Proposal antrokum madura

22
14 A. JUDUL ATURAN-ATURAN LOKAL PEDAGANG SUKU MADURA DI MALANG DALAM PENYELESAIAN SENGKETA B. LATAR BELAKANG Suku Madura adalah salah satu suku di provinsi Jawa Timur, yang mendiami pulau Madura dan pulau-pulau kecil di sekitarnya. Populasi suku Madura termasuk yang ke-3 terbesar di Indonesia. Diperkirakan lenih dari 6.800.000 orang. Pada dasarnya, orang Madura berjiwa perantau. Hal ini disebabkan oleh tanah di pulau Madura sendiri tidak subur untuk dijadikan lahan pertanian. Sehingga memaksa mereka untuk merantau ke daerah-daerah lain untuk penghidupan yang lebih baik. Karakter orang Madura, terkenal dengan gaya bicara yang blak-blakan dan logat yang kental, memilki sifat temperamental dan mudah tersinggung. Mereka sangat hemat dan rajin bekerja. Tidak sedikit dari mereka yang menyisihkan sebagian penghasilan mereka untuk persiapan naik haji. Secara mayoritas, masyarakat Madura adalah pemeluk agama Islam. Mereka adalah muslim yang taat dan fanatik. Agama Islam berkembang di Madura yang dibawa dari pulau jawa. Komunitas sosial yang budayanya dilandasi oleh sistem nilai, seperti keyakinan keagamaan dari anggota kelompok, menjadi kuat dan mantap. Tidak akan ada kesimpangsiuran dalam pemahaman mengenai pedoman

Transcript of Proposal antrokum madura

Page 1: Proposal antrokum madura

14

A. JUDUL

ATURAN-ATURAN LOKAL PEDAGANG SUKU MADURA DI MALANG

DALAM PENYELESAIAN SENGKETA

B. LATAR BELAKANG

Suku Madura adalah salah satu suku di provinsi Jawa Timur, yang mendiami pulau

Madura dan pulau-pulau kecil di sekitarnya. Populasi suku Madura termasuk yang ke-

3 terbesar di Indonesia. Diperkirakan lenih dari 6.800.000 orang.

Pada dasarnya, orang Madura berjiwa perantau. Hal ini disebabkan oleh tanah di

pulau Madura sendiri tidak subur untuk dijadikan lahan pertanian. Sehingga memaksa

mereka untuk merantau ke daerah-daerah lain untuk penghidupan yang lebih baik.

Karakter orang Madura, terkenal dengan gaya bicara yang blak-blakan dan logat yang

kental, memilki sifat temperamental dan mudah tersinggung. Mereka sangat hemat

dan rajin bekerja. Tidak sedikit dari mereka yang menyisihkan sebagian penghasilan

mereka untuk persiapan naik haji. Secara mayoritas, masyarakat Madura adalah

pemeluk agama Islam. Mereka adalah muslim yang taat dan fanatik. Agama Islam

berkembang di Madura yang dibawa dari pulau jawa. Komunitas sosial yang

budayanya dilandasi oleh sistem nilai, seperti keyakinan keagamaan dari anggota

kelompok, menjadi kuat dan mantap. Tidak akan ada kesimpangsiuran dalam

pemahaman mengenai pedoman dan landasan yang menentukan arah keyakinan yang

telah ditentukan budaya keberagamannya1.

Etnis Madura yang bermigrasi di tanah rantau tetap memiliki ikatan emosional dengan

daerah asal (patobin) dan dengan kerabat (balah kerabah) di kampung halaman.

Mereka masih menjalin komunikasi yang intensif dan berkesinambungan tentang

berbagai hal di daerah asal. Bahkan tidak jarang, kerabat yang tidak memiliki

pekerjaan ataupun tanggungan diajak turut serta untuk merantau dan diberi pekerjaan.

