PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH...

118
i Judicial Integrity Hakim Dalam Putusan Tindak Pidana Korupsi (Analisis Putusan Nomor: 4/Pid.sus-TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus TPK/2017/PN-pbr) Skripsi Di ajukan kepada Fakultas Syariah & Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) Disusun oleh : SYIFA ULKHAIR NIM: 11150450000083 PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1441 H/2019

Transcript of PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH...

Page 1: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

i

Judicial Integrity Hakim Dalam Putusan Tindak Pidana Korupsi

(Analisis Putusan Nomor: 4/Pid.sus-TPK/2017/PN-pbr dan

putusan Nomor: 51/Pid.sus TPK/2017/PN-pbr)

Skripsi

Di ajukan kepada Fakultas Syariah & Hukum

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Disusun oleh :

SYIFA ULKHAIR

NIM: 11150450000083

PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF

HIDAYATULLAH

JAKARTA

1441 H/2019

Page 2: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus
Page 3: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus
Page 4: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus
Page 5: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

iii

ABSTRAK

Syifa Ulkhair NIM: 11150450000083 “Judicial Integrity Hakim Dalam

Putusan Tindak Pidana Korupsi (Analisis Putusan No. 4/Pid.Sus-

TPK/2017/PN.Pbr dan Putusan No. 51/Pid.Sus-TPK/2016/PN-Pbr).

Program Studi Hukum Pidana Islam (Jinayah), Fakultas Syariah dan

Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,

1441H/2019M.

Masalah utama dalam skripsi ini adalah mengenai Disparitas

Putusan Hakim Tentang Tindak Pidana Korupsi yang terdapat dalam

putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru Nomor 4/Pid.Sus-TPK/2017/PN.Pbr

dan Putusan Nomor 51/Pid.Sus-TPK/2016/PN-Pbr Adapun yang menjadi

tujuan penelitian ini untuk menjelaskan apa saja yang menjadi faktor

penyebab disparitas putusan hakim, pengaruh disparitas pemidanaan

terhadap pemberantasan korupsi, dan konsep ideal yang dapat mengurangi

disparitas pemidanaan dalam putusan perkara korupsi.

Penelitian ini termasuk jenis penelitian hukum normatif yang

dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka dengan pendekatan peraturan

perundang-undangan (statue approach). Setelah data diperoleh, penulis

menganalisa secara yuridis-normatif keseluruhan data terhadap objek kajian

(Putusan Nomor 4/Pid.Sus-TPK/2017/PN.Pbr dan Putusan Nomor

51/Pid.Sus-TPK/2016/PN-Pbr).

Hasil penelitian menunjukkan: Pertama, pertimbangan hakim dalam

putusan perkara korupsi yang menimbulkan disparitas pemidanaan adalah

peraturan perundang-undangan, pribadi hakim, dan lingkungan (politik dan

ekonomi). Kedua, disparitas pemidanaan tidak berpengaruh terhadap

pemberantasan korupsi, meskipun berat dan ringan putusan itu berdampak

terhadap rasa keadilan masyarakat. Ketiga, konsep ideal disparitas

pemidanaan dalam putusan perkara korupsi adalah pembentukan pedoman

pemidanaan, rekonstruksi pola pemikiran dan perilaku etik hakim. Simpulan

penelitian ini: Pertama, pertimbangan hakim dalam putusan perkara korupsi

yang menimbulkan disparitas pemidanaan disebabkan oleh berbagai faktor,

yaitu faktor peraturan perundang-undangan, pribadi hakim, moralitas,

mentalitas. Kedua, pengaruh disparitas pemidanaan terhadap pemberantasan

korupsi tidak berdampak positif. Ketiga, konsep ideal mengurangi

disparitas pemidanaan dalam putusan perkara korupsi adalah pembentukan

pedoman pemidanaan yang dapat dijadikan acuan hakim untuk menjatuhkan

sanksi pidana.

Kata Kunci :Analisis Putusan, Disparitas, Korupsi.

Pembingbing :Muhammad Ishar Helmi

Daftar pustaka : 1966-2018

Page 6: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

iv

KATA PENGANTAR

بسم الله الرحمن الرحيم

Segala Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa

melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayahnya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Sholawat dan salam semoga tetap

terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa risalah

kebenaran untuk semua umat khususnya kepada umat Islam.

Skripsi ini berjudul “Judicial Integrity Hakim Dalam Putusan Tindak

Pidana Korupsi (Analisis Putusan Nomor: 4/Pid.sus-

TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus TPK/2017/PN-

pbr).” disusun sebagai salah satu syarat akademis untuk menyelesaikan program

strata satu di Fakultas Syari‟ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat

keilmuan khususnya di Fakultas Syari‟ah dan Hukum Program Studi Hukum

Pidana Islam (Jinayah).

Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang

sedalam-dalamnya atas bimbingan, masukan, saran serta dukungannya baik moril

maupun materiil kepada:

1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., MA., M.H. Selaku Dekan Fakultas Syari‟ah

dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Qosim Arsadani, M.A. Selaku Ketua Program Studi Hukum Pidana Islam

(Jinayah).

3. Mohamad Mujibur Rohman, M.A. Selaku Sekretaris Program Studi Hukum

Pidana Islam (Jinayah)

4. Selaku Dosen Pembimbing Muhammad Ishar Helmi, S.Sy., SH. M.H dalam

penulisan skripsi yang telah memberikan banyak masukan dan arahan serta

meluangkan waktunya dengan penuh keikhlasan kepada penulis.

5. Seluruh Dosen dan Civitas Akademik Fakultas Syari‟ah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 7: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

v

6. Kepada kedua orang tua penulis tersayang dan tercinta Ayah Syamsimir dan

Ibu yanti Herdianti yang selalu memberikan dukungan, semangat, motivasi

serta doa yang tiada hentinya selama penulis menempuh perkuliahan di

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Semoga Allah SWT

senantiasa memberikan umur yang panjang, selalu diberikan kesehatan dan

dilampangkan rizkinya, Aamiin.

7. Kepada Adik Penulis Jihan Syafira Ulkhair, hilmi, abil, dan malik terimakasih

telah memberikan canda tawa dan motivasi kepada penulis, serta keluarga

besar ayah dan ibu yang tidak bisa disebutkan satu persatu terimakasih selalu

memberikan do‟a, dukungan dan semngat selalu.

8. Kepada Terkhusus untuk Fikri Fadillah,ST Yang telah membantu memberikan

support setiap harinya untuk segera menyelesaikan skripsi ini, terimaksih selalu

meluangkan waktu kala sibuknya.

9. Kepada Geng Typo Lovers Nabila Bardja, Nanda Amalia, Rini, dan Ube Ulva

yang selalu memberikan support untuk segera menyelesaikan skripsi terima

kasih selalu memberikan wejangan motivasinya yaa hehe.

10. Kepada sahabat perjuanganku Ayu widiwati dan Jaguar yaitu, Khairan Abdul

Mahmud, Mardani, Halimah Nurmayanti, Sofia Azmi yang telah memberikan

support kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi serta dukungan nya

sampai skripsi ini terselasaikan.

11. Kepada sahabat Tercinta dari SMP hingga detik ini kartika sari terimakasih

selalu mengingatkan penulis untuk menyelesaikan skripsi dan menjadi tempat

curhat penulis serta mengingatkan dalam segala hal kebaikan. Forever will be

my best �

12. Kepada Teman seorganisasi dan kpps Tara dan Mita terimakasih sudah

memberikan support kepada penulis untuk segera meneyelesaikan skripsi dan

selalu tidak menunda sholat hehe. Serta temen yang sudah mau direpotkan

13. Kepada seluruh teman-teman Jurusan Hukum Pidana Islam angkatan 2015,

terimakasih telah sama-sama saling memberi dukungan dan motivasi serta

saling membantu dan memberikan doa serta dukungan untuk penulis,

terimakasih atas kebersamaan dan waktu yang telah kita alami bersama selama

Page 8: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

vi

di bangku perkuliahan, semoga di masa yang akan datang kita dapat meraih

apa yang kita harapkan semoga kita bertemu di puncak kesuksesan kita

masing-masing kelak, aamiin.

14. Kepada Seluruh Teman- teman Fakultas Syariah dan Hukum Universitas

Islam Syarif Hidayatullah Jakarta Angkatan 2015 yang sama-sama berjuang

dari pertama hingga akhir, senang bisa kenal dengan kalian semua dan menjadi

bagian keluarga besar Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta.

15. Kepada Kanda dan Yunda seluruh Anggota Organisasi Himpunan Mahasiswa

Islam (HMI) Komisariat Fakultas Syariah dan Hukum Terimakasih telah

menjadi wadah berproses penulis selama di bangku perkuliahan dan

mengajarkan penulis untuk menjadi Insan Yang Akademis.

16. Kepada seluruh pihak-pihak yang turut membantu dalam kelancaran

penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Akhirnya tiada untaian kata yang berharga selain ucapan

Alhamdulillahirabbil „Alamiin. Besar harapan semoga skripsi ini dapat

bermanfaat khususnya bagi penulis dan bagi pembaca pada umumnya, Aamiin.

Sekian dan terimakasih.

Jakarta, 18 November 2019

22 Rabiul Awal 1441

Syifa Ulkhair

Page 9: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................................ ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................... iii

LEMBAR PERNYATAAN ....................................................................................... iv

ABSTRAK ................................................................................................................... v

KATA PENGANTAR11 ............................................................................................ vi BAB I ........................................................................................................................................ 1

PENDAHULUAN ................................................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ............................................................................................ 1

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah ................................................. 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................................. 8

D. Kerangka Teori dan Konseptual ............................................................................... 9

E. Tinjauan Kajian Terdahulu ........................................................................................ 23

F. Metode Penelitian ......................................................................................................... 24

G. Metode Penulisan dan Sistematika Penelitian........................................................... 27

BAB II .................................................................................................................................... 30

INTEGRITAS DAN INDEPEDENSI HAKIM TINDAK PIDANA KORUPSI .............. 30

A. Integritas Hakim ....................................................................................................... 30

B. Independensi Hakim Dalam Tindak Pidana Korupsi ........................................... 35

C. Integritas dan Independensi Hakim Dalam Pandangan Hukum Islam ............... 37

BAB III ................................................................................................................................... 49

DISPARITAS PUTUSAN HAKIM DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI ................ 49

A. Pengertian Disparitas Putusan ................................................................................ 49

B. Penyebab Terjadinya Disparitas Putusan .............................................................. 50

C. Dampak Disparitas Putusan .................................................................................... 53

D. Tinjauan Umum Tentang Putusan Hakim ............................................................. 55

E. Bentuk Putusan Pengadilan ..................................................................................... 58

F. Proses Pengambilan Putusan Oleh Hakim Tipikor ............................................... 59

1. Proses Pengambilan Putusan Oleh Hakim ................................................................. 59

G. Teori-Teori Penjatuhan Putusan ............................................................................. 60

BAB IV ................................................................................................................................... 70

JUDICIAL INTEGRITY HAKIM TINDAK PIDANA KORUPSI ................................... 70

Page 10: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

viii

A. Pertimbangan Hakim Tindak Pidana Korupsi Nomor: 4/Pid.sus-

TPK/2017/PN-pbr dan Putusan Nomor: 51/Pid.Sus-TPK/2016/PN.Pbr ..................... 70

1. Putusan Tindak Pidana Korupsi Nomor: 4/Pid.sus-TPK/2017/PN-pbr .............. 70

a. Kronologi Kasus Perkara nomor 4/Pid.sus-TPK/2017/PN-Pbr .................................. 70

B. Judicial Integrity Hakim Dalam Pandangan Hukum Islam dan Positif ............... 96

BAB V PENUTUP ............................................................................................................... 105

A. Kesimpulan .............................................................................................................. 105

B. Saran ........................................................................................................................ 106

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 107

Buku-Buku ...................................................................................................................... 107

Perundang-undangan ..................................................................................................... 110

Jurnal ............................................................................................................................... 110

Page 11: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemajuan negara sangat ditentukan oleh kemampuan dan keberhasilan

di dalam pembangunan. Pembangunan sebagai suatu proses perubahan yang

direncanakan mencakup semua aspek kehidupan di masyarakat.

Keberhasilan dalam pelaksanan pembangunan sendiri sangat ditentukan oleh

sumber daya manusia dan sumber daya alam.Kualitas sumber daya manusia

tersebut bukan hanya dari segi pengetahuan dan intelektual nya saja tetapi

juga menyangkut kualitas moral dan kepribadian dari masyarakat khususnya

aparatur penyelenggara negara.

Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari aparatur

penyelenggara negara merupakan sebab utama terjadinya korupsi.Korupsi di

Indonesia dewasa ini sudah merupakan patologi sosial yang sangat

berbahaya dan mengancam semua aspek kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara. Korupsi telah mengakibatkan kerugian materiil

keuangan negara yang sangat besar. Perampasan dan pengurasan keuangan

negara yang demikian hampir terjadi di seluruh wilayah hingga menyebar ke

daerah-daerah seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah.1

Dengan adanya hal tersebut merupakan cerminan rendahnya

moralitas, sehingga yang menonjol sikap rakus dan ingin menguasai semua

kekayaan untuk dirinya atau golongan. Akibat tindak pidana korupsi yang

terjadi selama ini selain merugikan keuanagan dan perekonomian negara

juga menghambat pertumbuhan dan kelangsungan pembangunan nasioanal,

dapat meghambat stabilitas dan keamanan nasional.

Korupsi merupakan kejahatan kompleks dan berimplikasi sosial

kepada orang lain karena menyangkut hak orang lain untuk memperoleh

kesejahteraan yang sama. Bahkan, korupsi dapat disebut dosa sosial dimana

sebuah dosa atau kejahatan yang dilakukan dan berdampak bagi banyak

1Paulus Mujiran, Republik Para Maling, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2004), h. 2

Page 12: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

2

orang, nilai kedosaan jauh lebih besar ketimbang dosa yang sifat nya

personal atau individu.2

Perkembangan masyarakat saat ini selalu diiringi dengan

peningkatan tindak kejahatan khusus nya tindak pidana korupsi. Masyarakat

pada dasarnya merupakan suatu sistem yang terdiri dari sub-sub sistem. Sub

sistem ini memiliki kepentingan yang berbeda-beda satu sama lain.

Perbedaan kepentingan antara subsistem ini dapat menimbulkan suatu

benturan kepentingan antara satu dengan yang lainnya. Apabila benturan-

benturan tersebut dibiarkan maka akan terakumulasi dalam sikap dan

menimbulkan perbuatan jahat yang dikenal dngan istilah kejahatan atau

kiminalitas.

Perkembangan tindak pidana korupsi sampai saat ini pun sudah

merupakan akibat dari sistem penyelenggaraan pemerintahan yang tidak

tertata secara tertib dan tidak terawasi secara baik, landasan hukum yang

dipergunakan juga mengandung kelemahan-kelemahan dalam

implementasinya, didukung oleh sistem check and balances yang lemah.

Dalam kerangka demikian, korupsi sudah melembaga dan mendekati suatu

budaya yang sulit dihapuskan.3

Saat ini hampir setiap orang tidak merasa malu menyandang

predikat sebagai tersangka/terdakwa dalam kasus tindak pidana korupsi

sehingga hampir tidak salah kalau ada orang yang menyebutkan korupsi

sudah membudaya atau bisa disebut sesuatu hal yang lumrah atau biasa

untuk dilakukan dalam zaman abad modern ini.4

Sehingga Tindak pidana korupsi menjadi virus yang mematikan

yang merusak sistem hukum, politik, ekonomi, sosial dan budaya,

pendeknya tindak pidana korupsi telah menggerogoti semua sendi-sendi

kehidupan berbangsa dan bernegara, karena telah masuk sampai ke kursi

Presiden dan lingkungannya, mejaHakim yang mulia bahkan telah menodai

altar-altar suci tempat peribadatan dan menyengsarakan ratusan juta anak

2Paulus Mujiran, Republik Para Maling, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2004), h.. 2.

3Romli Atmasasmita, Sekitar Masalah Korupsi, (Bandung: Mandar Maju), h. 1.

4 Muslihin Rais, Al-Daulah, (Vol. 6, No. 1, Juni 2017), h. 122.

Page 13: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

3

bangsa.5

Dalam konsepsi Islam, Korupsi dikenal dengan istilahJinayahadapun

kualifikasi korupsi dalam hukum islam terdiri darighulul, riswah, sariqah,

hirabah. Ada beberapa Jenis Jarimah di dalam Fiqh Jinayah dari unsur-

unsur dan definisi yang mendekati terminologi korupsi di masa yang

sekarang, ada beberapa Jarimah tersebut adalah:

Ghulul merupakan salah satu bentuk tindak pidana dalam Islam yang

dapat dikategorikan dalam tindak pidana korupsi. Hal tersebut dilihat dari

unsur menyembuyikan atau mengambil barang seseorang yang mberakibat

pada kerugian pada pihak korban. Dasar hukum tindak pidana Ghulul

diambil dari QS: Ali-Imran (3) Ayat 161, yang awalnya hanya terbatas pada

tindakan Pengambilan, penggelapan atau berlaku curang, dan Khianat

terhadap harta rampasan perang. Akan tetapi, didalam pemikiran berikutnya

berkembang menjadi tindakan curang dan khianat terhadap harta-harta lain,

seperti tindakan penggelapan terhadap harta baitul mal, harta milik kaum

muslim, harta bersama dalam suatu kerja sama dan bisnis, harta negara,

harta zakat dan lain-lainnya.6

Tindak pidana korupsi dalam hukum pidana Islam juga masuk dalam

kategori riswah. Apabila dalam hukum pidana positif tindak pidana korupsi

dalam bentuk penyuapan diatur dalam Undang-Undang tipikor, dengan

konsep yang sama. Dimana pelaku melakukan tindak pidana

penyuapan/rishwah untuk mendapatkan imbalan sesuatu dari pihak yang

disuap. Peristiwa yang sering terjadi adalah penyuapan oknum masyarakat

yang mempunyai kepentingan terhadap suatu tindakan pejabat, dengan

pemberian penyuapan tersebut diharapkan pejabat tersebut akan

memberikan apa yang diharapkan oleh oknum masyarakat tersebut serta

melakukan sesuatu kepada seseorang untuk kepentingan tertentu dengan

5Laode M. Syarif dan Didik E. Purwoleksono (ed), Tanpa Tahun, Hukum Anti Korupsi,

USAID, Kemitraan dan Asia Foundation, Tanpa Penerbit, h. 2 6 M. Nurul Irfan, Korupsi dalam hukum pidana Islam, (Jakarta: Amzah. 2012), h. 78

Page 14: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

4

membenarkan yang salah dan menyalahkan yang benar.7

Sariqah juga dapat digolongkan dalam tindak pidana korupsi. Hal

tersebut dilihat dari unsur yang sama, yaitu mengambil barang atau harta

milik orang lain dengan cara sembunyi-sembunyi dari tempat

penyimpanannya.yang biasa digunakan untuk menyimpan barang atau harta

kekayaan tersebut. Yang dimaksud dengan mengambil barang secara

sembunyi-sembunyi yaitu tanpa sepengetahuan pemiliknya tanpa kerelaan

dari pemiliknya. Sehingga sebagian ulama menyampaikan tindak pidana

korupsi termasuk dalam sariqah, walaupun pendapat ini mendapat

pertentangan karena unsur tempat benda yang diambil antara korupsi dan

pencurian adalah hal yang berbeda. Oleh kerenanya tidak bisa disamakan.8

Hirabah (perampokan) juga dikategorikan dalam tindak pidana

korupsi jika melihat unsur yang ada pada masing-masing tindakan.

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa hirabah atau perampokan

merupakan suatu Tindakan kekerasan yang dilakukan oleh seseorang atau

sekelompok orang kepada pihak lain, baik dilakukan didalam rumah maupun

di luar rumah secara terang-terangan, dengan tujuan untuk menguasai atau

merampas harta benda milik orang lain tersebut atau dengan maksud

membunuh korban disertai kekerasan atau sekedar bertujuan untuk

melakukan teror dan menakut-nakuti pihak korban. Sedangkan dalam tindak

pidana korupsi sebagaimana dalam hukum positif, unsur menakut-nakuti

tidak termasuk dalam kategorinya. Oleh karenanya penyamaan dalam kedua

tindak pidana ini berada pada unsur mengambil barang orang lain.9

Suatu Fenomena sosial yang dinamakan korupsi merupakan realitas

perilaku manusia dalam interaksi sosial yang dianggap menyimpang serta

membahayakan masyarakat dan negara. Oleh karena itu perilaku tersebut

7 Yusuf al-Qarḍawị, al-Halalwa al-Haram fi al-Islam, (Beirut: al-Maktabah al-

Islamiyah, 1980), h .320 8 Topo Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam: Penegakan Syari‟at dalam Wacana

dan Agenda, (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), h. 28 9 Syamsuddin Muhammad bin Abi Al-Abbas Ahmad bin Hamzah bin Syihabuddin Al-

Manufi Al-Ramli, Nihayah Al-Muhtaj ila Syarh Al-Minhaj, (Mesir: Mushthafa Al-Bab Al-Halabi

wa Auladuh, 1938, jilid VIII), h. 2.

Page 15: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

5

dalam segala bentuk dicela oleh masyarakat, bahkan termasuk oleh para

koruptor itu sendiri. Pencelaan masyarakat terhadap korupsi menurut

konsepsi yuridis ditafsirkankan dalam rumusan hukum sebagai suatu bentuk

tindak pidana. Dalam Politik Hukum Pidana Indonesia, korupsi itu bahkan

dianggap sebagai suatu bentuk tindak pidana yang perlu didekati secara

khusus, dan di ancam pidana yang cukup berat.10

Hadirnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan pengadilan

Tindak Pidana Korupsi membuktikan bahwa Korupsi bukan hanya sekedar

tindak pidana yang biasa Modus dan pembuktiannya adalah kompleks.

Pelakunya pun adalah orang-orang yang menjadi aktor kekuasaan serta para

pengusaha. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi

Pemberantasan Korupsi (KPK) bahkan secara ekplisit menjelaskan bahwa:

“Tindak Pidana Korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan

biasa melainkan sudah menjadi suatu kejahatan luar biasa. Begitu pun dalam

upaya pemberantasannya tidak lagi dapat dilakukan secara biasa tetapi

dituntut cara-cara yang luar biasa”.11

Di samping kehadiran Komisi Pemberantasan Pidana Korupsi, yang

notabenenya sebagai antithesis dari penyakit korupsi, juga harus ditunjang

oleh aparat penegak hukum dalam menangani perkara korupsi. Hakim

sebagai penegak hukum haruslah menjunjung tinggi etika dan profesinya

agar penegakan hukum berkeadilan, berkepastian hukum dan bermanfaat

bagi bangsa dan Negara.12

Dengan begitu masyarakat dapat merasa bahwa

hukum merupakan perwajahan dari keadilan. Namun, terdapat faktor

tertentu yang kemudian menjadi isu sensitive bagi dunia peradilan. Putusan

hakim, dalam banyak perkara korupsi, mengalami perbedaan vonis,

sementara substansi kasusnya sejatinya sama. Hal ini biasa disebut dengan

10

Reko Dwi Salfutra, Analisa Disparitas dan Rendahnya Vonis Perkara Korupsi Di

Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Pangkal Pinang, (Jakarta: Direktorat Pembinaan

Jaringan Kerja Antar Komisi dan Instansi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 2018), h. 145. 11

Reko Dwi Salfutra, Analisa Disparitas dan Rendahnya Vonis Perkara Korupsi Di

Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Pangkal Pinang, h. 145. 12

Reko Dwi Salfutra, Analisa Disparitas dan Rendahnya Vonis Perkara Korupsi Di

Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Pangkal Pinang, h. 145.

Page 16: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

6

disparitas.

Disparitas Pidana menurut Harkristuti Harkrisnowo dipersepsi publik

sebagai bukti Ketiadaan Keadilan (Societal Justice). Secara Yuridis formal,

kondisi ini tidak dapat dianggap telah melanggar hukum. Meskipun

demikian seringkali orang melupakan bahwa Elemen “keadilan” pada

dasarnya harus melekat pada putusan yang diberikan oleh Hakim.13

Disparitas pidana membawa problematika tersendiri dalam

penegakkan hukum di Indonesia. Di satu sisi pemidanaan yang berbeda atau

Disparitas Pidana merupakan bentuk dari diskresi hakim dalam menjatuhkan

putusan, tetapi di sisi lain pemidanaan yang berbeda atau disparitas pidana

ini pun membawa ketidakpuasan bagi Terpidana bahkan masyarakat pada

umumnya.14

Sebagaimana dalam putusan Nomor 4/Pid.Sus-TPK/2017/PN.Pbr

Majelis Hakim Memutuskan vonis pidana penjara selama 1 (satu) tahun 6

bulan dan denda sebesar Rp. 50.000.000,- dan uang pengganti sebesar Rp.

15.000.000,- sementara didalam putusan yang berbeda yaitu putusan PN

Nomor 51/Pid.sus K/2016/PN.pbr majelis hakim memutuskan vonis pidana

penjara 1 (tahun) tahun 6 bulan dan denda sebesar Rp. 50.000.000.- dan

uang pengganti sejumlah Rp. 10.000.000.- Dari kedua putusan ini, memiliki

substansi yang sama, namun memiliki vonis yang sama juga. Seharunya

majelis hakim dalam memutus perkara melihat pada nilai-nilai sosial yang

ada pada masyarakat. Dimana dalam memutus perkara tersebut majelis

hakim memutus perkara dengan pidana terendah. Sedangkan dalam undang-

undang pasal 3 UU Nomor 20 tahun 2001 tersebut memiliki batas maksimal

pemidanaan selama 15 tahun penjara. Sehingga menurut penulis,

memberikan pidana dengan pidana 1 tahun 6 bulan dengan nilai kerugian

negara yang berbeda akan menimbulkan persepsi sosial yang salah pada

masyarakat. Yaitu masyarakat akan menilai bahwa, seberapapun nilai

13 Harkristuti Harkrsnowo, Rekonstruksi Konsep Pemidanaan: Suatu Gugatan terhadap

Proses Legislasi dan Pemidanaan di Indonesia, dalam majalah KHN Newsletter, Edisi April 2003,

(Jakarta:KHN,2003) h.28. 14

Eva Achjani, Proporsionalitas Penjatuhan pidana, Jurnal Hukum dan Pembangunan

Tahun ke-41 No. 2 April-Juni 2011.

Page 17: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

7

kerugian yang dialami negara akan dihukum sama, sehingga masyarakat

akan melakukan korupsi yang besar.

Hakim merupakan suatu pekerjaan yang sangat memiliki tanggung

jawab besar terhadap pelaksanaan hukum di suatu Negara. Dalam artian,

hakim merupakan benteng terakhir dari penegakkan hukum di suatu Negara.

Oleh karena itu, apabila hakim disuatu Negara memiliki moral yang sangat

rapuh, maka wibawa hukum di Negara tersebut akan lemah atau terperosok.

Di Indonesia haim memiliki kode kehormatan Hakim yang menjadi

pegangan Hakim dalam menjalankan tugasnya. Di dalam Pasal 29 UU 35

tahun 1999 dinyatakan bahwa, sebelum melakukan jabatannya, Hakim,

Panitera, Panitera Pengganti dan juru sita untuk masing-masing lingkungan

peradilan harus disumpah atau berjanji menurut agamanya.

Seorang Hakim harus memiliki sikap Toleransi kepada semua lapisan,

lingkungan bekerja, baik sewaktu dalam kedinasan maupun di luar

kedinasan. Dalam kode kehormatan Hakim diatur mengenai sikap hakim

yang dibagi kedalam 6 Sikap Hakim, yaitu: (1) Sikap Hakim dalam

Persidangan (2) Sikap Hakim terhadap sesama rekan (3) Sikap Hakim

terhadap bawahan/pegawai (4) Sikap Hakim Terhadap atasan (5) Sikap

Hakim bawahan/pegawai (6) Sikap Hakim keluar/terhadap instalansi lain.

Senada dengan sikap seorang Hakim di atas, Menurut Liliana Tedjosaputro,

sikap Hakim adalah tidak memihak, tegas, sopan dan sabar, serta memberi

landasan yang baik. Oleh sebab itu, hakim tidak boleh memihak, jujur dan

bebas dari pengaruh siapa pun juga dan adil, dan tidak berprasangka (to

bring out the truth, not to keep it out).15

Dari permasalahan di atas penulis akan melakukan penelitian terhadap

permasalah tersebut lebih lanjut dengan sebuah karya ilmiah yang berjudul:

“JUDICIAL INTEGRITY PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK

PIDANA KORUPSI: Analisis Putusan Nomor 4/Pidsus-TPK/2017/PN.Pbr

dan Nomor 51/Pid.sus TPK/2016/PN.pbr.”

15

Supriadi, Etika & Tanggung Jawab Profesi Hukum Di Indonesia, (Jakarta: Sinar

grafika. 2006), h. 117

Page 18: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

8

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Permasalahan terhadap Integritas seorang hakim dalam memutus

putusan tindak pidana korupsi yang dapat di identifikasi

permasalahannya sebagai berikut:

a) Proses penyelesaian kode etik Hakim didalam mengadili suatu

kasus korupsi

b) Disparitas putusan perkara korupsi dalam mengadili Tindak Pidana

Korupsi

2. Pembatasan Masalah

a. Berangkat dari permasalahan diatas tentang Disparitas putusan

Hakim dalam tindak pidana korupsi, agar tidak melebar dan keluar

dari pokok pembahasan, maka penulis membatasi ruang lingkup

penulisan skripsi ini. Oleh karena itu penulis membatasi penelitian

ini hanya pada pembahasan mengenai disparitas dengan objek

kajian Putusan Nomor 4/Pidsus-TPK/2017/PN.Pbr dan Putusn

Hakim Nomor 51/Pid.sus TPK/2016/PN.pbr.

3. Rumusan masalah

a. Bagaimana pertimbangan Hakim dalam perkara Tipikor Putusan

Nomor 4/Pidsus-TPK/2017/PN.Pbr dan Putusan Nomor 51/Pid.sus

TPK/2016/PN.pbr

b. Bagaimana Judicial Integrity Hakim dalam putusan Tindak Pidana

Korupsi?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Page 19: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

9

a. Untuk mengetahui apa saja yang menjadi dasar pertimbangan

hakim dalam menjatuhkan putusan pidana yang menimbulkan

disparitas di dalam perkara Tipikor.

b. Untuk mengetahui Judicial Integrity Hakim pada perkara No.

