Proposal Tesis
-
Upload
syadalloh-crb -
Category
Documents
-
view
418 -
download
3
description
Transcript of Proposal Tesis
PENYELENGGARAAN MANAJEMEN MODERN PADA LEMBAGA
PESANTREN SEBAGAI BAGIAN DARI PENDIDIKAN MENTAL DAN
MORAL SANTRI
(Studi Sosiologis pada Pola Manajemen Ponpes Husnul Khatimah Kuningan Jabar)
LATAR BELAKANG MASALAH
Manusia, sebagai homo socius senantiasa menyadari dua sisi fundamental
dari kehidupannya, yakni sisi individual dan sisi sosial. Ini bukan berarti terjadi split
of personality pada seseorang, melainkan sebuah awareness. Mengapa demikian?
Pada hakikatnya, manusia secara asasi tidak lain dan tidak bukan adalah individu
merdeka yang hidup berdampingan dengan kemerdekaan orang lain. Kemerdekaan
individu yang berdampingan dengan kemerdekaan orang lain meniscayakan pada
sikap bebas yang terkendali. Walaupun dalam kacamata para pembela ekstremis
eksistensialisme, pengendalian terhadap kebebasan individu adalah neraka yang
menyakitkan, namun tetap saja mereka menerima bahwa eksistensi diri sesungguhnya
adalah “ada” bersama eksistensi orang lain.
Demikian pula dalam wacana sosiologi, kehidupan bersama meniscayakan
persentuhan kebebasan yang seringkali bermakna konflik antar individu. Hal ini pun
dilihat para sosiolog sebagai fenomena yang mengandung paradigma yang berbeda.
Di satu sisi, konflik ini bermakna konflik sejati yang saling menguasai dan
1
menjatuhkan seperti yang dikemukakan Karl Marx, namun di sisi lain konflik ini
dapat dipahami secara fungsional yang cenderung konstruktif.
Kesadaran manusia atas kenyataan inilah yang dalam bahasa psikologi
diverbalkan dengan istilah awareness. Sebuah kesadaran akan keadaan individu yang
dilingkari oleh orang lain, sehingga diperlukan sikap yang toleran dan penuh dengan
pengendalian diri.
Dalam wacana sosiologi, kehidupan bersama semacam ini memerlukan
kondisi yang ditata dan ditertibkan (regulation) sehingga tercipta tatanan sosial
(social order). Dengan kata lain, bahwa kesadaran (awareness) yang dimaksud akan
dapat tercapai pada setiap individu jika tatanan sosial mendukungnya. Yang
dimaksud dengan tatanan sosial di sini adalah adanya sistem sosial yang lengkap dan
terstruktur. Dalam bahasa Marx, bahwa infrastruktur harus sejalan dengan
suprastrukturnya. Namun begitu, Marx senantiasa apatis akan adanya kesejalanan ini
karena ia menganggap bahwa infrastruktur senantiasa tidak dapat mengikuti
suprastrukturnya. Walaupun demikian, Marx menilai bahwa hal ini adalah sebuah
proses evolusioner menuju awareness yang dicita-citakan.
Lain lagi jika dilihat dari dimensi agama. Kesadaran manusia dapat dicapai
dengan proses peningkatan spiritualitas. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi tingkat
spiritualitas, sama halnya dengan bertambahnya kualitas kesadaran seseorang. Dalam
konteks agama, peningkatan spiritualitas seseorang dapat dilakukan dengan terus-
menerus mempelajari cara untuk memahami hubungan manusia dengan Tuhan.
Semakian manusia mengenal Tuhannya, semakin terbuka pula semua selubung
2
“kebinatangan” yang selama ini terus meliputi hakikat “kemanusiaan”nya. Dalam
pandangan agama inilah, manusia sesungguhnya adalah satu wujud pancaran Tuhan
(teori iluminasi Suhrawardi). Karena satu wujud, maka sesungguhnyalah tiada arti
pertentangan.