Orang Madura berbicara dalam bahasa Madura yang digunakan sebagai bahasa utama

orang Madura. Walaupun kediaman orang Madura di wilayah Jawa, tapi banyak

orang Madura yang tidak bisa berbahasa jawa. Pada umumnya mereka menggunakan

bahasa Indonesia tapi masih menggunakan dialek Madura yang kental. Bahasa

Madura memiliki penutur yang berpusat di pulau Madura. Ujung timur pulau jawa

1 Saebani, Beni Ahmad. 2012. Pengantar Antropologi. Bandung: CV Pustaka Setia. Hlm.264

Page 2: Proposal antrokum madura

14

atau di kawasan yang disebut kawasan tapal kuda terbentang dari Pasuruan, Surabaya,

Malang, sampai Banyuwangi, kepulauan Kangean, kepulauan Masalembo hingga di

daerah di kepulauan kalimantan.

Pada umumnya orang Madura adalah pekerja keras, mereka memiliki potensi yang

beragam. Selain bertani pada tanaman jagung, ubi, beberapa jenis sayuran dan

tanaman lainnya seperti cengkeh dan tembakau. Yang menjadikan wilayah Madura

sebagai produsen penting bagi industri rokok domestik. Selain itu Madura juga

terkenal sebagai penghasil garam. Sedangkan profesi lainnya adalah beternak sapi,

kambing atau domba. Sebagian kecil menjadi nelayan dengan menggunakan perahu

cadik dengan jaring yang besar. Sedangkan kebanyakan para perempuan menjadi

pedagang atau buruh.2

Menurut Koentjaraningrat kebudayaan adalah wujud ideal yang bersifat abstrak dan

tak bisa diraba yang ada dalam pikiran manusia yang dapat berupa ide, gagasan,

norma, keyakinan, dan lain sebagainya. Dalam setiap kebudayaan terdapat unsur

yang juga dimiliki oleh kebudayaan lain. Menurut Koentjaraningrat unsur kebudayaan

yang bersifat universal meliputi sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan

organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata

pencaharian hidup, sistem teknologi, dan peralatan. Tiap-tiap unsur kebudayaan

universal tersebut menjelma kedalam tiga wujud kebudayaan, yaitu :3

1. Wujud kebudayaan sebagai sebuah kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai,

norma-norma, peraturan dan sebagainya.

2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola

dari manusia di dalam masyarakat.

3. wujud kebudayaan sebagai hasil benda ciptaan manusia.

Sedangkan menurut Taylor kebudayaan adalah kompleks keseluruhan meliputi

pengetahuan, kepercayaan, kesenian, hukum, moral, kebiasaan, kecakapan yang

diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat untuk menangani berbagai masalah

yang timbul dan berbagai persoalan yang mereka hadapi. Artinya seorang anak

manusia akan belajar bagaimana cara mengatasi sebuah masalah dengan

memperhatikan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh orang-orang di sekitarnya.4

Selanjutnya menurut Lebra kebudayaan adalah sebuah simbol-simbol abstrak, umum,

2 Deutromalayan.blogspot.com/2012/10/suku-Madura.html?m=1 diakses pada 20 April 20133 Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. 1989.Hal.1864 Ibid. Hal 355

Page 3: Proposal antrokum madura

14

dan ide rasional dan perilaku adalah serangkaian tindakan organisme yang bertenaga,

bersifat khusus dan bisa diamati. Dalam hal ini perilaku adalah manifestasi dari

budaya atau kebudayaan memberi arti bagi aktivitas manusia tersebut5. Secara

antropologis, perkembangan terpenting dalam evolusi manusia dan karakteristiknya

adalah perkembangan kebudayaan yang membedakan manusia dengan makhluk

lainnya. Kemunculan kebudayaan berhubungan dengan evolusi otak dan

perkembangan kemampuan berfikir manusia. Kebudayaan berkembang oleh

perkembangan pola komunikasi manusia yang unik, yaitu komunikasi simbolik6.

Oleh karena penelitian ini mengambil masyarakat Madura sebagai objek, maka

kearifan lokal yang dimaksud adalah sebatas yang bisa digali dari ungkapan

peribahasa sehari-hari atau tradisi yang sedikit banyak masih berpengaruh pada

perilaku orang Madura secara umum. Dalam bentuk peribahasa misalnya, jika ada

orang yang malas akan distigma dengan ungkapan sinis atonggul to’ot (memeluk

lutut) dan nampah cangkem (bertopang dagu)7.

