Print 1
-
Upload
tyo-prasetyo-ii -
Category
Documents
-
view
39 -
download
2
Transcript of Print 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada era globalisasi, industri berkembang dengan cepat dan memiliki
peran yang sangat penting. Bidang industri khususnya industri di Indonesia,
mengalami pertumbuhan yang pesat terkait dengan semakin bertambahnya
populasi manusia. Persaingan industri adalah kondisi yang harus dihadapi oleh
setiap industri di Indonesia. Konsekuensinya ialah setiap industri harus mampu
menghasilkan produk atau jasa yang berkualitas tanpa merugikan pihak industri.
Penggunaan teknologi adalah cara yang tepat untuk meningkatkan kualitas
produk dan mampu memenuhi permintaan konsumen. Teknologi sangat
berkaitan dengan peningkatan produktivitas suatu perusahaan. Produktivitas
ialah suatu usaha manusia untuk meningkatkan mutu kehidupan dan
penghidupannya dengan selalu mencari perbaikan dan peningkatan (Vincent
Gaspersz, 2000).
Perkembangan teknologi sudah digunakan dalam sebagian besar kegiatan
kerja, namun penggunaan tenaga manusia masih tetap digunakan pada setiap
departemen kerja. Setiap karyawan pada tiap departemen memiliki pekerjaan
masing – masing baik kerja fisik maupun kerja mental. Kerja fisik adalah kerja
yang memerlukan energi fisik otot manusia sebagai sumber tenaganya (power).
Sedangkan kerja mental merupakan kerja yang melibatkan proses berpikir dari
1
otak manusia. Setiap pekerjaan mempunyai beban kerja masing-masing baik
kerja fisik maupun mental (UII, 2010).
Berat atau ringannya suatu pekerjan tidak hanya dipengaruhi oleh jenis
pekerjaan saja namun ada faktor fisik seperti temperatur udara, kelembaban
relatif udara, radiasi permukaan, laju udara, ketebalan pakaian dan tingkat
metabolik tubuh. Faktor fisik tersebut akan menimbulkan tingkat kenyamanan
karyawan. Derajat ketidaknyamanan tersebut antara lain dapat diketahui dengan
mengukur suhu permukaan kulit, laju pengeluaran keringat dan detak jantung.
Tingkat beban kerja tidak hanya tergantung pada jumlah kalori yang dikonsumsi,
akan tetapi juga tergantung pada jumlah otot yang terlibat pada pembebanan otot
statis. Konsumsi energi yang berbeda dapat menghasilkan denyut jantung yang
berbeda-beda. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa meningkatnya denyut
jantung adalah dikarenakan oleh temperatur dan kelembaban udara sekeliling,
tingginya pembebanan otot statis dan semakin sedikitnya otot yang terlibat
dalam suatu kondisi kerja. Untuk berbagai alasan tersebut, maka denyut jantung
dapat dipakai sebagai indeks beban kerja (Tarwaka, 2010).
Dari sudut pandang ergonomi, setiap beban kerja yang diterima oleh
seseorang harus sesuai atau seimbang baik terhadap kemampuan fisik,
kemampuan kognitif maupun keterbatasan manusia yang menerima beban
tersebut. Menurut Suma’mur (1984) bahwa kemampuan kerja seorang tenaga
kerja berbeda dari satu kepada yang lainnya dan sangat tergantung dari tingkatan
keterampilan, kesegaran jasmani, keadaan gizi, jenis kelamin, usia dan ukuran
2
tubuh dari pekerjaan yang bersangkutan. Hal tersebut seharusnya menjadi bahan
pertimbangan bagi perusahaan dalam pembagian tugas dan pekerjaan bagi
karyawannya.
Coca–Cola Amatil Indonesia merupakan perusahaan produsen sekaligus
distributor minuman ringan terbesar di Indonesia. Jumlah produksi setiap tahun
mencapai lebih dari 10.000 produk yaitu berupa minuman berkarbonasi dan tidak
berkarbonasi. Pencapaian target tersebut tidak lepas dari kinerja seluruh jajaran
karyawan dari mulai departemen produksi hingga distribusi. Coca Cola Amati
Indonesia memiliki karyawan sebanyak 164 pada tahun 2010 yang terbagi
menjadi 5 departemen yaitu General Administration, Finance Accounting,
Human Resources, Sales Marketing dan Production. Karyawan di setiap
departemen memiliki tugas masing-masing yang harus diselesaikan sesuai waktu
yang telah ditetapkan perusahaan. Tugas-tugas tersebut harus diselesaikan setiap
pekerja dengan konsekuensi memiliki beban kerja masing-masing. Sesuai
dengan penjelasan diatas, setiap beban kerja dipengaruhi berbagai faktor agar
seorang pekerja dapat menyelesaikan tugasnya (Deewar, 2011).
