Prolapsus Uteri LENGKAP
-
Upload
sturdust-pscsgirl -
Category
Documents
-
view
31 -
download
0
description
Transcript of Prolapsus Uteri LENGKAP
PROLAPSUS UTERI
Anatomi Dasar Panggul
Penyokong Panggul
Tulang panggul mengelilingi dan melindungi organ di dalamnya, tetapi tulang hanya
berperan sedikit sebagai organ penyokong. Organ panggul terutama disokong oleh otot dasar
panggul, dan ditunjang oleh ligamentum.1
Fungsi anatomi otot dasar panggul (otot levator ani) telah dipelajari selama beberapa
tahun, tetapi sulit dipahami. Otot dasar panggul berkontraksi untuk menahan urin dan feses
dan relaksasi untuk pengosongan urin dan feses. Dasar panggul juga berperan dalam respon
seksual wanita normal. Otot ini akan meregang saat proses kelahiran bayi, tetapi akan
kembali berkontraksi saat postpartum. 1
Pintu bawah panggul terdiri atas diafragma pelvis, diafragma urogenital, dan lapisan-
lapisan otot yang berada di luarnya. Pada persalinan, lapisan-lapisan otot dan fasia
mengalami tekanan dan dorongan sehingga dapat timbul prolapsus genitalis.2
Diafragma pelvis terbentuk oleh otot levator ani dan otot koksigeus dan menyerupai
sebuah mangkok. Menahan Di garis tengah bagian depan mangkok ini terbuka (hiatus
genitalis). Di sana uretra, vagina dan rektum keluar dari pelvis minor. Diafragma urogenitalis
yang menutup arkus pubis dibentuk oleh aponeurosis otot transversus perinei profundus dan
otot transversus superfisialis. Di dalam sarung aponeurosis itu terdapat otot rhabdosfingter
uretra.
Lapisan paling luar (distal) dibentuk oleh otot bulbokavernosim yang melingkari genitalia
eksterna, otot perinei transversus superfisialis, otot iskhiokavernosum, dan otot sfingter ani
eksternus.2
Semua otot ini di bawah pengaruh saraf motorik dan dapat dikejangkan aktif. Fungsi
otot-otot tersebut di atas adalah sebagai berikut: Otot levator ani menahan dan memfiksasi
alat-alat rongga panggul pada tempatnya, menahan tekanan intraabdominal yang mendadak
meninggi seperti pada waktu batuk dan mengejan, bekerja sebagai sfingter terutama pada
wanita sebagai sfingter vagina3; otot sfingter ani eksternus diperkuat oleh otot levator ani
menutup anus, otot bulbokavernosum mengecilkan introitus vagina di samping memperkuat
fungsi otot sfingter vesisae internus yang terdiri atas otot polos.2
Penyokong Uterus
Uterus difiksasi dalam rongga pelvis oleh jaringan ikat dan ligamen antara lain.4
- Ligamentum kardinale sinistrum et dekstrum (Mackenrodt) yaitu ligamentum yang
terpenting, berperan mencegah penurunan uterus, terdiri atas jaringan ikat tebal, dan
berjalan dari serviks dan puncak vagina ke arah lateral dinding pelvis.
- Ligamentum sakro-uterinum sinistrum et dekstrum, yaitu ligamentum yang menahan
uterus supaya tidak banyak bergerak, berjalan dari serviks bagian belakang, kiri dan
kanan, ke arah os sacrum kiri dan kanan.
- Ligamentum rotundum sinistrum et dekstrum, yaitu ligamentum yang menahan uterus
dalam antefleksi dan berjalan dari sudut fundus uteri kiri dan kanan, ke daerah
inguinal kiri dan kanan. Pada kehamilan, uterus berkontraksi kuat dan ligamentum
rotundum menjadi kencang serta menarik daerah inguinal.
- Ligamentum latum sinistrum et dekstrum, yaitu ligamentum yang meliputi tuba,
berjalan dari uterus ke arah sisi, merupakan bagian peritoneum viserale yang meliputi
uterus dan kedua tuba dan berbentuk lipatan.
- Ligamentum infundibulo-pelvikum, yaitu ligamentum yang menahan tuba fallopii
berjalan dari arah infundibulum ke dinding pelvis.