Menurut sebagian pendapat, semangat kerja keras orang Madura terekam dalam

peribahasa Madura, “abantal omba’ asapo’ angin” yang artinya, berbantal ombak

dan berselimut angin. Peribahasa ini menyiratkan bahwa orang Madura siap bekerja

seharian penuh dalam kondisi pantang menyerah. Sebagai pekerja keras dan agamis,

suku Madura dikenal juga dengan sifat yang temperamental dan sangat sensitif

apabila harga dirinya terusik. Watak keras dan pemberani itu tidak jarang sampai

menimbulkan carok antar mereka.8

Kehidupan tradisional normatif dalam masyarakat dapat dipandang sebagai gejala

sosial yang melahirkan kebudayaan normatif dalam kehidupan bermasyarakat, selain

kehidupan imanen yang menjadi keyakinan setiap individu dalam masyarakat9.

C. RUMUSAN MASALAH

5 Ibid6 Saebani, Beni Ahmad. 2012. Pengantar Antropologi. Bandung: CV Pustaka Setia. Hlm.1637 Triyuwono, 2009; Imron, 19968 Wiyata, 2002; Djakfar, 2009; Rifai, 20079 Saebani, Beni Ahmad. 2012. Pengantar Antropologi. Bandung: CV Pustaka Setia. Hlm. 264

Page 4: Proposal antrokum madura

14

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, kami menarik beberapa rumusan masalah,

yaitu :

1. Bagaimana masyarakat Madura menjalankan kehidupan perdagangannya?

2. Bagaimana cara pedagang Madura dalam menyelesaikan permasalahan

sengketa antar pedagang?

D. TUJUAN PENELITIAN

1. Untuk menganalisis dan mendeskripsikan mengenai perdagangan masyarakat

Madura di kota Malang?

2. Untuk menganalisis dan mendeskripsikan bagaimana penyelesaian sengketa di

antara sesama pedagang Madura?

E. KEGUNAAN PENELITIAN

1. Secara teoritis

Penelitian ini secara teoritis dapat digunakan sebagai acuan dan tambahan

wawasan dalam ilmu antropologi hukum mengenai aturan-aturan lokal

pedagang suku Madura di Kota Malang dalam menyelesaikan sengketa.

2. Secara praktis

Bagi masyarakat

Penelitian tersebut dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat

mengenai aturan-aturan lokal pedagang suku Madura di Kota Malang

dalam menyelesaikan sengketa. Dapat diketahui bahwa perdagangan di

Kota Malang mayoritas dikuasai oleh suku Madura. Tujuan dari

penelitian ini adalah memberikan wawasan baru kepada masyarakat.

Bagi akademis

Penelitian tersebut dapat memberikan pengetahuan yang berguna

dalam kepentingan ilmu pengetahuan serta dapat digunakan sebagai

dasar dalam melakukan penelitian lebih lanjut mengenai aturan-aturan

lokal pedagang suku Madura di Kota Malang dalam menyelesaikan

sengketa.

F. KAJIAN PUSTAKA

Page 5: Proposal antrokum madura

14

1. Kajian umum mengenai etnik

Kelompok etnik dikenal sebagai suatu populasi yang secara biologis mampu

berkembang biakdan bertahan. Ada ciri-ciri tertentu pada kelompok etnik,

yaitu sebegai berikut10:

1) Mempunyai nilai-nilai budaya yang sama dan sadar akan rasa

kebersamaan dalam suatu bentuk budaya.

2) Membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri.

3) Menentukan ciri kelompoknya sendiri yang diterima kelompok lain

dan dapat dibedakan dari kelompok populasi lain.

Ciri-ciri kebudayaan khusus pada kelompok etnik adalah keabadian unit-unit

budaya ini dan faktor-faktor yang mempengarihi terbentuknya unit budaya.

Pada kelompok etnik, unit budaya akan mempersatukan pengelompokannya

karena keanggotaan kelompok etnis bergantung pada kemampuan kelompok

memperlihatkan sifat budaya kelompoknya.

Dalam perkembangan berikutnya, hubungan antar kelompok terjadi karena

adanya akulturasi yang berhubungan dengan sejarah pembentukan sifat

budaya yang beragam. Akulturasi membangun pengelompokan etnis yang

berbeda, baru dan lebih menonjil karena unit budaya yang telah berubah.

