Proposal Ra

86
Pengaruh Penggunaan Model CORE dalam Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Kontekstual untuk meningkatkan Kemampuan Metakognisi Siswa Kelas VIII SMPN 2 Payakumbuh PROPOSAL Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur dalam Mata Kuliah Metodologi Penelitian Oleh: LILA MAISYORA 2411. 046

Transcript of Proposal Ra

Pengaruh Penggunaan Model CORE dalam Pembelajaran Matematika

dengan Pendekatan Kontekstual untuk meningkatkan Kemampuan

Metakognisi Siswa Kelas VIII SMPN 2 Payakumbuh

PROPOSAL

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur dalam Mata Kuliah

Metodologi Penelitian

Oleh:

LILA MAISYORA

2411. 046

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA JURUSAN TARBIYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)

SJECH M. DJAMIL DJAMBEK BUKITTINGGI

2013 M/1434 H

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi berdampak

pada semakin cepatnya perubahan pada berbagai aspek kehidupan.

Kemudahan dalam mengakses informasi merupakan salah satu dampak dari

perkembangan zaman yang mengakibatkan jarak antara satu daerah dengan

daerah lain menjadi dekat. Hal ini disebut dengan globalisasi.

Dengan adanya globalisasi menuntut adanya Sumber Daya Manusia

(SDM) yang berkualitas yang tidak hanya mampu untuk bekerja keras tapi

lebih menitik beratkan pada bekerja cerdas yakni pekerja yang mampu

menyesuaikan dengan perubahan, mampu menangani ketidak pastian, mampu

menciptakan keteraturan, dan mampu untuk memecahkan masalah.

Akibat dari kenyataan tersebut, pendidikan sebagai usaha untuk

menciptakan Sumber Daya Manusia yang berkualitas perlu dibenahi agar

dapat menciptakan produk-produk yang berkualitas yang mampu berjuang di

tengah era globalisasi tersebut.

Pendidikan sebagai salah satu sarana yang dapat membentuk SDM

berkualitas sudah saatnya untuk terus meningkatkan kinerjanya, agar mampu

menciptakan insan yang mandiri di kemudian hari. Salah satunya melalui

pelajaran matematika. Matematika merupakan sarana bagi pendidik untuk

membentuk pribadi yang mampu mengahadapi kehidupan melalui pola pikir

matematis dalam kehidupan sehari-hari.

Bidang studi matematika secara garis besar memiliki dua arah

pengembangan yaitu untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan masa yang

akan datang” (Subakti, 2009: 1). Berdasarkan pendapat Subakti ini maka ada

dua visi dalam mengarahkan pembelajaran matematika. Visi pertama

mengarahkan pembelajaran matematika untuk pemahaman konsep-konsep

1

yang kemudian diperlukan untuk menyelesaikan masalah matematika dan

ilmu pengetahuan yang lainnya, sedangkan visi kedua mengarahkan pada

masa depan yang lebih luas yaitu matematika memberikan kemampuan

pemecahan masalah, sistematis, kritis, cermat, bersikap objektif dan terbuka

sehingga diharapkan kemampuan ini akan berpengaruh positif bagi masa

depan siswa.

Matematika adalah suatu ilmu tentang logika mengenai bentuk,

susunan, besaran dan konsep-konsep yang berhubungan satu sama lainnya

dengan jumlah yang banyak.1 Matematika tumbuh dan berkembang karena

proses berfikir, oleh karena itu logika adalah dasar utama untuk terbentuknya

Matematika. Proses pembelajaran matematika akan lebih efektif dan

bermakna apabila siswa berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Salah

satu ciri kebermaknaan dalam proses belajar mengajar adalah adanya

keterlibatan atau partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar.

Mengingat peranan matematika yang sangat penting dan luas tersebut,

ilmu pendidikan matematika mendapat perhatian khusus untuk peningkatan

mutu pendidikan. Selain itu, seharusnya matematika menjadi pelajaran yang

diminati dan disenangi oleh siswa. Oleh sebab itu, pembelajaran matematika

di sekolah seharusnya berjalan dengan baik dan menyenangkan agar tujuan

yang diinginkan dapat tercapai. Tujuan pembelajaran Matematika yang

diinginkan yaitu

1. Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang melalui

1 Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: FMIPA UPI, 2001) h.18

2

latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efektif dan efesien.

2. Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan2.

Wahyudi menyatakan, ada 9 kelemahan siswa dalam proses

pembelajaran matematika, 4 diantaranya yaitu

1. Kurang memahami dan kurang menggunakan aturan-aturan atau kaidah-kaidah matematika dengan tepat dan semestinya.

2. Kurang memiliki pemahaman materi prasyarat yang baik3. Kurang memiliki kemampuan menyelesaikan soal memakai

prosedur atau langkah yang logis sehingga terpikirkan oleh mereka adalah hasil akhir yang diperoleh tidak peduli apapun langkah atau prosedur yang dipakai.

4. Jarang sekali memeriksa atau menyimak jawaban yang diperoleh.3

Seorang pendidik yang mengajar matematika dapat merangsang

peserta didiknya untuk mencapai pemahaman, salah satunya melalui

pendekatan kontesktual. Pendekatan ini, penekanan pembelajarannya pada

pengkonstruksian pengetahuan yang dipelajarinya dengan cara

mengkoneksikan pengetahuan sebelumnya, sehingga ketika mengajarkan

topik tertentu dapat memberikan indikasi yang dapat diamati seorang guru

terhadap pemahaman yang telah dicapai siswa. Salah satu indikasinya adalah

tumbuhnya kemampuan siswa dalam mengkomunikasikan konsep yang

dipahami ataupun gagasan-gagasan matematika serta mampu memecahkan

suatu permasalahan matematika yang dihadapinya sebagai suatu hasil proses

pemahaman gagasan dan berpikir matematiknya.

Untuk mencapai kemampuan tersebut diperlukan model pembelajaran

matematika yang efektif dan menekankan pada proses berfikir siswa. Salah

satu model yang dapat digunakan adalah model CORE merupakan sebuah

model diskusi yang mencakup empat proses yaitu Connecting, Organizing,

2 Erman Suherman, ... h. 56

3 Nurhayati dalam Aziz, Pembelajaran Matematika Model Advance Organizer untuk Meningkatkan Kemampuan Metakognisi Siswa SMA,( Bandung: Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika UPI, 2008), h. 2

3

Reflecting, dan Extending. Dengan Connecting siswa diajak untuk

menghubungkan pengetahuan baru yang akan dipelajari dengan

pengetahuannya terdahulu. Organizing membawa siswa untuk dapat

mengorganisasikan pengetahuannnya. Kemudian dengan Reflecting, siswa

dilatih unutk dapat menjelaskan kembali informasi yang telah merekan

dapatkan. Terakhir, yaitu Extending diantaranya dengan kegiatan diskusi,

pengetahuan siswa akan diperluas.

Berdasarkan fakta-fakta tersebut penulis tertarik untuk melakukan

penelitian tentang “Pengaruh Penggunaan Model CORE dalam

Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Kontekstual untuk

meningkatkan Kemampuan Metakognisi Siswa Kelas VIII SMPN 2

Payakumbuh”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang penulis paparkan, penulis

mengidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Kurangnya perhatian dan minat siswa dalam pembelajaran

matematika.

2. Hasil belajar matematika siswa yang tergolong rendah.

3. Siswa pasif dalam proses belajar mengajar.

4. Siswa kurang dalam memahami konsep matematika.

5. Siswa kurang memiliki kemampuan menyelesaikan soal memakai

prosedur atau langkah yang logis.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, tidak semua masalah

tersebut peneliti lakukan penelitian karena mengingat keterbatasan

kemampuan yang dimiliki peneliti serta terpusatnya pembahasan dalam

penelitian ini, maka masalah dalam penelitian ini difokuskan pada

4

kemampuan metakognisi siswa yang pembelajaran matematikanya

menggunakan model CORE di kelas VIII SMP N 2 Payakumbuh.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan batasan masalah di atas, maka

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah kemampuan metakognisi siswa yang pembelajaran

matematikanya menggunakan model CORE dengan pendekatan

kontekstual lebih baik daripada kemampuan metakognisi siswa yang

pembelajaran matematikanya menggunakan metode konvensional?

2. Bagaimana respon siswa terhadap model CORE dalam pembelajaran

matematika dengan pendekatan kontekstual?

E. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui apakah kemampuan metakognisi siwa yang belajar

matematika menggunakan model CORE dengan pendekatan

kontekstual lebih baik dari pada kemampuan metokognisi siswa yang

pembelajaran matematikanya menggunakan model konvensional.

2. Untuk mengetahui respon siswa terhadap model CORE.

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1. Bagi guru, memberikan referensi model pembelajaran CORE sebagai

suatu alternatif model pembelajaran yang bisa diterapkan dalam

pembelajaran matematika di sekolah.

2. Bagi siswa, menerapkan suasana belajar yang berbeda melalui

pembelajaran dengan model CORE dan memberikan motivasi dengan

suasana belajar yang lebih menyenangkan dan terbuka.

3. Bagi penulis, memberikan pengalaman penerapan suatu model

pembelajaran secara komperhensif dan berkesinambungan untuk

5

meningkatkan profesionalisme dan menambah pengetahuan serta

pengalaman di lapangan.

G. Definisi Operasional

Agar tidak terjadi perbedaan pandangan dalam peristilahan yang

digunakan dalam skripsi ini maka diberikan beberapa definisi operasional

untuk istilah-istilah sebagai berikut:

1. Model Pembelajaran CORE

Model CORE adalah sebuah model pembelajaran yang

mencakup empat proses yaitu Connecting (menghubungkan informasi

lama dengan informasi baru), Organizing (mengorganisasikan

pengetahuan), Reflecting (menjelaskan kembali informasi yang telah

diperoleh), dan Extending (memperluas pengetahuan). Adapun

penjelasannya adalah sebagai berikut.

a. Connecting, ini adalah tahap pertama dalam model CORE, pada

tahap Connecting siswa diarahkan untuk mencari dan

membangun keterkaitan dari permasalahan yang diberikan.

b. Organizing, yaitu sebuah proses dimana siswa diarahkan untuk

menuangkan ide untuk merencanakan penyelesaian suatu

permasalahan serta menjalankan rencana penyelesaian sehingga

didapatkan solusi.

c. Reflecting, siswa diajak untuk berpikir dan merenungkan kembali

solusi yang didapatkan untuk menyelesaikan permasalahan.

