Proposal Fenny

25
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak. Stroke dapat terjadi akibat pembentukan thrombus di suatu arteri serebrum, akibat embolus yang mengalir ke otak dari tempat lain di tubuh atau akibat perdarahan otak. Pada stroke, terjadi hipoksia serebrum yang menyebabkan cedera dan kematian sel-sel neuron. Kerusakan otak karena stroke, terjadi sebagai akibat pembengkakan dan edema yang timbul dalam 24-72 jam setelah kematian sel neuron (Corwin, 2000). Stroke merupakan kondisi yang paling sering mengenai otak, dengan 100.000 kasus baru per tahun di Inggris (Davey, 2005). Indonesia adalah Negara tertinggi angka stroke di Asia, lebih dari 500.000 kasus per tahun dengan angka kematian lebih dari 100.000 orang per tahun, sisanya mengalami cacat ringan atau sedang. Saat ini stroke menduduki urutan ketiga penyakit mematikan setelah penyakit jantung dan kanker serta menempati 1

Transcript of Proposal Fenny

Page 1: Proposal Fenny

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak. Stroke

dapat terjadi akibat pembentukan thrombus di suatu arteri serebrum, akibat embolus yang

mengalir ke otak dari tempat lain di tubuh atau akibat perdarahan otak. Pada stroke, terjadi

hipoksia serebrum yang menyebabkan cedera dan kematian sel-sel neuron. Kerusakan otak

karena stroke, terjadi sebagai akibat pembengkakan dan edema yang timbul dalam 24-72 jam

setelah kematian sel neuron (Corwin, 2000).

Stroke merupakan kondisi yang paling sering mengenai otak, dengan 100.000 kasus baru

per tahun di Inggris (Davey, 2005). Indonesia adalah Negara tertinggi angka stroke di Asia, lebih

dari 500.000 kasus per tahun dengan angka kematian lebih dari 100.000 orang per tahun, sisanya

mengalami cacat ringan atau sedang. Saat ini stroke menduduki urutan ketiga penyakit

mematikan setelah penyakit jantung dan kanker serta menempati urutan pertama penyebab

kematian di rumah sakit (Ismansyah, 2009).

Stroke iskemik terjadi akibat kurangnya aliran darah ke otak. Aliran darah ke otak

normalnya adalah 58 mL/100 gram jaringan otak per menit; jika turun hingga 18 mL/100 gram

jaringan otak per menit, aktivitas listrik neuron akan terhenti meskipun struktur sel masih baik,

sehingga gejala klinis masih reversibel. Jika aliran darah ke otak turun sampai <10 mL/100 gram

jaringan otak per menit, akan terjadi rangkaian perubahan biokimiawi sel dan membran yang

ireversibel membentuk daerah infark (Setyopranoto, 2011).

1

Page 2: Proposal Fenny

Kira-kira 10% stroke hemoragik disebabkan oleh perdarahan intraserebral. Hipertensi,

khususnya yang tidak terkontrol, merupakan penyebab utama (Setyopranoto, 2011). Perdarahan

intraserebral umumnya diartikan sebagai perdarahan dalam parenkim otak dengan pembentukan

hematoma fokal. Kebanyakan perdarahan intraserebral disebabkan oleh hipertensi, sehingga teori

aneurisma Charcot-Bouchard (1868) masih dianut untuk patofisiologi sebagian perdarahan

intraserebral. Akan tetapi, kira-kira 50% penderita perdarahan intraserebral akut tidak

mempunyai riwayat hipertensi dan hasil pengobatan yang baik terhadap hipertensi menyebabkan

menurunnya prevalensi pada penderita perdarahan intraserebral dengan mantap dari tahun ke

tahun, antara 1945 - 1976 dari 98% menjadi 81%, kemudian terus menurun sampai 1987 dari

80% menjadi kira-kira 46% (Nasution, 1992).

