PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN … · 2018. 2. 28. · PROCEEDING, SEMINAR...
Transcript of PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN … · 2018. 2. 28. · PROCEEDING, SEMINAR...
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
861
PENGARUH STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP PERKEMBANGAN DIAGENESIS
BATUGAMPING DI GEGUNUNG, KECAMATAN PENGASIH, KULONPROGO.
Imam Dwi Wicaksono1*
Srijono1
1Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada
*Email :[email protected]
ABSTRAK
Daerah Gegunung, Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulonprogo secara koordinat UTM zona 49s
berada pada koordinat 9135100-9137100 mU dan 406400-408400 mT, merupakan tepi Timur
pegunungan Kulonprogodan diapit oleh Sungai Serang di bagian Utara dan Perbukitan Menoreh di bagian Selatan.Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh struktur geologi terhadap perkembangan
diagenesis batugamping dengan metode petrografi dan analisis kelurusan. Secara stratigrafi daerah
penelitian terdiri empat satuan batuan yaitu satuan batupasir karbonatan berlapis menjari dengan
satuan perulangan batupasir karbonatan-napal, dan keduanya menjari dibagian bawah dengan satuan batugamping berlapis kemudian secara tidak selaras diendapkan endapan lempung pasiran, endapan
pasir lempungan, dan endapan pasir kerikilan yang saling menjari. Bentuk asal dari litologi
batugamping berlapisterdiri dari perbukitan kerucut kars terisolir dan perbukitan kerucutkars , keduanya terbentang dengan arah Tenggara – Baratlaut. Pembentukan kerucut kars disebabkan oleh
kelurusan struktur geologi dengan arah Utara-Selatan, Barat-Timur, dan Baratlaut-Tenggara, dengan
struktur berupa sesar geser dekstar, sesar geser sinistral, dan sesar normal. Karstifikasi berkembang baik pada bagian lereng dan puncak kerucut kars dan kurang berkembang pada bagian tubuh kerucut
kars. Terdapat perbedaan diagenesis akibat adanya perbedaan karstifikasi. Perbedaan diagenesis
berupa proses neomorfisme dan semen isopachous bladed yang menandakan interaksi batuan dengan
freshwater. Struktur geologi mengakibatkan permiabilitas batuan lebih tinggi dan mengakibatkan
batuan semakin banyak berinteraksi dengan freshwater.
Kata kunci : batugamping, diagenesis, petrografi, struktur geologi
1. Pendahuluan
Secara administratif daerah penelitian terletak pada Desa Gegunung dan termasuk kedalam
Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulonprogo.Secara geografis daerah penelitian terletak pada
koordinat UTM 9135100-9137100 mU dan 406400-408400 mT pada zonasi 49S. Daerah penelitian
merupakan perbukitan yang terbentuk pada bagian kaki dari Pegunungan Kulonprogo Daerah penelitian termasuk ke dalam satuan morfologi perbukitan sentolo (Bemmelen,
1949).Perbukitan Sentolo ini memiliki ketinggian yang berkisar antara 50–150 mdi atas permukaan
laut dengan besar rerata kelerengan 15%.Satuan perbukitan Sentolo ini meliputi daerah Kecamatan Pengasih dan Sentolo.Menurut Selvina (2012), daerah penelitian berkembang tiga jenis morfologi
yang menunjukkan rona mottled, rona banded, dan rona uniform pada foto udara. Rona mottled
umumnya merupakan bentukan morfologi yang berkembang pada bentang alam kars. Daerah penelitian pada beberapa bagian telah menunjukkan terjadinya karstifikasi, baik kars
minor maupun kars mayor. Terlihat bentukan morfologi kars mayor dan minor intensif pada bagian
baratlaut. Kars minor umumnya berkembang baik pada bagian puncak dan lereng bukit kars. Akan
tetapi karstifikasi tidak bekerja menyeluruh dalam tubuh kerucut kars. Ketika terjadi penambangan oleh warga maka kenampakan litologi akan terlihat segar. Hal inilah yang mendasari penelitian, untuk
mengetahui perbedaan diagenesis pada bagian lereng dan tubuh dari kerucut kars.
1.1. Stratigrafi Regional Menurut Rahardjo, dkk.(1995), daerah penelitian tersusun oleh Formasi Sentolo kemudian
diendapkan secara tidak selaras diatasnya berupa endapan alluvial.