Definisi dan Klasifikasi
Prolaps organ pelvis adalah perpindahan ke bawah atau keluar salah satu organ pelvis dari
lokasi normalnya. Perpindahan ini biasanya dibagi menjadi derajat 0 sampai 3 (atau 0 sampai
4). Derajat 3 atau 4 merupakan prolaps total atau procidentia. Berbagai istilah digunakan
untuk menggambarkan prolaps organ genital antara lain:1
- Sistokel adalah penurunan kandung kemih
- Sistouretrokel adalah sistokel yang mengikutsertakan uretra sebagai bagian dari
kompleks organ yang prolaps
- Prolaps uteri adalah penurunan uterus dan serviks melalui kanalis vaginalis menuju
introitus vagina
- Rektokel adalah protrusi rektum menuju lumen vagina posterior
- Enterokel adalah herniasi usus halus menuju lumen vagina
Salah satu baku emas untuk menentukan stadium prolaps adalah Pelvic Organ Prolapse
Quantification (POPQ) yang mengukur hiatus genitalia, korpus perineal, dan panjang vagina
total. Hiatus genitalia diukur dari pertengahan meatus uretra eksternal hingga posterior garis
tengah himen. Badan perineal diukur dari batas posterior hiatus genital hingga pembukaan
mid anal. Panjang vagina total adalah kedalaman terbesar dari vagina dalam cm saat apeks
vagina direduksi hingga posisi normal. Semua pengukuran kecuali panjang vagina total
diukur saat pasien mengedan.1
Definisi dan batasan kuantifikasi yaitu:
Aa Dinding vagina anterior, 3 cm proksimal dari himen -3 s.d. +3
Ba ujung terdepan prolaps dinding anterior vagina -3 s.d. +tvl
C ujung distal serviks atau tunggul vagina (bila serviks tidak
ada)
+/-tvl
D ujung distal forniks posterior +/-tvl
Ap dinding vagina posterior, 3 cm proksimal hymen -3 s.d. +3
Bp ujung prolaps dinding vagina posterior -3 s.d. +tvl
gh hiatus genital, yaitu jarak tegak lurus antara pertengahan
meatus uretra ke hymen posterior
tidak ada batas
Pb badan perineal, yaitu jarak tegak lurus antara pertengahan
anus ke hymen posterior
tidak ada batas
Tvl panjang vagina total, yaitu forniks posterior atau tunggul
vagina ke himen
tidak ada batas
Sistem pembagian stadium prolaps organ pelvik menurut ICS
Stadium 0: titik Aa, Ap, Ba, dan Bp semuanya -3 cm dan titik yang lain (C,D)<-(X-2) cm
Stadium I: kriteria stadium 0 tidak dipenuhi dan ujung prolaps yang terendah <-1cm
Stadium II: ujung terendah prolaps > -1 cm, namun < +1 cm
Stadium III: ujung terendah prolaps >+1 cm, namun <+(X-2) cm
Stadium IV: ujung terendah prolaps > + (X-2) cm
*) X = panjang total vagina dalam cm pada stadium 0, III, dan IV.4
Epidemiologi
Defek jaringan penyokong pelvis relatif sering dan meningkat seiring usia dan paritas. Di
Amerika Serikat, studi dari 16.000 paien menunjukkan frekuensi prolaps uteri sebesar
14,2%. Rerata usia dilakukannya bedah untuk prolaps organ uteri adalah 54,6 tahun.
Perbedaan frekuensi berdasar ras diperkirakan berhubungan dengan komponen genetik.
Prolaps uteri paling sering terjadi pada multipara (sekitar >50%) dan wanita menopause.
Prolaps terkadang terjadi pada wanita nullipara atau wanita muda (sekitar 2% untuk prolaps
simtomatik) dan jarang terjadi pada neonatus.5.6
Etiologi
Kondisi yang berhubungan dengan prolaps uteri antara lain:4,5,6
- Trauma obstetrik (meningkat dengan multiparitas, ukuran janin lahir per vaginam)
akibat peregangan dan kelemahan jaringan penyokong pelvis
- Kelemahan kongenital dari jaringan penyokong pelvis (berhubungan dengan spina
bifida pada neonatus)
- Penurunan kadar estrogen (contohnya menopause) berakibat hilangnya elastisitas
struktur pelvis
- Peningkatan tekanan intraabdominal, contohnya obesitas, penyakit paru kronik, asma
- Varian anatomi tertentu seperti wanita dengan diameter transversal pintu atas panggul
yang lebar atau pintu atas panggul dengan orientasi vertikal yang kurang, serta uterus
yang retrograde.