Salah satu tindakan untuk mencegah kerusakan sel otak akibat iskemik selain

memperbaiki sirkulasi ke daerah yang infark juga menjaga keutuhan dan memperbaiki

komponen membran sel itu sendiri, mencegah enzim fosfolipase yang berperan dalam

pemecahan lipid dan pembentukan asam arachidonat serta mencegah pembentukan radikal

bebas. Memperbaiki komponen membran berarti juga menurunkan kegiatan akivitas fosfolipase

dengan demikian menjaga fosfolipid dan meningkatkan pembentukan fosfatidilkolin sebagai

komponen dari membran sel. Iskemik menyebabkan kerusakan fosfolipid pada membran sel atau

menyebabkan kehilangan fosfatidilkolin, terbentuknya asam arachidonat akibat pemecahan asam

lemak bebas di sekitar trauma yang nantinya sebagai penyebab edema dan inflamasi. Selain itu

terjadi kehilangan asetilkolin yang berperan sebagai neurotransmisi antar sel di susunan saraf

pusat. Pemberian citikolin pada hewan percobaan mengurangi edema serta meminimalkan

pemecahan fosolipid yang berarti menekan pemecahan asam lemak bebas terutama asam

2

Page 3: Proposal Fenny

arachidonat. Dengan mencegah pemecahan asam arachidonat berarti juga mencegah proses

inflamasi (Purba, 2008).

Penelitian menggunakan hewan percobaan membuktikan bahwa citikolin dapat

memperbaiki fungsi otak selama 14 hari setelah terjadi hipoksia (Fiedorowicz, 2008). Citikolin

juga dapat meregenerasi saraf periferal dan mengurangi bekas luka operasi setelah pembedahan

saraf periferal pada tikus (Ozay et al, 2007). Pengobatan dengan citikolin dapat memperbaiki

fungsi otak dan mengurangi volume pendarahan di sekeliling hematoma pada tikus (Clark et al,

1998). Penelitian lain menunjukkan bahwa citikolin dapat mengurangi jumlah infark (jumlah

kerusakan jaringan otak pada iskemik).

Penelitian yang menggunakan citikolin pada 272 pasien stroke iskemik dimana 133

pasien menggunakan citikolin dengan dosis 1000 mg dan 139 pasien sebagai placebo selama 14

hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 54 % pasien yang menggunakan citikolin mengalami

perbaikan dibandingkan 29 % placebo, dimana citikolin memperbaiki kerusakan jaringan pada

stroke akut. Penelitian lain yang menggunakan citikolin dalam 24 jam pada pasien stroke

menunjukkan kesembuhan dalam 3 bulan (Conant, 2004).

Citikolin di RSUP DR. M. Djamil Padang belum masuk kedalam DPHO 2011 sehingga

belum masuk ke dalam obat ASKES. Tesis ini mencoba melihat faedah pemberian citikolin pada

pasien stroke iskemik dan hemoragik.

I.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian ini

adalah penggunaan citikolin pada pasien stroke yang dirawat di bangsal saraf RSUP DR. M.

Djamil Padang.

3

Page 4: Proposal Fenny

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai penggunaan

citikolin pada pasien stroke di bangsal saraf RSUP.DR. M. Djamil Padang.

1.3.2 Tujuan Khusus

Mengetahui apakah penggunaan citikolin dapat meningkatkan kualitas hidup pasien

stroke yang dirawat di bangsal saraf RSUP. DR. M. Djamil Padang serta mengetahui

aspek farmakoekonomi penggunaan citikolin.

1.4 Manfaat Penelitian

1) Bagi managemen RSUP. DR. M. Djamil Padang, hasil penelitian ini diharapkan :

Memberikan informasi tentang penggunaan citikolin pada pasien stroke di bangsal

saraf RSUP. DR. M. Djamil Padang sebagai data tambahan pada penetapan kebijakan

penggunaan obat di RSUP. DR. M. Djamil Padang.

2) Bagi penelitian lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan rujukan dan bahan

pembanding serta sebagai data awal penelitian selanjutnya untuk memperoleh hasil

yang lebih baik.

3) Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan

pengalaman lapangan tentang penggunaan citikolin.

