Makalah Case 1 Siap Print

67
Halaman 1 ANAMNESIS Saat ini , anda sedang bertugas jaga di UGD RS, datanglah seorang anak berusia 2 tahun, di gendong ibunya dalam keadaan kejang. Kejang terjadi di seluruh tubuh , kejang berlangsung selama sekitar 3 menit , sebelum kejang pasien mengalami panas. Saat kejang , kedua mata anak tersebut melihat keatas. Saat kejang anak tidak sadar. Setelah kejang, anak tersebut menangis , dan tidak terdapat kelemahan pada anggota badan. Sudah sejak 4 hari yang lalu ia mengalami batuk pilek namun tidak diberikan obat. Mulai semalam, mulai panas. Oleh ibunya hanya dibalurkan bawang merah, menurut kepercayaan orang tuanya, jika di oles bawang , panas akan turun. Namun, sampai pagi, panas juga belum turun. Riwayat Penyakit Dahulu Sewaktu ia berusia 8 bln, ernah juga mengalami kejang di saat panas. Riwayat trauma kepala disangkal dan nyeri kepala hebat disangkal. Riwayat ada kelemahan anggota gerak disangkal. Riwayat Keluarga Ibunya sewaktu kecil pernah mengalami kejang disaat panas. Riwayat perkembangan : Menurut ibunya anaknya berbeda dari kakak kakaknya. Ia mulai bias duduk saat ia berusia 1,5 tahun, dan sampai sekarang belumdapat berdiri sendiri, hanya bias duduk. Dan jika hendak kemana mana , ia menggunakan pantatnya ( ngesot ). Ibunya tidak pernah memeriksakan atau membawa anaknya ke dokter di karenakan menurut neneknya , nanti juga bias berjalan dengan sendirinya. Ia tdiak pernah diimunisasi,

Transcript of Makalah Case 1 Siap Print

Page 1: Makalah Case 1 Siap Print

Halaman 1

ANAMNESIS

Saat ini , anda sedang bertugas jaga di UGD RS, datanglah seorang anak berusia 2

tahun, di gendong ibunya dalam keadaan kejang. Kejang terjadi di seluruh tubuh , kejang

berlangsung selama sekitar 3 menit , sebelum kejang pasien mengalami panas. Saat kejang

, kedua mata anak tersebut melihat keatas. Saat kejang anak tidak sadar. Setelah kejang,

anak tersebut menangis , dan tidak terdapat kelemahan pada anggota badan. Sudah sejak

4 hari yang lalu ia mengalami batuk pilek namun tidak diberikan obat. Mulai semalam, mulai

panas. Oleh ibunya hanya dibalurkan bawang merah, menurut kepercayaan orang tuanya,

jika di oles bawang , panas akan turun. Namun, sampai pagi, panas juga belum turun.

Riwayat Penyakit Dahulu

Sewaktu ia berusia 8 bln, ernah juga mengalami kejang di saat panas. Riwayat

trauma kepala disangkal dan nyeri kepala hebat disangkal. Riwayat ada kelemahan anggota

gerak disangkal.

Riwayat Keluarga

Ibunya sewaktu kecil pernah mengalami kejang disaat panas.

Riwayat perkembangan :

Menurut ibunya anaknya berbeda dari kakak kakaknya. Ia mulai bias duduk saat ia

berusia 1,5 tahun, dan sampai sekarang belumdapat berdiri sendiri, hanya bias duduk. Dan

jika hendak kemana mana , ia menggunakan pantatnya ( ngesot ). Ibunya tidak pernah

memeriksakan atau membawa anaknya ke dokter di karenakan menurut neneknya , nanti

juga bias berjalan dengan sendirinya. Ia tdiak pernah diimunisasi, karena ada tetangganya

yang kejang setelah imunisasi sehingga ibunya takut anaknya mengalami hal yang sama

Riwayat kelahiran :

Ia adalah anak ke lima . Saat melahirkan mitta, ibu mitta berusia 37 tahun. Ia lahir

saat usia kandungan ibunya berusia 8 bulan, saat itu ibunya tiba tiba mengalami pecah

ketuban . Berat saat lahir adalah 1800 gram. Setelah di rawat beberapa minggu di Rumah

sakit, akhirnya ia diperbolehkan pulang.

Page 2: Makalah Case 1 Siap Print

Halaman 2

Kesadaran : menangis, compos mentis

Vital Sign : HR : 110 X/ menit

RR : 30X/ menit

Suhu : 40 C ( Axilla)

Berat badan : 10 kg

Kepala : Mesocephal, jejas (-), lingkar kepala :

Mata : Konjugtiva pucat : -/-

Sclera ikterik : -/-

Refleks Cahaya Langsung : -/-

Refleks Cahaya Tidak Langsung : -/-

Pupil Isokor , diameter 3mm/3mm

Papiledema : -/-

Hidung : Nafas Cuping Hidung : -/-

Terdapat secret cair, bening

Mukosa hidung hiperemis

Telinga : Membran timpani intak, tidak hiperemis, tidak ada edema mukosa

Mulut : Faringitis hiperemis. Tonsil T1-T1 tenang

Cor/ Pulmo : dbn

Abdomen : Supel, Bising usus (+) 6x/menit, Hepar & lien tidak teraba membesar

Ascites (-)

Extremitas : dalam batas normal, kekuatan motorik normal

Page 3: Makalah Case 1 Siap Print

Pemeriksaan Neurologis

Meningeal Sign :

Kaku kuduk : (-)

Brudzinsky I : (-)

Brudznsky II : (-)

Kernig : (-)

Refleks Fisiologis : normal

Refleks Patologis : (-)

Hematologi :

Hb : 11,8 (n=10,8 – 12,8)

Ht : 33% (n=35-43%)

Leukosit :16000/ul (n=5000-10.000)

Trombosit : 378000/ul (n=150.000 – 450.000)

Eritrosit : 3,96 juta/ul (n=3,90 – 5,30 juta/ul)

Hitung Jenis : Eosinofil = 0% (n= 0-4)

Basofil = 0% (n= 0-1)

Neutrofil = 82% (n= 29-72)

Limfosit = 36% (n= 36-52)

Monosit = 2% (n=0-5)

GDS : 100 mg/Dl

Elektrolit darah :

Natrium : 139 mmol/L

Kalium : 3,8 mmol/L

Kalsium : 1,1 mmol / L

Magnesium:

Page 4: Makalah Case 1 Siap Print

Halaman 4

Ia didiagnosis mengalami kejang demam sederhana yang disebabkan oleh rhinitis

dan faringitis, sehingga diberikan antibiotic dan obat penurun panas . Anda akan melakukan

edukasi pada ibu pasien untuk mencegah berulang kembali kejang demam

SISTEM SARAF PUSAT

Page 5: Makalah Case 1 Siap Print

Sistem saraf pusat, selanjutnya disebut SSP, terdiri atas otak dan medula spinalis.

Keduanya tersusun atas substansi putih (substansia alba) dan substansi abu-abu

(substansia grisea). Perbedaan ini terjadi akibat komposisi penyusun substansia alba yakni

akson bermielin; dan substansia grisea yakni perikarion (soma, badan) sel saraf, dendrit,

serta akson tak bermielin.

Otak

Secara keseluruhan otak terbagi atas:

1. Otak besar, atau cerebrum;

2. Otak kecil, atau cerebellum;

3. dan Batang otak, yang tersusun atas otak tengah (midbrain, mesencephalon),

pons, dan medula oblongata.

Struktur di atas akan dibahas secara lebih rinci.

