PRODUKSI ANTI-PROGESTERON SERUM PADA …digilib.batan.go.id/e-prosiding/File...
Transcript of PRODUKSI ANTI-PROGESTERON SERUM PADA …digilib.batan.go.id/e-prosiding/File...
PRODUKSI ANTI-PROGESTERON SERUM PADA DOMBA
Y. Saepudjn * dan Supriyatj Kompiang *
AHSTRAK
PRODUKSIANTI-PROGKSTY.RONSKRIIHPADADOMBA.Ant i pror,!esterone serum telah dikembangkan pada J ekor domba dengan cara imunisasi. Antigen II-alfa hidroksi progesteron direaksikan denr,!an suksinat anhidrat, yang kemudian dikonyuqasikan denganBSA. Emulsi antigen konyugat dalam 0.9% NaCI-Fl'eund's adjuvant 1 : 1 (4,5 mg/3 mI)diinjeksikan ke masing-masing lernak secara subkutan di daerah sekit~r paha. Imunisasi I;edua dan keliga dilakukan pada selang waktu 4 minggu dengan konsentrasi antigen-konjugat 2mg/2ml. Sampel darah diambil setiap minqgu dan anti-serumnya dievaluasi dengan RIA. Hasi I pengamatan menunjukkan bahwa rata-rata titer dan afinitastertinggi terjadi 2 minggu setelah injeksi ke dua, 48.7% untuk antiserum 1 : 1000dan 8,7 x 10-3 MIl. Spesifisitas anti serum cukup baik sehingga dapat dihindarkanadanya interferensi.
ABSTRACT
PRODUCTIONOF ANTI-PROGKSTKRONKSKRlIH IN SHKKP. Anti progesterone serum wasdeveloped in 3 sheep by immunisation. Antigen II-alpha hydroxy progesterone is reacted to sucsinate anhydrate, and then conjugated with BSA. Emulsion of antigenconjugate in 0.9% NaCI-Freund's adjuvant 1 : 1 (4.5 g/3 mI) was injected subcutaneously to each sheep, in the pevic region. The second and the third injectionwere given at 4 weeks interval with the concentration of antigen conjugate 2 mg/2mi. Blood samples were taken weekly and its a~ti-serum activities were evaluated bymean of RIA. The results indicated thet the highest average titer and afinities was
-3observed 2 weeks after the secon injection. 48.7% for I : 1000 and 8.7 x 10 M/Iantiserum. Specificity of the antiserum was quiet good, hence no interferenceoccured.
PENDAHULUAN
(RIA) dewasa
terut.ama di
Analisis harmon
ini sangat berkembang
bidang biologi maupun
* Balai Penelitian Ternak
steroid dengan radioimmunoassay
berkat ditemukannya teknik nulir,
kedokteran.
567
Radioimmunoasay (RIA) untuk hormon steroid dan protein dapat
membantu diagnosa sistim fisiologi reproduksi manusia mauvun h~wa.t\
(1). Teknik ini mampu mendeteksi konsentrasi hormon yang rendah
sekali 10-10M dalam serum atau plasma darah.
Keberhas iIan analisis hormon tergantung pada kuali ta~ antiserum
(antibodi) yang dipergunakan dalam analisis. Kualitas tersebut me
liputi titer, afinitas dan spesifisitas (2).
Antiserum yang mempunyai pengikatan spesifik tinggi dapat di
hasilkan dengan menslimulir atau merangsang suatu hewan dengan anti
gen. Biasanya dilakukan dengan mengimunisasi hewan dengan antigen
dari ikatan steroid protein carier melalui atom carbon (C) pada
cincin B dan C pada inti steroid (2). Protein carier yang baik di
pergunakan adalah suatu senyawa protein yang mempunyi berat melekul
(BM) tinggi misalnya albumin dari serum kerbau (bovine serum albu
min/BSA) dan albumin dari serum manusia (Human serum albumin/HSA).
Stet'oid antiserum dapat dihasilkan pada sejumlah species, se
perti tikus, kera, domba, kambing, kuda dan kelinci. Kelinci banyak
dipergunakan karena ekonomis dan mudah diternakkan (3).
Pada penelitian ini dikembangkan anti progesteron serum pada
domba. Kualitas antiserum dievaluasi dengan menggunakan radioimmuno
assay (RIA) meliputi penetapan titer, afinitas dan spesifisitas.