Beberapa wacana di atas memandang kebebasan manusia dan hubungannya
dengan kebebasan orang lain secara berbeda-beda. Namun muara semua pandangan
itu adalah bagaimana mengupayakan kesadaran manusia untuk dapa hidup
berdampingan secara kooperatif, dan bukan kooptatif. Teori-teori pendidikan
menemukan momentumnya dalam hal ini. Pendidikan dengan berbagai dimensinya,
baik dilihat dari sisi agama maupun sisi lainnya, ia dianggap sebagai media yang akan
menghantarkan pada terciptanya manusia-manusia yang memiliki kesadaran yang
tinggi. Dari latar belakang inilah, pendidikan muncul dengan berbagai paradigmanya
masing-masing.
Salah satu model pendidikan ini adalah munculnya model pendidikan
pesantren. Walaupun awal munculnya pesantren banyak bercermin pada model
pendidikan madrasah di abad klasik Islam yang secara kronologis lebih bernuansa
politis, tetapi ghirah yang dibangun adalah bagaimana memelihara nilai-nilai luhur
kemanusiaan yang dapt membawa manusia memiliki kualitas spiritual dan sosial
yang tinggi. Keberadaan pesantren pada awalnya menggunakan konsep salaf1, yakni
konsep tradisional. Model pengembangan kelembagaan maupun pengembangan
1 Kata salaf diambil dari kata al-salaf al-shalihin, artinya orang-orang saleh terdahulu. Oleh karena itu konsep yang dikembangkan adalah tradisional karena pada awalnya adalah lebih mengacu pada jalan hidupnya orang-orang pilihan yang dianggap figur secara individual.
3
kurikulum materi ajar tidak terencanakan secara konseptual. Model lembaga
pesantren semacam ini berkembang pesat di Indonesia, termasuk sampai saat ini.
Sebagaimana uraian di atas, maka kedudukan pesantren adalah sebagai
institusi moral. Hal ini karena moralitas dianggap sebagai indikator yang paling dapat
menunjukkan atas tingkat kualitas kesadaran manusia. Oleh karena itu, konsentrasi
lembaga pendidikan model pesantren ini adalah pada bagaimana membentuk
moralitas anak-anak atau peserta didiknya. Jadi sangat wajar, jika model pesantren
“salaf” atau “tradisional” ini seringkali menggunakan konsep pendidikan “ngabdi ing
kyai” dan masalah materi ajar seringkali tidak diutamakan. Atau bahkan bagaimana
membentuk perilaku ini bisa dilihat dari mata ajar kitab-kitab yang menyangkut pada
wawasan dan pengetahuan tentang nilai-nilai yang patut dijalankan dalam kehidupan
sehari-hari sebagai moralitas. Di antara kitab yang sering dipakai pada pesantren-
pesantren salaf yaitu akhlaq lil bain, akhlaq lil banat, dan akhlaq al-nisa. Dengan
kenyataan ini, maka pesantren yang dipredikatkan sebagai lembaga pendidikan
agama tradisional sepertinya keberhasilan lembaga tersebut dalam mendidik agama
seseorang peserta didik dapat dinilai dari sejauh mana perilaku atau moralitas peserta
didik tersebut.
Image pesantren sebagai lembaga pendidikan moral sebenarnya terus
melekat dan diidolakan sampai saat ini. Oleh karena itu, banyak pihak masih
memandang bahwa pesantren dianggap menduduki peran penting dan bertanggung
jawab dalam pendidikan mental dan moral santri-santrinya. Hal ini diindikasikan
pada sebagian pandangan masyarakat yang menyetujui untuk menitipkan anaknya
4
pada pesantren untuk dididik mental dan moralnya menjadi pribadi yang bermental
tangguh dan berakhlak luhur. Lebih ekstrem lagi jika pada akhirnya pesantren
diposisikan sebagai penanggung jawab pendidikan mental dan moral santri yang
sebelumnya –sebelum masuk pesantren- adalah sangat “brutal” atau kurang –untuk
tidak mengatakan tidak- bermoral.
Pada perkembangannya, pesantren saat ini mengalami kemajuan pesat, baik
secara kuantitatif maupun kualitatif. Secara kuantitatif, saat ini telah muncul
lembaga-lembaga pesantren baru yang jumlahnya terus meningkat. Adapun secara
kualitatif, lembaga-lembaga pesantren saat sudah banyak yang mulai merespons
kebutuhan zamannya. Dari sisi kurikulum dan materi ajar, banyak pesantren saat ini
sudah melakukan modifikasi sedemikian rupa dengan perkembangan keilmuan dari
Barat. Metodologi pengajaran juga semakin modern. Bahkan secara kelembagaan,
banyak pesantren saat ini sudah mengadopsi konsep manajemen modern yang sangat
kontras dengan model kelembagaan pesantren sejak awal yang cenderung tradisional.
