan standar harga

6 Agar pencapaian kinerja SKPD bermanfaat,

Page 73: Proposal Tesis

73

pengukuran kinerja yang kuantitatif dan terukur secara berkala disempurnakan

IV Kualitas Sumber Daya Manusia1 Personil/sumber daya manusia pada SKPD

sebaiknya setiap ada kesempatan diikutsertakan dalam pembelajaran/ pelatihan tentang penyusunan anggaran berbasis kinerja

2 Guna meningkatkan kualitas kinerja SKPD, personil yang menangani penyusunan anggaran diberi kesempatan prioritas untuk mendalami anggaran berbasis kinerja.

3 Personil penyusun anggaran berbasis kinerja pada SKPD belum memiliki etos kerja tinggi

4 Jumlah personil pada SKPD belum memadai untuk melaksanakan kegiatan penyusunan anggaran berbasis kinerja

5 Personil pada SKPD memiliki keinginan dan kegairahan untuk berprestasi tinggi dalam kegiatan penyusunan anggaran berbasis kinerja

6 Personil pada SKPD belum memiliki intelejensi, kreatifitas dan imajinasi yang tinggi dalam kegiatan penyusunan anggaran berbasis kinerja

7 Nilai yang dianut, persepsi, sikap, personality penyusun anggaran sangat mempengaruhi kesuksesan dalam kegiatan penyusunan anggaran berbasis kinerja

V Motivasi1 Saya tidak memperoleh jumlah insentif yang

sesuai dengan kinerja saya dalam pelaksanaan penganggaran berbasis kinerja

2 Saya memperoleh tingkat kehidupan yang sesuai dengan kinerja saya dalam pelaksanaan penganggaran berbasis kinerja

3 Saya mendapat kesempatan mengembangkan keahlian dan kemampuan saya dalam kegiatan penyusunan anggaran berbasis kinerja

4 Saya diberi kesempatan untuk mempelajari hal yang baru dalam penyusunan anggaran berbasis kinerja

5 Saya merasa telah mengerjakan sesuatu yang bermanfaat dalam kegiatan penyusunan anggaran berbasis kinerja

6 Saya belum memperoleh kebebasan yang lebih dalam melaksanakan kegiatan penyusunan anggaran berbasis kinerja

7 Saya merasa dihormati/mendapat pengakuan dari rekan-rekan kerja terkait dengan kinerja

Page 74: Proposal Tesis

74

saya dalam kegiatan penyusunan anggaran berbasis kinerja

8 Saya memperoleh penghargaan dari pimpinan terkait dengan kinerja saya dalam kegiatan penyusunan anggaran berbasis kinerja

9 Kondisi lingkungan tempat saya bekerja belum mendukung prestasi saya dalam kegiatan penyusunan anggaran berbasis kinerja

VI Anggaran Berbasis Kinerja1 Penyusunan Anggaran SKPD berbasis kinerja

agar mengacu pada visi, misi, tujuan, sasaran, program dan kegiatan serta tupoksinya

2 Penyusunan Anggaran SKPD berbasis kinerja dimulai dari Renstra dan Renja serta mengembangkan standar analisis belanja, standar pelayanan minimal dan standar harga yang spesifik pada SKPDnya

3 Penyusunan Anggaran SKPD berbasis kinerja menjadi perpaduan perencanaan kinerja yang mengaitkan antara dana yang tersedia dengan hasil yang diharapkan

4 Seluruh komponen organisasi dalam SKPD membuat suatu komitmen untuk mengembangkan penganggaran berbasis kinerja pada SKPDnya

5 Pengembangan penganggaran berbasis kinerja dimaksud yaitu menyempurnakan standar analisis belanja, instrumen kinerja lainnya dan standar biaya yang spesifik secara berkalaa, agar kinerja penganggaran berbasis kinerja semakin baik

6 Pengembangan penganggaran berbasis kinerja yang semakin baik, termasuk adanya pemahaman yang sama bagi seluruh komponen organisasi tentang penganggaran berbasis kinerja

7 Pengambangan penganggaran berbasis kinerja yang semakin baik, termasuk peningkatan kemampuan dan kompetensi seluruh komponen organisasi dalam memahami penganggaran berbasis kinerja

Page 75: Proposal Tesis

75