Program Kesehatan Reproduksi Pel Integratif Di YanDas

41

description

Pelayanan Reproduksi

Transcript of Program Kesehatan Reproduksi Pel Integratif Di YanDas

Page 1: Program Kesehatan Reproduksi Pel Integratif Di YanDas
Page 2: Program Kesehatan Reproduksi Pel Integratif Di YanDas
Page 3: Program Kesehatan Reproduksi Pel Integratif Di YanDas
Page 4: Program Kesehatan Reproduksi Pel Integratif Di YanDas

KATA PENGANTAR

Komitmen Indonesia dalam Konperensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan (ICPD)

di Kairo pada tahun 1994 telah ditindaklanjuti dengan Lokakaryanya Nasional Kesehatan Reproduksi di

Jakarta pada tahun 1996. Beberapa kesepakatan telah disetujui dalam forum yang melibatkan sektor

terkait, universitas, LSM, organisasi profesi dan agen donor, serta pihak terkait lainnya. Diantaranya,

telah disepakati paket pelayanan kesehatan reproduksi prioritas, yang kemudian disebut sebagai paket

Priayana Kesehatan Reproduksi Esensial (PKRE).

Buku Program Kesehatan Reproduksi dan Pelayanan Integratif di Tingkat Pelayanan Dasar ini

merupakan penjabaran dari kesepakatan yang telah dirintis pada Lokakarya tersebut. Komponen

Program Kesehatan Reproduksi sebetulnya bukan program-program baru, sehingga upaya yang

dilakukan hendaknya dapat melanjutkan upaya yang telah dirintis sebelumnya. Namun demikian, dalam

mengelola program dan memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perlu diperhatikan adanya

perubahan paradigma yang sangat berarti, seperti yang disepakati dalam ICPD.

Dalam kesepakatan global itu, fokus perhatian ditunjukan kepada pelayanan yang mengutamakan

kesehatan dan hak reproduksi perorangan, baik bagi laki-laki maupun perempuan sepanjang siklus

hidupnya. Hal ini berpengaruh besar dalam pengembangan program dan pelayanan kesehatan

reproduksi. Satu diantaranya adalah dengan penerapan pelayanan integratif, yang memungkinkan klien

memperoleh pelayanan kesehatan reproduksi yang terpadu sesuai dengan kebutuhannya, pada satu kali

pelayanan. Hal ini dapat dilakukan dengan memasukkan aspek pelayanan kesehatan reproduksi yang

satu ke dalam yang lainnya.

Buku ini diharapkan dapat dipakai sebagai acuan tentang kebijaksanaan sektor kesehatan dalam

Program Kesehatan Reproduksi dan pelaksanaannya di lapangan. Buku ini ditunjukan kepada para

pengelola program sebagai bahan acuan dalam mengembangkan program dan pelayanan kesehatan

reproduksi. Dalam semangat desentralisasi dewsa ini, setiap pengelola wilayah dapat secara kreatif

mengembangkan program yang sesuai dengan masalah dan kebutuhan setempat, dengan tetap

mengacu kepada kebijaksanaan nasional.

Kepada pihak-pihak yang telah menyusun dan memungkinkan terbitnya buku ini disampaikan

penghargaan dan ucapan terima kasih. Selanjutnya, saran untuk penyempurnaan buku pedoman ini

akan sangat dihargai.

Jakarta, Agustus 2001

Direktur Jendral

Bina Kesehatan Masyarakat,

Prof. Dr. Azrul Azwar, MPH

iii

Page 5: Program Kesehatan Reproduksi Pel Integratif Di YanDas

DAFTAR ISI

` Halaman

KATA PENGANTAR

Direktur Jendral Bina Kesehatan Masyarakat……………………………………………………… iii

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………………………………………………… V

BAB I : PENDAHULUAN 1

A. Latar belakang …………………………………………………………………………………. 1

B. Perkembangan Program Kesehatan Reproduksi …………………………….. 2

BAB II : ANALISIS SITUASI KESEHATAN REPRODUKSI 5

1.Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir ……………………………………………………… 5

2. Keluarga Berencana …………………………………………………………………………… 7

3. Pencegahan Infeksi Saluran Reproduksi, termasuk HIV/AIDS ……………. 8

4. Kesehatan Reproduksi Remaja …………………………………………………………… 9

5. Masajah Kesehatan Reproduksi Lainnya ……………………………………………. 11

BAB III : KEBIJAKSANAAN, STRATEGI DAN KEGIATAN POKOK 13

Kebijaksnaan Umum………………………………………………………………………………. 13

Terget ……………………………………………………………………………………………………. 13

Strategi Operasional ……………………………………………………………………………….. 14

Kegiatan Pokok ………………………………………………………………………………………. 15

BAB IV : PELAKSANAAN PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI ESENSIAL 19

A. Pendekatan dalam Implementasi ……………………………………………………. 19

B. Karakteristik Sasaran dan Masalah Tiap Komponen PKRE ………………. 20

C. Pelaksanaan PKRE pada Tiap Tingkat Pelaynan ……………………………….. 24

BAB V : PEMANTAUAN DAN EVALUASI 26

BAB VI : PENUTUP 27

Lampiran

v

Page 6: Program Kesehatan Reproduksi Pel Integratif Di YanDas

I.PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kesehatan Reproduksi mendapat perhatian khusus secara global sejak diangkatnya materi tersebut

dalam Konperensi Internasional tentang Kependidikan dan Pembangunan (International Conference

on Population and Development, ICPD), di Kairo, Mesir, pada tahun 1994. Sekitar 180 negara

berpartisipasi dalam Konferensi tersebut. Hal penting dalam Konferensi tersebut adalah

disepakatinya perubahan pradigma dalam pengelolaan masalah kependudukan dan pembangunan

dari pendekatan pengendalian populasi dan penurunan fertilitas/keluarga bencana menjadi

pendekatan yang terfokus pada kesehatan reproduksi. Perubahan paradigma ini menempatkan

manusia menjadi subyek, berbda dari sebelumnya yang menempatkan manusia sebagai obyek.

Dengan demikian, upaya pengendalian penduduk perlu mempertimbangkan pemenuhan kebutuhan

kesehatan reproduksi bagi pria dan wanita sepanjang siklus hidup, termasuk hak-hak reproduksi.

Terkandung juga didalamnya isu kesetaraan jender, martabat dan pemberdayaan wanita, serta

tanggung jawab pria dalam kaitannya dengan kesehatan reproduksi. Dengan pendekatan ini

diharapkan bahwa dalam menjaga kestabilan pertumbuhan penduduk dunia, kebutuhan serta hak

reproduksi pria dan wanita sepanjang siklus kehidupan mendapat perhatian khusus. Kestabilan

pertumbuhan penduduk akan dapat dicapai secara lebih baik bila kebutuhan kesehatan reproduksi

terpenuhi dan hak reproduksi dihargai.

ICPD tahun 1994 tersebut bertegas dalam Konferensi Sedunia IV tentang Wanita pada tahun 1995 di

Beijing, Cina, ICPD + 5, di Haque, pada tahun 1999, dan Beijing + 5, di New York, pada tahun 2000. Di

tingkat internasional tersebut telah disepakati definisi kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan

sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau

kecacatan dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem

1

Page 7: Program Kesehatan Reproduksi Pel Integratif Di YanDas

reproduksi, serta fungsi dan prosesnya. Karenanya setiap individu mempunyai hak untuk mengatur

jumlah keluarganya, kapan mempunyai anak, dan memperoleh penjelasan yang lengkap tentang

cara-cara kontrasepsi, sehingga dapat memilih cara yang tepat dan disukai. Selain itu, hak untuk

mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi lainnya, seperti pelayanan atenatal, persalinan, nifas

dan pelayanan bagi bayi baru lahir, kesehatan remaja dan lain-lain, perlu dijamin.

B. PERKEMBANGAN PROGRAM KESEHATAN REPRODUKSI

Indonesia sebagai salah satu negara yang berpartisipasi dalam kesepakatan global tersebut telah

menindak lanjuti dengan mengadakan Lokakarya Nasional Kesehatan Reproduksi pada bulan Mei

1996 di Jakarta yang melibatkan seluruh sektor terkait, LSM termasuk organisasi wanita, organisasi

profesi, universitas dan NGO serta lembaga donor. Dalam Lokakarya tersebut telah disepakati

beberapa hal, yaitu:

1. Definisi Kesehatan Reproduksi mengacu kepada kesepakatan ICPD, seperti tersebut di atas.

2. Ruang lingkup Kesehatan Reproduksi secara luas meliputi:

Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir

Keluarga Berencana

Pencegahan dan penanggulangan Infeksi Saluran Reproduksi (ISR), termasuk PMS-HIV/AIDS

Pencegahan dan Penanggulangan Komplikasi Aborsi

Kesehatan Reproduksi Remaja

Pencegahan dan Penanganan Infertilitas

Kanker pada Usia Lanjut dan Osteoporosis

Berbagai aspek kesehatan reproduksi lain, misalnya kanker serviks, mutilasi genital, fistula,

dll.

3. Dalam penerapannya, pelayanan kesehatan reproduksi dilaksanakan secara integratife. Prioritas

diberikan kepada empat komponen kesehatan reproduksi yang menjadi masalah pokok di

indonesia, disebut Paket Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial (PKRE), yaitu:

2

Page 8: Program Kesehatan Reproduksi Pel Integratif Di YanDas

Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir

Keluarga Berencana

Kesehatan Reproduksi Remaja

Pencegahan dan penanggulangan Infeksi Saluran Reproduksi, termasuk PMS-

HIV/AIDS

Selain itu disepakati pula Paket Pelayanan Kesehatan Reproduksi Komprehensif (PKRK), yang

terdiri atas PKRE ditambah dengan Kesehatan Reproduksi pada Usia Lanjut.