Biasanya model-model pesantren modern saat ini dijadikan sebagai pilihan bagi
lembaga-lembaga pesantren yang baru atau yang akan berdiri. Di samping itu, tidak
sedikit pula pesantren tradisional yang mulai melirik dan secara perlahan
menyesuaikan diri dengan konsep manajemen modern.
Dengan perkembangan lembagan pesantren dengan berbagai modelnya saat
ini, cita-cita orang tua menitipkan anaknya ke lembaga pesantren semakin beragam
pula. Sebagian orang tua mengharapkan agar puteranya kelak menjadi orang yang
menguasai ilmu-ilmu agama sehingga di kemudian hari menjadi ulama di tengah
5
masyarakatnya, ada pula yang memiliki keinginan khusus agar puteranya mampu
menghafal al-Quran, mampu berbahasa asing khususnya Arab dan Inggris, mampu
memiliki keterampilan pertanian, menjadi ahli tarekat, menjadi muballigh atau da`i,
bahkan ada yang ingin agar anaknya sembuh dari prilaku “preman”nya, dan lain-lain.
Yang lebih parah adalah dengan kemajuan dimensi sosial kehidupan saat ini, banyak
orang tua yang dengan alasan tidak memiliki waktu untuk mendidik anaknya, lalu
kemudian ia menitipkan anaknya ke lembaga pesantren.
Namun begitu, atas dasar motivasi apapun yang dimiliki para orang tua
santri untuk menitipkan anaknya ke pesantren, pada dasarnya semuanya tetap masih
mengidolakan pesantren sebagai institusi moral agamis sebagaimana diuraikan di
atas. Dalam bahasa sederhana, para orang tua itu ingin me-“nyantri”-kan anaknya,
atau menjadikan anaknya memiliki predikat dan prilaku “santri”. Istilah “santri”
secara implisit membedakannya dengan kondisi mental dan moral “bukan santri”.
Sebuah istilah yang memiliki makna yang mudah dipahami oleh semua orang yang
mengesankan keadaan mental yang kuat dan moral yang luhur yang berlandaskan
pada prinsip-prinsip moralitas agama.
Kepahaman masyarakat yang demikian juga menjadi basis pengharapan
semua pihak, baik pihak pemerintahan secara struktural agar tercipta generasi yang
memiliki kinerja istimewa dalam menjalankan amanat tugas, maupun pihak
masyarakat secara umum yang mendambakan sebuah perubahan yang lebih baik dari
terciptanya generasi-generasi santri yang unggul dan potensial.
6
Melihat gerak perubahan pesantren yang sedemikian pesat dan sedemikian
rupa, maka muncul pertanyaan apakah pesantren saat ini masih akan mampu
menjalankan fungsi utamanya yang diidolakan masyarakat itu, yaitu dalam
pembentukan mental dan moral santri yang luhur. Permasalahannya adalah saat ini
banyak munculnya lembaga-lembaga pesantren yang menggunakan kebijakan-
kebijakan sedemikian rupa dalam membangun sistem kelembagaan dan model
pembelajarannya yang cenderung modern dan kompleks. Beberapa pesantren bahkan
telah membangun dan memiliki identitas atau citra sendiri, misalnya pesantren
pertanian, pesantren bahasa, bahkan pesantren wirausaha. Pertumbuhan yang
demikian pesat pada lembaga jenis pesantren ini semakin menunjukkan bahwa
harapan dan apresiasi masyarakat begitu tinggi terhadap kelembagaan pesantren.
Pertanyaannya adalah apakah model lembaga pesantren dengan konsep manajemen
modern saat ini tidak akan mendistorsi nilai-nilai klasik pesantren tradisional yang
menjadi koridor bagi tercetaknya generasi bermental dan bermoral luhur itu. Selain
itu, patut juga ditanyakan apakah sungguh akan mampu memenuhi harapan
masyarakat itu tentang tumbuhnya generasi bermental dan bermoral “santri”. Apakah
sistem dan model manajemen modern ini secara nyata memiliki keunggulan dan
kelebihan dibandingkan sistem dan model yang tradisional. Bagaimana pula kaitan
manajemen modern dalam memberikan makna terhadap pendidikan mental dan moral
santri. Hal ini semua menjadi masalah yang menarik untuk dikaji, “sejauh manakah
konsep manajemen modern pada lembaga pesantren mampu mempengaruhi proses
pendidikan dan pembinaan mental dan moral pada santri-santrinya?”