Bentuk-bentuk budaya yang tampak menunjukkan adanya pengaruh ekologi

dan kedatangan budaya eksternal, sehingga akulturasi dibangun oleh budaya

yang lebih dominan, sedangkan budaya yang lemah akan meleburkan diri

begitu saja hingga akhirnya hilang.

Pada prinsipnya, kelompok etnik dapat dipandang sebagai tatanan sosial. Ciri

asalnya bersifat kategoris dan mendasar yang secara umum menentukan

seseorang termasuk kelompok etnik tertentu. Misalnya, bahasa yang

dipergunakan, wilayah tempat tinggal, kesenian tradisional dan yang lainnya.

Hal terpenting dalam kelompok etnik adalah sikap solidaritas sosial terhadap

kelompoknya yang dilandas oleh ikatan emosional yang kuat. Menurut

Durkheim11, solidaritas sosial merupakan keadaan hubungan antara individu

atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral an kepercayaan yang

10 Saebani, Beni Ahmad. 2012. Pengantar Antropologi. Bandung: CV Pustaka Setia. Hlm.15811 Ibid. Hlm.160

Page 6: Proposal antrokum madura

14

dianut bersama, setiap kelompok etnik saling membantu dan memiliki rasa

kesetiaan terhadap kelompoknya, tanpa ada desakan dari luar.

Solidaritas kelompok etnik diperkuat adanya rasa takut yang datang dari

berbagai perasaan kelompok tertentu.misalnya, ketakutan karena ancaman

perebutan wilayah, penghancuran budaya, diskriminasi sosial, marginalisasi,

dan tekanan-tekanan yang datang dari dan atas nilai-nilai keyakinan tertentu.

Karena hal itulah, solidaritas etnis terbangun dan semakin kokoh.

2. Etos kerja masyarakat Madura

Sifat dinamis, agresif dan terkadang terlihat blak-blakan sudah menjadi ciri

khas masyarakat Madura. Karena perilakunya sering tidak terduga dan tidak

dapat dikendalikan, orang luar cenderung was-was bila berhadapan dengan

orang Madura12.

Sebagian besar orang Madura merupakan orang yang tidak tamat sekolah atau

yang tidak bersekolah. Namun dibalik semua itu mereka merupakan pekerja

keras yang ulet dan tidak pernah putus asa sehingga pantang menyerah, penuh

percaya diri dan memiliki jiwa kewirausahaan yang kuat. Tabiat keras orang

Madura membuat mereka memiliki sifat berani dan gigih dalam perjuangan

hidupnya dan juga sifat hemat dengan menyisihkan sebagian penghasilannya

untuk naik haji. Menabung merupakan kebiasaam orang Madura, bukan saja

menabung dalam bentuk uang namun juga dalam bentuk perhiasan dan hewan

ternak. Tabungan ini tidak hanya disiapkan sebagai payung untuk kebutuhan

yang lain namun juga disiapkan sebagai bekal naik haji. Dorongan naik haji

ini semakin kuat karena masyarakat Madura memang memberikan

penghargaan status sosial yang tinggi pada warga yang menunjukkan

keberhasilan yang diberkahi oleh Allah SWT tersebut. Kendati memiliki sifat

baik, orang Madura memiliki sifat cepat curiga pendendam dan rasa kesukuan

dan solidaritas kelompok yang kuat13 disertai dengan budaya carok untuk

menyelesaikan masalah diantara sesama Madura.

Sifat etnosentrisme Madura memang membuat masyarakatnya memiiki hasrat

untuk saling membantu dalam bekerja secara keras dan didukung oleh

pembawaannya yang unik dan tahan banting. Sayang sifat ini membuat

12 Fox 1997: 224/ 1996: 29213 Sudagung 1984/2001: 139

Page 7: Proposal antrokum madura

14

mereka kurang memperhatikan kepentingan kelompok masyarakat lain dan

membuat mereka kurang toleran terhadap suku bangsa lain.