4. Identifikasi Peran tiap sektor dan pihak terkait dalam upaya Kesehatan Reproduksi sesuai

dengan mandat institusi masing-masing perlu dilaksanakan secara integratif dan sinergis.

5. Beberapa rekomendasi Lokakarya sebagai berikut:

Perlu dibentuk Komisi Kesehatan Reproduksi sebagai Wadah koordinasi dalam upaya

kesehatan reproduksi yang terintegrasi antara instansi pemerintah, non-pemerintah dan

swasta.

Penerapan Paket Pelayanan Kesehatan reproduksi (PKRE dan PKRK) dilaksanakan melalui

pendekatan integrasi fungsional dan dilakukan secara bertahap.

Keterlibatan organisasi profesi diperlukan dalam dukungan teknis, informasi dan

kepemimpinan untuk pengembangan upaya kesehatan reproduksi.

Keterlibatan dan tanggung jawab pria serta anggota keluarga lainnya diperlukan untuk

mencapai kemitrasejajaran pria dan wanita dalam konteks kesehatan reproduki.

Data kesehatan reproduksi berwawasan jender (disagregasi data menurut jenis kelamin

dan umur) perlu dikumpulkan secara rutin dengan keterlibatan berbagai pihak terkait.

Sebagai tindak lanjut dari rekomendasi Lokakarya Nasional Kesehatan Reproduksi melalui pertemuan

terhadap lintas program dan sektor, tercapai kesepakatan untuk membentuk Komisi Kesehatan

Reproduksi. Melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 433/MENKES/SK/V/1998 tentang

Komisi Kesehatan Reproduksi dibentuklah Komisi tesebut yang terdiri atas empat Kelompok Kerja

(Pokja) sebagai berikut:

3

Page 9: Program Kesehatan Reproduksi Pel Integratif Di YanDas

1. Pokja Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir

2. Pokja Keluarga Berencana

3. Pokja Kesehatan Reproduksi Remaja

4. Pokja Kesehatan Reproduksi Usia Lanjut.

Hal yang berkaitan dengan pencegahan dan penanggulanganISR, termasuk PMS, HIV/AIDS dibahas

dalam semua Pokja, khususnya Pokja 1 dan 2. Selain itu, secara khusus masalah tersebut dibahas

secara khusus dalam Komisi Penanggulangan AIDS (KPA).

Dalam Mencari bentuk pelayanan integratif kesehatan reproduksi disepakati untuk lebih

berorientasi kepada kebutuhan klien. Adanya perbedaan sasaran dalam tiap komponen kesehatan

reproduksi dan perbedaan masalah pada tiap klien, menuntut adanya pelayanan yang

komprehensif, namun spesifik, dan sesuai dengan kebutuhan klien. Dengan demikian setiap

komponen program kesehatan reproduksi perlu memasukkan unsur komponen kesehatan

reproduksi lainnya untuk mendukung terciptanya pelayanan kesehatan reproduksi yang integratif

pada klien dan sesuai dengan kebutuhan klien.

Perubahan pendekatan dalam menangani program kesehatan reproduksi tersebut ditempatkan

pada visi Departemen Kesehatan, yaitu “Indonesia Sehat 2010”, dengan misi sebagai berikut:

1. Menggerakan pembangunan nasional berwawasan kesehatan.

2. Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat.

3. Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau.

4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat beserta

lingkungannya.

Berdasarkan visi dan misi tersebut, maka upaya kesehatan reproduksi yang dikembangkan akan

menekankan pentingnya aspek promotif dan preventif dalam rangka mendukung pencapaian

Indonesia Sehat 2010. Selain itu dalam era disentralisasi dewasa ini, penerapan upaya kesehatan

reproduksi diarahkan untuk mengatasi masalah kesehatan reproduksi setempat.

4

Page 10: Program Kesehatan Reproduksi Pel Integratif Di YanDas

II. ANALISIS SITUASI KESEHATAN REPRODUKSI

Keadaan kesehatan reproduksi di Indonesia dewasa ini masih belum seperti yang diharapkan. Bila

dibandingkan dengan keadaan di negara ASEAN lainnya, Indonesia masih tertinggal dalam banyak

aspek kesehatanrepeproduksi. Di bawah ini keadaan dan masalah beberapa komponen kesehatan

reproduksi yang dapat memberikan gambaran umum tentang keadaan kesehatan reproduksi.

I. Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir

Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia masih sangat tinggi bila dibandingkan dengan negara-

negara sedang berkembang ASEAN lainnya. Pada tahun 1994 (SDKI) AKI di Indonesia adalah 390

per 100.000 kelahiran hidup. Penurunan AKI tersebut sangat lambat, yaitu menjadi 373 per

100.000 pada tahun 1995 (SKRT), sementara pada tahun 2000 ditargetkan menjadi 225 per

100.000 kelahiran hidup. Ada beberapa yang cukup antara AKI di Jawa-Bali dan luar Jawa-Bali

(SKRT 1995), MISALNYA DI Provinsi Jawa Tengah 248, Nusa Tenggara Timur 554, Maluku 796 dan

Papua 1025 per 100.000 kelahiran hidup. Hal ini mencerminkan adanya perbedaan dalam segi

geografis, demografis, akses dan kualitas pelayanan kesehatan serta sumber daya manusia.

Penyebab utama kematian ibu masih tetap perdarahan, sepsis dan eklamsia, di samping partus

lama dan abortus terkomplikasi. Perdarahan postpartum di banyak wilayah merupakan

penyebab kematian ibu terbesar, diperkiraan mencapai sekitar 40-50%.

Dalam rangka mempercepat penurunan AKI, sejak tahun 1989/1990 dimulai Program

Pendidikan Bidan bagi para lulusan Sekolah Pendidikan Keperawatan (SPK) selama 1 tahun.

Lulusan sekolah bidan tersebut kemudian ditempatkan di desa. Sejak itu sampai tahun 1996

telah dihasilkan lebih dari 54.000 bidan, sehingga hampir semua desa di Indonesia mempunyai

bidan. Bidan di desa yang semula direkrut sebagai pegawai negeri ini sejak tahun 1994

dipekerjakan berdasarkan kontrak selama 3 tahun,yang dapat diperpanjang selama 3 tahun

kedua. Pada tahun 2000, perpanjangan untuk 3 tahun ketiga mulai dilaksanakan, sambil

menunggu kesiapan bidan untuk mampu berpraktek secara mandiri atau kesiapan daerah untuk

mengangkat bidan sebagai tenaga daerah.

5

Page 11: Program Kesehatan Reproduksi Pel Integratif Di YanDas

Keberadaan bidan di desa tampak memberikan kontribusi nyata terhadap cakupan pelayanan

kebidanan besar. Misalnya, cakupan akses pelayanan atenatal (K1) meningkat dari 74% pada

tahun 1993 menjadi 89% pada tahun 1997. Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan

meningkat dari 39,6% pada tahun 1993 menjadi 59,8% pada tahun 1997 dan sekitar 66% pada

tahun 1999, walaupun sekitar 70% persalinan tetap berlangsung di rumah.

Namun, masalah kematian ibu merupakan masalah yang kompleks, yang diwarnai oleh derajat

kesehatan, termasuk status kesehatan reproduksi dan status gizi ibu sebelum dan selama

kehamilan. Prevalensi anemia pada ibu hamil masih sekitar 50%, sementara prevalensi kurang

energi kronis masih lebih dari 30%. Sekitar 60% ibu hamil dalam keadaan yang mempunyai satu

atau lebih keadaan “4 terlalu” ( terlalu muda: kurang dari 20 tahun;tua; lebih dari 35 tahun;

sering: jarak antar-anak kurang dari2 tahun; banyak: lebih dari 3 anak). Prevalensi infeksi saluran

reproduksi diperkirakan juga cukup tinggi, karena rendahnya higiene perorangan dan

pemaparan terhadap PMS yang meningkat.

Kejadian kematian ibu juga berkaitan erat dengan masalah sosiobudaya, ekonomi, tradisi dan

kepercayaan masyarakat. Hal ini melatarbelakangi kematian ibu yang mengalami komplikasi

obstetric, yaitu dalam bentuk “3 terlambat”. 1) terlambat mengenali tanda bahaya dan

mengambil keputusan di tingkat keluarga, 2) terlambat mencapai tempat pelayanan kesehatan

dan 3) terlambat mendapat penanganan medis yang memadai di tempat pelayanan kesehatan.

Kejadian komplikasi obstetric terdapat pada sekitar 20% dari seluruh ibu hamil, namun dewasa

ini kasus komplikasi obstetric yang tertangani masih kurang dari 10% dari seluruh ibu hamil,yang

berarti kurang dari 50& dari perkiraan kasus. Target penanganan kasus komplikasi obstetric

yang ditetapkan untuk tahun 2005 adalah minimal 12% dari seluruh ibu hamil ( atau 60% dari

total kasus komplikasi obstetric).

Permasalahan kesehatan ibu tersebut merupakan refleksi dari masalah yang berkaitan dengan

kesehatan bayi baru lahir.Angka

6

Page 12: Program Kesehatan Reproduksi Pel Integratif Di YanDas

Kematian bayi (AKB) di Indonesia (SDKI, 1997) masih di atas Negara-negara seperti Malaysia,

Thailand, Filipina dan Vietnam, yaitu 52 per 1000 kelahiran hidup. Walaupun demikian AKB

tersebut sudah menurun dari 74 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1991 dan 66 per 1000

kelahiran pada tahun 1994. Sekitar 40% kematian bayi terjadi pada bulan pertama

kehidupannya. Penyebab kematian pada masa perintal/neonatal pada umumnya

berkaitanndengan kesehatan ibu selama hamil, kesehatan janin selama di dalam kandungan dan

proses pertolongan persalinan yang diterima ibu atau bayi, yaitu asfiksia, hipotermia karea

prematuritas/BBLR, trauma persalinan dan tetanus neonatorum.