4/Pidsus-TPK/2017/PN.Pbr dan Putusan Nomor 51/Pid.sus

TPK/2016/PN.pbr.

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat teoritis adalah dapat menambah khazanah keilmuan

dalam memberikan pengalaman dan pengetahuan terhadap

pengembangan ilmu hukum pidana khususnya yang berhubungan

dengan Hal-hal disparitas putusan hakim dalam Tipikor.

b. Manfaat praktis hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi

kalangan pelajar, mahasiswa, dan civitas akademisi lainnya serta

untuk menambah pengetahuan bagi orang-oranng yang

membacanya.

D. Kerangka Teori dan Konseptual

1. Kerangka Teori

a. Teori Negara Hukum

Untuk memahami Negara hukum secara baik, terlebih dahulu perlu

diketahui tentang sejarah timbulnya pemikiran atau cita ngara hukum

itu sendiri. Pemikiran tentang negara hukum itu sebenarnya sudah tua,

jauh lebih tua dari usia ilmu kenegaraan. Cita negara hukum pertama

kali dikemukakan oleh Plato dan kemudian pemikiran tersebut

dipertegas oleh Aristoteles.16

Ide lahirnya konsep negara hukum oleh Plato, berawal dari ia

melihat keadaan negranya yang dipimpin oleh yang haus akan harta,

kekuasaan dan gila kehormatan. Pemerintah sewenang-wenang yang

tidak memperhatikan penderitaan rakyatnya telah mengugat Plato untuk

menulis karya yang berjudul Politeia, berupa suatu negara yang ideal

16

Tahir Azhary, Negara hukum Indonesia, (Jakarta: UI press, 1995), h. 19

Page 20: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

10

sekali sesuai dengan cita-citanya, suatu negara yang bebas dai

pemimpin negara yang rakus dan jahat tempat keadlian dijunjung

tinggi.

Dari konsep yang diidelisasikan oleh Plato, dapat dicerna bahwa

arti konsep negara hukum adalah negara yang berlandaskan atas hukum

dan keadilan bagi warganya. Dalam artian bahwa segala kewenangan

dan tindakan alat pelengkap negara atau penguasa, semata-mata

berdasarkan hukum atau dengan kata lain diatur oleh hukum. Hak yang

demikian akan mencerminkan keadilan bagi pergaulan hidup

warganya.17

Pengertian negara hukum secara umum ialah bahwasannya

kekuasaan negara ini dibatasi oleh hukum dalam arti bawa segala sikap,

tingkah laku dan perbuatan baik dilakukan oleh penguasa atau aparatur

negara maupun dilakukan oleh para warga negara harus berdasarkan

atas hukum.

Menurut Prof Muhamad Yamin memberikan penjelasan negara

hukum nahwa kata kembar negara hukum yang kini jadi istilah dalam

ilmu hukum konstitusional. Indonesia meliputi dua patah kata yng

sangat berlainan asal usulnya. Kata negara yang menjadi negara negara

dalam bahas Indonesia berasal dari bahasa Sansekerta dan mulai

terpakai sejak abad ke - 5 dalam kedatangan nya Indonesia .18

Dalam kepustakaan Eropa dipergunakan istilah Inggris yaitu,

rule of law atau goverment of justice untuk menyatakan negara hukum.

Kedua istilah ini tidak terselipperkataan negara (state) melainkan syarat

peraturan hukum itu dihubungkan kepada pengertian kekuasaan (rule)

atau pemerintahan (government). 19

Menurut Prof. Dr. Wirjono

Projodikoro, SH. Bahwa penggabungkan kata-kata “Negara Hukum”,

17

Didi Azmi Yunas, Konsespsi Negara Hukum, (Padang: Angkasa Raya Padang, 1990),

h. 20. 18

Didi Azmi Yunas, Koonsespsi Negara Hukum, h.18.

19

Tahir Azhary, Negara hukum Indonesia, h. 18

Page 21: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

11

yang berarti suatu negara yang didalam nya wilayah nya:

1) Semua alat-alat perlengkapan dari negara, khuususnya alat-alat

perlengkapan dari pemerintah dalam tindakan-tindakannya baik

terhadap warga negara maupun dalam saling berhubungan masing-

masing tidak boleh sewenang-wenang, melainkan harus

memperhatikan peraturan-peraturan hukum yang berlaku.

2) Semua orang dalam hubungan kemasyarakatan harus tunduk pada

peraturan-peraturan hukum yang berlaku.

Selanjutnya yang harus di perhatikan adalah unsur-unsur, elemen

atau ciri-ciri yang dimiliki suatu negara yang disebut dengan negara

hukum. Prof. Dr. Sudargo Gautama, SH. Mengemukakan tiga ciri-ciri

atau unsur-unsur dari negara hukum, yakni:

1) Terdapat pembatasan kekuatan negara terhadap perorangan,

maksudnya negara tidak dapat bertindak sewenang-wenang,

tindakan negara dibatasi oleh hukum, individu mempunyai hak

terhadap negara atau rakyat mempunyai hak terhadap penguasa.

2) Azaz Legalitas

Setiap tindakan negara harus berdasarkan hukum yang telah

diadakan terlebih dahulu yang harus ditaati juga oleh pemertintah

atau aparatnya

3) Pemisahan Kekuasaan

Agar hak asasi terlindungi adlah dengan pemisahan kekuasaan

yaitu badan yang membuat peraturan perundang-undangan

melaksanakan dan mengadili harus terpisah satu sama lain tidak berada

dalam satu tangan.20

Menurut Aristoteles, suatu negara yang baik ialah negara yang

diperintah dengan berkonstitusi dan berkedaulatan hukum. Terdapat tiga

unsur pemerintahan yang berkonstitusi, yaitu suatu pemerintahan yang

dilaksanakan:

20

Abdul Aziz Hakim, Negara Hukum dan Demokrasi Di Indonesia, (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2011), h. 117-118.

Page 22: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

12

1) Untuk kepentingan umum

2) Menurut hukum berdasarkan ketentuan- ketentuan umum, bukan

hukum yang dibuat secara sewenang-wenang yang

mengesampingkan konvensi dan konstitusi.

3) Atas kehendak rakyat, bukan berupa paksaan atau tekanan yang

dilaksanakan oleh pemerintah despotic.21

Dalam perkembangannya, Immanuel kant memberikan gambaran

tentang negara hukum liberal, yaitu negara hukum dalam arti sempit yang

menempatkan fungsi recht pada staat, sehingga negara berfungsi sebagai

penjaga malam. Artinya tugas-tugas negara hanya menjaga hak-hak rakyat,

jangan diganggu atau dilanggar, mengenai kemakmuran rakyat negara

tidak boleh ada campur tangan dan negara sebagai nachtwakerstaat22

.

Dalam konsep negara hukum selanjutnya, muncul istilah rechtstaat

yang banyak dianut di negara-negara Eropa Kontinental yang bertumpu

pada sistem Civil Law. Konsep rechsstaat ini dikemukakan oleh Fredrick

Julius Stahahl dan philosophi des recht yang menyatakan bahwa dalam

negara hukum terdapat beberapa unsur utama secara formal,23

yaitu

sebagai berikut :

1) Pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia.

2) Guna melindungi hak asasi manusia maka penyelenggara negara harus

berdasarkan pada teori Trias Politika.

3) Pemerintah menjalankan tugaanya berdasarkan Undang-Undang

4) Apabila pemerintah dalam menjalankan tugasnya yang berdasarkan

Undang-Undang masih melanggar hak asasi manusia, maka ada

pengadilan administrasi yang akan menyelesaikannya. Berbeda

dengan negara Kontinental, negara-negara anglo-saxon menyebutnya

21

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: PT Raja Gafindo Persada, 2006),

h.143. 22

Moh. Kusnardi dan harmaily Ibrahim, Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: Pusat

Studi HTN FH UI dan CV Sinar Bakti, Cet. Ke- 7, 1987), h. 152. 23

Moh. Mahfud MD, Pergulatan Politik dan Hukum di Indonesia, (Yogyakarta: Gama

Media, 1999), h. 127

Page 23: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

13

sebagai the rule of law yang dipelopori oleh A.V. Dicey (Inggris).

Menurut Dicey, konsep the rule of law ini menekankan pada tiga tolak

ukur meliputi supermasi hukum (supremacy of law). Persamaan di

hadapan hukum (equality before the law), dan konstitusi yang

didasarkan atas hak-hak perorangan (the constitution based on

individual rights).24

Perbedaan kedua konsep tersebut bahwa pada system civil law

lebih, menitikberatkan pada administrasi, sedangkan pada system

common law menitikberatkan pada yudisial. Konsep rechtstaat

mengutamakan konsep mengutamakan prinsip wetmatighed yang

kemudian menjadi rechtsmatigheid, sedangkan the rule of law

mengutamakan equality before the law.25

Istilah negara hukum dalam berbagi literatur tidak bermakna

tunggal, tetapi dimaknai berbeda dalam waktu dan tempat yang

berbeda, sangat tergantungnya pada ideologi dan sistem politik suatu

negara.Setiap tindakan penguasa ataupun rakyatnya harus berdasarkan

pada hukum dan sekaligus dicantumkan tujuan negara hukum, yaitu

hak-hak asasi rakyatnya.26

Menurut Tahir Azhary, di dalam penelitian

nya sampai pada kesimpulan bahwa istilah negara hukum adalah suatu

genus begrip yang terdiri atas lima konsep, yaitu sebagai berikut:

a) Konsep negara hukum menurut Alquran dan Al-sunnah yang

diistilahkannya dengan nomokrasi Islam.

b) Konsep negara hukum eropa continental yang disebut rechtsstaat

c) Konsep rule of law

d) Konsep Socialist legality

24

Titik Triwulan Tutik, Eksistensi Kedudukan dan Wewenang Komisi Yudisial sebagai

Lembaga Negara dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Pasca Amandemen UUD

1945, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007),h. 30. 25

Hardjon, Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia, (Surabaya: Bina Ilmu, 1987), h.

82 26

Mukhtie Fadjar, Tipe Negara Hukum, (Malang: Bayu Media Publishing, cet. Ke-2,

2005), h. 10

Page 24: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

14

e) Konsep negara hukum pancasila27

Pada sisi lain, adapaun konsep nomokrasi islam dan konsep

negara hukum pancasila menempatkan nilai-nilai yang sudah

terumuskan sebagai nilai standar atau ukuran nilai. Konsep nomokrasi

Islam mendasarkan pada nilai-nilai yang terkandung pada Alquran dan

Alsunnah, sedangkan konsep negara hukum pancasila menjadikan

nilai-nilai yang terkandung dalam pancansila menjadikan nilai-nilai

yang terkandung dalam pancasila sebagai standar atau ukuran ukuran

nilai, sehingga kedua konsep ini memiliki persamaan yang berpadu

pada pengakuan adanya nilai standar yang sudah terumuskan dalam

naskah tertulis. Selain itu, kedua konsep ini menempatkan manusia,

Tuhan, agama dan negara dalam hubungan yang tidak dapat

dipisahkan.

Dari segi waktu, ternayata konsep hukum berkembang

dinamis.Menurut Tanamaha bahwa ada dua versi negara hukum yang

berkembang, yaitu versi formal dan versi substantive yang masing-

masing memiliki dalam tiga bentuk.Yang pertama konsep negara

hukum versi formal dimulai dengan konsep rule by law ini dimana

hukum dimaknai sebagai instrument tindakan pemerintah. Selanjutnya

yaitu berkembang dalam bentuk formal legality, konsep ini diartikan

sebagai norma yang umum, jelas prospektif dan pasti. Sementara itu

terakhir dari konsep negara hukum versi adalah democracy and

legality, kesepakatanlah yang menentukan isi atau substansi hukum.28

Versi substansif konsep negara hukum berkembang dari

Individual rights, yakni privasi dan otonomi individu, serta kontrak

sebagai landasan yang paling pokok. Lalu berkembang pada prinsip

hak-hak atas kebebasan pribadi atau keadilan (dignit of man), serta

berkembang menjadi konsep social welfare yang mengandug prinsip-

27

Tahir Azhary, Negara Hukum Indonesia, h. 83 28

Muslimah Hanim, Eksistensi Dewan Perwakilan Daerah Dalam Sistem

Ketatanegaraan Indonesia, (Pekanbaru: UIR Press 2007), h. 145-146.

Page 25: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

15

prinsip substansi, persamaan kesejahteraan dan kelangsungan

komunitas.

b. Teori Pemidanaan

Pemidanaan dapat diartikan sebagai suatu tahapan dalam

menetapkan sanksi dan juga tahap pemberian sanksi dalam hukum

pidana.Tujuan dalam pemberian sanksi pidana harus memperhatikan

kesejahteraan serta pengayoman masyarakat.29

Mengenai teori

pemidanaan pada umumnya dapat dikategorikan dalam tiga kelompok

besar, yaitu teori absolut atau teori pembalasan, teori relative atau

teori tujuan dan teori penggabungan.

1. Teori Absolut atau Teori Pembalasan

Menurut Teori ini pidana dijatuhkan semata-mata karena orang

telah melakukan suatu kejahatan atau tindak pidana.Pidana merupakan

akibat mutlak yang harus ada sebagai suatu pembalasan kepada orang

yang melakukan kejahatan.Jadi dasar pembenaran dari tindak pidana

ini terletak pada adanya atau telah terjadinya kejahatan itu sendiri.

Immanuel kant memandang pidana sebagai “kategorische

Imperatief” yang maksudnya: seseorang harus dipidana karena ia telah

melakukan kejahatan. Pidana bukan merupakan alat untuk mencapai

tujuan, melainkan mencerminkan keadilan.30

2. Teori Relatif atau Teori Tujuan

Teori tujuan membenarkan bahwa pemidanaan berdasarkan

pada tujuan pemidanaan, yaitu: untuk perlindungan masyarakat atau

pencegahan terjadinya kejahatan. Berbeda dengan teori

pembalasan.Maka dari itu teori tujuan mempersoalkan akibat-akibat

dari pemidanaan kepada penjahat atau kepada kepentingan

masyarakat.dipertimbangkan juga untuk masa yang akan datang.

Selain itu, teori ini juga menyadarkan hukuman oada maksud atau

29

Putri Hikmawati,”Pidana Pengawasan Sebagai Pengganti Pidana Bersyarat Menuju

Keadilan Restoratif”, Negara Hukum, VII, 1 (Juni,2016), h. 74. 30

Mulyadi, dan Barda Nawawi Arie, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, (bandung: PT.

Alumni, 2010),h. 12.

Page 26: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

16

tujuan hukuman, yang artinya teori ini lebih mengedepankan kepada

manfaat dari pada hukuman itu sendiri.31

Teori ini sering disebut juga dengan teori utilitarian,

merupakan teori yang lahir dari teori absolut.Tujuan dipidana nya

seseorang menurut teori ini bukanlah sekadar pembalasan melainkan

mewujudkan ketertiban didalam masyarakat.jadi tujuan nya adalah

untuk mencegah agar ketertiban masyarakat tidak terganggu. Jeremy

Bantham (1748-1832), merupakan tokoh yang pendapatnya dapat

dijadikan landasan di dalam teori ini. Menurutnya manusia merupakan

makhluk yang rasional yang akan memilih secara sadar kesenangan

dan menghindari kesusahan. Berkenaan dengan pandangan ini

persoalan muncul bahwasannya kejahata dilakukan dengan motif yang

beragam.Tidak semua kejahatan dapat dilakukan dapat dilakukan

dengan rasional melainkan lebih pada dorongan emosional yang kuat

sehingga rasional pun dapat terkalahkan.Artinya, sisi motif kejahatan

dpat diklasifikasikan atas kejahatan dengan motif rasional dan

kejahatan dengan motif emosional.32

3. Teori Gabungan

Pada hakikat nya teori ini lahir dari ketidakpuasan terhadap

gagasan teori pembalasan maupununsur-unsur yang positif dari kedua

teori tersebut yang kemudian dijadikan titik tolak ukur dari teori

gabungan.Teori berusan mencipatakan keseimbangan anatara unsur

pembalasan dengan tujuan memprbaiki pelaku kejahatan.33

Teori ini merupakan dasar gabungan dari teori absolut dan

teori relative yang digabungkan menjadi satu.Menurut teori ini

hukumnya itu terletak pada kejahatan itu sendiri, yaitu pembalasan atau

siksaan.Selain itu menjadi dasar tujuan daripada hukuman.Artinya

dasar pemidanaan terletak pada kejahatan dan tujuan dari pidana itu

31 Puteri Hikmawati, “Pidana Pengawasan Sebagai Pengganti Pidana Bersyarat Menuju

Keadilan Restoratif”, Negara Hukum, VII,1 (Juni 2016), h. 76. 32

Usman, Analisis Perkembangan Hukum Pidana, Jurnal Ilmu Hukum, h. 67.

33

Mulyadi, dan Barda Nawawi Arief, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, h. 18.

Page 27: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

17

sendiri. Maka dari itu, teori gabungan tidak saja hanya

mempertimbangkan masa lalu (seperti dalam teori pembalasan) tetapi

juga harus mempertimbangkan masa yang akan datang (seperti maksud

dari teori tujuan). Dengan demikian konsep penjatuhan suatu sanksi

pidana harsulah memberikan kepuasan baik bagi pelaku kejahatan

maupum korban serta masyarakat.34

c. Teori Integritas

Menurut Miller beberapa penjelasan ahli mengenaimakna

integritas, diantaranya adalah:

a. Integritas sebagai koherensi. Integritas adalah koherensi atau

menghubungkan beragamkomponen yang ada dalam diri seseorang,

sehingga orang yang memiliki integritas dapatdikatakan harmonis,

tidak terpecah, sepenuh hati dan dapat bertindak dengan

berbagaicara (memiliki banyak alternatif tindakan yang tidak

melanggar norma di setiap saat(Frankufr dan Dworkin).

b. Integritas sebagai identitas praktis. Identitas merupakan komitmen

mendasar yang berguna untuk mencari makna dan tujuan hidup,

berkompromi dengan prinsip orang lain, keluarga dan lembaga

masyarakat atau agama. Orang yang memiliki identitas/integritas

akan senantiasa memertahankan komitmen dalam dirinya, meskipun

banyak pertentangan atau situasi yang memaksa mereka untuk

melanggar komitmennya sendiri (Calhoun).

c. Integritas sebagai kebijakan sosial. Calhoun berpendapat bahwa

meskipun integritas melibatkan hubungan dengan orang lain (sosial),

namun diri sendiri tetap menjadi sentralnya.Seseorang yang

memiliki integritas harus berdiri di atas komitmennya sendiri dan

melakukan tindakan yang layak atau sesuai dengan prinsip pribadi

dan kebijakan sosial. Ketika apa yang seseorang lakukan dianggap

34

Putri Hikmawati,”Pidana Pengawasan Sebagai Pengganti Pidana Bersyarat Menuju

Keadilan Restoratif”, Negara Hukum, VII, 1 (Juni,2016), h. 76.

Page 28: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

18

tidak layak oleh masyarakat, maka orang tersebut tidak memiliki

integritas.

d. Integritas sebagai rasionalitas. Integritas menerima konsep

rasionalitas atau sesuatu yang dianggap wajar dan masuk akal.

Seseorang yang memiliki integritas tidak harus selalu memiliki

pandangan dan sikap yang sangat objektif mengenai suatu komitmen

atau tingkah laku tertentu. Misalnya, algojo membunuh orang yang

melakukan kriminal. Dalam ajaran moral, membunuh tidak

diperbolehkan, namun karena hukuman bagi kriminalis ini memiliki

alasan yang masuk akal dan dapat diterima, maka algojo tidak dapat

dikatakan sebagai orang yang tidak memiliki integritas (Cox et.al).

e. Integritas sebagai tujuan yang objektif. Integritas secara objektif

ditujukan untuk meraih keadilan masyarakat (nilai-nilai masyarakat)

dan terpeliharanya komitmen yang telah dibentuk (Nozick).35

Berdasarkan teori-teori yang terurai maka dapat disintesiskan

beberapa indikator untuk mengukur Judicial Integrity pada diri

seorang hakim saat memutus perkara yaitu :

1) Fokus

2) Memiliki banyak Alternatif

3) Rasionalitas

4) Tujuan putusan yang obkjektif

Integritas memiliki makna sikap kepribadian yang Utuh, Jujur,

beribawa, berani menolak godaanatau segala bentuk Intervensi

apapun. Seoraang Hakim pun dilarang tawar menawar putusan,.

2. Kerangka Konseptual

Sesuai dengan judul penelitian, pokok bahasannya adalah judicial

integrity hakim untuk tindak pidana korupsi.Untuk lebih memberikan

batasan dan gambaran yang jelas dari penelitian yang dilakukan, maka

perlu peneliti jelaskan ada beberapa penegertian dari judicial integrity,

hakim dan tindak pidana korupsi nya.

35

http://digilib.uinsgd.ac.id/9984/5/ Bab2.pdf,14-oktober2019

Page 29: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

19

1) Judicial Integrity

Integritas dalam diri seorang Hakim, merupakan salah satu

kode etik dan perilaku hakim sedunia yang disepakati dalam The

Bangalore Principles of Judicial Conduct (Konferensi Peradilan

Internasional di Bangalore, India pada Tahun 2011).Hal tersebut

sangat mutlak dimiliki seorang Hakim sebagai kunci utama untuk

membuka pintu-pintu keadilan bagi masyarakat sebagaimana yang

dijanjikan UUD 1945.Namun saat ini Hakim Indonesia sedang

krisis integritas, dapat terlihat dari banyaknya pelanggaran

pedoman Perilaku Hakim.36

2) Hakim

Mahkamah Agung adalah salah satu pelaku kekuasaan

kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar

Republik Indonesia Tahun 1945, susunan Mahkamah Agung adalah

terdiri atas pimpinan, hakim anggota, dan seorang

sekretaris.37

Hakim ad hoc adalah hakim yang memiliki keahlian

dan pengalaman di bidang tertentu untuk memeriksa, mengadili,

dan memutus suatu perkara yang untuk jangka waktu tertentu dan

pengangkatanya diatur dalam Undang-Undang.38

Hakim menurut syara‟ Hakim yaitu orang-yang diangkat

oleh kepala Negara untuk menjadi hakim dalam menyelesaikan

gugatan, perselisihan-perselisihan dalam bidang hukum oleh karena

itu penguasa sendiri tidak dapat meneylesaikan tugas

peradilan.39

Hakim sendiri adalah pejabar peradilan negara yang

diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili.

Di dalam Pasal 1 butir 8 KUHAP yang menyebutkan

bahwa“Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi

36

Halimah, siti, 2017. Integritas Hakim Indonesia, Adalah Buletin Hukum & Keadilan,

Vol. 1, No. 8, Februari, h. 1. 37

Pasal 1 dan pasal 4 ayat 1 Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 38

Pasal 1 ayat 1 Perpres Nomor 5 Tahun 2013 39

Muhammad Salam Madkur, Peradilan Dalam Islam, (Surabaya: PT. Bina Ilmu 1993),

h. 29.

Page 30: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

20

wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili.”40

Sebagaimana dijelaskan oleh KUHAP bahwa yang

dimaksud mengadili adalah serangkaian tindakan hakim, untuk

menerima, memeriksa, memutus perkara pidana berdasarkan asas

bebas, jujur, dan tidak memihak di sidang pengadilan dalam hal

dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang.41

Sedangkan menurut Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman bahwa yang

dimaksud dengan Hakim adalah hakim pada Mahkamah Agung dan

Hakim pada badan peradilan yang berada dibawahnya dalam

lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama,

lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha

negara, dan hakim pada pengadilan khusus yang berada dalam

lingkungan peradilan tersebut.

Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka,

seperti yang dinyatakan dalam penjelasan Pasal 24 dan Pasal 25

Undang-Undang dasar Republik Indonesia Tahun 1945:

“Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang

merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan

hukum dan keadilan.Syarat-syarat untuk menjadi dan untuk

diberhentikan sebagai hakim ditetapkan dengan Undang-Undang”.

Hal ini berarti bahwa kedudukan para hakim harus dijamin

oleh Undang-Undang. Salah satu ciri Negara hukum terdapat suatu

kemerdekaan hakim yang bebas, tidak memihak dan tidak

dipengaruhi oleh kekuasaan Legislatif dan Eksekutif .Kebebasan

hakim tersebut tidak sewenang-wenang terhadap suatu perkara

yang sedang ditanganinya.

Hakim berbeda dengan pejabat- pejabat yang lain, ia harus

benar-benar menguasai hukum, bukan sekedar mengandalkan

40

Andi HAmzah, KUHP dan KUHAP , (Bandung: Rineka Cipta, 2016), h. 230 41

Pasal 1 ayat (9) KUHAP

Page 31: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

21

kejujuran dan kemauan baiknya. Wirjono Prodjodikoro

berpendapat bahwa:

“Perbedaan antara pengadilan dan instansi-instansi lain

ialah, bahwa pengadilan dalam melakukan tugasnya sehari-hari

selalu secara positif dan aktif memperhatikan dan melaksanakan

macam-macam peraturan hukum yang berlaku dalam suatu Negara.

Di bidang hukum pidana hakim bertugas menerapkan apa in

concreto ada oleh seorang terdakwa dilakukan suatu perbuatan

melanggar hukum pidana. Untuk menetapkan ini oleh hakim harus

dinyatakan secara tepat Hukum Pidana yang mana telah

dilanggar.”42

Dalam pemeriksaan di sidang pengadilan, hakim yang

memimpin jalannya persidangan harus aktif bertanya dan memberi

kesempatan kepada pihak terdakwa yang diwakili oleh penasihat

hukumnya untuk bertanya kepada saksi-saksi, begitu pula kepada

penuntut umum. Dengan demikian diharapkan kebenaran materil

akan terungkap, dan hakimlah yang bertanggung jawab atas segala

yang diputuskannya.

Masalah kebebasan hakim perlu dihubungkan dengan

masalah bagaimana hakim dapat menemukan hukum berdasarkan

keyakinannya dalam menangani suatu perkara. Kebebasan hakim

dalam menemukan hukum tidaklah berarti ia menciptakan hukum.

Tetapi untuk menemukan hukum, hakim dapat bercermin pada

yurisprudensi dan pendapat ahli hukum terkenal yang biasa disebut

dengan doktrin.

3) Tindak Pidana Korupsi

Sebelum mmbahas tindak pidana korupsi, terlebih dahulu

perlu diketahui pengertian dari tindak pidana.Tindak pidana

merupakan tindakan yang tidak hanya dirumuskan oleh Kitab

42

Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum pidana di Indonesia, (Bandung: Refika

Aditama, 2003), h. 26-27.

Page 32: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

22

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sebagai kejahatan atau

tindak pidana.43

Suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai tindak pidana

apabila memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:

1. Subyek

2. Kesalahan

3. Bersifat melawan hukum (dari tindakan)

4. Suatu tindakan yang dilarang atau diharuskan oleh

undangundang/perundangan dan terhadap pelanggarnya

diancam dengan pidana

5. Waktu, tempat, dan keadaan (unsur obyektif lainnya)44

Dari kelima unsur tersebut dikategrikan menjadi dua unsur

yaitu subyektif dan obyektif.Yang termasuk unsur subyektif

ialah subyek dan kesalahan sedangkan yang termasuk unsur

obyekti adalah sifat melawan hukum, tindakan yang dilarang

serta serta diancam dengan pidana oleh undang-undang dan

faktor-faktor obyektif lainnya.Kelima unsur terbeut harus ada

dalam suatu tindak pidana.

Tindak Pidana Korupsi adalah suatu tindak pidana yang

dengan penyuapan manipulasi dan perbuatan-perbuatan

melawan hukum yang merugikan atau dapat merugikan

keuangan negara atau perekonomian negara, merugikan

kesejahteraan atau kepentingan rakyat/umum. Perbuatan yang

merugikan keuangan atau perekonomian negara adalah korupsi

dibidang materil, sedangkan korupsi dibidang politik dapat

terwujud berupa memanipulasi pemungutan suara dengan cara

penyuapan, intimidasi paksaan dan atau campur tangan yang

mempengaruhi kebebasan memilih komersiliasi pemungutan

43

S.R Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, (Jakarta:

Storia Grafika 2002, cet. 3), h. 204 44

Adam chazawi, Pelajaran Hukum Pidana bagian 1, ( Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada 2002), h. 211

Page 33: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

23

suara pada lembaga legislatif atau pada keputusan yang

bersifat administratif dibidang pelaksanaan pemerintah.45

Secara etimologis, korupsi berasal dari bahasa Latin yaitu

corruption atau corruptus, dan istilah bahasa Latin yang lebih

tua dipakai istilah corumpere. Dari bahasa Latin itulah turun

keberbagai bahasa bangsa-bangsa di Eropa seperti Inggris:

corruption, Prancis: corruption, dan Belanda corruptive dan

korruptie, yang kemudian turun kedalam bahasa Indonesia

menjadi Korupsi. Arti harafiah dari kata itu ialah kebusukan,

keburukan, kebejatan, ketidak jujuran, dapat disuap, tidak

bermoral, penyimpangan dari kesucian.46

E. Tinjauan Kajian Terdahulu

Penulis telah menemukan beberapa Judul penelitian sebelumnya

pernah ditulis dan berkaitan dengan judul skripsi yang akan diteliti saat ini.

Dari beberapa penelitian yang telah ada sebelumnya penelitian memeliki

berbagai perbedaan antara judul, pokok permasalahan seta sudut pandang

dengan skripsi yang akan di teliti. Sehingga, tidak ada unsur-unsur

kesamaan dalam penulisan skripsi ini.

Adapun penelitian terdahulu yang telah ada sebagai berikut :

No Identitas/Judul Substansi Pembeda

45

http://sitimaryamnia.blogspot.com/2012/02/pengertian-tindak-pidana-korupsi.html

diunggah oleh Siti maryam SH., MH. Diakses pada tanggal 12 oktober 2013 pukul 18.00 WIB 46

Andy Hamzah, Korupsi Di Indonesia Masalah Dan Pemecahannya, (Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama 1991), h. 7

Page 34: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

24

1. Skripsi,Atika

Wirastami

Judul: Disparitas

Putusan Hakim

Dalam Tindak

pidana Korupsi

(Studi Kasus

Dalam Putusan

Nomor:

01/PID.TIPIKOR/

2013/PN.KDI,

Nomor:

03/PID.TIPIKOR/

2013/PN.KDI,

Dan Nomor:

21/PID.TIPIKOR/

2012/PN.KDI)

Menjelaskan

Disparitas tentang

putusan Hakim dalam

korupsi

Skripsi penulis mengenai

tentang Judicial Integritas

Hakim nya mengenai analisis

putusan

2 Skripsi, Akhmad

Judul: Tinjauan

Yuridis Terhadap

Disparitas Pidana

Dalam Perkara

Tindak Pidana

Korupsi

Penelitian ini

bertujuan untuk

mengetahui indikasi

disparitas pidana

dalam perkara tindak

pidana korupsi dan

penyebab disparitas

pidana dalam perkara

tindak pidana

korupsi.