Otak besar tersusun atas dua belahan (cerebral hemisphere) kiri dan kanan. Di

bagian tepi luar (korteks) terdapat substansia grisea, lalu semakin ke dalam dibatasi dengan

substansia alba, dan di bagian paling dalam terdapat nukelus yang merupakan substansia

grisea. Lapisan yang menyusun otak besar berlekuk-lekuk, membentuk struktur sulkus dan

girus. Lapisan ini jika ditinjau secara mikroskopik akan terlihat bahwa tersusun atas enam

lapisan, yakni:

1. Lapisan molekular, merupakan lapisan terluar dan terletak tepat di bawah lapisan

pia. Terdapat sel horizontal (cajal) yang pipih dengan denrit dan akson yang

berkontak dengan sel-sel di lapisan bawahnya (sel piramid, sel stelatte).

2. Lapisan granular luar, sebagian besar terdiri atas sel saraf kecil segitiga(piramid)

yang dendritnya mengarah ke lapisan molekular dan aksonnya ke lapisan di

bawahnya; sel granula (stelatte) dan sel-sel neuroglia.

3. Lapisan piramid luar, terdapat sel piramid yang berukuran besar (semakin besar

dari luar ke dalam). Dendrit mengarah ke lapisan molekular; akson mengarah ke

substansia alba.

4. Lapisan granular dalam, merupakan lapisan tipis yang banyak mengandung sel-sel

granul (stellate), piramidal, dan neuroglia. Lapisan ini merupakan lapisan yang paling

padat.

5. Lapisan piramidal dalam, suatu lapisan yang paling jarang, banyak mengandung

sel-sel piramid besar dan sedang, selain sel stelatte dan Martinotti. Sel Martinotti

Page 6: Makalah Case 1 Siap Print

adalah sel saraf multipolar yang kecil, dendritnya mengarah ke lapisan atas dan

aksonnya ke lateral.

6. Lapisan sel multiform, adalah lapis terdalam dan berbatasan dengan substansia

alba, dengan varian sel yang banyak (termasuk terdapat sel Martinotti) dan sel

fusiform.

Otak besar merupakan pusat belajar, ingatan, analissi informasi, inisiasi gerakan

motorik, dan merupakan pusat integrasi informasi yang diterima.

Gambar 1 - Lapis-lapis korteks serebrum

Nukelus (nucleus; nuclei: jamak) merupakan kumpulan dari perikarion neuron yang

terdapat di dalam SSP (bdk: ganglion di SST). Misal: basal nuclei.

Di substansia alba cerebrum terdapat banyak serat-serat yang menghubungkan

berbagai daerah korteks dalam hemisfer yang sama (asosiasi); menghubungkan

antarhemisfer (komisura); dan menghubungkan ke nukleus di bawahnya (proyeksi).

Serebelum juga tersusun atas substansia grisea yang terletak di tepi (dinamakan

korteks serebeli). Korteks serebeli tersusun atas tiga lapisan:

1. Lapisan molekular, lapisan terluar dan langsung terletak di bawah lapisan pia dan

sedikit mengandung sel saraf kecil, serat saraf tak bermielin, sel stelata, dan dendrit

sel Purkinje dari lapisan di bawahnya.

Page 7: Makalah Case 1 Siap Print

2. Lapisan Purkinje, disebut lapisan ganglioner, banyak sel-sel Purkinje yang besar

dan berbentuk seperti botol dan khas untuk serebelum. Dendritnya bercabang dan

memasuki lapisan molekular, sementara akson termielinasi menembus substansia

alba.

3. Lapisan granular, lapisan terdalam dan tersusun atas sel-sel kecil dengan 3-6

dendrit naik ke lapisan molekular dan terbagi atas 2 cabang lateral.

Gambar 2 - Lapis-lapis korteks serebelum

Medula Spinalis

Bagian luar medula spinalis merupakan substansia alba, sementara bagian

dalamnya merupakan substansia grisea, dengan bentuk menyerupai huruf H atau kupu-

kupu. Di bagian tengah substansia grisea terdapat kanal yang dinamakan kanalis sentralis.

Substansia alba berisi akson-akson yang merupakan jaras-jaras baik sensorik

maupun motorik yang meneruskan impuls saraf dari/atau otak dan organ-organ perifer.

Fasikulus-fasikulus jaras sensorik dan motorik terkelompokkan menjadi funikulus. Di

medula spinalis dapat ditemukan funikulus dorsal, ventral, dan lateral.

Substansia grisea mengandung perikarion dan banyak ditemukan sinaps neuron.

Wilayah ini dapat dikelompokkan menjadi tiga. Kornu anterior (ventral) adalah bagian

sayap yang gemuk dan banyak mengandung sel-sel motorik multipolar yang berbentuk

poligonal. Kornu posterior (dorsal) adalah bagian sayap yang lebih kecil dan banyak

ditemui sinaps dari saraf aferen, serta interneuron.

Kanalis sentralis merupakan saluran yang berhubungan dengan ventrikel keempat

otak, yang dilapisi oleh sel-sel ependimal.

Page 8: Makalah Case 1 Siap Print

Meninges

Otak dilindungi oleh kulit dan tengkorak, serta dengan meninges, yakni selaput

pelindung otak dan terdiri atas tiga lapisan. Sementara itu, medula spinalis juga dilindungi

oleh meninges.

Duramater, lapisan terluar meninges, merupakan lapisan yang tebal dengan kolagen

yang tinggi. Tersusun lagi atas dua lapis, yakni periosteal duramater, lapisan lebih luar,

terususun atas sel-sel progenitor, fibroblas. Lapisan ini menempel dengan permukaan dalam

tengkorak. Pembuluh darah ditemui dengan mudah di lapisan ini. Meningeal duramater,

sedikit mengandung pembuluh darah kecil dan dilapisi epitel selapis gepeng yang berasal

dari mesoderm pada permukaan dalamnya.

Kedua lapis duramater otak menyatu, namun memisah pada bagian-bagian tertentu,

membentuk sinus venosus.

Arachnoid adalah suatu lapisan tanpa pembuluh darah, tipis, serta halus. Lapis ini

mengandung fibroblas, kolagen, dan serat elastis.

Gambar 3 - Meninges

Sawar Darah Otak (Blood Brain Barrier)

Struktur yang membentuk lapisan “penyeleksi” zat-zat yang dapat berada di dalam

jaringan parenkim otak. Mekanisme ini sangat penting untuk menjaga kinerja otak dengan

optimal, mengingat perubahan sedikit saja pada lingkungan sekitar otak dapat

mengakibatkan gangguan, semisal konduksi saraf yang tidak berjalan dengan baik.

Page 9: Makalah Case 1 Siap Print

Sawar darah otak tersusun atas tiga komponen, yakni dinding sel endotel, di mana

terdapat tight junction (taut sekap) antarsel sehingga menghalangi lewatnya zat melalui

celah ini. Basal lamina sel endotel dan Kaki-kaki perivaskular astrosit juga mencegah

masuknya zat-zat tak diinginkan. Astrosit dapat membuang kelebihan ion K+ dan

neurotransmiter dari lingkungan sekitar neuron. Fungsi ini dapat mempertahankan

keseimbangan komposisi zat dan ion di ruang interselular SSP.

SISTEM SARAF TEPI

Sistem saraf tepi, selanjutnya disebut SST, tersusun atas akson-akson yang keluar

menuju organ efektor dan diorganisasikan menjadi saraf. Akson SST pada ummnya

termielinasi, sehingga terlihat berwarna putih.