2. Keluarga Berencana

Program Keluarga berencana (KB) di Indonesia termasuk yang dianggap berhasil di tingkat

internasional. Hal ini terlihat dari kontribusinya terhadap penurunan pertumbuhan penduduk,

sebagai akibat dari penurunan angka kesuburan total (total fertility rate, TFR). Menurut SDKI,

TFR pada kurun waktu 1967-1970 menurun dari5,6 menjadi hamper setengahnya dalam 25

tahun, yaitu 2.8 pada periode 1995-1997.

Cakupan pelayanan KB (contraceptive prevalence rate, CPR) pada tahun 1987 adalah 48%, yang

meningkat menjadi 57% pada tahun 1997. dari proporsi tersebut 95% menggunakan cara

kontrasepsi modern, yang terdiri dari suntikan KB 21%, pil 15%, IUD 8%, implant 6%, tubektomi

3%, vasektomi 0.1% dan kondom 1%.Dari data ini terlihat bahwa partisipasi pria dalam berKB

masih sangat rendah, yaitu kurang dari 2%.

Besarnya proporsi peserta KB yang menggunakan suntikan dan KB pada masyarakat yang tingkat

sosioekonominya belum memadai memberikan risiko drop out KB yang cukup berarti. Proporsi

drop out peserta KB (discontinuation rate) menurut SDKI 1997 adalah 24%. Alasan penghentian

antara lain adalah 10% karna efek samping/alas an kesehatan, 6% karena ingin hamil dan 3%

karena kegagalan.

Data SDKI 1997 menunjukan pula bahwa perempuan berstatus kawin yang tidak ingin punya

anak lagi atau ingin menjarangkan kelahiran berikutnya tetapi tidak menggunakan cara

kontrasepsi

7

Page 13: Program Kesehatan Reproduksi Pel Integratif Di YanDas

(unmet need) masih cukup tinggi yaitu 9%, yang terdiri dari 4% berkeinginan memjarangkan

kelahiran dan 5% ingin membatasi kelahiran. Angka ini sudah menurun dibandingkan dengan

tahun 1994 sebesar 11% dan pada tahun 1991 sebesar 13%. Penyebab masih tingginya angka

ini, antara lain kualitas informasi dan pelayanan KB, serta missed opportunity pelayanan KB pada

pasca-persalinan.

Namun, seperti dikemukakan di atas, sekitar 65% ibu hamil mempuinyai satu atau lebih keadaan

“4 terlalu” (terlalu muda, tua, sering dan banyak). Hal ini menunjukkan bahwa masih jauh lebih

banyak terjadi kehamilan yang perlu dihindari, walaupunangka unmet need hanya 9%, yang juga

sekaligusmenunjukkan bahwa kesadaran berKB pada pasangan yang paling membutuhkan

pelayanan KB (karena umur istri terlalu muda/tua, masih mempunyai anak kurang dari 2 tahun,

atau mempunyai anak lebih dari 3) belum mantap.

3. Pencegahan Infeksi Saluran Reproduksi, termasuk HIV/AIDS

Jenis ISR dibagi menjadi 3 kategori : (1) Penyakit Menular Seksual (PMS) meliputi infeksi klamida,

gonore, trikomoniasis, sifilis, ulkus mole, herpes kelamin, dan infeksi human immunodeficiency

virus (HIV); (2) Infeksi endgen karena prertumbuhan berlebihan kuman yang biasanya ada di

saluran reproduksi wanita normal, seperti vaginosis bacterial dan kandidiasis vulvovaginal; (3)

Infeksi iatrogenik, yaitu infeksi yang terjadi karena dilakukannya tindakan medis.

Dan berbagai penelitian terbatas diketahui angka prevalensi ISR di Indonesia cukup tinggi,

misalnya penelitian pada 312 wanita klien KB di Jakarta Utara (1997): angka prevalensi ISR

24,7% dengan infeksi klamida yang tertinggi, yaitu 10.3%, kemudian trikomoniasi 5,4%, dan

gonore 0,3%. Penelitian lain di Surabaya pada 599 wanita hamil didapatkan infeksi vius herpes

simpleks sebesar 9,9%, klamida 8,2%, trikomoniasis 4,8%,gonore 0.8% dan sifilis 0,7%. Suatu

survey di 3 puskesmas di Surabaya (1999) pada 195 wanita pengunjung KIA/BP diperoleh

proporsi tertinggi infeksi trikomoniasis 6,2%, kemudian sifilis 4,6%, dan klamidia 3,6%.

8

Page 14: Program Kesehatan Reproduksi Pel Integratif Di YanDas

Jumlah Kumulatif penderita HIV/AIDS yang dilaporkan sakit sampai juni 2001 mencapai 2150

kasus, dengan jumlah kasus HIV 1572 dan jumlah kumulatif kasus AIDS sebanyak 578, termasuk

yang telah meninggal 241 orang. Dari penderita AIDS tersebut,457 kasus (79,1%) adalah pria dan

131 wanita. Dari segi usia penderita AIDS: 20-29 tahun (37.7%);30-39 tahun (34%) dan 40-49

tahun (12,5%).Pada tahun 2000, urutan jumlah kasus terbanyak sebagai berikut: Jakarta (362),

Irja (312),Riau (115) dan Jawa Timur (103). Namun Urutan Angka Prevalensi HIV/AIDS tertinggi

secara berturut-turut adalah Irja (4,85), Jakarta (1.33), Bali (0.76) dan Riau (0.32) per 100.000

penduduk. Penularan terutama melalui hubungan seksual (70%), yaitu 57% bersifat

heteroseksual dan 15% homoseksual, sedangkan 18% melalui penggunaan alat suntik (pada

penderita ketergantungan narkotika). Jumlah penderita HIV/AIDS yang sebenarnya diperkirakan

100 kali lipat dari jumlah yang dilaporkan.

Upaya pencegahan dan penanggulangan ISR di tingkat pelayanan dasar masih jauh dari yang

diharapkan. Upaya tersebut baru dilaksanakan secara terbatas di beberapa provinsi, berupa

upaya pencegahan dan penanggulangan PMS dengan pendekatan sindrom melalui pelayanan

KIA/KB. Hambatan sosiobudaya sering mengakibatkan ketidak-tuntasan dalam pengobatannya,

sehingga menimbulkan komplikasi ISR yang serius seperti kemandulan, keguguran, dan

kecacatan pada janin.

5. Kesehatan Reproduksi Remaja

Masalah kesehatan reproduksi remaja selain berdampak secara fisik, juga dapat berpengaruh

terhadap kesehatan mental dan emosi, keadaan ekonomi dan kesejahteraan social dalam jangka

panjang. Dampak jangka panjang tersebut tidak hanya berpengaruh terhadap remaja itu

sendiri, tetapi juga terhadap keluarga, masyarakat dan bangsa pada akhirnya. Permasalahan

prioritas kesehatan reproduksi pada remaja dapat dikelompokkan sebagai berikut:

Kehamilan tak dikehendaki, yang seringkali menjurus kepada aborsi yang tidak aman dan

komplikasinya,

Kehamilan dan persalinan usia muda yang menambah risiko kesakitan dan kematian ibu dan

bayi,

9

Page 15: Program Kesehatan Reproduksi Pel Integratif Di YanDas

Masalah PMS, termasuk infeksi HIV/AIDS

Tindak kekerasan seksual, seperti pemerkosaan, pelecehan seksual dan transaksi seks

komersial.

Kehamilan remaja kuran dari 20 tahun memberi resiko kematian ibu dan bayi 2-4 kali lebih tinggi

dibandingkan kehamilan pada ibu berusia 20-35 tahun. Beberapapenelitian dalam skala kecil tentang

remaja memberikan gambaran tentang prilaku reproduksi kelompok populasi berumur 10-19 tahun yag

belum menikah. Pusat PenelitianKesehatan UI mengadakan penelitian di Manado dan Bitung (1997), dan

menunjukan bahwa 6% dari 400 pelajar SMU puteri dan 20% dari 400 pelajar SMU putera pernah

melakukan hubungan seksual. Survei Depkes (1995/1996) pada remaja usia 13-19 tahun di Jawa Barat

(1189) dan di Bali (922) mendapatkan 7% dan 5% remaja puteri di Jawa Barat dan Bali mengakui pernah

terlambat haid atau hamil. Di Yogyakarya, menurut data sekunder tahun 1996/1997, dari 10.981

pengunjung klinik KB ditemukan 19,3% yang datang dengan kehamilan tidak dikehendaki dan telah

melakukan hubungan seksual tindakan pengangguran disengaja sendiri secara tidak aman. Sekitar 2%

diantaranya berusia dibawah 22 tahun. Dari data PKBI Sumbar tahun 1997 ditemukan bahwa remaja

yang telah melakukan hubungan seksual sebelum mengakui kebanyakan melakukannya melakukannya

pertama kali pada usia antara 15-18 tahun.

Keadaan di atas diperburuk oleh kenyataan bahwa derajat kesehatan fisik remaja belum optimal. Sekitar

35% remaja puteri menderita anemia dan sebagian diantaranya juga menderita kurang energi kronis

(KEK). Hal ini menunjukan ketidaksiapan remaja puteri secara fisik untuk menghadapi kehamilan di

kemudian hari.

Keadaan merisaukan lainnya yang sulit dipisahkan dari kesehatan reproduksi remaja adalah

meningkatnya masalah ketergantungan napza (narkotika, psikhotropika dan zat adiktif lainnya, termasuk

merokok) pada remaja. Ketergantungan napza ini sering diikuti dengan hubungan seksual diluar nikah,

dengan berganti-ganti pasangan, sehingga meningkatkan resiko penularan PMS, termasuk HIV/AIDS,

sementara pemakaian alat suntik secara bergantian juga menimbulkan risiko tersebut.

Informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi remaja dewasa ini belum memadai, dan kebanyakan

baru ditangani oleh lembaga

10

Page 16: Program Kesehatan Reproduksi Pel Integratif Di YanDas

Swadaya masyarakat di kota-kota besar. Fasilitas kesehatan di tingkat pelayanan dasar belum banyak

menyediakan pelayanan tersebut, sehingga remaja belum mendapat bekal pengetahuanyang cukup

untuk menjalani perilaku reproduksi sehat. Mereka belum sepenuhnya mengetahui cara melakukan

kegiatan promotif dan preventif dalam kesehatan reproduksi remaja.

5. Masalah Kesehatan Reproduksi Lainnya

Masalah kesehatan reproduksi lainnya masih banyak ditemukan, misalnya masalah kesehatan usia

lanjut, aborsi, kanker leher rahim dan payudara, infertilitas, ketimpangan jender,kekerasan

perempuan, dll. Namun data yang berkaitan dengan masalah-masalah tersebut masih sulit

diperoleh.Keterbatasan data ini bukan berarti bahwa aspek kesehatan reprduksi tersebut tidak

bermasalah

Masalah kesehatan usia lanjut semakin meningkat bersamaan dengan bertambahnya presentase

penduduk usia lanjut. Masalah prioritas pada kelompok ini antara lain meliputi gangguan pada masa

menopause, osteoporisis, kanker prostate, dan penyakit kerdiovaskular serta penyakit degeneratif,

yang dapat berpengaruh terhadap organ reproduksi. Di samping itu, kekurangan gizi dan gangguan

otot serta sendi sering memperburuk keadaan tersebut.

Aborsi merupakan isu controversial, karena dalamkesepakatan pada ICPD 1994 di Kairo, dan

konferensi internasional lain yang menindaklanjutinya,hak reproduksi antara lain meliputi hak untuk

mendapatkan pelayanan aborsi yang aman. Menurut perundangan yang berlaku saat ini, tindakan

aborsi diluar indikasimedis adalah legal. Sebagai akibatnya, wanita dengan kehamilan yang tidk

diinginkan akibat kegagalan KB, pemerkosaan, atau karena alasan ekonomi, dan kehamilan diluar

nikah, cenderung mencari pertolongan aborsi yang tidak aman, sehingga sering mengakibatkan aborsi

yang komplikasi, Aborsi terkomplikasi ini diperkirakan memjadi penyebab dari 15% kematian ibu.

Kanker leher rahim merupakan kanker tersering yang ditemukan pada wanita usia subur. Kebanyakan

kasus disebabkan oleh infeksi virus human papilloma virus (HPV). Kanker ini bila ditemukan pada

stadium dini mempunyai prognosis yang cukup

11

Page 17: Program Kesehatan Reproduksi Pel Integratif Di YanDas

Baik. Namun, upaya skrining di kalangan wanita usia subur biasa dewasa ini terbatas, dan belum

mencapai kalangan yang tingkat sosioekonominya rendah. Metodeskrining dengan pap smear cukup

mahal dan memerlukan teknologi yang canggih. Dewasa ini sekarang dikembangkan metode inspeksi

visual dengan menggunakan asam cuka.

Kejadian kanker payudara menempati urutan kedua setelah kanker leher rahim. Jenis kanker ini juga

mempunyai prognosis yang cukup baik bila ditemukan pada stadium dini. Deteksi kanker ini bias

dilakukan sendiri dengan metode periksa payudara sendiri (SADARI).

Berbagai masalah kesehatan reproduksi dilatarbelakangi oleh ketimpangan jender. Beberapa contoh

misalnya keputusan untuk mencari pelayanan kasehatan bagi perempuan seringkali berada ditangan

suami atau mertua. Demikian pula tanggung jawab untuk berKB sering dibebankan kepada

perempuan. Perempuan berada dipihak yang lemah ketika menuntut hubungan seksual yang aman

dengan paangannya. Adaemikian pula pada hubungan seksual diluar nikah, pihak perempuan selalu

dipersalahkan dan dituntut untuk menanggung segala akibatnya.

Kekerasan berbasis jender antara lain timbul dalam bentuk kekerasan terhadap perempuan (KtP). KtP

yang sering ditemukan adalah kekeran dalam rumah tangga (KDRT), yang seringkali terjadi antara

suami-isteri atau pasangan yang mempunyai hubungan dekat. Masalah KDRT ini dikatakan seperti

“wabah yang tersembunyi”, kaerna prevalensinya diduga cukup besar namun tidak mengemuka.

Penderita biasanya cenderung menyembunyikannya, karena dipandang sebagai aib keluarga. Efeknya

mungkin fatal, atau non-fatal, yang meliputi gangguan system dean fungsi reproduki, di samping

gangguan psikhis dan mental yang cukup berat.

12

Page 18: Program Kesehatan Reproduksi Pel Integratif Di YanDas

III. KEBIJAKSANAAN, STRATEGI DAN KEGIATAN POKOK

Kebijaksanaan umum yang diterapkan dalam kesehatan reproduksi mengikuti paradigma baru, yaitu

sebagai berikut.

1. Menutamakan kepentingan klien dengan memperhatikan hak reproduksi, kesetaraan dan

keadilan jender.

2. menggunakan pendekatan siklus kehidupan dalam menangani malah kesehatan reproduksi.

3. Memperluas jangkauan pelayanan kesehatan reproduksi secara proaktif.

4. Meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui pelayanan kesehatan reproduksi berkualitas.

Strategi yang diterapkan dalam melaksanakan kebijakan umum tersebut sebagai berikut.

1. Meningkatkan upaya advokasi dan komitmen politis di tiap tingkat administrasi untuk

menciptakan suasana yang mendukung dalam pelaksanaan program kesehatan reproduksi.

2. Menyediakan pelayanan kesehatan reproduksi terpadu yang merata dan sesuai dengan

kewenangan di tiap tingkat pelayanan.

3. Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan reproduksi dengan memperhatikan kepuasan klien.

4. Mengenbangkan upaya kesehatan reproduksi dengan prioritas sesuai dengan masalah spesifik

daerah, minimal meliputi paket PKRE, sebagai bagian dari proses desentralisasi.

5. Menerapkan program keshatan reproduksi melalui keterlibatan program, sector dan pihak

terkait, termasuk organisasi profesi, agen donor, LSM dan masyarakat.

6. Meningkatkan kesetaraan dan keadilan jender, termasuk meningkatkan hak perempuan dalam

kesehatan reproduksi.

7. Meningkatkan penelitian dan pengumpulan data berwawasan jender yang berkaitan dengan

kesehatan reproduksi dalam rangka mendukung kebijaksanaan program dan peningkatan kualitas

pelayanan.

Target yang akan dicapai pada tahun 2010 sebagai berikut.

1. Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir.

Penurunan AKI dari 373 (1997) menjadi 150 per 100.000 kelahiran hidup.

13

Page 19: Program Kesehatan Reproduksi Pel Integratif Di YanDas

Penurunan AKB dari 52 (1997) menjadi 25 per 1000 kelahiran hidup.

Peningkatan cakupan akses pelayanan atenatal (K1) dari 89% (tahun 1998) menjadi 95%.

Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dari 60% (tahun 1998) menjadi 90%.

Proporsi penanganan komplikasi/kasus obstetri minimal 12% dqari persalinan total.

Cakupan pelayanan nifas bagi ibu dan bayi baru lahir 90%.

Penurunan prevalensi anemia pada ibu hamil menjadi 35%.

Penurunan prevalensi BBLR dari 7,9% (1995) menjadi 5%.

2. Keluarga Berencana

Cakupan pelayanan KB pada PUS 70%

Penurunan prevalensi kehamilan “4 terlalu” menjadi 50% dari angka pada tahun 1997.

Penurunan kejadian komplikasi KB.

Penurunan angka drop out.

3. Penanggulangan PMS/HIV-AIDS

Prevalensi gonore dikalangan kelompok berprilaku risiko tinggi menjadi kurang dari 10%.

Prevalensi infeksi HIV dikalangan kelompok berperilaku risiko tinggi menjadi kurang dari 1%

4. Kesehatan Remaja

Penurunan prevalensi anemia pada remaja menjadi kurang dari 20%.

Cakupan pelayanan kesehatan remaja melalui jalur sekolah 85%, dan melalui jalur luar

sekolah minimal 20%.

Prevalensi permasalahan remaja secara umum menurun.

5. Kesehatan Reproduksi Usila

Cakup[an pelayanan kepada usia lanjut minimal 60%.

Strategi oprerasional yang diterapkan dalam mencapai target tersebut sebagai berikut.

1. Memantapkan pemanfaatan Komisi Kesehata Reproduksi sebagai forum koordinasi antar-

sektor/pihak terkait guna mendapat

14

Page 20: Program Kesehatan Reproduksi Pel Integratif Di YanDas

Kesepakatan dan dukungan politis dalam pelaksanaan upaya kesehatan reproduksi.

2. Upaya kesehatan reproduksi didaerah dikembangkan untuk memngatasi masalah setempat dan

disesuaikan dengan kebutuhan, namun minimal mencakup paket PKRE.

3. Mengembangkan standar pelayanan tiap jenis pelayanan kesehatan reproduksi yang secara

relevan menampung aspek kesehatan reproduksi lainnya.

4. Pelayanan kesehatan reproduksi dilaksanakan secara terpadu di tiap tingkat pelayanan,

diberikan sesuai dengan kebutuhan dan mengacu kepada standar pelayanan masing-masing.

5. Upaya kesehatan reproduksi diterapkan dengan pendekatan kesetaraan dan keadilan jender.

6. Mengembangkan mekanisme pemantauan program dan pelayanan kesehatan reproduksi yang

berwawasan jender, untuk menilai kemajuan dalammengatasi masalah kesehatan reproduksi

setempat.

7. Optimalisasi keterlibatan secara aktif pihak-pihak terkait, misalnya: sector terkait, organisasi

profesi, agen donor, LSM dan masyarakat dalam upaya peningkatan kesehatan reproduksi,

termasuk penelitian pendukungnya.