Patofisiologi
Prolaps uteri diakibatkan oleh kelemahan jaringan penyokong pelvis, meliputi otot, ligament,
dan fasia. Pada dewasa, kondisi ini biasanya disebabkan oleh trauma obstetrical dan laserasi
selama persalinan. Proses persalinan per vaginam menyebabkan peregangan pada dasar
pelvis, dan hal ini merupakan penyebab paling signifikan dari prolaps uteri. Selain itu, seiring
proses penuaan, terdapat penurunan kadar estrogen sehingga jaringan pelvis kehilangan
elastisitas dan kekuatannya.6
Rendahnya kadar kolagen berperan penting dalam prolaps uteri, ditunjukkan oleh
peningkatan risiko pada pasien dengan sindrom Marfan dan sindrom Ehlers-Danlos. Pada
neonatus, prolaps uteri disebabkan oleh kelemahan otot atau defek persarafan pelvis secara
kongenital.6
Diagnosis
a. Anamnesis
Gejala diperberat saat berdiri atau berjalan dalam waktu lama dan pulih saat berbaring. Pasien
merasa lebih nyaman saat pagi hari, dan gejala memberat saat siang hari. Gejala-gejala
tersebut antara lain:1,5,6
- Pelvis terasa berat dan nyeri pelvis
- Protrusi atau penonjolan jaringan
- Disfungsi seksual seperti dispareunia, penurunan libido, dan kesulitan orgasme
- Nyeri punggung bawah
- Konstipasi
- Kesulitan berjalan
- Kesulitan berkemih
- Peningkatan frekuensi, urgensi, dan inkontinensia dalam berkemih
- Nausea
- Discharge purulen
- Perdarahan
- Ulserasi
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan pelvis lengkap, termasuk pemeriksaan rektovaginal
untuk menilai tonus sfingter. Alat yang digunakan adalah spekulum Sims atau spekulum
standar tanpa bilah anterior. Penemuan fisik dapat lebih diperjelas dengan meminta pasien
meneran atau berdiri dan berjalan sebelum pemeriksaan. Hasil pemeriksaan fisik pada posisi
pasien berdiri dan kandung kemih kosong dibandingkan dengan posisi supinasi dan kandung
kemih penuh dapat berbeda 1-2 derajat prolaps. Prolaps uteri ringan dapat dideteksi hanya
jika pasien meneran pada pemeriksaan bimanual. Evaluasi status estrogen semua pasien.
Tanda-tanda menurunnya estrogen:
o Berkurangnya rugae mukosa vagina
o Sekresi berkurang
o Kulit perineum tipis
o Perineum mudah robek
Pemeriksaan fisik juga harus dapat menyingkirkan adanya kondisi serius yang mungkin
berhubungan dengan prolaps uteri, seperti infeksi, strangulasi dengan iskemia uteri, obstruksi
saluran kemih dengan gagal ginjal, dan perdarahan. Jika terdapat obstruksi saluran kemih,
terdapat nyeri suprapubik atau kandung kemih timpani. Jika terdapat infeksi, dapat ditemukan
discharge serviks purulen.1,5,6
c. Laboratorium
Pemeriksaan ditujukan untuk mengidentifikasi komplikasi yang serius (infeksi, obstruksi
saluran kemih, perdarahan, strangulasi), dan tidak diperlukan untuk kasus tanpa komplikasi.
Urinalisis dapat dilakukan untuk mengetahui infeksi saluran kemih. Kultur getah serviks
diindikasikan untuk kasus yang disertai ulserasi atau discharge purulen. Pap smear atau
biopsi mungkin diperlukan bila diduga terdapat keganasan. Jika terdapat gejala atau tanda
obstruksi saluran kemih, pemeriksaan BUN dan kadar kreatinin serum dilakukan untuk
menilai fungsi ginjal.6
d. Radiologi
USG pelvis dapat berguna untuk memastikan prolaps ketika anamnesis dan pemeriksaan fisik
meragukan. USG juga dapat mengeksklusi hidronefrosis. MRI dapat digunakan untuk
menentukan derajat prolaps namun tidak rutin dilakukan.6
Penatalaksanaan
a. Terapi Medis
Pasien prolaps uteri ringan tidak memerlukan terapi, karena umumnya asimtomatik. Akan
tetapi, bila gejala muncul, pilihan terapi konservatif lebih banyak dipilih. Sementara itu,
pasien dengan prognosis operasi buruk atau sangat tidak disarankan untuk operasi, dapat
melakukan pengobatan simtomatik saja. 5,7
b. Terapi Konservatif
Pengobatan cara ini tidak terlalu memuaskan tetapi cukup membantu. Cara ini dilakukan
pada prolapsus ringan tanpa keluhan, atau penderita yang masih menginginkan anak lagi, atau
penderita menolak untuk dioperasi, atau kondisinya tidak mengizinkan untuk dioperasi. 6,7,8
1. Latihan-latihan otot dasar panggul
Latihan ini sangat berguna pada prolapsus ringan, terutama yang terjadi pada pasca
persalinan yang belum lewat 6 bulan. Tujuannya untuk menguatkan otot-otot dasar panggul
dan otot-otot yang mempengaruhi miksi. Latihan ini dilakukan selama beberapa bulan.
