Proposal Revisi 30-01 Pa Eming

download Proposal Revisi 30-01 Pa Eming

of 37

Transcript of Proposal Revisi 30-01 Pa Eming

1

I.

JUDUL

DEKOMPOSISI SERASAH DAUN PEPOHONAN PENYUSUN HUTAN RAKYAT MENGGUNAKAN AKTIVATOR EM4

II.

LATAR BELAKANG

Di Indonesia banyak terdapat hutan rakyat. Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik dengan ketentuan minimal 0,25 Ha dan penutupan tajuk tanaman kakyu-kayuan minimal 50% dan atau pada tahun pertama jumlah minimal batang 500 batang/Ha (UU No. 41 Tahun 1991 dan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 49/KPTS-II/1997). Hutan rakyat disebut juga dengan hutan hak, karena lahan hutan rakyat dibebani hak-hak atas tanah. Namun, oleh karena pengelolaan hutan hak dilakukan oleh rakyat, maka istilah hutan rakyat lebih diterima masyarakat daripada hutan hak. Dalam sejarah perkembangannya, hutan rakyat telah dikembangkan sejak 1976/1977 yakni sejak diberlakukannya INPRES Penghijauan dan Reboisasi. Inpres tersebut bertujuan untuk menangani lahan-lahan kritis dan tidak produktif. Program penghijauan masih berjalan hingga sekarang yaitu dalam bentuk kegiatan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) dan Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis (GRKL). Hutan rakyat memiliki bermacam-macam pola tanam yang berbeda. Tiap pola tanam hutan rakyat yang berbeda-beda menghasilkan jumlah biomassa dan memiliki tingkat kesuburan tanah yang berbeda-beda pula. Misalnya untuk Hutan rakyat berbasis jati, mahoni dan coklat merupakan jenis hutan rakyat yang

2

memiliki biomassa serasah yang lebih besar jika dibandingkan dengan jenis pola tanam hutan rakyat yang lainnya. Hal ini dapat dilihat pada data hasil penelitian yang menunjukkan jumlah biomassa yang dihasilkan oleh hutan rakyat berbasis jati, mahoni dan coklat yaitu untuk hutan rakyat berbasis jati biomassanya mencapai 318.20 ton/ha, untuk hutan rakyat berbasis Mahoni biomassanya mencapai 271.18 ton/ha (Brown, S. (1977) dalam Arwan, Y. (tt):7). Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan Somantri (2009:35-37) di Hutan Rakyat Kabupaten Ciamis diperoleh biomassa untuk hutan rakyat berbasis jati adalah 14,60 Ton/Ha, hutan rakyat berbasis Mahoni adalah 8,31 Ton/Ha dan untuk hutan rakyat berbasis Coklat adalah 11,68 Ton/Ha. Hutan memiliki kemampuan untuk mengembalikan dan menambah

kesuburan tanah. Biomasa merupakan bahan dasar untuk menyuburkan tanah melalui proses dekomposisi dan mineralisasi. Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa tingkat kesuburan tanah hutan sangat dipengaruhi oleh poduktivitas biomasanya (baik berupa serasah daun, ranting, batang maupun akar) dan laju dekomposisi. Produktivitas biomasa hutan dipengauhi oleh jenis tumbuhan, sedangkan laju dekomposisi dipengaruhi oleh jenis-jenis decomposer yang berperan dalam proses dekomposisi. Produktivitas untuk setiap jenis tanaman berbeda-beda, sebagai contoh adalah pada tanaman non legum dapat ditaksir kira-kira sebesar 10 kg/tanaman/tahun (umur tanaman 5 8 tahun), dan pada lahan tidak produktif kira-kira sebesar 10 ton/ha/tahun (Mantinahoru, J. 2011:2). Namun permasalahannya adalah laju dekomposisi secara alami dari serasah-serasah tersebut agar bisa menjadi unsur hara bagi tanaman sangat

3

lambat. Serasah tanaman non legum membutuhkan waktu dekomposisi lebih dari 24 bulan, sementara untuk tanaman legum adalah 12 bulan (Mantinahoru, J. 2011:2). Apabila laju dekomposisi hutan lebih lambat dibanding penyerapan unsur hara oleh tanaman maka akan menyebabkan ketersediaan hara bagi tanaman akan semakin berkurang bahkan terjadi defisiensi yang akan mengakibatkan terjadinya penurunan produktivitas hutan. Sebaliknya, jika laju dekomposisi hutan lebih cepat dari penyerapan unsur hara oleh tanaman maka akan terjadi peningkatan kesuburan tanah dan sekaligus meningkatkan produktivitas tanaman hutan. Barbour et al., (1987) mengatakan bahwa laju dekomposisi serasah berbeda antara satu ekosistem dengan ekosistem lainnya. Laju ini terutama dipengaruhi oleh kelembaban udara, organisme flora dan fauna mikro dan kandungan kimia dari serasah. Murbandono (2002:14), menambahkan bahwa kecepatan dekomposisi seresah daun dipengaruhi oleh jenis bahan baku, temperatur, kandungan nitrogen dan kelembaban. Oleh karena itu maka perlu dilakukan pemilihan metode untuk mempercepat dekomposisi serta jenis decomposer yang sesuai dengan jenis tumbuhannya. Salah satu metode untuk mempercepat dekomposisi ialah melalui dekomposisi buatan yang disebut dengan pengomposan. Usaha untuk mempercepat proses pengomposan telah banyak dilakukan, diantaranya ialah dengan perlakuan fisik dan biologis. Perlakuan fisik adalah dengan cara memperkecil ukuran bahan yang akan dikomposkan atau dengan perlakuan kimia seperti penambahan kapur pada timbunan bahan kompos. Sedangkan perlakuan biologis ialah melalui penambahan populasi

4

mikroorganisme decomposer yang mampu mendegradasikan bahan organik. Namun usaha tersebut belum tampak memberikan hasil yang nyata. Atas dasar hal-hal tersebut di atas, maka perlu dilakukan pengujian activator untuk mempercepat laju dekomposisi serasah. Salah satu activator yang mengandung mikroba dwekomposer ialah EM4. EM4 adalah suatu produk bioteknologi yang telah diuji kemampuannya untuk mempercepat proses dekomposisi dari bahan organik dan telah diuji secara sukses dibidang pertanian. Produk ini adalah hasil isolasi berbagai mikroorganisme tanah yang potensial dalam proses dekomposisi bahan organik dan kemudian dikultur pada media buatan dengan berbagai komposisi untuk meningkatkan keefektifan kerja dari mikroba tersebut. EM4 mengandung beberapa jenis mikroba utama yaitu bakteri fotosintetik, bakteri asam laktat, Ragi (yeast), Actinomycetes dan jamur fermentasi. Pengujian EM4 dalam bidang kehutanan masih jarang dilakukan. Satusatunya acuan pengujian EM4 adalah pada serasah tanaman sengon, Nak dan Eukaliptus yang dilakukan oleh Mantinahoru (2011:3). Hasil penelitiannya menunjukan bahwa pemberian EM4 pada dekompossi serasah sengon dapat mengurangi lama waktu pelapukan sampai 50 % dibanding waktu pelapukan secara alamiah. Sedangkan pengujian M pada serasah jenis tanaman penyusun hutan rakyat lainnya belum dilakukan. Oleh karena itu dalam upaya mempertahankan kesuburan tanah serta meningkatkan produktivitas hutan rakyat maka diperlukan pengujian M terhadap laju dekomposis serasah jenis-jenis tanaman penyusun hutan rakyat lainnya.

5

III.

RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Berapakah waktu yang dibutuhkan untuk dekomposisi serasah daun pepohonan penyusun hutan rakyat dengan menggunakan activator EM4. 2. Berapakah kandungan unsur hara makro yang dihasilkan dari hasil dekomposisi serasah daun pepohonan penyusun hutan rakyat.

IV.

BATASAN MASALAH

Adapun untuk membatasi ruang lingkup penelitian ini dilakukan pembatasan masalah sebagai berikut:

1. Kecepatan Dekomposisi Kecepatan dekomposisi ialah lama waktu yang dibutuhkan untuk menguraikan serasah menjadi unsur hara yang siap diserap oleh tanaman. Laju dekomposisi serasah diukur dengan menghitung jumlah hari yang dibutuhkan sampai serasah daun tersebut terdekomposisi dengan sempurna. 2. Jenis serasah hutan rakyat Jenis tanaman pepohonan yang menyusun hutan rakyat didominasi oleh tanaman jati, mahoni dan coklat. Oleh karena itu jenis tanaman yang akan diuji dekomposisinya dibatasi hanya untuk jenis-jenis tanaman tersebut. Laju dekomposisi pada setiap bagian tanaman adalah berbeda-beda. Laju dekomposisi yang paling cepat ialah bagian daunnya. Oleh karena

6

keterbatasan waktu, maka pengujian bagian tanaman dalam penelitian ini diarahkan hanya pada bagian daunnya. 3. Unsur Hara Makro Unsur hara makro yang seringkali dijadikan indicator kesuburan hasil dekomposisi adalah unsur hara Nitrogen, Posfor dan Kalium. Oleh karena itu dalam penelitian ini unsur hara yang diuji diarahkan pada unsur hara makro N, P dan K.

V.

TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah :

1.

Mengetahui waktu yang dibutuhkan untuk mendekomposisi serasah daun Jati, mahoni dan Coklat dengan menggunakan aktivator EM4

2.

Mengetahui kandungan unsur hara makro (N, P dan K) dari hasil dekomposisi serasah daun Jati, Mahoni dan Coklat

VI.

MANFAAT PENELITIAN

1. Pengembangan Ilmu Membantu pengembangan IPTEK misalnya untuk ekologi dapat mengetahui cara mempercepat laju dekomposisi dengan pemberian aktivator. 2. Manfaat Praktis Dapat dijadikan dasar untuk proses pembuatan pupuk organik dari bahan seresah daun. 3. Manfaat di Bidang Pendidikan

7

Penelitian ini dapat di aplikasikan dalam bidang pendidikan yaitu pada pelajaran Biologi kelas X Sub Bab Pengolahan Limbah yaitu dengan mengolah serasah menjadi pupuk.

VII.

KERANGKA PEMIKIRAN

Hutan rakyat memiliki pola tanam yang berbeda, misalnya adalah hutan rakyat berbasis jati, hutan rakyat berbasis mahoni dan hutan rakyat berbasis coklat. Ketiga jenis pepohonan penyusun hutan rakyat tersebut memiliki biomassa serasah yang tinggi jika dibandingkan dengan jenis pepohonan penyusun hutan rakyat yang lainnya. Guguran daun Jati, Mahoni dan Coklat menghasilkan seresah daun dalam jumlah yang besar. Seresah daun tersebut jika telah mengalami dekomposisi akan memberikan sumber hara bagi tanah dan tanaman itu sendiri karena hasil dari proses dekomposisi menghasilkan bahan-bahan organic yang penting bagi kehidupan organisme tanah dan produktivitas lahan serta pohon tersebut. Namun Besarnya produksi seresah pada pola tanam hutan rakyat berbasis jati, Mahoni dan Coklat tersebut tidaklah sebanding dengan kecepatan dekomposisi daun tersebut. Salah satu upaya untuk mempercepat proses dekomposisi adalah dengan pengayaan populasi mikroorganisme yang bersifat dekomposer dan mampu mendegradasikan bahan organik. Penambahan populasi mikroorganisme dapat diusahakan dengan penambahan activator. Salah satunya dengan penambahan Efective Microorganisme 4 (EM4). EM4 mengandung beberapa mikroorganisme utama yaitu bakteri fotosintetik, bakteri asam laktat, Ragi ( yeast ), Actinomycetes

8

dan jamur fermentasi, mikroorganisme tersebut merupakan mikroorganisme decomposer yang dapat mempercepat proses dekomposisi bahan organic. Pemberian konsentrasi EM4 yang berbeda jelas akan mempegaruhi jumlah mikroorganisme yang bekerja dalam mendekomposisikan serasah daun tersebut sehingga akan mempengaruhi kecepatan dari proses dekomposisi masing-masing daun tersebut juga. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Mantinahoru, J (2011:3) bahwa pemberian Effective Microorganisme (EM) dapat mengurangi 50 % lama waktu pelapukan dari waktu pelapukan secara alamiah untuk serasah daun tanaman Sengon, Nak dan Eukaliptus. Selanjutnya, hasil penelitian juga menunjukan bahwa semakin meningkat pemberian konsentrasi effective microrganisme maka kecepatan pelapukan akan semakin meningkat. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat diasumsikan bahwa pemberian aktivator EM4 dengan volume yang berbeda dalam proses dekomposisi serasah daun jati, mahoni dan coklat akan mengakibatkan perbedaan kecepatan dekomposisi sehingga proses mineralisasinyapun akan berbeda. Bahan organik yang telah di mineralisasi oleh mikroorganisme tersebut akan menambah unsur hara bagi tanaman (Ali, K. 2005:171). Perbedaan bahan baku dekomposisi dari masing-masing serasah daun tersebut akan menghasilkan unsur hara makro dominan yang berbeda. Sehingga kandungan unsur hara yang dominan dari hasil dekomposisi serasah daun akan berbeda pula. Secara skematis, kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada bagan sebagai berikut:

9

Berbagai Pola Tanam Hutan Rakyat

Pemberian Activator (EM4)

Serasah Daun

Konsentrasi Activator yang berbeda

Kecepatan dekomposisi yang berbeda

Mineralisasi

Kandungan Unsur Hara Makro yang Berbeda

VIII.

HIPOTESIS

Atas dasar kerangka pemikiran d atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

1. Pemberian aktivator EM4 dapat mempengaruhi kecepatan dekomposisi serasah daun jati, mahoni dan coklat 2. Hasil dekomposisi serasah daun jati, mahoni dan coklat memiliki perbandingan kandungan unsur hara makro (N, P dan K) yang berbeda

10

IX.

TINJAUAN TEORITIS

1. Pengertian Hutan Rakyat

Dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 dan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 49/kpts-II/1997 adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik dengan ketentuan minimal 0,25 Ha dan penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan minimal 50% dan atau pada tahun peryama jumlah batang minimal 500 batang/Ha. Hutan Rakyat yang selanjutnya disingkat HTR adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan ( Emilia dan Suwito, 2007:1) Penggunaan istilah hutan milik dalam Undang-Undang kehutanan ini dalam upaya membedakan dengan hutan adat. Hutan adat adalah hutan milik Negara yang dikelola oleh masyarakat adat dan setelah melalui proses tertentu dapat juga dijadikan sebagai hutan milik. Menurut Sudarmanto, (2003) Sampai saat ini telah banyak hutan adat yang telah menjadi hutan milik yang masih ditumbuhi tanaman tahunan, diantaranya adalah: 1. Hutan Kayu Putih (Melaleuca leucadendron) di pulau Buru, Ambon. 2. Hutan Kemiri (Aleurites mollucana) di pare-pare, Sulawesi Selatan 3. Hutan Sungkai (Peronma canescens0 di Barito Utara, Kalimantan Selatan 4. Hutan Tengkawang (Shorea sp.) di Kalimantan Barat 5. Hutan Kayu Cendana (Santalum album) di Nusa Tenggara Timur 6. Hutn Kayu Teki (Disaxylum sp.) dan Hutan Gambir (Uncaria forera) 7. Hutan Pinus (Pinus merkusii) di Pematang Siantar, Sumatra Utara. 8. Hutan Kayu Manis (Casiavera sp.) di Sumatra Barat dan Bengkulu.