Dalam tahap ini siswa diberi kesempatan untuk merenungkan cara

mana yang dianggap baik olehnya dan mau mengakui kesalahan

6

yang dia lakukan pada saat proses pemecahan masalah (jika siswa

melakukan kesalahan).

d. Extending, suatu tahapan kemandirian bagi siswa. Siswa diberi

persoalan yang serupa dengan yang telah didiskusikan tetapi

membutuhkan pemikiran dan pengaplikasian materi secara

mendalam. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pemahaman

siswa terhadap materi yang telah diajarkan pada pertemuan

tersebut.

2. Pendekatan Kontekstual

Pendekatan kontekstual adalah pendekatan dalam proses

pembelajaran yang mengaitkan pengetahuan akademis dengan konteks

kehidupan nyata.

3. Metakognisi

Metakognisi adalah kemampuan seseorang untuk menyadari

proses berpikir tentang apa yang sementara dipikirkan, mengontrol

dan mengevaluasi proses berpikir yang dilakukannya.

4. Strategi Pembelajaran Ekspositori

Strategi pembelajaran Ekspositori adalah Strategi

pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi

secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan

maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal.4

Strategi pembelajaran ekspositori yang peneliti maksud dalam

4 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. (Jakarta: Kencana , 2006), h. 179

7

penelitian ini adalah pembelajaran yang berlangsung dimana guru

menjelaskan materi pembelajaran terlebih dahulu, siswa disuruh untuk

mendengar dan membuat catatan sendiri, bertanya kalau tidak

mengerti dan mengerjakan latihan.

8

BAB II

KAJIAN TEORI

A. LANDASAN TEORI

1. Belajar dan Pembelajaran Matematika

Belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah

laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi

kebutuhan hidupnya5.Belajar adalah proses perubahan melalui kegiatan/

prosedur latihan baik latihan dalam laboratorium atau dalam lingkungan

alamiah6. Belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu yang relatif

tetap sebagai hasil dari pengetahuan sedangkan pembelajaran merupakan

upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar

tumbuh dan berkembang secara optimal7.

Jadi belajar adalah proses aktivitas mental seseorang dalam

berinteraksi dengan lingkungannya. Hasil dari interaksi dengan lingkungan

itu adalah perubahan tingkah laku agar dapat tumbuh dan berkembang

secara optimal.

Pembelajaran adalah upaya penataan lingkungan yang memberi

nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal8.

Selain itu, menurut konsep komunikasi pembelajaran adalah proses

5 Slameto,Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya,(Jakarta,Rineka Cipta,1995),hal 2

6 Wina Sanjaya,Kurikulum Pembelajaran,(Bandung, Kencana,2008), hal 228

7 Erman suherman, ……, hal.6

8 Erman Suherman, ……., hal. 8

9

komunikasi fungsional antara siswa dengan guru, siswa dengan siswa,

dalam rangka perubahan sikap dan pola pikir yang akan menjadi kebiasaan

bagi siswa yang bersangkutan. Guru berperan sebagai komunikator, siswa

sebagai komunikasikan, dan materi yang dikomunikasikan berisi pesan

berupa ilmu pengetahuan9. Dari 2 pendapat tersebut dapat disimpulkan

bahwa pembelajaran merupakan penataan lingkungan agar belajar tumbuh

dan berkembang secara optimal, dimana dalam proses belajar terdapat

komunikasi antar siswa dengan guru,siswa dengan siswa dan materi yang

dikomunikasikan berupa pengetahuan.

Pengetahuan yang diperoleh tidak akan terlepas dari proses belajar

dan pembelajaran. Begitu juga dengan pembelajaran matematika.

Berdasarkan ungkapan James dan James dalam Erman Suherman,

matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran

dan konsep-konsep yang berhubungan satu sama lainnya dengan jumlah

yang banyak yang terbagi kedalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan

trigonometri10. Pembelajaran matematika adalah proses yang sengaja

dirancang untuk menciptakan suasana lingkungan yang memungkinkan

kegiatan belajar matematika dan proses tersebut tidak berpusat pada guru.

Pembelajaran matematika harus memberi peluang kepada siswa untuk

berusaha dan mencari pengalaman tentang matematika. Berdasarkan hal

tersebut dalam pembelajaran matematika siswa dituntut menguasai konsep -

9Erman Suherman,.......hal. 9

10 Erman suherman,…...hal 16

10

konsep, struktur dan prinsip – prinsip, siswa terlibat aktif dalam

pembelajaran sehingga memperoleh pengalaman tentang matematika.

Jadi belajar dan pembelajaran matematika adalah bagian yang

sangat berguna untuk mencapai tujuan yang di harapkan, dapat melibatkan

siswa secara aktif. Dengan keterlibatan siswa secara aktif, akan membuat

siswa memperoleh pengalaman dengan matematika, baik dari komunikasi

ataupun menguasai konsep-konsep.

2. Model CORE

CORE merupakan salah satu bentuk model belajar diskusi. Dengan

berlandaskan pada teori konstruktivisme, model ini mencakup empat sintak

dalam proses pelaksanaannya, yakni Connecting, Organizing, Reflecting,

dan Extending. Calfee et al. menyatakan bahwa model CORE merupakan

model diskusi yang dapat mempengaruhi perkembangan pengetahuan dan

berpikir reflektif siswa. Berpikir reflektif merupakan proses berpikir dimana

seseorang mencoba membangun sendiri pengetahuannya dengan

pengetahuan baru dan belajar untuk mengelola proses berpikirnya. Hal ini

tentunya sangat berkaitan dengan kemampuan metakognisi.

Adapun empat tahapan dari model CORE adalah:

Connecting

Connect secara bahasa artinya come or bring two or more

things together, yang maknanya mendatangkan atau membawa dua

hal atau lebih secara bersama-sama. Connecting merupakan tahap

menghubungkan pengetahuan lama dan baru yang diintegrasi guna

menyelesaikan suatu masalah. Jacobi menyatakan diskusi

memegang peranan penting bagi tahap koneksi. Proses koneksi

yang baik dalam belajar adalah mengaitkan pengetahuan

kontekstual dengan melibatkan pengetahuan umum yang dimiliki

siswa dan memberi kesempatan siswa untuk berbagi tentang apa

yang mereka ketahui mengenai pola wacana mereka.

11

Organizing

Organize secara bahasa berarti ”Mengorganisir, mengurus,

menyusun dan memperlengkapi dengan perkakas” (Wojowasito,

1980: 132). Dalam hal ini maksudnya siswa mengorganisasikan

informasi-informasi yang telah diperoleh untuk menyusun suatu ide

atau rencana. Dalam proses pembelajaran matematika kegiatan ini

meliputi penyusunan ide-ide setelah siswa menemukan keterkaitan

dalam masalah yang diberikan. Untuk menyusun ide atau strategi

dalam menyelesaikan masalah, setiap siswa bertukar pendapat

dalam kelompoknya. Ide-ide ini kemudian dituangkan untuk

menyelesaikan permasalahan yang diberikan kemudian hasilnya

didiskusikan bersama di dalam kelas.

Reflecting

Reflect secara bahasa berarti “Memantul, membayangkan,

merenungkan”, (Wojowasito, 1980: 174). Nurdin (2009: 1)

mengungkapkan bahwa refleksi adalah cara berpikir tentang apa

yang baru di pelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa

yang sudah dilakukan di masa lalu. Refleksi merupakn respon

terhadap kejadian, aktivitas atau pengetahuan yang baru diterima.

Dalam kegiatan pembelajaran, setelah siswa menyimak

pemaparan ide dari teman-temannya dalam suatu diskusi kelas

dengan bimbingan guru, siswa dipisahkan dari kelompoknya dan

diberi waktu untuk merenung serta memikirkan strategi atau cara

12

mana yang dianggap baik oleh dia sehingga dia memiliki

pemahaman baru akan srategi yang ditemukan oleh orang lain serta

mampu mengakui kekurangan dari penemuannya jika memang cara

orang lain dipandang lebih baik. Kemudian siswa mengekspresikan

apa yang telah dipelajari dalam bentuk penyimpulan. Dengan

proses ini dapat dilihat kemampuan menjelaskan informasi yang

telah mereka peroleh dan akan terlihat bahwa tidak semua siswa

mempunyai kemampuan yang sama.

Extending

Extend secara bahasa berarti “Memperluas, memperpanjang

dan melanjutkan” (Wojowasito, 1980: 55). Extending merupakan

tahap dimana siswa dapat memperluas pengetahuan mereka tentang

apa yang sudah diperoleh selama proses belajar mengajar

berlangsung (Tamalene, 2010). Perluasan pengetahuan tentunya

harus sesuai dengan kondisi siswa. Diskusi dilakukan siswa untuk

membentuk pengetahuan baru.

Guthrie (Jacob, 2005) mengatakan bahwa pengetahuan

siswa dapat diperluas secara cepat dengan cara membuat siswa

meneliti jawaban atas pertanyaan yang diberikan. Pengetahuan

siswa akan meningkat seiring strategi berdiskusi yang dilakukan

untuk memperoleh informasi bersama teman-temannya dan dengan

guru. Selain itu pengetahuan siswa akan bertambah luas saat siswa

mencoba untuk menjelaskan temuannya kepada teman-teman

13

sekelasnya satu sama lain dan saat siswa menerapkan pengetahuan

yang telah diperolehnya untuk menyelesaikan masalah secara

individual.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sintaks

pembelajaran dengan model CORE adalah sebagai berikut. (C) koneksi

informasi lama-baru dan antar konsep, (O) organisasi ide untuk memahami

materi dan memecahkan permasalahan, (R) memikirkan kembali,

mendalami dan menggali, (E) menemukan, mengembangkan, memperluas,

menggunakan.11

3. Pendekatan Kontekstual

Siskandar menyatakan bahwa pendekatan dan strategi

pembelajaran matematika hendaknya mengikuti kaidah pedagogic secara

umum, yaitu pelajaran diawali dari konkrit ke abstrak, dar sederhana ke

kompleks, dan dari mudah ke sukar dengan menggunakan berbagai sumber

belajar. Suhendra menambahkan bahwa pendekatan pembelajaran

semestinya member peluang yang seluas-luasnya kepada peserta didik agar

segenap potensi belajar siswa tergali dan terakomodasi, proses belajarnya

sesuai dengan kapasitas belajar peserta didik, sehingga hasil belajarnya

tercapai optimal.12

Salah satu pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan pendapat di

atas adalah pendekatan kontekstual. Webster’s New World Dictionary

menyebutkan secara bahasa, kontekstual berasal dari kata Contexere, kata

kerja dalam bahasa Latin, yang artinya menjalin bersama.13 Kata ‘konteks’

11 Dr. Suyatno, M.Pd, Menjelajah Pembelajaran Inovatif ( Surabaya, 2009) h.67

12 Suhendra, Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Keterampilan Metakognisi untuk

mengembangkan Kompetensi Matematis Siswa, 2010 [online]

13 Johnson, Contextual Teaching & Learning Menjadi Kegiatan Belajar-Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna, (Bandung: Kaifa, 2010), h 82

14

merujuk pada keseluruhan situasi, latar belakang, atau lingkungan yang

berhubungan dengan diri, yang terjalin bersamanya. Dari definisi tersebut

dapat diperoleh gambaran bahwa pembelajaran kontekstual adalah

pembelajaran yang mengaitkan konsep kehidupan nyata (konteks) dengan

materi pelajaran, atau sebuah konsep pembelajaran yang mengkolaborasikan

konsep abstrak, yakni materi pelajaran, dengan konsep nyata, yaitu

kehidupan sehari-hari.