7
Dalam permasalahan ini pula, proposal penelitian ini diajukan untuk
menjadi bahan penulisan Tesis, insya Allah. Penelitian akan mengambil sampel pada
Pondok Pesantren Husnul Khotimah yang berlokasi tepatnya di Desa Maniskidul
Kecamatan Jalaksana Kabupaten Kuningan Jawa Barat. Lembaga ini dianggap
sebagai ikon lembaga pesantren yang menunjukkan model penyelengaraan dengan
konsep manajemen modern di Jawa Barat dalam skala propinsi bahkan di Indonesia
dalam skala nasional.
MASALAH PENELITIAN
Sebagaimana tergambar dalam Latar Belakang Masalah, penelitian ini
memfokuskan pada permasalahan “adakah hubungan antara konsep manajemen
modern pada lembaga pesantren dengan sikap mental dan moral santri, dan
sejauhmanakah manajemen modern mampu mempengaruhi proses pendidikan dan
pembinaan mental dan moral tersebut?”
Dari permasalah utama di atas, dapat dibuat pertanyaan penelitian yang
lebih spesifik, yakni:
1. Bagaimana sesungguhnya gambaran konsep manajemen modern lembaga
pesantren Husnul Khotimah?
2. Bagaimana keadaan sikap mental dan moral santri Pondok Pesantren Husnul
Khotimah?
3. Adakah hubungan antara konsep manajemen modern yang diberlakukan di
Husnul Khotimah dengan sikap mental dan moral santrinya?
8
4. Sejauhmanakah manajemen modern yang digunakan Husnul Khotimah
mempengaruhi proses pendidikan dan pembinaan sikap mental dan moral bagi
santri-santrinya?
MAKSUD PENELITIAN
Penelitian ini secara umum perlu dilakukan dengan maksud-maksud yang
bisa disebutkan berikut ini:
1. Sebagai sumbangsih ilmu pengetahuan dalam bidang ilmu manajemen yang
dapat membuktikan kebenaran teori manajemen modern atau bahkan
sebaliknya.
2. Sebagai bahan kajian semua pihak tentang efektivitas manajemen modern
pada suatu lembaga pendidikan khususnya pesantren.
3. Sebagai upaya menemukan kata kunci yang menghubungkan antara konsep
manajemen modern dengan proses pendidikan bagi sikap mental dan moral.
TUJUAN PENELITIAN
Di samping beberapa maksud di atas, penelitian ini juga perlu dilakukan
dengan tujuan-tujuan sebagai berikut:
1. Untuk menjelaskan makna konsep manajemen modern pada lembaga
pendidikan, khususnya pesantren.
9
2. Untuk melihat keterkaitan antara konsep manajemen –dalam hal ini konsep
manajemen modern- dengan efektivitas program lembaga pendidikan,
khususnya pesantren sebagai institusi moral.
3. Untuk membuktikan adanya kekuatan dan melihat kemungkinan kelemahan
konsep manajemen modern untuk model lembaga pesantren.
KEGUNAAN PENELTIAN
Selain maksud dan tujuan yang telah disebutkan di atas, penelitian ini
diharapkan dapat digunakan sebagai:
1. Wacana yang akan berguna bagi masyarakat umum untuk memilah dan
memilih lembaga pendidikan yang tepat berdasarkan masukan analisa dan
temuan sebagai bahan pemikiran.
2. Perbandingan dan tolak ukur bagi siapapun yang telah mengelola lembaga
pesantren maupun yang baru memiliki keinginan untuk menyelenggarakan
lembaga pendidikan pesantren
3. Bahan masukan (input) bagi lembaga pendidikan pesantren yang diteliti untuk
meningkatkan berbagai aspek pelaksanaan manajerialnya
4. Bahan pertimbangan bagi pemerintah, khususnya Departemen Agama, untuk
membuat arah kebijakan yang lebih proporsional dan visioner tentang
penyelenggaraan lembaga pendidikan pesantren.