4

Page 5: Proposal Fenny

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Stroke

Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak. Stroke

dapat terjadi akibat pembentukan thrombus di suatu arteri serebrum, akibat embolus yang

mengalir ke otak dari tempat lain di tubuh atau akibat perdarahan otak. Pada stroke, terjadi

hipoksia serebrum yang menyebabkan cedera dan kematian sel-sel neuron. Kerusakan otak

karena stroke, terjadi sebagai akibat pembengkakan dan edema yang timbul dalam 24-72 jam

setelah kematian sel neuron (Corwin, 2000).

Stroke merupakan kondisi yang paling sering mengenai otak, dengan 100.000 kasus baru

per tahun di Inggris (Davey, 2005). Setiap tahunnya, 200 dari tiap 100.000 orang di Eropa

menderita stroke, dan menyebabkan kematian 275.000 – 300.000 orang amerika. Di pusat-pusat

pelayanan neurologi Indonesia jumlah penderita gangguan peredaran darah otak (GPDO) selalu

menempati urutan pertama dari seluruh penderita rawat inap (Harsono, 2007). Angka kejadian

stroke terus meningkat dengan tajam,jika tidak ada upaya penanggulangan stroke yang lebih baik

maka jumlah penderita stroke pada tahun 2020 diprediksikan akan meningkat 2 kali lipat, bahkan

saat ini Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penderita stroke terbesar di Asia

dan keempat didunia, setelah India, Cina, dan Amerika (Feigin, 2006). Indonesia adalah Negara

tertinggi angka stroke di Asia, lebih dari 500.000 kasus per tahun dengan angka kematian lebih

dari 100.000 orang per tahun, sisanya mengalami cacat ringan atau sedang. Saat ini stroke

5

Page 6: Proposal Fenny

menduduki urutan ketiga penyakit mematikan setelah penyakit jantung dan kanker serta

menempati urutan pertama penyebab kematian di rumah sakit (Ismansyah, 2009).

Penggolongan Stroke

Stroke umumnya dibagi dalam 2 golongan besar, yaitu :

1. Stroke perdarahan (hemoragik)

2. Stroke non perdarahan (infark/iskemik)

Stroke hemoragik dibagi lagi dalam 2 bagian, yaitu :

- Perdarahan Intraserebral (PIS)

- Perdarahan Subarachnoid (PSA)

2.1.1 Stroke Iskemik

Stroke adalah penyakit heterogen kompleks dengan beberapa subtype yang besar.

Serangan mendadak pada kehilangan sensorik fokal, kelemahan, atau mengacaukan suara

meningkatkan kemungkinan stroke iskemik atau infark. Tiga penyebab yang paling umum dari

infark serebral adalah penyumbatan atherothrombotik, penyumbatan pembuluh darah (embolism)

dan hipoperfusi (Venketasubramanian, 2007). Stroke iskemik merupakan stroke yang paling

banyak ditemukan kira-kira 80 % kasus stroke yang terdiri dari emboli ekstra cranial (25%) dan

trombosis intra cranial (75%) (Hinkle, 2007). Aktivasi koagulasi darah dan trombosis adalah

kejadian yang hampir selalu ada pada stroke iskemik. Pembentukan trombus seringkali berasal

dari kelainan hemostasis yang tidak diketahui yang ditemukan pada trauma endotel dalam suatu

preserebral aterosklerotik atau pada kelainan jantung (Brey, 2004). Aktivasi hemostasis berperan

dalam perkembangan klinis stroke iskemik. Beberapa penelitian menunjukkan adanya

peningkatan produksi fibrin dan trombin yang mempengaruhi aktivitas fibrinolitik. Pada tahun

6

Page 7: Proposal Fenny

1990 sejumlah penelitian memperlihatkan adanya gangguan fungsi hemostasis pada pasien

stroke iskemik dimana marker pembentukan fibrin meningkat setelah kejadian stroke iskemik

dan Transient Ischemic Attack (TIA) serta menunjukkan kadar yang berbeda berdasarkan subtipe

stroke iskemik (Ageno, 2002).