Citra kerapan sapi yang khas dan digemari memang membersitkan kesan

pekerja ulet Madura yang hidup dalam suasana kehematcermatan. Orang

Madura memiliki etos kerja yang mirip dengan orang china yaitu rajin, ulet,

jujur, setia dan terandalkan. Namun, bedanya adalah orang Madura cepat naik

darah dan terburu-buru. Hal tersebut berbeda dengan kong hu cu yang

menganjurkan pengikutnya untuk mengalah. Selain itu orang china

menganggap orang Madura kasar dan kurang ajar mungkin dikarenakan oleh

sifat orang Madura yang blak-blakan dan tidak basa-basi. Oetomo (1991)

menyimpulkan bahwa secara menyeluruh orang china mnghargai hubungan

baiknya dengan orang Madura, karena mereka saling membutuhkan dalam

kegiatan ekonomi yang tidak saling menyaingi tetapi malah diwarnai oleh

sikap dan perilaku kedua belah pihak yang sama-sama rasional, pragmatis dan

fungsional.

Sikap yang diidealkan oleh orang Madura dalam bernegara dan bermasyarakat

adalah cinta tanah air dan setia pada pimpinan. Orang Madura memiliki sifat

yang pemberani dan menjunjung harga diri sehingga memiih lebih baik mati

berkalang tanah daripada hidup menanggung malu. Sehingga mereka harus

bekerja keras demi tercapainya kesejahteraan dan kebahagiaan. Mereka

bersikap pantang menyerah dan tidak mudah berputus asa sehingga semua

harus dihadapi secara jantan dan jujur agar selama hidupnya dapat dijalani

dengan baik dan saling tolong menolong.

Dr. Laurence Husson (1995) mengemukakan bahwa kehematcermatan orang

Madura yang suka bekerja keras memang terbukti dapat meningkatkan

kesejahteraan kehidupan mereka. Cara sifat kaku dan kasar orang Madura

yang merantau ke daerah lain dikaitkan dengan rendahnya pendidikan orang-

orang yang umumnya berasal dari daerah pedalaman. Citra kekerasan itu

semakin diperkuat karena orang Madura yang tidak berpendidikan tadi

memiliki sifat yang berani bicara secara lantang dan terbuka. Dengan

keyakinan dan etos kerja yang tinggi mereka tidak takut melakukan pekerjaan

apa saja asalkan halal.

Dalam peribahasa Madura, kar ngakar cople’ (mengais lalu mencocok) atau

ajam mon ngakana ghi’ ngakar kaada’ (ayam kalau mau makan mengais

Page 8: Proposal antrokum madura

14

dulu) mengisyaratkan bahwa masyarakat Madura harus memiliki ketangguhan

bekerja, ketegasan bertindak, keteguhan sikap, dan keberanian menghadapi

ketidakpastian linkungan untuk menghadapi tantangan hidup telah memotifasi

mereka untuk merantau.

Kebiasaan merantau dengan hambatan-hambatan alam dan lingkungan yang

kurang bersahabat mengajarkan masyarakat Madura ini untuk menghadapi

tantangan kehidupan keras dengan keoptimalan tinggi. Bekerja keras dengan

tidak kenal lelah serta tidak menghiraukan waktu dan cuaca sudah menjadi

pola hidup mereka dalam memaksimalkan peluang dan untuk meraih hasil

kerja yang maksimal.

Rendahnya pendidikan telah mengharuskan mereka memasuki lapangan kerja

dalam sektor informal yang tidak memerlukan ketrampilan tinggi seperti

buruh, petani, pedagang dan sebagai pekerja kasar di bidang jasa.

3. Interaksi sosial masyarakat Madura di Kota Malang

Soekanto (1990:66) menyimpulkan ”interaksi sosial merupakan dasar dari

proses sosial. Pengertian tentang interaksi sosial sangat berguna didalam

memperhatikan dan mempelajari berbagai masalah masyarakat”.

Perkembangan inilah yang merupakan dinamika yang tumbuh dari pola-pola

perikelakuan manusia yang berbeda menurut situasi dan kepentingannya

masing-masing.

Pembahasan mengenai proses sosial yang mencakup ruang lingkup yang luas,

merupakan aspek dinamis dari kehidupan masyarakat, dimana di dalamnya

terdapat suatu proses hubungan antara manusia satu dengan yang lainnya.