5. Dasar temuan ilmiah yang dapat dijadikan bahan kajian bagi kegiatan-
kegiatan ilmiah, termasuk penelitian selanjutnya
10
HIPOTESA
Berdasarkan fenomena yang teramati tentang maraknya kemunculan
lembaga-lembaga pesantren dengan model yang modern dan kecenderungan minat
yang begitu tinggi dari masyarakat muslim saat ini walaupun pada umumnya harus
mengeluarkan biaya yang cukup mahal jauh daripada pesantren tradisional, maka
penulis berasumsi bahwa lembaga pendidikan pesantren dengan manajemen modern
telah berhasil melakukan proses pendidikan sesuai yang diharapkan.
Dan dengan ini, maka hipotesa penulis adalah bahwa ada keterkaitan atau
hubungan antara konsep manajemen modern pada lembaga pesantren dengan tingkat
kualitas mental dan moral santrinya. Lebih jauh, adalah adanya pengaruh yang
signifikan yang diberikan manajemen modern terhadap model pndidikan mental dan
moral.
ANALISA TEORETIS DAN KERANGKA KONSEPTUAL
Konsep manajemen modern dalam konteks ini adalah konsep manajemen
dengan model pengembangan organisasi (organization development) yang pernah
dikemukakan oleh Karl Albrecht, yaitu mengelola organisasi dengan cara yang betul-
betul baru dalam rangka suatu proses yang tiada hentinya, lebih dari sekedar pola
sehari-hari “mengusahakan segala sesuatu pada jalurnya”. Bagi Albrecht, manajemen
modern adalah proses yang menyeluruh dan terencana dalam rangka melakukan
perubahan dan peningkatan jalannya organisasi secara keseluruhan. (Karl Albrecht,
1985: pendahuluan)
11
Menjalankan manajemen organisasi modern bercirikhas sistemik dan
komprehensif. Menurut Albrecht, manajer masa kini harus dapat membedakan
bagaimana menjalankan perusahaan kereta api daripada sekedar menjalankan kereta
api saja. Dalam bahasa yang lebih sederhana, manajemen modern adalah bagaimana
merancang, mengorganisasi, memimpin, dan mengendalikan organisasi secara
keseluruhan (Depag, Pola Manajemen Penyelenggaraan Pondok Pesantren, tt: 11).
Hal ini jelas berbeda dari sekedar menjalankan organisasi yang sering mengabaikan
perencanaan. Hal ini biasa terjadi pada manajemen tradisional.
Manajemen modern yang profesional juga senantiasa meletakkan efektivitas
dan efisiensi dalam segala langkah pengelolaan. Efektivitas berarti mencapai sasaran
yang maksimal, sementara efisiensi berarti menghemat management cost seirit
mungkin. Walter McMahon mempopulerkan istilahnya dengan Efficiency
Management Information System (EMIS). (2004: pendahuluan)
Dalam kenyataan tentang banyaknya muncul organisasi pendidikan
pesantren yang berbasis manajemen modern saat ini, HAR. Tilaar mengungkapkan
bahwa hal itu sudah merupakan tuntutan zaman rezim globalisasi. Pada masyarakat
yang hidup di era ini, dituntut untuk mampu berkoeksistensi dengan bangsa-bangsa
lain yang nyata-nyata memiliki kompetensi yang beragam. Oleh karenanya, konsep
manajemen yang berfokus pada pengembangan sumber daya manusia, khususnya
lembaga-lembaga pendidikan seperti pesantren, harus mau beradaptasi dan mulai
mengembangkan visi global. (HAR. Tilaar, 1997: 31)
12
Rasulullah saw. sendiri adalah tokoh pendidik yang memiliki visi jauh ke
depan. Beliau sangat mahir menjadikan peristiwa-peristiwa tertentu sebagai hikmah
dan pelajaran. Ini berarti pendidikan agama sesungguhnya harus visioner dan
berkembang sesuai kondisi sosialnya. (Nadjib Khalid al-Am, 2004: 122)
Selain itu, dalam kajian sosiologi, masyarakat diyakini terus mengalami
perubahan, oleh karena itu, kehidupan masyarakat harus senantiasa direspons dengan
berbagai kebijakan yang sesuai. Beberapa teori seperti teori fungsional struktural,
teori solidaritas organis, teori moralitas, teori integrasi sosial, teori hukum dan lain-
lain membuktikan adanya bebrapa paradigma yang senantiasa kontekstual.
LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN
Untuk melaksanakan penelitian ini, melihat permasalahan yang akan diteliti,
maka ditetapkanlah langkah-langkah penelitian sebagai berikut:
1. Metode Penelitian
Berdasarkan masalahnya, metode untuk penelitian yang akan digunakan
adalah bersifat deskriptif, yakni berupaya menggambarkan kenyataan di lapangan
tentang hubungan dan pengaruh konsep manajemen modern dengan sikap mental dan
moral santri. Hal ini berarti upaya memecahkan masalah dengan cara memunculkan
gejala-gejala di lapangan sebagai fakta yang menjadi datanya.
13
2. Sumber Data
Untuk mencari informasi yang lebih banyak dan lebih komprehensif tentang
permasalahan ini, maka penulis mengambil dua alternatif sumber data, yakni sumber
data primer dan skunder.
a.Sumber Data Primer; yakni sumber data yang menjadi pokok pembahasan
utama.
1) Pondok Pesantren Husnul Khotimah, data dan rancangan konsep
kelembagaan, dan kenyataan perilaku santri yang dapat diamati
2) Tanggapan masyarakat secara umum
b. Sumber Data Sekunder; yakni sumber data yang bisa menjadi
penunjang pencarian data dan informasi.
1) Buku-buku referensi yang berkaitan langsung dengan penyelenggaraan
pondok pesantren dan buku-buku lain yang memberikan penjelasan
tentang manajemen.
2) Buku-buku yang menjadi sumber bahan analisis, khususnya buku-buku
sosiologi
3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk melakukan pengumpulan data-data yang dibutuhkan, dan karena
penelitian ini bersifat studi lapangan (field research), maka teknik wawancara dengan
berbagai pihak baik dalam lembaga pesantren yang dimaksud, juga masyarakat yang
14
memiliki kaitan dengan lembaga yang bersangkutan, misalnya orang tua santri dan
warga sekitar. Di samping itu, untuk melengkapi pencarian datanya akan digunakan
angket.
4. Analisis Data
Analisis data akan dilakukan setelah data terkumpul baik dari wawancara
maupun dari hasil penyebaran angket. Data-data tersebut akan diklasifikasikan secara
khas kemudian dilakukan interpretasi terhadapnya, sehingga menunjukkan hubungan
yang signifikan dengan permasalahan ini.
PENDEKATAN ILMU DAN DATA
Dalam penelitian yang dilakukan melihat masalahnya, maka pendekatan
keilmuan yang digunakan secara spesifik adalah manajemen dan sosiologi, namun di
samping itu ilmu-ilmu lain seperti filsafat hukum, psikologi, antropologi, dan
termasuk etnografi akan digunakan untuk mempertajam analisis terhadap data-data
yang ada.
PENELITI
Penelitian ini dilakukan secara pribadi karena dimaksudkan untuk
memenuhi penyusunan karya ilmiah berupa Tesis, sebagai persyaratan dalam
menyelesaikan program pascasarjana di STAIN Cirebon.
15
DAFTAR BACAAN SEMENTARA
Poloma, Margaret M.,(2000), Sosiologi Kontemporer, Jakarta: RajaGrafindo Persada,
cet. ke-4
Khalid, Nadjib al-`Am, (2004), Mendidik Cara Nabi SAW, Bandung: Pustaka
Hidayah, cet. ke-2
Tilaar, HAR., (1997), Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam Era Globalisasi,
Jakarta: Grasindo, cet. ke-1
Fatah, Rohadi Abdul dan Taufik, M. Tata, (2004), Manajemen Dakwah di Era
Global, Jakarta: Fauzan Inti Kreasi, cet. ke-2
McMahon, Walter W., (2003), Sistem Informasi Manajemen Berbasis Efisiensi,
Jakarta: Logos Wacana Ilmu, cet. ke-1
Departemen Agama, (2001), Pola Manajemen Penyelenggaraan Pondok Pesantren
Albrecht, Karl, (1985), Pengembangan Organisasi, Bandung: Angkasa, cet. ke-2
16
17