CTL memiliki 7 komponen penting dalam proses pelaksanaannya,

yaitu

a. KontruktivismeKomponen ini menyatakan bahwa pengetahuan seseorang

hanya dapat dibangun oleh dirinya sendiri, bukan merupakan hasil yang diterima langsung dari orang lain. b. Inquiri

Inquiri adalah proses dengan tahapan sebagai berikut: mengamati, menemukan, merumuskan masalah, mengajukan hipotesis, mengumpulkan data, menganalisis data, dan membuat kesimpulan atau dengan kata lain inquiri adalah proses yang bermula dari pengamatan kemudian menemukan dan menyimpulkan yang bermuara pada pemahaman sebuah konsep.

c. Bertanya (Questioning)Bertanya merupakan proses bagi guru untuk menggali

kemampuan siswa, mendorong dan membimbing, serta menilai kemampuan siswa. Sedangkan bagi siswa, bertanya adalah bagian terpenting dalam pembelajaran berbasis inquiri. Sebab melalui proses bertanya, secara tidak langsung siswa akan menambah sendiri pengetahuannya.d. Masyarakat Belajar (Learning Community)

Menjelaskan bahwa proses belajar akan lebih baik jika dilakukan bersama-sama, proses yang dilakukan dapat melalui diskusi kelompok, sehingga siswa dapat secara aktif bertukar pikiran mengenai materi pelajaran yang tengah dibahas.e. Pemodelan (Modeling)

Pemodelan adalah proses yang membantu siswa untuk lebih memahami materi ajar. Pemodelan dapat berupa orang, benda, cara, perilaku, dan hal lain yang dapat membantu proses pembelajaran, sehingga guru bukanlah satu-satunya sumber belajar dalam proses pembelajaran.f. Refleksi (Reflection)

Refleksi merupakan tahapan berpikir mengenai apa yang telah dipelajari, apakah yang selama ini dipelajari benar atau perlu revisi. Dalam pembelajaran proses refleksi dapat berlangsung dengan

15

bertanya kepada siswa mengenai apa yang telah dipelajari, dari respon yang siswa berikan guru dapat melihat apakah pemahaman yang telah diperoleh siswa benar atau salah.g. Asesmen Otentik (Authentic Assesment).

Asesmen otentik adalah asesmen yang tidak hanya melalui tes tertulis, melainkan melalui berbagai jenis alat evaluasi, dengan tujuan menilai pengetahuan dan kemampuan siswa melalui kinerja yang dilakuakan. Selain itu pelaksanaan asesmen otentik tidak hanya dilakukan di awal ata akhir pembelajaran saja, tetapi dilakukan sepanjang proses pembelajaran berlansung.14

4. Kemampuan Metakognisi

Setiap orang memiliki kadar pengetahuan diri atau kecakapan hidup

yang berbeda. Mengetahi dan menyadari kemampuan serta kekurangan diri

dalam menyelesaikan suatu masalah merupakan kecakapan hidup yang

sangat berharga.

Kecakapan hidup dibagi menjadi 4 yaitu

a. kecakapan personal (personal skill), yang mencakup kecakapan

mengenal diri sendiri (self awareness) dan kecakapa berpikir

(thinking skill).

b. Kecakapan sosial (social skill)

c. Kecakapan akademik (academic skill)

d. Kecakapan vokasional (vocational skill)

Metakognisi adalah salah satu bentuk kecakapan personal, yakni

kemampuan untuk melihat dan menyadari hal-hal apa yang mampu dan tidak

mampu dikerjakan oleh seseorang.15

Livingstone (1997) menyatakan “Metacognition is often simply

defined as ‘thinking about thinking’.” bahwa metakognisi lebih sering

didefinisikan sebagai berpikir tentang apa yang dipikirkan.

Ahli lain, Ridley, Schutz, Galnz & Weinstein mendefinisikan

metakognisi sebagai,

14 Jacobi, Pengembangan Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Metakognitif di SMAN 9 Bandung dan SMAN 1 Lembang, (Bandung: Laporan Piloting, 2004), h 8

15 Aziz,…., h 18

16

metakognitif skill include taking conscious control of learning,

planning, and selecting strategies, monitoring the progress of learning,

correcting errors, analyzing the effectiveness of learning strategies, and

changing learning behaviours and strategies when necessary.16

Dari beberapa pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa

kemampuan metakognisi adalah

Tahap akhir dari kemampuan metakognisi merupakan salah satu

bentuk upaya refleksi. Seorang pembelajar yang baik akan merubah

kebiasaan dan strategi belajarnya apabila strategi dan cara belajar sebelum

dinilai kurang efektif. Noornia (2007) menyatakan bila seseorang menyadari

akan keberadaan metakoknisinya maka memungkinkan seseorang tersebut

berhasil sebagai pelajar, dan hal ini erat kaitannya ddengan kecerdasan atau

intelegen.

Komponen metakognisi menurut Flavell terdiri dari:

a. Pengetahuan metakognisi (metacognitive knowledge), yaitu pengetahuan mengenai proses-proses kognitif, untuk mengontrol berlangsungnya proses kognitif.

b. Tujuan metakognitif (metacognitive goal) adalah sasaran yang hendak dicapai dari suatu proses kognitif.

c. Strategi metakognitif ( metacognitive strategies) adalah langkah yang diambil untuk mengontrol proses kognitif guna mencapai tujuan kognitif yang telah ditentukan.

d. Pengalaman atau regulasi metakognitif (metacognitive regulation or experience) adalah proses yang telah dan akan dialami dalam aktivitas kognitif guna mencapai tujuan dari proses kognitif tersebut.17

Sedangkan menurut Heller, Child, Welberge, kegiatan metakognitif

dibagi dalam tiga kelompok:

a. Kesadaran (kemampuan seseorang untuk mengenali informasi baik eksplisit maupun implicit)

b. Pengamatan (bertanya pada diri sendiri dan menjelaskan dengan kata-kata sendiri untuk menstimulasi pemahaman).

16 Nornia, Pengaruh Penguasaan Kemampuan Metakognisi terhadap Penyelesaian Soal Problem Solving, [online]

17 Jacobi, Apa, Bagaimana, dan Mengapa CT&L, Makalah disajikan pada pelatihan Matematika Bago Guru-guru SLTP Provinsi Jawa Barat Pemerintah Provinsi Jawa Barat Dinas Pendidikan Bagian Proyek Peningkatan Mutu, Bandung, 15 s.d 29 September 2003

17

c. Pengaturan (membandingkan dan membedakan jawaban yang masuk akal dalam memecahkan masalah).18

Adapun strategi yang harus ditempuh guru untuk menumbuh-kembangkan

kemampuan metakognisi siswa menurut Huitt (2007), adalah sebagai berikut:

a. Have student monitor their own learning and thinking?b. Have student learn study strategi?c. Have student make predictions about information to be presented next

based on what they have read?d. Have student relate ideas to exsiting knowledge structures (Importat to

hava relevant knowledge structures well learned)e. Have student develop question; ask question of themselves. about what’s

going on around them (Have you asked good question today?)f. Help student to know when to ask for help (must be able to self-monitor;

require students to show they have attempted to deal with the problem of their own)

g. Show student how to transfer knowledge, attitude, value, skill in other situation or tasks.19

Tidak jauh berebeda dengan pendapat di atas, Flavell membagi beberapa

indicator terhadap kemampuan metakognisi ini yaitu:

a. Pengetahuan metakognitifindicator:1) Identifikasi cirri atau masalah2) kontruksi hubungan antara pengetahuan sebelumnya dan

pengetahuan baru3) Elaborasi4) bagaimana mengambil tindakan solusi5) Mengapa dan kapan menggunakan strategi solusi yang tepat

b. Tujuan metakognitifIndicator:1) Penalaran matematis siswa2) Penjelasan matematis selama menyelesaikan masalah3) Menyelesaikan masalah atau tugas otentik4) Aktivitas proses metakognisi selama menyelesaikan masalah.

c. Strategi metakognisiIndikator:1) Siswa menyadari tentang proses solusi yang mereka gunakan2) Siswa belajar untuk mengontrol proses metakognitif3) Kepercayaan siswa dalam kemampuan pemecahan masalah

18 Goss( dalam Nindiasari), Pembelajaran Metakognitif untuk Mengingatkan Pemahaman dan Koneksi Matematika Siswa SMU ditinjau dari Perkembangan Kognitif Siswa, (Bandung: Tesis Sekolah Pasca Sarjana UPI, 2004), h. 17

19Huitt, Metakognition, Education Phsychology Interactive, [Online]

18

4) Kemampuan siswa untuk mentransfer keterampilan pemecahan masalah

d. Pengalaman metakognitifIndikator:1) Guru membimbing siswa untuk merangkum pelajaran2) Refleksi dari siswa3) Refleksi dari guru.20

Indikator-indikator trsebut dapat digunakan sebagai acuan dalam

meningkatkan kemampuan metakognisi. Dalam penelitian ini penulis

menggunakan indicator tersebut untuk mengukur tingkat kemampuan

metakognisi siswa. Dan untuk penilaian kemampuan metakognisi, penulis

merujuk pada pendapat Nicol dan Szetela (1992), bahwa kemampuan

metakognisi dapat dinilai dengan melihat kemampuan siswa dalam

mengomunikasikan pendapatnya mengenai strategi yang diambi; siswa

dalam pemecahan masalah. Kategori penilaiannya adalah:

1 : No response or simplistic or irrelevant response.