Kegiatan pokok yang perlu dilakukan sebagai penjabaran strategi di atas dapat dikategorikan dalam

tiga kelompok sebagai berikut.

1. Pemantapan Manajemen Program Kesehatan Reproduksi

Penetapan kebijaksanaan dan strategi yang mendukung terlaksannya pelayanan kesehatan

reproduksi yang integratif sesuai kebutuhan klien.

Penetapan standar pelayanan yang mengacu kepada masing-masing komponen sesuai

dengan kebijaksanaan dan strategi program yang telah ada.

Pwerluasan dan pemerataan p4elayanan kesehatan reproduksi integrative.

Pemantauan dan evaluasi program serta pelayanan kesehatan reproduksi, dengan

me3nggunakan instrument (indicator) pemantauan yang disepakati.

2. Penerapan Pelayanan Kesehatan Reproduksi

Agar pelayanan kesehatan reproduksi bersifat responsive terhadap kebutuhan klien, maka

setiap pelayanan yang diberikan perlu

15

Page 21: Program Kesehatan Reproduksi Pel Integratif Di YanDas

Bersifat integrative. Dengan demikian, pelayanan kesehatan reproduksi yang dibutuhkan seorang

klien perlu menampung aspek pelayanan kesehatan reproduksi lainnya yang relevan, dengan

tetap mengikuti standar pelayanan yang berlaku bagi masing –masing jenis pelayanan. Beberapa

contoh keterpaduan pelayanan sebagai berikut, yang secara skematis juga digambarkan pada

Bagan Alur Pelayanan seperti pada Lampiran

a. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir

Pelayanan atenatal, persalinan dan nifas memasukkan unsur pelayanan pencegahan dan

penanggulangan PMS serta melakukan motifasi klien untuk pelayanan KB dan

memberikan pelayanan KB postpartum. Dalam pertolongan persalinan dan penanganan

bayi baru lahir perlu diperhatikan pencegahan umum terhadap infeksi.

Pelayanan pasca abortus memasukkan unsure pelayanan pencegahan dan

penanggulangan PMS serta konseling/pelayanan KB pasca-abortus.

b. Pelayanan KB

Pelayanan KB memasukkan unsur pelayanan pencegahan dan penanggulangan PMS,

HIV/AIDS.

Pelayanan KB difokuskan selain kepada sasaran muda-usia paritas-rendah (mupar) yang

lebih mengarah kepada kepentingan pengendalian populasi; juga diarahkan untuk

sasaran dengan “4 terlalu” (terlalu muda,terlalu banyak, terlalu serinh dan terlalu tua

untuk hamil).

c. Pencegahn dan penanggulangan PMS, termasuk HIV/AIDS. Pelayanan pencegahan dan

penanggulangan PMS, termasuk HIV/AIDS dimasukkan kedalam setiap kompone pelayanan

kesehatan reproduksi.

d. Pelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja

Pelayanan kesehatan reproduksi remaja yang bersifat promotif dan preventif terfokus

pada pelayanan KIE/konseling, yang memasukkan materi-materi Family Life Education

(a.I. meliputi komponen di atas) dan Life Skill Education.

16

Page 22: Program Kesehatan Reproduksi Pel Integratif Di YanDas

Pelayanan kesehatan reproduksi remaja memperhatikan aspek fisik, termasuk

kesehatan dan gizi, agar remaja – khususnya rwemaja putri-dapat dipersiapkan menjadi

calon ibu yang sehat.

Pelayanan kesehatan reproduksi remaja secara khusus bagi remaja bermasalah dengan

memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan masalahnya, misalnya kehamilan

diluar nikah, kehamilan remaja, remaja dengan ketergantungan napza, dll.

e. Kesehatan Reproduksi Usia Lanjut

Pelayanan kesehatan reproduksi usia lanjut lebih ditekankan untuk meningkatkan kualitas

hidup pada usia lanjut. Selain upaya promotif dan preventif, pengembangan upaya

kesehatan reproduksi usia lanjut juga ditujukan untuk mengatasi masalah yang sering

ditemukan pada usia lanjut, misalnya masalah menopause/andropouse dan pencegahan

osteoporosis serta penyakit degeneratif lainnya.

3. Penerapan Kegiatan Pendukung

Kegiatan pendukung meliputi berbagai kegiatan untuk mengatasi masalah yang berkaitan dengan

program dan pelayanan kesehatan reproduksi.

a. Penanganan masalah social yang berkaitan erat dengan kesehatan reproduksi antara lain:

Kesetaraan dan keadilan jender.

Kekerasan terhadap perempuan.

Kegiatan untuk mengatasi masalah ini dilaksanakan secara lintas program dan lintas sektor,

khususnya Kantor Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan. Bentuk kegiatan yang dapat

dilakukan oleh sektor kesehatan antara lain:

Meningkatkan pemahaman petugas kesehatan di tiap tingkatan tentang kesetaraan

dan keadilan jender serta berbagai bentuk kekerasan terhadap perempuan dan

akibatnya terhadap kesehatan.

Meningkatkan ketrampilan pengelola program dalam melakukan analisis jenjed serta

mengarus-utamakan jender dalam kebijakan dan program kesehatan.

17

Page 23: Program Kesehatan Reproduksi Pel Integratif Di YanDas

Meningkatkan peran serta laki-laki dalam kesehatan reproduksi.

Menangani kasus kekerasan terhadap prerempuan, baik dalam aspek medis, maupun

KIE/konseling dalam mengatasi masalah klien untuk mendapatkan pelayanan lainnya.

b. Advokasi dan mobilisasi social.

Kegiatan advokasi dan mobilisasi sosial diperlukan untuk pemantapan dan perluasan

komitmenserta dukungan politis dalam upaya mengatasi masalah kesehatan reproduksi.

Instansi pemerintah yang banyak bergerak dalamaspek ini ditingkat nasional a.I. BKKBN dan

Kantor Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan. Contoh kegiatan advokasi dan

mobilisasisosial antara lain adalah Gerakan Sayang Ibu (GSI).

c. Koordinasi lintas sektor.

Dalam penanganan masalah kesehatan reproduksi diperlukan koordinasi lintas sektor dan

lintas program. Untuk itu di tingkat nasional dicunakan forum Komisi Kesehatan Reproduksi

dan forum-forum lain yang bersifat fungsional.

d. Pemberdayaan masyarakat.

Kegiatan pemberdayaan masyarakat diperlukan untuk meningkatkan kemampuan

masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatan reproduksi, misalnya pengorganisasian

transportasi untuk rujukan ibu hamil/bersalin, arisan peserta KB, tabulin, dsb.

e. Pemenuhan kebutuhan logistik.

Dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas diperlukan dukungan

sarana dan prasarana yang memadai.

f. Peningkatan ketrampilan.

Dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan kesehatan reproduksi antara lain diperlukan

kegiatan untuk meningkatkan ketrampilan. Kegiatan ini diupayakan agar terlaksana secara

terpadu, efektif dan efisien.

18

Page 24: Program Kesehatan Reproduksi Pel Integratif Di YanDas

IV. PELAKSANAAN PELAYANAN KESEHATAN

REPRODUKSI ESENSIAL

A. PENDEKATAN DALAM IMPLETANSI

Baik PKRE maupun PKRK sebenarnya merupakan sekumpulan pelayanan yang telah ada, baghkan

sebagian telah lama dilaksanakan dan telah jauh berkembang, seperti pelayanan kesehatan ibu dan bayi

baru lahir dan pelayanan KB. Di samping itu ada pelayanan yang relative baru atau masih dalam tahap

pengembangan, seperti pelayanan kesehatan reproduksi remaja, pelayanan pencegahan dan

penanggulangan PMS, termasuk HIV/AIDS dan pelayanan kesehatan reproduksi usia lanjut. Selain itu

karakteristik sasaran dan masalah dari tiap komponen pelayanan kesehatan reproduksi sangat berbeda,

sehingga memerlukan pendekatan yang berbeda pula dalam pengelolanya.

Hal yang baru dan perlu diperhatikan dalam implementasi PKRE adalah pelaksanaan paradigma

baru,seperti dikemukakan dalam kebijaksanaan kesehatan reproduksi, yaitu: 1) mengutamakan

kepentingan klien dengan memperhatikan hak reproduksi, kesetaraan dan keadilan jender, 2)

menggunakan pendekatan siklus kehidupan dalam menangani masalah kesehatan reproduksi, 3)

memperluas jangkauan pelayanan kesehatan reproduksi secara proaktif dan 4) meningkatkan kualitas

hidup masyarakat melalui pelayanan kesehatan reproduksi berkualitas.

Implementasi PKRE dikembangkan berdasarkan kebijaksanaan tersebut, disamping memperhatikan

tingkat perkembangan program, karakteristik sasaran dan masalah yang berbeda antar-komponen

program. PKRE diupayakan agar dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien, sehingga sifatnya

mereorganisasikan upaya dan pelayanan yang telah ada namun disesuaikan dengan kebutuhan baru.

Dalam penerapannya di suatu wilayah, perlu dikaji pula kebutuhan setempat yang mungkin berbeda

disamping tingkat pencapaian program yang berbeda pula. Karenanya, penyusunan rencana

implementasi PKRE hendaknya didasarkan atas analisis data dan masalah setenpat.

19

Page 25: Program Kesehatan Reproduksi Pel Integratif Di YanDas

C. KARAKTERISTIK SASARAN DAN MASALAH TIAP

KOMPONEN PKRE

Seperti dikemukakan diatas, karakteristik sasaran dan masalah tiap komponen PKRE berbeda-beda.

Di bawah ini gambaran umum tentang kompleksnya masalah yang saling terkait antar-komponen PKRE

tersebut.