11

Menurut Sumedi, 2006 Tujuan pembangunan hutan rakyat pada awalnya ialah untuk merehabilitasi dan meningkatkan produktivitas lahan serta kelestarian sumber daya alam dapat menberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada

pemiliknya, sehingga kesejahtraan hidupnya menjadi meningkat. Sasaran lokasi pembengunan hutan arakyat adalah pada areal lahan kritis dengan kondisi seperti berjurang, bertebing dan kelerengan lebih dari 40% atau pada lahan yang diterlantarkan sebagai bekas lahan tanaman semusim. 2. Serasah Serasah atau seresah adalah tumpukan dedaunan kering, rerantingan, dan berbagai sisa vegetasi lainnya di atas lantai hutan atau kebun. Serasah yang telah membusuk (mengalami dekomposisi) berubah menjadi humus (bunga tanah) dan akhirnya menjadi tanah (Anonim, A. 2007). Serasah mempunyai fungsi penting dalam mempertahankan sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Fungsi ini dapat diperoleh jika serasah tidak berpindah tempat. Di alam, serasah mempunyai kemungkinan untuk berpindah tempat akibat adanya faktor penggerak dan faktor penghambat (Anonim, A. 2007). Limpasan permukaan merupakan salah satu penggerak dalam pergerakan serasah. Kekasaran permukaan adalah salah satu factor penghambat pergerakan serasah karena kekasaran pemukaan menimbulkan hambatan dan halangan. Serasah yang berukuran kecil, peregrakannya lebih cepat daripada yang berukuran besar. Serasah yang lebih luas menyebabkan hambatan pergerakannnya lebih benyak, karena kesempatan untuk bergesekan dengan permukaan tanah semakin besar. Pada semua ukuran serasah, semakin tinggi intensitas hujan mengakibatkan

12

pergerakan serasah semakin cepat, semakin tinggi intensitas hujan maka limpasan permukaan yang terjadi semakin tinggi, akibatnya daya dorongnya semakin besar sehingga pergerakan serasah juga semakin cepat. Setiap pohon memiliki kandungan kimia berbeda, sehingga seresah yang dihasilkan berbeda pula dan kesuburan kimia tanahnyapun akan berbeda (Anonim, A. 2007). 3. Aktivator EM4 EM4 adalah suatu kultur campuran beberapa mikroorganisme (polikutur) yang dapat digunakan sebagai inokulan mikroba yang berfungsi sebagai alat pengendali biologis. Mikroorganisme tersebut berfungsi dalam lingkungan hidup tanaman sebagai penekan dan pengendali perkembangan hama dan penyakit. Selain itu, EM4 mampu meningkatkan dekomposisi bahan organik tanah, memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah serta menyediakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Dalam proses fermentasi bahan organik,

mikroorganisme akan bekerja dengan baik bila kondisinya sesuai. Selain mempercepat pengkomposan, EM4 tidak membahayakan bagi pertumbuhan tanaman dan kompos tidak panas serta tidak berbau busuk. Menurut Wididaya dan Muntoyah (2010) EM4 mengandung

mikroorganisme decomposer diantaranya: 1. Bakteri Fotosintetik ( Rhodopseudomonas spp. ) Bakteri fotosintetik dapat membentuk senyawa-senyawa bermanfaat dari sekresi akar tumbuhan, bahan organik dan gas-gas berbahaya dengan sinar matahari dan panas bumi sebagai sumber energi. Zat-zat bermanfaat yang

13

terbentuk anatara lain, asam amino asam nukleik, zat bioaktif dan gula yang semuanya berfungsi mempercepat pertumbuhan. Hasil metabolisme ini dapat langsung diserap tanaman dan berfungsi sebagai substrat bagi mikroorganisme lain sehingga jumlahnya terus bertambah. 2. Bakteri asam laktat ( Lactobacillus sp. ) dapat mengakibatkan kemandulan (sterilizer) oleh karena itu bakteri ini dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme yang merugikan; meningkatkan percepatan perombakan bahan organik; menghancurkan bahan organik seperti lignin dan selulosa serta memfermentasikannya tanpa menimbulkan senyawa beracun yang

ditimbulkan dari pembusukan bahan organic. Bakteri ini dapat menekan pertumbuhan fusarium, yaitu mikroorganime merugikan yang menimbukan penyakit pada lahan/ tanaman yang terus menerus ditanami. 3. Ragi / Yeast ( Saccharomyces sp. ) Melalui proses fermentasi, ragi menghasilkan senyawa-senyawa bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman dari asam amino dan gula yang dikeluarkan oleh bakteri fotosintetik atau bahan organik dan akar-akar tanaman. Ragi juga menghasilkan zat-zat bioaktif seperti hormon dan enzim untuk meningkatkan jumlah sel aktif dan perkembangan akar. Sekresi Ragi adalah substrat yang baik bakteri asam laktat dan Actinomycetes. 4. Actinomycetes Actinomycetes menghasilkan zat-zat anti mikroba dari asam amino yang dihasilkan bakteri fotosintetik. Zat-zat anti mikroba ini menekan pertumbuhan jamur dan bakteri. Actinomycetes hidup berdampingan dengan bakteri

14

fotosintetik bersama-sama menongkatkan mutu lingkungan tanah dengan cara meningkatkan aktivitas anti mikroba tanah. 5. Jamur Fermentasi Jamur fermentasi ( Aspergillus dan Penicilium ) menguraikan bahan secara cepat untuk menghasilkan alkohol, ester dan zat-zat anti mikroba. Pertumbuhan jamur ini membantu menghilangkan bau dan mencegah serbuan serangga dan ulat-ulat merugikan dengan cara menghilangkan penyediaan makanannya. Tiap species mikroorganisme mempunyai fungsi masing-masing tetapi yang terpenting adalah bakteri fotosintetik yang menjadi pelaksana kegiatan EM4 terpenting. Bakteri ini disamping mendukung kegiatan mikroorganisme lainnya, ia juga memanfaatkan zat-zat yang dihasilkan mikroorganisme lain. Secara umum manfaat Teknologi EM-4 dalam bidang pertanian adalah sebagai berikut : 1. Memperbaiki sifat biologis, fisik dan kimia tanah. 2. Memfermentasi bahan organik tanah dan mempercepat dekomposisi. 3. Meningkatkan keragaman mikroba yang menguntungkan di dalam tanah 4. menekan pertumbuhan patogen tanah, 5. meningkatkan ketersediaan nutrisi dan senyawa organik pada tanaman, 6. meningkatkan aktivitas mikroorganisme indogenus yang menguntungkan, seperti ; Mycorhiza, Rhizobium, bakteri pelarut, fosfat, dll. 7. Memfiksasi nitrogen, 8. Mengurangi kebutuhan pupuk dan pestisida kimia.