1.1.1. Formasi Sentolo
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
862
Formasi Sentolo diendapkan secara tidak selarahdiatas Formasi Andesit Tua. Hubungan
Formasi Sentolo dengan Formasi Jonggrangan adalah menjari, akan tetapi pada beberapa tempat Formasi Sentolo lebih tua daripada Formasi Jonggrangan. Foramasi Sentolo terdiri dari batugamping
dan batupasir napalan.Bagian bawah terdiri atas konglomerat yang ditumpuki oleh napal tufan dengan
sisipan tuf. Batuan ini ke arah atas berangsur-angsur berubah menjadi batugamping berlapis bagus yang kaya akan foraminifera. Ketebalan formasi ini sekitar 950 m.
1.1.2. Alluvial
Endapan alluvial terdiri dari kerakal, pasir, lanau, dan lempung sepanjang sungai yang besar dan
dataran pantai.Endapan alluvial menumpang secara tidak selaras di atas Formasi Sentolo.Menurut Rahardjo, dkk. (1995), endapan ini terdiri dari endapan Merapi Muda dan endapan Merapi Tua,
endapan aluvial sungai dan pantai. Endapan alluvial sungai secara umum terdiri dari komponen pasir
halus – pasir kasar, agregat andesit, breksi tuf, yang berukuran butir kerikil hingga kerakal atau berangkal
1.2. Struktur Geologi Regional
Menurut Barianto dkk., (2009), aktivitas tektonik yang terjadi dari pre-Oligosen – Miosen Akhir merupakan fase kompresi dengan kelurusan berarah utara – selatan dan timurlaut - baratdaya berupa
sesar geser sinistral dan berarah baratlaut – tenggara berupa sesar geser dekstral. Aktivitas tektonik
dari Miosen Akhir – Pliosen merupakan fase ekstensi dengan kelurusan Timur – Barat berupa sesar normal.Pada Pliestosen terjadi reaktivasi sesar berarah utara-selatan dan baratlaut – tenggara sebagai
sesar normal. Dengan adanya intensitas struktur cukup tinggi akibat tektonisme ini akan
mempengaruhi perkembangan karstifikasi di Gegunung.
2. Metode Penelitian
2.1. Analisis Citra Analisis citra dilakukan dengan melakukan anilisis foto udara pada lokasi penelitian dengan
luasan wilayah 4 km2, dan interval kontur 12,5 m. Analisis foto udara untuk mengetahui bentukan
morfologi dan kelurusan yang berperan dalam pembentukan morfologi kars di daerah penelitian. Data
kelurusan akan diolah menggunakan softwarerockworks 16 untuk mengetahui arah kelurusan utama.
2.2. Petrografi
Analisis petrografi dengan perbesaran 4x, 10x, dan 100x untuk mengetahaui proses diagenesis
dan jenis semen pada empat sampel batuan. Penentuan sampel batuan didasarkan pada batuan yang
sama tetapi berbeda dalam tingkat karstifikasinya. Dua sampel batuan yang mengalami karstifikasi minor berada pada lereng bukit kars, sedangkan dua sampel batuan yang lainnya berada pada lereng
bukit sisa penambangan warga.
3. Data dan Hasil Penelitian
3.1. Kelurusan Struktur
Pengamatan citra digunakan untuk mengamati dan mendeliniasi kelurusan struktur pada daerah
penelitian. Berdasarkan pengamatan hasil deliniasi kelurusan struktur, kemudian dilakukan pengolahan data dengan rockworks 16dan menghasilkan arah dominan kelurusan struktur (Gambar
3):Utara-Selatan, Barat-Timur, dan Tenggara-Baratlaut.Berdasarkan pengamatan citra, terlihat sesar
utama berarah Tenggara-Baratlaut menunjukkan sesar geser dekstral, dan sesar geser sinistral dengan
arah Utara-Selatan. 3.2. Diagenesis
Litologi daerah penelitian (Gambar 7) terdiri dari batupasir karbonatan berlapis yang menjari
dengan satuan perulangan batupasir karbonatan-napal, keduanya menjari dibagian bawah dengan satuan batupasir berlapis tipis, kemudian diendapkan secara tidak selaras endapan lempung pasiran,
endapan pasir lempungan, dan endapan pasir kerikilan yang saling menjari.
