PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN … · 2019. 1. 10. ·...

13
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA 13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA 600 AKUMULASI KARBON PADA LAHAN GAMBUT DAERAH MUARA SIRAN, KALIMANTAN TIMUR Afrina Septantia 1* Ferian Anggara 2 Agung Setianto 2 1 Program Studi S1 Teknik Geologi, Departemen Teknik Geologi, Universitas Gadjah Mada 2 Departemen Teknik Geologi, Universitas Gadjah Mada *E-mail : [email protected] ABSTRAK Peningkatan kadar karbon dioksida (CO2) di atmosfer dianggap sebagai pemicu peningkatan temperatur permukaan bumi (IPCC, 2007). Oleh karena itu, studi mengenai daerah penyimpanan karbon menjadi topik penelitian yang banyak dilakukan saat ini. Lahan gambut yang secara alami dapat menjadi daerah penyimpanan karbon dari atmosfer dengan laju dan jumlah cukup tinggi tidak banyak dipahami dan dilakukan studi. Lahan gambut daerah tropis menjadi sangat potensial untuk dimanfaatkan karena umumnya lahan gambut tropis lebih tebal dibanding lahan gambut pada daerah lintang sedang. Lahan gambut melingkupi 3% luas permukaan bumi di mana 11% berada di daerah tropis, dengan persebaran terluas yaitu Asia Tenggara dan Indonesia menjadi negara dengan persebaran lahan gambut paling luas. Distribusi lahan gambut dapat diketahui melalui analisis citra Landsat dengan memanfaatkan band tertentu. Lahan gambut dicirikan dengan suplai material organik tinggi, tetapi suplai sedimen rendah dan umumnya terakumulasi pada lahan basah. Band 2 digunakan dalam memperkirakan persebaran material sedimen suspensi dan band 3 digunakan dalam interpretasi persebaran vegetasi, sehingga pada citra Landsat lahan gambut ditampilkan oleh pola seragam dan warna yang semakin gelap menunjukkan ketebalan lahan gambut yang semakin tebal. Data lapangan berupa data pemboran gambut digunakan untuk melakukan verifikasi hasil analisis citra Landsat. Menggunakan data luas persebaran dan ketebalan dapat diketahui volume lahan gambut. Selanjutnya, laju akumulasi karbon pada lahan gambut di daerah penelitian dapat dihitung berdasarkan umur gambut tertua yang ditemukan. Laju akumulasi dan carbon budget pada lahan gambut daerah Siran, Kalimantan Timur yaitu sebesar 1,13km 3 /tahun dan 39.383,62 Tg C. Kata kunci : gambut, band, carbon budget 1. Pendahuluan Peningkatan kadar CO2 sejak 1900an terjadi sangat signifikan dengan laju yang tinggi yaitu 0,074±0,018 o C/dekade dalam 100 tahun yaitu periode 1900 2000 dan 0,177±0,052 o C/dekade dalam rentang waktu 25 tahun sejak 1980an (IPCC, 2007). Laju tersebut merupakan laju yang tinggi dibandingkan laju normal yang terjadi secara alami. Lahan gambut memiliki laju akumulasi karbon yang tinggi dibandingkan area hutan pada umumnya, oleh karena itu lahan gambut berpotensi berperan sebagai lahan penyimpan karbon. Persebaran lahan gambut melingkupi 3% luas permukaan bumi di mana 11% berada di daerah tropis, dengan persebaran lahan gambut terluas berada di Asia Tenggara. Di Indonesia distribusi lahan gambut mencapai 13,5 hingga 26,5juta hektar, sehingga potensi lahan gambut di Indonesia sebagai penyimpan karbon cukup tinggi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui laju akumulasi karbon dan carbon budget pada lahan gambut Muara Siran, Kalimantan Timur. Lokasi penelitian berada di Desa Siran, Kecamatan Muara Kaman Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur yaitu pada koordinat 438000 471000 UTM dan 997800 10034000 UTM (Gambar 1). Lahan gambut daerah penelitian terletak di sebelah barat Sungai Mahakam, yang dibatasi oleh sungai Kedang Kepala di sebelah timur dan sungai Belayan di

Transcript of PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN … · 2019. 1. 10. ·...

  • PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

    13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

    600

    AKUMULASI KARBON PADA LAHAN GAMBUT DAERAH MUARA SIRAN,

    KALIMANTAN TIMUR

    Afrina Septantia1*

    Ferian Anggara2

    Agung Setianto2 1Program Studi S1 Teknik Geologi, Departemen Teknik Geologi, Universitas Gadjah Mada

    2Departemen Teknik Geologi, Universitas Gadjah Mada

    *E-mail : [email protected]

    ABSTRAK

    Peningkatan kadar karbon dioksida (CO2) di atmosfer dianggap sebagai pemicu peningkatan

    temperatur permukaan bumi (IPCC, 2007). Oleh karena itu, studi mengenai daerah penyimpanan

    karbon menjadi topik penelitian yang banyak dilakukan saat ini. Lahan gambut yang secara alami

    dapat menjadi daerah penyimpanan karbon dari atmosfer dengan laju dan jumlah cukup tinggi tidak

    banyak dipahami dan dilakukan studi. Lahan gambut daerah tropis menjadi sangat potensial untuk

    dimanfaatkan karena umumnya lahan gambut tropis lebih tebal dibanding lahan gambut pada daerah

    lintang sedang. Lahan gambut melingkupi 3% luas permukaan bumi di mana 11% berada di daerah

    tropis, dengan persebaran terluas yaitu Asia Tenggara dan Indonesia menjadi negara dengan

    persebaran lahan gambut paling luas. Distribusi lahan gambut dapat diketahui melalui analisis citra

    Landsat dengan memanfaatkan band tertentu. Lahan gambut dicirikan dengan suplai material organik

    tinggi, tetapi suplai sedimen rendah dan umumnya terakumulasi pada lahan basah. Band 2 digunakan

    dalam memperkirakan persebaran material sedimen suspensi dan band 3 digunakan dalam interpretasi

    persebaran vegetasi, sehingga pada citra Landsat lahan gambut ditampilkan oleh pola seragam dan

    warna yang semakin gelap menunjukkan ketebalan lahan gambut yang semakin tebal. Data lapangan

    berupa data pemboran gambut digunakan untuk melakukan verifikasi hasil analisis citra Landsat.

    Menggunakan data luas persebaran dan ketebalan dapat diketahui volume lahan gambut. Selanjutnya,

    laju akumulasi karbon pada lahan gambut di daerah penelitian dapat dihitung berdasarkan umur

    gambut tertua yang ditemukan. Laju akumulasi dan carbon budget pada lahan gambut daerah Siran,

    Kalimantan Timur yaitu sebesar 1,13km3/tahun dan 39.383,62 Tg C.

    Kata kunci : gambut, band, carbon budget

    1. Pendahuluan

    Peningkatan kadar CO2 sejak 1900an terjadi sangat signifikan dengan laju yang tinggi yaitu

    0,074±0,018oC/dekade dalam 100 tahun yaitu periode 1900 – 2000 dan

    0,177±0,052oC/dekade dalam rentang waktu 25 tahun sejak 1980an (IPCC, 2007). Laju

    tersebut merupakan laju yang tinggi dibandingkan laju normal yang terjadi secara alami.

    Lahan gambut memiliki laju akumulasi karbon yang tinggi dibandingkan area hutan pada

    umumnya, oleh karena itu lahan gambut berpotensi berperan sebagai lahan penyimpan

    karbon. Persebaran lahan gambut melingkupi 3% luas permukaan bumi di mana 11% berada

    di daerah tropis, dengan persebaran lahan gambut terluas berada di Asia Tenggara. Di

    Indonesia distribusi lahan gambut mencapai 13,5 hingga 26,5juta hektar, sehingga potensi

    lahan gambut di Indonesia sebagai penyimpan karbon cukup tinggi. Tujuan penelitian ini

    adalah untuk mengetahui laju akumulasi karbon dan carbon budget pada lahan gambut Muara

    Siran, Kalimantan Timur.