Stroke iskemik terjadi akibat kurangnya aliran darah ke otak. Aliran darah ke otak

normalnya adalah 58 mL/100 gram jaringan otak per menit; jika turun hingga 18 mL/100 gram

jaringan otak per menit, aktivitas listrik neuron akan terhenti meskipun struktur sel masih baik,

sehingga gejala klinis masih reversibel. Jika aliran darah ke otak turun sampai <10 mL/100 gram

jaringan otak per menit, akan terjadi rangkaian perubahan biokimiawi sel dan membrane yang

ireversibel membentuk daerah infark (Setyopranoto, 2011). Serangan stroke sementara

(TIA/Transient Ischemic Attack) dapat berlangsung selama 24 jam walaupun biasanya

berlangsung kurang dari beberapa menit (Davey, 2005). Stroke iskemik dapat menyebabkan

kematian saraf dimulai dari 3 hari setelah serangan dan memuncak pada hari keenam. Aktivasi

fosfolipase, hirodlisis fosfolipid, pelepasan asam arachidonat dan peroksidasi lipid merupakan

promoter yang penting terhadap kematian saraf setelah serangan stroke iskemik (Adibhatla et al,

2001).

2.1.2 Stroke hemoragik

Kira-kira 10% stroke hemoragik disebabkan oleh perdarahan intraserebral. Hipertensi,

khususnya yang tidak terkontrol, merupakan penyebab utama (Setyopranoto, 2011). Perdarahan

intraserebral umumnya diartikan sebagai perdarahan dalam parenkim otak dengan pembentukan

hematoma fokal. Kebanyakan perdarahan intraserebral disebabkan oleh hipertensi, sehingga teori

aneurisma Charcot-Bouchard (1868) masih dianut untuk patofisiologi sebagian perdarahan

intraserebral. Akan tetapi, kira-kira 50% penderita perdarahan intraserebral akut tidak

7

Page 8: Proposal Fenny

mempunyai riwayat hipertensi dan hasil pengobatan yang baik terhadap hipertensi menyebabkan

menurunnya prevalensi pada penderita perdarahan intraserebral dengan mantap dari tahun ke

tahun, antara 1945 - 1976 dari 98% menjadi 81%, kemudian terus menurun sampai 1987 dari

80% menjadi kira-kira 46% (Nasution, 1992). Perdarahan intraserebral adalah masalah klinik

yang besar, terhitung 15% dari semua stroke akut di rumah sakit. Sekarang ini, tidak ada terapi

medis yang tersedia untuk pasien ini, dengan pilihan pada terapi pendukung yang terbatas. Ada

35% angka kematian pada pasien dengan perdarahan intraserebral, dengan tambahan pasien yang

cacat dari pasien yang selamat (Clark et al, 1998).

Pada perdarahan subarachnoid (PSA), darah keluar dari dinding pembuluh darah menuju

ke permukaan otak dan tersebar dengan cepat melalui aliran cairan otak (LCS) ke dalam ruangan

di sekitar otak. Perdarahan seringkali berasal dari rupturnya aneurisma di basal otak (pada

sirkulasi Willisii). Umumnya PSA timbul spontan, 10% disebabkan karena tekanan darah yang

naik dan terjadi saat aktivitas.

Istilah perdarahan intraserebral (PIS) menggambarkan perdarahan yang langsung masuk

ke substansi otak. Sekitar 70-90 % kasus PIS disebabkan oleh hipertensi. Perdarahan akibat

pecahnya arteri perforata subkortikal yaitu : a. lentikulostriata dan a. perforata thalamika (ciri

anatomis khas untuk PIS akibat hipertensi). Patogenesis PIS adalah akibat rusakya struktur

vaskuler yang sudah lemah akibat aneurisma, yang disebabkan oleh kenaikan tekanan darah, atau

pecahnya pembuluh darah otak akibat tekanan darah yang melebihi toleransi. Tole dan Utterback

mengatakan bahwa penyebab PIS adalah pecahnya mikroaneurisma Charcot-Bouchard akibat

kenaikan tekanan darah (Toole, 1990). Gejala dan tanda klinis berkaitan dengan lokasi,

kecepatan perdarahan dan besarnya hematom. Serangan selalu terjadi mendadak, saat aktif baik

aktivitas fisik maupun emosi, jarang saat istirahat. Gejala awal merupakan manifestasi kenaikan

8

Page 9: Proposal Fenny

tekanan darah seperti : nyeri kepala, mual dan muntah, epistaksis, penurunan daya ingat.