2 : A relevant response but of inor importance with respect to the

question or problem.

3 : A refletive and significant response but with an important

amissionor.

4 : A comprehensive, logical, and correct response to the question or

problem.

5 Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang

berpusat pada guru, dimana dalam prosesnya cenderung menggunakan

strategi pembelajaran ekspositori, dengan langkah- langkah guru

menyampaikan konsep dari materi, selanjutnya siswa diberikan contoh

soal, kemudian diminta untuk mengerjakan latihan untuk mengecek

pemahaman siswa.

20Jacobi, Pengembangan Model Pembelajaran Matematika …, h24-25

19

Adapun ciri-ciri pembelajaran konvensional Menurut

Nasution,adalah sebagai berikut21 :

1) Tujuan tidak dirumuskan secara spesifik ke dalam kelakuan yang dapat diukur.

2) Bahan pelajaran diberikan kepada kelompok atau kelas secara keseluruhan tanpa memperhatikan siswa secara individu.

3) Bahan pelajaran umumnya berbentuk ceramah, kuliah, tugas tertulis dan media lain menurut pertimbangan guru.

4) Berorientasi pada kegiatan guru dan mengutamakan kegiatan belajar.

5) Siswa kebanyakan bersifat pasif mendengar uraian guru.6) Semua siswa harus belajar menurut kecepatan guru.7) Penguatan umumnya diberikan setelah dilakukan ujian atau ujian.8) Keberhasilan belajar umumnya dinilai guru secara subjektif9) Pengajar umumnya sebagai penyebar atau penyalur informasi

utama.10) Siswa biasanya mengikuti beberapa tes atau ulangan mengenai

bahan yang dipelajari dan berdasarkan angka hasil tes atau ulangan itulah nilai rapor yang diisikan.

Ciri- ciri pembelajaran konvensional di atas juga merupakan ciri- ciri

dari pembelajaran dengan strategi ekspositori.

Strategi pembelajaran ekspositori adalah strategi pembelajaran yang

menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang

guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai

materi pelajaran secara optimal.22 Dalam artian strategi ini bertitik tolak

pada penuturan dari seorang guru. Materi pelajaran sengaja diberikan secara

langsung. Peran siswa dalam strategi ini adalah menyimak untuk menguasai

materi pelajaran yang disampaikan oleh guru tersebut.

21Nasution, Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar, (Jakarta:Bumi aksara, 2000), h.209

22 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. (Jakarta: Kencana , 2006), h. 179

20

Terdapat beberapa karakteristik dari strategi pembelajaran ekspositori

ini, diantaranya yaitu:

a. Strategi ekspositori ini dilakukan dengan cara menyampaikan materi pelajaran secara verbal, artinya bertutur secara lisan merupakan alat utama dalam melakukan strategi ini. Oleh karena itu, sering orang mengidentikannya dengan ceramah.

b. Biasanya materi pelajaran yang disampaikan adalah materi pelajaran yang sudah jadi. Seperti data atau fakta, konsep-konsep tertentu yang harus dihafal sehingga tidak menuntut siswa untuk berfikir ulang.

c. Tujuan utama pembelajaran adalah penguasaan materi pembelajaran itu sendiri. Artinya setelah proses pembelajaran berakhir siswa diharapkan dapat memahaminya dengan benar dan dapat mengungkapkan kambali materi yang telah diuraikan23.

Baik tidaknya penggunaan dari suatu strategi dapat dilihat dari efektif

tidaknya strategi tersebut dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah

ditentukan. Oleh karena itu, pertimbangan pertama untuk menggunakan

suatu strategi adalah tujuan apa yang harus dicapai. Dalam penggunaaan

strategi pembelajaran ekspositori ini terdapat prinsip-prinsip yang perlu

diperhatikan, yaitunya berorientasi pada tujuan, prinsip komunikasi, prinsip

kesiapan dan prinsip berkelanjutan.

Dalam strategi pembelajaran ekspositori ini guru memegang peran

yang sangat dominan. Namun berbeda dengan ceramah dimana guru sebagai

pemberi informasi.

Sebagaimana yang dikemukan oleh Erman Suherman,

“Pada strategi ekspositori dominasi guru banyak berkurang, karena tidak terus menerus bicara, ia berbicara pada awal pembelajaran menerangkan materi dan contoh soal pada waktu-waktu yang diperlukan saja. Siswa tidak hanya mendengar dan membuat catatan tetapi juga

23 Wina Sanjaya,... h. 179

21

membuat soal latihan dan bertanya kalau tidak mengerti, guru dapat memeriksa pekerjaan siswa secara individu atau kelompok”24.

Berdasarkan uraian di atas strategi pembelajaran ekspositori yang

penulis maksud dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang berlangsung

dimana guru menjelaskan materi pembelajaran terlebih dahulu, siswa

disuruh untuk mendengar dan membuat catatan sendiri, bertanya kalau tidak

mengerti dan mengerjakan latihan.

Adapun langkah-langkah dalam pembelajaran strategi ekspositori

adalah sebagai berikut:

a. Persiapan (preparation)Tahap persiapan berkaitan dengan mempersiapkan siswa untuk

menerima pelajaran. Tujuan yang ingin dicapai dalam melakukan persiapan adalah:

1) Mengajak siswa keluar dari kondisi mental yang pasif.2) Membangkitkan motivasi dan minat siswa untuk belajar.3) Merangsang dan menggugah rasa ingin tahu siswa.4) Menciptakan suasana dan iklim pembelajaran yang terbuka.

b. Penyajian (presentation)Langkah penyajian adalah langkah penyampaian materi pembelajaran

sesuai dengan persiapan yang telah dilakukan. Oleh sebab itu, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu sebagai berikut:

1) Penggunaan bahasa2) Intonasi suara3) Menjaga kontak mata dengan siswa

c. Menghubungkan (correlation)Langkah korelasi adalah langkah menghubungkan materi pelajaran

dengan pengalaman siswa atau dengan hal-hal lain yang memungkinkan siswa dapat menangkap keterkaitan dalam struktur pengetahuan yang telah dimilikinya.d. Menyimpulkan (Generalization)

Menyimpulkan adalah tahapan untuk memahami inti dari materi pelajaran yang telah disajikan. Langkah menyimpulkan merupakan langkah yang sangat penting dalam strategi ekspositori, sebab melalui lanhkah menyimpulkan siswa akan dapat mengambil inti sari dari proses penyajian.

Menyimpulkan bisa dilakukan dengan tiga cara, yaitu:1) Mengulang kembali inti-inti materi yang menjadi pokok persoalan.2) Memberi beberapa pertanyaan yang relevan dengan materi yang

telah disajikan.

24 Erman suherman, ….., h. 171

22

3) Dengan cara mapping melalui pemetaan keterkaitan antarmateri pokok-pokok materi.

e. Penerapan (Aplication)Langkah aplikasi adalah langkah unjuk kemampuan siswa setelah

mereka menyimak penjelasan guru. Tekhnik yang bisa dilakukan pada penerapan ini diantaranya adalah:

1) Membuat tugas yang relevan dengan materi yang telah disajikan.2) Memberikan tes yang sesuai dengan materi pelajaran yang telah

disajikan25.

Pada pembelajaran dengan metode ekspositori, terdapat kelebihan dan

kelemahan pelaksanaannya. Menurut Wina Sanjaya, keunggulan dan

kelemahan pada strategi pembelajaran ekspositori adalah:

Keunggulan:a. Dengan strategi pembelajaran ekspositori guru bisa mengontrol

urutan dan keluasan materi pembelajaran, ia dapat mengetahui sampai sejauh mana siswa menguasai bahan pelajaran yang disampaikan.

b. Strategi pembelajaran ekspositori dianggap sangat efektif apabila materi pelajaran yang harus dikuasai siswa cukup luas, sementara itu waktu yang dimiliki untuk belajar terbatas.

c. Melalui strategi pembelajaran ekspositori selain siswa dapat mendengar melalui penuturan (kuliah) tentang suatu materi pelajaran, juga sekaligus siswa bisa melihat atau mengobservasi (melalui pelaksanaan demonstrasi).

d. Digunakan untuk jumlah siswa dan ukuran kelas yang besar.

Kelemahan :a. Strategi pembelajaran ini hanya mungkin dapat dilakukan terhadap

siswa yang memiliki kemampuan mendengar dan menyimak secara baik.

b. Strategi ini tidak mungkin dapat melayani perbedaan setiap individu baik perbedaan kemampuan, perbedaan pengetahuan, minat, dan bakat, serta perbedaan gaya belajar.

c. Karena strategi lebih banyak diberikan melalui ceramah, maka akan sulit mengembangkan kemampuan siswa dalam hal kemampuan sosialisasi, hubungan interpersonal, serta kemampuan berpikir kritis.

d. Keberhasilan strategi pembelajaran ekspositori sangat tergantung kepada apa yang dimiliki guru, seperti persiapan, pengetahuan, rasa percaya diri, semangat, antusiasme, motivasi, dan berbagai kemampuan seperti kemampuan bertutur (berkomunikasi), dan

25 Wina Sanjaya,...h. (185)

23

kemampuan mengelola kelas. Tanpa itu sudah dapat dipastikan proses pembelajaran tidak mungkin berhasil.

e. Oleh karena gaya komunikasi strategi pembelajaran lebih banyak terjadi satu arah (one-way communication), maka kesempatan untuk mengontrol pemahaman siswa akan materi pembelajaran akan sangat terbatas pula. Di samping itu, komunikasi satu arah bisa mengakibatkan pengetahuan yang dimiliki siswa akan terbatas pada apa yang diberikan guru26.

B. Hipotesis

Berdasarkan penjelasan di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah

kemampuan metakognisi siswa yang pembelajaran matematikanya menggunakan

model CORE dengan pendekatan kontekstual lebih baik daripada kemampuan

metakognisi siswa yang pembelajaran matematikanya menggunakan metode

konvensional.