Skripsi penulis mengenai

tentang Judicial Integritas

Hakim nya mengenai analisis

putusan

F. Metode Penelitian

1. Teknik Penelitian

Metode yang akan di pergunakan dalam penelitian ini, termasuk

dalam penelitian putusan dan kepustakaan (Library Research), yakni

mendefinisikan secara sistematis dan melakukan analisis terhadap

dokumen-dokumen yang memuat informasi yang berkaitan dengan

tema, objek, dan masalah dalam suatu penelitian.

2. Jenis Penelitian

Adapun jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini

menggunakan jenis penelitian yang memfokuskan untuk mengkaji

Page 35: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

25

penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma di dalam hukum positif.47

Penelitian ini normatif karena dalam hal ini penelitian tentang Judicial

Integrity Hakim dalam tindak pidana korupsi dengan penelitian hukum

kepustakaan yang merupakan data dasar yang dalam penelitian

digolongkan sebagai data sekunder. Penelitian ini dilakukan melalui

pendekatan normatif, yuridis yang mempunyai pengertian bahwa

penelitian ini didasarkan pada Undang-undang.literatur yang ada baik

melalui putusan hakim, buku, catatan, artikel-artikel di internet,

majalah atau jurnal ilmiah maupun hasil penelitian terdahulu.

Menurut Peter Mahmud Marzuki dalam bukunya yang berjudul

penelitian hukum berpendapat bahwa tidak diperlukannya istilah

penelitianhukum normatif. Alasannya karena istilah legal research

selalu Normatif, sama halnya dengan istilah yuridis – normatif yang

sebenarnya juga tidak dikenal dalam penelitian hukum. Dengan

pernyataan demikian sudah jelas bahwa penelitian tersebut bersifat

normatif, hanya saja pendekatan dan bahan-bahan yang digunakan

harus dikemukakan.48

3. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan Statue Approach yang

mana akan melakukan pendekatan terhadap Undang-Undang yang

terkait. Pendekatan studi kasus bertujuan untuk mempelajari norma-

norma atau kaidah hukum yang dilakukan dalam praktik

hukum.Terutama mengenai kasus-kasusyang telah diputus

sebagaimana yang dapat kita lihat dalm yurisprudensi terhadap suatu

perkara-perkara yang menjadi fokus penelitian, yaitu perkara pidana.49

Pendekatan doktrinal merupakan penelitian yang memandang hukum

sebagai doktrin atau seperangkat aturan yang bersifat normatif atau

bisa juga dikatakan sebagai penelitian kepustakaan (library research).

47

Johny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang:

Bayumedia Publishing,2006), h., 295. 48

Peter Mahmud marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: kencana, 2011), h.47 49

Johny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, h., 321

Page 36: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

26

Pendekatan ini dilakukan melalui upaya pengkajian atau penelitian

hukum kepustakaan.Penelitian Ini dilakukan dengan pendekatan

Kualitatif dimana peneliti membahas masalah ini melalui Undang-

Undang.50

4. Data Penelitian

a. Sumber Bahan Hukum

Adapun dua sumber data yang digunakan di dalam penelitian,

antara lain:

1) Bahan Hukum Primer antara lain: Al quran, Undang-Undang

Tipikor, KUHP, KUHAP, Undang-Undang Nomor 48

Tentang Kekuasaan Kehakiman. Undang-Undang Nomor 19

Tahun 2019 tentang KPK, Undang-Undang Nomor 30

Tahun 1999 jo Nomor 20 Tahun 2001 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Amar Putusan.

2) Bahan Hukum Sekunder

Data sekunder ini akan diperoleh dari penelitian kepustakaan

yang berupa bahan-bahan hukum digunakan dalam skripsi

ini yaitu jurnal, artikel-artikel serta dari dokumen-dokumen

yang berupa catatan formal dan dengan menelaah beberapa

literature baik berupa buku-buku, dokumen-dokumen atau

diktat yang ada pada redaksi. Hasil penelitian yang berwujud

laporan, buku harian, dan seterusnya.

5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Dalam penelitian ini, pengolahan data yang digunakan adalah

metode kualitatif, yakni dengan cara mengumpulkan data sebanyak-

banyaknya kemudian diolah menjadi satu kesatuan data untuk

mendeskripsikan permasalahan yang akan dibahas dengan mengambil

materi-materi yang relevan dengan permasalahan, lalu dikomparasikan

50

Khuzaifah Dimyati, Kelik Wardiono, Metode Penelitian Hukum, (Surakarta: Fakultas

HUkum UMS), h. 7.

Page 37: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

27

yaitu dari data primer dan sumber data sekunder. Sumber-sumber data

tersebut diklarifikasikan untuk memudahkan dalam menganalisa.

6. Analisa Bahan Hukum

Metode analisa data dalam penelitian ini adalah metode Yuridis-

Normatif.Penelitian yang menggunakan yuridis-normatif yang

merupakan penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum

yang terdapat didalam peraturan perundang-undangan dan putusan

pengadilan.

G. Metode Penulisan dan Sistematika Penelitian

Secara teknis penulisan skripsi ini berpedoman pada buku

“Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah Dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta Tahun 2017”.

Sistematika penulisan disajikan untuk memudahkan pembaca dalam

memahami materi yang akan dibawa selanjutnya di dalam proposal ini.

Dengan adanya sistematika ini diharapkan pembaca dapat mengetahui

secara garis besar isi proposal ini.

Didalam penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab, dimana masing-

masing bab terdiri dari sub-sub bahasan dilakukan guna untuk

memudahkan penulisan dan untuk mendapatkan gambaran yang jelas

mengenai materi pokok penulisan serta memudahkan para pembaca dalam

memahami dn urutan penulisan skripsi ini.

Adapun Pembahasannya sebagai berikut:

Pertama, Pada bagian ini, merupakan pendahuluan mengenai

Gambaran secara kesuluruhan skripsi seperti yang terdapat didalam latar

belakang masalah yang menjadi pokok masalah, identifikasi

masalah,pembatasan masalah, dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian yang ingin dicapai dari penulisan skripsi ini, kemudian yaitu

merumuskan metode yang digunakan dan sistematika Penelitian agar

penulisan skripsi ini lebih terarah.

Kedua, pada bagia ini merupakan Tinjauan Umum tentang disparitas

Page 38: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

28

tindak pidana korupsi dan Integritas Hakim dalam Memutuskan suatu

putusan.penulis menguraikan tentang teori dasar pertimbangan hakim,

yang terdiri dari: tentang teori dasar mengenai integritas dan independensi

hakim menurut hukum islam dan positif

Ketiga,Pada bagian BAB III ini, penulis merumuskan Disparitas

Putusan Hakim Dalam Tindak pidana Korupsi, yang terdiri dari:

Pengertian disparitas, penyebab terjadinya disparitas, Dampak Disparitas,

Tinjauan Umum tentang putusan hakim, Bentuk putusan pengadilan,

proses pengambilan putusan oleh hakim tipikor dan teori-teori penjatuhan

tipikor

Keempat, Pada ini penulis akan memuat analisisDisparitas Putusan

Hakim Tindak Pidana Korupsi Nomor: 4/Pid.Sus-TPK/2017/PN.Pbr dan

analisis putusan Hakim Tindak Pidana Korupsi Nomor: 51/Pid.sus-

TPK/2016/PN.pbr yang terdiri dari: Kedudukan Hukum, Pertimbangan

Hakim dan Analisa Putusan 4/Pid.Sus-TPK/2017/PN.Pbr dan analisis

Nomor: 51/Pid.sus-TPK/2016/PN.pbr serta analisis Judicial

integrityHakim dalam tindak Pidana Hukum Positif dan Islam.

Kelima, Pada terakhir ini memuat kesimpulan yang diperoleh dari

teori-teori yang menggambarkan secara keseluruhan pokok permasalahan

yang telah dibahas untuk ditarik kesimpulannya, dalam bab ini juga

mencakup saran-saran dari penulis atas permasalahan yang ditelitisehingga

tercapai upaya untuk mencapai tujuana dari yang dilakukan.

Page 39: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

30

BAB II

INTEGRITAS DAN INDEPEDENSI HAKIM TINDAK PIDANA KORUPSI

A. Integritas Hakim

Hakim merupakan sebuah profesi yang terhormat dan mulia.Seorang

Hakim itu memeiliki kewenangan untuk memberi kata putus untuk

mengakhiri suatu permasalahan hukum atau sebuah sengketa yang sedang

dihadapi oleh seorang Hakim, serta menilai sebuah Informasi yang

disampaikan oleh berbagai pihak dan memeriksa bukti-bukti yang sudah ada.51

Didalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang

Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan bahwa peradilan dialkukan: “Demi

Keadilan berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa”. Ini menunjukkan betapa

sebuah putusan pengadilan tidak saja harus dapat dipertanggungjawabkan

secara rasio, melainkan dengan harmonis dengan keadilan dari sang pencipta.

Integritas dalam diri seorang Hakim, merupakan salah satu kode etik dan

perilaku hakim sedunia yang disepakati dalam The Bangalore Principles of

Judicial Conduct (Konferensi Peradilan Internasional di Bangalore, India pada

Tahun 2011).Hal tersebut sangat mutlak dimiliki seorang Hakim sebagai kunci

utama untuk membuka pintu-pintu keadilan bagi masyarakat sebagaimana

yang dijanjikan UUD 1945.Namun saat ini Hakim Indonesia sedang krisis

integritas, dapat terlihat dari banyaknya pelanggaran pedoman Perilaku

Hakim.52

Integritas hakim yang kian merosot, dibuktikan oleh laporan akhir tahun

2016 Komisi Yudisial. Dalam laporan Komisi Yudisial diungkapkan bahwa

terdapat 1.682 laporan dan 1.899 surat tembusan laporan masyarakat terkait

pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh hakim-hakim Indonesia sepanjang

tahun 2016. Jumlah data tersebut tidak jauh berbeda dengan data tahun-tahun

sebelumnya. Dengan demikian, sejauh ini belum ada perbaikan secara

signifikan atas perilaku sang penegak hukum negeri ini. Karenanya, krisis

51

J.E. Sahetapy, Runtuhnya Etika Hukum,(Jakarta:Kompas, 2009), h.136 52

Halimah, siti, 2017. Integritas Hakim Indonesia, Adalah Buletin Hukum & Keadilan,

Vol. 1, No. 8, Februari, h. 1.

Page 40: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

31

integritas hakim Indonesia tidak dapat lagi dianggap sepele, melainkan telah

memasuki tahap yang memprihatinkan. Tanpa integritas yang tinggi, seorang

hakim akan memutus perkara tidak berdasarkan keadilan, sehingga

masyarakat tidak tahu lagi kemana mereka akan mencari keadilan, sebagai

cita-cita bersama yang termuat dalam konstitusi untuk membangun negara

yang ideal.53

Integritas bermakna sikap dan kepribadian yang utuh, berwibawa, jujur,

dan tidak tergoyahkan. Integritas pun hakikatnya terwujud pada sikap setia

dan tangguh berpegang pada nilai-nilai atau norma-norma yang berlaku dalam

melaksanakan tugas. Integritas tinggi akan mendorong terbentuknya pribadi

yang berani menolak godaan dan segala bentuk intervensi, dengan

mengendapkan tuntutan hati untuk menegakkan kebenaran dan keadilan, serta

selalu berusaha melakukan tugas dengan cara-cara terbaik untuk mencapai

tujuan yang terbaik.54

Adapun secara bahasa, integritas berarti kejujuran, ketulusan Hati,

Keutuhan, Konsistensi, keterpercayaan/akuntabilitas, dan sikap bersih.55

Secara terminologi integritas menunjuk pada satunya kata, dan perbuatan

untuk bertindak konsisten sesuai dengan nilai-nilai yang dianut oleh

masyarakat atau kode etik profesi.Integritas menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia, Pengertian Integritas adalah mutu, sifat dan keadaan yang

menggambarkan kesatuan yang utuh, sehingga memiliki potesi dan

kemampuan kewibawaan dan kejujuran.

Dengan adanya fenomena penegakkan hukum yang semakin

memprihatinkan di era reformasi ini tak sepenuhnaya

mengeherankan.Sebagaimana yang dikatakan Denny Indrayan, apabila

benteng peradilan bebas dari korupsi. Maka penyimpangan kuasa yang

dilakukan oleh pejabat eksekutif dan legislatif akan dapat dijatuhi secara

maksimal. Akan tetapi, manakala korupsi itu sendiri menggerogoti lembaga

53Halimah, siti, 2017. Integritas Hakim Indonesia, Adalah Buletin Hukum & Keadilan,

Vol. 1, No. 8, Februari , h. 2. 54

Jurnal kode etik hakim 55

John M. Echols dan hasan Shadily, kamus Inggris Indonesia, (Jakarta:Gramedia, 2000),

h. 326.

Page 41: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

32

peradilan pemberantasan korupsi sudah pasti akan mandul.56

Integritas yang kokoh yang dimiliki seorang Hakim ialah sesuatu yang

tidak akan bisa ditawar lagi. Suatu Conditio sine qua non bagi terciptanya

tujuan dan kelangsungan hidup negara Indonesia sebagai negara hukum.

Sebagaimana dikatakan Eugen Ehrlic, keadilan dalam jangka panjang hanya

akan terjamin, jika kita memiliki hakim yang berintegritas. Hakim yang

berintegritas merupakan Hakim yang tidak menerima suap yang tidak

menggunakan kekuasaannya untuk mencari keuntungan pribadi. Saat ini

memang dibutuhkan hakim yang tidak saja harus memiliki kecakapan hukum

yang mengampuni, namun juga bersedia untuk tetap netral, objektif dan adil,

sehingga kehakiman ini benar-benar berfungsi sebagi pilar demokrasi.57

Kode perilaku hakim merupakan panduan moral seorang hakim haruslah

benar-benar dipahami oleh para hakim sebagai landasan sikap dan tindakan

dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.Sanksi tegas yang mengawal kinerja

hakim harus benar-benar diimplementasikan saat terjadi pelanggaran kode etik

yang serius.

Terkait dengan kode etik seorang hakim yang terdapat dalam putusan

bersama Ketua Mahkamah Agung RI dan Ketua Komisi Yudisial RI Nomor:

047/KMA/SK/IV/2009 Dan 02/SKB/P.KY/IV/2009 Tentang Kode etik

Hakim yaitu:

a) Berperilaku Adil

Adil bermakna yaitu menempatkan sesuatu pada Tempatnya dan

memberikan yang menjadi haknya, yang didasarkan pada suatu prinsip bahwa

semua orang sama kedudukan nya di depan hukum. Dengan demikian,

tuntutan yang paling mendasar dari keadilan adalah memberikan perlakuan

dan memberikan kesempatan yang sama (Equality and Fairness) terhadap

setiap orang.

b) Berperilaku jujur

56

Denny Indrayana, Negeri Para Mafioso: Hukum Di sarang Korupto, (Jakrta: Penerbit

Kompas, 2008), h. 149. 57

Jeremy Pope, Strategi Memberantas Korupsi: Elemen Sistem Integritas Nasiona,

(Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003), h. 133.

Page 42: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

33

Kejujuran bermakna dapat dan berani menyatakan bahwa yang benar

adalah benar dan yang salah adalah salah.Kejujuran mendorong terbentuknya

pribadi yang ikut dan mengakibatkan kesadaran dan hakikat yang hak dan

yang batil.

c) Berperilaku Arif dan Bijaksana

memiliki makna mampu bertindak sesuai dengan norma-norma yang hidup

didalam masyarakat, baik norma-norma hukum, norma-norma keagamaan,

kebiasaan dan kesusilaan.

d) Bersikap Mandiri

Mandiri memiliki makna bertindak sendiri tanpa bantuan pihal lain, bebas

dari campur tangan siapapunatau dari pengaruh apapun. hakim harus

menjalankan fungsi dari peradilan itu bebas dari tekanan orang lain dan

bujukan orang lain dari pihak manapun

e) Berintegritas Tinggi

Integritas memiliki makna sikap dan kepribadian yang utuh, jujur dan

berwibawa. Integritas tinggi akan mendorong terbentuknya pribadi yang

berani menolak godaan atau bentuk segala intervensi manapun. Harus

mengedepankan hati nurani untuk menegakkan kebenran.

hakim dilarang melakukan tawar-menawar putusan, menunda eksekusi,

atau menunjuk advokat tertentu didalam menangani suatu perkara

dipengadilan, kecuali ditentukan oleh Undang-undang.Hakim pun dilarang

mengadili suatu perkara apabila memiliki hubungan keluaraga, hubungan

pertemanan yang akrab, hubungan kelompok masyarakat, hubungan organisasi

dan hubungan partai politik.

f) Bertanggung Jawab

Bertanggung jawab memiliki makna kesdiaan dan keberanian untuk

melaksanakan sebaik-baiknaya segala sesuatu yang sudah menjadi wewenang

dan tugasnya.Hakim dilarang mengungkapkan informasi yang sudah bersifat

Page 43: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

34

rahasia, serta dilarang menyalahgunakan jabatan atau kepentingan nya untuk

pribadi ataupun keluarga.58

g) Menjunjung Tinggi Harga Diri

Harga diri mempunyai makna bahwa didalam diri manusia sudat melekat

martabat dan kehormatan yang harus dipertahankan serta dijunjung tinggi oleh

setiap orang.Didalam prinsip menjunjung tinggi harga diri, khususnya hakim,

akan mendorong dan membentuk pribadi yang kuat sehingga terbentuk pribadi

yang senantiasa menjaga kehormatan serta martabat sebagai aparatur

pengadilan.

h) Berdisiplin tinggi

Disiplin memiliki makna yaitu ketaatan pada norma atau kaidah ang

diyakini sebagai panggilan luhur.untuk dapat mengemban Amanah.Disiplin

Tinggi akan mendorong terbentuknya pribadi yang tertib didalam menjalankan

Tugas, ikhlas di dalam pengabdian serta tidak menyalahgunakan amanah yang

sudah dipercayakan atau yag sudah diberikan kepadanya.59

i) Berperilaku Rendah Hati

Rendah hati memiliki makna kesadaran dan keterbatasan kemampuan diri,

jauh dari kesempurnaan dan terhindar dari setiap bentuk keangkuhan atau

kesombongan.Rendah hati juga menumbuhkan sikap realistis, mau membuka

diri untuk terus belajar, serta megahargai pendapat orang lainmewujudkan

kesedehanaan penuh rasa syukur dan ikhlas dalam mengemban tugas. Sebagai

hakim harus melaksanakan pekerjaan sebagai sebuah pengabdian yang

tulus.Hakim tidak boleh bersikap atau bertingkah laku atau melakukan

tindakan mencari popularitas, penghargaan serta sanjungan dari siapapun.

j) Bersikap professional

Professional memiliki makna Suatu sikap moral yang dilandasi oleh tekad

untuk melaksanakan suatu pekerjaan yang dipilihnya dengan kesungguhan

yang didukung atas dasar pengetahuan, wawasan dan keterampilan. Sikap

58

Sutrisno dan yulianingsih wiwin, Etika Profesi Hukum, (Surabaya: Andi Offset, 2016),

h. 293-294. 59

Agus Santoso, Hukum Moral dan Keadilan sebuah Kajian Filsafat Hukum, (Jakarta:

Prenademia Group, 2012), h. 103.

Page 44: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

35

profesional akan mendorong terbentuknya pribadi yang senantisa menjaga dan

mempertahankan mutu suatu pekerjaan, serta berusaha untuk meningkatkan

pengetahuan sehingga tercapai mutu hasil dari pekerjaan.60

B. Independensi Hakim Dalam Tindak Pidana Korupsi

Independensi dapat diartikan sebagai bebas dari pengaruh eksekutif

maupun dari segala kekuasaan negara lainnya (Legislatif ataupun Yudikatif)

serta kebebasan dari paksaan, directif atau rekomendasi yang datang dari

pihak-pihak extra judisiil, kecuali dalam hal-hal yang diizinkan Undang-

Undang. Kebebasan hakim juga diartikan sebagai kemandirian atau

kemerdekaan, namun dalam arti adanya kebebasan penuh dan tidak adanya

intervensi didalam kekuasaan kehakiman.Kebebasan kehakiman juga

didasarkan oleh kemandirian dan kekuasaan kehakiman diindonesia.61

Independensi Hakim sebagai salah satu karakteristik negara

hukum.Namun independensi menyebabkan sebagian hakim memiliki proteksi

untuk menyalahgunakan kekuasaan. Penegakkan supermasi hukum yang

menjadi salah satu amanat terformasi hingga saat ini dalam proses

sebagaimana yang diharapkan oleh semua pihak. Hal ini terjadi dalam

mengingat dalam kurun waktu tiga puluh tahun terakhir akibat sistem

kekuasaan yang represif telah mengakibatkan wajah hukum dan praktik

pengadilan di Indonesia menjadi tidak sehat.

Tentu ini menjadi tugas berat bagi jajaran kekuasaan kehakiman untuk

membangun kembali citra peradilan menjadi bermartabat dan lebih dihormati

oleh masyarakat.Terlepas dari kekurangan yang ada, terjadinya kekurang

percayaan publik terhadap lembaga peradilan tercermin dari banyaknya kritik

dan berbagai bentuk ketidakpuasan masyarakat. Tentu pasti yang akan

menjadi sorotan terkaitan dengan masalah penegakkan hukum ini salah

satunya yaitu aparat di peradilan (Hakim).

Hakim merupakan salah satu anggota dari catur wangsa penegak hukum di

60

Wildan Suyuthi musthafa, Kode Etik Hakim, (Jakarta:Prenademia Group, 2013), h.

161-162. 61

Hertoni Marscellino, Independensi Hakim dalam Mencari Kebenaran Materiil, Lex

crimen, vol.V, Januari 2016, no 1.

Page 45: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

36

Indonesia.Sebagai penegak hukum, hakim mempunyai tugas pokok di bidang

Judicial, Yaitu menerima, memeriksa, memutuskan, dan menyelesaikan setiap

perkara yang sudah diajukan kepadanya.Dengan memiliki tugas seperti itu,

maka dapat dikatakan bahwa hakim merupakan pelaksana inti yang secara

fungsional melaksanakan kekuasaan kehakiman.Oleh Karena itu,

keberadaannya sangat penting dan determinan dalam menegakkan hukum

serta keadilan melalui putusan-putusannya.

Meskipun demikian, didalam praktik sering kali dijumpai oleh para

pencari keadilan merasa tidak puas dan kecewa terhadap kinerja hakim yang

dianggap tidak bersikap mandiri dan kurang professional.Memang tidak

mudah bagi hakim untuk membuat putusan, karena idealnya putusan harus

memuat ide-iderecht yang meliputi tiga unsur yaitu Keadilan (Gerechtigheid),

Kepastian Hukum (Rechtszekerheid), dan Kemanfaatan

(Zwechrmassigheid).Ketiga unsur tersebut seharusnya oleh Hakim

dipertimbangkan dan diterapkan secara proporsional, sehingga pada gilirannya

dapat dan memenuh hasilkan putusan yang berkualitas dan memenuhi harapan

para pencari keadilan.62

Mochtar Kusumaatmadja, mengemukakan bahwa hakim dalam memeriksa

dan memutus perkara, bebas dari campur tangan masyarakat, eksekutif

maupun legislatif. Dengan kebebasan yang sedemikian itu, diharapkan hakim

dapat mengambil keputusan yang berdasarkan hukum yang berlaku dan juga

berdasarkan keyakinannya yang seadil-adilnya serta memberikan manfaat bagi

masyarakat.63

Dengan sedemikian itu, maka hukum dan badan pengadilan akan dapat

berfungsi sebagai penggerak masyarakat dalam pembangunan hukum dan

pembinaan yang tertib hukum. Di dalam implementasinya terkadang tidak

mudah untuk bersinergikan ketiga unsur tersebut, terutama antara unsur

keadilan dan kepastian bisa saja saling bertentangan.

62

Danang widoyoko,Menyingakp Tabir Mafia Keadilan, (Jakarta: ICW 2008), h. 24. 63

Muchtar Kusumaatmadja, Fungsi dan Perkembangan Hukum Dalam Pembangunan

Nasiona, Lembaga Penelitian hukum fakultas Hukum Universitas Padjajaran, (Bandung: Penerbit

Bina Cipta, 1986), h. 319-320.

Page 46: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

37

Didalam berbagai doktrin ajaran hukum dari para ahli hukum dan ajaran

Islam sendiri, tampaknya lebih ditekankan pada aspek keadilan dalam

menjatuhkan putusan. Adapun beberapa pendapat ahli hukum dikemukakan

yaitu:

a. Thomas Aquinas menyatakan bahwa esensi hukum adalah keadilan, oleh

karena itu hukum harus mengandung keadilan, hukum yang tidak adil

bukanlah hukum itu sendiri.

b. Bismar Siregar menyatakan bahwa hakim wajib menafsirkan undang-

undang berfungsi sebagai hukum yang hidup (living law), karena hakim

tidak semata-mata menegakkan aturan formal, tetapi harus menemukan

keadilan yang hidup di tengah-tengah masyarakat.

C. Integritas dan Independensi Hakim Dalam Pandangan Hukum Islam

Didalam pengertian integritas secara bahasa yaitu berarti kejujuran,

ketulusan hati dan keutuhan.64

Namun didalam bahasa Arab, integritas

memiliki arti istiqamah (Konsisten), amanah (Kepercayaan), keselamatan dan

kesempurnaan.65

Nilai-nilai Integritas merupakan bagian utama dari Islam. Hal ini sebagaimana

yang terdapat dari Hadis Nabi: “Sungguh aku diutus hanya untuk

menyempurnakan Akhlak”. Dalam Hadis lain Nabi pernah ditanya “apa itu

agama?” jawab Nabi: “Agama adalah interaksi sosial yang baik.”

Bahkan di dalam QS.Surat Al-Anbiyaa Ayat 107 Allah SWT Berfirman:

وما أرسلناك إلا رحة للعالمي

Artinya: Dan tidaklah Kami mengutus kamu melainkan untuk menjadi

rahmat bagi semesta alam.

Yang disebutkan bahwa Islam adalah Agama yang rahmat bagi semesta

alam (Rahmatan lil-alamin). Seseorang baru bisa dikatakan Muslim yang

64

John M echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia,

2000), h. 326. 65

Al-ba‟albaki, Munir, al-Maurid al- Muyassar, (Qamuz Inklizi-„Arab, kairo: Dar al-

„Ilmi li al-Malayin, 1979), h. 250

Page 47: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

38

sesungguhnya, berdasarkan ayat tersebut rahmat bagi manusia sikapnya

berintegritas, sehingga bukan saja ia menjadi rahmat bagi masyarakat muslim,

melainkan juga non muslim. Bukan saja ia menjadi rahamat bagi manusia,

melainkan juga sebagai lingkungan hidup termasuk hewan, tumbuhandan

bumi. Karena itu, Nilai-nilai integritas pun telah menjadi bagian dari yang

diajarkan di semua lembaga pendidikan Islam, bahan di lembaga pendidikan

yang sekuler di dunia Islam, dari sejak kelahiran pada Abad ke-7 hingga saat

ini. Salah satu khalifah Islam adalah Umar bin Khattab. Pada masanya,

kekuasaan yudikatif mulai dipisahkan dari kekuasaan eksekutif. Bahkan telah

diatur tata laksana Peradilan, antara lain dengan mengadakan penjara dan

pengangkatan sejumlah hakim untuk menyelesaikan sengketa antara anggota

masyarakat.

Umar Bin Khaṭṭab adalah salah seorang Khalifah yang sangat berjasa

dalam menancapkan sistem pemerintahan dan penyelenggraan peradilan

Islam.Pada masa pemerintahannya ditunjuk seseorang sebagai pejabat hakim

untuk melaksanakan tugas kekuasaan kehakiman.Di tangan hakim inilah

segala sengketa dan permasalahan atau perselisihan yang terjadi dalam

masyarakat.Umar Bin Khaṭṭab tidak hanya memberi pondasi dalam sistem

pemerintahan yang teorganisasi, tetapi juga sangat memperhatikan

pengawasan pelayanan publik dalam pemerintahannya.

Sebagaimana dalam Teks risalah Umar yang dikutip berikut ini merupakan

teks yang dijumpai dalam kitab al-Sunan karya al-Da>ruqut}niy pada bagian

Kitabual-„Aqd}iyah waal-Ahka>m, Bab Kita>bu„Umarbinal Khat}t}a>b

Rad}iyalla>hu„AnhuIla> Abi>Mu>sa>al-Asy‟ariy.66

Redaksinya adalah:

Artinya: Selanjutnya, bahwa peradilan merupakan kewajiban yang harus

diterapkan dan jalan baik yang perlu diikuti. Bila dihadapkan padamu suatu

persoalan maka fahamilah dengan baik, sebab bicara kebenaran yang tidak

ditindak lanjuti itu sia-sia. Perlakukanlah semua orang secara sama dimatamu,

66 Teks risalah ini dikutip dari riwayat yang terdapat pada kitab Sunan al-

Dar>uqutn}i>y(BabKitabuUmarRadhiyallahu„AnhuIlaAbiMusaal-Asy‟ariy,Nomor

4471).Lihat,Abu>al-HasanAliybinUmarbinAhmadbinMahdi>ybinMas‟u>dbinal-

Nu‟man>bin Dina>r> al-Bagda>di>y al-Daruqut}> niy, Sunanal-Daruqut}> niy>, Juz. 5 (Cet.I;

Beirut>: Mu‟assasatal-Risal>ah, 2004), h.367.

Page 48: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

39

atau dalam majelismu, atau dalam kacamata keadilanmu agar orang yang

lemah tidak putus asa mengharap keadlilan darimu, dan orang terhormat tidak

melecehkan hukumanmu. Pembuktian merupakan hak penggugat, dan sumpah

adalah hak orang yang ingkar (tergugat). Perdamaian adalah hal yang

dibolehkan antara sesama muslim, kecuali perdamaian yang menghalalkan

yang haram atau mengharamkan yang halal. Keputusan yang engkau ambil

kemarin lalu engkau renungkan kembali pada dirimu, dan engkau diberi

petunjuk untuk meninjau ulang kebenaran tersebut, maka lakukanlah sebab

kebenaran adalah suatu yang qadim, dan sesungguhnya kebenaran itu tidak

dapat dibatalkan oleh sesuatupun.Meralat suatu kebenaran lebih baik dari pada

menuruti kebatilan. Fahami dan fahami apa yang terbetik dalam sanubarimu

dari apa saja yang belum sampai kepadamu tentang Al-Qur‟an dan as-Sunnah.