Geomorfologi daerah penelitian (Gambar 8) dibagi menjadi 7 satuan morfologi yaitu satuan
kerucut kars, satuan kerucut kars terisolir, satuan perbukitan struktural berlereng curam, satuan
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
863
perbukitan struktural berlereng sedang, satuan perbukitan struktural berlereng landau, satuan lembah
kars, dan satuan dataran alluvial. Diagenesis merupakan proses yang terjadi setelah proses sedimentasi pada suatu batuan meliputi
proses kimia maupun fisika, namun perubahan ini bukan yang disebabkan oleh perubahan suhu
maupun tekanan (metamorfisme) (Scholle, 2003 dalam Larikiansyah, 2015). Terdapat beberapa diagenesa yang bekerja pada daerah penelitian (Tabel 1)yaitu :
3.2.1 Mikritasasi Mikrobial
Mikritisasi mikrobial merupakan proses diagenesisyang terjadi pada saat batuan masih
mendapat pengaruh dari lingkungan pengendapan. Diagenesis yang berkembang pada sampel batuan berupaboring dan micrite envelope Gambar (4 dan 5).Boring terjadi akibat adanya
aktivitas makhluk hidup yang membuat lubang pada batuan kemudia terisi oleh butiran
micrite.Micrite envelope merupakan selubung micrite pada butiran karbonat. 3.2.2 Neomorfisme
Neomorfisme adalah proses diagenesis yang dicirikan oleh adanya perubahan suatu mineral
atau kristal yang ukurannya berubah menjadi lebih kecil ataupun lebih besar. Proses berubahnya
ukuran kristal dari halus menjadi kasar disebut aggrading neomorpishm (Gambar 4). Neomorfisme terjadi begitu cepat pada daerah beriklim humid, terutamanya akibat banyaknya
kandungan freshwater (Longman, 1980).
Pada Gambar 4 menunjukkan adanya perubahan ukuran kristal semen drussy mossaic yang berukuran kecil menjadi lebih besar. Perubahan ini terjadi akibat adanya perubahan lingkungan
diagenesis dari burial menjadi freshwater pheatic.Proses inilah yang membedakan dengan batuan
yang tidak mengalami karstifikasi, karena batuan yang mengalami karstifikasi pada bagian struktur akan banyak mengalami interaksi dengan freshwater.
3.2.3 Sementasi
Sementasi merupakan proses yang paling umum terjadi pada batuan karbonat dimana
semen atau sparit mengisi ruang antar butiran yang kosong akibat adanya pelarutan. Semen dengan bentuk umum yang muncul pada sayatan diantaranya adalah bladed dan equant.Sementasi
yang muncul pada pengamatan mencirikan dua lingkungan diagenesa yaitu freshwater phreatic
dan burial. Semen berbentuk bladed yang terbentuk adalah semen isopachous bladed (Gambar 4 dan
5).Semen ini mencirikan lingkungan freshwater phreatic, yang umumnya menghubungkan antara
2 butir.Semen berbentuk equant adalah drussy-equant mossaic (Gambar 4 dan 5).Semen ini merupakan semen yang terbentuk pada lingkungan burial. Akibat adanya pembebanan yang
cukup tinggi, maka akan menghasilkan semen yang tidak memiliki orientasi dan membentuk
seperti pecahan-pecahan kristal.
3.2.4 Kompaksi Produk kompaksi yang teramati pada sayatan tipis berupa kompaksi mekanik dan
kimia.Kompaksi mekanik ini menyebabkan pengurangan ketebalan, porositas, permeabilitas,
serta menyebabkan adanya pecahan dan distorsi pada butiran.Contoh dari kompaksi mekanik adalah terbentuknya fracturing pada batuan dan menjadi porositas sekunder pada batuan.
Selain adanya kompaksi mekanik juga terdapat kompaksi kimia, yaitu stylolite (Gambar 4
dan 5) yang dicirikan oleh retakan yang tidak planar, karena retakan ini disebabkan oleh adanya
reaksi kimia ketika batuan mendapatkan tekanan. Adanya produk kompaksi menunjukan bahwa lingkungan diagenesa telah melewati tahap pada lingkungan burial.