15

Selain Pertanian juga

mendekomposisi merangsang

bahan

organic

di

dalam

tanah, EM-4 lainnya yang

perkembangan

mikroorganisme

menguntungkan untuk pertumbuhan tanaman, misalnya bakteri pengikat nitrogen, bakteri pelarut fosfat dan mikoriza. Mikoriza membantu tumbuhan menyerap fosfat di sekilingnya. Ion fosfat dalam tanah yang sulit bergerak menyebabkan tanah kekurangan fosfat. Dengan EM-4 Pertanian hife mikoriza dapat meluas dari misellium dan memindahkan fosfat secara langsung kepada inang dan mikroorganisme yang bersifat antagonis terhadap tanaman. EM-4 Pertanian juga melindungi tanaman dari serangan penyakit karena sifat antagonisnya terhadap pathogen yang dapat menekan jumlah pathogen di dalam tanah atau pada tubuh tanaman. Menurut pakar pertanian organic ,G.N Wididana, EM4 bertindak sebagai agen pengendali secara biologis dengan cara mengambat efek fitopatogenik mikroorganisme tanah dan memfasilitatori dekomposisi senyawa beracun di dalam tanah. Perlakuan EM4 ke dalam tanah dapat meningkatkan ketersediaan kandungan nutrisi yang dapat diserap oleh perakaran tanaman. Mikroorganisme yang menguntungkan dalam EM4, dapat menyuburkan tanah melalui penyediaan nitrogen bagi tanaman kurang lebih 30% meningkatkan serapan P tanah dan melarutkan fosfat. Selain itu, mikroorganisme yang berasal dari EM4 juga dapat menghasilkan asam-asam organic yang mampu bereaksi melarutkan mineralmineral tanah. Pemberian EM ke dalam tanah juga mampu meningkatkan keragaman dan populasi mikroorganisme tanah sehingga jumlah dan aktivitas mikroorganisme juga meningkat. Mikroorganisme yang dapat dalam kultur EM4

16

juga dapat mengatur keseimbangan mikroorganisme tanaman dan tanah. Tidak hanya itu, peningkatan konsentrasi EM4 menyebabkan populasi mikroorganisme dalam tanah meningkat dan aktivitas penguraian bahan organic berupa gula, alcohol, asam asetat, asam amino dan senyawa organic lain termasuk CO2 juga meningkat. 4. Proses Dekomposisi Serasah Menurut Sunarto (2003) dalam Sulistiyanto, et al. (2005:8) dekomposisi adalah kegiatan atau proses penguraian dan pemisahan bahan-bahan organik menjadi bagian yang hancur. Dekomposisi merupakan proses penting dalam fungsi ekologis. Organisme yang telah mati mengalami penghancuran menjadi pecahan-pecahan yang lebih kecil, dan akhirnya menjadi partikel-partikel yang lebih kecil (Nybakken, 1993 dalam Wijiyono, 2009:30). Dekomposisi dapat didefinisikan sebagai penghancuran bahan organik mati secara gradual yang dilakukan oleh agen biologi maupun fisika yang dipandang sebagai reduksi komponen-komponen organik menjadi berat molekul yang lebih rendah melalui mekanisme enzimatik. Dekomposer mengeluarkan enzim protease, selulase, ligninase yang menghancurkan molekul-molekul organik kompleks seperti protein dan karbohidrat dari tumbuhan yang telah mati (Sunarto, 2003). Sejalan dengan itu Smith (1980) menyatakan bahwa proses dekomposisi adalah gabungan dari proses fragmentasi, perubahan struktur fisik dan kegiatan enzim yang dilakukan oleh dekomposer yang merubah bahan organik menjadi senyawa anorganik. Proses dekomposisi dimulai dari proses penghancuran atau pemecahan struktur fisik yang dilakukan oleh hewan

17

pemakan bangkai (scavenger) terhadap tumbuhan dan menyisakan sebagai bahan organik mati menjadi serasah, debris atau detritus dengan ukuran yang lebih kecil. Secara biologi bakteri yang melakukan proses secara enzimatik terhadap partikel-partikel organik. Bakteri mengeluarkan enzim protease, selulase, ligninase yang digunakan untuk menghancurkan molekulmolekul organik kompleks seperti protein dan karbohidrat dari tumbuhan yang telah mati. Beberapa senyawa yang dihasilkan digunakan oleh dekomposer. Serasah dalam ekologi digunakan untuk dua pengertian yaitu (1) lapisan bahan tumbuhan mati yang terdapat pada permukaan tanah dan (2) bahan-bahan tumbuhan mati yang tidak terikat lagi pada tumbuhan (Yunasfi, 2006:18). Serasah merupakan bahan organik yang mengalami beberapa tahap proses dekomposisi dapat menghasilkan zat yang penting bagi kehidupan dan produktivitas perairan, terutama dalam peristiwa rantai makanan (Arief, 2003 dalam Wijiyono, 2009:31). Menurut Dix and Webster, (1995) dalam Wijiyono, (2009:31), Serasah tumbuhan dapat terdekomposisi menjadi enam kategori yaitu (1) selulosa, (2) hemiselulosa, (3) lignin, (4) gula terlarut, asam amino dan asam alifatik, (5) larutan eter, alkohol, lemak, minyak, lilin, resin dan pigmen, (6) protein. Dekomposisi serasah dipengaruhi oleh urutan reaksi spesifik dan dengan bantuan sistem enzim-enzim tertentu yang dimiliki oleh jenis-jenis organisme tertentu Selulosa merupakan suatu polimer glukosa yang terdapat di alam yang menyusun komponen dinding sel tumbuhan. Komponen lain yang juga menyusun dinding sel tumbuhan seperti hemiselulosa dan lignin. Selulosa

18

merupakan homopolisakarida yang tersusun atas unit-unit -D-glukopiranosa (500-10000 residu gula) yang terikat satu sama lain melalui ikatan -1,4 glikosidik. Hemiselulosa merupakan polimer glukosa yang dibangun oleh ikatan -1,4 glikosidik dengan rantai lurus atau bercabang yang relatif pendek (100-300 residu gula) dibandingkan dengan selulosa. Lignin merupakan suatu polimer kompleks dengan bobot molekul yang tinggi dan tersusun oleh unit-unit fenilpropanoid yaitu alkohol kumaril, alcohol koniferil dan alkohol sinapil (Robinson, 1991 dalam Wijiyono, 2009). Dalam proses dekomposisi serasah, komponen penyusun dinding sel inilah yang diuraikan oleh mikroorganisme sehingga dihasilkan bahan-bahan organik dan unsur hara yang diperlukan pada suatu ekosistem. Enzim yang terlibat pada dekomposisi selulosa adalah selulase. Selulase terdapat sebagai senyawa kompleks dan kombinasi enzim selulase berbeda antara satu organisme dengan organisme lainnya. Selulosa diubah menjadi rantai-rantai linear dan unit-unit disakarida (selobiosa) oleh enzim selulase. Menurut Moore-Landecker (1990), reaksi dekomposisi selulosa dapat dijelaskan rincian sebagai berikut: Selulosaselobiose selulase

Rantai panjang Anhidroglukosa -1,4

selulase

selobiosa

glukosa Evans et al. (1994) dalam Rismunandar, (2000:26) menyatakan bahwa

kelompok

peroksidase

(lignin

peroksidase/LiP

dan

manganese

peroksidase/MnP) yang menggunakan H2O2 dan lakase (polifenol oksidase) yang menggunakan molekul oksigen berperan dalam proses degradasi lignin.