Kenalilah persoalan yang sama dan yang serupa, kemudian qiyaskanlah pada

persoalan-persoalan lain. Bersandarlah pada yang paling dicintai Allah dan

yang paling dekat dengan kebenaran dalam pandanganmu. Berilah tempo bagi

penggugathingga ia bisa menghadirkan bukti sesuai haknya. Jika ia tidak

bisa, engkau dapat mengarahkan tuntutan kepadanya karena yang demikian

itu lebih nampak bagi yang tidak dapat melihat dan lebih mengena bagi orang

yang udzur. Orang muslim pada dasarnya saling berlaku adil satu sama lain,

kecuali yang pernah dijatuhi hukuman had atau terbukti memberi kesaksian

palsu, atau orang yang diduga punya hubungan kekerabatan dan semenda.

Sesungguhnya Allah mengambil alih kerahasiaan di antara kalian dan

membebaskan hukum atas kalian dengan adanya bukti dan

keterangan.67

Jangan gelisah (terburu-buru), membentak, atau menampakkan

ekspresi permusuhan di dalam ruang sidang sebagai tempat Allah

menempatkan pahala di dalamnya, dan memperbaiki orang yang dipilihnya.68

Sebab siapa saja yang berniat baik walau bagi dirinya sendiri Allah akan

mencukupkannya antara dirinya dan manusia, dan siapa saja yang berbuat

terhadap apapun yang diketahui Allah hanya untuk popularitas atau

67

Dulkasmi kasim, Relevansi Risalatul Al-Qada‟ umar terhadap etika Profesi hakim di

Indonesia. (Al-Mizan, vol. 12, No. 1, Juni 2016), h. 204.

Page 49: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

40

kepentingan manusia, niscaya Allah akan melaknatnya/memurkainya. Anda

tidak perlu khawatir terhadap pahala dari sisi Allah yang berada dalam

rezkinya yang tak terduga dan gudang rahmatNya yang luas?Semoga

keselamatan menyertaimu.

Risalah di atas merupakan surat khalifah Umar bin Khattab kepada

Abdullah bin Qais atau biasa dikenal dengan Abu Musa al- Asy‟ariy ketika

menjadi qadi di Kufah.69

Surat tersebut merupakan bentuk arahan dan

penjelasan Umar kepada Abu Musa terkait etikamenjadi seorang hakim

dalam menjalankan tugas dan fungsinya di tengah masyarakat sebagai

pengadil dan penegak hukum.

Di antara poin-poin penting yang dapat dirumuskan dari isi teks surat

tersebut adalah:

1. Peradilan merupakan kewajiban dan tuntunan yang baik untuk dituruti

2. Hakim harus siap menjadi pendengar yang baik dan memahami persoalan

yang diajukan kepadanya.

3. Hakim harus menempatkan kedua pihak yang berperkara secara setara.

4. Hakim harus memberi kesempatan kepada masing-masing yang berperkara

untuk menjalankan haknya. Penggugat berhak membuktikan gugatannya

dengan menghadirkan saksi atau barang bukti, dan tergugat berhak membela

diri dengan menghadirkan saksi dan mengambil sumpah.

5. Hakim harus menawarkan langkah perdamaian kepada kedua pihak yang

berperkara sebelum kasusnya diberi ketetapan hukum.

69

Terdapat perbedaan mengenai daerah tempat penobatannya sebagai qadhi saat itu,

Ibnu Khaldun mengatakan peristiwa itu ketika ia diangkat menjadi qadhi di Kufah. Sementara

Hasan Ibrahim Hasan mengatakan kejadian itu ketika ia diangkat sebagai qadhi di Basrah. Setelah

dilakukan penelitian, memang Abu Musa pernah ditugaskan sebagai qadhi di kedua wilayah

tersebut oleh Umar bin Khattab. Hal itu sesuai informasi yang terdapat dalam kitab Tarikh al-

Thabariy bahwa penduduk Kufah pernah meminta kepada Umar agar mengganti Ammar bin Yasir

dengan Abu Musa al- Asy‟ariy sebagai Gubernur Kufah, maka Umar pun melantiknya. Setelah

Abu Musa menjabat, penduduk Kufah kembali meminta agar Abu Musa dipecat karena anaknya

berdagang di tempat pencaharian mereka tanpa izin, maka ia pun dipecat dan dikirim

ke Basrah. Ahmad Sahnun, Risalatu al-Qada‟ Li Amir Khattab, (Maroko: Wizarat al-Auqf wa

al-Syu‟un al-Islam al-Mu‟minin Umar bin al-iyyah, 1992), h. 75. Sebagai tambahan, Muhammad

al-Zuhailiy mengatakan bahwa Abdullah bin Qais Abu Musa al-Asy‟ariy juga pernah bertugas di

Yaman. Urutannya adalah menjadi Qadhi dan Wali di Kufah, kemudian Basrah, kemudian Yaman.

Lihat, Muhammad al-Zuhailiy, Tarikh al-Qada‟ fi al-Islam, h. 140.

Page 50: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

41

6. Hakim dibolehkan mengubah hasil putusannya yang terdahulu bila memang

merasa terdapat kekurangan atau kekeliruan di dalamnya.

7. Sebelum menjatuhkan putusan, hakim hendaknya melakukan kajian

mendalam atas kasus yang dihadapinya dengan menelusuri petunjuk yang

ada dalam sumber hukum Islam atau ijtihad para hakim dalam kasus yang

serupa.

8. Hakim harus mendasarkan pertimbangan putusannya pada hasil daya

berfikirnya sendiri tanpa terpengaruh atau larut dalam opini publik

(independen dan mandiri dalam putusan).

9. Hakim dibolehkan menunda jalannya sidang bila penggugat belum

merampungkan alat bukti dan saksi sampai batas waktu yang disepakati.

10. Hakim harus menganut prinsip asas praduga tak bersalah dan keadilan yang

merata bagi kedua pihak yang berperkara, kecuali bila ada dalil lain.

11. Pertimbangan hakim didasarkan pada bukti-bukti fisik dan keterangan yang

ada di persidangan saja.

12. Hakim harus memastikan dirinya berada dalam kondisi psikologis yang

kondusif, tenang, tidak emosional, atau menampakkan ekpresi permusuhan

pada terdakwa dalam ruang sidang.

13. Niat hakim harus tulus dan ikhlas demi meraih kebenaran dan keadilan di

bawah ridha Allah, bukan untuk meraih popularitas atau mendapat simpati.

14. Kesejahteraan seorang hakim harus dijamin oleh Negara sehingga ia tidak

dihantui dengan persoalan kebutuhan hidup, atau bahkan mudah dirayu oleh

pihak yang berperkara dengan iming-iming kemudahan dan kemewahan

hidup.

Keempat belas poin di atas meliputi seluruh tugas seorang hakim, serta

petunjuk-petunjuk yang berguna bagi sang hakim dalam menjalankan

profesinya, termasuk penghormatannya kepada sikap hakim dan

penghargaannya pada prosedur kehakiman. Menurut Abdul Manan, rangkuman

pesan Umar dalam semua risalahnya kepada para hakim adalah:

1. Urgensi dan kebutuhan umat akan lembaga hukum.

Page 51: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

42

2. Pentingnya hakim memahami pokok-pokok perselisihan.

3. Ketegasan seorang hakim menjalankan dan menyampaikan putusannya.

4. Kesamaan posisi antara pihak yang berselisih di mata hukum dan hakim.

5. Adanya beban pembuktian dalam penyidikan perkara.

6. Mengadakan usaha perdamaian.

7. Memperbaiki putusan yang salah.

8. Pengetahuan akan hukum dan kemampuan hakim menerapkan hukum

lewat jalan ijtihad dan qiyas.

9. Penangguhan proses pengadilan.

10. Kejujuran saksi.

11. Pembebasan dari dakwaan bagi tertuduh.

12. Kesabaran hakim dan pentingnya berfikiran dingin.

13. Kesetiaan dan kesucian niat sebagai hakim.

14. Motivasi dan pahala yang besar bagi hakim yang jujur.70

Memang, secara historis surat Umar kepada Abu Musa di atas bukanlah satu-

satunya yang pernah ditulis dan dikirim Umar kepada para hakim di masanya.

Tercatat beberapa surat lainnya juga beliau kirimkan kepada qadi yang lain dan

para pegawai dan Gubernurnya saat itu.71

Beliau pernah juga mengirim surat

kepada Abu Musa al-Asy‟ari tentang prinsip hukum acara peradilan; juga surat

Umar kepada Abu „Ubaidah bin Jarrah yang berisi saran dan dukungan agar ia

berkualitas dalam menjalankan tugas sebagai hakim; surat Umar kepada

Mu‟awiyah bin Abi Sufyan yang berisi instruksi-instruksi yang berkaitan dengan

hukum dan masalah administrasi pemerintahan; surat Umar kepada Qadi Syuraih

bin al-Haris al-Kindi yang berisi tentang etika hakim dalam menjatuhkan putusan;

serta surat edaran yang ditujukan kepada para Hakim dan Gubernur sebagai

bentuk quality control atas kinerja mereka.72

70

Abdul Manan, Etika Hakim Dalam Penyelenggaraan Peradilan; Suatu Kajian Dalam

Sistem Peradilan Islam, h. 95-10. 71

Lebih lengkap mengenai koleksi surat dan tulisan Umar kepada para pejabat dan qadi

yang dilantik di masanya, lihat: Muhammad al-Zuhailiy, Tarikh al-Qada ‟, h. 109-117. 72

Abdul Manan, Etika Hakim Dalam Penyelenggaraan Peradilan; Suatu Kajian Dalam

Sistem Peradilan Islam, h. 110-116.

Page 52: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

43

Menurut Muhammad al-Zuhailiy, dilihat dari segi tujuan, surat ini hadir untuk

mengarahkan mereka mencapai misi ideal dari jabatan yang diembannya secara

khusus, sekaligus jalan lurus untuk meraih tujuan pemerintahannya secara umum,

yaitu tercapainya masyarakat sipil yang berkeadilan dan sejahtera di bawah panji

hukum Islam.73

isi surat dan tulisan Umar tersebut secara subtantif berfungsi sebagai:

a. Manajemen operasional lembaga peradilan (at-Tanzim al-Idariy).

b. Pemberian pedoman kerja yang mencakup seluruh standar operasional

prosedur untuk menjadi hakim atau wali (al-Ijra‟at al-

Qada‟iyyah).

c. Penjelasan mengenai prinsip-prinsip hukum Islam (Bayan al-Ahkam

al-Syar‟iyyah)

d. Pemberian motivasi dan nasehat untuk mencari kebenaran dan meraih

keadilan (Taqdim al-Nasaih li Taharra al-„Adl).

e. Menjelaskan cara tepat meraih kebenaran (Bayan al-Manhaj al-

Qawim li al-Wusul ila al-Haqq).74

Dalam menjaga lembaga pemerintahan yang baik, antara Khalifah dan

jajarannya dalam daerah kekuasaannya, beliau selalu menulis surat untuk

dikirim kepada gubernur, hakim, dan korps militer, surat-surat tersebut berisi

instruksi yang berkaitan dengan masalah hukum, administrasi, dan politik.

Selama masa pemerintahannya beliau menulis ratusan surat.75

Dalam

teks/naska risalah ini paling tidak terdapat beberapa prinsip/asas-asas hukum

dan peradilan. Prinsip-prinsip/asas-asas itu antara lain:

1) Eksistensi dan kedudukan lembaga peradilan;

2) Eksekusi keputusan;

3) Asas objektivitas;

4) Pembuktian;

5) Perdamaian;

6) Peninjauan kembali putusan;

73

Muhammad al-Zuhailiy, Tarikh al-Qada‟, h. 108. 74

Muhammad al-Zuhaily, Tarikh al-Qada‟, h. 108-109. 75

Abdul Halim Talli, Asas-Asas Peradilan Dalam Risalah Al-Qada, h.48.

Page 53: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

44

7) Sumber hukum dan interpretasi;

8) Kredibilitas saksi; dan

9) Sikap dan sifat seorang hakim.

Hanya saja baru diakui nilai-nilai integritas Islam tidak semuanya menjadi

bagian dari sebuah realitas sosial, budaya, dan politik di dunia Islam

kontemorer saja, karena alasannyapun jika kita merujuk pada laporan

transparansi internasional yang berdasarkan persepsi korupsi para pembisnis

terhadap beberapa Negara pada tahun 2005, dan ada banyak negara-negara

muslim sebagai negara yang paling korupsi di dunia, dimana integritas

antikorupsi tidak menjadi bagian dari realitas di negara-negara muslim, dan

pada saat itu negara muslim terkorupsi pertama didunia pada saat itu yaitu

Bangladesh.76

Adapun problem nilai-nilai integritas Islam lainnya adalah problem

kontekstualisasi dan reinterpretasi, sehingga beberapa nilai integritas saat ini

tidak tampak sebagai bagian dari Islam atau tidak.Untuk menjawab soal-soal

ini tidak mudah, perlu melakukan upaya berfikir dengan baik yang

berdasarkan teks Alquran dan Hadis. Bahkan, didalam Masyarakat Muslim

saat ini, tampaknya ada banyak nilai-nilai integritas Islam yang disalahpahami

atau disalahgunakan. Contohnya, Konsep Ulil Qurba‟ (kerabat) yang

cenderung dipahami bolehnya nepotisme, Hormat kepada Guru yang dipahami

identik feodalisme, menutupi Korupsi demi loyalitas kelompok, ikhlas dalam

memberi yang dipahami tidak adanya keharusan akuntabilitas, sedekah

tersembunyi yang tidak mengharuskan transparansi, suap yang dianggap

identik dengan hadiah, serta hidup harmoni sebagai hidup yanh tidak

mementingkan kritisisme.77

Namun, ada beberapa problema nilai-nilai integritas Islam yaitu adalah

problema internalisasi dan institusionalisasi.Problematikan nilai-nilai Islam

yang tidak menjadi bagian dari realitas sosial diatas memang dipengaruhi oleh

76

Sukron kamil, Korupsi dan Integritas dalam ragam perspektif, (Jakarta: Pusat Studi

Indonesia Arab, 2013), h. 143.

77

Sukron kamil, Korupsi dan Integritas dalam ragam perspektif, h. 145

Page 54: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

45

banyak faktor seperti, ekonomi, pendidikan, leadership, sosial-budaya, sosial

politik seperti civil society, dan juga sebagi rule of law.Nilai-nilai integritas,

bahkan merupakan bagian utama dari Islam.Integritas atau akhlak yang baik

merupakan misi utama nabi atau agama Islam, bahkan bagi agama

sebelumnya.Nabi pun menjadi sosok dimana akhlak atau karakter yang baik

termenifestasi.Di dalam bahasa Aisyah, istrinya akhlak atau integritas Nabi

Muhammad SAW adalah Alquran.Ia adalah Alquran yang hidup karena itu

adalah bukan agama Islam jika suatu dakwah meski diklaim peakunya Islam,

bila bertentangan dengan nilai-nilai integritas atau akhlak yang baik. 78

Adapun beberapa nilai-nilai integritas Islam atau akhlak yang berkaitan

dengan antikorupsi:

1. Nilai Ketauhidan dan konsistensi

Laa ilaha illaha (tidak ada tuhan selain Allah) kalimat ini disebut dengan

kalimat Tauhid, ajaran yang paling pokok didalam Islam yang dibawahnya

adalah Akhlak. Makna kalimat Tauhid itu adalah tidak ada yang disembah

kecuali Allah, ini berarti sebagai seorang muslim tidak boleh menjadi hamba

atau budak, kecuali hanya sebagai hamba dan budak Allah.

Di dalam persepektif Islam, problem utama manusia bukanlah Ateisme

(Tidak memiliki kepercayaan atau ketidakbertuhanan).Problem manusia

adalah mencari Tuhan-tuhan yang real, bentuknya bisa saja seperti Harta,

tahta, cinta bahkan nafsunya sendiri.Karena itu sebagian manusia rela menjadi

budak dari empat hal tersebut meski kadang tidak disadarinya.Itulah manusia

yang tidak berintegritas, karena telah mengorbankan kebenaran dan bisikan

hati nuraninya demi mendapatkan hal tersebut.

Namun, didalam persepektif tauhid, semua orang harus tunduk kepada

Allah, bukan kepada manusia apalagi empat hal tersebut.Manusia atau empat

hal tersebut bukanlah sumber kebenaran melainkan tidak lebih hanya hamba

atau makhluknya semata. Dalam perspekif tauhid tidak akan ada tindakan

kriminal atau tindakan tidak berintegritas, kecuali karena pelakunya telah

78

Sukron kamil, Korupsi dan Integritas dalam ragam perspektif, h. 147.

Page 55: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

46

menjadikan selain Tuhan sebagai motivasi.79

2. Nilai Larangan Memakan harta Haram dan Hidup sederhana

Keberpihakan orang yang berintegritas pada kebenaran, bukan kepada

nafsu, maka nilai yang sesuai dengan sikap itu adalah sikap yang tidak

sembarang memakan harta.Orang yang berintegritas adalah sesorang yang

tidak memakan harta haram.

Di dalam Q.S 5:88 yang berbunyi:

اللاه الاذي أن تم به مؤمنون وات اقوا وكلوا ماا رزقكم اللاه حلل طيبا Artinya: Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah

telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman

kepada-Nya.

dan QS 2: 168 yang berbunyi:

يطان يا أي ها النااس إناه لكم عدو مبي كلوا ماا ف الرض حلل طيبا ول ت تابعوا خطوات الشا

Artinya: Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang

terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan,

karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.

Sebaliknya Alquran pun yang mengajarkan untuk memakan makanan dari

rezeki yang halal dan baik.Menurut Hadis Nabi riwayat Turmudzi

menjelaskan bahwa tidaklah suatu daging yang tumbuh didalam diri seseorang

berasal dari harta yang haram. Seperti korupsi, kecuali berhak dilahap api

neraka. Bahkan dengan dilarangnya memakan harta atau barang yang

diharamkan tampaknya adalah karena Islam melihat ada hubungan nya antara

perilaku sesorang dengan apa yang dimakan nya. Sebab itulah etika Islam pun

mengatur barang atau makanan yang halal dan haram dimakan.Salah satunya

adalah larangan memakan hasil korupsi atau ghulul.

3. Nilai Kejujuran dan Akuntabilitas

Nilai-nilai integritas di dalam islam bisa juga dilihat dari nilai kejujuran

79

Nurcholish Madjid, Nilai Identitas Kader dalam pedolam LK 1, (Ciputat: HMI Ciputat,

1993), h. 53.

Page 56: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

47

(shidq) dan akuntabilitas/ tanggung jawab (amanah)sebagai basis utama

integritas. Didalam islam, kata amanah menunjuk pada kualitas ilmu,

keterampilan dan etis. Artinya seseorang yang amanah ialah seseorang

professional yang mampu menjalankan tugasnya dengan efektif dan efesien

serta berintegrasi (mempunyai Komitmen untuk tidak menyelewengkan

jabatannya untuk kepentingan yang merugikan orang lain atau publik)80

.

Didalam Al-Quran QS 4:58 yang berbunyi:

وا المانات إل أهلها وإذا حكمتم ب ي النااس أن تكموا بالع إنا ا يعظكم به دل اللاه يأمركم أن ت ؤد إنا اللاه نعما ه إن انه الل كه

ميعا صيرا سه به

Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada

yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hokum

diantara manusia supaya kamu menetapkan adil. Sesungguhnya Allah

memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah

adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.

ada beberapa ayat yang sagat menekankan sikap atau tindakan untuk tidak

Korupsi (berintegritas) dengan Perintah menegakkan amanah (akuntabilitas)

demi melahirkan rahmat sosial. Adapun didalam hadis riwayat Ahmad bahkan

dijelaskan bahwa ketiadaan akuntabilitas (melakukan tindakan korupsi sikap

tidak berintegritas) adalah ketiadaan komitmen pada janji termasuk didalam

nya kontra/ janji sosial (janji akan memelihara kepentingan sosial) adalah

ketiadaan agama. Didalam hadis ini orang yag korupsi (tidak berintegritas)

berarti orang yang tidak memiliki iman dan agama yang benar.

Namun didalam sejarah Islam, perilaku BerIntegritas dalam arti amanah

yang ditunjukkan anatara lainoleh Umar Bin „Abd al- Aziz, salah seorang

khalifah dinasti Umayyah. Ia tidak mampu memakai harta negara untuk

urusan pribadi.

4. Nilai Transparansi dan Kontrol Kebijakan

Nilai-nilai integritas didalam Islam juga bisa kita lihat dari keharusan

transparansi. Didalam Islam transparansi dapat dilihat dari Hadis Nabi

80

Badra Yatim, sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 1997), h. 18

Page 57: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

48

Riwayat Musli, Turmudzi, Ahmad dan ad-darimi yang menjelaskan

bahwasannya dosa adalah sesuatu yang membuat hati gundah dan takut dilihat

orang. Berdasarkan hadis tersebut bahwa bisa dikatakan ciri perbutan dosa

adalah dilakukannya sesuatu dengan tidak transparansi atau secara terbuka,

agar kita dapat terhindar dari dosa dan ketakutan untuk diketahui orang, maka

kegiatan yang dapat dilakukan dengan benar harus bersifat Transparan.

Dengan begitu kita tidak melahirkan prasangka buruk dari orang lain atau

publik. Sikap transparan juga berarti sikap sehat dan jiwa yang bahagia.

Page 58: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

49

BAB III

DISPARITAS PUTUSAN HAKIM DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI

A. Pengertian Disparitas Putusan

Sebagaimana disebutkan di atas bahwa dalam putusan perkara pidana dikenal

adanya suatu kesenjangan dalam penjatuhan pidana yang lebih dikenal dengan

disparitas. Lebih spesifik dari pengertian itu, menurut Harkristuti Harkrisnowo

disparitas pidana dapat terjadi dalam beberapa kategori yaitu: 81

1. Disparitas antara tindak pidana yang sama.

2. Disparitas antara tindak pidana yang mempunyai tingkat keseriusan yang

samaDisparitas pidana yang dijatuhkan oleh satu majelis hakim.

3. Disparitas antara pidana yang dijatuhkan oleh majelis hakim yang berbeda

untuk tindak pidana yang sama.82

Disparitas Putusan Pidana (disparity of sentencing) yaitu penerapan pidana

yang sama terhadap tindak pidana yang sama (sane offence) atau terhadap tindak-

tindak pidana yang sfat berbahayanya dapat diperbandingkan (offences of

comparable seriousness) tanpa dasar pembenaran yang jelas.

Menurut Muladi, sumber pertama dari disparitas Putusan adalah dari hukum

sendiri. Di dalam sistem hukum positif di Indonesia, hakim mempunyai kebebasan

memilih jenis pidana (strafsoort) yang dikehendaki.Terkait dengan perumusan

ancaman pidana secara alternative, misalnya, adanya ancaman pidana penjara atau

pidana denda.Artinya, hakim memiliki kebebasan untuk memutuskan salah satu

pidana yang dirasa paling tepat. Selain itu hakim juga memiliki kebebasan untuk

menentukan berat ringanya pidana (strafmaat) yang akan dijatuhkan, sebab yang

ditentukan dalam Undang-Undang adalah maksimum dan minimumnya.

Disamping minimum dan maksimum umum tersebut,dalam setiap pasal tidak

pidananya diancam pidana maksimum yang besaranya berbeda-beda antara satu

81

Harkristuti Harkrsnowo, Rekonstruksi Konsep Pemidanaan: Suatu Gugatan terhadap

Proses Legislasi dan Pemidanaan di Indonesia”, (Jakarta: Majalah KHN Newsletter, Edisi April),

h. 28. 82

Yusti Probowati Rahayu, Di Balik Putusan Hakim Kajian Psikologi Hukum Dalam

Perkara Pidana. (Sidoarjo: Citra Media, 2005), h. 38-39.

Page 59: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

50

pasal dengan pasal yanglainya.83

Dari pengertian tersebut dapatlah kita lihat bahwa disparitas pidana timbul

karena adanya penjatuhan hukuman yang berbeda terhadap tindak pidana yang

sejenis.Penjatuhan pidana ini tentunya adalah hukuman yang dijatuhkan oleh

hakim terhadap pelaku tindak pidana sehingga dapatlah dikatakan bahwa figur

hakim di dalam hal timbulnya disparitas pemidanaan sangat menentukan.

B. Penyebab Terjadinya Disparitas Putusan

Disparitas pidana akan berakibat fatal, bilamana dikaitkan dengan “correction

administration”. Terpidana yang setelah memperbandingkan pidana kemudian

merasa menjadi korban “the judicial caprice”, akan menjadi terpidana yang tidak

menghargai hukum, padahal penghargaan terhadap hukum tersebut merupakan

salah satu target di dalam tujuan pemidanaan.

Faktor yang dapat menyebabkan timbulnya disparitas pidana adalah tidak

adanya pedoman pemidanaan bagi hakim dalam menjatuhkan pidana. Sudarto

mengatakan bahwa pedoman pemberian pidana akan memudahkanhakim dalam

menetapkan pemidanaannya, setelah terbukti bahwa terdakwa telah melakukan

perbuatan yang didakwakan kepadanya.84

1) Faktor Hukum

Dalam hukum pidana di Indonesia Hakim mempunyai kebebasan yang

sangat luas untuk memilih jenis pidana (straafsoort) yang dikehendaki,

sehubungan dengan pengunaan sistem altenatif di dalam pengancaman pidana

di dalam undang-undang, dari beberapa pasal di KUHP tampak beberapa pidana

pokok sering kali diancamkan kepada pelaku tindak pidana yang sama secara

alternatif, artinya hanya satu diantara pidana pokok yang diancamkan tersebut

dapat dijatuhkan hakim dan hal ini diserahkan kepadanya untuk memilih beratnya

pidana (strafmaat) yang akan dijatuhkan, sebab yang ditentukan oleh perundang-

undangan hanyalah maksimum dan minimum nya.

b. Faktor Hakim

83

Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, (Bandung:

Alumni, 1998), h.56-57. 84

Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, (Bandung: Alumni, 1986), h. 9.

Page 60: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

51

Faktor penyebab disparitas pidana yang bersumber dari hakim meliputi sifat

internal dan sifat eksternal. Sifat internal dan eksternal sulit dipisahkan, karena

sudah terpadu sebagai atribut seseorang yang disebut sebagai human equation

atau personality of judge dalam arti luas menyangkut pengaruh-pengaruh latar

belakang sosial, pendidikan, agama, pengalaman, dan perilaku sosial.85

Menurut penulis berdasarkan kutipan tersebut disparitas pidana merupakan

bentuk dari ketidakadilan yang dilakukan hakim kepada para pencari keadilan.

Masyarakat tentunya akan membandingkan Putusan hakim secara general dan

menemukan bahwa disparitas telah terjadi dalam penegakkan hukum di

Indonesia.Di Indonesia, disparitas hukuman juga sering dihubungkan dengan

independensi hakim. Model pemidanaan yang diatur dalam perUndang-Undangan

(perumusan sanksi pidana maksimal) juga ikut memberi andil.Dalam menjatuhkan

Putusan, hakim tidak boleh diintervensi pihak manapun. Undang-Undang No. 48

Tahun 2009tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan hakim wajib menggali,

mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam

masyarakat. Hakim juga wajib mempertimbangkan sifat biak dan jahat pada diri

terdakwa.Ada banyak faktor yang menyebabkan terjadinya disparitas

Putusan.Tetapi pada akhirnya hakimlah yang paling menentukan terjadinya

disparitas. Misalnya, ada dua orang yang melakukan tindakan pencurian dengan

cara yang sama dan akibat yang hampir sama. Meskipun hakim sama-sama

menggunakan pasal 362 KUHP, bisa jadi hukuman yang dijatuhkan berbeda.

Masalah disparitas pidana masih terus terjadi karena adanya jarak antara

sanksi pidana minimal dengan sanksi pidana maksimal dalam takaran yang terlalu

besar Proses pembentukan Peraturan perUndang-Undangan juga berpengaruh

karena tidakadanya standard untuk merumuskan sanksi pidana. Upaya untuk

meminimalisir disparitas pidana adalah dengan cara membuat pedoman

pemidanaan. Meskipun berat ringannya hukuman menjadi wewenang hakim

tingkat pertama dan banding, tetapi dalam beberapa Putusan Hakim Agung

mengoreksi vonis dengan alasan pemidanaan yangproposional.

Menurut penulis sesuai kutipan tersebut Pancasila sebagai norma dasar

85

Muladi dan Badra Nawawi Arif, Teori-teori dan kebijakan pidana. h. 5.

Page 61: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

52

(gurndnorm) di Indonesia. Maka tujuan pemidanaan harus berlandaskan nilai-

nilai yang terkandung di pancasila untuk melindungi kepentingan orang

perseorangan atau hak asasi manusia dan masyarakat.Tujuan hukum pidana di

Indonesia harus sesuai dengan falsafah Pancasila yang mampu membawa

kepentingan yang adil bagi seluruh warga Negara.

Dalam Pasal 1 butir 11 KUHAP disebutkan bahwa Putusan pengadilan adalah

pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa

pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut

cara yang diatur dalam Undang-Undang ini. Namun banyak Putusan hakim yang belum

mencapai keadilan di dalam masyarakat karena masihbanyak dijumpai orang yang tidak

bersalah dijatuhi pidana ataupun pidana yang dijatuhkan tidak sesuai dengan

kesalahannya.

Dalam Pasal 18 KUHP dijelaskan yang dimaksud pidana kurungan adalah:

1) Pidana kurungan paling sedikit satu hari dan palinglama satu tahun.

2) Jika pidana yang disebabkan karena perbarengan atau pengulangan atau

karena ketentuan pasal 52, pidana kurungan dapat ditamabah menjadi satu

tahun empatbulan.

3) Pidana Kurungan sekali-kali tidak boleh lebih dari satu tahun empatbulan.

Menurut pendapat penulis sesuai dengan kutipan diatas tersebutpenjatuhan

pidana ini tentunya adalah hukuman yang dijatuhkan oleh hakim terhadap pelaku

tindak pidana sehingga dapatlah dikatakan bahwa figur hakim di dalam hal

timbulnya disparitas pemidanaan sangat menentukan.