26 Wina Sanjaya,…. h. 34

24

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Berdasarkan masalah dan tujuan penelitian jenis penelitian yang

digunakan adalah penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen adalah

meneliti tentang ada tidaknya hubungan sebab akibat, caranya dengan

membandingkan satu atau lebih kelompok eksperimen yang diberikan

perlakuan dengan satu atau lebih kelompok pembanding yang tidak menerima

perlakuan.27

Penelitian eksperimen yang digunakan adalah penelitian pra

eksperimen. Menurut Muri Yusuf, jenis penelitian ini pada prinsipnya tidak

dapat mengontrol validitas internal dan eksternal secara utuh, karena satu

kelompok hanya dipelajari satu kali, atau kalau menggunakan dua kelompok

diantara kedua kelompok itu tidak disamakan terlebih dahulu.28

Dalam pelaksanaan penelitian ini digunakan dua kelas yaitu kelas

eksperimen dan kelas kontrol. Pada kelas eksperimen proses belajar mengajar

dilakukan dengan penerapan pembelajaran dengan penggunaan pendekatan

kontekstual dengan model CORE, sedangkan pada kelas kontrol proses

belajar mengajar dilakukan dengan menggunakan pembelajaran konvensional.

B. Rancangan Penelitian

27Suharsimi,Arikunto, Manajemen Penelitian,( Jakarta:Rineka Cipta, 1995) h. 272

28Muri Yusuf, Metode Penelitian : Dasar-dasar Penyelidikan Ilmiah, ( Universitas Negeri Padang ( UNP ), 1997 ), h. 235

25

Rancangan penelitian yang digunakan adalah The Static Group

Comparison Design: Randomized Control Group Only Design. Sampel dibagi

menjadi dua kelompok, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Perlakuan

yang diberikan pada kelas eksperimen adalah penerapan model pembelajaran

CORE dengan pendekatan kontekstual, sedangkan pada kelas kontrol tidak

diberi perlakuan dan menerapkan pembelajaran konvensional..

Tabel 1 Rancangan penelitian

Kelas Treatment Posttest

Eksperimen X1 O

Kontrol X2 O

Keterangan:

X1 = Perlakuan yang diberikan pada kelas eksperimen, yaitu kegiatan

pembelajaran dengan model pembelajaran CORE

X2 = Perlakuan yang diberikan pada kelas kontrol, yaitu kegiatan

pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran konvensional.

O = Tes akhir yang diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol di

akhir penelitian

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang berfungsi

sebagai sumber data.29 Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa

kelas VIII SMP N 2 Payakumbuh Tahun ajaran 2013/2014. Jumlah

populasi ini disajikan pada tabel berikut ini:

29 Hadeli.Metodologi Penelitian Kependidikan.(Jakarta:PT Ciputat Press, 2006), h.67

26

Tabel 2 Jumlah Siswa Kelas VII SMP N 2 Payakumbuh

Tahun Ajaran 2013/2014

Kelas Jumlah Siswa

VIII1 32

VIII2 32

VIII3 32

VIII4 31

VIII5 30

Sumber : Guru bidang studi matematika kelas Kelas VIII SMP N 2

Payakumbuh Payakumbuh

2. Sampel

Penelitian yang dilakukan adalah jenis pra eksperimen dengan

rancangan The Static Randomized Control Group Only Design. Dalam

pelaksanaannya, penulis membutuhkan dua kelas sebagai sampel. Berikut

dijelaskan langkah- langkah yang dilakukan untuk pemilihan kelas sampel

dalam penelitian ini.

1. Mengumpulkan data nilai ulangan harian matematika semester I kelas

VIII SMP N 2 Payakumbuh.

2. Melakukan uji normalitas

Pengujian normalitas digunakan untuk menguji apakah data populasi

berdistribusi normal atau tidak.

Hipotesis yang diajukan:

H0 : Data populasi berdistribusi normal

H1 : Data populasi tidak berdistribusi normal

27

Adapun langkah-langkah untuk melihat populasi berdistribusi

normal atau tidak, maka digunakan uji Lilifors sebagai berikut30:

a. Data x1, x2, x3, …, xn diperoleh dan disusun dari data yang terkecil sampai yang terbesar.

b. Data x1, x2, x3, … , xn dijadikan bilngan baku z1, z2, z3, … , zn

dengan menggunakan rumus :

z i=xi−X

s

c. Dengan penggunaan daftar distribusi normal baku dihitung peluang F(zi) = P (z < zi).

d. Menghitung jumlah proporsi skor baku yang lebih kecil atau sama zi yang dinyatakan dengan S(zi) dengan menggunakan rumus:

S ( z i )=Banyaknya z1 , z2 , …, zn yang≤ zi

ne. Menghitung selisih antara F(zi) dengan S(zi) kemudian tentukan

harga mutlaknya.f. Ambil harga mutlak yang terbesar dari harga mutlah selisih itu

diberi simbol L0, L0 = maks |F ( zi )−S ( zi)|.g. Kriteria data dikatakan berdistribusi normal Jika L tabel > L0.

Peneliti menggunakan Software minitab untuk lebih

mengakuratkan data penelitian, dengan langkah-langkah sebagai

berikut:

a. Input data ke dalam Software minitab;

b. Klik stat, kemudian pilih basic statistic, klik normality test;

c. Tentukan variabel yang akan diinput, kemudian klik OK.

Data berdistribusi normal, apabila harga Pvalue lebih besar dari

taraf nyata α=0,05. Hasil perhitungan uji normalitas populasi dengan

uji Lilifors dan Software minitab dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3 : Hasil Uji Normalitas Kelas Populasi

Kelas VIII1 VIII2 VIII3 VIII4 VIII5

Ltabel 0.156 1.156 0,156 0,159 0,13630 Sudjana, Metode Statistik, (Bandung: PT. Tarsito, 2005) h. 466-477

28

L0 0,152 0.136 0,108 0,158 0,161

Pvalue 0,101 0,141 0,225 0,160 0,169

Berdasarkan uji normalitas yang dilakukan pada kelas populasi,

maka dapat disimpulkan bahwa masing-masing kelas populasi yaitu

kelas VIII1, VIII2, VIII3, VIII4, dan VIII5 berdistribusi normal.

3. Melakukan uji homogenitas variansi.

Uji homogenitas variansi ini dilakukan untuk mengetahui apakah

data populasi mempunyai variansi yang homogen. Langkah- langkah

dalam melakukan uji homogenitas adalah dengan menggunakan uji

Barlet sebagai berikut:31

a. Membuat hipotesis, yaitu:H0 : σ 1

2= σ 22= σ 3

2 =σ 42=σ 5

2

H1 : paling sedikit satu tanda tidak sama dengan, tidak berlaku

b. Menghitung variansi masing-masing kelompokc. Menghitung variansi gabungan dari populasi menggunakan rumus:

S2=∑ (ni−1 ) Si

2

∑ (ni¿−1)¿d. Menghitung harga satuan Barlett dengan rumus:

B=( log S2 )∑ (ni¿−1)¿e. Menghitung harga satuan Chi-kuadrat (X2) dengan rumus:

X2 = (ln 10){B−∑ (ni−1 ) log S i2 }

f. Membandingkan X hitung2 dengan X tabel

2 dengan kriteria bila X hitung2 <

X tabel2 untuk taraf α maka terima H0 artinya populasi homogen.

Peneliti menggunakan Software minitab untuk lebih

mengakuratkan data penelitian dalam menentukan populasi homogen,

dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Input data ke dalam Software minitab;

31Sudjana, … , h. 261-263

29

b. Klik stat, kemudian pilih Basic Statistic, klik 2 variances;

c. Tentukan variable yang akan diinput, kemudian klik OK.

Setelah dilakukan perhitungan dengan Uji Barlett diperoleh X2hitung

= 0.138. Jika α = 0,05, dari daftar chi-kuadrat dengan dk = 4 didapat

X tabel2 = 9,488, sehingga H0 diterima dalam taraf α = 0,05. Sementara

perhitungan menggunakan Software Minitab menunjukkan

Pvalue=1.000 dan Pvalue > α. Berdasarkan hasil tersebut dapat

disimpulkan bahwa populasi memiliki variansi homogen.

4. Melakukan uji kesamaan rata-rata

Adapun langkah-langkah dalam menguji kesamaan rata-rata populasi

adalah:32

a. Membuat hipotesisH0 : µ1 = µ 2 = µ3 = µ4 = µ5

H1 : Sekurang-kurangnya dua rata-rata tidak sama

b. Menentukan taraf nyata (α)c. Menentukan wilayah kritiknya dengan menggunakan rumus

f > f α[ k – 1, N – K].d. Menentukan perhitungan dengan bantuan tabel.

Tabel 4 Data Hasil Belajar Siswa Kelas Populasi

Populasi

1 2 3 K

X11

X12

X1n

X21

X22

X2n

X31

X32

X3n

Xk1

Xk2

Xkn

32 Ronal, E. Walpole, Pengantar Statistika. ( Jakarta : PT. Gramedia Pustaka, 1993), h.383

30

Total T1 T2 T3 Tk T…

Nilai

Tengah

X1 X2 X3 Xk X…

Perhitungannya dengan menggunakan rumus :

∑i

k

¿T i

2

N -

T… .2

N

Jumlah Kuadrat Total (JKT) :∑i=1

k

= ∑j=1

ni

=X i, j2 -

(T…)2

N

Jumlah Kuadrat untuk Nilai Tengah Kolom (JKK): ∑i=1

k

¿Ti

2

N-

T…2

N

Jumlah Kuadrat Galat (JKG) : JKT – JKK

Masukkan data hasil perhitungan ke tabel berikut :

Tabel 5 Analisis Ragam Bagi Data Hasil Belajar Siswa Kelas

Populasi

Sumber

Keraga

man

Jumlah

kuadrat

(JK)

Derajat

kebebasa

n (dk)

Kuadrat

Tengah

F

hitung

s12

s22

Nilai

tengah

kolom

Galat

JKK

JKG

k -1

N - K

S12 = JKK

k -1

S22=JKG

N – k

Total JKT N – K

e. Keputusannya

Ho diterima jika f ≤ f α[ k – 1, N – K]

31

Ho ditolak jika f > f α [ k – 1, N – K]. 33

Untuk lebih mengakuratkan data dalam menentukan kesamaan rata-

rata suatu populasi, peneliti menggunakan Software minitab. langkah-

langkah yang dilakukan sebagai berikut:

a. Input data ke dalam Software minitab;

b. Klik stat, kemudian pilih ANOVA, klik One Way;

c. Tentukan variabel yang akan diinput, kemudian klik OK.