Menurut Adham Nasution, proses sosial adalah proses kelompok-kelompok

dan individu-individu saling berhubungan, yang merupakan bentuk antara aksi

sosial, ialah bentuk-bentuk yang nampak kalau kelompok-kelompok manusia

atau orang perorangan mengadakan hubungan satu sama lain. Kemudian

ditegaskan lagi, bahwa proses sosial adalah rangakaian human action (sikap

atau tindakan manusia) yang merupakan aksi dan reaksi atau challenge dan

respon di dalam hubungannya satu sama lain (Abdulsyani, 2007:151-152).

Mengenai interaksi sosial sendiri diartikan sebagai hubungan-hubungan sosial

timbal balik yang dinamis, yang menyangkut hubungan antara orang-orang

secara perseorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara

orang dengan kelompok-kelompok manusia. Menurut Roucek dan Warren,

Page 9: Proposal antrokum madura

14

interaksi adalah satu proses, melalui tindak balas tiap-tiap kelompok berturut-

turut menjadi unsur penggerak bagi tindak balas dari kelompok yang lain. Ia

dalah suatu proses timbal balik, dengan mana satu kelompok dipengaruhi

tingkah laku reaktif pihak lain dan dengan berbuat demikian ia mempengaruhi

tingkah laku orang lain (Abdulsyani, 2007:152-153).

Dalam kenyataannya, masyarakat Madura dapat membaur dengan masyarakat

asli Malang meskipun mereka merupakan pendatang. Bahkan tidak jarang,

masyarakat asli Malang ikut menggunakan bahasa Madura dikarenakan lebih

familiar digunakan dalam bahasa pergaulan. Interaksi sosial dalam kehidupan

sehari-hari masyarakat pendatang ini mendapatkan tempat yang layak dan

tidak dibedakan dengan masyarakat yang lain.

Sudagung menyimpulkan bahwa temuan lapangan tentang sifat-sifat orang

Madura yang tersaksikan merupakan pembawaan dan perilaku mereka yang

asli dan alami. Semua terjelma oleh terpaan lingkungan fisik alam sekitar yang

gersang dan tandus, dan juga lingkungan biologi yang tidak mencukupi serta

lingkungan sosial yang penuh dengan persaingan14 .

Karena pembawaannya yang temperamental, mereka gampang tersinggung,

sehingga begitu melihat ada gerakan yang dirasa akan merugikan dirinya dan

kelompoknya, mereka langsung bereaksi dan mencoba menandingi.

Keberhasilan mereka secara sosial ekonomi mengakibatkan kecemburuan

sosial yang semakin membesarkan ketegangan di masyarakat majemuk.

Pada kelompok yang berwatak keras dan berpendidikan rendah solidaritas

gampang sekali muncul. Jordaan (1985) mengemukakan bahwa manusia

Madura merupakan orang yang sulit dan keras namun memiliki rasa percaya

diri yang tinggi dan angkuh. Mereka suka memamerkan kekayaan sehingga

barangnya yang paling mahal terpajang secara mencolok15. Sifat ini

berhubungan dengan kesadaran akan posisinya dalam pelapisan sosial di

lingkungannya, dimana sistem pengelompokan yang didasarkan pada

kesejahteraan, kekerabatan, macam pekerjaan dan aliran agama.

4. Kajian sengketa

14 Sudagung 1984/2001: 13115 Jordaan, 1986: 23

Page 10: Proposal antrokum madura

14

Pada saat terjadi persaingan dalam memenuhi kebutuhan tersebut kadangkala

terjadi secara damai tanpa mengganggu kepentingan manusia lain, namun ada

kalanya justru memicu timbulnya konflik. Konflik sering muncul pada saat

salah satu manusia tidak dapat memenuhi kebutuhannya sedangkan manusia

lain dengan kebutuhan yang sama dapat memenuhinya. Oleh karena itu timbul

kecemburuan sosial yang pada akhirnya mengusik ketenangan hidup

bermasyarakat. Berkaitan dengan konflik, tentu memerlukan pranata sebagai

sarana penyelesaian. Pranata tersebut salah satunya hukum. Hukum berfungsi

sebagai alat untuk menjembatani berbagai kepentingan yang ada dalam

masyarakat sehingga mampu meminimalisir timbulnya konflik dan dapat terus

menjaga ketertiban dan ketenangan hidup di masyarakat. Berkaitan dengan

penyelesaian konflik yang ada dalam masyarakat, terdapat beberapa teori

penyelesaian sengketa, beberapa teori tersebut antara lain :

1) Penyelesaian melalui jalur pengadilan.