Sehubungan dengan kebebasan hakim ini dikatakan oleh sudarto bahwa:

kebebasan hakim dalam menetapkan pidana tidak boleh sedemikian rupa,

sehingga memungkinkan terjadinya ketidaksamaan yang menyolok, hal mana

akan mendatangkan perasaan tidak sreg (onbehagelijk) bagi masyarakat, maka

pedoman memberikan pidana dalam KUHP sangat diperlukan, sebab ini akan

mengurangi ketidaksamaan tersebut meskipun tidak dapat menghapuskannya

sama sekali.86

Menurut penulis sesuai dengan kutipan diatas batasan minimum dan

86

Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, (Bandung: Alumni, 1977), h. 61.

Page 62: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

53

maksimum dalam memberikan kebebasan kepada hakim dalam memberikan

Putusan. Dengan demikian banyak Putusan yang tidak sama nilai keadilan,

kepastian dan kemanfaatan dari sudut pandang masyarakat. Sehingga memberikan

dampak tidak percayanya masyarakat terhadap penegak hukum dan proses

peradilan. Maka dari itu menurut hemat penulis berdasarkan kutipan tersebut

pedoman hakim sangat di perlukan untuk menentukan Putusan agar tidak ada

perbedaan yang mencolok dari beberapa Putusan yang sama dan sejenis.

Disamping hal-hal yang bersumber pada hukum, ada hal-hal lain yang

menyebabkan disparitas pidana, yaitu faktor-faktor yang bersumber dari diri

hakim sendiri, baik yang bersifat internal maupun eksternal yang tidak bisa

dipisahkan karena sudah terpbaku sebagi atribut seseorang yang disebut sebagai

human equation (insan peradilan) atau personality of judge dalam arti luas yang

menyangkut pengaruh pengaruh latar belakang sosial, pendidikan agama,

pengalaman dan perilaku social. Hal-hal itu yang seringkali memegang peranan

penting di dalam menentukan jenis dan beratnya hukuman daripada sifat

perbuatannya sendiri dan kepribadian dari pelaku tindak pidana

yangbersangkutan.

C. Dampak Disparitas Putusan

Disparitas pidana yang masih sering terjadi dapat berakibat fatal, akibat dari

disparitas pidana dapat berdampak bagi terpidana dan masyarakat secara luas.

Dampak disparitas pidana bagi terpidana yaitu apabila terpidana setelah

dijatuhi hukuman menbandingkan pidana yang diterimanya. Terdakwa yang

merasa diperlakukan tidak adil oleh hakim dapat dipahami, karena pada umumnya

keadilan merupakan perlakuan ”yustisiable”.87

Problematika mengenai disparitas pidana dalam penegakkan hukum di

Indonesia memang tidak dapat dihapuskan begitu saja.Upaya yang dapat

ditempuh hanyalah upaya-upaya dalam rangka meminimalisasi disparitas pidana

yang terjadi dalam masyarakat.Dengan berbagai pandangan sarjana dihubungkan

87

H. Eddy Djunaidi Karnasudirdja, Beberapa Pedoman Pemidanaan dan Pengamatan

Narapidana, h. 78.

Page 63: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

54

dengan falsafah pemidanaan dan tujuan hukum itu sendiri maka solusinya

dapatlah kita gunakan pandangan dari menyatakan bahwa upaya terpenting yang

harus ditempuh dalam menghadapi problematika disparitas pidana adalah

perlunya penghayatan hakimterhadap asas proporsionalitas antara kepentingan

masyarakat, kepentingan Negara, kepentingan si pelaku tindak pidana dan

kepentingan korban tindak pidana.

Disparitas pemidanaan ini tidak dapat dilepaskan dari sistem perumusan dan

pengancaman pidana dalam perundang-undangan yang ada. Dengan perkataan

lain dapat merupakan sumber tidak langsung terjadinya sumber disparitas pidana.

Dan apabila ini dibiarkan akan berakibat timbulnya sikap apatis, sinis dan

ketidakpuasan warga masyarakat dengan melakukan main hakim sendiri atau

mengadakan reaksi langsung terhadap si pelaku tindak pidana dan aparat penegak

hukum, maka Undang Undanglah yang menjadi sumber tidak langsung terjadinya

disparitaspidana.

Disparitas dalam pemidanaan disebabkan oleh hukum sendiri dan penggunaan

kebebasan hakim, yang meskipun kebebasan hakim diakui oleh Undang-Undang

dan memang nyatanya diperlukan demi menjamin keadilan tetapi seringkali

penggunannya melampaui batas sehingga menurunkan kewibawaan hukum di

Indonesia.

Problematika mengenai disparitas pidana yang telah tumbuh dalam penegakan

hukum ini tentu menimbulkan akibat yang tidak bisa dielakkan. Akibat dari

disparitas pidana yang menyolok ini, menurut Edward M. Kennedy, sebagaimana

juga dikutip Barda Nawawi ialah:88

1) Dapat memelihara tumbuhnya atau berkembangnya perasaan sinis masyarakat

terhadap sistem pidana yangada

2) Gagal mencegah terjadinya tindak pidana

3) Mendorong terjadinya tindakpidana

4) Merintangi tindakan-tindakan perbaikan terhadap pelanggar

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Muladi dan Barda NawawiArief bahwa

terpidana akan membandingkan dengan terpidana yang lainnya, yang kemudian

88

Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, h. 8.

Page 64: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

55

setelah membandingkannya merasa menjadi korban (victim) “the judicial

caprice”, akan menjadi terpidana yang tidak menghargai hukum, padahal

penghargaan terhadap hukum tersebut merupakan salah satu target di dalam

tujuan pemidanaan.89

Dari sini akan tampak suatu persoalan yang serius, sebab akan merupakan

suatu indikator dan manifestasi daripada kegagalan suatu sistem untuk mencapai

persamaan keadilan di dalam negara hukum dan sekaligus akan melemahkan

kepercayaan masyarakat terhadap sistem penyelenggaraan hukum pidana

(Criminal Justice System).

Problematika mengenai disparitas pidana dalam penegakkan hukum di

Indonesia memang tidak dapat dihapuskan begitu saja.Yang dapat ditempuh

hanyalah upaya upaya dalam rangka meminimalisasi dispatitas pidana yang terjadi

dalam masyarakat. Dengan berbagai pandangan sarjana dihubungkan dengan

falsafah pemidanaan dan tujuan hukum itu sendiri maka solusinya dapatlah kita

gunakan pandangan dari Muladi yang menyatakan bahwa upaya terpenting yang

harus ditempuh dalam menghadapi problematika disparitas pidana adalah

perlunya penghayatan hakim terhadap asas proporsionalitas antara kepentingan

masyarakat, kepentingan Negara, kepentingan si pelaku tindak pidana dan

kepentingan korban tindak pidana.

Disparitas Putusan hakim atas perkara tindak pidana pencurian dengan

pemberatan dalam Putusannya di atas mendeskripsikan adanya sebab- sebab atau

pertimbangan-pertimbangan hukum yang digunakan majelis hakim dalam setiap

menjatuhkan Putusan pidana terhadapterdakwa.

Dalam penelitian ini penulis meneliti dua Putusan yang dapat di kategorikan

sebagai Putusan yang bersifat disparitas. Putusan tersebut dari pengadilan negeri

Kepanjen oleh Hakim yang sama, nilai kerugian yang hampir sama, Putusan yang

berbeda dan hal-hal lain yng mempengaruhi Putusan hakim tersebut.

D. Tinjauan Umum Tentang Putusan Hakim

1. Pengertian Hakim

89

Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, h. 54.

Page 65: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

56

Hakim adalah orang yang memiliki tugas mengadili, memutus perkara dengan

memberikan vonis atau kePutusan pengadilan, seseorang yang memiliki tugas dan

fungsi untuk mengadili serta mengatur administrasi pengadilan.90

Menurut Pasal 1

butir 8 Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menyebutkan

bahwa Hakim adalah pejabat peradilan Negara yang diberi wewenang oleh

Undang-Undang untuk mengadili. Adapun yang dimaksud dengan mengadili

sesuai dengan ketentuan Pasal 1 butir 9 KUHAP adalah serangkaian tindakakn

Hakim untuk menerima, memeriksa dan memutus perkara pidana berdasarkan

asas bebas, jujur, dan tidak memihak di siding pengadilan dalam hal dan menurut

cara yang diatur dalam Undang- Undang ini.

Sehingga wewenang Hakim utamanya adalah mengadili yang meliputi

kegiatan-kegiatan menerima, memeriksa, dan memutus perkara pidana.Dalam hal

ini, pedoman pokoknya adalah KUHAP yang dilandasi asas kebebasan, kejujuran,

dan tidak memihak. Selanjutnya dalam ketentuan Pasal 4 ayat (2) UU No.48/2009

tentang Kekuasaan Kehakiman Menyebutkan: “Pengadilan membantu pencari

keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat

tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dan biayaringan.”

Dari penjelasan pasal-pasal tersebut menurut penulis, bahwa tugas dari hakim

adalah sebagai berikut:

a. Menerima, memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan perkara yang

diajukan dipengadilan.

b. Membantu para pencari keadilan dalam menyelesaikan setiap perkara yang

diajukan kepengadilan.

c. Menyelenggarakan peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan.

d. Mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk terselenggarakannya

peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan.

Dalam Pasal 5 UU No.48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

disebutkan:

90

M. Marwan & Jimmy P. Kamus Hukum. (Surabaya: Reality Publisher, 2009), h. 244.

Page 66: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

57

a. Hakim dan Hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami

nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.

b. Hakim dan Hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian

yang tidak tercela, jujur, adil, profesional, dan berpengalaman di

bidanghukum.

c. Hakim dan Hakim konstitusi wajib menaati Kode Etik dan Pedoman

PerilakuHakim.

Berdasarkan ketentuan pasal 5 diatas, penulis berpandangan bahwa seorang

hakim harus memiliki tingkat kejujuran yang tinggi, adil, cakap dalam ilmu

pengetahuan hukum serta berpegang teguh pada kode etik dan pedoman perilaku

hakim. Jadi, dalam memeriksa dan mengadili suatu perkara, dan kemudian

menjatuhkan Putusan, seorang hakim harus melakukan 3 (tiga) tahap tindakan di

persidangan, yaitu sebagai berikut:

1) TahapMengkonstatir

Dalam tahap ini, hakim akan mengkonstatir atau melihat untuk membenarkan

ada tidaknya suatu peristiwa yang diajukan kepadanya. Untuk memastikan hal

tersebut, maka diperlukan pembuktian, dan oleh karena itu hakim harus

bersandarkan pada alat- alat bukti yang sah menurut hukum, dimana di dalam

perkara pidana dapat diketemukan dalam Pasal 184 KUHAP, yaitu keterangan

saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, keteranganterdakwa. Jadi, akan dapat

dihindarkan dari dugaan atau kesimpulan yang dangkal dan gegabah. Penguasaan

hukum pembuktian bagi hakim sangat dibutuhkan oleh hakim pada tahapini.91

2) Tahap Mengkualifikasi

Pada tahap ini Hakim mengkualifisir dengan menilai peristiwa kongkret yang

telah dianggap benar-benar terjadi itu, termasuk hubungan hukum apa atau yang

bagaimana atau menemukan peristiwa-peristiwa tersebut. Dengan kata lain

mengkualifisir berarti mengelompokkan atau menggolongkan peristiwa kongkret

tersebut masuk dalam kelompok atau golongan peristiwa hukum (apakah itu

pencurian, penganiayaan, perzinahan, perjudian dan sebagainya).

91

Ahmad Rifa‟I, Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Perspektif Hukum Progresif.

(Jakarta: Sinar Grafika, 2011), h. 54-56.

Page 67: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

58

3) Tahap Mengkonstituir

Dalam tahap ini hakim menentukan hukumnya terhadap peristiwa tersebut dan

memberi keadilan kepada para pihak yang bersangkutan. Keadilan dari yang

diputuskan oleh Hakim bukanlah produk dari intelektualitas dari Hakim, tetapi

merupakan semangat dari Hakim itu sendiri, demikian sebagaimana dikemukakan

oleh Sir Alfred Denning, seorang Hakim Inggris yang terkenal, “Dalam mengadili

suatu perkara, Hakim harus menentukan hukumnya in konkreto terhadap peristiwa

tertentu, sehingga Putusan Hakim tersebut bisa menjadi hukum (judge made

law).92

Disinihakimmenggunakan silogisme,yaitu menarikkesimpulandari

premismayorberupaaturanhukumnya(Pasal363KUHP)danpremisminorberupa

perbuatan/tindakan si A yang mencuri barang milik si B, sehingga si B menderita

kerugian. Sebagai konklusinya adalah: A melanggar Pasal 363 KUHP karena

mencuri barang milik si B hingga menderita kerugian.

E. Bentuk Putusan Pengadilan

1. Putusan Bebas (vrijspraak/Acquittal)

Putusan bebas, berarti terdakwa dijatuhi Putusan bebas atau dinyatakan bebas

dari tuntutan hukum, dalam arti dibebaskan dari pemidanaan.Tegasnya terdakwa

tidak dipidana.Dasar hukum Putusan berbentuk Putusan bebas ini dapat diketahui

pada ketentuan Pasal 191 ayat (1) KUHAP yang menjelaskan “jika pengadilan

berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan disidang, kesalahan terdakwa atas

perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan,

maka terdakwa diputus bebas”.93

2. Putusan Lepas dari Tuntutan Hukum (onslag van alle rechtvervolging)

Putusan Lepas dari Segala Tuntutan Hukum (Onslag Van Alle

Rechtvervolging) ini diatur dalam pasal 191 ayat (2) KUHAP. Putusan lepas dari

segala tuntutan hukum ini didasarkan pada kriteria apa yang didakwakan oleh

jaksa penuntut umum kepada terdakwa memang terbukti secara sah dan

92

Ahmad Rifa‟I, Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Perspektif Hukum Progresi, h.

55. 93

H.M.A. Kuffal, Penerapan KUHAP dalam Praktik Hukum, (Malang: UMM Press

2004), h. 379.

Page 68: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

59

meyakinkan, tetapi sekalipun terbukti, hakim berpendapat bahwa perbuatan yang

didakwakan tidak merupakan tindak pidana.94

Disini kita lihat hal yang melandasi Putusan lepas dari segala tuntutan hukum,

terletak pada kenyataan, apa yang didakwakan dan yang telah terbukti tersebut

bukan merupakan tindak pidana tetapi merupakan ruang lingkup hukum perdata

atau hukum adat.

3. Putusan Pemidanaan (veroordeling)

Putusan pemidanaan (veroordeling) adalah Putusan yang menjatuhkan

hukuman pemidanaan kepada seorang terdakwa tiada lain daripada Putusan yang

berisi perintah untuk menghukum terdakwa sesuai dengan ancaman pidana yang

disebut dalam pasal pidana yang didakwakan.95

Penjatuhan Putusan pemidanaan terhadap terdakwa didasarkan pada penilaian

pengadilan. Ketentuan Putusan pemidanaan ini sesuai dengan ketentuan pada

Pasal 193 ayat (1) KUHAP yang berbunyi “jika pengadilan berpendapat bahwa

terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka

pengadilan menjatuhkan pidana”. Selain itu, dari pendapat dan penilaian

pengadilan terhadap terdakwa tersebut telah terbukti secara sah dan meyakinkan

melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya sesuai dengan sistem

pembuktian dan asas batas minimum pembuktian yang ditentukan dalam Pasal

183 KUHAP yaitu kesalahan terdakwa telah cukup terbukti dengan sekurang-

kurangnya dua alat bukti yang sah yang memberi keyakinan kepada hakim bahwa

terdakwalah pelaku tindakpidanya.

F. Proses Pengambilan Putusan Oleh Hakim Tipikor

1. Proses Pengambilan Putusan Oleh Hakim

Setelah menerima dan memeriksa suatu perkara, selanjutnya Hakim akan

menjatuhkan Putusan, yang dinamakan dengan Putusan hakim, yang merupakan

pernyataan Hakim sebagai pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu, yang

94

H.M.A. Kuffal, Penerapan KUHAP dalam Praktik Hukum, h. 379. 95

Lilik Mulyadi (IV), Hukum Acara Pidana – Suatu Tinjauan Khusus Terhadap Surat

Dakwaan, Eksepsi dan Putusan Pengadilan, (Bandung: PT CITRA ADITYA BAKTI, 1966), h.

127.

Page 69: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

60

di ucapkan dalam sidang pengadilan yang terbuka untuk umum, yang bertujuan

untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara pidana.96

Menurut Penulis proses penjatuhan Putusan yang dilakukan hakim merupakan

suatu proses yang kompleks dan sulit, sehingga memerlukan pelatihan,

pengalaman, dan kebijaksanaan. Dalam proses penjatuhan Putusan tersebut,

seorang hakim harus meyakini apakah seorang terdakwa melakukan tindak pidana

atau tidak, dengan tetap berpedoman dengan pembuktian untuk menentukan

kesalahan dari perbuatan yang dilakukan oleh seorang pelaku pidana. Proses atau

tahapan penjatuhan Putusan oleh hakim, dalam perkara pidana, menurut

Moelyatno, dilakukan dalam beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut:

a. Tahap Menganalisis Perbuatan Pidana

Perbuatan pidana dapat diberi arti perbuatan yang dilarang dan diancam

pidana, barang siapa melanggar larangan tersebut.Sehingga pada saat hakim

menganalisis, apakah terdakwa melakukan perbuatan pidana atau tidak.

b. Tahap Menganalisis Tanggung Jawab Pidana

Jika seseorang terdakwa dinyatakan terbukti melakukan perbuatan pidana

melanggar suatu pasal tertentu, hakim menganalisis apakah terdakwa dapat

dinyatakan bertanggung jawab atas perbuatan pidana yang dilakukannya.

Menurut Moelyatno, unsur-unsur pertanggungjawaban pidana untuk

membuktikan adanya kesalahan pidana dilakukan oleh terdakwa harus dipenuhi

hal-hal sebagai berikut:

1. Melakukan perbuatan pidana (sifat melawan hukum).

2. Diatas umur tertentu dan mampu bertanggung jawab

3. Mempunyai suatu bentuk kesalahan yang berupa kesengajaan atau kealpaan.

4. Tidak adanya alasan pemaaf.

G. Teori-Teori Penjatuhan Putusan

Menurut Mackenzie,97

ada beberapa teori atau pendekatan yang dapat

96

Ahmad Rifa‟I, Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Perspektif Hukum Progresi, 94-

95. 97

Ahmad Rifa‟I, Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Perspektif Hukum Progresi, h.

113.

Page 70: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

61

dipergunakan oleh hakim dalam mempertimbangkan penjatuhan Putusan dalam

suatu perkara yaitu sebagai berikut:

a. Teori Kesimbangan

Yang dimaksud dengan keseimbangan di sini adalah keseimbangan antara

syarat-syarat yang ditentukan oleh Undang-Undang dan kepentingan pihak-pihak

yang tersangkut atau berkaitan dengan perkara, yaitu antara lain seperti adanya

keseimbangan yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat, kepentingan

terdakwa dan kepentingan korban, atau kepentingan pihak penggugat dan

tergugat.

b. Teori Pendekatan Seni dan Intuisi

Penjatuhan Putusan oleh hakim merupakan diskresi atau kewenangan dari

hakim. Sebagai diskresi, dalam penjatuhan Putusan, hakim akan menyesuaikan

dengan keadaan dan hukuman yang wajar bagi setiap pelaku tindak pidana atau

dalam perkara perdata, hakim akan melihat keadaan pihak yang berperkara, yaitu

penggugat dan tergugat dalam perkara perdata, dan pihak terdakwa atau penuntut

umum dalam perkara pidana. Pendekatan seni dipergunakan oleh hakim dalam

penjatuhan suatu Putusan, lebih ditentukan oleh instink atau instuisi daripada

pengetahuan dari hakim.

c. Teori Pendekatan Keilmuan

Titik tolak dari teori ini adalah pemikiran bahwa proses penjatuhan pidana

harus dilakukan secara sistematik dan penuh kehati-hatian, kaitannya dengan

Putusan-Putusan terdahulu dalam rangka menjamin konsistensi dari Putusan

hakim. Pendekatan keilmuan ini merupakan semacam peringatan bahwa dalam

memutus suatu perkara, hakim tidak boleh semata-mata atas dasar instuisi atau

instink semata, tetapi harus dilengkapi dengan ilmu pengetahuan hukum dan juga

wawasan keilmuan hakim dalam menghadapi suatu perkara yang harus

diputuskannya.

d. Teori Pendekatan Pengalaman

Pengalaman dari seorang hakim merupakan hal yang dapat membantunya

dalam menghadapi perkara-perkara yang dihadapinya sehari-hari, karena dengan

pengalaman yang dihadapinya, seorang hakim dapat mengetahuinya bagaimana

Page 71: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

62

dampak dari Putusan yang dijatuhkan dalam suatu perkara pidana, ataupun

dampak yang ditimbulkan dalam Putusan perkara perdata yang berkaitan dengan

pelaku, korban dan masyarakat.

e. Teori Ratio Decicendi

Teori didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar, yang

mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok perkara yang

disengketakan, kemudian mencari Peraturan perUndang- Undangan yang relevan

dengan pokok perkara yang disengketakan sebagai dasar hukum dalam penjatuhan

Putusan, serta pertimbangan hakim harus didasarkan pada motivasi yang jelas

untuk menegakkan hukum dan memberikan keadilan bagi para pihak yang

berperkara.

f. Teori Kebijaksanaan

Teori kebijaksanaan ini sebenarnya merupakan teori yang berkenaan dengan

Putusan hakim dalam perkara di pengadilan anak.Landasan dari teori

kebijaksanaan ini menekankan rasa cinta terhadap tanah air, nusa, dan bangsa

Indonesia serta kekeluargaan harus ditanam, dipupuk dan dibina. Selanjutnya,

aspek teori ini menekankan bahwa pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang

tua, ikut bertanggung jawab membimbing, membina, mendidik, dan melindungi

anak agar kelak menjadi manusia yang berguna bagi keluarga, masyarakat dan

bagi bangsanya.

Menurut penulis. Penjatuhan pidana oleh hakim terhadap pelaku tindak

pidana, pada dasarnya haruslah mempertimbangkan segala aspek tujuan, yaitu

sebagai berikut:

1) Sebagai upaya untuk melindungi masyarakat dari ancaman suatukejahatan

yang dilakukan oleh pelakunya.

2) Sebagai upaya represif agar penjatuhan pidana membuat pelakunya jera dan

tidak akan melakukan tindak pidana di kemudian hari.

3) Sebagai upaya preventif agar masyarakat luas tidak melakukan tindak pidana

sebagaimana dilakukan oleh pelakunya.

Page 72: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

63

4) Mempersiapkan mental masyarakat dalam menyikapi suatu kejahatan dan

pelaku kejahatan tersebut, sehingga pada saatnya nanti pelaku tindak pidana

dapat diterima dalam pergaulan masyarakat.

Dalam menjatuhkan Putusan, seorang hakim melalui berbagai proses,

termasuk proses penalaran hukum yang mana tujuan dari penalaran adalah

mencapai kebenaran, begitu pula dalam penalaran hukum muaranya adalah

tujuanhukum itu sendiri yaitu keadilan. Ada enam langkah utama penalaran

hukum yaitu:98

a. Mengidentifikasi fakta-fakta untuk menghasilkan suatu struktur (peta) kasus

yang sungguh-sungguh diyakini oleh hakim sebagai kasus yang riil terjadi;

b. Menghubungkan (mengsubsumsi) struktur kasus tersebut dengan

sumbersumber hukum yang relevan, sehingga ia menetapkan perbuatan

hukumdalam peristilahan yuridis (legal term);

c. Menyeleksi sumber hukum dan aturan hukum yang relevan untuk kemudian

mencari tahu kebijaksanaan yang terkandungdi dalam aturan hukum itu

(thepolicies underlying those rules), sehingga dihasilkan suatu struktur

(peta)aturan yang koheren;

d. Menghubungkan struktur aturan dengan struktur kasus;

e. Mencari alternatif-alternatif penyelesaian yang mungkin;

f. Menetapkan pilihan atas salah satu alternatif untuk kemudian diformulasikan

sebagai Putusan akhir.

Menurut Penulis dengan langkah-langkah seperti di atas, seorang hakim

diharapkan akanmenghasilkan Putusan yang adil atau setidaknya mendekati

keadilan danmempunyai alasan yang logis, sehingga Putusan yang dibuat seorang

hakim dapatdipertanggungjawabkan. Langkah-langkah tersebut tentunya bukanlah

langkah-langkahyang harus berjalan sesuai dengan urutan, di lapangan bisa

jadiseorang hakim mempunyai langkah-langkah yang berbeda dalam

melakukanpenalaran hukum, atau bisa jadi langkah-langkah tersebut dilakukan

secara simultan.

98

Shidarta, Hukum Penalaran dan Penalaran Hukum, (Yogyakarta: Genta, 2013),

h.157.

Page 73: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

64

H. Teori-Teori Penemuan Hukum

Dalam teori penemuan hukum, seorang hakim yang notabene bukanlah

seoseorang yang memutus perkara dengan hanya melihat pada aturan undang-

undang (labonce delaloy). Yakni dalam memutus sebuah perkara seorang

hakim diperbolehkan untuk memutus perkara sebagai mana pemikiran yang ia

miliki dalam menganalisa peristiwa hukum. Adapun dalam teori-penemuan

hukum (rechtvinding) ada beberapa metode. Pembahasan mengenai hal

tersebut sebagai berikut:

a. Interpretasi Gramatikal ( penafsiran menurut bahasa )

Interpretasi gramatikal adalah menafsirkan kata-kata dalam undang-

undang sesuai dengan kaidah bahasa dan kaidah hukum tata

bahasa.Menurut A.Pitlo bahwa interpretasi gramatikal berarti, mencoba

menangkap arti sebuah teks dari peraturan perundang-undangan menurut

bunyi kata katanya. Sebuah kata dapat mempunyai berbagai arti misalnya

dalam bahasa hukum dapat berarti lain jika dibandingkan dengan bahasa

pergaulan.

Interpretasi gramatikal adalah menafsirkan kata-kata atau istilah dalam

perundang-undangan sesuai dengan kaedah bahasa hukum yang

berlaku.Interpretasi gramatikal ini mencoba untuk memahami suatu teks

peraturan perundangundangan yang berlaku, pada umumnya interpretasi

gramatikal ini digunakan oleh hakim bersamaan dengan interpretasi logis,

yakni memberikan makna terhadap suatu aturan hukum melalui penalaran

hukum untuk diterapkan terhadap teks yang kabur atau kurang

jelas.99

Korupsi dalam pengertian bahasa sehari-hari, masyarakat lebih

mengenal korupsi sebagai perbuatan tercela, menggelapkan uang Negara,

dan melakukan suap menyuap dengan pejabat pemerintah.

b. Interpretasi Teleologis atau sosiologis (penafsiran menurut tujuan

kemasyarakatan)

Interprestasi teleologis yaitu memberikan makna kepada undang-undang

berdasarkan tujuankemasyarakatan.Dengan interpretasi ini undang-undang

99

Sudikno Mertokusumo, Bab-bab Tentang Penemuan Hukum, (Bandung: PT. Citra

Aditya Bakti, 1993), h. 13.

Page 74: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

65

yang masih berlaku tetapi sudah tidaksesuai lagi diterapkan terhadap

peristiwa konkret sehubungan dengan kebutuhan dan kepentinganmasa kini

meskipun sesungguhnya peristiwa-peristiwa itu belum dikenal sewaktu

undang undang tersebut diundangkan.Melalui interpretasi ini hakim dapat

menyelesaikan adanya perbedaan atau kesenjangan antara sifat positif dari

hukum (Rechtspositivitteit) dengan kenyataan hukum (Rechtswerkelijkheid),

sehingga jenis interpretasi ini menjadi penting.Penafsiran terhadap undang-

undang sesuai dengan tujuan pembentukannya. Hakim dalam menggunakan

penafsiran teleologis ini harus melihat suatu peraturan perundang-undangan

disesuaikan dengan situasi sosial yang baru sehingga ketentuan

perundangundangan tidak hanya dilihat secara tekstual, akan tetapi dilihat

secara kontekstual. Dengan demikian, penafsiran teleologis merupakan

metode penafsiran terhadap suatu ketentuan perundang-undangan dengan

melihat kondisi atau situasi sosial yang ada.

c. Interpretasi sistematis

Satu undang-undang tidak berdiri sendiri, akan tetapi saling

berkaitan dengan undnag-undang lainnya dalam satu system perundang-

undangan. Interpretasi sistematis yaitu menafsirkan peraturan-peraturan

perundang-undangan dengan menghubungkan dengan peraturan hukum atau

undang-undang lain atau keseluruhan system hukum.Penafsiran ini disebut

juga penafsiran logis.

Interpretasi sistematis adalah metode penafsiran yang menafsirkan

undang-undang sebagai bagian dari keseluruhan system perundang-

undangan. Artinya tidak satu pun dari peraturan perundang-undangan dapat

ditafsirkan seakan-akan berdiri sendiri, tetapi ia harus selalu dipahami dalam

kaitannya dengan jenis peraturan yang lainnya. Menafsirkan peraturan

perundang-undangan tidak boleh menyimpang dari system perundang-

undangan suatu Negara.100

Penegakan hukum tindak pidana korupsi tidak

semata-mata hanya melihat peraturan pidana tentang Korupsi, akan tetapi

100

Ahmad Rifai, Penemuan Hukum Oleh Hakim dalam Perspektif Hukum Progresif,

(Jakarta: Sinar Grafika, 2010), h. 67.

Page 75: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

66

terkait dengan peraturan perundang-undangan perdata, administrasi Negara

dan tata Negara.

d. Interpretasi Historis (penafsiran menurut sejarah)

Interpretasi historis adalah interpretasi menurut sejaran undang-

undang.Setiap ketentuan perundang-undang mempunyai sendiri. Karena

itu, untuk mengetahui makna atau kalimat dalam suatu undang-undang,

dapat menafsirkan dengan jalan meneliti sejarah kelahiran undang-undang

atau Pasal tertentu dari undang-undang tersebut.interpretasi historis

meliputi interpretasi terhadap sejarah Undang-Undang (Wet Historich),

dan sejarah hukumnya (Recht Historich), yakni mencari maksud dari

peraturan perundang-undangan itu seperti apa yang dilihat oleh pembuat

undang-undang ketika undang-undang itu dibentuk. Interpretasi sejarah

hukum (recths historisch) merupakan metode interpretasi yang memahami

undang-undang dalam konteks sejarah hukumnya.101

Ada dua jenis interpretasi historis yaitu :

1. Penafsiran menurut sejarah undang-undang. Yaitu yang hendak dicari

adalah maksud ditetapkannya undang-undang seperti yang hendak

dimaksud oleh pembentuk undang-undang. Interpretasi ini disebut juga

interpretasi subjektif karena menempatkan penafsiran pada pandangan

subjektif pembentuk undang-undang.