Hasil perhitungan uji kesamaan rata-rata dengan analisis

variansi adalah f < f α [ k – 1, N – K] yaitu 0.086<2.37. Jadi, H0

diterima. Sedangkan perhitungan dengan menggunakan Software

Minitab diperoleh Pvalue = 0,968 karena Pvalue > 0,05. Berdasarkan

perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa populasi memiliki

kesamaan rata-rata.

5. Pengambilan Sampel

Berdasarkan perhitungan di atas diperoleh data populasi

berdistribusi normal, homogen serta memiliki kesamaan rata-rata

maka pengambilan sampel dilakukan secara acak. Kelas yang

terpilih adalah kelas VIII2 sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII1

sebagai kelas kontrol.

D. Variabel dan Data

1. Variabel33 Ronal, E. Walpole, Pengantar Statisstika, h. 387

32

Variabel dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang akan

menjadi objek pengamatan penelitian.34

Variabel penelitian adalah objek penelitian, atau apa yang

menjadi titik perhatian suatu penelitian.

Variabel bebas yang menjadi perhatian dalam penelitian ini

adalah model pembelajaran CORE. Sedangkan variabel terikatnya adalah

kemampuan metakognisi siswa.

2. Data

a. Jenis data

1) Data primer yaitu data tentang kemampuan metagognisi siswa

yang diperoleh setelah mengadakan eksperimen.

2) Data sekunder adalah data yang tersusun dalam dokumen –

dokumen atau data yang diarsipkan.35 Dalam penelitian ini adalah

jumlah siswa yang berada pada kelas VIII SMP N 6 Payakumbuh

b. Sumber data

1) Data primer bersumber dari kelas VIII SMP N 2 Payakumbuh

yang menjadi sampel pada penelitian ini.

2) Data sekunder bersumber dari Kantor Tata Usaha dan Guru

bidang studi matematika kelas VIII SMP N 2 Payakumbuh

E. Prosedur Penelitian

34Sumadi Suryabarata. Metodologi Penelitian. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997),h.25

35 Sumadi Suryabrata,... h.39

33

Secara umum prosedur penelitian terdiri dari 3 tahap, yaitu: tahap

persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap akhir.

1. Tahap Persiapan

Tahap persiapan dalam penelitian ini meliputi:

a. Menetapkan tempat yaitu SMP N 2 Payakumbuh dengan jangka waktu

penelitian lebih kurang selama 2 minggu.

b. Mengurus izin penelitian pada pihak kampus. Mengurus izin penelitian

kepada pemerintahan Kota Payakumbuh.

c. Menentukan kelas sampel untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol

d. Merancang perangkat pembelajaran yaitu Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP) dan LKS.

a. Membuat kisi-kisi soal tes kemampuan metakognisi.

b. Menyusun soal tes berdasarkan kisi- kisi yang telah dibuat.

e. Membuat kunci jawaban soal tes kemampuan metakognisi siswa.

c. Mempersiapkan lembar observasi untuk mencatat aktifitas siswa.

f. Memvalidasi perangkat penelitian kepada ahli.

d. Uji coba soal tes penulis

2. Tahap Pelaksanaan

Dalam pelaksanaannya, penelitian ini terdiri dari dua kelas sampel

dengan masing- masingnya empat kali pertemuan. Pada kelas eksperimen

dilakukan pembelajaran matematika dengan menggunakan model

pembelajaran CORE. Pada Kelas kontrol dilakukan pembelajaran

konvensional.

34

a. Kelas Eksperimen

Tabel 6 : Langkah-langkah Pembelajaran pada model CORE Pada

Kelas Eksperimen

Kegiatan Perkiraan Aktivitas Keterangan

waktu.Guru Siswa

1 2 3 4

Pendahuluan Apersepsi

1. Guru mengingatkan

materi minggu

kemaren.

± 5 menit

Kegiatan inti 1. Guru menyampaikan

semua tujuan pelajaran

yang ingin dicapai pada

pelajaran tersebut dan

memotivasi siswa

tentang materi satuan

sudut.

± 5 menit

2. Guru menanyakan

kesiswa tentang

pengertian sudut

Mengeluarkan

pendapat

tentang materi

yang dipelajari

disaat

pembelajaran

± 10menit

35

3. Guru menerima apapun

pendapat dari siswa

tentang pengertian

sudut. Pada proses

pembelajaran

berlangsung.

4. Setelah pendapat-

pendapat siswa

terkumpulkan, Maka

guru menyempurnakan

pendapat siswa

tersebut.

berlangsung.

Mencatat

materi yang

disampaikan

oleh guru.

± 10menit

± 10menit

5. Guru membagikan

LKS kepada siswa.

6. Guru menyuruh siswa

mengerjakan latihan

yang ada di LKS

tentang

materi yang dipelajari

dan guru membimbing

siswa dalam

menyelesaikan latihan

Mengerjakan

LKS yang

diberikan oleh

guru pada saat

pembelajaran

berlangsung.

Mempersentasi

kan LKS

± 15menit

36

yang ada di LKS.

7. Guru menunjuk siswa

untuk

mempersentasikan

jawaban latihan yang

ada di LKS ke depan

kelas.

8. Guru memeriksa hasil

persentase yang

dikerjakan siswa di

papan tulis.

didepan kelas

Siswa

mempersentasi

kan jawaban ke

depan kelas

± 15menit

1. Guru bersama siswa

menyimpulkan materi

materi yang telah

dipelajari.

Siswa

menyimpulkan

materi

± 5menit

Penutup 1. Guru memberikan PR

2. Guru menyuruh siswa

mempelajari materi

berikutnya.

Mengakhiri

pelajaran

dengan

mengucapkan

hamdalah

± 5menit

37

b. Kelas kontrol

Tabel 7 : Langkah-langkah Pembelajaran Matematika Pada Kelas

Kontrol

Kegiatan

Perkiraan aktivitas Keterangan

Waktu

Guru Siswa

Pendahuluan Apersepsi

1. Guru mengabsensi

siswa

2. Guru

menyampaikan

judul dan tujuan

pembelajaran

Siswa

mendengarkan

guru

± 10menit

Kegiatan inti Guru menjelaskan

materi pelajaran dengan

pembelajaran biasa

sesuai dengan RPP

Siswa

mendengarkan

penjelasan guru

± 20menit

Guru memberikan

kesempatan pada siswa

untuk bertanya terhadap

materi yang tidak

Siswa bertanya

kepada guru

tentang soal

yang belum

± 20menit

38

dimengerti dipahami

Guru memberikan soal-

soal latihan untuk

mengetahui sejauh

mana pemahaman

siswa terhadap materi

yang baru dipelajari

Siswa

mengerjakan

soal latihan yang

diberikan oleh

guru

± 20menit

Penutup 1. Guru membimbing

siswa untuk

menyimpulkan

materi yang telah

dipelajari

2. Guru memberikan

pekerjaan rumah

Siswa mencatat

kesimpulan

Siswa

mendengarkan

guru

± 10 menit

3. Tahap penyelesaian

Setelah melakukan pembelajaran maka siswa di beri tes akhir /

post- test. Kemudian data diolah dengan menggunakan uji statistika yang

cocok.

F. Instrumen Penelitian

39

Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam

penelitian ini terdiri dari tes metakognisi dalam matematik dan lembar

observasi. Sedangkan untuk kegiatan pembelajaran dibuat rencana

pembelajaran dan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang disertai soal-soal yang

kontekstual.

1. Tes Kreatif Matematika

Tes yang akan diberikan tes tertulis berbentuk essay, untuk

mengetahui kemampuan metakognisi siswa. Tes tipe essay dipilih agar

dapat dilihat bagaimana kemampuan siswa sesungguhnya melalui

uraian jawaban yang diberikannya. Tes disusun oleh peneliti sesuai

dengan indikator kemampuan metakognisi yang akan diukur seperti

pada tabel berikut:

Table 8 : indicator kemampuan metakognisi

ASPEK INDIKATOR

1. Kelacaran(Fluency)

a. Arus pemikiran lancar sesuai dengan pemikiran sendiri.

b. Tidak menemui hambatan dalam pemecahan masalah

2. Keluwesan(Flexibility)

a. Menghasilkan cara pemecahan masalah yang beragam.

b. Menghasilkan jawaban-jawaban yang beragam.

3. Keaslian(Originality)

a. Mempunyai pendapat yang berbeda dengan teman yang lain.

b. Jawaban asli dari diri sendiri.4. Penguraian

(Elaboration)a. Pemecahan masalah secara lebih teliti

dan teratur.b. Mampu menguraikan masalah dengan

baik.

40

Kriteria asesmen atau penskoran diambil dari kriteria asesmen

yang diusulkan oleh Riduwan. Pertimbangan mengambil asesmen

riduwan ini karena hubungan yang sangat dekat antara aspek yang dapat

diukur dari suatu soal kontekstual dengan aspek kemampuan

metakognisi.

Tes kemampuan metakognisi dikembangkan melalui langkah-

langkah sebagai berikut:

a. Menyusun tes

Dalam menyusun tes penulis melakukan dengan langkah-

langkah sebagai berikut:

1) Menentukan tujuan mengadakan tes, yaitu untuk mengetahui

kemampuan metakognisi siswa.

2) Mengadakan pembatasan terhadap bahan yang akan diujikan.

3) Membuat kisi-kisi soal uji coba tes.

4) Menyusun soal berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat.

5) Melakukan validasi soal uji coba.

b. Melakukan uji coba.

Sebelum tes diberikan kepada siswa kelas sampel, terlebih

dahulu tes diujicobakan pada kelas VIII3. Uji coba dilakukan pada

kelas ini karena memiliki ciri yang sama dengan kelas sampel yaitu

normal, homogen dan memiliki kesamaan rata-rata. Uji coba ini

dilakukan untuk menentukan validitas, reliabilitas, tingkat

kesukaran, dan daya pembeda.

41

c. Analisis item.

Untuk menentukan kualitas soal yang baik dilakukan langkah-

langkah sebagai berikut:

1) Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat

kevalidan suatu instrument. Instrument dikatakan valid jika

mampu mengukur apa yang diinginkan melalui data dan variabel

yang diteliti secara sadar36.