1. Kesehatan Ibu Dan Bayi Baru Lahir

Karakteristik ibu hamil dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa:

Kehamilan merupakan suatu keadaan alamiah, 80%nya berlangsung normal;

Perilaku hidup sehat selama kehamilan masih kurang diperhatikan, a.I. kebutuhan gizi,

istirahat,pemeriksaan kehamilan, perawatan diri, pertolongan persalinan oleh nakes;

Sekitar 20% ibu akan mengalami komplikasi obstetri yang dapat mengancam jiwa ibu dan/atau

janin, yang kebanyakan tak dapat diramalkan sebelumnya dan pada umumnya terjadi sekitar

persalinan;

Kesadaran akan kemungkinan timbulnya dan pengenalan akan komplikasi kehamilan masih

rendah; sehingga bila terjadi komplikasi yang memerlukan pertolongan cepat, keluarga tidak

siap.

Keadaan ibu hamil, bersalin dan nifas di tingkat nasional dewasa ini adalah bahwa lebih dri 85%

telah memeriksakan kehamilannya paling sedikit satu kali selama kehamilannya, nmun hanya

sekitar 65% yang persalinannya ditolong oleh tenaga kesehatan. Kondisi kesehatan ketika memasuki

kehamilan belum belum separti yang diharapkan, yaitu 65% hamil pada usia terlalu muda (<20

tahun), terlalu tua (>35% tahun), terlalu sering hamil (jarak <2 tahun) dan terlalu banyak anak (>3

anak): lebih dikenal dengan keadaan “4 terlalu”. Akibatnya, banyak ibu yang tidak menginginkan

kehamilannya yang melakukan upaya aborsi yang tidk aman. Sekitar 50% menangani anemia dan

lebih dari 30% menderita kurang energi kronis (KEK). Lebih buruk lagi adalah kenyataan bahwa

kurang dari 10% prkiraan kasus yang mengalami komplikasi persalinan mendapat pelayanan

obstetri yang mampu

20

Page 26: Program Kesehatan Reproduksi Pel Integratif Di YanDas

Menyelamatkan kehidupan ibu dan/atau janinnya, sehingga tidaklah mengharankan bahwa AKI

masih sekitar 375 per 100.000 kelahiran hidup dan 40% kematian bayi terjadi pada bulan pertama

kehidupannya. Kesenjangan antar-kalangan sosial cukup lebar, sehingga angka-angka tersebut jauh

lebih buruk di lingkungan keluarga miskin dan keluarga tertinggal.

Masalah tersebut masih dilatarbelakangi oleh keadaan soaial, tingkat pendidikan yng rendah,

marjinalisasi perempuan akibat ketidaksetaraan dan ketidakadilan jender, yang juga mengarah

kepada kekerasan terhadap perempuan dan perlakuan yang merendahkan derajat perempuan.

Semuanya itu menunjang terjadinya keadaan “3 terlambat”, yaitu terlambat mengenali tanda

bahaya dan mengambil keputusan di tingkat keluarga, terlambat mendapat pelayanan medis yang

memdai di tempat pelayanan kesehatan.

2. Keluarga Berencana

Sekitar 57% pasangan usia subur (PUS) telah berKB, yaitu 36% menggunakan metode suntikan

(21%) dan pil (15%), yang memberikan tingkat drop out tertinggi. IUD yang tingkat drop outnya lebih

rendah, penggunaannya hanya 8%, sedangkan implant –yang dalam masa krisis ekonomi dirasakan

terlalu mahal – 6%. Tingkat drop out keseluruhan mencapai 24%.

Partisipasi pria dalam berKB sangat rendah (kurang dari 2%). Hal ini lebih nyata dari perbandingan

antara MOP dan MOW (0,1 dan 3%), karena MOP jauh lebih mudah dilaksanakan dan lebih kecil

risikonya dibandingkan MOW . Dari gambaran ini tampak bahwa perempuan mendapat beban

tambahan untuk pengaturan fertilitasnya, di samping beban yang menjadi kodrat kewanitaannya

seperti haid, hamil, m4elahirkan dan menyusui.

Seperti dikemukakan di atas, sekitar 65% kehamilan disertai satu atau lebih keadaan “4 terlalu”

(terlalu muda, tua, sering, dan banyak). Hal ini menunjukan bahwa masih jauh lebih banyak terjadi

kehamilan yang perlu dihindari, walaupun angka unmet

21

Page 27: Program Kesehatan Reproduksi Pel Integratif Di YanDas

Need hanya 9%, yang juga sekaligus menunjukan bahwa kesadaran berKB pada pasangan yang

paling membutuhkan KB pada pasangan yang paling membutuhkan KB belum cukup mantap.

Akibatnya, masih banyak ditemukan kehamilan yang tidak diinginkan dan mengarah kepada

tindakan aborsi yang tidak aman.

4. Pencegahan dan Penanggulangan PMS, termasuk HIV/AIDS

Penderita PMS kebanyakan dari kelompok umur 20-40 tahun, walaupun ada penderitaan pada usia

yang lebih muda atau tua. Prwevalensi PMS tinggi pada kelompok dengan berisiko, yang berganti-

ganti pasangan seksual, yang sering dikaitkan dengan profesi tertentu, misalnya pekerja seks

komersial, supir truk, pelaut, dsb.

PMS merupakan penyakit yang telah lama dikenal, namun sejak pertengahan tahun 198-an

mendapat perhatian besar karena munculnya pandemi HIV/AIDS, yng belum dapat disembuhkan

dan akan berakhir dengan kematian. Seseorang yang menderita PMS mempunyai risiko empat kali

lebih besar untuk tertulari HIV/AIDS. Metoda diagnosis HIV/AIDS yang sangat mahal menuntut

program untuk menggunakan PMS sebagai predictor terhadap risiko penularan HIV/AIDS. Selain

itu, penularan HIV/AIDS melalui jarum suntik, terutama pada penderita ketergantungan napza dan

antara ibu dan janin/bayi baru lahir makin merisaukan, sehingga perlu perhatian pula.

Perwempuan berada pada pihak yang lemah ketika menuntut hubungan seksual yang aman. Hal ini

dilatarbelakangi oleh dominasi pria atau subordinasi wanita di masyarakat. Sebagai akibatnya,

banyak wanita berisiko tinggi terhadap penularan PMS, bila pasangannya mempunyai partner

seksual ganda.

Pelayanan pencegahan dan penanggulangan PMS di tingkat pelayanan dasar dewasa ini baru

dalam tahap pengembangan, yaitu dengan menggunakan pendekatan sindrom melalui pelayanan

KIA/KB dan kewaspadaan umum dalam pencegahan infeksi. Kendala yang ditemukan dalam upaya

tersebut antara lain:

22

Page 28: Program Kesehatan Reproduksi Pel Integratif Di YanDas

Terbatasnya kemampuan pelaksana pelayanan ditingkat dasar,

Tidak tersedianya obat,alat dan bahan abis pakai,

Hambatan sosiobudaya yang sering mengakibatkan pengobatan hanya sepihak saja, karena

isteri tidak berani mengajak suaminya berobat, dan ketidak-tuntasan dalam pengobatan.

5. Kesehatan Reproduksi Remaja

Karakteristik remaja antara laindilatarbelakangi oleh kenyataan sebagai berikut:

Masa remaja merupakan masa yang penuh pencarian identitas dalam proses menuju

kedewasaan.

Terjadi berbagai perubahan fisik dan psikis, yang sering membingungkan remaja.

Keinginan untuk diakui sebagai bagian dari kelompoknya.

Lebih mudah berkomunikasi dengan sebayanya atau pihak yang dapat memahami

kebutuhan remaja.

Pengetahuan tentanh kesehatan reproduksi remaja relative rendah, namun klejadian KEK

dan anemia relative masih tinggi, yaitu sekitar 25% dan 35%, yang mrnggambarkan

ketidaksiapan remaja puteri secara fisik untuk menghadapi kehamilan dikemudian hari.

Masalah pokok kesehatan reproduksi remaja dapat dikelompokan sebagai berikut:

Kehamilan dan persalinan usia muda dengan segala akibatnya,

Kehamilan tak dikehendaki, yang seringkali menjurus kepada aborsi yang tidak aman

dan komplikasinya,

Penularan PMS, termasuk HIV/AIDS, yang sering terkait dengan ketergantungan napza

dan hubungan seksual bebas,

Tindak kekerasan seksual, seperti pemerkosaan, pelecehan seksual dan transaksi seks

komersial.

Dalam menangani masalah kesehatan reproduksi remaja, tak dapat dipisahkan dari penanganan

kesehatan remja segara utuh, karena masalah-masalah diatas biasanya diawali oleh sikap dan

perilaku yang tidak sehat.

23

Page 29: Program Kesehatan Reproduksi Pel Integratif Di YanDas

D. PELAKSANAAN PKRE PADA TIAP PELAYANAN

Dalam penerapannya, PKRE dilaksanakan di tiap tingkat pelayanan, sesuai dengan kewenangan tiap

tingkat. Pada table di bawah ini dapat dilihat PKRE minimal di tiap tingkat pelayanan kesehatan.

Tabel 1. Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial di Tiap Tingkat Pelayanan Kesehatan

Konponen PKRE

Pelayanan di Tingkat Desa

Pelayana di Tingkat Puskesmas

Pelayanan di Tingkat Rujukan Primer

Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir

Pelayanan kebidanan dasar (antenatal, persalinan, nifas dan kunjungan neonatral)

Pertolongan pertama pada kasus obstetri-neonatral dan rujukannya.

Konseling kesehatan ibu dan bayi baru lahir, termasuk KB postpartum.

Konseling gizi.

Pemberdayaan keluarga dalam kesehatan ibu dan bayi baru lahir, termasuk pengenalan tanda bahaya dan persiapan keluarga.

Pelayanan kebidanan dasar (antenatal, persalinan, nifasdan kunjungan neonatal)

Pertolongan pertama dan penanganan kasus obstetri-neonatal, termasuk pelayanan pasca abortus dan rujukannya.