Caranya ialah penderita disuruh menguncupkan anus dan jaringan dasar panggul seperti
biasanya setelah selesai BAB, atau penderita disuruh membayangkan seolah-oleh sedang
miksi dan tiba-tiba menahannya. Latihan ini menjadi lebih efektif dengan menggunakan
perineometer menurut Kegel. Alat ini terdiri atas obrturator yang dimasukkan ke dalam
vagina, dan yang dengan suatu pipa dihubungkan dengan suatu manometer. Dengan
demikian, kontraksi otot-otot dasar panggul dapat diukur.
2. Penatalaksanaan dengan pessarium
Pengobatan dengan pessarium sebenarnya hanya bersifat paliatif, yaitu menahan uterus di
tempatnya selama dipakai. Oleh karena itu, jika pessarium diangkat, timbul prolapsus lagi.
Ada berbagai macam bentuk dan ukuran pessarium. Prinsip pemakaian pessarium adalah
bahwa alat tersebut mengadakan tekanan pada dinding vagina bagian atas, sehingga bagian
dari vagina tersebut berserta uterus tidak dapat turun dan melewati vagina bagian bawah. Jika
pessarium terlalu kecil atau dasar panggul terlalu lemah, pessarium dapat jatuh dan prolapsus
uteri akan timbul lagi. Pessarium yang paling baik untuk prolapsus genitalis ialah pessarium
cincin, terbuat dari plastik. Jika dasar panggul terlalu lemah dapat digunakan pessarium
Napier. Pessarium ini terdiri atas suatu gagang (stem) dengan ujung atas suatu mangkok (cup)
dengan beberapa lubang, dan di ujung bawah 4 tali. Mangkok ditempatkan di bwah serviks
dan tali-tali dihubungkan dengan sabuk pinggang untuk memberi sokongan kepada
pessarium. Sebagai pedoman untuk mencari ukuran yang cocok, diukur dengan jari jarak
antara forniks vagina dengan pinggir atas intraoitus vagina. Ukuran tersebut dikurangi dengan
1 cm untuk mendapatkan diameter dari pessarium yang dipakai.
Pessarium diberi zat pelicin dan dimasukkan miring sedikit ke dalam vagina. Setelah bagian
atas masuk ke dalam vagina, bagian tersebut ditempatkan ke forniks vagina posterior. Untuk
mengetahui setelah dipasang, apakah ukuran pessarium cocok atau tidak, penderita disuruh
mengejan atau batuk. Jika pessarium tidak keluar, penderita disuruh jalan-jalan, apabila ia
tidak merasa nyeri, pessarium dapat dipakai terus.6
Pasien yang menggunakan pessarium harus mempunyai vagina yang well-
esterogenized. Pasien postmenopause sebaiknya diberikan terapi sulih hormon, atau sebagai
alternatif, dapat digunakan esterogen topikal intravaginal, 4-6 minggu sebelum pemasangan
pessarium, sehingga saat pemasangan pessarium pasien dapat merasa nyaman, meningkatkan
komplians, serta pemakaian dapat lebih lama. Terapi sulih esterogen dapat membantu
mengurangi kelemahan otot dan jaringan penghubung lainnya yang menyokong uterus.
Esterogen juga dapat memperlambat terjadinya prolaps lebih lanjut, dan dapat mencegah
terjadinya iritasi pada serviks, kandung kemih, dan rektum (tergantung bagian mana yang
prolaps dahulu), juga esterogen dapat membantu proses penyembuhan pada wanita yang
menjalani proses operasi prolaps vagina. Ada beberapa efek samping pemakaian esterogen,
antara lain meningkatkan risiko pembekuan darah, penyakit empedu, dan kanker payudara.