Untuk menentukan validitas tes essay dapat digunakan

korelasi product moment yaitu:∑ X2−¿¿¿

r xy=N ∑ XY −¿¿¿

Keteranganr xy = koofesien korelasi antara variabel X dan variabel Y

N = Jumlah testee

∑ XY = jumlah perkalian antara skor item dan skor total

∑ X = jumlah skor item

∑Y = jumlah skor total

Selanjutnya dihitung thitung dengan rumus sebagai berikut:

t h itung=rxy √n−2

√1−r xy2

Keterangan:

36 Suharsimi Arikunto, Dasar –Dasar Evaluasi Pendidikan. (Jakarta: Bumi Aksara, 1999),hal.79

42

r xy ¿ korelasi product moment

N = jumlah responden

Setelah di dapat thitung kemudian dibandingkan dengan

ttabel. Distribusi untuk α=0,05 dan derajat kebebasan (dk = n −¿

2 ) kaidah keputusannya adalah:

Jika thitung ¿ ttabel berarti soal valid

Jika thitung ¿ ttabel berarti soal tidak valid

Setelah didapat keputusan soal itu valid, selanjutnya

dilihat kriteria penafsiran mengenai indeks korelasi product

moment, yaitu sebagai berikut:

0,81 −¿ 1,0 : sangat tinggi0,61 −¿ 0,80 : tinggi0,41 −¿ 0,60 : cukup0,21 −¿ 0,40 : rendah0,00 −¿ 0,20 : sangat rendah37

Berdasarkan hasil analisis validitas tes diperoleh nilai r

masing-masing item soal kemudian dicocokkan dengan kriteria

interprestasi product moment.

Tabel 9 Hasil Analisis Validitas Soal Uji Coba Tes

No

Soal

Koofesien

korelasi

(rxy)

Kriteria

ValiditasThitung Ttabel

Kriteria

Soal

1 0.74 Tinggi 8.3 1.7 Valid

2 0.82 S. Tinggi 11.3 1.7 Valid

3 0.71 Tinggi 7.2 1.7 Valid

4 0.91 S. Tinggi 27 1.7 Valid

37 M. Chabib Thoha, Teknik…, h.115

43

5 0.85 S. Tinggi 15.4 1.7 Valid

Berdasarkan perhitungan, diperoleh soal nomor 1 dan 3

memiliki kriteria tinggi dan valid, soal nomor 2, 4, dan 5 memiliki

kriteria sangat tinggi dan valid.

2) Reliabelitas Tes.

Reliabelitas berhubungan dengan tingkat kepercayaan,

dimana suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan

yang tinggi apabila dapat memberikan hasil yang tetap. Untuk

melihat reliabilitas tes bentuk uaraian dipakai rumus Alpha38

rii = ( nn−1

)(1−∑i=1

n

σ2

σ t2 )

keterangan:

rii : reabilitas yang dicari

σ 2 : jumlah varians skor tiap- tiap item

σ t2 : varians total

Rumus varians 39:

σ 2=∑ X2−¿¿¿

Nilai rii yang diperoleh disesuaikan dengan kriteria r product

moment pada tabel dengan ketentuan jika r11> rtabel maka tes tersebut

reliabel. Nilai table r dilihat pada ∝=5 % dan db=n−2.

Berdasarkan perhitungan, diperoleh rii = 0.71 kemudian

dikonsultasikan dengan nilai tabel Product Moment dengan N = 28 dan

38Suharsimi,..., h. 109

39Suharsimi Arikunto,…, h. 210

44

α = 0,05 maka diperoleh rtabel = 0.375 sehingga soal uji coba tes

dikatakan reliabel.

3) Tingkat Kesukaran Soal

Tingkat kesukaran soal adalah suatu bilangan yang menunjukkan

sulit mudahnya suatu soal.Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu

mudah dan tidak terlalu sulit. Menurut ZainalArifin,untuk menghitung

tingkat kesukaran dapat digunakan langkah-langkah berikut40:

a) Menghitung rata-rata skor untuk tiap butir soal dengan rumus:

Rata−rata= Jumlah skor peserta didik tiap soalJumlah pesertadidik

b) Meghitung tingkat kesukaran dengan rumus:

Tingkat kesukaran= rata−rataskor maksimumtiap soal

c) Membandingkan tingkat kesukaran dengan kriteria berikut:0,00 – 0,30 = sukar

0,31 – 0,70 = sedang

0,71 – 1,00 = mudah

Tabel 10 Hasil Perhitungan Tingkat Kesukaran Soal Uji Coba

Tes

Nomor

Soal

1 2 3 4 5

IK hitung 0,40 0,42 0,28 0,58 0,53

Kriteria Sedang Sedang sukar sedang Sedang

Berdasarkan tabel di atas diperoleh tingkat kesukaran soal

nomor 1,2, 4 dan 5 adalah soal yang sedang, sedangkan soal nomor 3

tergolong soal yang sukar.

d) Daya Pembeda

40Sambas Ali Muhidin dan Maman Abdurrahman, Ananlisis Korelasi Regresi dan Jalur Dalam Penelitian .(Bandung, Pustaka Setia,2007)hal 47

45

Daya pembeda digunakan untuk mengukur kemampuan

suatu soal untuk membedakan siswa yang berkemampuan tinggi

dengan siswa yang berkemampuan rendah. Menurut Zainal

Arifin, untuk menentukan daya pembeda soal dapat digunakan

langkah-langkah sebagai berikut:

a) Menghitung jumlah skor total tiap peserta didik.b) Mengurutkan skor total mulai dari skor terbesar sampai

dengan skor terkecil.c) Menetapkan kelompok atas dan kelompok bawah. Jika

jumlah peserta didik banyak (di atas 30) dapat ditetapkan 27%.

d) Menghitung rata-rata skor untuk masing-masing kelompok (kelompok atas maupun kelompok bawah).

e) Menghitung daya pembeda soal dengan rumus:

DP=X KA−X KB

Skor MaksKeterangan :

DP = daya pembeda

X KA = rata- rata kelompok atas

X KB = rata-rata kelompok bawah

f) Membandingkan daya pembeda dengan kriteria sebagai berikut:

0,40 ke atas = Sangat baik

0,30 – 0,39 = Baik

0,20 – 0,29 = Cukup, soal perlu diperbaiki

0,19 ke bawah = Soal kurang baik, soal harus

dibuang41

Menutut Suharsimi Arikunto dibedakan antara kelompok

kecil ( kurang dari 100 ) dan kelompok besar ( 100 orang keatas ).

41 Zainal Arifin,…, h. 135

46

Untuk kelompok kecil seluruh kelompok testee dibagi sama besar

yaitu 50% kelompok atas dan 50% kelompok bawah42

Hasil perhitungan tingkat kesukaran soal uji coba dapat

dilihat pada tabel berikut:

Tabel 11 Hasil Perhitungan Indeks Pembeda Soal Uji Coba Tes

Nomor Soal 1 2 3 4 5

IP hitung 0,34 0,32 0, 23 0,32 0,34

Kriteria Baik Baik cukup Baik Baik

42 Zainal Arifin, … , h. 133

47

Dari tabel dapat dilihat bahwa soal nomor 1,2, 4 dan 5 mempunyai

kriteria daya pembeda baik, dan soal nomor 3 mempunyai kriteria cukup.

2. Lembar Observasi

Observasi adalah suatu proses pengamatan dan pencatatan secara

sistematis, logis, objektif, dan rasional mengenai berbagai fenomena, baik

dalam situasi buatan untuk mancapai tujuan tertentu.43 Observasi dapat

digunakan untuk menilai proses dan hasil belajar peserta didik, seperti

tingkah laku peserta didik selama pembelajaran, berdiskusi, mengerjakan

tugas, bertanya, dan sebagainya. Untuk mengetahui hal tersebut maka

43 Arikunto, Suharsimi. 2012. Dasar – Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta:Bumi Aksara . h. 227

48

Tabel 12 Hasil Analisis Soal Uji Coba

N

oValiditas Kriteria

Daya

Pembe

da

Kriteri

a

Indeks

Kesuka

ran

Kriteri

aKet.

1 0.74 tinggi 0,34 Baik 0,40 Sedang Dipakai

2 0.82Sangat

Tinggi0,32 Baik 0,42 sedang Dipakai

3 0,71 Tinggi 0,23 Cukup 0,28 sukar

Dipakai

dengan

sedikit

revisi

4 0,91Sangat

Tinggi0,32 Baik 0,58 Sedang Dipakai

5 0,85 Sangat

Tinggi0,34 Baik 0,53 Sedang Dipakai

diperlukan lembar observasi. Lembar observasi ini akan diisi oleh seorang

observer.

Lembar observasi yang digunakan pada penelitian ini terdiri

lembar observasi aktifitas siswa. Observasi ini dilakukan selama

pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran CORE

berlangsung di kelas eksperimen.

Adapun hal- hal yang akan dilihat oleh observer yang berkaitan

dengan aktifits siswa selama pembelajaran dengan model pembelajaran

CORE berlangsung, dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 13 Aspek-Aspek pada Lembar Observasi Aktifitas siswa

No

.Indikator Aktifitas Aktifitas yang Diamati

1. Wraiting Activities Mengisi LKS

2. oral Activities Bertanya, memberikan ide atau

pendapat atau menjawab pertanyaan

yang diajukan guru/ teman

3. Mental activities Menanggapi dan Memecahkan soal saat

diskusi

G. Teknik Analisa Data

Analisis data bertujuan untuk memperoleh makna dari data yang

telah terkumpul. Analisis statistika yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Tes Kemampuan Metakognisi Siswa

49

Gambaran umum kemampuan metakognisi siswa yang

berupa data skor tes kemampuan metakognisi matematik siswa

pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dianalisis

secara deskriptif atas dasar persentase dan dirumuskan sebagai

berikut:

N= SSM

×100

Keterangan:

N = nilai kemampuan berfikir kreatif siswa

S = Skor mentah yang diperoleh

SM = Skor maksimum ideal dari tes

100 = bilangan tetap

TABEL 14 : Kriteria Kemampuan Metakognisi Siswa

No. Tingkat Penguasaan Predikat

1 80% - 100% Tinggi

2 60% - 79% Sedang

3 < 60% Kurang

Untuk memperoleh tes yang baik, maka perlu dilakukan beberapa

langkah sebagai berikut:

a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah data

sampelberdistribusi normal atau tidak.