Organisasi akson-akson saraf tepi menjadi berkas saraf melalui jaringan pengikat

Saraf-saraf tepi terdiri atas serabut-serabut saraf (akson) yang saling berkumpul

bersama, dan disatukan melalui jaringan penyambung, sehingga menghasilkan kumpulan

serabut saraf, disebut dengan fasikulus. Dalam satu fasikel pada umumnya mengandung

persarafan baik sensorik maupun motorik. Beberapa fasikulus membentuk bundel berkas

serat saraf. Bundel berkas serat saraf ini diikat oleh Epineurium, yakni suatu jaringan ikat

yang padat, tidak beraturan, tersusun mayoritas oleh kolagen dan sel-sel fibroblas.

Epineurium menyelimuti beberapa fasikulus yang bersatu membentuk saraf. Di epineurium

pula bisa ditemukan pembuluh darah. Ketebalan epineurium bervariasi, paling tebal di

daerah dura yang dekat dengan SSP, makin tipis hingga percabangan saraf-saraf ke arah

distal.

Perineurium adalah selaput pembungkus satu fasikulus yang tersusun atas jaringan

ikat padat kolagen yang tersusun secara kosentris, serta sel-sel fibroblas. Di bagian dalam

perineurium terdapat pula lapisan sel-sel epiteloid yang direkatkan melalui zonula

okludens; serta dikelilingi oleh lamina basal yang menjadikan suatu barrier (sawar) materi

bagi fasikulus.

Endoneurium adalah lapisan terdalam yang mengelilingi satu akson. Lapisan ini

tersusun ats jaringan ikat longgar (berupa serat retikuler yang dihasilkan oleh sel Schwann

yang bertanggung jawab untuk akson tersebut), sedikit fibroblas, dan serat kolagen. Di

daerah distal akson, endoneurium hampir tidak ada lagi, hanya menyisakan sedikit serat

retikuler yang menyertai basal lamina sel Schwann.

Page 10: Makalah Case 1 Siap Print

Gambar 4 – Organisasi dari akson hingga terbentuknya saraf

Gambar 5 - SC menggambarkan Sel Schwann dan RF menggambarkan serat retikuler

Ganglia

Ganglion merupakan kumpulan soma neuron (badan sel saraf) yang terletak di luar

SSP. (Disebut nukelus/nuklei jika terletak di SSP), Dikarenakan soma neuron motorik

berada di dalam SSP, hanya dikenal 2 macam ganglion, yakni ganglion otonom (kumpulan

soma neuron eferen viseral), dan ganglion sensorik (kumpulan soma neuron aferen).

Ganglion otonom merupakan “penghubung” antara saraf eferen praganglion yang

berasal dari SSP (dapat berasal dari kranial; ataupun spinal) dengan saraf eferen

pascaganglion yang akan menginervasi organ efektor viseral. Perlu diingat bahwa saraf

praganglion umumnya termielinasi, dan tidak untuk saraf pascaganglion (namun tetap

terlingkupi oleh envelope sel Schwann).

Page 11: Makalah Case 1 Siap Print

Dalam persarafan simpatis, saraf preganglion bersinaps dengan saraf postganglion

di: (1) ganglia yang berada di dekat medula spinalis, membentuk seperti suatu ranting

pohon, yang disebut dengan sympathetyic chain ganglia; atau (2) ganglia kolateral, yang

terletak di sepanjang aorta abdominal.

Persarafan parasimpatis memiliki ganglia yang terletak di dekat dengan efektor,

dikenal dengan sebutan ganglia terminal.

Ganglia (ganglion, tunggal) sensorik adalah kumpulan soma neuron aferen. Neuron

aferen ini terdiri atas saraf kranial V, VII, IX, X; serta setiap saraf spinal yang berasal dari

medula spinalis. Ganglia sensorik saraf spinal diberi nama dorsal root ganglia; sementara

ganglia sensorik kranial diberi nama sesuai dengan lokasi dan efektor. Ganglia sensorik

mengandung sel saraf unipolar (atau sering disebut pseudounipolar). Sel saraf demikian

mengandung cabang sentral yang masuk menuju SSP; dan cabang perifer yang pergi

menuju organ yang diinervasi. Sel kapsul berbentuk kubus melingkupi soma, dan sel-sel

kapsul ini dikelilingi jaringan penghubung yang tersusun atas sel-sel satelit dan serat

kolagen.

Anatomi Fisiologi Neuron

Neuron adalah unit dasar sistem saraf (Gibson, 2003). Sistem saraf melakukan

kontrol terhadap hampir sebagian besar aktivitas otot dan kelenjar tubuh untuk

mempertahankanhomeostasis. Neuron dikhususkan untuk menghasilkan sinyal listrik dan

biokimia cepat.Neuron juga mengolah, memulai, mengkode dan menghantarkan perubahan-

perubahan padapotensial membrannya sebagai suatu cara untuk menyalurkan pesan

dengan cepat melintasipanjangnya (Sherwood, 2001). Terdapat berjuta-juta neuron dalam

sistem saraf. Sel sarafbervariasi dalam bentuk dan ukuran berdasarkan fungsi yang

berbeda-beda (Gibson, 2003).

Sebuah neuron biasanya terdiri dari tiga bagian utama yaitu badan sel, dendrit danakson.

Nukleus dan organel-organel terdapat di badan sel, tempat berasalnya sejumlah

besarneuron yang dikenal sebagai dendrit. Dendrit adalah serat pendek seperti sikat yang

melekatpada bagian luar sel untuk membawa impuls ke arah badan sel. Pada sebagian

besar neuron,membran plasma badan sel dan dendrit mengandung reseptor-reseptor

protein untuk mengikatzat antara kimiawi dari neuron lain (Sherwood, 2001). Akson atau

serat saraf adalah seratyang dilalui impuls meninggalkan badan sel untuk ditransmisikan ke

sel lain. Setiap sel sarafmemiliki satu akson yang mempunyai panjang bervariasi dari

beberapa milimeter sampaibeberapa centimeter. Satu akson sering bercabang banyak

didekat ujungnya dan setiap ujungbatang membentuk pembesaran seperti kancing yang

Page 12: Makalah Case 1 Siap Print

merupakan bagian pengantar informasi.Setiap serat dilapisi selubung tipis disebut selubung

mielin yang merupakan substansi lemak.Mielinisasi serat dimulai pada bulan keenam masa

janin dan lengkap setelah lahir (Gibson,2003).

Mielin berfungsi sebagai insulator seperti karet yang membungkus kabel listrik

untukmencegah arus bocor menembus bagian membran yang bermielin. Mielin bukan

merupakanbagian dari sel saraf tetapi terdiri dari sel-sel pembentuk mielin yang terpisah

yangmembungkus diri mengelilingi akson. Sel-sel pembentuk mielin adalah

oligodendrositdisusunan saraf pusat (otak dan korda spinalis) dan sel schwann di sistem

saraf perifer (sarafyang berjalan diantara susunan saraf pusat dan berbagai bagian tubuh

lainnya). Daerah seratyang tidak dilapisi mielin disebut sebagai nodus ranvier. Serat-serat

bermielin menghantarkanimpuls lima puluh kali lebih cepat daripada serat tidak bermielin

untuk ukuran yang sama(Sherwood, 2001).

Impuls saraf adalah perubahan kimia elektrik kompleks yang berjalan

disepanjangserat saraf. Di dalamnya, ion (partikel bermuatan) bergerak dari bagian dalam

sebuah aksonke arah luar, dan ion lain bergerak dari luar ke dalam. Sinaps adalah titik

komunikasi antarasatu neuron dan neuron lain. Saat impuls tiba di sinaps, transmiter kimia

dibebaskan danmerangsang sel berikutnya. Diketahui terdapat sekitar 30 transmiter,

diantaranya asetilkolin,norepinefrin, dan dopamin. Setiap transmiter bekerja dengan aktivitas

sistem saraf yang berbeda (Gibson, 2003).