Konseling kesehatan ibu dan bayi baru lahir, termasuk KB postpartum.

Konseling gizi.

Pemberdayaan keluarga dalam kesehatan ibu dan bayi baru lahir, termasuk pengenalan tanda bahaya dan persiapan keluarga

Pembinaan Pelayanan di tingkat desa.

Pelayanan kebidanan dasar (antenatal, persalinan, nifas dan kunjungan neonatal)

Penanganan kasus kegawatan obstetri- neonatal, termasuk tindakan bedah besar.

Penanganan semua kasus rujukan dari puskesmas dan desa.

Konseling gizi.

Pembinaan pelayanan di tingkat puskesmas.

Keluarga Berencana

Konseling KB

Pelayanan KB, sesuai dengan kemampuan, kecuali implant dan metode operatif

Pertolongan pertama efek sampng KB.

Rujukan pelayanan KB

Konseling KB

Pelayanan KB, sesuai dengan kemampuan.

Pertolongan pertama pada komplikasi dan kegagalan KB serta penanganan efek samping KB

Rujukan pelayanan KB

Pembinaan di tingkat desa

Konseling KB

Pelayanan semua jenis metoda KB.

Penanganan komplikasi dan kegagalan KB serta penanganan efek samping KB.

Penganan kasus rujukan pelayanan KB.

Pembinaan pelayanan di tingkat puskesmas.

24

Page 30: Program Kesehatan Reproduksi Pel Integratif Di YanDas

Komponen

PKRE

Pelayanan di Tingkat Desa Pelayanan di Tingkat

Puskesmas

Pelayanan di Tingkat

Rujukan Primer

Pencegahan dan

Penanggulngan

PMS, termasuk

HIV/AIDS

Konseling tentang pp

PMS,termasuk

HIV/AIDS

Promosi untuk

penggunaan kondom

untuk perlindungan.

Deteksi PMS melalui

pelayanan KIA/KB

dengan pendekatan

sindrom.

Merujuk kasus PMS

Konseling tentang pp

PMS,termasuk HIV/AIDS

Promosi untuk

penggunaan kondom

untuk perlindungan.

Deteksi PMS melalui

pelayanan KIA/KB dengan

pendekatan sindrom.

Merujuk kasus PMS ke RS

Kabupaten

Konseling tentang pp

PMS,termasuk

HIV/AIDS

Promosi untuk

penggunaan kondom

untuk perlindungan

Diagnosis dan

pengobatan kasus PMS.

Pemeriksaan

laboratorium untujk

PMS, bila mungkin juga

untuk HIV/AIDS.

Kesehatan

Reproduksi

Remaja

Konseling dan

informasi tentang

kesehatan remaja dan

reproduksi remaja

(Family6 life and life

skill Education).

Pemeriksaan fisik untuk

menemuka anemia.KEK

dan gangguan lainnya.

Merujuk kasus

reproduksi remaja.

Konseling dan informasi

tentang kesehatan

remaja dan reproduksi

remaja (Family6 life and

life skill Education).

Pemeriksaan fisik untuk

menemuka anemia.KEK

dan gangguan lainnya.

Pelayanan kesehatan

remaja melalui jalur

sekolah.

Penanganan kasus

reproduksi remaja, sesuai

dengan kemampuan, dan

rujukannya.

Konseling dan

informasi tentang

kesehatan remaja dan

reproduksi remaja

(Family6 life and life

skill Education).

Pemeriksaan kesehatan

bagi remaja.

Pengembangan

kerjasama dengan

sekolah setingkat

SMP/SMU di ibu kota

kabupaten

Pelayanan

komprehensif untuk

kesehatan reproduksi

remaja.

Untuk memperjelas keterpaduan antar-pelayanan tersebut dapat dilihat contoh Bagan Alur Pelayanan

seperti pada lampiran

25

Page 31: Program Kesehatan Reproduksi Pel Integratif Di YanDas

V.PEMANTAUAN DAN EVALUASI

Pelaksanaan program dan pelayanan kesehatan reproduksi perlu dipantau dan dievaluasi secra

berkala. Banyak indicator yang dapat digunakan dalam memantau kemajuan program kesehatan

reproduksi, namun pelu dipilih beberapa indicator yang dipandang strategis dalam menggambarkan

keadaan. Di bawah ini adalah contoh beberapa indicator strategis yang dapat digunakan, secara

komposit, untuk memantau kemajuan program kesehatan reproduksi (esensial) sebagai berikut.

1. Kesehatan ibu dan bayi baru lahir:

Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan.

Proporsi penanganan kasus komplikasi obstetric terhadap persalinan total.

2. Keluarga Berencana:

Cakupan pelayanan KB (CPR).

Presentase kehamilan dengan keadaan “4 terlalu”.

3. Pencegahan dan penanggulangan PMS, termasuk HIV/AIDS:

Trend prevalensi kasus PMS.

5. Kesehatan Reproduksi Remaja:

Trend prevalensi kasus kesehatan rep[roduksi pada remaja.

Pemantauan pelayanan kesehatan reproduksi bersifat lebih teknis dan sangat terkait dengan kualitas

pelayanan. Pemantauannya dilaksanakan melalui supervisi teknis, dengan membandingkan pelaksanaan

pelayanan terhadap standar pelayanan yang berlaku. Kesenjangan antara keduanya dijadikan masukan

untuk penyusunan rencna spesifik dalam upaya peningkatan pelayanan.

26

Page 32: Program Kesehatan Reproduksi Pel Integratif Di YanDas

VI. PENUTUP

Sejak ICPD 1994 berbagai penyesuaian dan pergeseran pendekatan, serta pengembangan program

perlu dilakukan di aiandonesia. Sejalan dengan era desentralisasi, seyogianya daerah dapat

menerjemahkan dan mengembangkan upaya kesehatan reproduksi sesuai dengan prioritas masalah

di pripinsi masing-masing, namun minimal meliputi paket pelayanan kesehatan reproduksi esensial.

Implementasi PKRE perlu dilaksanakan secara pragmatis, karena selalu ada keterbatasan berbagai

sumber sementara upaya yang dilakukan sebenarnya bukan hal yang sama sekali baru. Namun

perubahan pendekatan yang dihembuskan sejak ICPD 1994 hendaknya tetap dapat ditangkap

esensinya, karena pada akhirnya bertujuan mulia, yaitu untukj meningkatkan kualitas hidup

manusia, khususnya dalam aspek kesehatan reproduksi.

Msalah kesehatan reproduksi merupakan masalah yang kompleks dan memerlukan penanganan

secara lintas program, lintas sektor dan lintas disiplin ilmu dengan memperhatikan kesetaraan dan

keadilan jender. Berbagai masalah kesehatan reproduksi berkaitan erat dengan isu tersebut dan hak

reroduksi bagi wanita. Keterkaitan yang erat antara masalah kesehatan reproduksi dengan masalah

di luar ruang lingkup bidang kesehatan ini menuntut adanya upaya koordinasi yang intensif.

27

Page 33: Program Kesehatan Reproduksi Pel Integratif Di YanDas

KUNJUNGAN PERTAMA

ANAMNESIS

Identitas

Status Kespro :

- Umur Kehamilan - Riwayat KB (cek “4 terlalu”)

- Umur kehamialan dan HPHT/HTP - Resiko penularan PMS

- Riwayat kehamilan & persalinan - riwayat KtP

Status kes

- Riwayat peny, yang pernah diderita

- Riwayat peny. yang sedang diderita

Keluhan selama kehamilan

PEMERIKSAAN FISIK :

Umum : TB, BB, TD, jantung, paru, konjungtiva

bengkak pada tangan/wajah, refleks lutut

Kehamilan :

- TFU, DJJ

- Payudara

- Vulva :a.I. tanda PMS

Laboratorium : Hb, Urine

PELAYANAN :

TTD

TT

Nasehat & Konseling (sesuai umur kehamilan)

Trimester I :

- Gizi

- Istirahat

- Higiene diri (kebersihan,

gigi & OR)

- Tanda-tanda bahaya

- Hub. Seks selama

kehamilan

- Kunjungan berikutnya

Trimester I I :

- Trimester I +

- Keutungan ASI

- Persiapan persalinan

- KB post partum

Trimester I II :

- Trimester II +

- Perawatan bayi baru lahir

- Persiapan keluarga dalam

menghadapi persalinan dan

kemungkinan adanya

komplikasi

Penanganan gangguan yang ditemukan/rujukan

IBU

BAGAN ALUR PELAYANAN ANTENATAL

28

Page 34: Program Kesehatan Reproduksi Pel Integratif Di YanDas

ANAMNESIS :

Keluhan :

- Perkembangan keluhan y.I

- Adakah keluhan baru

Perawatan diri :

- Makanan yang dikonsumsi - Higiene diri (kebersihan, gigi & OR)

- Istirahat & Kerja - Ktp, PMS

Adanya tanda bahaya :

- Perdarahan, per vaginam

- Pusing hebat & bengkak pada wajah/tangan

- Janin t idak bergerak

Upaya pencegahan :

- TTD

- Suntik TT

Umur kehamilan menurut perkiraan Ibu

Hal-hal yang ingin ditanyakan

PEMERIKSAAN FISIK :

Umum : TB, BB, TD, konjungtiva bengkak

pada tangan/wajah, refleks lutut

Kehamilan :

- TFU, DJJ - Vulva :a.I. tanda PMS

- Payudara - Leopold I-IV

Laboratorium : Hb, Urine atas indikasi

PELAYANAN :

TTD

TT

Nasehat & Konseling (sesuai umur kehamilan)

Trimester I :

- Gizi

- Istirahat

- Higiene diri (kebersihan,

gigi & OR)

- Tanda-tanda bahaya

- Hub. Seks selama

kehamilan

- Kunjungan berikutnya

Trimester II :

- Trimester I +

- Keutungan ASI

- Persiapan persalinan

- KB post partum

Trimester III :