Hipotesis yang diajukan:

H0 : Data sampel berdistribusi normal

50

H1 : Data sampel tidak berdistribusi normal

Cara mengujinya adalah44 :

1) Data X1,X2,X3,...Xn yang diperoleh dari data yang terkecil hingga ke data yang terbesar.

2) Data X1, X2, X3, ....Xn dijadikan bilangan baku Z1, Z2, Z3, ....Zn

dengan rumus sebagai berikut:

Zi =

Xi−XrS

Keterangan:

Xi = skor siswa yang diperoleh siswa yang ke-i

X̄ r = skor rata-rata

S = simpangan baku

3) Dengan menggunakan daftar distribusi normal baku, kemudian dihitung peluang. F (zi) = P (z ¿ zi).

4) Dengan menggunakan proporsi Z1, Z2, Z3,...Zn yang lebih kecil atau sama dengan Zi, jika proporsi ini dinyatakan dengan S (Zi), maka:

S (Zi) =

banyaknyaZ1 , Z2, Z3 . .. .. .. . .. .. . .Zyang≤Zi

n

5) Menghitung selisih F(Zi) – S(Zi) kemudian tentukan harga mutlaknya.

6) Diambil harga yang paling besar di antara harga mutlak selisih tersebut dan disebut selisih LO.

7) Membandingkan nilai Lo dengan Ltabel. Kriterianya diterima yaitu hipotesis itu diterima jika Lo lebih kecil dari Ltabel, selain itu hipotesis ditolak.

Peneliti menggunakan Software minitab untuk lebih

mengakuratkan data pengujian normalitas sampel dengan langkah-

langkah sebagai berikut:

1. Input data ke dalam Software minitab;

2. Klik stat, kemudian pilih Basic Statistic, klik normality test;

3. Tentukan variabel yang akan diinput, kemudian klik OK.

44Zainal Arifin. Evaluasi Pembelajaran. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009) h. 153

51

4. Untuk melihat data berdistribusi normal atau tidak, dapat

menggunakan interpretasi Pvalue, yaitu data berdistribusi normal

apabila harga Pvalue lebih besar dari nilai taraf nyata α=0,05.

b. Uji Homogenitas

Uji ini bertujuan untuk melihat apakah kelas sampel mempunyai

variansiyang homogen atau tidak.Uji homogenitas dilakukan dengan

uji Barlett dengan langkah-langkah sebagai berikut:45

1) Membuat hipotesis, yaitu:H0 : σ 1

2 = σ 22H1 : σ 1

2 ≠ σ22

2) Menghitung variansi masing-masing kelompok3) Menghitung variansi gabungan dari populasi menggunakan

rumus: S2=∑ (ni−1 ) Si

2

∑ (ni¿−1)¿4) Menghitung harga satuan Barlett dengan rumus:

B=( log S2 )∑ (ni¿−1)¿5) Menghitung harga satuan Chi-kuadrat (X2) dengan rumus: X2 = (ln 10){B−∑ (ni−1 ) log S i

2 }6) Membandingkan X hitung

2 dengan X tabel2 dengan kriteria bila X hitung

2 <

X tabel2 untuk taraf α maka terima H0 artinya populasi homogen.Peneliti menggunakan Software minitab untuk lebih

mengakuratkan data penelitian dalam menentukan homogenitas

sampel, dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Inputkan data ke dalam Software MINITAB

2) Klik Data;

3) Pindahkan kursor ke Stack;

4) Klik Columns…;

45Sudjana, ...,h.466-477

52

5) Isilah kotak pada stack the following columns dengan dengan

melakukan double klik pada masing-masing data;

6) Isilah kotak pada Column in current worksheet dengan kolom

kosong (misal: C3);

7) Isilah kotak pada Store Subscripts in dengan Kolom kosong yang

lainnya (misal C4);

8) Klik Stat

9) Pilihlah Basic Statistics

10) Klik 2 Variances…

11) Isilah pada kotak Samples dengan C3 dan Subscripts dengan C4

12) Klik OK

Data disebut homogen, dapat menggunakan interpretasi nilai P-

value, yaitu data homogen apabila nilai P-value lebih besar dari taraf

nyata α = 0,05 dan tidak homogen jika sebaliknya.

c. Uji Hipotesis

Uji hipotesis bertujuan untuk mengetahui apakah hasil belajar

kognitif matematika siswa kelas eksperimen lebih baik daripada

kelas kontrol.

Hipotesis yang akan diuji adalah :

H0 : µ1= µ2 kemampuan metakognisi matematika siswa yang

mengikuti pembelajaran dengan model CORE sama

dengan siswa yang mengikuti pembelajaran

konvensional.

53

H1: µ1> µ2 kemampuan metakognisi matematika siswa yang

mengikuti pembelajaran dengan model CORE lebih

baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran

konvensional.

µ1 dan µ2 merupakan rata- rata populasi kemampuan metakognisi

kelas sampel. Jika setelah dilakukan uji normalitas dan uji

homogenitas diperoleh data berdistribusi normal dan variansi

homogen, maka dilakukan uji t46:

t=X1−X2

S √ 1n1

+ 1n2

denganS=√ S12 ( n1−1 )+S2

2 (n2−1 )n1+n2−2

keterangan :

X1 : rata- rata kelas eksperimen

X2 : rata- rata kelas kontrol

S : variansi kedua kelas sampel

S12 : variansi kelas eksperimen

S22 : variansi kelompok kontrol

n1 : jumlah siswa kelas eksperimen

n2 : jumlah siswa kelas kontrol

Keputusannya

Terima H0 jika t < t 12−α, dimana t 1

2−α didapat dari daftar

distribusi t dengan dk = n1 + n2 – 2. Untuk harga t lainnya H0

ditolak.47

46 Sudjana,Metode Statistik, (bandung : Tarsito, 2002), h. 261-263

47 Sudjana, ..., h. 239

54

Peneliti menggunakan Software minitab untuk lebih

mengakuratkan data penelitian pengujian hipotesis, dengan langkah-

langkah sebagai berikut:

1. Input data ke dalam Software minitab;

2. Klik stat, kemudian pilih Basic Statistic, klik 2t ;

3. Tentukan variabel yang akan diinput, kemudian klik option, pilih

greather than, klik OK.

2. Lembar Observasi Aktivitas Siswa

Observasi bertujuan untuk mengamati aktifitas siswa dan aktifitas

guru selama melaksanakan pembelajaran dengan model CORE. Dalam

penelitian ini ada lembar observasi yang digunakan yaitu untuk

mengamati aktifitas siswa pada pembelajaran matematika dengan

menggunakan model CORE.

Data aktifitas siswa yang diperoleh melalui lembar observasi

dianalisis dengan menggunakan rumus persentase48:

P %= FN

×100 %

Keterangan:

P% = Persentase aktifitas

F = Frekuensi aktifitas yang dilakukan

N = Jumlah siswa

48Sudjana,..., h. 239

55

Kriteria penilaian aktifitas belajar yang positif adalah sebagai

berikut:49

1) Jika persentase penilaian aktifitas adalah 1% - 25% maka aktifitas tergolong sedikit sekali.

2) Jika persentase penilaian aktifitas adalah 26% - 50% maka aktifitas tergolong sedikit.

3) Jika persentase penilaian aktifitas adalah 51% - 75% maka aktifitas tergolong banyak.

4) Jika persentase penilaian aktifitas adalah 76% - 99% maka aktifitas tergolong banyak sekali.

49 Sudjana, Penelitian dan Penilaian Pendidikan, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2004) h. 130

56

DAFTAR PUSTAKA

Arifin , Zainal. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2009

Arikunto, Suharsimi. Manajemen Penelitian. Jakarta:Rineka Cipta. 1995

__________. Dasar – Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta:Bumi Aksara. 2012

__________. Dasar –Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. 1999

Aziz. Pembelajaran Matematika Model Advance Organizer untuk Meningkatkan

Kemampuan Metakognisi Siswa SMA. Bandung: Skripsi Jurusan

Pendidikan Matematika UPI. 2008

Dimyati dan Mudjono. Penilaian Aktivitas Belajar. Jakarta: Aksara Baru. 1999

Hadeli.Metodologi Penelitian Kependidikan. Jakarta:PT Ciputat Press. 2006

Huitt, Metakognition, Education Phsychology Interactive, [Online]

Jacobi. Apa, Bagaimana, dan Mengapa CT&L, Makalah disajikan pada pelatihan

Matematika Bago Guru-guru SLTP Provinsi Jawa Barat Pemerintah

Provinsi Jawa Barat Dinas Pendidikan Bagian Proyek Peningkatan Mutu,

Bandung, 15 s.d 29 September 2003

________. Pengembangan Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan

Metakognitif di SMAN 9 Bandung dan SMAN 1 Lembang. Bandung:

Laporan Piloting. 2004

Johnson. Contextual Teaching & Learning Menjadi Kegiatan Belajar-Mengajar

Mengasyikkan dan Bermakna. Bandung: Kaifa. 2010

Muhidin, Sambas Ali, dan Maman Abdurrahman. Ananlisis Korelasi Regresi dan

Jalur Dalam Penelitian .Bandung: Pustaka Setia. 2007

Nasution. Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta:Bumi

aksara. 2000

Nindiasari. Pembelajaran Metakognitif untuk Mengingatkan Pemahaman dan

Koneksi Matematika Siswa SMU ditinjau dari Perkembangan Kognitif

Siswa. Bandung: Tesis Sekolah Pasca Sarjana UPI. 2004

Nornia. Pengaruh Penguasaan Kemampuan Metakognisi terhadap Penyelesaian

Soal Problem Solving. [online]

57

Sanjaya, Wina. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.

Jakarta: Kencana . 2006

__________. Kurikulum Pembelajaran. Bandung: Kencana. 2008

Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka

Cipta.1995

Sudjana. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

2004

_________. Metode Statistik. Bandung: Tarsito. 2002

_________. Metode Statistik. Bandung: PT. Tarsito. 2005

Suhendra. Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Keterampilan

Metakognisi untuk mengembangkan Kompetensi Matematis Siswa. 2010

[online]

Suherman, Erman. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung:

JICA 2001

Suryabarata , Sumadi. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

1997

Suyatno. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Surabaya. 2009

Walpole, Ronal, E., Pengantar Statistika. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka. 1993

Yusuf , Muri. Metode Penelitian : Dasar-dasar Penyelidikan Ilmiah. Universitas

Negeri Padang ( UNP ). 1997

58