Pemakaiannya pun harus dengan pengawasan dokter. 6,8
Indikasi penggunaan pessarium adalah:6,8
a. Kehamilan
b. Bila penderita belum siap untuk dilakukan operasi
c. Sebagai terapi tes, menyatakan bahwa operasi harus dilakukan
d. Penderita menolak untuk dioperasi, lebih memilih terapi konservatif
e. Untuk menghilangkan gejala simptom yang ada, sambil menunggu waktu operasi
dapat dilakukan.
Kontraindikasi terhadap pemakaian pessarium ialah:6
a. Radang pelvis akut atau subakut
b. Karsinoma
Komplikasi penggunaan pessarium ada beberapa, antara lain:6,8
a. Penyakit inflamasi akut pelvis
b. Nyeri setelah insersi
c. Rekuren vaginitis
d. Fistula vesikovaginal
c. Terapi Operatif
Prolaps uteri biasanya disertai dengan prolaps vagina. Maka, jika likakukan pembedahan
untuk prolapsus uteri, prolapsus vagina perlu ditangani pula. Ada kemungkinan terdapat
prolapsus vagina yang membutuhkan pembedahan, padahal tidak ada prolaps uteri, atau
sebaliknya. Indikasi untuk melakukan operasi pada prolaps vagina ialah adanya keluhan.6,8
Terapi pembedahan pada jenis-jenis prolapsus vagina:6
1. Sistokel
Operasi yang lazim dilakukan ialah kolporafia anterior. Setelah diadakan sayatan dan
dinding vagina depan dilepaskan dari kandung kencing dan urethta, kandung kencing
didorong ke atas, dan fasia puboservikalis sebelah kiri dan sebelah kanan dijahit
digaris tengah. Sesudah dinding vagina yang berlebihan dibuang, dinding vagina yang
terbuka ditutup kembali. Kolporafia anterior dilakukan pula pada urethrokel.
2. Rektokel
Operasi disini adalah kolpoperinoplastik. Mukosa dinding belakang vagina disayat
dan dibuang berbentuk segitiga dengan dasarnya batas antara vagina dan perineum,
dan dengan ujungnya pada batas atas retrokel. Sekarang fasia rektovaginalis dijahit di
garis tengah, dan kemudian m. levator ani kiri dan kanan didekatkan di garis tengah.
Luka pada dinding vagina dijahir, demikian pula otot-otot perineum yang superfisial.
Kanan dan kiri dihubungkan di garis tengah, dan akhirnya luka pada kulit perineum
dijahit.
3. Enerokel
Sayatan pada dinding belakang vagina diteruskan ke atas sampai ke serviks uteri.
Setelah hernia enterokel yang terdiri atas peritoneum dilepaskan dari dinding vagina,
peritoneum ditutup dengan jahitan setinggi mungkin. Sisanya dibuang dan di bawah
jahitan itu ligamentum sakrouterinum kiri dan kanan serta fasia endopelvik dijahit ke
garis tengah.
4. Prolapsus uteri
Indikasi untuk melakukan operasi pada prolapsus uteri tergantung dari beberapa faktor,
seperti umur penderita, keinginannya untuk masih mendapatkan anak atau untuk
mempertahankan uterus, tingkat prolapsus, dan adanya keluhan.
Macam-macam Operasi:6,7,8
1. Ventrofikasasi
Pada golongan wanita yangmasih muda dan masih ingin mempunyai anak, dilakukan
operasi untuk membuat uterus ventrofiksasi dengan cara memendekkan lIgamentum
rotundum atau mengikat ligamentum rotundum ke dinding perut atau dengan cara
operasi Purandare.
2. Operasi Manchester
Pada operasi ini biasanya dilakukan amputasi serviks uteri, dan penjahitan
ligamentum kardinale yang telah dipotong, di muka serviks; dilakukan pula kolporafia
anterior dan kolpoperioplastik. Amputasi serviks dilakukan untuk memperpendek
serviks yang memanjang (elongasi colli). Tindakan ini dapat menyebabkan
infertilitas, abortus, partus prematur, dan distosia servikalis pada persalinan. Bagian
yang terpenting dari operasi Menchester adalah penjahitan ligamentum kardinale di
depan serviks karena dengan tindakan ini ligamentum kardinale diperpendek,
sehingga uterus akan terletak dalam posisi anteversifleksi, dan turunnya uterus dapat
dicegah.