1. Mekanisme Penghantaran Impuls Saraf

Ada dua cara yang dilakukan neuron sensorik untuk menghantarkan impuls tersebut,

yakni melalui membran sel atau membran plasma dan sinapsis. Penghantaran Impuls Saraf

melalui membran plasma di dalam neuron, sebenarnya terdapat membran plasma yang

sifatnya semipermeabel. Membran plasma neuron tersebut berfungsi melindungi cairan

sitoplasma yang berada di dalamnya. Hanya ion-ion tertentu akan dapat bertranspor aktif

melewati membran plasma menuju membran plasma neuron lain. Apabila tidak terdapat

rangsangan atau neuron dalam keadaan istirahat, sitoplasma di dalam membrane plasma

bermuatan listrik negatif, sedangkan cairan di luar membrane bermuatan positif. Keadaan

yang demikian dinamakan polarisasi. Perbedaan muatan ini terjadi karena adanya

mekanisme transpor aktif yakni pompa natrium-kalium. Konsentrasi ion natrium (Na+) di luar

membrane plasma dari suatu akson neuron lebih tinggi dibandingkan konsentrasi di

dalamnya. Sebaliknya,konsentrasi ion kalium (K+) di dalamnya lebih besar daripada di luar.

Akibatnya, mekanisme transporaktif terjadi pada membran plasma. Kemudian, apabila

neuron dirangsang dengan kuat, permeabilitas membran plasma terhadap ion Na+ berubah

meningkat. Peningkatan permeabilitas membran ini menjadikan ion Na+ berdifusi ke dalam

membran, sehingga muatan sitoplasma berubah menjadi positif. Fase seperti ini dinamakan

Page 13: Makalah Case 1 Siap Print

depolarisasi atau potensial aksi . Sementara itu, ion K+ akan segera berdifusi keluar

melewati membrane Fase ini dinamakan repolarisasi. Perbedaan muatan pada bagian yang

mengalami polarisasi dan depolarisasi akan menimbulkan arus listrik. Kondisi depolarisasi

ini akan berlangsung secara terus-menerus, sehingga menyebabkan arus listrik. Dengan

demikian, impuls saraf akan terhantar sepanjang akson. Setelah impuls terhantar, bagian

yang mengalami depolarisasi akan mengalami fase istirahat kembali dan tidak ada impuls

yang lewat. Waktu pemulihan ini dinamakan fase refraktori atau undershoot

Kejang Demam

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh

(suhu rektal di atas 38 ◦c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (Konsensus

Penanganan Kejang Demam,UKK neurologi IDAI, 2005). Kejang demam sebagai kejang

yang terjadi pada masa anak-anak yang terjadi setelah usia satu bulan, berhubungan

dengan demam yang tidak disebabkan oleh infeksi sistem saraf pusat, tanpa adanya kejang

neonatal atau kejang tanpa sebab sebelumnya (The International League Against Epilepsy

(ILAE),1993). Konsesus The National Institute of Health (NIH) mendefinisikan kejang

demam sebagai sebuah peristiwa pada masa bayi dan anak-anak yang biasanya terjadi

antara usia 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tanpa adanya bukti

infeksi intrakranial atau penyebab kejang lainnya. Kejang demam ini terjadi pada 2% - 4 %

anak berumur 6 bulan – 5 tahun. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam,

kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang demam

harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa

demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk

dalam kejang demam. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun

mengalami kejang didahului demam, kemungkinan lain harus dipertimbangkan misalnya

infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam. Definisi ini menyingkirkan

kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti meningitis, ensefalitis atau ensefalopati.

Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis berbeda dengan kejang demam karena

keadaan yang mendasarinya mengenai sistem susunan saraf pusat.

A. Epidemilogi Kejang Demam

2-4% dari populasi anak 6 bulan - 4 tahun

80 – 90% merupakan kejang demam sederhana

20% kasus kejang demam kompleks

Page 14: Makalah Case 1 Siap Print

8% berlangsung > 15’

16% berulang dalam waktu 24 jam

Lebih sering pada anak laki-laki

Bila kejang demam sederhana yang pertama terjadi pada umur kurang dari 12 bulan,

maka risiko kejang demam ke dua 50 %,

Bi;a kejang demam sederhana pertama terjadi setelah umur 12 bulan, risiko kejang demam

ke dua turun menjadi 30%.

Setelah kejang demam pertama, 2-4 % anak akan berkembang menjadi epilepsy dan ini 4 kali

risikonya dibandingkan populasi umum.

(Baumer JH,2004)

B. Etiologi Kejang Demam

Terdapat interaksi 3 faktor yangmenyebabkan kejang demam :

1. Demam

2. Imaturitas otak

3. Predisposisi genetik

(IDAI, 2010; ILAE, 2005)

C. Faktor ResikoKejang Demam

Faktor risiko kejang demam pertama adalah demam. Selain itu terdapat faktor

riwayat kejang demam pada orangtua atau saudara kandung, perkembangan terlambatdan

kadar natrium rendah.

Faktor resiko kejang demam berulang:

1. Faktor resiko yang tetap:

a. Riwayat kejang demam di keluarga

b. Usia saat kejang demam pertama <18 bulan

c. Tingginya suhu tubuh saat kejang

d. Lamanya demam hingga terjadinya kejang

2. Faktor resiko yang possible

Riwayat keluarga yang mengalami epilepsy

3. Bukan faktor resiko

a. Abnormalitas neurodevelomental

b. Kejang demam kompleks

Page 15: Makalah Case 1 Siap Print

c. Lebih dari satu jenis bangkitan kejang

d. Jenis kelamin

e. Etnik

4. Rekurensi kejang demam

a. 50% dalam 6 bulan pertama

b. 75% dalam tahun pertama

c. 90% dalam tahun kedua

d. KD pertama <1 tahun : 50%

e. KD pertama >1 tahun : 28%

Lebih banyak faktor resiko yang didapatkan , lebih besar juga kemungkinan

terjadi rekurensi .

Resiko terjadinya epilepsy dikemudian hari sebesar 2-10%, jika:

a. Gangguan perkembangan saraf

b. Kejang demam kompleks

c. Riwayat epilepsy dalam keluarga

d. Lamanya demam hingga terjadinya kejang

e. Epilepsy mesial temporal , 40% pernah mengalami kejang demam kompleks.

(Garna Herry, Nataprawira M. Heda, 2012)

D. Klasifikasi Kejang Demam

1. Kejang demam sederhana

Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, umum, tonik dan

atau klonik , umumnya akan berhenti sendiri, tanpa gerakan fokal atau berulang dalam

waktu 24 jam

2. Kejang demam kompleks

Kejang demam dengan ciri (salah satu di bawah ini):

a. Kejang lama > 15 menit

b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial

c. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam

(ILAE, Commission on Epidemiology and Prognosis. Epilepsia 1993)

Page 16: Makalah Case 1 Siap Print

Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang

berulang lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang anak tidak sadar. (Nelson KB,

Ellenberg JH, 1978)

Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului

kejang parsial (Annegers JF, Hauser W, Shirts SB, Kurland LT, 1987)

Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari , diantara 2 bangkitan kejang

anak sadar (Shinnar S 1999).

E. Patogenesis

1. Demam

Kejang merupakan manifestasi klinik akibat terjdinya pelepasan listrik yang

berlebihan di sel neuron otak karena gangguan fungsi pada neuron tersebut baik berupa

fisiologi, biokimia maupun anatomi.