    Lokasi penelitian berada di Desa Siran, Kecamatan Muara Kaman Kabupaten Kutai

    Kartanegara, Kalimantan Timur yaitu pada koordinat 438000 – 471000 UTM dan 997800 –

    10034000 UTM (Gambar 1). Lahan gambut daerah penelitian terletak di sebelah barat Sungai

    Mahakam, yang dibatasi oleh sungai Kedang Kepala di sebelah timur dan sungai Belayan di

  • PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

    13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

    601

    sebelah barat. Lahan gambut Muara Siran memanjang dari utara ke selatan, dengan batas di

    sebelah utara berupa dataran dan di sebelah selatan berupa sungai. Di sebelah tenggara lahan

    gambut terdapat danau Siran yang memanjang barat laut – tenggara dengan luas 28,12 m2

    (Gambar 2).

    Persebaran lahan gambut pada suatu daerah dapat diinterpretasikan menggunakan citra, salah

    satunya Landsat 7 (Gambar 2). Komponen yang digunakan sebagai dasar interpretasi lahan

    gambut dengan area lainnya yaitu keberadaan vegetasi pada lahan yang selalu basah dan

    mendapat suplai sedimen yang minimum. Komponen tersebut dapat digunakan sebagai dasar

    interpretasi lahan gambut karena gambut membutuhkan vegetasi sebagai pemasok material

    organik yang umumnya diproduksi oleh tumbuhan dan fitoplankton, dan suplai material

    inorganik yang minimum dan berada pada lingkungan dengan energi rendah serta bersifat

    reduktif (Killops dan Killops, 2005). Berdasarkan indikator tersebut, maka dalam penggunaan

    Landsat 7 sebagai bahan interpretasi perlu menggunakan band tertentu yang dapat

    menunjukkan komponen yang diperlukan secara maksimal. Band 1 untuk menunjukkan

    keberadaan air atau lahan basah, band 3 diperlukan untuk membedakan lahan bervegatasi dan

    band 2 berguna dalam interpretasi kandungan material sedimen dalam hal ini sedimen

    suspensi.

    2. Metode Penelitian

    Penelitian ini melalui tiga tahap utama, yaitu pengolahan Landsat 7 dan interpretasi, studi

    literatur, dan pengambilan data lapangan. Citra Landsat 7 digunakan dalam analisis ini karena

    tutupan awan relatif rendah, sehingga kondisi permukaan dapat ditampilkan dengan baik.

    Pengolahan dan analisis Landsat 7 menggunakan band 1, 2 dan 3 untuk memaksimalkan

    komponen pada lahan gambut dan lahan lainnya. Pengolahan tersebut menggunakan aplikasi

    Er Mapper, di mana menggunakan aplikasi ini data citra Landsat berupa band dapat dipilah

    dan dikombinasikan. Selanjutnya, dengan menggunakan kombinasi band 3, 2, 1, citra dengan

    tampilan tertentu dengan kombinasi tersebut dapat dihasilkan, di mana kombinasi band

    tersebut diperlukan dalam analisis persebaran lahan gambut.

    Studi literatur salah satunya dilakukan untuk mendapatkan data umur lahan gambut lokasi

    penelitian. Pada studi ini, data umur lahan gambut lokasi penelitian mengacu pada penelitian

    Hope, et al (2005). Dating umur lahan gambut daerah penelitian dilakukan dengan melakukan

    radiocarbon dating dari sedimen dasar yang ditemukan. Sampel yang digunakan dalam

    dating diayak, kemudian butiran dengan ukuran

  • PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

    13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

    602

    umur selanjutnya ditentukan dari pertumbuhan gambut, yaitu pada ketebalan gambut 3,0-3,5

    m, 5,5-6,0 m, dan 7,5->8,0 m. Penentuan ketebalan tersebut ditentukan berdasar zonasi warna

    pada citra dan hasil verifikasi data lapangan, di mana lahan gambut berwara hijau gelap

    merupakan daerah paling tipis dengan ketebalan 1-1,5 m, hijau terang memiliki ketebalan

    3,0-3,5 m, abu-abu dengan ketebalan 5,5-6,0 m dan abu-abu gelap dengan ketebalan 7,5->8,0

    m. Volume tiap kedalaman dijumlahkan sehingga didapatkan volume total gambut.

    Selanjutnya, laju akumulasi karbon lahan gambut daerah penelitian dapat diketahui.

    Perhitungan carbon budget dilakukan dengan mengalikan bulk density gambut, volume lahan

    gambut dan persentase kandungan karbon. Nilai bulk density dan persentase kandungan

    karbon menggunakan data rata-rata kedua nilai pada gambut Kalimantan yang terdapat pada

    penelitian Wahyunto dan Suryadiputra, 2008.