3. Histerektomi vaginal
Operasi ini tepat untuk dilakukan pada prolaps uteri tingkat lanjut, dan pada wanita
menopause. Keuntungannya adalah pada saat yang sama dapat dilakukan operasi
vagina lainnya (seperti anterior dan posterior kolporafi dan perbaikan enterokel),
tanpa memerlukan insisi di tempat lain maupun reposisi pasien. Saat pelaksanaan
operasi, harus diperhatikan dalam menutup cul-de-sac dengan menggunakan
kuldoplasti McCall dan merekatkan fasia endopelvik dan ligamen uterosakral pada
rongga vagina sehingga dapat memberikan suport tambahan. Setelah uterus diangkat,
puncak vagina digantungkan pada ligamentum rotundum kanan kiri, atas pada
ligamentum infundibulo pelvikum, kemudian operasi akan dilanjutkan dengan
kolporafi anterior dan kolpoperineorafi untuk mencegah prolaps vagina di kemudian
hari.
4. Kolpokleisis (Operasi Neugebauer-Le Fort)
Pada waku obat-obatan serta pemberian anestesi dan perawatan pra/pasca operasi
belum baik untuk wanita tua yang secara seksual tidak aktif, dapat dilakukan operasi
sederhana dengan men jahitkan dinding vagina depan dengan dinding belakang, sehingga
lumen vagina tertutup dan uterus letaknya di atas vagina. Akan tetapi, operasi ini tidak
memperbaiki sistokel dan rektokelnya sehingga dapat menimbulkan inkontinensia urine.
Obstipasi serta keluhan prolaps lainnya juga tidak hilang.
Pencegahan 6,8,10
Pemendekan waktu persalinan, terutama kala pengeluaran dan kalau perlu dilakukan elektif
(seperti ekstraksi forceps dengan kelapa sudah di dasar panggul), membuat episiotomi,
memperbaiki dan mereparasi luka atau kerusakan jalan lahir dengan baik, memimpin
persalinan dengan baik agar dihindarkan penderita meneran sebelum pembukaan lengkap
betul, menghindari paksaan dalam pengeluaran plasenta (perasat Crede), mengawasi involusi
uterus pasca persalinan tetap baik dan cepat, serta mencegah atau mengobati hal-hal yang
dapat meningkatkan tekanan intraabdominal seperti batuk-batuk yang kronik, merokok,
mengangkat benda-benda berat. Pada wanita sebaiknya melakukan senam Kegel sebelum dan
setelah melahirkan. Selain itu usia produktif dianjurkan agar penderita jangan terlalu banyak
punya anak atau sering melahirkan. Untuk wanita dengan IMT diatas normal, sebaiknya
menurunkan berat badan dengan olahraga, serta diet yang tinggi serat.
Komplikasi
Pessarium dapat menyebabkan vaginitis, perdarahan, ulserasi, obstruksi saluran kemih
dengan retensi, fistula, dan erosi ke dalam kandung kemih atau rektum. Sebagian besar
komplikasi diakibatkan pemakaian pessarium yang terlalu lama tanpa kontrol. Perdarahan
abdomen adalah komplikasi yang dapat terjadi pada sakrokolpopeksi. Perlukaan pada pleksus
vena presakral atau arteri sakro media pada saat operasi dapat terjadi. 7,9
Prognosis
Bila prolaps uteri tidak ditatalaksana, maka secara bertahap akan memberat. Prognosis akan
baik pada pasien usia muda, dalam kondisi kesehatan optimal (tidak disertai penyakit
lainnya), dan IMT dalam batas normal. Prognosis buruk pada pasien usia tua, kondisi
kesehatan buruk, mempunyai gangguan sistem respirasi (asma, PPOK), serta IMT diatas
batas normal. Rekurensi prolaps uteri setelah tindakan operasi sebanyak 16%.10
REKTOKEL-SISTOKEL
Pemeriksaan Masing-masing Elemen Penyokong
Dinding vagina anterior
Pemeriksaan dinding vagina anterior dilakukan untuk menetapkan status penyokong uretra
dan buli. Uretra bergabung dengan dinding vagina bawah 3-4 cm dan kelainan penyokong
pada daerah ini akan menyebabkan uretrokel. Kelainan penyokong bagian atas vagina disebut
sistokel, karena buli berada dekat dengan dinding vagina atas. Lipatan uretrovesika,
normalnya terlihat pada pemeriksaan, membentuk garis pembatas antara dua area penyokong
ini. Ketika terjadi kelainan penyokong pada seluruh dinding anterior, digunakan istilah
sistouretrokel.1
Dinding anterior vagina seharusnya berada di atas cincin himen saat mengedan.