BAHAN DAN METODA
Pembuatan Antigen 11-a1£a Hidroksi Progesteron Hell1.isuksinat.Saban yak 0.5 g 11-alfa hidroksi progesteron (Sigma Chemical Co.)
dilarutkan dalam 20 ml piridin. Refluks selama 20 jam dengan 1,5 g
suksinat anhidrat, didinginkan di dalam es beberapa menit kemudian
tambahkan 100 ml air. Larutan kemudian diekstrak dengan dietil eter,
dipisahkan dalam corong pemisah , selanjutnya dicuci dengan air
sebanyak 2 x 25 ml dan selanjutnya diekstraksi kembali dengan 100 ml
larutan natrium bikarbonat. Hasi I ekstraksi diasamkan sampai pH 4
dengan asam khlorida (HCI) 10%. Larutan asam ini kemudian diekstrak
si dengan 2 x 75 ml eter yang ditambahkan 20 g natrium suI fat dan
dibiarkan selama semalam. Larutan diuapkan dengan rotari evaporator.
Kristal yang lerbentuk didinginkan dalam freezer semalam untuk meng
kristalkan secara sempurna. Kemudian dilarulkan kembali dengan metil
568
khlorida dan ditambahkan heksan secukupnya sampai terbentuk larutan
yang keruh. Kemudian disimpan dalam freezer sampai terbentuk kristal
yang akan didapat kurang lebih 80 mg, setelah rekristalisasi di
periksa titik didihnya antara 148 - 150°C.
Konyugasi Antigen dan BSA. Kristal tersebut diatas sebanyak 200
mg dilarutkan dalam air dan ditambahkan secukupnya natrium bikar
bonat sampai larut. Kemudian ditambahkan 100 ml larutan 1-etil-3-(3
dimetilaminopropil)-karbodiyamida HCl dan 200 mg BSA yang dilarutkan
dengan sedikit buffer fosfat pH 8,4, serta dikocok. Larutan tersebut
dibiarkan selama 24 jam sambi 1 diputar sampai reaksi sempurna. Deri
vat steroid diisolasi dengan car a dial is is selama 48 jam dalam
tabung dialisis dengan mengganti air beberapa kali selama dialisis.
Endapan yang terbentuk dipisahkan dengan sentrifugasi dan didingin
kan dalam freeze drier. Kandungan steroid dianalisis kadar proges
teronnya dengan RIA ternyata kadarnya berkisar antara 6%. Hal ini
memperlihatkan adanya kandungan antara 12 steroid per BSA molekul
(12 steroid/mol BSA).
Imunisasi dan Pengambilan Darah. Tiga ekor domba (ovis aries)
lokal diimunisasi dengan antigen konyugat 11-alfa hidroksi progeste
ron hemisuksinat-BSA sebanyak 4.5 mg yang di larutkan dalam 3 ml
campuran larutan natrium khlorida 0,9% dan Freund Adjuvant (1:1)
untuk setiap ternak secara subkutan (diantara kulit) pada beberapa
tempat di sekitar lipatan paha. Umur domba antara 1,5 - 2,0 tahun
dengan berat badan antara 30 - 40 kg dan ditempatkan secara terpisah
di dalam kandang berukuran 2 x 3 m. Semua domba diberikan ransum
rumput gajah ad lib. dan konsentrat.
Buster (penyuntikan ulang antigen) dilakukan pada minggu ke
empat (4) dan ke delapan (8) sebanyak 2 mg/2 ml larutan natrium
khlorida 0,9% dan Freund Adjuvant (1:1).
Pengambilan darah (serum) dilakukan pada setiap minggu sampai
minggu ke duabelas (12).
Pengujian Kualitas Antiserum. Antiserum dievaluasi kualitasnya
dengan mengukur titer, afinitas dan spesifisitas dengan menggunakan
metoda RIA seperti diterangkan oleh CAMERON dkk (1).
569
HASIL DAN DISKUSI
serl1:1000 dan 1:4000 yang direaksikan dengan perunut antigen progeste
ron (3H Progesteron) dengan aktifitas sekitar 5000 cpm dapat dilihat
pada Gambar 1. Dari minggu ke satu sampai ke empat kenaikan % titer
(daya ikat) hanya mencapai maksimum 17%. Sedangkan peningkatan titer
antibodi rata-rata terjadi setelah adanya buster pertama (imunisasi
ke 2). Titer tertinggi diperoleh sebesar 80,3% untuk seri larutan
antiserum 1:100, 48,73% untuk seri larutan 1:1000 dan 35,93% untuk
seri larutan 1:4000. Pada minggu ke dua dan ke tiga setelah buster
pertama, % titer antibodi masih cukup stabil yaitu berkisar antara
80,3 - 75,7% untuk seri larutan 1:100, 49,3 - 58,7% untuk seri la
rutan 1 :1000 dan 35,9 - 34,6% untuk sed larutan 1:4000. Menurut
pendapa t BAUMANGER dkk (4 ) dan SCAUSBR ICK (5 ) bahwa pen ingka tan
titer antibodi terjadi pada hari ke 10 setelah buster pertama. Pen
dapat ini didukung oleh PARK dkk (6) bahwa peningkatan antibodi
terjadi pada hari ke 10 - 16, sedangkan SCARAMUZZI dkk (7) dalam
penelitiannya ternyata % titer antibodi meningkat pada hari ke 11
19 setelah buster pertama.