Penurunan kesadaran sampai koma akibat kegagalan otoregulasi atau kenaikan tekanan

intrakranial akibat adanya hematom. Hematom >3 cm dapat menyebabkan penurunan kesadaran.

Kejang didapatkan pada 7-11% kasus. Kaku kuduk dapat dijumpai jika perdarahan mencapai

ruang subarachnoid. Pada umumnya penderita mengalami kelemahan/kelumpuhan separuh

badan kontralateral terhadap sisi lesi dengan reflex Babinski positif (Sugiyanto, 2007).

2.2 Citikolin

Salah satu tindakan untuk mencegah kerusakan sel otak akibat iskemik selain

memperbaiki sirkulasi ke daerah yang infark juga menjaga keutuhan dan memperbaiki

komponen membrane sel itu sendiri, mencegah enzim fosfolipase yang berperan dalam

pemecahan lipid dan pembentukan asam arachidonat serta mencegah pembentukan radikal

bebas. Memperbaiki komponen membran berarti juga menurunkan kegiatan akivitas fosfolipase

dengan demikian menjaga fosfolipid dan meningkatkan pembentukan fosfatidilkolin sebagai

komponen dari membran sel. Iskemik menyebabkan kerusakan fosfolipid pada membran sel atau

menyebabkan kehilangan fosfatidilkolin, terbentuknya asam arachidonat akibat pemecahan asam

lemak bebas di sekitar trauma yang nantinya sebagai penyebab edema dan inflamasi. Selain itu

terjadi kehilangan asetilkolin yang berperan sebagai neurotransmisi antar sel susunan saraf pusat.

Pemberian citikolin pada hewan percobaan mengurangi edema serta meminimalkan pemecahan

fosolipid yang berarti menekan pemecahan asam lemak bebas terutama asam arachidonat.

Dengan mencegah pemecahan asam arachidonat berarti juga mencegah proses inflamasi (Purba,

2008).

Citikolin adalah derivate dari choline dan cytidine yang melibatkan biosintesa lechitin.

Citikolin dapat meningkatkan aliran darah dan oksigen ke otak dan diberikan pada pengobatan

9

Page 10: Proposal Fenny

stroke iskemik. Citikolin diberikan secara intravena atau intramuskular dalam dosis 1 g atau

secara per oral dengan dosis 200-600 mg sehari (Martindale, 2007).

Citikolin adalah molekul organik kompleks yang berfungsi untuk mensintesa sel

membrane fosfolipid. Citikolin juga dikenal dengan CDP-choline dan diphospat choline

(cytidine-5-diphospocholine). CDP-choline merupakan kelompok biomolekul yang dikenal

sebagai nukleotida yang berperan penting dalam metabolisme sel. CDP-choline terdiri dari

ribose, pyrophospat, cytosin dan choline. Penelitian citikolin pada hewan pecobaan dan uji klinik

pada manusia membuktikan bahwa citikolin berpotensi sebagai cholinergik dan neuroprotektive.

Sebagai suplemen, citikolin berguna untuk meningkatkan integritas struktural dan fungsi dari

membran saraf dimana membantu perbaikan membran. Studi hewan dan klinik menunjukkan

bahwa citikolin berpotensi meningkatkan defisit kognitif, stroke, luka pada otak dan tulang

belakang dan penyakit neurologi (Anonim, 2008).

Penelitian menggunakan hewan percobaan membuktikan bahwa citikolin dapat

memperbaiki fungsi otak selama 14 hari setelah terjadi hipoksia (Fiedorowicz, 2008). Citikolin

juga dapat meregenerasi saraf periferal dan mengurangi bekas luka operasi setelah pembedahan

saraf periferal pada tikus (Ozay et al, 2007). Pengobatan citikolin dapat memperbaiki fungsi otak

dan mengurangi volume pendarahan di sekeliling hematoma pada tikus (Clark et al, 1998).