2. Penafsiran menurut sejarah hukum (Rechtshistory).

Yaitu metode interpretasi yang hendak memahami undang-undang dalam

konteks seluruh sejarah hukum dengan menelusuri sejarah awal

munculnya hukum tersebut.

e. Interpretasi Komparatif (penafsiran dengan membandingkan)

Interpretasi komparatif yaitu penafsiran dengan jalan memperbandingkan

atau perbandingan hukum.Hal ini penting untuk perjanjian-perjanjian

101

Ahmad Rifa’I, Penemuan Hukum Oleh Hakim dalam Perspektif Hukum Progresif, h. 66.

Page 76: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

67

internasional.Interpretasi komparatif ini dimaksudkan sebagai metode

penafsiran dengan jalan membandingkan antara berbagai system

hukum.Terutama bagi hukum yang timbul dari perjanjian internasional itu

penting, karena dengan pelaksanaan yang berimbang atau seragam direalisir

kesatuan hukum yang melahirkan perjanjian internasional itu sebagai

hukum objektif atau sebagai kaidah hukum umum untuk beberapa

Negara.102

f. Interpretasi Futuristik (interpretasi menurut aturan yang belum

mempunyai kekuatanhukum)

Interpretasi futuristik yaitu penafsiran dengan jalan menjelaskan undang-

undang dengan berpedoman pada kekuatan rancangan atau rencana undang-

undang yang belum mempunyai kekuatan hukum.103

Interpretasi futuristic

merupakan metode penemuan hukum yang bersifat antisipasi yaitu

penjelasan ketentuan undang-undang dapat berpedoman pada undang-

undang yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap.Seperti Rancangan

Undang-Undang (RUU) yang masih dalam tahap pembahasan di DPR.

g. Interpretasi Restriktif (membatasi)

Interpretasi Restriktif merupakan metode interpretasi yang bersifat

membatasi atau mempersempit makna dari suatu aturan.104

Interpretasi

retriktif digunakan untuk menjelaskan suatu ketentuan undang-undang,

dimana ruang lingkup ketentuan itu dibatasi dengan bertitik tolak pada

artinya menurut bahasa.105

h. Interpretasi Ekstensif (memperluas)

Metode ini merupakan metode penafsiran yang lebih luas dari pengertian

102

Ahmad Rifa’I, Penemuan Hukum Oleh Hakim dalam Perspektif Hukum Progresif, h.

69. 103

Ahmad Rifa’I, Penemuan Hukum Oleh Hakim dalam Perspektif Hukum Progresif, h.

60-61 104

Ahmad Rifa‟I, Penemuan Hukum Oleh Hakim dalam Perspektif Hukum Progresif, h.

70

105

Bambang Sutiyoso, Metode Penemuan Hukum (Yogyakarta: UII Press, 2006), h. 90.

Page 77: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

68

yang diberikanberdasarkam interpretasi gramatikal.Interpretasi Ekstensif

merupakan metode penafsiran yang membuat sebuah penafsiran melebihi

batas-batas biasa yang dilakukan melalui interpretasi gramatikal.Interpretasi

ekstensif digunakan untuk menjelaskan suatu ketentuan undang-undang

dengan melampaui batas yang diberikan oleh interpretasi gramatikal.106

Misalnya menurut interpretasi gramatikal tentang pegawai negeri dalam

korupsi dapat diartikansebagai orang yang bekerja pada kantor-kantor

pemerintahan dan mendapatkan gaji dari Negara,tetapi dalam pengertian

pegawai negeri dalam konteks undang-undang korupsi, maka

pembuatundang-undang memberikan batasan tentang pengertian pegawai

negeri dalam konteks undang-undang korupsi, maka pembuat undang-

undang memberikan batasan tentang pengertian pegawainegeri dalam

Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 adalah: 1) Pegawai Negeri

sebagaimana dimaksud dalamundang-undang tentang kepegawaian; 2)

Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam kitabUU hukum pidana; 3)

orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan Negara atau daerah;

4)orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima

bantuan dari keuanganNegara atau daerah, atau; 5) orang yang menerima

gaji atau upah dari korporasi lain yangmempergunakan modal dan fasilitas

dari Negara atau masyarakat.

106

Bambang Sutiyoso, Metode Penemuan Hukum, h. 91.

Page 78: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

69

Page 79: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

70

BAB IV

JUDICIAL INTEGRITY HAKIM TINDAK PIDANA KORUPSI

A. Pertimbangan Hakim Tindak Pidana Korupsi Nomor: 4/Pid.sus-

TPK/2017/PN-pbr dan Putusan Nomor: 51/Pid.Sus-TPK/2016/PN.Pbr

1. Putusan Tindak Pidana Korupsi Nomor: 4/Pid.sus-TPK/2017/PN-pbr

a. Kronologi Kasus Perkara nomor 4/Pid.sus-TPK/2017/PN-Pbr

Terdakwa yang bernama lengkap HERU WAHYUDI, SH. adalah

anggota DPRD Kabupaten Bengkalis Periode Tahun 2009-2014

berdasarkan SK Gubernur Riau No.KPTS.918/IX/2009 tanggal 11

September 2009 tentang Peresmian Pemberhentian Dan Pengangkatan

Anggota DPRD Kabupaten Bengkalis dan juga anggota Badan Anggaran

berdasarkan Keputusan Ketua DPRD Kabupaten Bengkalis No. 21 Tahun

2009 tanggal 18 Nopember 2009 tentang Penetapan Susunan Keanggotaan

Badan Anggaran DPRD Kabupaten Bengkalis sebagaimana telah dirubah

beberapa kali menjadi Keputusan DPRD Kabupaten Bengkalis No. 08

Tahun 2011 tanggal 25 Oktober 2011 tentang Perubahan Susunan

Keanggotaan Banggar DPRD Kabupaten Bengkalis.107

Pada tanggal 22 Desember 2011 dilakukan Nota Kesepakatan

(MoU) antara Pemerintah Daerah Kabupaten Bengkalis dengan Pimpinan

DPRD Kabupaten Bengkalis Nomor : 19/MoU-HK/XII/2011 dan Nomor :

08/DPRD-SKB/2011 tentang Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan

Plafon Penggunaan Anggaran Sementara (PPAS) Kabupaten Bengkalis

Tahun Anggaran 2012, yang memuat belanja hibah termasuk kedalam

belanja tidak langsung sebesar Rp.96.399.100.000,- (sembilan puluh enam

milyar tiga ratus sembilan puluh sembilan juta seratus ribu rupiah).

Didalam KUA dan PPAS Kabupaten Bengkalis tersebut, pada

kenyataannya beberapa permintaan dana hibah untuk penyerapan aspirasi

107

Putusan Pengadilan Negeri Nomor: 4/Pid.sus-TPK/2017/PN-pbr, h. 12.

Page 80: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

71

Anggota DPRD Kabupaten Bengkalis banyak yang tidak masuk dan pada

tanggal 16 Januari 2012 Terdakwa HERU WAHYUDI, SH, beserta

Anggota Banggar lainnya saat Rapat Finalisasi Rancangan APBD TA

2012 dengan Tim TAPD Kabupaten Bengkalis, menyampaikan

permintaan tambahan alokasi dana hibah melalui saksi Jamal Abdillah

setidak - tidaknya Rp.80.000.000.000,- (delapan puluh milyar rupiah)

dengan perhitungan setiap anggota Dewan mendapatkan masing-masing

Rp.2.000.000.000,- (dua milyar rupiah), tetapi Asmaran Hasan (Alm)

selaku Sekretaris Daerah Bengkalis dan juga selaku Ketua Tim TAPD

pada awalnya tidak menyetujui keinginan dari para Anggota Banggar

tersebut untuk menambah daftar nama-nama penerima Hibah diluar Dana

Hibah.108

Tim TAPD Kabupaten Bengkalis bersedia mengikuti permintaan

JAMAL ABDILLAH dan Banggar DPRD Kabupaten Bengkalis

memasukkan tambahan daftar rekapan permintaan dana Hibah yang

disampaikan Terdakwa HERU WAHYUDI, SH, saksi RISMAYENI,

S.Pd, HIDAYAT TAGOR NASUTION, SH, dan para anggota Banggar

DPRD Kabupaten Bengkalis, bersama MUHAMMAD TARMIZI dan

saksi PURBOYO serta Anggota DPRD Kabupaten Bengkalis lainnya

melalui Jamal Abdillah sebanyak 1.389 (seribu tiga ratus delapan puluh

sembilan) kelompok dengan dana sebesar Rp.115.190.000.000,- (seratus

lima belas milyar seratus sembilan puluh juta rupiah).

Terdakwa HERU WAHYUDI, SH. mengetahui setiap anggota

DPRD dapat mengajukan usulan tambahan kelompok – kelompok calon

penerima hibah maka terdakwa langsung berinisatif memberikan nama –

nama kelompok yang berjumlah 89 (delapan puluh sembilan) kelompok

kepada saksi JAMAL ABDILLAH antara lain:

a) Yang dimasukkan melalui dana aspirasi sebanyak 25 (dua puluh lima)

kelompok dengan dana sebesar Rp. 1.600.000.000,- (satu milyar enam

ratus juta rupiah)

108

Putusan Pengadilan Negeri Nomor: 4/Pid.sus-TPK/2017/PN-pbr, h. 13.

Page 81: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

72

b) Yang dimasukkan melalui dan diarahkan ke Bagian Umum / Bagian Kesra

Setda Bengkalis sebanyak 64 (enam puluh empat) kelompok dengan dana

sebesar Rp.3.850.000.000,- (tiga milyar delapan ratus lima puluh juta

rupiah).

Dan selanjutnya daftar nama calon penerima hibah yang diusulkan

dari semua anggota DPRD melalui oleh saksi JAMAL ABDILLAH

disampaikan kepada Drs.ASMARAN HASAN (Alm) selaku Ketua TAPD

dengan maksud untuk dilakukan perubahan dan perbaikan dan pada tanggal

01 November 2012 telah ditetapkan Perda No. 17 Tahun 2012 tentang

Perubahan APBD Kabupaten Bengkalis TA 2012 dengan anggaran hibah

sebesar Rp.272.277.491.580,- (Dua ratus tujuh puluh dua milyar dua ratus

tujuh puluh tujuh juta empat ratus sembilan puluh satu ribu lima ratus delapan

puluh rupiah),mengetahui hal tersebut Terdakwa HERU WAHYUDI, SH.

langsung menginformasikan kepada para kelompok yang telah tercantum dan

terdaftar sebagai lembaga/ kelompok penerima dana hibah TA 2012 dengan

harapan segera untuk melengkapi persyaratan yang diperlukan untuk

pencairan dana hibah serta menyatakan bila dana telah cair maka kelompok

penerima wajib menyerahkan sejumlahuang kepada terdakwa langsung dan

melalui pihak perantara (calo).109

Setelah dana hibah tersebut dicairkan oleh para penerima dana hibah

yang usulannya melalui terdakwa HERU WAHYUDI, SH. maka terdakwa

menerima uang sebagaimana yang dipersyaratkan sebelumnya dari para calo

dan penerima hibah dengan jumlah keseluruhan sebesar Rp.385.000.000,-

(tiga ratus delapan puluh lima juta rupiah) dengan rincianBobi Sugara,

Rozali, Dedi Zulfikar, dan Faisal Bachri.110

Kemudian, pada tanggal 16 Januari 2012 Terdakwa HERU

WAHYUDI, SH, beserta Anggota Banggar lainnya telah menyalahgunakan

kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau

kedudukan Terdakwa selaku Anggota DPRD maupun selaku Anggota

109

Putusan Pengadilan Negeri Nomor: 4/Pid.sus-TPK/2017/PN-pbr, h. 17. 110

Putusan Pengadilan Negeri Nomor: 4/Pid.sus-TPK/2017/PN-pbr, h. 14.

Page 82: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

73

Banggar DPRD Kabupaten Bengkalis, saat RapaT Finalisasi Rancangan

APBD TA 2012 dengan Tim TAPD Kabupaten Bengkalis, menyampaikan

permintaan tambahan alokasi dana hibah, atas nama:

1) Jamal Abdillah: Rp.80.000.000.000,-

2) Masing-masing anggota dewan: Rp.2.000.000.000,-111

Setelah dana hibah tersebut dicairkan oleh para penerima dana hibah

yang usulannya melalui terdakwa HERU WAHYUDI, SH. maka terdakwa

menerima uang sebagaimana yang dipersyaratkan sebelumnya dari para calo

dan penerima hibah dengan jumlah keseluruhan sebesar Rp.385.000.000,-

(tiga ratus delapan puluh lima juta rupiah).

b. Tuntutan

Dalam perkara Nomor 4/pid.sus/ppk/2017/pn.pbr Jaksa Penuntut

Umum melakukan penuntutan yang pada intinya menyatakan, agar terdakwa

Heru Wahyudi dinyatakan bersalah dan meyakinkan telah melakukan tindak

pidana “korupsi dana hibah yang dilakukan secara bersama-sama” sesuai

dengan dakwaan Penuntut Umum bahwaPerbuatan Terdakwa HERU

WAHYUDI, SH. bin CHAIRUM NOSA diatur dan diancam pidana dalam

Pasal 3 jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun

2001 tentang Perubahan atas UU No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1)

Kemudian Jaksa Penuntut Umum juga menuntut untuk

Menjatuhkannya pidana terhadap Terdakwa HERU WAHYUDI, S.H. Bin

CHAIRUM NOSA dengan pidana penjara masing-masing selama 8(delapan)

tahun dan 6 (enam) bulan dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan.

Sehingga kemudian dari tuntutan tersebut jaksa juga menuntut agar

Membebankan Terdakwa HERU WAHYUDI, S.H. Bin CHAIRUM

NOSAuntuk membayar denda sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta

rupiah) Subsidair 6 (enam) bulan kurungan.

111

Putusan Pengadilan Negeri Nomor: 4/Pid.sus-TPK/2017/PN-pbr, h. 24.

Page 83: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

74

Selanjutnya untuk mengembalikan kerugian yang dialami oleh negara

Jaksa Penuntut Umum menuntut untuk Membebani Terdakwa HERU

WAHYUDI, S.H. Bin CHAIRUM NOSA untuk membayar uang pengganti

sebesar Rp385.000.000,00 (tiga ratus delapan puluh lima juta rupiah), jika

terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 (satu)

bulan sesudah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, maka harta

bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang

pengganti, dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda mencukupi

untuk membayar uang pengganti, maka dipidana dengan penjara selama 4

(empat) tahun dan 6 (enam) bulan, dan apabila terpidana membayar uang

pengganti yang jumlahnya kurang dari seluruh kewajiban membayar uang

pengganti, maka jumlah uang pengganti yang dibayarkan tersebut akan

diperhitungkan dengan lamanya pidana tambahan berupa pidana penjara

sebagai pengganti dari kewajiban membayar uang pengganti. Kemudian jaksa

juga menuntut untuk membebani terdakwa untuk membayar biaya perkara

sebasar 10.000 dan menuntuk majelis hakim untuk mengesahkan semua

barang bukti.

c. Pertimbangan Hakim

Majelis hakim dalam memutus perkara sebagaiman dalam putusan

Putusan Perkara Nomor: 4/Pid.sus-TPK/2017/PN-pbr mempertimbangkan

beberapa fakta fakta dan kesaksian yang dihadirkan dalam persidangan. Dari

fakta berupa bukti dan kesaksian dari saksi saksi yang dihadirkan dalam

persidangan, majelis hakim mendapat keterangan sebagai pertimbangan

sebagai berikut.112

Berdasarkan fakta-fakta hukum dalam persidangan selanjutnya

mempertimbangkan apakah terdakwa terbukti bersalah melakukan

tindakpidana sebagaimana yang didakwakan oleh Penuntut Umum kepadanya,

maka untuk itu terlebih dahulu akan dipertimbangkan unsur-unsur dari

dakwaan Penuntut Umum berupa dakwaan subsidaritas, yaitu: pertama,

dakwaan Primair:Melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang

112

Putusan Pengadilan Negeri Nomor: 4/Pid.sus-TPK/2017/PN-pbr, h. 129

Page 84: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

75

Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Kedua, dakwaan Subsidair:Melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang

Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Kemudian, karena dakwaan Penuntut Umum disusun dalam bentuk

subsidaritas, sesuai dengan tertib hukum acara pidana maka Majelis akan

mempertimbangkan dakwaan primair terlebih dahulu dan apabila dakwaan

primair telah terbukti, maka dakwaan subsidair tidak perlu dipertimbangkan

lagi, akan tetapi apabila dakwaan primair tidak terbukti majelis akan

mempertimbangkan dakwaan berikutnya.

Majelis hakim dalam memutus perkara juga mempertimbangkan, dalam

dakwaan primair yaitu melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang

Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang

Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana,

yang menyatakan “Setiap orang secara melawan hokum memperkaya diri

sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dapat merugikan keuangan negara

atau perekonomian negara sebagai orang yang melakukan, menyuruh

melakukan,atau turut serta melakukanperbuatan”113

Selanjutnya Majelis hakimmempertimbangkan unsur-unsur materil

sebagaimana pasal yang didakwakan oleh jaksa penuntut umum, dengan fakta-

fakta yang telah didapatkan dalam proses persidangan. Pertama, mengenai

unsur “setiap orang”.Orang, adalah siapa saja.Pengertian orang dalam hal ini

adalahsebagai orang sebagai objek hukum yaitu tiap warga negara

113

Putusan Pengadilan Negeri Nomor: 4/Pid.sus-TPK/2017/PN-pbr, h. 129-130.

Page 85: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

76

yangdilindungi oleh hukum pidana, jadi tidak dipandang apakah orangtersebut

cakap atau tidak melakukan perbuatan hukum.Artinya lagi,perbuatan melawan

hukum terhadap setap orang warga negara yangmenjadi objek perlindungan

hukum pidana suatu negara termasukseandainya orang tersebut mengalami

gangguan jiwa tidak dikecualikan dari pengertian orang dalam pasal

ini.114

keuda, adalah unsur “secara melawan hukum”,Melawan hak, sama

dengan melawan hukum. Perbuatan melawan hukum berarti bahwa perbuatan

seseorang melanggar atau bertentangan dengan kaidah materiil yang berlaku

baginya.sebagai melawan hukumbukan hanya berdasarkan suatu ketentuan

dalam perundang-undangan,melainkan juga berdasarkan asas-asas keadilan

atau asas-asas hukum yang tidak tertulis dan bersifat umum.115

Ketiga, Unsur “memperkaya diri sendiri atau orang lain suatu

korporasi”. Pemaknaan dari unsur "dengan tujuan" adalah suatu kehendak

yang ada dalam pikiran dan bathin pelaku yang mempunyai maksud dan

tujuan guna memperoleh suatu yang diinginkan dalam hal ini keuntungan baik

dalam bentuk materil maupun immaterial bagi dirinya sendiri atau orang lain

atau suatu korporasi. Kemudian, "menguntungkan diri sendiri atau orang lain

atau suatu korporasi", adalah bersifat alternatif sehingga dengan perbuatan itu

telah mendatangkan keuntungan apakah pada dirinya sendiri, orang lain atau

suatu korporasi, oleh karenanya tidak perlu dari perbuatannya mendatangkan

keuntungan secara kumulatif. Maka tidak perlu semua elemen dalam unsur

tersebut harus dibuktikan. Dari unsur dalam pasal tersebut kemudian majelis

hakim melihat fakta hukum yang tidak terbantahkan dalam kaitannya dengan

penganggaran dan pencairan dana hibah Kabupaten Bengkalis tahun 2012

pada saat terdakwa menjabat sebagai anggota DPRD Kabupaten Bengkalis

dan sebagai Anggota Banggar DPRD Kabupaten Bengkalis dimana terdakwa

bersama dengan anggota Banggar Kabupaten lainnya antara lain saksi Jamal

Abdillah, saksi Purboyo serta Hidayat Tagor Nasution, SH, Rismayeni, S.Pd,

114

R Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), (Bogor: Politea, 1996), h.

250. 115

R Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), h. 250.

Page 86: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

77

dan Tarmizi mengajukan penambahan anggaran bantuan hibah dan bantuan

sosial kedalam APBD Kabupaten Bengkalis Tahun Anggaran 2012. Dimana

terdakwa ada memasukkan rekapan daftar nama-nama kelompok masyarakat

calon penerima dana hibah dan bantuan sosial tersebut sejumlah 89 (delapan

puluh sembilan) kelompok yakni dimasukkan melalui dana

aspirasisebanyak25 (dua puluh lima) kelompok dengan dana sebesar

Rp1.600000.000,00(satu milyar enam ratus juta rupiah) dan yang dimasukkan

melalui dan diarahkan ke Bagian Umum/Bagian Kesra Setda Bengkalis

sebanyak 64 (enam puluh empat) kelompok dengan dana sejumlah

Rp3.850000.000,00(tiga milyar delapan ratus lima puluh juta rupiah)

Keempat, Unsur “merugikan keuangan negara atau perekonomian

negara”Menimbang. Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang

Perbendaharaan Negara Pasal 1 angka 22 menyebutkan „yang

dimaksuddenganKerugianNegara/Daerahadalahkekuranganuang,suratberharg

a,dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat

perbuatanmelawan hukum baik sengaja maupun lalai. Menimbang, bahwa

dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana

diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001

ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan Keuangan Negara adalah seluruh

kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak

dipisahkan termasuk didalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala

hak dan kewajiban yang timbul karena.

a. Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban Negara,

baik ditingkat pusat maupun daerah.

b. Berada dalam pengurusan, dan pertanggungjawaban Badan Usaha Milik

Negara/Badan usaha Milik Daerah, Yayasan, Badan Hukum dan

Perusahaan yang penyertaan modal Negara atau perusahaan yang

penyertaan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian Negara

Dalam persidangan majelis hakim mendapatkan fakta hukum yang

diperoleh bahwa dana hibah yang dicairkan tahun 2012 tersebut adalah

Page 87: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

78

bersumber dari dana APBD Kabupaten Bengkalis tahun anggaran 2012 dalam

penguasaan, pengurusan dadn pertanggungjawaban penggunaan anggaran

Kabupaten Bengkalis. Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum

diatasterungkapbahwadalamkegiatan

PemberianBantuanDanaHibahdanBantuanSosialkepada

Kelompok/Lembaga/Grup/Organisasi Masyarakat Yang Menggunakan Dana

Bersumber dari APBD Bengkalis/DPA Sekretariat Daerah Kabupaten

Bengkalis Tahun Anggaran 2012, sesuai keterangan ahli Deddy Yudistira,

Ak, CfrA dan Laporan Hasil Audit Badan Pengawasan Keuangan dan

Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Riau Nomor SR-

250/PW04/5/2015 tanggal 3 Juli 2015 terdapat kerugian keuangan negara

sejumlah Rp31.357.740.000,00 (tiga puluh satu milyar tiga ratus lima puluh

tujuh juta tujuh ratus empat puluh ribu rupiah). Sehingga unsur dalam pasal

ini telah terpenuhi.

Kelima, unsur “orang yang melakukan, menyuruh melakukan atau

turut serta melakukan perbuatan”Ketentuan dalam Pasal 55 ayat (1) ke 1

KUHPidana menyatakan: dihukum seperti pelaku dari perbuatan yang dapat

dihukum barang siapa yang melakukan (pleger), menyuruh melakukan (doen

pleger) atau turut melakukan (mede pleger). Dimana yang melakukan atau

pelaku adalah barang siapa yang memenuhi semua unsur yang terdapat dalam

perumusan-perumusan delik. Yang menyuruh melakukan (doen pleger)

adalah seseorang yang berkehendak untuk melakukan sesuatu delik tapi tidak

melakukannya sendiri, akan tetapi menyuruh orang lain untuk melakukannya.

Turut melakukan adalah orang yang ikut serta melakukan peristiwa pidana,

dan tidak memenuhi semua unsur peristiwa pidana tersebut.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka unsur “mereka yang melakukan

dan yang turut melakukan perbuatan telah terpenuhi.Menimbang, bahwa tiap

orang yang dikualifikasikan sebagai turut serta melakukan tindak pidana,

tidak harus memenuhi seluruh unsur rumusan tindak pidana. Ada semacam

pembagian kerja dengan tanggung jawab yang dibebankan kepada kelompok

Page 88: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

79

secara bersama-sama dengan orang lain, tidak melakukan tindak pidana

secara sendiri-sendiri, melainkan secara bersama-sama dalam mewujudkan

tindak pidana itu. Jika dilihat dari sudut perbuatan seorang pelaku hanyalah

memenuhi sebagian dari mata rantai tindak pidana. Semua syarat tindak

pidana terpenuhi tidak oleh satu peserta, akan tetapi oleh rangkaian semua

peserta. Peran salah seorang pelaku tindak pidana adalah merupakan bagian

dari mata rantai yang terhubung sehingga tindak pidana terwujud. Seorang

yang turut serta tidak diisyaratkan untuk secara tuntas memenuhi semua unsur

rumusan tindak pidana, terlebih lagi sifat delik dalam pasal ini adalah delik

formal, dengan demikian pertanggungjawaban pidananya sama dengan orang

yang melakukan. Hal ini terjadi karena sistem pertanggungjawaban dalam

hukum pidana dalam pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, menganut paham setiap

orang yang terlibat bersama- sama ke dalam suatu tindak pidana dipandang

dan dipertanggungjawabkan secara sama dengan orang yang sendirian

melakukan tindak pidana, tanpa dibeda-bedakan baik atas perbuatan yang

dilakukannya maupun apa yang ada dalam sikap batinnya.

Sesuai dengan fakta hokum, sebagaimana telah diuraikan sebelumnya

bahwa terdakwa selaku anggota DPRD Kabupaten Bengkalis yang pada

waktu itu juga duduk sebagai anggota Badan Anggaran DPRD Kabupaten

Bengkalis, bersama-sama dengan anggota DPRD lainnya mengusulkan

kepada Pemerintahan Kabupaten Bengkalis melalui TAPD APBD supaya

didalam APBD Kabupaten Bengkalis Tahun Anggaran 2012 dimasukkan atau

diakomodir penambahan dana hibanh dan bantuan sosial atas usulan atau

inisiatif angota dewan dengan alasan yang dikemukakandalam rangka

memperjuangkan kepentingan masyarakat konstituen anggotadewan.

Selanjutnya anggota dewan memperjuangkan aspirasitersebutdalam

forum-forum pembahasan Rancangan Perda APBD Kabupaten Bengkalis

tahun anggaran 2012 dimana kemudian keinginan tersebut diakomodir dan

dimasukkan dalam APBD Murni menjadi sejumlah Rp212.580.760.933,-

(dua ratus dua belas milyar lima ratus delapan puluh juta tujuh ratus enam

puluh ribu sembilan ratus tiga puluh tiga rupiah) dan pada APBD Perubahan

Page 89: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

80

menjadi sejumlah Rp272.277.491.850,- (dua ratus tujuh puluh dua milyar dua

ratus tujuh puluh tujuh juta empat ratus sembilan puluh satu ribu delapan

ratus lima puluh rupiah).

Kemudian dalam memutus perkara majelis hakim memperhatikan hal-

lah dalam proses persidangan sebagai bahan pertimbangan daalam memutus

perkara. Adapun hal-hal subjektif dalam persidangan yang perhatikan adalah

pertimbangan sebagai peringan dan pembert. Hal-hal yang memberatkan,

yaitu Perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam

pemberantasan tindak pidana korupsi.Kemudian, Perbuatan Terdakwa selaku

anggota DPRD dan penyelenggara negara tidak memberikan teladan dalam

penyelenggaraan pemerintahan yang jujur dan bebas dari korupsi dan

Perbuatan terdakwa telah mengakibatkan kerugian keuangan

Negara.Kemudian hakim juga memperhatikan hal-hal yang

meringankan.Yaitu, Terdakwa belum pernah dihukum dan bersikap sopan

dipersidangan.Kemudian, Terdakwa mempunyai tanggungan keluarga.116

c. Amar Putusan

Hakim dalam mempertimbangkan semua fakta dan kesaksian dalam

persidangan, kemudian memutus perkara dengan amar putusan sebagai berikut:

a) Menyatakan terdakwa HERU WAHYUDI, SH tersebut diatas, tidakterbukti

secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana

didakwakan dalam dakwaan primair.

b) Membebaskan terdakwa oleh karena itu dari dakwaan primair tersebut.

c) Menyatakan terdakwa HERU WAHYUDI, SH telah terbukti secara sah dan

meyakinkan bersalah melakukan TINDAK PIDANA KORUPSI SECARA

BERSAMA-SAMA sebagaimana dalam dakwaan subsidair.

116

Putusan Pengadilan Negeri Nomor: 4/Pid.sus-TPK/2017/PN-pbr, h. 157-158.

Page 90: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

81

d) Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana

penjara selama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan denda sebesar Rp.