Setelah buster kedua terjadi kembali peningkatan % titer rata
rata yai tu 68,40% untuk seri larutan 1:100 pada minggu ke sepuluh
(dua minggu setelah buster ke dual, yang kemudian penurunan terjadi
sampai mencapai 47,03% untuk seri larutan 1:100 pada minggu ke
duabelas (empat minggu setelah buster ke dual.
Domba (Ovis aries) yang diimunisasi dengan antigen 11-alfa
hidroksi progesteron - BSA konyugat sebanyak 4,5 mg/3 ml cukup mem
berikan timbulnya rangsangan yang spesifik terhadap t.erbentuknya
antiserum sebagai efek daya tubuh terhadap zat asing.
Evaluasi afinitas antiserum ditetapkan dengan cara mereaksikan
sejumlah konsentrasi steroid bebas dengan larutan ikatan steroid
hormon ditambah sejumlah antibodi, setelah melalui periode inkubasi
dengan steroid bertanda radioaktip, maka akan dicapai kesetimbangan,
steroid hormon yang terikat dan yang dibebaskan dapat dipisahkan
dengan teknik pemisahan. Satuan afini tas antiserum adalah Molar/
Liter (M/L). iIasil evaluasi ternyata afinitas tertinggi diperoleh
pada minggu ke enam yaitu mencapai 12,2 x 10-3, 8,1 x 10-3 dan 5,9 x
10-3 untuk masing-masing domba no. 331, 333 dan 338. Penurunan kon-
570
sentrasi antibodi terjadi pada minggu ke delapan dan kesembilan
setelah imunisasi pertama (minggu ke empat dan ke lima setelah
buster pertama) untuk setiap individu domba. Afinitas antibodi me
ningkat kembali setelah dilakukan huster ke duaiimunisasi ke tiga
yaitu sebesar 9,00 x 10-3 untuk domba no. 331 pada minggu ke sepu
luh, 6,8 x 10-3 untuk domba no. 333 dan 4,9 x 10-3 untuk domba no.
338.
Hasil diatas didukung oleh pendapat ROIT, (8) yang mengatakan
bahwa imunisasi buster dapat meningkatkan kenaikan affinitas anti
bodi, akibat adanya reaksi tubuh terhadap rangsangan yang ditimbul
kan oleh reaksi pertama pada imunisasi pertam~. Hasil percobaan yang
dilakukan SCARAMUZZI dkk (7) memperlihatkan adanya kenaikan konsen
trasi antibodi pada minggu pertama dan kedua setelah buster pertama,
~emikian juga terhadap reaksi buster berikutnya. Pada penelitian ini
ternyata afinitas tertinggi diperoleh setelah buster pertama,
sedangkan setelah buster ke clua afini tas yang meningkat tidak se
besar pada buster perLama.
Reaksi antibodi pada setiap domba memperl ihatkan reaksi yang
ticlak sarna, kenyataan in i menunjukan bahwa reaksi terhadap antigen
yang ditimbulkan oleh masing-masing domba berbeda. Perbedaan ini
disebabkan zat yang menimbulkan antigenik tidak cukup kuat sebagai
pembentuk zat anlibodi pada domba yang titer dan afinitasnya rendah
(9) •
Spesifisitas antiserum progesteron ditentukan clengan mereaksi
kan antiserum tersebut dengan steroid lain sehingga terjadi reaksi
silang (10). Pada penelitian ini direaksikan sejumlah steroid hormon
lain (S) yang ditambahkan pada antiserum tersebut dengan steroid
bertanda radioaktip (S*), setelah melalui periode inkubasi perubahan
yang terjadi terhadap sejumlah steroid S dibandingkan pada reaksi
simpangan dari steroid tersebut pada 50% radioaktip penanda S*.
Jumlah steroid tersebut dapat dihitung dengan cara mengalikan 100%.
lIasil evaluasi spesi fisitas anti serum dapat di lihat pada Tabel 1.
Has i1 pada Tabel tersebut memperli hatkan rendahnya reaksi silang
terhadap hormon steroid lain yang relatip sangat kecil dan akan
memberikan interferensi pada saat, analisis hormon progesteron. Hor
mon steroid lain yang bereaksi dengan antiserum adalah kortison
(5,14 + 0,98%), deoksikortikosteron (4,58 + 0,77%), kortikosteron
571
(2,55 + 0,46%),17-beta hidroksi progesteron (1,16 + 0,04%) dan 4
androstecon 3-17 dion 0,03 + 0,01%). Sedangkan untuk kortisOn]
prononelon, kolesteron, testosteron dan estradiol berkisar antara'0,01 + 0,005%. Spesifisitas antiserum terhadap reaksi silang hormon
11-alfa hidroksi progesteron adalah 117,8 + 1,41%, hal ini disebab
kan karena steroid ini mempunyai struktur kimia yang hampir samadengan antibodi. Dad data di atas membuktikan bahwa antiserum tersebut relatif kecil terhadap adanya reaksi silang dari hormon ste
roid lainnya.