    3. Data

    Beradasarkan analisis menggunakan Landsat 7 dan integrasi data lapangan, lahan gambut

    Muara Siran yang menjadi lokasi penelitian saat ini memiliki luas area 943,672 km2 (Gambar

    1). Pengambilan data lapangan, titik pengambilan gambut di sebelah timur danau Siran

    (gambar 2) ditemukan beberapa lapisan gambut yang lengkap dengan ketebalan mulai dari 0,5

    – 1,5 meter yang semakin menebal ke arah barat (gambar 4,5,6,7). Sementara, gambut yang

    diambil di dekat danau Siran memiliki ketebalan yang lebih tebal (gambar 8,9), di mana

    gambut yang lengkap memiliki ketebalan 3,5 meter dengan semakin ke arah barat menjadi

    semakin tebal mencapai 5,5 meter hingga lebih dari 6 meter. Berdasarkan luas area dan

    ketebalan tersebut, volume gambut pada lokasi gambut dapat diketahui yaitu sebesar

    4730,197 km3. Umur lahan gambut pada lokasi penelitian diperkirakan memiliki umur 4200

    tahun lalu menggunakan isotop karbon pada sampel polen dengan laju akumulasi total yaitu

    19,8 cm/100tahun (Hope et al, 2005). Sementara, dalam studi ini persentase karbon rata-rata

    dan bulk density gambut Kalimantan yang digunakan dalam perhitungan yaitu 36,2% dan 0,23

    ton/m3. Penggunaan nilai tersebut menggunakan nilai rata-rata pada jenis gambut hemic yang

    hadir dominan pada daerah penelitian.

    4. Pembahasan

    Persebaran lahan gambut pada citra Landsat 7 dengan memanfaatkan band 1, 2 dan 3

    ditunjukkan pada area berwarna hijau menuju abu-abu di mana area berwarna kehijauan

    menunjukan bahwa material sedimen suspensi cukup banyak terkandung, sementara abu-abu

    menunjukkan lahan gambut yang semakin tebal. Semakin ke arah barat dari Sungai Kedang

    Kepala, gambut memiliki ketebalan yang semakin tebal di mana berdasarkan data lapangan

    ketebalan di bagian tepi yaitu 0,5 meter dan menebal ke bagian tengah kubah gambut di

    sekitar Danau Siran mencapai lebih dari 6 meter. Data tersebut menunjukkan bahwa gambut

    pada lokasi penelitian berupa ombrogenous peat yaitu dari tepi menuju tengah lahan gambut

    menebal membentuk kubah. Curah hujan yang tinggi pada daerah penelitian dapat menyuplai

    nutrien pada lahan gambut dan mendukung terbentuknya ombrogenous peat yang merupakan

    gambut yang mendapat suplai dominan dari air hujan.

    Lahan gambut daerah penelitian tersebar cukup luas dan cukup tebal. Persebaran gambut yang

    luas dan tebal, maka laju akumulasi karbon dan karbon yang tersimpan pada lahan gambut

    juga tinggi. Berdasarkan perhitungan volume dan umur lahan gambut, diketahui bahwa laju

    akumulasi lahan gambut daerah penelitian yaitu 1,13 km3/tahun dan carbon budget sebesar

    39.383,62Tg C (tabel 1). Besar carbon budget tersebut jauh lebih besar dibanding beberapa

  • PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

    13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

    603

    area lahan gambut yang dilakukan oleh Dommain (2014), di mana menurut Dommain (2014)

    karbon yang tersimpan di lahan gambut Kutai dan Pesisir Kalimantan sejak awal terbentuk

    yaitu 9320 Tg C dan 9410 Tg C.

    5. Kesimpulan

    Terdapat beberapa lahan Gambut di sekitar Kalimantan Timut, salah satunya yaitu lokasi

    penelitian yang berada di Daerah Siran, yang mana berdasarkan citra Landsat, luas area lahan

    gambut ini yaitu 943,672 km2 dengan ketebalan 0,5-1,5 meter di bagian tepi menebal ke arah

    tengah dengan ketebalan 5,5 meter hingga lebih dari 6 meter. Berdasarkan umur terbentuknya

    gambut dan volume lahan gambut lokasi penelitian, yaitu 4200 tahun lalu dan 4730,2 km3

    diketahui bahwa laju akumulasi karbon dan carbon budget lahan gambut penelitian yaitu

    sebesar 1,13km3/tahun dan 39.383,62 Tg C di mana nilai jumlah karbon yang tersimpan

    tersebut merupakan nilai yang cukup besar.