19

Serasah dalam ekologi digunakan untuk dua pengertian yaitu sebagai lapisan bahan tumbuhan mati yang terdapat pada permukaan tanah dan bahanbahan tumbuhan mati yang tidak terikat lagi pada tumbuhan. Serasah merupakan bahan organik yang mengalami beberapa tahap proses dekomposisi dapat menghasilkan zat yang penting bagi kehidupan dan produktivitas perairan terutama dalam peristiwa rantai makanan (Arif, 2007 dalam Wijiyono, 2009:31). Menurut Nybakken, (1993) dalam Wijiyono, (2009:30) terdapat tiga tahap proses dekomposisi serasah yaitu: 1) proses leaching merupakan mekanisme hilangnya bahan-bahan yang terdapat pada serasah atau detritus akibat curah hujan atau aliran air, 2) penghawaan (wathering) merupakan mekanisme dekomposisi oleh faktor-faktor fisik seperti pengikisan oleh angin atau pergerakan molekul air 3) aktivitas biologi yang menghasilkan pecahan-pecahan organik oleh makhluk hidup yang melakukan proses dekomposisi. Menurut Murbandono (2002:14-15) Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan dekomposisi adalah: 1. Kandungan Lignin, malam (wax), dan senyawa sejenis dalam bahan asal. Jika bahan asal makin banyak mengandung zat-zat tersebut akan makin cepat penguraiannya. Sifat dan ukuran bahan asal. Makin halus dan kecil bahan baku maka penguraiannya makin cepat dan hasilnya lebih banyak. Dengan semakin kecilnya bahan, bidang permukaan yang terkena bakteri permukaan yang terkena bakteri pengurai akan semakin luas sehingga proses dekomposisi semakin cepat. Kandungan Nitrogen bahan asal. Makin banyak kandungan senyawa N, bahan baku akan semakin cepat terurai. Hal ini disebabkan jasadjasad renik pengurai memerlukan senyawa N untuk perkembangannya. pH. Aktivitas enzim selulase dipengaruhi oleh pH, pH optimum untuk aktivitas selulase kapang berkisar antara 4,5-6,5. Air dan Udara. Apabila kurang mengandung air, dekomposisi akan menimbulkan cendawan. Hal ini merugikan karena penguraian bahan menjadi lambat dan tidak sempurna. Namun, jika kandungan airnya berlebih akan menyebabkan keadaan menjadi anaerob.

2.

3.

4. 5.

20

6.

Suhu, mempengaruhi laju dekomposisi bahan organic dan berpengaruh terhadap jenis mikroba yang dominan. Menurut Ali, K. (2005) proses dekomposisi maksimum pada temperature 30-35oC atau hingga 45oC. sedangkan pada temperature di bawah 30oC atau di atas 45oC proses dekomposisi makin terhambat.

Kecepatan dekomposisi serasah daun hingga dapat menyatu ke dalam tanah mineral juga tergantung pada faktor fisik dan jenis tumbuhan itu sendiri. Pada komunitas tumbuhan tertentu, produksi serasah akan tinggi sedangkan kecepatan dekomposisi serasah akan berlangsung lambat. Dalam hal ini, serasah dapat terakumulasi pada permukaan tanah sampai kedalaman beberapa sentimeter (Dix and Webster, 1995 dalam Wijiyono, 2009). Lama dekomposisi serasah daun juga berhubungan dengan kandungan fenol yang besar dan nisbah C : N yang besar sehingga membuat serasah tidak disukai dan tidak dapat dimanfaatkan sebagai sumber nutrisi bagi hewan tanah. Pada percobaan bahan makanan, cacing tanah (earthworm) ternyata lebih menyukai daun-daun dengan tingkat polifenol yang kecil dan nisbah C : N kecil. Daun-daun dengan tingkat polifenol kecil dan nisbah C : N kecil umumnya memiliki tekstur yang lebih halus dan lebih kuat (Dix and Webster, 1995 dalam Wijiyono, 2009). Menurut Mantinahoru, J. (2011:4) Proses dekomposisi telah berlangsung sempurna apabila bahan yang di dekomposisikan memiliki ciri-ciri sebagai

berikut (1) Terjadi perubahan warna serasah menuju warna yang konstan, yaitu coklat tua sampai kehitam-hitaman, (2) Suhu mulai menurun dan kemudian menunju kondisi suhu yang konstan

21

Menurut Banie. 2009 ada beberapa cara sederhana dalam menentukan tingkat kematangan kompos diantaranya: 1. Dicium atau di baui, apabila kompos menimbulkan bau yang tidak sedap, berarti telah terjadi fermentasi anaerobik. Dan jika masih tercium seperti bahan asalnya misal:daun berarti kompos belumlah matang 2. Keras atau tidaknya bahan, kompos yang sudah matang akan terasa lunak ketika dihancurkan dan walau masih menyerupai bentuk asalnya. 3. Warna kompos, kompos akan berwarna coklat kehitaman bila kompos sudah matang. 4. Penyusutan, terjadi penyusutan bobot seiring dengan kematangan kompos. 5. Suhu, saat kompos matang maka suhu kompos akan mendekati suhu awal pengkomposan tetapi jika suhu masih diatas 50 derajat celcius maka saat itu masih terjadi pengkomposan aktif dan kompos belum matang. 6. Tes perkecambahan, kompos yang matang di tunjuka oleh banyaknya benih yang berkecambah bila beberapa benih di taruh di dalam kompos 5. Peran Bakteri dalam Proses Dekomposisi Bakteri berperan penting dalam proses dekomposisi bahan organik. Aktivitas bakteri mampu meningkatkan ketersediaan unsur hara melalui proses mineralisasi karbon dan asimilasi nitrogen (Blum et al., 1988 dalam Wijiyono, 2009:26). Mikroorganisme membutuhkan molekul-molekul organik dari

organisme lain sebagai nutrisi agar mampu bertahan hidup dan berkembang biak. Adanya aktivitas bakteri menyebabkan produktivitas ekosistem mangrove tinggi (Lyla dan Ajmal, 2006 dalam Wijiyono, 2009:26). Bakteri hidup dan berkembang biak pada organisme mati dengan menguraikan senyawa organik yang bermolekul besar seperti protein, karbohidrat, lemak atau senyawa organik lain melalui proses metabolisme menjadi molekul tunggal seperti asam amino, metana, gas CO2, serta molekul-molekul lain yang mengandung senyawa karbon, hidrogen, nitrogen, oksigen, fosfor, serta sulfur atau unsur anorganik seperti K, Mg, Ca, Fe, Co, Zn,

22

Cu, Mn dan Ni. Keseluruhan unsur ini dibutuhkan oleh bakteri heterotrof sebagai sumber nutrisi (Martinko dan Madigan, 2005 dalam Wijiyono, 2009:27). Bakteri merupakan salah satu komponen penting yang berperan dalam penguraian serasah daun di ekosistem hutan. Dalam proses dekomposisi di alam, peran aktif bakteri mutlak diperlukan. Bakteri akan menguraikan serasah secara enzimatik melalui peran aktif dari enzim proteolitik, selulolitik dan kitinoklastik. Bakteri kelompok proteolitik berperan dalam proses dekomposisi protein adalah Pseudomonas, sedangkan kelompok bakteri yang berperan dalam proses dekomposisi selulosa adalah bakteri Cytophaga, Sporacytophaga, kelompok bakteri yang mendekomposisi kitin meliputi Bacillus, Pseudomonas dan Vibrio (Lyla dan Ajmal, 2006 dalam Wijiyono, 2009:28). Bakteri adalah komponen biotik yang berperan penting dalam proses dekomposisi (Mason, 1977 dalam Wijiyono, 2009:29). Proses dekomposisi dimulai dengan kolonisasi bahan organik mati oleh bakteri yang mampu mendekomposisi jaringan mati melalui mekanisme enzimatik. Bakteri

mengeluarkan enzim yang menghancurkan molekulmolekul organik kompleks seperti protein dan karbohidrat dari tumbuhan yang telah mati. Beberapa enzim yang terlibat dalam perombakan bahan organik antara lain Betta-glukosidase, lignin peroksidase (LiP), manganese peroksidase (MnP), lakase dan reduktase. Enzim reduktase merupakan penggabungan dari LiP dan MnP yaitu enzim versatile peroksidase (Saraswati dan Sumarno, 2008 dalam Wijiyono, 2009:29). Proses dekomposisi bakteri sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan terutama ketersediaan oksigen terlarut khususnya bakteri aerobik. Dekomposisi oleh bakteri