- Trimester II +

- Perawatan bayi baru lahir

- Persiapan keluarga dalam

menghadapi persalinan dan

kemungkinan adanya

komplikasi

Penanganan gangguan yang ditemukan/rujukan

KUNJUNGAN ULANGHAMIL

BAGAN ALUR PELAYANAN ANTENATAL

29

Page 35: Program Kesehatan Reproduksi Pel Integratif Di YanDas

Identitas (bila belum pernah datang)

Pemeriksaan kehamilan yang pernah dilakukan dan oleh siapa

Riwayat kehamilan yang dan persalinan yang lalu

Riwayat kehamilan sekarang

Riwayat kesehatan Ibu

Adanya tanda-tanda persalinan (HIS, ketuban dan show)

Adanya tanda-tanda komplikasi persalinan

ANAMNESIS : (pada Keadaan mendesak anamnesis dapat dilakukan

bersama dengan pemeriksaan fisik

IBU HAMIL AKAN BERSALIN

PEMERIKSAAN FISIK :

Umum : TD, Konjungtiva, bengkak pada tangan/wajah, refleks lutut

Abdomen : TFU, DJJ, Leopold I-IV, jantung, paru

Inspeksi Vulva :

- Ada/t idak ada perdarahan per vaginam. Bila ada perdarahan

pervagnam pemeriksaan dalam harus dilakukan di kamar

operasi sehingga perlu diujuk

- Tanda-tnda PMS

Pemeriksaan dalam (bila tidak ada perdarahn per vaginam)

PERTOLONGAN PERSALINAN : dengan memperhatikan pencegahan

umum terhadap infeksi

Pimpin persalinan

Pantau persalinan dengan partograf

Perawatan ibu

Perawatan bayi baru lahir

KONSELING

Perawatan ibu

Perawatan bayi baru lahir

Tanda bahaya pada ibu dan pada bayi baru lahir

KB post partum

BAGAN ALUR PELAYANAN PERSALINAN

30

Page 36: Program Kesehatan Reproduksi Pel Integratif Di YanDas

IBU

BAGAN ALUR PELAYANAN NIFAS

ANAMNESIS

Keluhan

- Jumlah perdarahan

- Adanya bengkak, pusing, nyeri

- Adanya demam

- Gangguan lain

Bila persalinan bukan oleh nakes

- Riwayat persalinan

- Masalah yang dihadapi

Perawatan diri :

- Makanan yang dikonsumsi

- Istirahat & kerja

- Higiene

PEMERIKSAAN FISIK :

Umum : BB, TD, Jantung, paru, Konjuctiva,

bengkak pada tangan/wajah, payudara,

reflex lutu t

Abdomen : uterus keras/lunak

Vulva :

- Banyaknya perdarahan

- Warna dan bau lokhia

- Tanda-tanda PMS/infeksi lainnya

PELAYANAN :

Konseling :

- Perawatan diri

- Perwatan bayi

- KB post partum

Pemberian obat-obatan sesuai

dengan kebutuhan, TTD

IBU

ANAMNESIS : (ditanyakan kepada ibu)

Gangguan yang ditemukan :

- Suhu tubh dingin, sulit

dinaikkan kembali

- Kulit menjadi biru

- Sulit bernafas

- Tiba-tiba tidak dapat menyusu

- Kulit dan mata bayi menjadi kuning

- Tidur terus dan gerak kurang

- Mata bengkak dan bernanah

Bila persalinan bukan oleh nakes

- Gangguan pada saat/segera

setelah lahir

Perawatan bayi :

- Perawatan tali pusat

- Pemberian ASI

- Cara menjaga suhu tubuh

- Gangguan lain (kejang, kuning)

PEMERIKSAAN FISIK :

Keadaan Umum : BB, suhu tubuh, jantung,

paru, kelainan tubuh, gerak, reflex bayi

Tanda penularan PMS :

- Mata

- Cacat Tubuh

Fisik lainnya sesuai standar

Pelayanan

PELAYANAN :

Konseling kepada ibu tentang

perawatan bayi

Bila ada kelainan segera dirujuk

*) Pelayanan memperhatikan pencegahan umum terhadap infeksi

KUNJUNGAN NIFAS

31

Page 37: Program Kesehatan Reproduksi Pel Integratif Di YanDas

Calon Akseptr KB

BAGAN ALUR PELAYANAN KB

ANAMNESIS :

Identitas

Metode KB yang d iiginkan/yang pernah

dipakai

Status kesehatan :

- Riwayat penyakit yang pernah diderita

- Penyakit yang sedang diderita

Status Kespro :

- Hamil/tidak hamil, paska-keguguran

- 4 “terlalu”

- resiko penularan PMS

- Ktp

KONSELING PRA PELAYANAN :

Informasi ringkas tentang berbagai

metode KB

Pemantapan pemilihan metode KB

sesuai dengan keinginan & kondisi

(”inform concent”)

PEMERIKSAAN FISIK :

Umum (tanda-tanda Ktp)

Organ reproduksi

Gejala PMS

Akseptor KB

ANAMNESIS :

Status metode KB sekarang

Tujuan datang & keluhan yang ada

Status kesehatan

- Riwayat penyakit yang pernah

diderita

- Penyakit yang sedang diderita

Status kes. Reproduksi

- Hamil/tidak hamil, Paska

Keguguran

- 4 “terlalu”

- resiko penularan PMS

- Ktp

PELAYANAN KONTRASEPSI:

Informasi mengenai hasil

pemeriksaan

Kelayakan metode yang dipilih

dikaitkan dengan kondisi kesehatan

calon akseptor

Pemberian pelayanan + penjelasan

tindakan yang dilakukan

*) Pelayanan memperhatikan pencegahan umum terhadap infeksi

KLIEN

KONSELING PASKA PELAYANAN

Informasi lengkap tentang metode

KB yang diberkan

Jadwal kunjungan ulang

KONSELING PRA PELAYANAN :

Penjelasan tentang penyebab &

cara mengatasi keluhan yang

dirasakan

Membahas dengan klien ttg

kecocokan metode KB yang diakai

PEMERIKSAAN FISIK :

Umum :

- Status gizi (anemia, KEK)

- Tanda-tanda Ktp

Organ reproduksi Geja la -ge ja la PM S

PELAYANAN KONTRASEPSI:

Informasi mengenai hasil

pemeriksaan

Pemberian/pelayanan ulang

Pelayanan penanganan keluhan/

dirujuk

KONSELING PASKA PELAYANAN

Hal-hal yang perlu dilakukan oleh

klien untuk mengatasi keluhan

Jadwal kunjungan ulang

32

Page 38: Program Kesehatan Reproduksi Pel Integratif Di YanDas

BAGAN ALUR PELAYANAN KESEHATAN REMAJA

KONTAK REMAJA

ANAMNESISI

Identitas

Apa yang sudah dketahui tentang kes. reproduksi remaja :

- Perubahan fisik & psikis

- Masalah yang mungkin timbul

- Cara menghadapi masalah

Apa yang sudah diketahui ttg prilaku hidup sehat bagi remaja

- Pemeliharaan kesehatan diri (gizi, hygiene)

- Hal - hal yang perlu dihindari : napza, termasuk rokok dan minuman keras ;

serta pergaulan bebas

- Hubungan antara laki-laki & perempuan

Apa yang sudah diketahui tentang persiapan berkeluarga

- kehamilan

- KB

- PMS/HIV/AIDS

Masalah yang dihadapi

- Fisik

- Psikis

- Kekerasan

- Pergaulan antara laki-laki & perempuan

PEMERIKSAAN FISIK

Umum :

- Tanda-tanda anemia

- Tanda-tanda KEK

- Tanda-tanda Ktp

Khusus :

- Semua dengan keluhan dirujuk ke Puskesmas/Petugas Kesehatan

PELAYANAN KONSELING

Kesehatan Reproduksi Remaja

Perilaku hidup sehat bagi remaja

Persiapan berkeluarga

Konseling untuk mengatasi masalah yang dihadapi bila tidak dapat

ditangani dirujuk ke fasilitas kesehatan yang sesuai

33

Page 39: Program Kesehatan Reproduksi Pel Integratif Di YanDas

BAGAN ALUR PELAYANAN KESEHATAN REMAJA

REMAJA HAMIL ATAU TERSANGKA HAMIL

ANAMNESIS

Identitas

Kapan melakukan hubungan seksual

Resiko penularan PMS

Perkiraan umur kehamilan

Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT)

Keluhan yang dirasakan

Riwayat KtP

Dukungan keluarga/orang terdekat

Sikap penderita terhadap kehamilan saat ini

PEMERIKSAAN FISIK

Umum :

- Penilaian umum fisik & psikis

Pemeriksaan fisik kehamilan (sama dengan Bagan Alur Pelayanan Antenatal)

Bila perlu dilakukan test kehamilan

PELAYANAN KONSELING

Sama dengan Bagan Alur Pelayanan Antenatal

Konseling yang berkaitan dengan kehamilan di luar nikah

- Anjuran untuk mempertahankan kehamilan

- Membantu mengatasi masalah yang timbul akibat kehamilannya

Percobaan pengguguran kandungan

Pengaturan kelangsungan pendidikan

Hubungan dengan pasangan seksual

Hubungan dengan keluarga

Persiapan menjadi orang tua

34

Page 40: Program Kesehatan Reproduksi Pel Integratif Di YanDas

KETERANGAN

TD = Tekanan Darah

DJJ = Denyut Jantung Janin

TFY = Tinggi Fundus Uteri

BB = Berat Badan

KB = Keluarga Berencana

ASI = Air Susu Ibu

PMS = Penyakit Menular Seksual

KtP = Kekerasan terhadap Perempuan

KEK = Kekurangan Energi Kronis

35

Page 41: Program Kesehatan Reproduksi Pel Integratif Di YanDas

Catatan :

35