Turunnya dinding vagina anterior bagian bawah sampai ke level cincin himen selama
mengedan adalah karakteristik uretrokel dan sering ditemukan pada pasien dengan stress
incontinence. Dinding vagina anterior bawah bersifat mobile pada semua wanita dan dapat
berpindah pada multipara. Karenanya, pergerakan regio ini tidak menyebabkan stress
incontinence, namun menunjukkan derajat kegagalan penyokong uretra. Penurunan di bawah
cincin himen adalah sesuatu yang abnormal, dan menandakan sistouretrokel baik dengan atau
tanpa stress incontinence.
Dinding anterior vagina di atas lipatan uretrovesikal berada pada bidang datar, sekitar
45o dari bidang horizontal. Penurunan di bawah level cincin himen bermakna. Penurunan ini
dapar disebabkan oleh salah satu dari 3 hal:
Pemisahan paravaginal fasia puboservikal dari garis putih karena terlepas dari spina
iskhium
Hilangnya perlekatan vagina ke serviks
Robeknya fasia puboservikal yang menyebabkan herniasi buli melalui lapisan ini.
Uterus dan Puncak Vagina
Vagina dan serviks bersatu satu sama lain, dan prolaps serviks uteri dihubungkan dengn
prolaps vagina atas. Ketika uterus turun di bawah level normalnya, digunakan istilah prolaps
uterovaginal. Pada pasien yang uterusnya telah diangkat, turunnya puncak vagina di bawah
posisi normalnya pada pelvis disebut prolaps puncak vagina, dan seluruh vagina keluar
digunakan istilah eversi vagina.
Lokasi serviks dan posisi relatifnya terhadap cincin himen digunakan untuk
menggambarkan derajat keparahan prolaps uteri. Jika serviks tidak terlihat karena terdapat
sistokel atau rektokel, maka lokasinya dapat teraba saat pasien mengedan. Saat serviks turun
1 cm dari cincin himen, maka telah terjadi hilangnya penyokong secara bermakna. Pada
keadaan dimana uterus tidak akan diangkat, harus diyakinkan bahwa uterus disangga dengan
baik. hal ini dapat dilakukan dengan cara mencengkram serviks dengan tenakulum atau
forseps cincin dan melakukan traksi hingga uterus berhenti turun. Dengan cara ini dapat
dideteksi adanya occult prolapse, di mana serviks di bawah cincin himen.
Untuk dapat menentukan seberapa jauh penurunan serviks, panjangnya harus diukur.
Pemanjangan serviks sering ditemukan pada pasien dengan prolaps dan korpus uteri dapat
tetap berada pada lokasi normal. Ditemukannya pemanjangan serviks preoperatif
memungkinkan operator untuk melakukan histerektomi dengan lebih cepat, dari pada
menunggu munculnya arteri uterina pada tiap pedikel.
Dinding Vagina Posterior
Dinding vagina posterior adalan tempat bagi rektokel dan enterokel. Evaluasi dan koreksi
kedua masalah ini adalah tantangan, bahkan bagi ahli bedah ginekologi yang berpengalaman
sekalipun, dan mungkin adalah kelainan penyokong pelvis yang paling sulit dipahami.
Karena dispareunia dapat terjadi setelahnya, koreksi defek dinding posterior asimptomatik
bukannya tanpa risiko. Di sisi lain, rektokel atau enterokel yang terjadi setelah histerektomi
vagina dan kolporafi anterior adalah hasil yang tidak diharapkan, dan pertimbangan yang
teliti terhadap penyokong dinding vagina posterior merupakan hal yang penting.
Hal yang harus dipertanyakan saat dilakukan pemeriksaan adalah:
Apakah dinding posterior disangga secara normal?
Jika tidak, apakah merupakan rektokel sejati atau pseudorektokel?
Apakah terjadi enterokel?
Rektokel terjadi ketika dinding anterior rektum dan vagina di depannya menonjol ke
bawah cincin himen. Enterokel terjadi ketika cul-de-sac meregang dengan usus halus dan
tonjolan dinding vagina posterior keluar. Dapat juga terjadi keadaan dimana dinding posterior
menonjol ke vagina, bukan karena penyokong rektum yang buruk, melainkan karena
defisiensi pada badan perineal. Hal ini dijelaskan oleh Nichols dan Randall sebagai
pseudorektokel dan dapat dibedakan dengan rektokel sejati karena kontur dinding rektum
anterior normal pada pemeriksaan rektm. Tipe lain pseudorektokel adalah jika terdapat
penurunan puncak vagina atau serviks dan hilangnya penyokong posterior yang nyata.