Berdasarkan masalah tersebut penelitian ini akan menganalisis beban
kerja pada setiap departemen agar dapat diketahui tingkat beban kerja disetiap
unit Coca Cola Amatil Indonesia.
3
B. Perumusan masalah
Berdasarkan gambaran di atas, maka rumusan masalahnya ialah
“Bagaimana beban kerja di Coca-Cola Amatil Indonesia Central Java?”
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui beban kerja di Coca-Cola Amatil Indonesia Central Java.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui tingkat beban kerja karyawan di Coca-Cola Amatil Indonesia
Central Java dengan menggunakan pengukuran denyut jantung.
b. Mengetahui klasifikasi beban kerja karyawan berdasarkan metode
Cardiovascular Load.
D. Manfaat
1. Bagi Coca-Cola Amatil Indonesia Central Java
a. Institusi dapat memanfaatkan tenaga mahasiswa magang sesuai dengan
kebutuhan.
b. Menerima masukan kepada institusi mengenai tingkat beban kerja
karyawan berdasarkan laporan dari kegiatan magang.
2. Bagi Jurusan Kesehatan Masyarakat
a. Membina hubungan kerja sama antara pihak penyelenggara pendidikan
dengan perusahaan tempat magang.
4
b. Sebagai masukan (feed back) terhadap kesesuaian kurikulum dengan
kualitas mahasiswa khususnya di bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja
(K3).
3. Bagi Mahasiswa
a. Mendapatkan pengalaman nyata tentang beban kerja pada karyawan di
Coca-Cola Amatil Indonesia Central Java.
b. Mendapatkan kesempatan mengaplikasikan teori yang diperoleh selama
kuliah dengan kenyataan di lapangan khusunya pada bidang keselamatan
dan kesehatan kerja tentang beban kerja karyawan.
c. Menemukan permasalahan yang dapat digunakan sebagai bahan penelitian
dalam rangka penulisan tugas akhir.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Beban Kerja
Beban kerja dapat didefinisikan sebagai suatu perbedaan antara kapasitas
atau kemampuan pekerja dengan tuntutan pekerjaan yang harus dihadapi
(Tarwaka, 2010). Sedangkan menurut Heart & Staveland (1988), bahwa beban
kerja merupakan sesuatu yang muncul dari interaksi antara tuntutan tugas-tugas,
lingkungan kerja dimana digunakan sebagai tempat kerja, keterampilan, perilaku
dan persepsi pekerja.beban kerja juga dapat didefinisikan secara operasional pada
berbagai faktor seperti tuntutan tugas atau upaya-upayayang dilakukan untuk
melakukan pekerjaan.
Dari sudut pandang eronomi, setiap beban kerja yang diterima oleh
seseorang harus sesuai atau seimbang baik terhadap kemampuan fisik dan
kemampuan kognitif maupun keterbatasan manusia yang menerima baban kerja
tersebut (Tarwaka, 2010).
B. Tujuan Pengukuran Beban Kerja
Menurut Husni (2001) tujuan Pengukuran Beban Kerja dalam Keselamatan
dan Kesehatan Kerja adalah :
a. Meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan tenaga kerja yang setinggi-
tingginya baik fisik, mental maupun sosial.
6
b. Mencegah dan melindungi tenaga kerja dari gangguan kesehatan yang
disebabkan oleh kondisi lingkungan kerja.
c. Menyesuaikan tenaga kerja dengan pekerjaan atau pekerjaan dengan tenaga
kerja.
d. Meningkatkan produktivitas kerja.
C. Manfaat Pengukuran Beban Kerja
Menurut Wicken (2004) menjelaskan bahwa terdapat beberapa manfaat
pengukuran beban kerja bagi suatu instansi/ perusahan, manfaat tersebut antara
lain ialah:
a. Menentukan Jumlah Kebutuhan Pegawai/Karyawan (SDM): sebagai dasar
untuk menambah atau mengurangi jumlah pegawai/karyawan pada suatu
jabatan atau unit kerja.
b. Menyempurnakan (Redesign) Tugas Jabatan: menambah atau mengurangi
tugas atau aktivitas-aktivitas dari suatu jabatan sehingga mencapai rentang
beban kerja standar (optimum).
c. Menyempurnakan (Redesign) Struktur Organisasi: menggabung 2 jabatan atau
lebih menjadi 1 jabatan; memisahkan (spliting) 1 jabatan menjadi 2 atau lebih
jabatan; atau menciptakan suatu jabatan baru.
d. Menyempurnakan (Redesign) Standard Operating Procedure (SOP):
menyempurnakan SOP karena adanya redesign tugas/aktivitas jabatan
dan/atau penyempurnaan struktur organisasi.