Penelitian lain menunjukkan bahwa citikolin dapat mengurangi jumlah infark (jumlah kerusakan

jaringan otak pada iskemik).

Penelitian yang menggunakan citikolin pada 272 pasien stroke iskemik dimana 133

pasien menggunakan citikolin dengan dosis 1000 mg dan 139 pasien sebagai placebo selama 14

hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 54 % pasien yang menggunakan citikolin mengalami

perbaikan dibandingkan 29 % placebo, dimana citikolin memperbaiki kerusakan jaringan pada

10

Page 11: Proposal Fenny

stroke akut. Penelitian lain yang menggunakan citikolin dalam 24 jam pada pasien stroke

menunjukkan kesembuhan dalam 3 bulan (Conant, 2004).

Gambar 1. Rumus stuktur citikolin (Secades, 1995).

2.2.1 Mekanisme Kerja

Citikolin sebagai precursor phospatidylcholine yang ditemukan pada uji dengan hewan.

Otak menggunakan choline untuk mensintesa acetylcholine yang mana dapat membatasi jumlah

choline untuk memproduksi phospatidylcholine. Ketika acetylcholine meningkat atau choline

dalam otak rendah, fosfolipid pada membran saraf akan mengkatabolisasi untuk menyediakan

kebutuhan choline. Citikolin membantu melindungi struktur dan fungsi dari membran saraf

(Anonim, 2008).

Citikolin berfungsi dalam metabolisme fosfolipid, sebagai precursor fosfatidilkolin dan

asetilkolin. Pada penyakit Alzheimer citicoline memperbaiki fungsi kognitif dengan cara

meningkatkan kadar kolin. Bila kebutuhan kolin meningkat, citikolin eksogen dapat mencegah

katabolisme membran sel saraf dalam upaya memperoleh kolin untuk transmisi impuls. Citikolin

11

Page 12: Proposal Fenny

diduga bermanfaat dalam terapi stroke dengan cara memperbaiki kerusakan membran saraf lewat

sintesis fosfatidilkolin, memperbaiki aktivitas saraf kolinergik dengan cara meningkatkan

produksi asetilkolin dan mengurangi akumulasi asam lemak di daerah kerusakan saraf (Suyatna,

2010).

Gambar 2. Bagan mekanisme kerja citikolin (Weiss, 1995).

2.2.2 Farmakokinetik

Citikolin oral bersifat larut air yang pada pemberian per oral cepat diabsorpsi. Kadar

puncak plasma bersifat bifasik, pertama 1 jam, dan kedua yang lebih besar adalah 24 jam setelah

12

Citikolin

Fosfatidilkolin

Citidin Citidin Trifosfat (CTP)

Citikolin

Hidrolisis dan defosforilasi pertama

Kolin Fosfokolin

Fosforilasi

Acetilkoklin

ProteinMetionin

Transmetilasi

Betaine

Bersatu dengan Asam Nukleat

Page 13: Proposal Fenny

makan obat. Bioavailabilitas > 90%, kurang dari 1% diekskresi dalam tinja. Citicoline

dihidrolisis dalam usus dan hati. Produk hasil hidrolisis pada dinding usus berupa kolin dan

sitidin. Di dalam tubuh kedua senyawa ini terdistribusi dalam jaringan, termasuk susunan saraf

pusat dan mengalami resintesis menjadi Citikolin oleh enzim cytidine-triphosphate

phosphocholine cytidyl transferase. Pemeriksaan kinetik Citikolin radioaktif menunjukkan

bahwa 0.5 % radioaktivitas total ditemukan dalan SSP. Asupan SSP meningkat hingga 2 % bila

Citikolin diberikan secara intravena. Pemberian dalam liposom meningkatkan transport Citikolin

eksogen ke dalam SSP. Eliminasi citikolin terutama lewat pernafasan (CO2) dan urin, waktu

paruh eliminasi 56 jam untuk CO2 dan 71 jam untuk urin. Pemberian Citicoline pada tikus

meningkatkan kadar kolin dan sitidin plasma dalam 6-8 jam. Pemberian kronik meningkatkan

kadar fosfatidilkolin, fosfatidiletanolamin dan fosfatidilserin dalam otak (Suyatna, 2010).