50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), dengan ketentuan apabila denda tidak

dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 2 (dua) bulan.

e) Menghukum terdakwa HERU WAHYUDI, SH untuk membayar uang

pengganti sebesar Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah), dengan

ketentuan apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti tersebut paling

lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah perkaranya memperoleh putusan

pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan disita

oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam hal

terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar

uang pengganti tersebut, maka dipidana dengan pidana penjara selama 6

(enam) bulan.

f) Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dikurangkan

seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.

g) Menetapkan agar terdakwa tetap ditahan

1. Perkara Putusan Nomor: 51/Pid.Sus-TPK/2016/PN.Pbr

a. Kronologi kasus

Terdakwa yang bernama lengkap RUSLAN AUHASBA, SE,

merupakan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) kegiatan Pemeliharaan

Rutin/berkala Kendaraan Dinas/Opersional Tahun Anggaran 2015 pada Dinas

Kebersihan,Pertamanan dan Pasar Kabupaten Rokan Hilir berdasarkan Surat

Keputusan Kepala Dinas Kebersihan, Pertamanan dan Pasar Kabupaten Rokan

Hilir Nomor: 238 Tahun 2015 tanggal 9 April 2015 bersama-sama dengan

saksi IWAN KURNIA, SE selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), saksi

AFRIZAL selaku Bendahara Pengeluaran dan saksi ASNAWATI, SE selaku

Kasubbag Keuangan (dilakukan penuntutan dalam berkas perkara terpisah)

pada hari dan tanggal yang tidak dapat ditentukan lagi dalam bulan Januari

2015 sampai dengan bulan Desember 2015 atau pada suatu waktu dalam tahun

2015, bertempat di Kantor Dinas Kebersihan, Pertamanan dan Pasar Kabupaten

Page 91: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

82

Rokan Hilir Jalan Kecamatan, Purna MTQ Kecamatan Bangko Kabupaten

Rokan Hilir atau pada suatu tempat yang masih termasuk dalam Daerah

Hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Pekanbaru

yang berwenang untuk memeriksa dan mengadili, baik “sebagai yang

melakukan, menyuruh melakukan dan turut serta melakukan dengan tujuan

menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,

menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya

karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau

perekonomian negara”, perbuatan tersebut dilakukan terdakwa dengan cara

sebagai berikut.117

Selanjutnya Tahun Anggaran 2015 pada Dinas Kebersihan, Pertamanan

dan Pasar Kabupaten Rokan Hilir terdapat Kegiatan Pemeliharaan Rutin /

Berkala Kendaraaan Dinas / Operasional sebagaimana yang tercantum dalam

Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA-SKPD/DPPA-SKPD/DPAL- SKPD)

Dinas Kebersihan, Pertamanan dan Pasar Kabupaten Rokan Hilir Tahun

Anggaran 2015 dengan Nomor Kegiatan: 1.08.1.08.02.02.24000.Adapun nilai

kegiatan tersebut adalah sebesar Rp.3.915.000.000,- (tiga milyar sembilan ratus

lima belas juta rupiah).

Kemudian, pada tanggal 29 Desember 2014 terbit DPA - SKPD dengan

Nomor :1.08.1.08.02.02.24000.5.2 untuk kegiatan Pemeliharaan Rutin /

BerkalaKendaraan Dinas / Operasional Tahun Anggaran 2015 sebesar Rp.

3.915.000.000,- (tiga miliar sembilan ratus lima belas juta rupiah) dengan

rincian sebagai berikut118

:Bahwa pada tanggal 22 April 2015 Bendahara

Umum Daerah Kabupaten Rokan Hilir menerbitkan SP2D - UP Nomor : 267 /

SP2D / GU / LS / 1.08.02/ 2015 senilai Rp. 2.182.594.000,- (dua miliar seratus

delapan puluh dua juta lima ratus sembilan puluh empat ribu rupiah) untuk

seluruh kegiatan pada Dinas Kebersihan, Pertamanan dan Pasar Kabupaten

Rokan Hilir Tahun Anggaran 2015, kemudian dana tersebut dipindahbukukan

dari rekening Kas Daerah Rokan Hilir ke rekening Bendahara Pengeluaran

117

Putusan Pengadilan Negeri No. 51/Pid.Sus-TPK/2016/PN.Pbr, h. 195. 118

Putusan Pengadilan Negeri No. 51/Pid.Sus-TPK/2016/PN.Pbr, h. 196.

Page 92: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

83

Dinas Kebersihan, Pertamanan dan Pasar Kabupaten Rokan Hilir pada PT.

Bank Riau Cabang Bagansiapiapi dengan nomor rekening 113.02.00110. Atas

penerbitan SP2D tersebut yang sebelumnya telah dilengkapi dengan SPP - UP

Nomor : 05 / DKPP / 2015 tanggal 10 April 2015 yang ditandatangani oleh

saksi AFRIZAL selaku Bendahara Pengeluaran dan SPM-UP Nomor:

05/1.08.02/UP/BE-LANG/2015 tanggal 11 April 2015 yang ditandatangani

oleh saksi IBUS KASRI, ST selaku Kepala Dinas Kebersihan, Pertamanan dan

Pasar Kabupaten Rokan Hilir.

Selanjutnya, pada tanggal 9 Juli 2015 Bendahara Umum Daerah

Kabupaten Rokan Hilir telah menerbitkan SP2D - GU Nomor : 1393 / SP2D /

GU / LS /1.08.02 / 2015 senilai Rp. 989.953.250,- (sembilan ratus delapan

puluh sembilan juta sembilan ratus lima puluh tiga ribu dua ratus lima puluh

rupiah) dan dananya dipindahbukukan ke Bendahara Pengeluaran Dinas

Kebersihan, Pertamanan dan Pasar Kabupaten Rokan Hilir pada PT. Bank Riau

Cabang Bagansiapi-api dengan nomor rekening 113.02.00110. Atas penerbitan

SP2D tersebut sebelumnya telah dilengkapi dengan SPP-GU Nomor : 23 /

DKPP / 2015 tanggal 29 Juni 2015 yang ditandatangani oleh saksi AFRIZAL

selaku Bendahara Pengeluaran dan SPM-GU Nomor : 23 / 1.08.02 / GU / 2015

tanggal 30 Juni 2015 yang ditandatangani oleh saksi.

Selanjutnya, pada tanggal 06 Oktober 2015, Bendahara Umum Daerah

Kabupaten Rokan Hilir menerbitkan SP2D-GU Nomor: 4655 / SP2D / GU / LS

/ 1.08.02 / 2015 senilai Rp. 583.410.300,- (lima ratus delapan puluh tiga juta

empat ratus sepuluh ribu tiga ratus rupiah) dan kemudian dananya

dipindahbukukan ke Bendahara Pengeluaran Dinas Kebersihan, Pertamanan

dan Pasar Kabupaten Rokan Hilir pada PT. Bank Riau Cabang Bagansiapi-api

dengan nomor rekening 113.02.00110. Atas penerbitan SP2D tersebut

sebelumnya telah dilengkapi dengan SPP-GU Nomor: 121/DKPP/2015 tanggal

28 September 2015 yang ditandatangani oleh saksi AFRIZAL selaku

Bendahara Pengeluaran dan SPM-GU Nomor: 121/1.08.02/GU/2015 tanggal

29 September 2015 yang ditandatangani oleh saksi IBUS KASRI, ST selaku

Kepala Dinas Kebersihan, Pertamanan dan Pasar Kabupaten Rokan Hilir

Page 93: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

84

dengan bukti-bukti pertanggungjawaban / SPJ SP2D berupa, 119

Belanja Jasa

Servis: 166.400.000, Belanja: Penggantian Suku 95.685.000. Belanja: Bahan

Bakar 321.325.300, sehinga dari itu total Keseluruhan: Jumlah 583.410.300.

Kemudian, pada tanggal 12 November 2015, Bendahara Umum Daerah

Kabupaten Rokan Hilir menerbitkan SP2D-GU Nomor: 6508 / SP2D / GU / LS

/ 1.08.02 / 2015 senilai Rp. 184.141.300,- (seratus delapan puluh empat juta

seratus empat puluh satu ribu tiga ratus rupiah) dan dananya dipindahbukukan

ke Bendahara Pengeluaran Dinas Kebersihan, Pertamanan dan Pasar

Kabupaten Rokan Hilir pada PT Bank Riau Cabang Bagansiapi-api dengan

nomor rekening 113.02.00110. Atas penerbitan SP2D-GU tersebut sebelumnya

telah dilengkapi dengan SPP-GU Nomor : 152 / DKPP / 2015 tanggal 05

November 2015 yang ditandatangani oleh saksi AFRIZAL selaku Bendahara

Pengeluaran dan SPM-GU Nomor : 152 /1.08.02 / GU / 2015 tanggal 06

November 2015 yang ditandatangani oleh saksi IBUS KASRI, ST selaku

Kepala Dinas Kebersihan, Pertamanan dan Pasar Kabupaten Rokan Hilir

dengan bukti-bukti pertanggungjawaban / SPJ SP2D yaitu, Belanja Jasa Servis:

47.450.000,00, Belanja Penggantian Suku: 30.000.000,00, Belanja Bahan

Bakar: 106.691.300,00. Total Keseluruhan Jumlah: 184.141.300,00.

Kemudian, pada tanggal 03 Desember 2015 Bendahara Umum Daerah

Kabupaten Rokan Hilir menerbitkan SP2D-TUP Nomor:

8175/SP2D/GU/LS/1.08.02/2015 senilai Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta

rupiah) dan dananya dipindahbukukan ke Bendahara Pengeluaran Dinas

Kebersihan, Pertamanan dan Pasar Kabupaten Rokan Hilir pada PT. Bank Riau

Cabang Bagansiapi-api dengan nomor rekening 113.02.00110. Atas penerbitan

SP2D tersebut sebelumnya telah dilengkapi dengan SPP-TUP Nomor:

159/DKPP/2015 tanggal 24 November 2015 yang ditandatangani oleh saksi

AFRIZAL selaku Bendahara Pengeluaran dan SPM - TUP Nomor: 159 /

1.08.02 / TU / BE-LANG / 2015 tanggal 06 November 2015 yang

ditandatangani oleh saksi IBUS KASRI, ST selaku Kepala Dinas Kebersihan,

Pertamanan dan Pasar Kabupaten Rokan Hilir dengan bukti - bukti

119

Putusan Pengadilan Negeri No. 51/Pid.Sus-TPK/2016/PN.Pbr h. 197

Page 94: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

85

pertanggungjawaban / SPJ, SP2D-TUP tersebut keseluruhannya merupakan

belanja bahan bakar minyak / gas dan pelumas senilai Rp. 200.000.000,- (dua

ratus juta rupiah).

Selanjutnya, selama Tahun Anggaran 2015, saksi AFRIZAL selaku

Bendahara Pengeluaran atas perintah saksi IWAN KURNIA, SE selaku Kuasa

Pengguna Anggaran melakukan pencairan uang Pemeliharaan Rutin / Berkala

Kendaraan Dinas / Operasional dengan cara yaitu setiap uang dicairkan oleh

saksi AFRIZAL dari rekening Bendahara Pengeluaran Dinas Kebersihan,

Pertamanan dan Pasar Kabupaten Rokan Hilir, kemudian saksi AFRIZAL

bersama dengan saksi RIKI SYAHPUTRA dan saksi YOSRIZAL

menyerahkan uang tersebut kepada saksi IWAN KURNIA, SE di rumah saksi

IWAN KURNIA, SE yang beralamat di Jalan pulau Baru Nomor 99

Kepenghuluan Bagan Jawa Pesisir Kecamatan Bangko Kabupaten Rokan

Hilir120

.

Selanjutnya, Setiap saksi AFRIZAL menyerahkan uang pencairan

UangPersediaan (UP) dan Ganti Uang (GU) kepada saksi IWAN KURNIA,

SEselaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dalam kegiatan Pemeliharaan

Rutin / Berkala Kendaraan Dinas / Operasional Tahun Anggaran 2015, saksi

AFRIZAL diberi uang oleh saksi IWAN KURNIA, SE sebanyak 3 kali

masing-masing pada penyerahan pertama sebesar Rp. 15.000.000,- (lima belas

juta rupiah) penyerahan kedua sebesar Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah)

dan penyerahan ketiga sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) sehingga

total saksi AFRIZAL mendapat uang dari saksi IWAN KURNIA, SE lebih

kurang sebesar Rp.45.000.000,- (empat puluh lima juta rupiah) sedangkan

saksi RIKI SYAHPUTRA dan saksi YOSRIZAL diberi uang oleh saksi IWAN

KURNIA yang jumlahnya sekitar Rp.300.000,- (tiga ratus ribu rupiah) sampai

dengan Rp.500.000,- (lima ratus ribu rupiah) setiap kali menemani saksi

AFRIZAL mengantarkan uang kepada saksi IWAN KURNIA, SE.

Dari semua kronologi tersebut maka nilai keseluruhan bukti-bukti

pertanggungjawaban/SPJ Kegiatan Pemeliharaan Rutin/Berkala Kendaraan

120

Putusan Pengadilan Negeri No. 51/Pid.Sus-TPK/2016/PN.Pbr h. 197

Page 95: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

86

Dinas / Operasional Tahun Anggaran 2015 adalah sebesar Rp.2.988.442.850,-

(dua miliar sembilan ratus delapan puluh delapan juta empat ratus empat puluh

dua ribu delapan ratus lima puluh rupiah)121

b. Tuntutan Penuntut Umum

Menyatakan agar terdakwa Ruslan Auhabsa dinyatakan bersalah dan

meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi yang “dilakukan secara

bersama-sama sebagai orang yang melakukan tindak pidana” telah terpenuhi

dan terbukti menurut hukum bahwa dalam tuntutan Penuntut Umum telah

menyatakan Terdakwa telah terbukti bersalah melanggar pasal 2 ayat (1) jo.

Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah dirubah

dengan Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi jo.Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana dan mohon

kepada Majelis Hakim untuk memberikan putusan kepada Terdakwa dengan

pidana penjara selama 4(empat) tahun dan 6(enam) bulan serta denda sebesar

Rp.200.000.000,--subsidair 1(satu) bulan kurungan dan Uang Pengganti

Rp.10.000.000,-(Sepuluh juta rupiah) diambil yang telah dititip di Kejaksaan

Negeri Rokan Hilir.

c. Pertimbangan Hakim

Majelis hakim dalam memutus perkara melihat keterangan saki-saksi

dan barang bukti dalam persidangan.Sehingga dalam memutus perkara

Nomor 51/Pid.Sus-TPK/2016/PN.Pbr manjelis hakim mempertimbangkan

barbagai aspek. Adapun pertimbngan tersebut sebagai berikut:122

Dalam pemeriksaan terhadap dakwaan primer, majelis hakim tidak

menemukan barang bukti yang cukup.Sehingga dakwaan tersebut

dikesmpingkan dan majelis hakim hanya membuktikan dakwaan Subsidiair

yaitu Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang dirubah dan ditambah dengan

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No.31

121

Putusan Pengadilan Negeri No. 51/Pid.Sus-TPK/2016/PN.Pbr h. 198 122

Putusan Pengadilan Negeri No. 51/Pid.Sus-TPK/2016/PN.Pbr

Page 96: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

87

Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat

(1) ke-1 Kitap Undang-Undang Hukum Pidana dengan unsure-unsur pada

ketentuan pasal yang menyebutkan “Setiap orang dengan tujuan

menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi

menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada

padanya karena jabatan atau kedudukan dapat merugikan keuangan negara

atau perekonomian negara dilakukan secara bersama-sama”.

Untuk membuktikan dari dakwaan jakasa mengenai pelanggaran pada

pasal tersebut maka majelis hakim menyesuiakan dakwaan tersebut dengan

fakta-fakta. Pertama, Unsur Setiap Orang. Jika diperhatikan rumusan pasal ini

maka seolah-olah Setiap Orang dapat menjadi subjek / pelaku dari Tindak

Pidana Korupsi, tetapi sesungguhnya tidak demikian. Dalam pasal 3 ini

ditentukan bahwa pelakuTindak Pidana korupsi haruslah orang-orang

yang memangku suatu “jabatan atau kedudukan” dan Tindak Pidana

Korupsi tersebut haruslah dilakukan dalam menjalankan jabatan atau

kedudukannya itu. Yang dapat memangku suatu jabatan atau kedudukan

hanyalah orang-perorangan, sehingga Majelis Hakim berpendapat bahwa

yang dapat melakukan Tindak Pidana Korupsi menurut Pasal 3 ini adalah

orang-perorangan.

Terdakwa Ruslan Auhasba dengan identitas dalam dakwaan sesuai

dengan yang disebutkan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) maupun

surat dakwaan dengan jabatan atau kedudukan selaku Pejabat Pelaksana

Tekhnis Kegiatan (PPTK) dalam Kegiatan Pemeliharaan Rutin/ Berkala

Kendaraan Dinas/Operasional pada Dinas Kebersihan, Pertamanan dan Pasar

Kabupaaten Rokan Hilir Tahun Anggaran 2015 sehat fisik dan mentalnya

terbukti dari sikap dan pernyataan-pernyataannya yang disampaikan dalam

persidangan, sehingga Terdakwa adalah orang yang mampu

bertanggungjawab menurut hukum, dan didakwa telah melakukan tindak

pidana sebagaimana diuraikan diatas, maka Majelis Hakim berpendapat

bahwa yang dimaksud dengan “Setiap Orang” tidak lain adalah Terdakwa

Ruslan Auhasba oleh karenanya unsur/elemen ini telah terpenuhi.

Page 97: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

88

Kedua, Unsur Dengan Tujuan Menguntungkan diri sendiri atau orang

lain atau Korporasi.yang dimaksud “dengan tujuan” adalah suatu kehendak

yang ada dalam alam pikiran sipelaku atau alam bathin sipelaku yang

ditujukan untuk menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi.

Memang sulit untuk membuktikan suatu keadaan yang ada dalam alam

pikiran orang lain (sipelaku), karena hukum hanya mengatur bagaimana

untuk melihat suatu tujuan dalam suasana bathin seseorang adalah dari

perbuatan perbuatannya yang nampak dengan kasat mata, sehingga dari

perbuatan itulah kemudian disimpulkan oleh Hakim tentang ada tidaknya

tujuan dalam bathin si pelaku. Penggunaan dengan tujuan dalam pasal ini

sama dengan kata sengaja atau kesengajaan yang terdapat dalam Teori

Hukum Pidana.

Dapat diartikan dalam bentuk kesalahan (schuld), dengan tujuan

adalah sebagai suatu kesalahan dalam bentuk kesengajaan (Opzet), sedangkan

kesengajaan menurut Wvs 1809 adalah “kehendak untuk melakukan atau tidak

melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang atau diharuskan oleh Undang-

Undang” bahwa dari bunyi redaksi Unsur pasal ini ada terdapat kata Atau

yang diartikan sebagai Relatip yang maksudnya salah satu point dari Unsure

pasal tersebut telah dapat dibuktikan, maka Unsure redaksi kata yang lain

tidak perlu dibuktikan lagi, karena pengertian yang dimaksud oleh Unsur yang

terbukti tersebut sudah terpenuhi.

Ketiga, Unsur Menyalahgunakan Kewenangan, Kesempatan, atau

Sarana yang ada padanya karena Jabatan atau Kedudukan. Unsur ini sengaja

dipertimbangkan terlebih dahulu sebelum mempertimbangkan unsur kedua

yaitu: dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu

korporasi, karena unsure ini adalah merupakan “sarana untuk mencapai suatu

TUJUAN yaitu Menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat

merugikan Keuangan Negara atau Perekonomian Negara. bahwa yang

dimaksud dengan “menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana

Page 98: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

89

yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan” adalah menggunakan

kewenangan, kesempatan atau sarana yang melekat pada jabatan atau

kedudukan yang dijabat / diduduki untuk tujuan lain dari maksud

diberikannya kewenangan, kesempatan atau sarana tersebut. Kewenangan

adalah serangkaian hak yang melekat pada jabatan atau kedudukan seseorang

untuk mengambil tindakan yang diperlukan agar tugas pekerjaannya dapat

dilaksanakan dengan baik.

Kewenangan tersebut tercantum dalam ketentuan-ketentuan tata kerja

yang berkaitan dengan jabatan atau kedudukannya itu.Kesempatan adalah

peluang yang dapat dimanfaatkan oleh seseorang (pelaku tindak pidana

korupsi), peluang mana tercantum dalam tata kerja yang berkaitan dengan

jabatan atau kedudukan yang dijabatnya itu. Sarana adalah syarat, cara, atau

media, yang dalam kaitannya dengan pasal ini adalah cara atau methoda kerja

yang berkaitan dengan jabatan atau kedudukannya, Yang ada padanya karena

jabatan atau kedudukan”, tiada lain adalah kewenangan, kesempatan, dan

sarana karena jabatan atau kedudukan yang dipangku seseorang oleh karena

memangku jabatan atau kedudukan, akibatnya dia mempunyai kewenangan,

kesempatan dan sarana yang timbul dari jabatan atau kedudukan tersebut, jika

jabatan atau kedudukan itu lepas, maka kewenangan, kesempatan dan sarana

juga hilang.

Keempat, Dapat Merugikan Keuangan Negara atau Perekonomian

Negara. Bahwa mengenai apa yang dimaksud dengan Keuangan Negara‖

telah diatur dengan tegas dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003

Tentang Keuangan Negara yang dalam Pasal 1 angka 1 ditentukan bahwa

“Keuangan Negara “adalah semua hak dan kewajiban Negara yang dapat

dinilai dengan uang serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa

barang yang dapat dijadikan milik Negara berhubung dengan pelaksanaan

hak dan kewajiban tersebut.

Kelima, Unsur Dilakukan Secara Berasama-sama.Selanjutnya Majelis

Hakim akan mempertimbangkan unsure yang berkaitan dengan ketentuan

yang diatur dalam 55 ayat (1) ke 1 KUHP yang berbunyi “Dipidana sebagai

Page 99: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

90

pelaku tindak pidana: Mereka yang melakukan, yang menyuruh

melakukan,dan yang turut serta melakukan perbuatan; Menimbang, bahwa

pasal 55 KUHP ini merupakan implementasi ajaran penyertaan yang lebih

dikenal dengan sebutan Deelneming, yang maksudnya Subjek tindak pidana

yang dapat dijatuhi pidana sebagai pelaku tindak pidana yaitu : Orang yang

Melakukan yang disebut dengan Pleger ; Orang yangmenyuruh Melakukan

disebut Doen Plegerdan Orang yang turut serta Melakukan disebut

Medepleger.

Kemudian majelis hakim mempertimbangkan hal-hal subejektif

terhadap terdakwa dalam memutus perkara.Pertimbangan tersebut bersifat

pertimbangan pemberat dan peringan dalam memuturs perkara.Adapun hal-

hal yang memberatkan terdakwa adalah, perbuatan Terdakwa tidak

menghiraukan anjuran Pemerintah Republik Indonesia yang sedang giat-

giatnya untuk memberantas Tindak PidanaKorupsi. Kemudian, hal-hal yang

meringankan, Terdakwa cukup sopan didepanpersidangan, Terdakwa

mempunyai tanggungan keluarga, Terdakwa belum pernahdihukum, Bahwa

Terdakwa telah mengganti Kerugian Negara sebanyak yang diperolehnya

sebesar Rp. 10.000.000,(sepuluh jutarupiah)123

d.Amar Putusan

Setelah memeriksa fakta-fakta dan bukti-bukti dalam persidangan. Serta

mempertimbangkan semua hal, maka majelis hakim memberikan putusan

sebabgai berikut:

1) Menyatakan Terdakwa RUSLAN AUHASBA,SE tidak terbukti secara sah

dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana

dalam dakwaan Primer;

2) Membebaskan Terdakwa RUSLAN AUHASBA,SE dari dakwaan Primer

tersebut;

3) Menyatakan Terdakwa RUSLAN AUHASBA,SE telah terbukti secara sah

dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-

123

Putusan Pengadilan Negeri Nomor: 51/Pid.sus-TPK/2017/PN-pbr, h. 467.

Page 100: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

91

sama sebagaimana dakwaanSubsidair;

4) Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa RUSLAN AUHASBA,SE dengan

pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan dan pidana denda

sebesar Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila

pidana denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan

selama 1 (satu)bulan;

5) Menghukum Terdakwa RUSLAN AUHASBA,SE untuk membayar Uang

Pengganti sejumlah Rp. 10.000.000,- (Sepuluh juta rupiah) dalam hal ini

telah dibayar Terdakwa yang dititipkan kepada Penuntut Umum sesuai

Tanda Terima Uang tanggal 20 September2016;

6) Memerintahkan Penuntut Umum menyetorkan Uang TitipanTerdakwa

7) RUSLAN AUHASBA, tersebut sebagai Uang Pengganti sebesar

Rp.10.000.000,- (Sepuluh jutarupiah)ke KasNegara.

8) Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani

Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yangdijatuhkan.

2. Disparitas perbandingan dalam perkaran No. 4/Pid.Sus

TPK/2017/PN.Pbr dengan perkara No. 51/Pid.sus-TPK/2016/PN-Pbr.

Dalam perbandingan ini kedua perkara dianggap telah memenuhi unsur-

unsur pasal 3 undang-undang 31 tahun 1996 tentang tindak pidana korupsi

sebagaiaman telah dirubah dengan undang-undang No. 20 Tahun 2001

Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Tindak Pidana Korupsi. Pasal 3:

“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atauorang

lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan,kesempatan atau

sarana yang ada padanya karena jabatan ataukedudukan yang dapat merugikan

keuangan negara atauperekonomian negara dipidana dengan pidana penjara

seumurhidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan palinglama

20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikitRp.50.000.000,- (lima

puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.1.000.000.000,- (satu milyar

Page 101: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

92

rupiah).”

Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

inididalamnya terkandung unsur-unsur sebagaimana rumusan dalam ketentuan

dalam pasal tersebut yaitu, “Setiap orangdengan tujuan menguntungkan diri

sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan,

kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan,

dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara”.

Unsur yang pertama adalah setiap orang dalam hal ini yang dimaksud

terdakwa Heru Wahyudi dan terdakwa Ruslan Auhasaba.

Unsur yang kedua yakni dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau

orang lain atau suatu korporasi sudah dijelaskan di atas dimana pengertian

berkaitan dengan unsur memperkaya diri sendiri atau orang atau suatu

korporasi dimana pengertiannya berkaitan dengan unsur memperkaya diri

sendiri atau korporasi yang mendatangkan keuntungan.

Unsur yang ketiga adalah menyalahgunakan kewenangan,kesempatan atau

sarana yang ada padanya karena jabatan ataukedudukan.Pengertian pejabat

diatur dalam Pasat 92 KUHPIDANAyang menentukan:

1) Orang-orang yang dipilih dalam pemilihan yang diadakanberdasarkan

aturan-aturan umum;

2) Orang-orang yang bukan karena pilhan menjadi anggota badan pembuat

UU, badan pemerintahan atau badan perwakilan rakyat yang dibentuk oleh

pemerintah atau atas nama pemerintah;

3) Semua anggota waterschtap.

4) Sernua kepala rakyat Bumiputera dan kepala golongan Timur Asing yang

menjalankan kekuasaan yang syah;

5) Hakim, termasuk pula Hakim wasit, serta orang-orang yang menjalankan

peradilan administratif atau ketua-ketua dan anggota peradilan agama;

6) Semua anggota angkatan perang. Unsur yang keempat yakni dapat

merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Page 102: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

93

Mengenai perekonomian negara diatur dalam Pasal33 ayat (1) UU Dasar

Republik Indonesia Tahun 1945sebagai berikut:

Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasiekonomi

dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan,berkelanjutan, berwawasan

lingkungan, kemandirian, sertadengan menjaga keseimbangan kemajuan dan

kesatuan ekonominasional.

Keuangan negara adalah seluruh kekayaan negara dalam bentukapapun,

yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasukdidalamnya segala

bagian kekayaan negara dan segala hak dankewajiban yang timbul karena:

1) Berada dalam penguasaan, pengurusan, danpertanggungjawaban pejabat

lembaga Negara, baik di tingkatpusat maupun di daerah;

2) Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban Badan

Usaha Milik Negara Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum,

dan perusahaan yang menyertakan modal negara, atau, perusahaan yang

menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan negara.

Sedangkan yang dimaksud dengan Perekonomian Negara adalah

kehidupan perekonomian yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan

asas kekeluargaan ataupun usaha masyarakat secara mandiri yang didasarkan

pada kebijakan pemerintah, baik di tingkat pusat maupun di daerah sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bertujuan

memberikan manfaat, kemakmuran, dan kesejahteraan kepada seluruh

kehidupan rakyat.

Disparitas pidana tampak apabila diperbandingkan kuantitas pidana yang

dijatuhkannya. Dalam perkara Nomor 4/Pid.Sus-TPK/2017/PN.Pbrdengan

Terdakwa Heru Wahyudi jumlahpidana yang dijatuhkan majelis hakim adalah:

a) Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana

penjara selama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan denda sebesar Rp.

50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), dengan ketentuan apabila denda tidak

dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 2 (dua) bulan

b) Menghukum terdakwa HERU WAHYUDI, SH untuk membayar uang

Page 103: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

94

pengganti sebesar Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah), dengan

ketentuan apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti tersebut paling

lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah perkaranya memperoleh putusan

pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan disita

oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam hal

terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar

uang pengganti tersebut, maka dipidana dengan pidana penjara selama 6

(enam) bulan.

Sedangkan dalam putusan perkara Nomor 51/Pid.sus-TPK/2016/PN-

Pbr.dengan terdakwa Ruslan Auhasaba yang dijatuhkan oleh majelis hakim

adalah:

a) Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa RUSLAN AUHASBA,SE dengan

pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan dan pidana denda

sebesar Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila

pidana denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan

selama 1 (satu)bulan.

b) Menghukum Terdakwa RUSLAN AUHASBA,SE untuk membayar Uang

Pengganti sejumlah Rp. 10.000.000,- (Sepuluh juta rupiah) dalam hal ini

telah dibayar Terdakwa yang dititipkan kepada Penuntut Umum sesuai

Tanda Terima Uang tanggal 20 September2016.

Dari perbandingan putusan tersebut dapat kita ketahui bahwa dalam

kedua perkara tersebut memiliki dimensi yang sama. Yaitu mengenai tindak

pidana korupsi yang dilakukan secara besama-sama.Dalam kasus tersebut

memiliki nilai kerugain yang berbeda yakni pada kasus dengan terdakwa Heru

Wahyudi memiliki nilai kerugian negera sebesar 31 miliar. Sedangkan dalam

kasus dengan terdakwa Ruslan Auhasba memiliki nilai kerugian 1,8 miliar.

Dengan perbedaan ini seharunya majelis hakim memutus perkera tersebut

dengan pidana yang berbeda karena memang dalam nilai kerugian tersebut

sangat jauh berbeda. Namun dalam memutus perkara tersebut, keduanya

dihukum dengan pidana sama. Yaitu pidan penjara selam 1 (satu) tahun

Page 104: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

95

6(enam) bulan.

Pada proses peradilan, seorang hakim sebagaimana ketentuan dalam

Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang kekuasaan kehakiman,

menerangkan bahwa dalam menjalankan fungsinya seorang hakim dapat

melakukan penemuan hukum (Rechtvinding) sebagaimana fungsional seorang

hakim pada mestinya bukanlah hanya mengikuti ketentuan pada hokum

(Labonce delaloy). Sepserti di dalam Putusan Nomor 4/Pid.Sus

TPK/2017/PN.Pbr dengan perkara No. 51/Pid.sus-TPK/2016/PN-Pbr. Di dalam

putusan tersebut seharusnya Hakim menggunakan Teori Penemuan Hukum.