23

anaerob akan menghasilkan bahan-bahan yang dapat merugikan kehidupan organisme perairan (Saunder, 1980 dalam Wijiyono, 2009:29). 6. Pengertian Unsur Hara Menurut Ali, K. (2005:252) unsur hara tanaman adalah bahan kimia yang dibutuhkan/diserap oleh tanaman untuk proses pertumbuhan dan proses

metabolism. Unsur hara tersebut sangat penting karena menentukan kemampuan hidup tanaman. Bahan kimia yang dimaksud berdasarkan jumlah yang diperlukan bagi tanaman dapat dibedakan menjadi dua yaitu unsure hara makro dan unsur hara mikro. Unsur hara makro terdiri dari Cx, H, D, N, S, P, K, Ca, Mg, (Na, Si). Sedangkan unsur hara mikro terdiri dari Fe, Mn, Cu, Zn, Mo, B, Cl, Cd. Menurut Lakitan (1993:63), unsur hara tanaman disebut juga unsur hara essensial. Unsur hara dikatakan essnsial bagi tanaman jika: 1) Tumbuhan tidak dapat melengkapi daur hidupnya (sampai menghasilkan biji dapat tumbuh) apabila unsur tersebut tidak tersedia 2) Unsur hara merupakan penyusun suatu molekul atau bagian tumbuhan yang essensial bagi kelangsungan hidup tumbuhan tersebut (misalnya N sebagai penyusun protein, Mg sebagai penyusun klorofil) Sedangkan menurut Ruhiyat (1993) unsur hara disebut juga biogeokimia yang berarti komponen kimia jasad (Bio) dan komponen kimia bukan jasad (Geo) yang mengalami proses pemindahan dalam pertumbuhan (tanaman). 7. Hasil Penelitian Yang Relevan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Johan Mantinahoru dengan judul penelitian Pengujian Daya Lapuk Serasah Daun Beberapa Jenis Tanaman Kehutanan Dengan Effective Microorganisme yang dilakukan di Ambon pada tahun 2001. Diperoleh hasil penelitian bahwa perlakuan jenis tanaman (Sengon,

24

Nak dan Eukaliptus) maupun volume aktivator yaitu pemberian EM berpengaruh terhadap waktu pelapukan/dekomposisi serasah. Perlakuan EM didalam penelitian ini dapat menambah laju pelapukan dan pengaruhnya mengikuti genotipe dari pada tanaman tersebut. Selanjutnya interaksi antara jenis tanaman dan perlakuan EM juga memberikan pengaruh yang signifikan. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, diperoleh kesimpulan semakin tinggi volume EM yang diberikan maka semakin cepat waktu pelapukan yang dihasilkan. Dalam penelitian ini, perlakuan EM 125 ml memberikan rata-rata hasil waktu pelapukan yang lebih cepat yaitu 54 hari bila dibandingkan dengan perlakuan lain. Selain itu perlakuan EM (dengan rata-rata waktu pelapukan 66 hari) menunjukan perbedaan yang sangat signifikan terhadap perlakuan tanpa EM (dengan rata-rata waktu pelapukan 155 hari). Hal ini karena EM mengandung berbagai mikroorganisme penghancur bahan organik yang sangat efektif dalam bekerja sebagai dekomposer. Semakin tinggi volume EM yang diberikan sangat terkait erat dengan semakin

meningkatnya populasi mikroorganisme dalam larutan EM yang akan diaplikasikan. Akibatnya adalah populasi organisme dekomposer meningkat dalam bahan organik, sementara jumlah dan ukuran bahan organik sama untuk semua perlakuan. Hal ini berarti meningkat pula daya konsumsi dari

mikrorganisme tersebut terhadap bahan organik, yang pada akhirnya berpengaruh terhadap kecepatan pelapukan. Dalam penelitian yang dilakukan Munawar, A et al. (2009:117-122) yang berjudul Pengaruh Pemberian Beberapa Jenis Aktivator Terhadap Laju Dekomposisi Serasah di Bawah Tegakan Mangium Yang Berbeda Umur.

25

Diperoleh hasil pnelitian bahwa pengaruh pemberian aktivator terhadap laju dekomposisi serasah mangium tidak terjadi pada fase awal dekomposisi, ketika laju dekomposisi cepat. Sebaliknya pengaruh aktivator signifikan pada proses dekomposisi lanjut, ketika lajunya lebih lambat, yakni setelah minggu ke 8. Laju dekomposisi serasah paling cepat secara berurutan yaitu dengan penambahan EM4, StarDec dan OrgaDec. Pada akhir percobaan (minggu ke 16) jumlah serasah terdekomposisi akibat pemberian EM 4, StarDec dan OrgaDec adalah 50,10%, 44,80% dan 36,80% dan lebih cepat dibandingkan dengan yang tidak menggunakan aktivator. Selain itu, pemberian dedak dan gula pada saat pemakaian EM4 dan pemberian abu dan kapur pada perlakuan dengan StarDec membuat kedua aktivator tersebut bekerja lebih baik, dibandingkan dengan OrgaDec yang tidak disertai penambahan apapun. Keberadaan bahan tersebut menyediakan sumber energy dan lingkungan yang lebih baik dan sangat diperlukan oleh organisme pada fase dekomposisi lanjut sisa-sisa serasah mangium yang kemungkinan besar didominasi oleh senyawa-senyawa sulit lapuk seperti lignin dan selulosa. Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan Satria, Nur et al (2009:71-80) dengan judul penelitian Pemanfatan Bakteri Selulotik dan Xilanolitik yang Potensial untuk Dekomposisi Jerami Padi. Diperoleh hasil penelitian bahwa pemberian Kombinasi perlakuan C4-4 + xilanolitik (A) dan C5-1 + xilanolitik (B) memberikan profil yang lebih baik terhadap beberapa parameter dekomposisi jerami. Kedua kombinasi ini memperlihatkan pH substrat yang relatif stabil, nilai rasio C/N 22,48 untuk perlakuan (A) dan 23,43 (B), kandungan hara makromikro

26

yang meningkat serta perubahan kondisi fisik substrat yang baik di akhir dekomposisi. Dengan demikian kedua kombinasi perlakuan A dan B berpeluang sebagai bioaktivator potensial untuk dekomposisi jerami padi.