2.2.3 Efek Samping

Citikolin memperlihatkan toksisitas yang rendah pada manusia. Penelitian jangka pendek

yang dilakukan pada 12 orang dewasa sehat yang memakai citikolin dengan dosis 600 mg dan

1000 mg dan placebo untuk periode 5 hari. Sakit kepala terjadi pada 4 subjek yang menggunakan

dosis 600 mg dan 5 subjek yang menggunakan dosis 1000 mg dan 1 pada placebo. Tidak ada

perubahan yang dilihat pada hematology, biokimia klinik dan tes neurological. Studi pengawasan

untuk menganalisa penggunaan citikolin yang dilakukan pada 2.817 pasien berusia 60-80 tahun

yang menderita kepikunan dan penyempitan pembuluh darah otak. Efek Samping yang tercatat

terjadi pada 151 pasien, mewakili 5 % pasien. Efek samping yang paling umum adalah sakit

perut dan diare pada 102 kasus. Gejala hipotensi vascular, takikardia atau bradikardia terjadi

pada 16 kasus (Anonim, 2008).

13

Page 14: Proposal Fenny

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan kurang lebih selama 2-3 bulan (Maret sampai Mei 2012 ) di

bangsal saraf RSUP DR. M. Djamil Padang.

3.2. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data observasi prospektif pada pasien

stroke yang menggunakan citikolin dan yang tidak menggunakan citikolin yang dirawat di

bangsal saraf RSUP. DR. M. Djamil Padang

3.3. Sumber Data

Data diperoleh dari rekam medik pasien stroke yang menggunakan citikolin dan yang

tidak menggunakan citikolin dan observasi kepada pasien atau keluarga pasien yang di bangsal

saraf RSUP DR. M. Djamil Padang.

3.4. Prosedur Penelitian

3.4.1. Penetapan Kriteria Penderita

Penderita yang dipilih adalah pasien stroke yang di rawat inap di bangsal saraf RSUP

DR. M. Djamil Padang.

3.4.2. Penetapan Kriteria Obat

Obat yang akan dievaluasi adalah citikolin yang digunakan selama menjalani terapi di

bangsal saraf RSUP. DR. M. Djamil Padang.

14

Page 15: Proposal Fenny

3.4.3. Penetapan Kriteria Sampel

Sampel yang dipilih adalah rekam medik pasien stroke yang menggunakan citikolin dan

yang tidak menggunakan citikolin yang dirawat di bangsal saraf RSUP DR. M. Djamil

Padang.

3.4.4. Pengambilan Data

Data yang diambil adalah data rekam medik pasien stroke yang menggunakan citikolin

dan yang tidak menggunakan citikolin yang dirawat di bangsal saraf RSUP DR. M. Djamil

Padang selama 2-3 bulan (Maret sampai Mei 2010).

Data rekam medik dan laboratorium yang diperlukan antara lain:

a) Identitas Pasien : Nama, jenis kelamin, umur, berat badan, tinggi badan.

b) Data pengobatan : Obat-obat yang digunakan.

c) Data Laboratorium

d) Riwayat penyakit pasien.

e) Data penunjang lainnya.

3.4.5. Pengambilan Sampel

Inklusi :

Pasien stroke yang dirawat di bangsal saraf RSUP DR. M. Djamil Padang selama 3 bulan

(Maret-Mei 2012).

Eklusi :

a) Pasien yang meninggal.

b) Pasien yang pulang paksa.