    Acknowledgement

    Penulis mengucapkan terimakasih kepada Departemen Teknik Geologi FT UGM yang telah

    mendukung penelitian ini; Bapak Danang Suto Budi (yayasan Bioma) yang telah membantu

    dalam penyediaan peta dan keperluan lain dalam penelitian; Bapak Sahlan, Bapak Sabri,

    Bapak Rahmad, Bapak Roi yang telah membantu dalam proses pengambilan sampel gambut;

    serta Ibu Sandra dan keluarga yang telah membantu dalam menyediakan keperluan-keperluan

    selama pelaksanaan penelitian.

    Daftar Pustaka

    Dommain, Rene, et al., 2014. Carbon Storage and Release in Indonesian Peatlands Since the Last

    Deglaciation. Elsevier, Amsterdam, pp.1-32.

    Hansen, J., Johnson, D., Lacis, a., Lebedeff, S., Lee, P., Rind, D., Russel, G., 1981. Climate Impact of

    Increasing Atmospheric Carbon Dioxide. Science, Vol. 213.

    Hope, G., Chokkalingam, U., Anwar, S., 2005. The Stratigraphy and Fire History of the Kutai

    Peatlands, Kalimantan, Indonesia. Elsevier, Amsterdam, pp. 407-417.

    IPCC, 2007. Climate Change 2007 : Impacts, Adaptation and Vulnerability. Cambridge University

    Press, New York.

    Kaliraj, S., Chandrasekar, N., 2014. Multispectral Image Analysis of Suspended Sediment

    Concentration Along the Southern Coast of Kanyakumari, Tamil Nadu, India. Journal of

    Coastal Science, pp. 63-71.

    Maiti, K.K., dan Bandyopadhyay, Jatisankar., 2015. Assessment of Vegetation Canopy Using Geo-

    Spatial Techniques Over Mining Areas of Pandabeswara in Barddhaman District, West

    Bengal, India. International Journal of Remote Sensing & Geoscience.

    Osaki, Mitsuru dan Tsuji, N., 2016. Tropical Peatland Ecosystem. Springer, Jepang.

    Wahyunto, dan Suryadiputra, I.N.N., 2008. Peatland Distribution in Sumatra and Kalimantan –

    Explanation of Its Data Sets Including Source of Information, Accuracy, Data Constrain

    and Gaps. Wetland International - Indonesia Programme, Bogor.

  • PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

    13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

    604

    Gambar 1. Lokasi Pengambilan Sampel Gambut (Hope, 2005 dengan modifikasi)

    Lokasi

    penelitian

  • PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

    13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

    605

    Gambar 2. Peta Lokasi Pengambilan Sampel Gambut

  • PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

    13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

    606

    Gambar 3. Ketebalan Sampel Gambut

    Klasifikasi jenis gambut (Wust, et al, 2003) antara lain : Coarse Fibric (Fc); Fibric (F);

    Coarse Hemic (Hc); Hemic (H); Fine Hemic (Hf); Sapric with abundant wood,roots, fiber

    (Sw); Sapric (S), Sapric with few short roots, fibers, wood (Ss); Sapric with mud (Sm);

    Organic rich mud with abundant fibers, roots, wood (Mow); dan Organic rich mud with few

    fibers, roots, wood (Moo).

  • PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

    13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

    607

    Gambar 4. Peta Transect A-C Sampel Gambut

  • PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

    13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

    608

    Gambar 5. Transect A

  • PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

    13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

    609

    Gambar 6. Transect B

  • PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

    13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

    610

    Gambar 7. Transect C

  • PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

    13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

    611

    Gambar 8. Peta Transect D

  • PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

    13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

    612

    Gambar 9. Transect D

    Tabel 1. Pengukuran umur gambut (laju akumulasi 19,8 cm/100 tahun)

    Age (100 BP) Area (km2) Volume (km3) C budget (Tg C)

    38 78,628 157,256 1.309,31

    TOTAL 4730,2 39.383,62