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak, diperlukan suatu

energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting

adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi, dimana oksigen disediakan dengan

perantaraan fungsi paru – paru dan diteruskan ke otak melalui kardiovaskuler. Jadi sumber

energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel

dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid

dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui

dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan

elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi

dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya.

Page 17: Makalah Case 1 Siap Print

Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka terdapat

perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga

keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na – K –

ATPase yang terdapat pada permukaan sel Keseimbangan potensial membran ini dapat

dirubah oleh adanya :

A. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler. 

B. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari

sekitarnya. 

C. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan

metabolisme basal 10% - 15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20 %. Pada

seorang anak berumur 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh,

dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Jadi pada kenaikan suhu tubuh

tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu

singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran tadi, dengan

akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga

dapat meluas ke seluruh sel maupun membran sel tetangganya dengan bantuan bahan

yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang

yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang. Pada anak dengan

ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38o C, sedangkan pada anak

dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40oC atau lebih. Dari

kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi

pada ambang kejang yang rendah, sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan

pada tingkat suhu berapa penderita kejang.

Demam dapat menimbulkan kejang melalui mekanisme sebagai berikut:

a. Demam dapat menurunkan nilai ambang kejang pada sel – sel yang belum matang / immature

b. Timbul dehidrasi sehingga terjadi gangguan elektrolit yang menyebabkan gangguan

permeabilitas membrane sel.

c. Metabolisme basal meningkat sehingga terjadi timbunan asam laktat dan CO2

d. yang akan merusak neuron

e. Demam meningkatkan Cerbral Blood Flow (CBF) serta meningkatkan kebutuhan oksigen dan

glukosa, sehingga menyebabkan gangguan pengaliran ion – ion keluar masuk sel.

Kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya

apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang

akibatnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme

anaerobik, hipertensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh

makin meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan

Page 18: Makalah Case 1 Siap Print

metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga

terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting

adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan

permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron

otak. Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang

yang berlangsung lama dapat menjadi “matang” di kemudian hari, sehingga terjadi serangan

epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan

kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsy (Behrman, Richard E., Robert M.

Kliegman,Arvin,2000).

Patogenesis Kejang Demam

Inflamasi( Infeksi )

demam

Peningkatan suhu tubuh

Metabolisme basal meningkat

Kebutuhan O2 meningkat

Glukosa ke otak menurun

Perubahan konsentrasi dan jenis ion

di dalam dan di luar sel

Difusi ion Na+ dan K+

Kejang

Durasi pendek Durasi lama

Page 19: Makalah Case 1 Siap Print

Sembuh Apnea

O2 menurun

Kebutuhan O2 meningkat

hipoxemia

Aktivitas otot meningkat

Hipoxia

Permeabilitas meningkat

Edema otak

Kerusakan sel neuron otak

Epilepsi

2. Imaturitas Otak

Tahap perkembangan otak dibagi menjadi 6 fase, neurulasi, perkembangan

prosensefali, proloferasi neuron, organisasi dan mielinisasi. Tahapan perkembangan otak

intrauteri dimulai pada fase neurulasi sampai migrasi neural. Fase perkembangan organisasi

dan mielinisasi masih berlanjut sampai bertahun-tahun sampai pascanatal. Sehingga kejang

demam terjadi pada fase perkembangan tahap organisasi sampai mielinisasi. Fase

perkembangan otak merupakan fase yang rawan apabila mengalami bangkitan kejang

terutama fase perkembangan organisasi meliputi: diferensiasi dan pemantapan neuron pada

subplate, pencocokan, orientasi, dan peletakan neuron pada korteks, pembentukkan

cabang neurit dan dendrit, pemantapan kontak di sinapsis, kematian sel terprogram,

Hiperkapnia

Hipotensi

arterial

Metabolisme otak meningkat

Page 20: Makalah Case 1 Siap Print

proliferasi dan diferensiasi sel glia. Pada proses diferensiasi dan pemantapan neuron pada

subplate, terjadi diferensiasi neurotransmitor eksitator dan inhibitor. Pembentukan reseptor

untuk eksitator lebih awal dibandingkan inhibitor. Pada proses pembentukkan cabang-

cabang akson ( dendrit dan neurit ) serta pembentukan sinapsis, terjadi kematian sel

terprogram dan plastisitas. Terjadi proses eliminasi sel neuron yang tidak terpakai. Sinapsis

yang dieleminasi sekitar 40%. Proses ini disebut regeresif. Sel neuron yang tidak terkena

proses kematian program bahkan terjadi pembentukan sel baru disebut palstisitas. Proses

tersebut terjadi sampai anak berusia 2 tahun. Apabila masa proses regresif terjadi bangkitan

kejang demam dapat mengakibatkan trauma pada sel neuron sehingga mengakibatkan

modifikasi proses regresif. Apabila pada fase organisasi ini terjadi rangsangan berulang-

ulang seperti kejang demam akan mengakibatkan aberrant palsticity, yaitu penurunan fungsi

GABA-ergic dan desensitisasi reseptor GABA dan serta sensitisasi reseptor esksitator. Pada

keadaan otak belum matang, reseptor untuk asam glutamat sebagai reseptor eksitator padat

dan aktif, sebaliknya reseptor GABA sebagai inhibitor kurang aktif, sehingga otak belum

matang eksitasi lebih dominan dibanding inhibisi. Corticotropin realising hormon (CRH)

merupakan neuropeptid eksitator, berpotensi sebagai prokonvulsan. Pada otak belum

matang kadar CRH di hipokampus tinggi. Kadar CRH tinggi di hipokampus berpotensi untuk

terjadi bangkitan kejang apabila terpicu oleh demam. Mekanisme homeostatis pada otak

belum matang atau masih lemah, akan berubah sejalan dengan perkembangan otak dan

pertambahan usia, meningkatkan eksitabilitas neuron. Atas dasar uraian di atas, pada masa

otak belum matang mempunyai eksitabilitas neural lebih tinggi dibandingkan otak yang

sudah matang. Pada masa ini disebut developtmental window dan rentan terhadap

bangkitan kejang. Eksitator lebih dominan dibandingkan inhibitor sehingga tidak ada

keseimbangan antara eksitator dan inhibitor. Anak mendapat serangan bangkitan kejang

pada usia awal developmental window mempunyai waktu lebih lama fase eskitabilitas neural

dibandingkan anak yang mendapatkan serangan kejang demam pada usia akhir masa

developmental window. Apabila anak mengalami stimulasi demam pada otak fase

ekstabilitas akan mudah terjadi bangkitan kejang. Developmental merupakan masa

perkembangan otak fase organisasi yaitu pada waktu anak berusia kurang dari 2 tahun

( Soetomenggolo, 2007 ).

F. Diagnosis

1. Anamnesa

a. Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu sebelum / saat

kejang, frekuensi, interval, pasca kejang, penyebab demam diluar susunan

saraf pusat.

Page 21: Makalah Case 1 Siap Print

b. Riwayat perkembangan, kejang demam dalam keluarga , epilepsy dalam

keluarga

c. Singkirkan penyebab kejang lainnya.

(IDAI SPM Kesehatan Anak , 2004)

2. Pemeriksaan Klinis

Pemeriksaan fisik ditujukan untuk mencari tanda-tanda meningitis, adanya defisit

neurologis, asimetris, atau stigmata kelainan neurokutaneous dan ganggauan metabolik.

Hasil pengukuran lingkar kepala dapat menjadi informasi penting.

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan, dan dapat dikerjakan untuk

mengevaluasi sumber infeksi atau mencari penyebab demam, seperti darah perifer, elektrolit

dan gula darah (Konsesus Penatalaksanaan Kejang Demam ,2006)

b. Pungsi lumba

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan

kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6 % - 6,7 % .