15

Page 16: Proposal Fenny

DAFTAR PUSTAKA

Adibhatla, MR, Hatcher, JF, Dempsey, RJ, 2001, Effect of Citicholine on Phospholipid and Glutathione Levels in Transient Cerebral Ischemia, American Heart Assosiation Inc, Dallas, Hal 2376

Ageno W, 2002 , Plasma Measurement of D-Dimer Levels for the Early Diagnosis ofIschemic Stroke Subtype. Arch. Intern.Med

Anonim, 2008, Altenative Medicine Review, Thorne Research Inc, Volume 3, Hal 50

Brey R. L., Coull B.M. 2004. Coagulation Abnormalities in Stroke. Stroke Pathophysiology,Diagnosis and Management, Churchill Livingstone

Clark W, Rinker L.G, Lessov N, Hazel K, Macdonald R.L, 1998, Citicoline Treatment For Experimntal Intracerebral Hemorrage In Mice, American Heart Assosiation inc, Portland, Hal 2136

Conant, R, Alexander, G, 2004, Therapeutic Application of Citicoline for Stroke and Cognitive Disfunction in the Elderly: A Review of the Literature, Alternative Medicine Review, Volume 9, Hal 24

Corwin, J. E, 2000, Handbook of Pathophysiology, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Davey, P, 2005, At Glance Medicine, Penerbit Erlangga, Jakarta

Feigin, V. 2006. Stroke. Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Popular

Fiedorowicz, M, MakarewicZ, D, Kinga S.M, Grieb, P, 2008, CDP-Choline (Citicoline) Attuanates Brain Damage in a Rat Models of Birth Asphyxia, Department of Experimental Pharmacology, Warsaw, Poland, Hal 392

Harsono, DSS. 2007. Gambaran Umum tentang Gangguan Peredaran Darah Otak: KapitaSelekta Neurologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Hinkle, J.L, 2007, Acute Ischemic Strok Review, Journal of Neuroscience Nursing, Hal 39

Ismansyah, 2009, Pengaruh Latihan Mengunyah Dan Menelan Terstruktur Terhadap

Kemampuan Mengunyah dan Menelan Dalam Konteks Asuhan Keperawatan Pasien

Stroke Dengan Disfagia Di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda, Jurnal Mahakam,

Samarinda, Volume 11, Hal 35

Martindale: The Complete Drug Reference, 2007, Pharmaceutical Press great Britain, Edisi 35

Nasution, D, 2009, Stroke Hemoragik : Perdarahan Intraserebral, Fakultas Kedokteran

Sumatera Utara, Medan, Edisi khusus

16

Page 17: Proposal Fenny

Ozay, R, Bekar A, Kocaeli H, Karh N, Filiz G, Hulus A, 2007, Citicholine Improves Functional

Recovery, Promotes Nerve Regeneration And Reduces Postoperative Scarring After

Peripheral Nerve Surgery in Rats, Departemen of Neurosurgery, Bura, Turkey, Hal 615

Purba, J. S, 2008, Efek Terapi Citicholine Terhadap Perbaikan Struktur dan Fungsi Membran

Sel Otak Pada Penerita Stroke, Departemen Neurologi, Jakarta

Secades, J.J, Frontera, G, 1995, CDP-Choline : Pharmacological and Clinical Review, Methods Find Exp Clin Pharmacol, Hal. 17

Setyopranoto, I, 2011, Stroke : Gejala dan Penatalaksanaan, Volume 38, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Hal 247

Sugiyanto, E, 2007, Hipertensi dan Komplikasi Serebrovaskular, Cermin Dunia Kedokteran, Volume 34, Hal 176

Suyatna, F. D, 2010, Farmakologi Klinik Citikolin, Departemen Farmakologi dan Terapeutik, Fakultas Kedokteran Indonesia, Jakarta

Toole, J.F, 1990, Cerebrovascular disorder, Intracerebral hemorrhage, Raven Press, Newyork

Venketasubramanian, N, Justina, M, 2007, Imaging in Ischemic Stroke State of the Art, Cermin

Dunia Kedokteran, Volume 34, Hal 181

Weiss, G.B, 1995, Metabolism and Actions of CDP-Choline as endogenous Compound and

Administation Exogenously as Citicoline, Life Sci, Hal 56

17