7
e. Menentukan Standar Waktu (Standard Time) Tugas dan Aktivitas: diperoleh
standar waktu dari setiap tugas dan aktivitas sesuai standar normal di
organisasi/perusahaan kita sendiri.
f. Menentukan Kebutuhan Pelatihan (Training Needs) Pegawai/Karyawan: yang
diidentifikasi dari Waktu Normal (Normal Time) individu pegawai/karyawan
yang lebih besar (lama) dibandingkan Waktu Standar (Standard Time) pada
suatu tugas/aktivitas tertentu.
D. Metode Pengukuran Beban Kerja
Pengukuran beban kerja dapat dilakukan melalui berbagai metode,
menurut Tarwaka (2010) metode pengukuran beban kerja fisik dapat dilakukan
dengan bebarapa metode yaitu:
a. Penilaian Beban Kerja berdasarkan Sistem Kardiovaskular.
b. Penilaian Beban Kerja berdasarkan Jumlah Kebutuhan Kalori.
E. Cara Pengukuran Beban Kerja
a. Penilaian Beban Kerja berdasarkan Sistem Kardiovaskular.
1) Penilaian Beban kerja melalui Pengukuran Denyut Jantung
Pengukuran denyut jantung selama kerja merupakan suatu metode
untuk menilai untuk menilai cardivascular strain. Salah satu peralatan yang
dapat digunakan untuk menghitung denyut nadi adalah telemetri dengan
menggunakan rangsangan ElectroCardio Graph (EGG). Apabila peralatan
8
tersebut tidak tersedia, maka dapat dicatat secara manual memakai
stopwatch dengan metode 10 denyut (Kilbon (1992) dalam Tarwaka
(2010)). Dengan metode tersebut dapat dihitung denyut nadi kerja sebagai
berikut :
Selain metode 10 denyut nadi tersebut, dapat juga dilakukan
penghitungan denyut nadi dengan metode 15 detik atau 30 detik.
Penggunaan nadi kerja untuk menilai berat ringannya beban kerja
mempunyai beberapa keuntungan. Selain mudah; cepat; sangkil dan murah
juga tidak diperlukan perlatan yang mahal serta hasilnya cukup reliabel. Di
samping itu tidak terlalu mengganggu proses kerja dan tidak menyakiti
orang yang diperiksa. Kepekaan denyut nadi terhadap perubahan
pembebanan yang diterima tubuh cukup tinggi. Denyut nadi akan segera
berubah seirama dengan perubahan pembebanan, baik berasal dari
pembebanan mekanik, fisika, maupun kimiawi (Tarwaka, 2010).
Grandjean (1993) dalam Tarwaka (2010) juga menjelaskan bahwa
konsumsi energi sendiri tidak cukup untuk mengestimasi beban kerja fisik.
Beban kerja fisik tidak hanya ditentukan oleh jumlah kj yang dikonsumsi,
tetapi juga ditentukan oleh jumlah otot yang terlibat dan ebban statis yang
diterima serta tekanan panas dari lingkungan kerjanya yang dapat
meningkatkan denyut nadi. Berdasarkan hal tersebut maka denyut nadi
9
Denyut Nadi (Denyut/menit) = 10 Denyut x 60
Waktu Perhitungan
lebih mudah dan dapat digunakan untuk menghitung indek beban kerja.
Astrand & Rodahl (1977); Rodahl (1989) dalam Tarwaka (2010)
menyatakan bahwa denyut nadi mempunyai hubungal linier yang tinggi
dengan asupan oksigen pada waktu kerja. Dan salah satu cara yang
sederhana untuk menghitung denyut nadi adalah dengan merasakan
denyutan pada arteri radialis di pergelangan tangan.
Denyut nadi untuk mengestimasi indek beban kerja fisik terdiri dari
beberapa jenis yang didefinisikan oleh Grandjean (1993) dalam Tarwaka
(2010).
a) Denyut Nadi Istirahat: adalah rerata denyut nadi sebelum pekerjaan
dimulai.
b) Denyut Nadi Kerja: adalah rerata denyut nadi selama bekerja.
c) Nadi Kerja: adalah selisih antara denyut nadi istirahat dan denyut nadi
kerja.