Pencarian berbagai jenis proses dan metode untuk menyelesaikan

sengketa yang muncul adalah sesuatu yang urgen dalam masyarakat.

Para ahli non hukum banyak mengeluarkan energi dan inovasi untuk

mengekspresikan berbagai model penyelesaian sengketa (dispute

resolution). Berbagai model penyelesaian sengketa, baik formal

maupun informal, dapat dijadikan acuan untuk menjawab sengketa

yang mungkin timbul asalkan hal itu membawa keadilan dan

kemaslahatan. Secara umum berdasarkan sifat proses dan putusannya,

penyelesaian sengketa dapat dikategorikan dalam 16:

Pertama, proses adjudikasi, dimana sifat dari penyelesaian sengketa

menempatkan para pihak yang bersengketa pada dua sisi yang

berhadapan (antagonistis) dan hasil putusan yang dikeluarkan oleh

pihak ketiga yang diberi wewenang untuk memutus bersifat kalah dan

menang proses penyelesaian sengketa yang masuk dalam kategori ini

adalah peradilan (litigasi) dan arbitrase.

Kedua, proses konsensus, dimana sifat dari penyelesaian sengketa

menempatkan para pihak pada posisi yang saling bekerja sama

(cooperative) dan menggunakan asas kesepakatan dalam pengambilan

16 Lembaga peradilan dan penyelesaian sengketa alternatif. www.badilag.net diakses pada tanggal 21 April 2013

Page 11: Proposal antrokum madura

14

keputusan baik melibatkan pihak ketiga maupun tidak, dan hasil

keputusan sama-sama bersifat menang. Proses penyelesaian sengketa

yang masuk dalam kategori ini adalah negosiasi, mediasi konsiliasi,

ombudsman dan pencari fakta bersifat netral.

Ketiga, proses adjudikasi semu, proses penyelesaian sengketa ini

biasanya adalah penggabungan antara dua proses penyelesaian

sengketa di atas, sehingga sifat dan hasil putusan tergantung dari pola

proses yang dikolaborasikan.

2) Penyelesaian di luar pengadilan (alternatif penyelesaian sengketa)

Model penyelesaian sengketa selain pengadilan, yaitu sebagai

berikut17:

Arbitrase

Negosiasi

Mediasi

Konsiliasi

Pencari Fakta

Minitrial

Ombudsman

Penilaian Ahli

Pengadilan Kasus Kecil (Small Claim Court)

Peradilan Adat

Dalam tradisi masyarakat Madura dikenal dengan budaya carok. Carok

merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa pada masyarakat

Madura. Penyelesaian tersebut merupakan penyelesaian dengan jalan

kekerasan. Sehingga carok sangat menutup kemungkinan adanya perdamaian

dari kedua belah pihak yang bertikai. Carok dianggap sebagai salah satu upaya

pembelaan atas harga diri yang sudah diinjak-injak oleh orang lain yang

berhubungan dengan harta, tahta dan wanita.

Pembelaan terhadap kehormatan dan harkat martabat yang tinggi pada hal-hal

yang berkaitan dengan istri, keluarga, tanah, ternak dan air memang

menyebabkan masyarakat Madura terkesan beringas. Bahwa penyebab

utamanya adalah terlembagakannya budaya carok di kalangan orang Madura

dalam menyelesaikan permasalahannya.

17 Amalmey.files.wordpress.com

Page 12: Proposal antrokum madura

14

Budaya carok ini pastinya menjurus kepada kekerasan untuk menjunjung

harkat dan martabat serta harga diri. Faktor budaya yang membiasakan mereka

bermain senjata tajam semakin meruncingkan masalah. Dan ini menjadikan

orang Madura kurang toleran terhadap kelompok atau etnis lain diluarnya.