Namun, jika penyokong apikal normal dipertahankan dengan forseps cincin atau operasi,
maka dugaan rektokeltidak terbukti. Hal ini penting untuk ditentukan sebelum operasi, karena
hilangnya tonus otot levator ani dan otot sfingter anal dengan pengunaan obat-obatan
paralisis otot selama anestesi, menyulitkan penentuan adanya rektokel sejati.
Enterokel
Selalu ada cul-de-sac antara vagina atas dan rektum. Hal ini memungkinkan dilakukan
kuldosentesis dan kolpotomi melalui dinding vagina posterior saat awal histerektomi vagina.
Kantong peritoneal normalnya terbentang 3-4 cm di luar sambungan vagina dan serviks.
Karenanya, tidak terjadinya enterokel pada wanita normal harus dijelaskan oleh faktor yang
membuat cul-de-sac tetap tertutup dan ada di antara vagina atas dan rektum. Posisi vagina
atas dekat dengan sakrum, di atas rektum dan lempeng levator yang intak membuat ruang ini
tetap tertutup.
Terdapat dua tipe enterokel: pulsion enterocele dan traction enterocele. Pulsion
enterocele terjadi jika cul-de-sac melebar dan muncul sebagai tonjolan massa yang semakin
membesar dengan meningkatnya tekanan abdomen. Hal ini dapat terjadi dengan puncak
vagina atau dinding uterus tersokong dengan baik, pada kasus dimana serviks atau puncak
vagina pada level normal dan enterokel memotong antara vagina dan rektum. Jika enterokel
dihubungkan dengan prolaps uterus atau puncak vagina, maka prolaps dan enterokel terjadi
bersama-sama.
Traction enterocele menggambarkan situasi dimana prolaps uterus menarik peritoneum cul-
de-sac ke bawah, namun tidak terdapat tonjolan atau distensi cul-de-sac saat tekanan
abdomen meningkat. Kondisi ini ditemukan pada waktu dilakukan histerektomi vagina ketika
serviks sudah prolaps. Hal ini menunjukkan enterokel potensial, karena tidak terdapat
tonjolan massa yang terpisah dari uterus.
Rektokel
Tanda rektokel yang khas adalah pembentukan kantong yang menyebabkan dinding anterior
rektum menggelembung dan turun melewati introitus. Ketika dilakukan pemeriksaan rektum
pada prolaps, rektokel terjadi jika ada perluasan lumen rektum ke bawah sumbu anus. Hal ini
tidak hanya memastikan diagnosis namun juga menggambarkan mekanisme bagaimana
rektokel menimbulkan gejala. Selama dinding rektum anterior memiliki kontur yang licin dan
tidak terdapat kantong, walaupun dapat lebih mobile dari pada normal, feses dapat melewati
anus. Namun, ketika terbentuk kantong saat pasien mengedan, feses dapat terperangkap.
DAFTAR PUSTAKA
1. Menefee SA, Wall LL.Incontinence, Prolapse, and Disorders of the Pelvic
Floor. In: Berek JS. Novak's Gynecology. Lippincott Williams & Wilkins. 2002.
2. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Ilmu Kandungan. Edisi
kedua. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. 2008. Hal.1-7
3. Widjaja S. Anatomi Alat-Alat Rongga Panggul. Jakarta: Balai Pustaka
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2002. Hal 12
4. Moeloek FA, Hudono ST. Penyakit dan Kelainan Alat Kandungan. Dalam:
Wiknjosastro H, ed. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. 2005. hal.402-
428
5. DeLancey JOL. Strohbehn K. Pelvic Organ Prolapse. In: James R., Md. Scott,
Ronald S., Md. Gibbs, Beth Y., Md. Karlan, Arthur F., Md. Haney, David N.
Danforth's Obstetrics and Gynecology. 9th Ed. Lippincott Williams & Wilkins
Publishers. 2003.
6. Mailhot T. Uterine prolapse (online) 24 Mei 2006 (Diunduh tanggal 06
Desember 2015). Tersedia di URL: http://www.emedicine.com
7. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Prolaps genital. Dalam Ilmu
Kandungan. Edisi kedua. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Jakarta;1994; ha.428-33.
8. Lurain JR. in Menefee SA. Novak’s Gynecology. Chapter 20: Incontinence,
Prolapse, and Disorder of the Pelvic Floor. Pelvic organ prolapse. Lippincott Williams
& Wilkins 2002. P28
9. Onwude JL. Genital prolapse in women (online). (Diunduh tanggal 06
Desember 2015). Tersedia di URL: http://clinicalevidence.bmj.com