Pada bayi kecil sering manifestasi meningitis tidak jelas secara klinis, oleh karena itu

pungsi lumbal dianjurkan pada:

a. Bayi kurang dari 12 bulan : sangat dianjurkan dilakukan

b. Bayi antara 12-18 bulan : dianjurkan

c. Bayi > 18 bulan : tidak rutin

(Konsesus Penatalaksanaan Kejang Demam ,2006)

Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal

(Konsesus Penatalaksanaan Kejang Demam ,2006).

c. Elektroensefalografi

Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya

kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam.

Oleh karenanya tidak direkomendasikan.

Page 22: Makalah Case 1 Siap Print

Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak

khas. Misalnya: kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang

demam fokal. (Kesepakatan Saraf Anak,2005)

d. Pencitraan

Foto X-ray kepala dan neuropencitraan seperti Computed Tomography (CT) atau

Magnetic Resonance Imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan atas indikasi,

seperti:

a. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)

b. Parese nervus VI

c. Papiledema

(Konsesus Penatalaksanaan Kejang Demam ,2006)

G. Diagnosis Banding

1. Epilepsi yang disertai dengan demam

2. Meningitis

3. Ensephalitis

H. Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan kejang demam pada anak adalah untuk,

• Mencegah kejang demam berulang

• Mencegah status epilepsi

• Mencegah epilepsi dan / atau mental retardasi

• Normalisasi kehidupan anak dan keluarga.

1. Penatalaksanaan saat kejang

a. Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang

kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang, obat yang paling

cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara

intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3 - 0,5 mg/kg perlahan-lahan

dengan kecepatan 1 - 2 mg/menit atau dalam waktu 3 - 5 menit, dengan dosis

maksimal 20 mg.

Page 23: Makalah Case 1 Siap Print

Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah

diazepam rektal (level II-2, level II-3, rekomendasi B). Dosis diazepam rektal

adalah 0,5 - 0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat

badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau

diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis

7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun (lihat bagan penatalaksanaan kejang

demam).

b. Kejang yang belum berhenti dengan diazepam rektal dapat diulang lagi dengan

cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.

c. Bila 2 kali dengan diazepam rektal masih kejang, dianjurkan ke rumah sakit. dan

disini dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3 - 0,5 mg/kg.

d. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis

awal 10 - 20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg /kg/menit atau kurang dari 50

mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4 - 8 mg/kg/hari, yaitu 12

jam setelah dosis awal.

e. Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang

rawat intensif.

Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis

kejang demam dan faktor risikonya, apakah kejang demam sederhana atau

kompleks. (Konsesus Penatalaksanaan Kejang Demam, 2006)

Page 24: Makalah Case 1 Siap Print

Penjelasan:

a.Bila kejang berhenti, terapi profilaksis intermiten atau rumatan diberikan

berdasarkan apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan bagaimana

faktor risikonya.

b.Pemberian fenitoin bolus sebaiknya secara drip intravena (20 menit) dicampur

dengan cairan NaCl fisiologis, untuk mengurangi efek samping aritmia dan

hipotensi.

2. Mencari dan Mengobati Penyebab Demam

Page 25: Makalah Case 1 Siap Print

Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan

dengankenaikan suhu tubuh yang tinggi dan cepat yang disebabkan infeksi diluar susunan

sarafpusat, misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkhitis, furunkulosis dan lain – lain.

Mengobati penyebab yaitu dengan cara mengatasi infeksi – infeksi tersebut.

3. Pemberian obat pada saat demam

a. Antipiretik

Antipiretik pada saat demam dianjurkan, walaupun tidak ditemukan bukti bahwa

penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya kejang demam (level I, rekomendasi E).

Dosis asetaminofen yang digunakan berkisar 10 –15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan

tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5-10 mg/kg/kali ,3 - 4 kali sehari.

Asetaminofen dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang dari 18

bulan, meskipun jarang. Antipiretik pilihan adalah parasetamol 10 mg/kg yang sama

efektifnya dengan ibuprofen 5 mg/kg dalam menurunkan suhu tubuh. (Konsesus

Penatalaksanaan Kejang Demam, 2006)

b. Antikonvulsan

Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam

menurunkan risiko berulangnya kejang (1/3 - 2/3 kasus), begitu pula dengan diazepam

rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5 0C (level I, rekomendasi E).

Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang

cukup berat pada 25 – 39 % kasus.

Fenobarbital, karbamazepin, dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk

mencegah kejang demam. (Konsesus Penatalaksanaan Kejang Demam, 2006)

4. Pemberian Obat Rumatan

a. Indikasi pemberian obat rumat

Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri

sebagai berikut (salah satu):

a) Kejang lama > 15 menit

b) Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,

misalnya hemiparesis, paresis Todd, palsi serebral, retardasi mental,

hidrosefalus.

c) Kejang fokal

Page 26: Makalah Case 1 Siap Print

Pengobatan rumat dipertimbangkan bila:

a) Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam

b) Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan

c) Kejang demam > 4 kali per tahun

(Konsesus Penatalaksanaan Kejang Demam, 2006)

Penjelasan:

* Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam > 15 menit merupakan

indikasi pengobatan rumat

* Kelainan neurologis tidak nyata misalnya keterlambatan perkembangan ringan

bukan merupakan indikasi

* Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak mempunyai fokus

organik (Konsesus Penatalaksanaan Kejang Demam, 2006).

b. Jenis obat antikonvulsan

a) Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam

menurunkan risiko berulangnya kejang (level I).

Dengan meningkatnya pengetahuan bahwa kejang demam benign dan efek

samping penggunaan obat terhadap kognitif dan perilaku, profilaksis terus

menerus diberikan dalam jangka pendek, dan pada kasus yang sangat

selektif (rekomendasi D). Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat

menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar (40 - 50 %).

b) Obat pilihan saat ini adalah asam valproat meskipun dapat menyebabkan

hepatitis namun insidensnya kecil. Dosis asam valproat 15 - 40 mg/kg/hari

dalam 2 - 3 dosis dan fenobarbital 3 - 4 mg/kg per hari dalam 1 - 2 dosis.

(Konsesus Penatalaksanaan Kejang Demam, 2006)

c. Lama pengobatan rumat

Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara

bertahap selama 1-2 bulan. (Konsesus Penatalaksanaan Kejang Demam, 2006)

.

Page 27: Makalah Case 1 Siap Print

I. Edukasi pada orang tua

Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat

kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal.

Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya :

1. Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik

2. Memberitahukan cara penanganan kejang

3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali

Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat efek

samping obat (Konsesus Penatalaksanaan Kejang Demam, 2006)

Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang:

1. Tetap tenang dan tidak panik

2. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher

3. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan

muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah

tergigit, sebaiknya jangan memasukkan sesuatu kedalam mulut

4. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang

5. Tetap bersama pasien selama kejang

6. Berikan diazepam rektal dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti

7. Bawa kedokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih

(Konsesus Penatalaksanaan Kejang Demam, 2006)

J. Indikasi Rawat

1. KDK

2. Hiperpireksia

3. Usia < 6 bulan

4. Kejang demam pertama

5. Terdapat kelainan neurologis

(IDAI SPM Kesehatan Anak , 2004)

K. Prognosis

Dengan penangulangan yang tepat dan cepat, prognosis kejang demam baik dan

tidak perlu menyebabkan kematian. Resiko Berulangnya kejang demam sekitar 1/3 anak

dapat menglami kejang demam berulang, 10% dapat terjadi >3x. (Herry Garna, 2012)