Berbagai tindak kekerasan yang terjadi itulah mengakibatkan adanya anggapan

bahwa masyarakat Madura mudah tersinggung dan gampang marah. Sehingga

hubungan antara masyarakat Madura dengan etnies lain cenderung diwarnai

saling curiga.

G. METODE PENELITIAN

1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian terhadap pedagang suku Madura di kota Malang ini,

digunakan metode empiris dengan melakukan wawancara langsung terhadap

nara sumber yang merupakan keturunan masyarakat Madura. Dalam

penyampaian data dan hasil wawancara menggunakan data kualitatif.

Pengumpulan data kualitatif tidak dipandu oleh teori, tetapi dipandu oleh

fakta-fakta yang ditemukan pada saat penelitian di lapangan. Oleh karena itu

analisa data yang dilakukan bersifat induktif berdasarkan fakta-fakta yang

ditemukan dan kemudian dapat dikonstruksikan menjadi hipotesis atau teori18.

Selain itu digunakan juga analisis deskriptif, yaitu metode yang memfokuskan

perhatiannya pada prinsip-prinsip umum yang mendasari satuan-satuan yang

berkaitan dengan objek penelitian.

2. Metode pendekatan

Metode pendekatan yang dilakukan adalah metode fenomenologis. Yaitu

metode untuk memahami bagaimana tata cara masyarakat, kebudayaan, dan

pribadi-pribadi mempengaruhi agama, sebagaimana agama itu sendiri

mempengaruhi mereka19. Dengan pendekatan fenomenologis, sebuah

penelitian tidak hanya akan menghasilkan suatu deskripsi mengenai fenmena

yang dipelajari, dalam hal ini yang berkaitan dengan etos bisnis etnis Madura

sebagaimana yang sering diperkirakan.

3. Lokasi penelitian

18 Saebani, Beni Ahmad. 2012. Pengantar Antropologi. Bandung: CV Pustaka Setia. Hlm. 7319 Syamsuddn, 2001

Page 13: Proposal antrokum madura

14

Penelitian ini dilakukan di kawasan pasar splendid. Dikarenakan di pasar

tersebut pedagang Madura lebih dapat diajak bekerja sama daripada pedagang

Madura di pasar lainnya.

4. Populasi dan sample

Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah pedagang suku Madura di kota

Malang

Sample

Sample dalam penelitian ini lebih difokuskan untuk pedagang

perantauan dari suku Madura di Kota Malang

5. Data penelitian

a) Jenis data

Data primer

Data primer dalam penelitian ini adalah hasil penelitian kelompok

terhadap pedagang suku Madura di kota Malang tepatnya di Pasar

Splendid.

Data sekunder

Dalam penelitian ini, data sekunder yang digunakan oleh kelompok

kami adalah bahan-bahan kepustakaan atau pendapat dari ahli.

b) Metode pengumpulan data

Data primer

Adapun teknik pengumpulan data primer menggunakan observasi,

wawancara dan dokumentasi. Hanya saja yang paling pokok adalah

tekhnik wawancara guna mengungkap motif-motif etos bisnis yang

membentuk etnis Madura. Sedangkan observasi sebatas untuk

mengamati aktifitas bisnis dalam realitas yang diperkuat pula dengan

pencatatan data yang telah terdokumentasi yang terkait dengan

penelitian.

Data sekunder

Untuk memperoleh data sekunder yang diperlukan dalam penelitian

ini, maka teknik yang digunakan adalah dengan menggunakan studi

kepustakaan terhadap berbagai buku literatur, artikel, majalah, dan

sumber-sumber di internet.

6. Analisa data

Page 14: Proposal antrokum madura

14

Setiap data yang diperoleh dalam penelitian ini, berupa data lapangan

(wawancara/observasi) akan dipadukan dengan data-data kepustakaan, dan

akan dijelaskan secara deskriptif dan didukung dengan dokumentasi sehingga

dari proses analisa tersebut akan ditarik kesimpulan yang jelas serta dapat

memberikan jawaban dari setiap permasalahan yang diteliti.