X. METODE PENELITIAN

1. Waktu dan Lokasi Penelitian

1.1 Waktu Penelitian Penelitian direncanakan akan dilaksanakan selama 4 (empat) bulan yaitu bulan Desember 2011 sampai dengan bulan Maret 2012. 1.2 Lokasi penelitian Penelitian direncanakan akan dilaksanakan di Rumah Kaca Program studi pendidikan Biologi. Bahan hasil pelapukan daun selanjutnya dianalisis di Laboratorium Ilmu Tanah Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. 2. Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) Kantong plastik 2) Timbangan 3) Gelas ukur 4) Sprayer 5) Termometer suhu 6) Thermometer ruangan 7) Soil tester 8) Pengaduk

27

9) Ember 10) Alat tulis menulis. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) Serasah daun jati, mahoni dan coklat, masing-masing 9 kg 2) Larutan Efektive Mikroorganisme (EM4) 3) Larutan gula 4) Dedak 5) Air 3. Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah serasah daun pepohonan penyusun Hutan Rakyat Jati, Mahoni dan Coklat masing-masing sebanyak 9 Kg. Untuk daun jati dan daun Mahoni diperoleh dari hutan jati dan hutan mahoni yang berada di Kecamatan Lemahsugih Kabupaten Majalengka, sedangkan daun Coklat diperoleh dari Perkebunan Batulawang Cisaga Kabupaten Ciamis. 4. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Eksperimen menggunakan Rancangan Faktorial dalam pola Acak Lengkap (Factorial in Complete Randomized Design). Faktor yang diukur adalah pengaruh perlakuan jenis daun (unsur A) dan pengaruh perlakuan volume EM4 (unsur B). Menurut Mantinahoru, J. (2011:3), Faktor A dan B dalam penelitian ini adalah: Faktor A A1 (Jati = Tectona grandis ) Faktor B B1 (EM4 100 ml + larutan gula 100 ml + air 300 ml), B2 (EM4 150 ml + larutan gula 150 ml

28

A2 (Mahoni = Swietenia macrophylla)

A3 (Coklat = Theobroma cacao).

+ air 200 ml), B3 (EM4 200 ml + air 100 ml) B1 (EM4 100 ml + air 300 ml), B2 (EM4 150 ml + air 200 ml), B3 (EM4 200 ml + air 100 ml) B1 (EM4 100 ml + air 300 ml), B2 (EM4 150 ml + air 200 ml), B3 (EM4 200 ml + air 100 ml)

+ larutan gula 200 ml + larutan gula 100 ml + larutan gula 150 ml + larutan gula 200 ml + larutan gula 100 ml + larutan gula 150 ml + larutan gula 200 ml

Dalam penelitian ini, rancangan factorial yang digunakan adalah rancangan factorial 3x3. Ini berarti perlakuan yang diberikan dalam penelitian ini adalah 9 perlakuan. Untuk menentukan jumlah ulangan yang harus dilakukan, maka formula yang digunakan adalah: r (t-1) 15 9 (t-1) 15 9t 9 15 9t 9t t t 15 + 9 24 24/9 2,66666 jumlah ulangan yang dilakukan adalah sebanyak 3 kali

Keterangan: r = jumlah perlakuan t = jumlah ulangan

29

Berdasarkan perhitungan di atas, maka banyaknya pengulangan dalam penelitian ini adalah 3 kali. Dengan demikian jumlah unit penelitian sebanyak 27 unit. 5. Parameter Penelitian Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah : 1. Waktu pelapukan serasah daun 2. Kandungan unsur hara Makro (N, P dan K) hasil Dekomposisi Selain parameter tersebut diatas, ada juga parameter tambahan yang peneliti ukur diantaranya: 1. Bobot serasah setelah mengalami dekomposisi 2. Tekstur Serasah setelah mengalami dekomposisi 3. Warna Serasah setelah mengalami dekomposisi 6. Prosedur Penelitian Prosedur dalam penelitian ini adalah: 1) Pengumpulan serasah daun Jati, Daun Mahoni dan Daun Coklat yang telah kering 2) Serasah daun yang telah terkumpul dicacah kira-kira dengan ukuran 3 cm, penyacahan dilakukan untuk menghomogenkan ukuran daun yang berbedabeda. Selain itu, penyacahan juga bermanfaat untuk mempercepat proses dekomposisi. 3) Amati kadar kelembaban serasah yang akan didekomposisi menggunakan soil tester.

30

4) Serasah yang telah dicacah, ditimbang masing-masing 1 kg. Untuk setiap daun dilakukan penimbangan 1 kg sebanyak 9 kantong plastik. 5) Setiap daun disemprot dengan EM4 yang telah dicampurkan larutan gula dan air sesuai dengan volume untuk setiap perlakuan. Penyemprotan dilakukan sampai merata, jika perlu sambil diaduk-aduk. 6) Menambahkan dedak 250 gr sampai diperoleh kelembaban awal yang homogen. Dalam penelitian ini diharapkan diperoleh kelembaban awal 50 %. 7) Masukkan serasah ke dalam plastik transparan. Penggunaan plastik transparan bertujuan untuk mempermudah mengamati proses dekomposisi. Kemudian beri label untuk setiap perlakuan. 8) Menimbang bobot awal, suhu, kelembaban dan pH serasah daun untuk setiap perlakuan. 9) Menyimpan rangkaian percobaan di tempat yang terlindungi dari hujan. Untuk hari pertama sampai hari kedua dekomposisi dibiarkan anaerob. Jadi plastik yang digunakan belum diberikan lubang. Pemberian lubang pada plastik dilakukan setelah dekomposisi berlangsung dua hari. 10) Mengamati proses dekomposisi yang terjadi pengukuran suhu serasah setiap hari. 11) Ketika serasah telah memiliki ciri-ciri suhu serasah yang mulai menurun dan kemudian menuju kondisi suhu konstan dan terjadi perubahan warna serasah menuju warna konstan yaitu kehitaman. Maka hal tersebut menunjukkan bahwa proses dekomposisi telah berlangsung dengan sempurna dan pengamatan dekomposisi serasah tersebut telah selesai. dengan cara melakukan

31

12) Waktu dekomposisi dicatat dengan cara menghitung jumlah hari yang diperlukan untuk proses dekomposisi. 13) Hasil dekomposisi yang telah matang (terdekomposisi sempurna) dianalisis unsur hara makronya (N, P, dan K) di labolatorium Ilmu Tanah Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. 7. Metode Analisis Data Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Eksperimen menggunakan Rancangan Faktorial dalam pola Acak Lengkap (Factorial in Complete Randomized Design). Hasil penelitian akan dianalisis menggunakan sidik ragam (analisis varian = Anova) dengan bantuan software microstat. Jika hasil sidik ragam menunjukkan perbedaan yang signifikan atau sangat signifikan, maka pengujian akan dilanjutkan menggunakan uji lanjut. Jenis uji lanjut akan disesuaikan dengan besar kecilnya koefisien keragaman dengan ketentuan Hanafiah (2003:33-86) sebagai berikut: 1. Jika koefisien keragaman (kk) besar pada kondisi homogen atau homogen minimal 20% pada kondisi heterogen yaitu dilanjutkan dengan Uji Duncan 2. Jika koefisien keragaman (kk) 5-10% pada kondisi homogen atau 10-20% pada kondisi heterogen yaitu dilanjutkan dengan Uji BNT 3. Jika koefisien keragaman (kk) kecil maksimal 5% pada kondisi homogen atau maksimal 10% pada kondisi heterogen yaitu dengan Uji BNJ XI. AGENDA KEGIATAN Agenda Kegiatan dalam penelitian ini adalah:

32

Kegiatan Pengajuan Judul Penyusunan Proposal Seminar Proposal Penelitian Analisis Hasil Penyusunan Skripsi Sidang Skripsi