Peningkatan denyut nadi mempunyai peran yang sangat penting di
dalam peningkatan cardiac output dari istirahat sampai kerja maksimum.
Peningkatan yang potensial dalam denyut nadi dari istirahat sampai kerja
maksimum tersebut oleh Rodahl (1989) dalam Tarwaka (2010)
didefinisikan sebagai heart rate reserve (HR reserve). HR reserve tersebut
diekspreksikan dalam presentase yang dapat dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:
10
Klasifikasi beban kerja berdasarkan peningkatan denyut nadi kerja
dibandingkan dengan denyut nadi maksimum karena beban kardiovaskuler
(cardiovasculair load = %CVL) yang dihitung dengan rumus sebagai
berikut:
Di mana denyut nadi maksimum adalah (220-umur) untuk laki-laki
dan (200-umur) untuk wanita. Dari hasil penghitungan %CVL tersebut
kemudian dibandingkan dengan klasifikasi yang telah ditetapkan sebagai
berikut:
Tabel 2.1 Klasifikasi %CVL
<30% = Tidak terjadi kelelahan
30% s.d <60% = Diperlukan perbaikan
60% s.d <80% = Kerja dalam waktu singkat
80% s.d <100% = Diperlukan tindakan segera
>100% = Tidak diperbolehkan beraktivitas
Selain cara-cara tersebut di atas, Kilbon (1992) dalam Tarwaka
(2010) mengusulkan bahwa cardiovascular strain dapat diestimasi dengan
11
% HR reserve = Denyut nadi kerja – Denyut nadi istirahat x 100
Denyut nadi maksimum – denyut nadi istirahat
% CVL = 100x (Denyut nadi kerja – Denyut nadi istirahat)
Denyut nadi maksimum – denyut nadi istirahat
menggunakan denyut nadi pemulihan (heart rate discovery) atau dikenal
dengan metode ‘Brouha’. Keuntungan dari metode ini adalah sama sekali
tidak mengganggu atau menhentikan pekerjaan, karena pengukuran dapat
dilakukan tepat setelah subjek berhenti bekerja. Denyu nadi pemuliah (P)
dihitung pada akhir 30 detik pada menit pertama, ke dua dan ke tiga, P1,2,3
adalah rerata dari ketiga nilai tersebut dan dihubungkan dengan total
cardiac cost dengan ketentuan sebagai berikut:
a) Jika P1 – P3 ≥ 10 atau P1,P2, dan P 3 seluruhnya <90, nadi pemulihan
normal.
b) Jika rerata P1 yang tercatat ≤ 110, dan P1 – P3≥ 10, maka beban kerja
tidak berlebihan (not excessive).
c) Jika P1 – P3 < 10, dan jika P3 > 90, perlu redesain pekerjaan.
Laju pemulihan denyut nadi dipengaruhi oleh nilai absolut denyut
nadi pada ketergangguan pekerjaan (the interruption of work), tingkat
kebugaran (individual fitness), dan pemaparan panas lingkungan. Jika nadi
pemulihan tidak segera tercapai, maka diperlukan redesain pekerjaan untuk
mengurangi tekanan fisik. Redesain tersebut dapat berupa variabel tunggal
maupun variabel keseluruhan dari variabel bebas (tugas, organisasi kerja
dan lingkungan kerja) yang menyebabkan beban kerja tambahan.
Beban kerja dapat dilakukan pengkategorian dengan dilihat dari
jumlah nadi kerja dalam satu menit, yang tersaji dalam tabel (Tarwaka,
2004):
12
Tabel 2.2 Klasifikasi Denyut Nadi
Beban Kerja Denyut Nadi Permenit
Ringan 75 - 100
Sedang 100 - 125
Berat 125 - 125
b. Penilaian Beban Kerja berdasarkan Jumlah Kebutuhan Kalori.