KESIMPULAN
Anti progesteron serum dapat diperoleh dengan cara iminusasidomba dengan 11-alfa hidroksi progesteron hemisuksinat-BSA. Ti tel'dan afinitas tertinggi diperoleh pada minggu ke enam setelah imuni
sasi pertama (minggu ke dua setelah buster pertama). Spesifisi tasantiserum relatif baik kemurniannya sehingga dapat dihindarkan ada
nya interferensi.
DAFTARPUSTAKA
1. CAMERON,E.H.D., HILLER, S.G., and GRIFFITHS, K., "Steroidimmunoassay", Proceeding of the fifth Tenovus WorkshopCardiff, Alpha Omega Publishing, Wales U.K. (1975).
2. NISWENDER,G.D., Influence of the site of conyugating on thesfecifity of antibodies to progesteron, Steroid 22 (1975)413.
3. NIESCHLAG, E. ,and KLEY H.K., "Production of steroid antisera inrabbits", Steroid Immunoassay (CAMERON,E.H.D., et al eds.),Alpha Omega, Wales U.K. (1975) 87
4. BAUMINGER,S., KOHENF., LUDREXH.R., and WEINSTEINK., Anti-serum to 5-alfa dihydrotestosterone production, characterization and use in radioimmunoasay, Steroid 24 (1975) 477.
5. SCARISBRIC, J.J., Radioimmunosay of progesterone : r~!llparationof (1,2,6,73H4)-progesterone and progesterone ( ~I)-iodohistamin radioligand., J. Steroid Biochem. 6 (1975)
572
100
2 3 4 5 6 7 8
Vv'aktu (minggu)
9 10 11 12
GAMBAR 1:PERKEMBANGAN % TITER ANTI SERUM
--+- Le:r P.s 1 : 100 -J-r Le:r As 1 : 1000 Lar As 1 : 4000--
CJ1
[AS,PROG]/1000'J ~ 14
1210
.,1m •8
64
.1m-
2
o1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
WAKTU (MINGGU)
GAMBAR 2: PERKEMBANGAN AFINITAS ANTISERUM PROGESTERON PADA DOMBA
- Domba 331 -t- Domba 333 -4- Domba 338 -e- Rata-rata
DISKUSI
ADRIA PM.
1. Seperti diketahui produksi anti progesteron serum, didapat dari
domba. Apakah bisa dicoba pada hewan lain seperti kambing dan
keledai ? Bagaimana pendapat Anda ?
2. Imunisasi kedua dan ketiga dilakukan selang 4 minggu, waktu
imunisasi ini dilakukan berdasarkan apa ?
3. Berapa titer A/S yang didapat rata-ratanya, yang telah diperoleh?
SUPRIYATI K.
1. Bisa dilakukan pada kambing maupun keledai. Hasil produksi pada
kambing menurut pengamatan peneliti di luar negeri responnya
lebih jelek, sedangkan pada keledai labih baik. Tapi keledai
sukar diperoleh maka dalam penelitian ini dipergunakan domba.
2. Berdasarkan pengalaman dan hasil-hasil penelitian lainnya.
3. Titer A/S yang didapat rata-rat di atas 70% untuk pengenceran 1
100.
SRI ASMINAH
Informasi.
Pusat Produksi Radio isotop (PPR) di Serpong sedang meneliti
pembuatan RIA kit antara lain T3 dan T4 di bawah pimpinan Dra. Wayan
Radiatning, MS. Anda dapat menghubungi beliau.
SUPRIYATI K.
Terima kasih atas informasi. Secara informal kami telah bicara hal
ini. Akan kami coba menghubungi kembali via informal terlebih dahulu
dan bila diperlukan secara formal. Perlu ditambahkan bahwa untuk
pembuatan Kit Prog diperlukan peralatan sintesis berbeda dengan kit
T3 dan T4.
SUHARNI SADI
Sesudah dibuster, ternyata hormon progesteron naik lagi, tetapi
lebih rendah daripada suntikan I. Apakah dapat diterangkan, kenapa?
575
SUPRIYATI K.
g.uuQ~h injQhui I ternJattl rtlnl~tlnltlntidni ndnfmiiih iooil, Gnnann
adanya buster I terjadi rangsangan yang lebih baik sehingga dipero
leh anti serum dengan titer yang lebih tinggi. Sedangkan pada.buster
II masih terjadi kenaikan walaupun'tidak setinggi buster I dikarena
kan respon dari ternak tersebut.
576