Page 28: Makalah Case 1 Siap Print

Meningeal Sign

Pada meningitis atau terdapat darah di rongga subarakhnoid, dapat merangsang

selaput otak, dan terjadilah iritasi meningel

Manifestasi: sakit kepala, kuduk terasa kaku, fotofobia, hiperakusis, tungkai fleksi,

opistotonus

Selain itu juga memberikan beberapa gejala: Kaku kuduk, tanda Lasegue, Kernig,

Brudzinski I, Brudzinski II

a. Kaku Kuduk

Cara pemeriksaan:

Tempatkan tangan pemeriksa dibawah kepala pasien yang sedang berbaring

Tekukan kepala hingga mencapai dagu

Perhatikan ada atau tidaknya tahanan -> + bila ada tahanan

+ pada rangsang selaput otak, miositis otot kuduk, abses retrofaringeal, artritis servikal

Pada rangsang selaput otak tidak ditemukan tahanan saat rotasi

b. Tanda Lasegue

Cara pemeriksaan:

Pasien berbaring diminta meluruskan kedua tungkainya

Satu tungkai diangkat lurus hingga mencapai 70°

Bila sudah timbul sakit sebelum 70° maka tanda Lasegue +

+ pada rangsang selaput otak, isialgia, iritasi pleksus lumbosakral

c. Tanda Kernig

Cara pemeriksaan:

Pasien berbaring diminta meluruskan kedua tungkainya

Satu tungkai dibentuk sudut 90° pada persendian panggul

Tungkai bawah di ekstensikan hingga 135°

Page 29: Makalah Case 1 Siap Print

Bila terdapat tahanan dan nyeri sebelum 135°, maka tanda Kernig +

+ pada rangsang selaput otak (bilateral), HNP- lumbal (unilateral)

d. Tanda Brudzinski I

Cara pemeriksaan:

Tempatkan tangan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring

Tekukan kepala hingga mencapat dada

Bila terdapat fleksi kedua tungkai, maka tanda Brudzinski +

e. Tanda Brudzinski II

Cara pemeriksaan:

Pada pasien yang sedang berbaring, satu tungkai difleksikan pada persendian panggul

Bila tungkai yang satu lagi ikut terfleksi maka tanda Brudzinski II +

Gangguan Jiwa Pada Anak

Retardasi Mental

Adalah suatu keadaan perkembangan jiwa yang terhenti atau tidak lengkap, yang

terutama ditandai oleh terjadinya hendaya keterampilan selama masa perkembangan,

sehingga berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara berpengaruh pada tingkat

kecerdasan secara menyeluruh misalnya kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan sosial

Retardasi mental dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan jiwa atau ganguan fisik lainnya

Untuk diagnosis yang pasti, harus ada penurunan tingkat kecerdasan yang

mengakibatkan berkurangnnya kemampuan adaptasi terhadapap tuntutan dari lingkungan

sosial biasa sehari-hari

• Terdapat 6 jenis retardasi mental:

• Retardasi Mental Ringan

• Retardasi Mental Sedang

Page 30: Makalah Case 1 Siap Print

• Retardasi Mental Berat

• Retardasi Mental Sangat Berat

• Retardasi Mental Lainnya

• Retardasi Mental Yang Tidat Tergolongkan (YTT)

Retardasi Mental Ringan

• IQ antara 50 sampai 69

• Pemahaman dan penggunaan bahasa cendrung terlambat, masalah kemampuan

berbicara yang mempengaruhi perkembangan kemandirian dapat menetap sampai

dewasa

• Kebanyakan dapat mendiri penuh merawat diri dan mencapai ketrampilan praktis,

walau terlambat

• Kesulitan utama biasanya tampak dalam pekerjaan sekolah yg bersifat akademik

Retardasi Mental Sedang

• IQ antara 35 sampai 49

• Ada kesenjangan kemampuan, beberapa mencapai tingkat yg kebih tinggi, lainnya

canggung namun dapat mengadakan interaksi sosial dan percakapan sederhana

Retardasi Mental Berat

• IQ antara 20 sampai 34

• Pada umumnya mirip dengan retardasi mental sedang

• Kebanyakan menderita gangguan motorik yang mencolok menunjukan adanya

kerusakan atau penyimpangan perkembangan yang bermakna secara klinis dari

susunan saraf pusat

Retardasi Mental Sangat Berat

• IQ dibawah 20

Page 31: Makalah Case 1 Siap Print

• Pemahaman dan penggunaan bahasa terbatas, paling tinggi hanya mengerti

perintah dasar dan mengajukan permohonan sederhana

• Biasanya ada disabilitas neurologik dan fisik lain yang berat yang mempengaruhi

mobilitas, seperti epilepsi, dan hendaya daya lihat dan daya dengar

Retardasi Mental Lainnya

• Digunakan bila ada gangguan sensorik atau fisik misalnya buta, bisu, tuli, dll

Autisme

Adalah gangguan pervasif yang ditandai oleh adanya kelainan dan atau hendaya

perkembangan yang muncul sebelum usia 3 tahun dan dengan ciri kelainan fungsi dalam 3

bidang: interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku yang terbatas dan berulang Terdapat

hendaya kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik, berbentuk apresiasi yang tidak

adekuat terhadap isyarat sosio emosional, buruk dalam menggunakan isyarat sosial

Terdapat pula hendaya kualitatif dalam dalam komunikasi, berbentuk kurangnya

penggunaan bahasa yang dimiliki, keserasian yang buruk dan kurangnya interaksi timbal

balik dalam percakapan, kurangnya isyarat tubuh yang menekankan atau memberi arti

tambahan dlm komunikasi lisan

Juga ditandai oleh pola perilaku, minat dan kegiatan yang terbatas, berulang dan

stereotipik, terdapat penolakan terhadap perubahan dari rutinitas atau dalam detil dari

lingkungan hidup pribadi

Semua tingkatan IQ dapat ditemukan dalam hubungannya dengan autisme, tetapi

pada tiga perempat kasus secara signifikasi terdapat retardasi mentas

Gangguan Hiperkinetik

• Ciri-ciri utama adalah berkurangnya perhatian dan aktivitas berlebihan

• Berkurangnya perhatian tampak jelas dari terlalu dini dihentikannya tugas dan

ditinggalkannya suatu kegiatan sebelum tuntas selesai

• Hiperaktivitas dinyatakan dalam kegelisahan yang berlebihan, khususnya dalam

situasi yang menuntut keadaan relatif tenang, seperti ribut, lari-lari, lompat-lompat,

berputar-putar

Page 32: Makalah Case 1 Siap Print

Tumbuh Kembang Anak

TABLE 8-1   -- Developmental Milestones in the First 2 Yr of Life

MILESTONE AVERAGE AGE OF

ATTAINMENT (MO)

DEVELOPMENTAL IMPLICATIONS

GROSS MOTOR

Holds head steady while

sitting

2 Allows more visual interaction

Pulls to sit, with no head lag 3 Muscle tone

Brings hands together in

midline

3 Self-discovery of hands

Asymmetric tonic neck reflex

gone

4 Can inspect hands in midline

Sits without support 6 Increasing exploration

Rolls back to stomach 6.5 Truncal flexion, risk of falls

Walks alone 12 Exploration, control of proximity to

parents

Runs 16 Supervision more difficult

FINE MOTOR

Grasps rattle 3.5 Object use

Reaches for objects 4 Visuomotor coordination

Palmar grasp gone 4 Voluntary release

Transfers object hand to hand 5.5 Comparison of objects

Thumb-finger grasp 8 Able to explore small objects

Turns pages of book 12 Increasing autonomy during book time

Scribbles 13 Visuomotor coordination

Builds tower of 2 cubes 15 Uses objects in combination

Builds tower of 6 cubes 22 Requires visual, gross, and fine motor

coordination

COMMUNICATION AND LANGUAGE

Page 33: Makalah Case 1 Siap Print

MILESTONE AVERAGE AGE OF

ATTAINMENT (MO)