1) Pengukuran Konsumsi energi berdasarkan denyut jantung
Parameter indeks kenaikan bilangan kecepatan denyut jantung
dapat digunakan dalam Penentuan konsumsi energi. Indeks ini
merupakan perbedaan antara kecepatan denyut jantung pada waktu kerja
tertentu dengan kecepatan denyut jantung pada saat istirahat. Untuk
merumuskan hubungan antara energy expenditure dengan kecepatan
heart rate (denyut jantung), dilakukan pendekatan kuantitatif hubungan
antara energy expediture dengan kecepatan denyut jantung dengan
menggunakan analisa regresi. Bentuk regresi hubungan energi dengan
kecepatan denyut jantung secara umum adalah regresi kuadratis dengan
persamaan sebagai berikut :
Y : Energi (kilokalori per menit)
X : Kecepatan denyut jantung (denyut per menit)
13
Y= 1,80441-0,0229038 X + 4,7173310-4 X2
Setelah besaran kecepatan denyut jantung disetarakan dalam
bentuk energi, maka konsumsi energi untuk kegiatan kerja tertentu bisa
dituliskan dalam bentuk matematis sebagai berikut :
KE : Konsumsi energi untuk suatu kegiatan kerja tertentu
Et : Pengeluaran energi pada saat waktu kerja tertentu
Ei : Pengeluaran energi pada saat istirahat (kilokalori/menit)
2) Pengukuran Konsumsi energi berdasarkan konsumsi oksigen
Konsumsi energi dapat diukur secara tidak langsung dengan
mengukur konsumsi oksigen. Jika satu liter oksigen dikonsumsi oleh
tubuh, maka tubuh akan mendapatkan 4,8 kcal energi.
R : Istirahat yang dibutuhkan dalam menit (Recoveery)
T : Total waktu kerja dalam menit
B : Kapasitas oksigen pada saat kerja (liter/menit)
S : Kapasitas oksigen pada saat diam (liter/menit)
Konsumsi oksigen adalah merupakan faktor dari proses
metabolisme yang dapat dianggap berhubungan langsung dengan
konsumsi energi. Oleh karenanya faktor tersebut dapat dianggap sebagai
faktor pengukuran dan akurat, meskipun alat pengukurnya sendiri akan
sedikit mengganggu subyek atau orang yang sedang diamati, seperti
misalnya masker yang harus dipakai dapat mengganggu proses
14
KE = Et – Ei
R = T(B-S)
B-0.3
pernafasan, jika tidak dipasang dengan sempurna, dan peralatan ukur
dipasang di punggung bisa dianggap terlalu berat sehingga dapat
mempengaruhi kebebasan geraknya (Nurmianto, 2003).
Konsumsi oksigen dapat ditentukan dengan mengukur udara yang
dikeluarkan per satuan waktu dan perbedaan antara fraksi oksigen yang
dikeluarkan dan yang dihirup. Pengukuran konsumsi oksigen selama
kerja hanya dapat menentukan metabolisme aerobik. Untuk
memperkirakan metabolisme anaerobik dalam kerja diperlukan
pengukuran konsumsi oksigen selama periode pemulihan (recovery).
Selain itu, konsumsi oksigen hanya dapat digunakan untuk
memperkirakan kebutuhan energi untuk kerja dinamis, seperti: berjalan
dan berlari (Wickens et al, 2004).
15
BAB III
METODE PELAKSANAAN KEGIATAN
A. Rencana Kegiatan
Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Magang
No
Kegiatan Minggu I
Minggu II
Minggu III
Minggu IV
1. Orientasi, mengetahui proses produksi
2. Mengukur beban kerja karyawan
3. Menyusun laporan
B. Lokasi Kegiatan
Lokasi magang ini dilaksanakan di Coca-Cola Amatil Indonesia (CCAI)
Central Java-Plant, di Jalan Soekarno-Hatta KM 30 Bawen Kabupaten Semarang.
C. Waktu Kegiatan
Kegiatan magang ini akan dilaksanakan dari tanggal 01 Agustus sampai 31
Agustus 2012.
16
DAFTAR PUSTAKA
Deewar, M. 2011, Analisis Pengaruh Motivasi Dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Dengan Lama Kerja Sebagai Variabel Moderating (Studi Pada Pt. Coca Cola Amatil Indonesia (Central Java) ). Program Sarjana kesehatan Masyarakat, Universitas Diponegoro, Semarang. (Tidak dipublikasikan).
Hart, S., Staveland, L. 1988, Development of NASA-TLX (Task Load Index). San Jose State University, California.
Nurmianto, 2003, Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya, Guna Widya, Surabaya.
Suma’mur, 1984, Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja, Gunung Agung, Jakarta
Tarwaka, dkk, 2004, Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktifitas, Uniba Press, Surakarta.
UII, 2010. Konsep Produktivitas dan Penilaian Produktivitas, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.
Vincent Gaspersz, 2000, Manajemen Produktivitas Total, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Wicken, C. 2004, An Introduction To Human Factors Engineering, Prentice Hall, New Jersey.
17