3.2.5 Pelarutan
Pelarutan merupakan proses diagenesa yang terjadi akibat larutnya komponen karbonat saat fluida pori tidak jenuh (unsaturated) oleh mineral - mineral karbonat. Hal ini dipengaruhi oleh
mineral yang tidak stabil serta nilai pH yang rendah umumnya akibat adanya interaksi air
meteorik dengan CO2yang membentuk air asam bikarbonat sehinga lingkungan menjadi asam. Fluida dalam pori akan semakin agresif melarutkan karbonat apabila terkandung konsentrasi gas
𝐶𝑂2 yang dilepaskan oleh jasad organik.
Umumnya intensitas pelarutan akan tinggi pada lingkungan vados daripada phreatic
maupun burial. Pelarutan ini akan menghasilkan porositas sekunder berupa interpartikel, vuggy, intrapartikel (Gambar 4 dan 5) yang teramati pada pengamatan sayatan tipis di daerah penelitian.
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
864
4. Pembahasan
Bentukan-bentukan kerucut kars disebabkan oleh struktur geologi yang berkembang pada daerah
penelitian. Bentukan kerucut kars intensif pada bagian Baratlaut dari daerah penelitian. Karstifikasi berkembang baik pada bagian lereng dan puncak kerucut kars. Karstifikasi hanya bekerja baik dengan
ketebalan sekitar2 m dari permukaan. Akibat adanya struktur geologi ini memicu terjadinya perbedaan
diagenesis pada bagian permukaan yang mengalami karstifikasi dengan dibagian bawah permukaan
atau bagian tubuh dari kerucut kars. Terdapat perbedaan diagenesis pada bagian lereng dan tubuh kerucut kars sesuai Tabel 1 yaitu
proses neomorfisme dan semen isopachous bladed. Kedua diagenenesis ini sangat erat kaitannya
dengan interaksi antara batuan dengan freshwater. Menurut Longman (1980), neoformise akan terjadi sangat cepat pada lingkungan dengan iklim basah terutama karena kandungan freshwater yang banyak.
Isopachous bladed merupakan salah satu semen yang mencirikan lingkungan freshwater phreatic. Hal
ini menandakan bahwa batuan pada lereng bukit mengalami interaksi lebih intensif dibandingkan dengan batuan pada tubuh kerucut kars.
Berdasarkan hasil perbedaan diagenesis ini, maka struktur geologi dengan arah kelurusan utara-
selatan, barat-timur, dan baratlaut-tenggara merupakan struktur yang membentuk morfologi kerucut
kars. Selain sebagai faktor utama pembentuk morfologi kars, struktur geologi ini memperbesar permiabilitas batuan, sehingga akan pada bagian struktur interaksi dengan freshwater akan lebih tinggi
dan menyebabkan perbedaan diagenesis dengan menghasilkan produk diagenesis yaitu neomorfisme
dan isopachous bladed.
5. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan diatas, dapat ditarik beberapa kesimpulan mengenai penelitian ini, diantaranya:
5.1 Pembentukan kerucut kars disebabkan oleh perpotongan struktur geologi dengan arah kelurusan
struktur; Utara-Selatan, Baratlaut-Tenggara, Timur-Barat.
5.2 Karstifikasi terjadi intensif pada bagian puncak dan lereng dari kerucut kars terisolir, dan tidak intensif pada bagian tubuh kerucut kars.
5.3 Struktur geologi meningkatkan permiabilitas batuan, pada zona struktur interaksi batuan
denganfreshwaterakan meningkat sehingga menghasilkan proses neomorfisme dan semen isopachous bladed.
Acknowledgements
Terima kasih kepada Jurusan Teknik Geologi UGM melalui program dana hibah dosen yang telah
membiayai penelitian ini mengenai pengaruh struktur geologi terhadap perkembangan diagenesis. Secara personal juga kepada Undang Sukandi yang telah melakukan preparasi sayatan tipis, juga
kepada Hendra Maulana Irvan, Sigit Dwi Kurniawan, dan Rifika Octaviandra yang telah membantu
dalam diskusi sehingga penelitian ini dapat terselesaikan tepat waktu dan lancar.
Daftar Pustaka
Barianto, D.H. Aboud, E., and Setijadji, L.D. 2009.Structural Analysis using Landsat TM, Gravity
Data, and Paleontological Data from Tertiary Rocks in Yogyakarta, Indonesia.Memoir of the
Faculty Engineering, Kyushu University.
Boggs, Sam. 2009.Petrology of sedimentary rocks second edition. New York ;Cambridge university
press.