November

Desember

Pelaksanaan Januari Februari

Maret

April

XII.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, K. (2005). Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta: Raja Grafindo Persada Alrasyid. 1979. Konsep Hutan Rakyat. Rineka Cipta: Jakarta Anonym, A. 2007. Serasah. Tersedia: http://id.wikipedia.org/wiki. (Online: 16 April 2010) Anonym, B. 2007. Sifat-Sifat Kimia Tanah.. [Online]. Tersedia: http://dasardasarilmutanah.Blogspot.com [16 April 2011] Arwan, Y [et,al]. tt. Potensi Hutan Rakyat dalam Penyerapan Karbon di Desa Hargomulyo Kecamatan Kokap kabupaten Kulonprogo Yogyakarta. Jurnal Penelitian Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Banie. 2009. Komposting dengan Bioaktivator EM4. Laporan Penelitian Universitas Sumatra Utara Budi, H. 1998. Teknologi Tepat Guna: Pupuk Kompos. Yogyakarta: Kanisius Emilia dan Suwito. 2007. Hutan Tanaman Rakyat (HTR) Agenda Baru untuk Pengentasan Kemiskinan. Warta Tenure Nomor 4-Februari 2007 Hidayah, N. Tt. Teknik Eksplorasi Bakteri Pengurai Bahan Organik. BBP2TP Surabaya

33

Hanafiah, K.A. 2003. Rancangan Percobaan. Teori dan Aplikasi. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Lakitan, B. (1993). Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Mahmudi, M [et al]. 2008. Laju Dekomposisi Serasah Mangrove dan Kontribusinya Terhadap Nutrien di Hutan Mangrove Rebiosasi. Jurnal Penelitian Perikanan Volume 11 Nomor . Juni 2008 p:19-25 Mantinahoru, J. 2011.Pengujian Daya Lapuk Serasah Daun Beberapa Jenis Tanaman Kehutanan Dengan Effective Microorganisme. Jurnal Penelitian: Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Pattimura, Ambon. Munawar, A. Achmadi dan Deselina. 2009. Pengaruh Pemberian Beberapa Jenis Aktivator Terhadap Laju Dekomposisi Serasah di Bawah Tegakan Mangium yang Berbeda Umur. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Volume. 9 No. 2 (2009) p: 117-122 Murbandono. 2002. Membuat Kompos (Edisi Revisi). Jakarta: Penerbit Swadaya Nurgana, E. 1985. Statistika untuk Penelitian. Bandung: CV Permadi Rahadian , R dan Intan, A. 2002. Dekomposisi Serasah Fagus Crenata Bl: Kajian Interaksi Penguraian Massa dan Kelimpahan Mikroartropoda. Junal Sains dan Matematika (JSM) Volume 10, Nomor 1, Januari 2002. Rismunandar. 2000. Laju Dekomposisi Serasah Daun Avvicenia marina Pada Berbagai Tingkat Salinitas (Studi Kasus di Kawasan Hutan Mangrove Blanakan, RPH Tegal Tangkil, BKPH-Ciasem Pamanukan, KPH Purwakarta, Perum Perhutani Unit III Purwakarta . Skripsi: Fakultas Kehutanan IPB Satria Nur, H., Anja, M dan Hamim. 2009. Pemanfaatan Bakteri Selulotik dan Xilanolitik yang Potensial untuk Dekomposisi Jerami Padi. Jurnal Tanah Tropika. Volume. 14, No 1, 2009:71-80 Somantri, N. 2009. Pengaruh Pola Tanam Hutan Rakyat Terhadap Kesuburan Kimiawi Tanah. Skripsi FKIP Biologi Universitas Galuh. Tidak diterbitkan. Sulistiyanto, Y., Rieley, J dan Limin. 2005. Laju Dekomposisi dan Pelepasan Hara dri Serasah Pada Sub-Tipe Hutan Rawa Gambut di Kalimantan Tengah. Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. XI No. 2: 1-14 (2005)

34

Wididaya dan Muntoyah. 2010. Teknologi EM4, Dimensi Baru dalam Pertanian Modern. [Online]. Tersedia: http://teknologiem4dimensibarudalampertanianmodern.Blogspot.com [16 April 201] Wijiyono. 2009. Keanekaragaman Bakteri Serasah Daun Avicennia marina yang Mengalami Dekomposisi pada Berbagai Tingkat Salinitas di Teluk Tapian Nauli. Tesis Program Studi Biologi pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Sumatra Utara:Tidak Diterbitkan. Yusnafir dan Dwi, S. 2008. Jenis-Jenis Fungi yang Terlibat Dalam Proses Dekomposisi Serasah Daun Avicennia marina Pada Berbagai Tingkat Salinitas. Jurnal Penelitian MIPA Volume 2, Nomor 1 Juni 2008 XIII. LAMPIRAN Data waktu pelapukan digunakan untuk menganalisis pengaruh perlakuan. Menurut Nurgana, E (1985) Perhitungan yang dapat dilakukan adalah: 1. Menentukan derajat bebas (d.b) a. db umum = (r)(t) 1 b. db perlakuan = t 1 c. db galat = db umum db perlakuan 2. Menentukan Faktor Korelasi (FK)

3. Menghitung Jumlah Kuadrat a. Menghitung Jumlah Kuadrat Umum b. Menghitung Jumlah Kuadrat Perlakuan

c. Menghitung Jumlah Kuadrat Galat

35

JKG = JKU JKP 4. Menghitung Kuadrat Tengah a. KT Perlakuan

b. KT Galat

Atau

5. Menghitung Nilai F hitung

6. Menghitung Koefisien Keragaman (kk)

7. Membandinngkan F Hitung dengan F Daftar Kriteria: a. Jika Fhitung > Fdaftar pada taraf nyata 1 %, perbedaan perlakuan dikatakan berbeda sangat nyata. Ditunjukkan dengan dua bintang pada nilai F Hitung dalam sidik ragam. b. Jika Fhitung > Fdaftar pada taraf nyata 5 % tetapi lebih kecil daripada atau sama dengan nilai F daftar pada taraf nyata 1 %, perbedaan perlakuan dikatakan berbeda nyata. Ditunjukkan dengan

menempatkan satu bintang pada nilai F Hitung dalam sidik ragam.

36

c. Jika Fhitung Fdaftar pada taraf nyata 5 % perbedaan perlakuan dikatakan tidak berbeda nyata. Ditunjukkan dengan menempatkan tn pada nilai F Hitung dalam sidik ragam. 8. Membuat tabel ringkasan Sidik Ragam Sumber Db Keragaman Perlakuan Galat Umum db P db G db U JKP JKG JKU KTP KTG KTU JK KT Hitung 5% 1% F F Daftar

9. Uji Lanjut Uji lanjut akan dilakukan apabila hasil sidik ragam menunjukkan hasil yang nyata. Untuk menentukan uji lanjut tersebut akan didasarkan pada koefisien keragaman dengan ketentuan Hanafiah (2003) sebagai berikut: 4. Jika koefisien keragaman (kk) besar pada kondisi homogen atau homogen minimal 20% pada kondisi heterogen yaitu dilanjutkan dengan Uji Duncan 5. Jika koefisien keragaman (kk) 5-10% pada kondisi homogen atau 10-20% pada kondisi heterogen yaitu dilanjutkan dengan Uji BNT 6. Jika koefisien keragaman (kk) kecil maksimal 5% pada kondisi homogen atau maksimal 10% pada kondisi heterogen yaitu dengan Uji BNJ

37

DEKOMPOSISI SERASAH DAUN PEPOHONAN PENYUSUN HUTAN RAKYAT MENGGUNAKAN AKTIVATOR EM4PROPOSAL PENELITIAN Diajukan untuk Bahan Seminar Proposal Penelitian

Disusun Oleh: MELAN NURMAELANI NIM 2119080123

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS GALUH CIAMIS 2012