Karena dalam memutus perkara Hakim menggunakan penafsiran Teleologis,

yang mana hakim harus melihat suatu peraturan perundang-undangan yang

disesuaikan dengan keadaan sosial sehingga ketentuan perundangundangan

tidak hanya dilihat secara tekstual, akan tetapi dilihat secara kontekstual.

Penafsiran teleologis merupakan metode penafsiran terhadap suatu ketentuan

perundang-undangan dengan melihat kondisi atau situasi sosial yang

berdasarkan tujuankemasyarakatan.

Menurut teori absolut/retributif tentang tujuan pemidanaan, pidana

adalah suatu hal yang mutlak harus dijatuhkan terhadap adanya suatu

kejahatan.Muladi dan Barda Nawawi Arief (1984:10) berpendapat bahwa

“pidana merupakan akibat mutlak yang harus ada sebagai suatu pembalasan

kepada orang yang melakukan kejahatan. Jadi dasar pembenaran dari pidana

terletak pada adanya atau terjadinya kejahatan itu sendiri”.Hal ini senada

dengan yang disampaikan oleh Andi Hamzah bahwa “pidana adalah hal yang

mutlak diberikan sebagai pembalasan terhadap suatu kejahatan”.Teori ini

menganggap bahwa hukuman yang diberikan kepada sipelaku tindak pidana

menjadi suatupembalasanyang adil terhadap kerugian yang diakibatkannya.124

Berdasarkan teori tersebut diatas, jumlah pemidanaan haruslahbergantung

pada jumlah kerusakan/kerugian yang ditimbulkannya.Dalam hal ini jumlah

pidana yang dijatuhkan dalam perkara korupsi Nomor 4/Pid.Sus-

124

Diringkas dari uraian Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-teori dan

Kebijakan Pidana, (Bandung: Alumni, 1998), h.11-17.

Page 105: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

96

TPK/2017/PN.Pbrdengan Terdakwa Heru Wahyudiharuslah lebih besar dari

jumlah pidana yang dijatuhkan Nomor 51/Pid.sus-TPK/2016/PN-Pbr. dengan

terdakwa Ruslan Auhasaba karena jumlah kerugian negara yang

ditimbulkannya lebih kecil.Namun yang terjadi adalah sebaliknya.

Walaupun dalam segi penerimaan uang yang didapat dari total kerugian

yang dialami oleh nagara tidak sama. Misal dalam sakus terdakwa Heru, ia

mendapatkan uang 15 juta dari perbuatannya. Dari hasil kerugian Negara

sebesar 15 juta tersebut kemudian, terdakwa diharuskan mengembalikan

kerugian yang telah dialami oleh Negara. Sedangkan dalam kasus ruslan, nilai

uang yang ia terima adalah 10 juta, dari total kerugian Negara. Akan tetapi

rupanya hal inilah yang menjadi pertimbangan hal peringan dalam memutus

perkara.Seharusnya hakim tidak melihat nilai uang yang diterima sebagai

pertimbangan peringan dalam putusan. Akan tetapi hakim harus melihat

bahwa kasus tersebut telah merugikan keuangan Negara sejumlah 31 miliar

dan 1,8 miliar. Karena dalam kasus tersebut pelaku melakuka kejahatan secara

bersama-sama.Artinya semua pihak mempunyai peranan tersendiri dalam

melancarkan tindakan tersebut. Tampa ada peranan dari salah satu pihak maka

tindak pidana tersebut dimungkinkan tidak akanterjadi.

B. Judicial Integrity Hakim Dalam Pandangan Hukum Islam dan Positif

Pada bidang hukum dan peradilan sebagaimana yang dikaji dalam

skripsin ini, pembicaraan kita dapat mulai dari diri Umar sendiri.Beliau

disebut sebagai qadi pertama yang diutus oleh khalifah Abu Bakar setelah

wafatnya nabi Muhammad saw. Beliau juga tercatat sebagai khalifah pertama

yang mengangkat dan menyebarkan qadi di semua wilayah kekuasaan

Islam. Selain dipengaruhi oleh bertambahnya wilayah kekuasaan Islam lewat

gerakan ekspansi besar-besaran, juga akibat banyaknya orang yang masuk

Islam, sehingga Umar berinisiatif untuk menjadikan profesi qadi sebagai

jabatan yang independen dan terpisah dari jabatan Gubernur (wali),

mengingat semakin beratnya tugas seorang qadi dan tugas seorang

Page 106: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

97

Gubernur di saat yang sama, sehingga mustahil dirangkapkan pada satu

orang.

Salah satu bentuk kemudahan sekaligus keistimewaan para qadidan

lembaga peradilan di masa Umar adalah hadirnya tambahan referensi atau

metode istinbat lain sebagai sumber rujukan hukum baru selain Alquran, as-

sunah, dan ijtihad bagi para hakim. Di masa ini, muncul Ijmak, Musyawarah

Syuraal-Ra‟yu,125

dan al-Qiyas. Selain itu,muncul pula sumber baru lainnya

yang belum pernah ada pada masa Nabi dan Abu Bakar, yaitu: yurisprudensi

atau hasil-hasil putusan/ijtihad dari para qadiatau peradilan.126

Dari fakta tersebut difahami bahwa salah satu faktor utama yang

menjadikan seorang hakim bisa menghadirkan sebuah kepastian hukum dan

keadilan bagi yang berperkara adalah perlunya keberanian dan kemandirian

hakim dalam mengambil putusan jika perkara yang dihadapkan kepadanya

belum pernah ditemukan ketentuan hukumnya.Dampaknya, produktifitas

putusan hukum di masa Umar sangat signifikan hingga melahirkan koleksi

putusan-putusan hakim di berbagai tempat. Dikenallah koleksi putusan

bernama Aqdiyyah Syuraih (Kumpulan hasil-hasil putusan qadi

Syuraih);Aqdiyyah Ka‟ab bin Sur (Kumpulan hasil-hasil putusan qadiKa‟ab

bin Sur); Aqdiyyah Ali bin AbiThalib (Kumpulan hasil-hasil putusan qadi

Ali bin Abi Thalib). Aqdiyyah Abdullah bin Mas‟ud (Kumpulan hasil-

hasil putusan qadi Abdullah bin Mas‟ud), dan sebagainya.127

Dengan demikian, pada masa Umar dan era khulafa al-Rasyidin secara

umum dikenal adanya enam sumber perundang-undangan dan rujukan hakim

dalam memutus suatu perkara, yaitu: Alquran, al- Sunnah, Ijmak,

Ijtihad/Ra‟yu, al-Qiyas, al-Sawabiq al-Qada‟iyyah.

Dalam Hukum positif Judicial integrityhakim Secara prinsip, etika

profesi seorang hakim adalah sesuatu yang universal, artinya dianut, diakui,

dan dijumpai dalam sistem hukum Negara, kapan dan di manapun. Hal itu

125Menurut Ibnu Qayyim sebagaimana dikutip oleh Abdul Karim Zaidan dalam buku al-

Madkhal li Dirasati al-syari‟ah al-Islamiyyah, yang dimaksud dengan al-Ra‟yu

126

Muhammad al-Zuhaily, Tarikh al-Qada‟, h. 117. 127

Muhammad al-Zuhaily, Tarikh al-Qada‟, h.142

Page 107: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

98

karena persoalan tersebut terkait masalah nilai-nilai moral, kebaikan, dan

kepatutan yang idealnya memang perilaku dan moral yang baik itu seharusnya

selalu dipegang teguh oleh seorang yang berprofesi sebagai Hakim dalam

menjalankan tugasnya.Bahkan, tidak cukup hanya dijaga, nilai moral tersebut

juga harus selalu dibugarkan (fitnesed) dan dikembangkan dalam mengemban

tugasnya.

Menurut Socrates, ada empat macam etika profesi bagi seorang Hakim.

Pertama, mendengar dengan sopan (to hear courteously).Kedua, menjawab

dengan bijaksana dan arif (to answer wisly).Ketiga, mempertimbangkan, tak

terpengaruh (to consider soberly).Keempat, memutus tak berat sebelah (to

discideimpartially). Jika melihat isi risalah Umar bin Khattab kepada Musa al-

„Asy‟ary di atas, etika profesi hakim yang ideal antara lain: Pertama,

Mempersamakan kedudukan pihak yang berperkara secara setara dalam

majelis, baik pandangan, sikap dan putusannya sehingga semua orang

mendapat „rasa keadilan‟ dari seorang hakim. Kedua, upaya mendamaikan

harus selalu diusahakan terhadap mereka yang bersengketa, kecuali

(kompromi) perdamaian yang dilakukan untuk menghalalkan yang haram atau

mengharamkan yang halal.

Apabila mencermati hal-hal di atas, menjadi seorang yang berpredikat

hakim bukanlah pekerjaan yang mudah. Profesi hakim menuntut adanya

beberapa persyaratan yang harus ada dan dipenuhi sebagaimana disebutkan

dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun l989, jo. Undang-Undang Nomor 3

Tahun 2006, pasal 13 ayat 1 huruf (c), (f) dan (g), yaitu; (1) Bertaqwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa; (2) Sehat jasmani dan rohani; (3) Berwibawa; (4)

Jujur; (5) Adil; (6) Berkelakuan tidak tercela.

Menjadi hakim memang harus tersaring dan terjaring dengan obyektif dan

selektif.Dari sinilah pentingnya membangun manajemen rekruetmen hakim

secara sistimatis, cermat dan transparan.Hal ini dapat kita jumpai dalam

proses selektifitas rekruetmen seorang calom hakim seperti dicontohkan

Rasulullah SAW saat akan mengangkat Muadz bin Jabal untuk menjadi

Hakim/ Gubernur di Yaman.”Dengan apa engkau akan memutus suatu

Page 108: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

99

perkara yang dihadapkan kepadamu ya Muadz? Kata Nabi. Jawab Muadz,

saya akan memutus suatu perkara dengan ketentuan yang ada dalam alquran.

Jika didalam alquran tidak engkau temukan ? tanya Nabi, Muadz menjawab,

saya akan memutus perkara itu dengan apa yang ada dalam al-Hadits. Jika

dalam al-Haditspun tidak engkau temukan ?tanya Nabi lagi, Jawab Muadz,

saya akan mengambil putusan dengan akal/nalar saya (Ijtihad). Mendengar

jawaban Muadz tersebut Rasulullah SAW memberikan apresiasi dan bangga

atas sikap dan pemahaman terhadap tahapan- tahapan proses pengambilan

putusan sekaligus struktur hukum yang tersedia.

Perjalanan sejarah kekuasaan kehakiman di Indonesia seiring dengan

perkembangan politik nasional pada umumnya, dari sejak masa orde lama,

orde baru dan orde reformasi telah diundangkan beberapa undang-undang

tentang kekuasaan kehakiman, yakni Undang-undang Nomor 19 Tahun

1964,Undang-Undang Nomor 14 Tahun1970 Undang-Undang Nomor 35

Tahun 1999, Undang-Undang Nomor 4Tahun 2004, terakhir Undang-Undang

Nomor 48 Tahun 2009 diundangkan pada tanggal 29 Oktober 2009, mencabut

dan membatalkan berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun2004.

Pada dasarnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan

Kehakiman telah sesuai dengan perubahan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, namun substansinya belum mengatur secara

komprehensif tentang penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang

merupakan kekuasaan yang merdeka yangdilakukan oleh sebuah Mahkamah

Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan

peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer,

lingkungan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi

untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dankeadilan.

Selain pengaturan secara komprehensif, Undang-Undang Nomor 48

Tahun 2009, juga untuk memenuhi putusan Mahkamah Konstitusi Nomor :

005/PUU/2006 yang salah satu amarnya telah membatalkan Pasal 34 Undang-

Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, putusan

Mahkamah Konstitusi tersebut juga telah membatalkan ketentuan yang terkait

Page 109: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

100

dengan pengawasan hakim dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004

tentang KomisiYudisial.

Sehubungan dengan hal tersebut, sebagai upaya memperkuat

penyelenggaraan kekuasaan kehakiman dan mewujudkansistem peradilan

terpadu (integrated justice system), hal-hal penting yang dikandung oleh

Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 ini antara lain:

1. Mereformasi sistematika Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang

Kekuasaan Kehakiman terkait dengan pengaturan secara komprehensif

dalam Undang-undang ini, misalnya adanya bab tersendiri mengenai asas

penyelenggaraan kekuasaankehakiman.

2. Pengaturan umum mengenai pengawasan hakim dan hakim konstitusi

sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan Kode Etik dan Pedoman

PerilakuHakim.

3. Memformulasi ulang sistem pengaturan umum mengenai pengangkatan

dan pemberhentian hakim dan hakimkonstitusi.

4. Pengaturan mengenai pengadilan khusus yang mempunyai kewenangan

untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara tertentu yang hanya

dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan badan peradilan yang berada

di bawah MahkamahAgung.

5. Pengaturan mengenai hakim ad hoc yang bersifat sementara dan memiliki

keahlian serta pengaturan di bidang tertentu untuk memeriksa, mengadili

dan memutus suatuperkara.

6. Pengaturan umum mengenai arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa

di luarpengadilan.

7. Pengaturan umum mengenai bantuan hukum bagi pencari keadilan yang

tidak mampu dan pengaturan mengenai pos bantuan hukum pada setiap

pengadilan.

8. Pengaturan umum mengenai jaminan keamanan dan kesejahteraan hakim

dan hakimkonstitusi.

Sebagai bentuk tindak lanjut dari diundangkannya Undang- Undang

Nomor 48 Tahun 2009, telah diundangkan pula Undang-Undang Nomor 49

Page 110: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

101

Tahun 2009 tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun

1986 tentang Peradilan Umum, Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang

Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang

Peradilan Agama, Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan

Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata

UsahaNegara.

Oleh sebab itu, peran hakim pasca diundangkannya UU Nomor 48 Tahun 2009

menjadi semakin signifikan dan memperlihatkan adanya

upayadalammewujudkankemandiriandanprofesionalismenya.Halitu tercermin

lewat Pasal 2 ayat (2 dan 4), Pasal 3 ayat (1), Pasal 4 ayat (1),

Pasal 5 ayat (1 dan 2) dan Pasal 10 yang menyebutkan bahwa:

- Peradilan dilakukan demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha

Esa.

- Peradilan menerapkan dan menegakkan hukum dan keadilan

berdasarkanPancasila.

- Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biayaringan.

- Dalam menjalankan tugas dan fungsinya hakim wajib menjaga

kemandirian peradilan.

- Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda- bedakan

orang.

- Hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan

rasa keadilan yang hidup dalammasyarakat.

- Hakim harus memiliki integritas dan kepribadian yang tak tercela, jujur,

adil, profesional dan pengalaman di bidanghukum.

- Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutus

suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau

kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya dan

tidak menutup usaha penyelesaian perkara secara perdamaian.128

128

Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, (Jakarta:

Sinar Grafika, 2004), h. 4.

Page 111: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

102

Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim sendiri telah ditetapkan oleh

Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial di Jakarta pada tanggal 8 April 2009

dalam Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI dan Ketua Komisi

Yudisial No: 047/KMA/SKB/IV/2009 dan No: 02/SKB/PKY/IV/2009 tentang

Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.

Adapun prinsip-prinsip dasar dari Kode Etik dan Pedoman Perilaku

Hakim diimplementasikan dalam 10 (sepuluh) aturan yaitu Berperilaku Adil,

Berperilaku Jujur, Berperilaku Arif dan Bijaksana, Bersikap Mandiri,

Berintegritas Tinggi, BertanggungJawab, Menjunjung Tinggi HargaDiri,

Berdisiplin Tinggi, Berperilaku Rendah Hati dan Bersikap Profesional.129

Sebagai dasar untuk menganalisis Judicial Integrity peneliti menggunakan

sintesis dari teori kode etik Hakim yaitu utuh, tidak pecah, fokus.

Sebagai dasar untuk menganalisa Judicial Integrity peneliti

menggunakan Sintesis dari teori-teori kode etik Hakim yaitu: fokus, utuh,

memiliki banyak alternatif.

Dalam memutus perkara Nomor 4/Pid.Sus-TPK/2017/PN.Pbr dan dalam

putusan Nomor 51/Pid.sus-TPK/2016/PN-Pbr. Sebagaimana pembahasan

diatas.Menurut penulis nilai keadilan yang ada dalam putusan tersebut belum

terpenuhi.Sebagaimana kita kehatui bahwa dalam putusan tersebut bahwa nilai

kerugian yang alami oleh Negara berbeda anatra kedua kasus tersebut.Sehingga

jika melihat nilai kerugian tersebut majelis hakim harus adil mengenai

peristiwa tersebut. Dalam peristiwa yang mengakibatkan nilai kerugian 32

miliar seharunsnya majelis hakim memutus perkara dengan hukuman yang

lebih tingggi ketimbang peristiwa yang mengakibatkan kerugian Negara 1,8

miliar. Sehingga nilai keadilan dalam putusan tersebut dapat tersealisasikan.

Selanjutnya, menilai dari kebijaksanaan majelis hakim dalam memutus

perkara tersebut belum bijaksana.Apalagi melihat dengan pertimbangan hakim

129

Nurcholis Syamsuddin, Prospektif Peran Hakim Dalam Penyelenggaraan

Kekuasaan Kehakiman Pasca Diundangkannya Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009

tentang Kekuasaan Kehakiman,( Semarang: September 2012), h. 10-11.

Page 112: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

103

dengan melihat nilai keuangan yang diterima oleh terdakwa, sebagai hal-hal

yang meringankan terdakwa.Hal ini tidak bijak, jika melihat dengan semangat

untuk memmberantas tindak pidana korupsi di nergara Indonesia.

Page 113: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

105

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pertimbangan hakim dalam memutus perkara pada putusan Nomor

4/Pid.Sus-TPK/2017/PN.Pbr dan putusan Nomor 51/Pid.sus-

TPK/2016/PN-Pbr dengan melihat pada Judex facti yang diperoleh dalam

proses peradilan. dalam pertimbangan tersebut majelis hakim melihat

bahwa tindak pidana yang dilakukan telah secara sah dan meyakinkan

melanggar pasal 3 Undang-Undang 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi. Kemudian

majelis Hakim mempertimbangkan hal-hal yang menjadi alasan peringan

dan pemberat dalam memutus perkara. Dalam putusan Nomor 4/Pid.Sus-

TPK/2017/PN.Pbr hakim melihat bahwa terdakwa dalam melakukan

tindak pidana tersebut bukanlah sebagai pelaku utama dimana pelaku

melakukan tindak pidana tersebut secara bersama-sama. Kemudian majelis

hakim mempertimbangkan nilai uang yang diterima hanya 15.000.000,-

dari nilai kerugian yang diperoleh negara sebesar 31M. Kemudian dalam

putusan Nomor 51/Pid.sus-TPK/2016/PN-Pbr majelis hakim juga

mempertimbangkan hal yang sama akan tetapi nilai uang yang diterima

10.000.000.- kerugian yang diperoleh negara sebeesar 1,8M. dari kedua

putusan tersebut majelis hakim memutus perkara dengan sanksi pidana 1

tahun 6 bulan dan dengan sejumlah denda.

2. Judicial integrity hakim Dalam Hukum positif Judicial integritas hakim

Secara prinsip, etika profesi seorang hakim adalah sesuatu yang universal,

artinya dianut, diakui, dan dijumpai dalam sistem hukum Negara, kapan dan

di manapun. Hal itu karena persoalan tersebut terkait masalah nilai-nilai

moral, kebaikan, dan kepatutan yang idealnya memang perilaku dan moral

yang baik itu seharusnya selalu dipegang teguh oleh seorang yang

berprofesi sebagai Hakim dalam menjalankan tugasnya. Bahkan, tidak

Page 114: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

106

cukup hanya dijaga, nilai moral tersebut juga harus selalu dibugarkan

(fitnesed) dan dikembangkan dalam mengemban tugasnya. Sedangkan

dalam hukum islam, integritas hakim dilihat dari tokoh umar bin khatab

dimana dalam memutus perkara ia memiliki sikap yang ber intergritas dalam

memutus semua perkara yang ia hadapi.Jika melihat judicial integritas

hakim dalam memutus perkara harus bersikap Adil dan bijaksana. Namun

ketika melihat dari putusan hakim adil bukan berarti sama namun adil harus

menempatkan sesuatu sesuai dengan porsinya.

B. Saran

Disparitas pidana dalam perkara tindak pidana korupsi sebisa mungkin

diminimalisir untuk mencegah tumbuhnya atau berkembangnya perasaan sinis

masyarakat terhadap sistem pidana yang ada, kecemburuan sosialdab juga

pandangan negatif oleh masyarkat pada institusi peradilan, yang kemudian

diwujudkan dalam bentuk ketidakpedulian pada penegak hukum didalam

masyarakat.Karena hal tersebut, kepercayaan masyarakat semakin lama

menurun pada peradilan, sehingga terjadi kondisi dimana peradilan tidak lagi

dipercaya sebagai rumah keadilan bagi mereka.

Page 115: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

107

DAFTAR PUSTAKA

Buku-Buku

Al-ba‟albaki, Munir, al-Maurid al- Muyassar, Qamuz Inklizi-„Arab, kairo: Dar al-„Ilmi li al-

Malayin, 1979.

Atmasasmita, Romli. Sekitar Masalah Korupsi. Bandung: Mandar Maju.

Azhary, Tahir. 1995.Negara hukum Indonesia. Jakarta: UI press.

Chazawi, Adam. 2002.Pelajaran Hukum Pidana bagian 1. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada.

Dimyati, Khuzaifah dan Kelik Wardiono.Metode Penelitian Hukum. Surakarta: Fakultas

HUkum UMS.

Echols, John M dan Hasan Shadily.2000.Kamus Inggris Indonesia.Jakarta: Gramedia.

Fadjar, Mukhtie.2005.Tipe Negara Hukum. Malang: Bayu Media Publishing, cet. Ke-2

H. Eddy Djunaidi Karnasudirdja, Beberapa Pedoman Pemidanaan dan Pengamatan

Narapidana,

H.M.A. Kuffal. 2004. Penerapan KUHAP dalam Praktik Hukum. Malang: UMM Press.

Hakim, Abdul Aziz.2011. Negara Hukum dan Demokrasi Di Indonesia.Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Hamzah, Andi. 2016. KUHP dan KUHAP. Bandung: Rineka Cipta.

Hamzah, Andy. 1991.Korupsi Di Indonesia Masalah Dan Pemecahannya.Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama.

Hanim, Muslimah. 2007. Eksistensi Dewan Perwakilan Daerah Dalam Sistem

Ketatanegaraan Indonesia.Pekanbaru: UIR Press.

Hardjon.1987. Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia.Surabaya: Bina Ilmu

Harksnowo, Harkristuti. Rekonstruksi Konsep Pemidanaan: Suatu Gugatan terhadap Proses

Legislasi dan Pemidanaan di Indonesia”. Jakarta: Majalah KHN Newsletter, Edisi

April.

Ibrahim, Johny. 2006.Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Malang: Bayumedia

Publishing.

Indrayana, Denny. 2008. Negeri Para Mafioso: Hukum Di sarang Korupto.Jakrta: Penerbit

Kompas.

Irfan, M. Nurul.2012. Korupsi dalam hukum pidana Islam.Jakarta: Amzah.

Page 116: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

108

Kamil, Sukron. 2013. Korupsi dan Integritas dalam ragam perspektif. Jakarta: Pusat Studi

Indonesia Arab.

Kusnardi, Moh. dan harmaily Ibrahim. 1987. Hukum Tata Negara Indonesia.Jakarta: Pusat

Studi HTN FH UI dan CV Sinar Bakti, Cet. Ke- 7.

Kusumaatmadja, Muchtar.1986, Fungsi dan Perkembangan Hukum Dalam Pembangunan

Nasional, Lembaga Penelitian hukum fakultas Hukum Universitas Padjajaran,

diedarkan oleh penerbit Bina Cipta, Bandung.

Madjid, Nurcholish. 1993. Nilai Identitas Kader dalam pedolam LK 1.Ciputat: HMI

Ciputat.

Madkur ,Muhammad Salam.1993, Peradilan Dalam Islam,Surabaya: PT. Bina Ilmu.

Manan, Abdul..Etika Hakim Dalam Penyelenggaraan Peradilan; Suatu Kajian Dalam Sistem

Peradilan Islam.

Marwan, M dan Jimmy P. 2009.Kamus Hukum. Surabaya: Reality Publisher.

Marzuki, Peter Mahmud marzuki. 2011. Penelitian Hukum.Jakarta: kencana.

MD, Moh. Mahfud.1999. Pergulatan Politik dan Hukum di Indonesia, Yogyakarta: Gama

Media.

Mertokusumo, Sudikno. 1993.Bab-bab Tentang Penemuan Hukum. Bandung: PT.

Citra Aditya Bakti.

Muhammad al-Zuhaily, Tarikh al-Qada‟,

Mujiran, Paulus. 2004. Republik Para Maling.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Muladi dan Barda Nawawi Arief. 1998. Teori-Teori dan Kebijakan Pidana. Bandung:

Alumni.

Mulyadi, Lilik. 1966.Hukum Acara Pidana – Suatu Tinjauan Khusus Terhadap Surat

Dakwaan, Eksepsi dan Putusan Pengadilan. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Musthafa, Wildan Suyuthi. 2013.Kode Etik Hakim. Jakarta:Prenademia Group.

Pope, Jeremy. 2003.Strategi Memberantas Korupsi: Elemen Sistem Integritas Nasiona.

Jakrta: Yayasan Obor Indonesia.

Prodjodikoro, Wirjono. 2003. Asas-asas Hukum pidana di Indonesia. Bandung: Refika

Aditama.

Rahayu, Yusti Probowati. 2005. Di Balik Putusan Hakim Kajian Psikologi Hukum Dalam

Perkara Pidana.Sidoarjo: Citra Media.

Ridwan. 2006. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: PT Raja Gafindo Persada.

Rifa‟I, Ahmad. 2011. Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Perspektif Hukum

Progresif.Jakarta: Sinar Grafika.

Page 117: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

109

Sahetapy, J.E. 2009.Runtuhnya Etika Hukum. Jakarta:Kompas.

Sahnun, Ahmad. 1992. Risalatu al-Qada‟ Li Amir Khattab. Maroko: Wizarat al-Auqf wa

al-Syu‟un al-Islam al-Mu‟minin Umar bin al-iyyah.

Salfutra, Reko Dwi. 2018. Analisa Disparitas dan Rendahnya Vonis Perkara Korupsi

Di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Pangkal Pinang.Jakarta: Direktorat

Pembinaan Jaringan Kerja Antar Komisi dan Instansi Komisi Pemberantasan Korupsi

(KPK).

Santoso, Agus. 2012. Hukum Moral dan Keadilan sebuah Kajian Filsafat Hukum.Jakarta:

Prenademia Group.

Santoso, Topo. 2003. Membumikan Hukum Pidana Islam: Penegakan Syari‟at dalam

Wacana dan Agenda. Jakarta: Gema Insani Press.

Shidarta, 2013Hukum Penalaran dan Penalaran Hukum.Yogyakarta: Genta.

Sianturi. 2002. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya. Jakarta: Storia

Grafika. cet.3.

Soesilo, R. 1996.Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Bogor: Politea.

Sudarto. 1986. Kapita Selekta Hukum Pidana. Bandung: Alumni

Supriadi 2006.Etika & Tanggung Jawab Profesi Hukum Di Indonesia.Jakarta: Sinar grafika.

Sutiyoso, Bambang.2006Metode Penemuan Hukum. Yogyakarta: UII Press.

Sutrisno dan yulianingsih wiwin. 2016. Etika Profesi Hukum. Surabaya: Andi Offset.

Syamsuddin, Nurcholis. 2012. Prospektif Peran Hakim Dalam Penyelenggaraan Kekuasaan

Kehakiman Pasca Diundangkannya Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang

Kekuasaan Kehakiman. Semarang: September.

Syarif, Laode M dan Didik E. Purwoleksono.Hukum Anti Korupsi.USAID, Kemitraan dan

Asia Foundation.

Talli, Abdul Halim. Asas-Asas Peradilan Dalam Risalah Al-Qada.

Tarikh al-Qada‟ fi al-Islam,

Tutik, Titik Triwulan. 2007.Eksistensi Kedudukan dan Wewenang Komisi Yudisial sebagai

Lembaga Negara dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Pasca

Amandemen UUD 1945.Jakarta: Prestasi Pustaka.

Widoyoko, Danang. 2008. Menyingakp Tabir Mafia Keadilan. Jakarta: ICW.

Yatim, Badra. 1997.Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Rajawali Pers.

Yunas, Didi Azmi. 1990. Konsespsi Negara Hukum. Padang: Angkasa Raya Padang.

Page 118: PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50246... · 2020. 2. 12. · TPK/2017/PN-pbr dan putusan Nomor: 51/Pid.sus

110

Perundang-undangan

Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 jo Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi.

Jurnal

Achjani, Eva. Proporsionalitas Penjatuhan pidana, Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun

ke-41 No. 2 April-Juni 2011.

Halimah, siti, 2017. Integritas Hakim Indonesia, Adalah Buletin Hukum & Keadilan, Vol. 1,

No. 8, Februari

Jurnal kode etik hakim

Muslihin Rais, Al-Daulah, (Vol. 6, No. 1, Juni 2017)

Putri Hikmawati,”Pidana Pengawasan Sebagai Pengganti Pidana Bersyarat Menuju

Keadilan Restoratif”, Negara Hukum, VII, 1 (Juni,2016)

Syamsuddin Muhammad bin Abi Al-Abbas Ahmad bin Hamzah bin Syihabuddin Al-Manufi

Al-Ramli, Nihayah Al-Muhtaj ila Syarh Al-Minhaj, Mesir: Mushthafa Al-Bab Al-Halabi wa

Auladuh, 1938, jilid VIII,

Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Jakarta: Sinar

Grafika. 2004

x.mHertoni Marscellino, Independensi Hakim dalam Mencari Kebenaran Materiil, Lex

crimen, vol.V, Januari 2016, no 1.

Yusuf al-Qarḍawị. 1980. al-Halalwa al-Haram fi al-Islam. Beirut: al-Maktabah al-Islamiyah.

Website

http://digilib.uinsgd.ac.id/9984/5/ Bab2.pdf,14-oktober2019

Jurnal kode etik hakim.

http://sitimaryamnia.blogspot.com/2012/02/pengertian-tindak-pidana-korupsi.html diunggah

oleh Siti maryam SH., MH. Diakses pada tanggal 12 oktober 2013 pukul 18.00 WIB