Larikiansyah. 2015. AnalisisDiagenesis Batuan Karbonat dengan Metode Petrografi Studi Kasus
Batugamping Wonosari di Desa Monggol, Kecamatan Saptosari,Kabupaten Gunungkidul, Daerah
Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta ; Jurusan Teknik Geologi IST Akprind.
Longman, M.W., 1980. Carbonate Diagenetic Textures from Nearsurface Diagenetic Environments.
American Association of Petroleum Geologists, Bulletin, 64,
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
865
Rahardjo, W., Sukandarrumidi dan Rosidi, HMD., 1995, Peta Geologi Lembar Yogyakarta, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.
Selvina, N. 2012.Tugas Akhir : Pemetaan Foto Udara untuk Studi Morfologi Formasi Sentolo Di Sekitar Sungai Serang, Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta : Jurusan Teknik
Geologi UGM
Tucker, M.E. and Wright, V.P., 1990. Carbonate Sedimentology. Blackwell Scientific Publications,
Oxford, London, Edinburg, Cambridge.
Van Bemmelen, R.W., 1949, The Geology of Indonesia Vol. IA, General Geology of Indonesia and
Adjacent Archipelago, Government Printing Office, The Hague.
Gambar 1.Lokasi penelitian tersusun oleh Formasi Sentolo dan Endapan Aluvial.Lokasi penelitian
termasuk kedalam Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Gambar 2. Analisis kelurusan struktur geologi melalui kenampakan foto udara skala 1;60.000. Didapatkan arah kelurusan utama struktur geologi yaitu Utara-Selatan, Barat-Timur, dan Baratlaut-
Tenggara.
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
866
Gambar 3. Lokasi pengambilan sampel pada bagian lereng kerucut kars (1A dan 1B) yang mengalami
karstifikasi minor, dan pengambilan sampel pada kerucut kars bekas penambangan (2A dan 2B).
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
867
Gambar 4. Plate A.1 dan A.2 merupakan sample pada lereng kerucut kars yang mengalami
karstifikasi minor. Pada medan pandang (MP) A berkembang diagenesis berupa isopachous bladed
(ib) dan micrite envelope (me). Pada MP B berkembang proses aggrading neomorfisme (neo) drussy mosaic menjadi ukuran lebih besar. Pada MP C berkembang semen isopachous bladed (ib) dan drussy
mosaic (dm). Pada MP D berkembang mikritasi boring (bor) dan fracturing (fr) . Pada MP E
berkembang semen drussymosaic (dm), stylolite (sty), danvuggy (vug).
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
868
Gambar 5. Plate B.1 dan B.2 merupakan sampel pada bagian tubuh kerucut kars yang kurang
berkembang kars minor. Pada MP A terlihat adanya micriteenvelope (me) dan vuggy (vug). Pada MP
B berkembang stylolite (sty) dan isopachous (isp). Pada MP C berkembang mikritisasi boring (bor) dan semen ispachous (isp). Pada MP D berkembang semen drussymosaic (dm). Pada MP E
berkembang proses pelarutan intrapartikel (ip).
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
869
Gambar 6.Urutan lingkungan diagenesesis daerah penelitian dari marinephreatic-burial-meteoric
(freshwater) phreatic-meteoricvadose. (modifikasi Tucker dan Wright, 1990).
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
870
Gambar 7.Peta Geologi daerah penelitian yang terdiri dari 6 satuan batuan, dan berkembang struktur
geologi berupa sesar geser dan sesar normal.
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
871
Gambar 8. Peta geomorfologi daerah penelitian terdiri dari 7 satuan morfologi, dimana kerucut kars
sudah mulai berkembang yang mencirikan suatu bentang alam kars.
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
872
Tabel 1. Tipe-tipe diagenesis yang berkembang pada batuan lereng kerucut kars dan tubuh
kerucut kars, menunjukkan bahwa lingkungan diagenesis berkembang dari marine phreatic-vadose sesuai Gambar 5.
Sampel
1.a dan 1.b 2.a dan 2.b
Tipe Diagenesis
Kompaksi : Stilolit Fracturing Kompaksi : Stilolit
Mikritisasi Mikritisasi
Pelarutan Pelarutan
Neomorfisme Sementasi : Drussy mosaic
Isopachous Sementasi: Drussy mosaic
Isopachous bladed