DEVELOPMENTAL IMPLICATIONS

Smiles in response to face,

voice

1.5 More active social participant

Monosyllabic babble 6 Experimentation with sound, tactile sense

Inhibits to “no” 7 Response to tone (nonverbal)

Follows one-step command

with gesture

7 Nonverbal communication

Follows one-step command

without gesture

10 Verbal receptive language (e.g.,“Give it

to me”)

Says “mama” or “dada” 10 Expressive language

Points to objects 10 Interactive communication

Speaks first real word 12 Beginning of labeling

Speaks 4–6 words 15 Acquisition of object and personal names

Speaks 10–15 words 18 Acquisition of object and personal names

Speaks 2-word sentences

(e.g.,“Mommy shoe”)

19 Beginning grammaticization, corresponds

with 50+ word vocabulary

COGNITIVE

Stares momentarily at spot

where object disappeared

2 Lack of object permanence (out of sight,

out of mind) [e.g., yarn ball dropped]

Stares at own hand 4 Self-discovery, cause and effect

Bangs 2 cubes 8 Active comparison of objects

Uncovers toy (after seeing it

hidden)

8 Object permanence

Egocentric symbolic play (e.g.,

pretends to drink from cup)

12 Beginning symbolic thought

Uses stick to reach toy 17 Able to link actions to solve problems

Pretend play with doll (e.g.,

gives doll bottle)

17 Symbolic thought

Page 34: Makalah Case 1 Siap Print

TABLE 8-2   -- Emerging Patterns of Behavior During the 1st Year of Life[*]

NEONATAL PERIOD (1ST 4 WK)

Prone: Lies in flexed attitude; turns head from side to side; head sags on ventral suspension

Supine: Generally flexed and a little stiff

Visual: May fixate face on light in line of vision;“doll's-eye” movement of eyes on turning of the

body

Reflex: Moro response active; stepping and placing reflexes; grasp reflex active

Social: Visual preference for human face

AT 1 MO

Prone: Legs more extended; holds chin up; turns head; head lifted momentarily to plane of body

on ventral suspension

Supine: Tonic neck posture predominates; supple and relaxed; head lags when pulled to sitting

position

Visual: Watches person; follows moving object

Social: Body movements in cadence with voice of other in social contact; beginning to smile

AT 2 MO

Prone: Raises head slightly farther; head sustained in plane of body on ventral suspension

Supine: Tonic neck posture predominates; head lags when pulled to sitting position

Visual: Follows moving object 180 degrees

Social: Smiles on social contact; listens to voice and coos

AT 3 MO

Prone: Lifts head and chest with arms extended; head above plane of body on ventral suspension

Supine: Tonic neck posture predominates; reaches toward and misses objects; waves at toy

Sitting: Head lag partially compensated when pulled to sitting position; early head control with

bobbing motion; back rounded

Reflex: Typical Moro response has not persisted; makes defensive movements or selective

withdrawal reactions

Social: Sustained social contact; listens to music; says “aah, ngah”

AT 4 MO

Page 35: Makalah Case 1 Siap Print

Prone: Lifts head and chest, with head in approximately vertical axis; legs extended

Supine: Symmetric posture predominates, hands in midline; reaches and grasps objects and brings

them to mouth

Sitting: No head lag when pulled to sitting position; head steady, tipped forward; enjoys sitting

with full truncal support

Standing: When held erect, pushes with feet

Adaptive: Sees pellet, but makes no move to reach for it

Social: Laughs out loud; may show displeasure if social contact is broken; excited at sight of food

AT 7 MO

Prone: Rolls over; pivots;crawls or creep-crawls (Knobloch)

Supine: Lifts head; rolls over; squirms

Sitting: Sits briefly, with support of pelvis; leans forward on hands; back rounded

Standing: May support most of weight; bounces actively

Adaptive: Reaches out for and grasps large object; transfers objects from hand to hand; grasp uses

radial palm; rakes at pellet

Language: Forms polysyllabic vowel sounds

Social: Prefers mother; babbles;enjoys mirror; responds to changes in emotional content of social

contact

AT 10 MO

Sitting: Sits up alone and indefinitely without support, with back straight

Standing: Pulls to standing position;“cruises” or walks holding on to furniture

Motor: Creeps or crawls

Adaptive: Grasps objects with thumb and forefinger; pokes at things with forefinger; picks up pellet

with assisted pincer movement; uncovers hidden toy; attempts to retrieve dropped object;

releases object grasped by other person

Language: Repetitive consonant sounds (“mama,” “dada”)

Social: Responds to sound of name; plays peek-a-boo or pat-a-cake;waves bye-bye

AT 1 YR

Motor: Walks with one hand held (48 wk); rises independently, takes several steps (Knobloch)

Page 36: Makalah Case 1 Siap Print

Adaptive: Picks up pellet with unassisted pincer movement of forefinger and thumb; releases object

to other person on request or gesture

Language: Says a few words besides “mama,” “dada”

Social: Plays simple ball game; makes postural adjustment to dressing

TABLE 9-1   -- Emerging Patterns of Behavior from 1 to 5 Yr of Age[*]

15 MO

Motor: Walks alone; crawls up stairs

Adaptive: Makes tower of 3 cubes; makes a line with crayon; inserts raisin in bottle

Language: Jargon;follows simple commands; may name a familiar object (e.g., ball)

Social: Indicates some desires or needs by pointing; hugs parents

18 MO

Motor: Runs stiffly; sits on small chair; walks up stairs with one hand held; explores drawers and

wastebaskets

Adaptive: Makes tower of 4 cubes; imitates scribbling; imitates vertical stroke; dumps raisin from

bottle

Language: 10 words (average); names pictures; identifies one or more parts of body

Social: Feeds self; seeks help when in trouble; may complain when wet or soiled; kisses parent

with pucker

24 MO

Motor: Runs well, walks up and down stairs, one step at a time; opens doors; climbs on furniture;

jumps

Adaptive: Makes tower of 7 cubes (6 at 21 mo); scribbles in circular pattern; imitates horizontal

stroke; folds paper once imitatively

Language: Puts 3 words together (subject, verb, object)

Social: Handles spoon well; often tells about immediate experiences; helps to undress; listens to

stories when shown pictures

30 MO

Motor: Goes up stairs alternating feet

Page 37: Makalah Case 1 Siap Print

Adaptive: Makes tower of 9 cubes; makes vertical and horizontal strokes, but generally will not join

them to make cross; imitates circular stroke, forming closed figure

Language: Refers to self by pronoun “I”; knows full name

Social: Helps put things away; pretends in play

36 MO

Motor: Rides tricycle; stands momentarily on one foot

Adaptive: Makes tower of 10 cubes; imitates construction of “bridge” of 3 cubes; copies circle;

imitates cross

Language: Knows age and sex; counts 3 objects correctly; repeats 3 numbers or a sentence of 6

syllables

Social: Plays simple games (in “parallel” with other children); helps in dressing (unbuttons

clothing and puts on shoes); washes hands

48 MO

Motor: Hops on one foot; throws ball overhand; uses scissors to cut out pictures; climbs well

Adaptive: Copies bridge from model; imitates construction of “gate” of 5 cubes; copies cross and

square; draws man with 2 to 4 parts besides head; identifies longer of 2 lines

Language: Counts 4 pennies accurately; tells story

Social: Plays with several children, with beginning of social interaction and role-playing;goes to

toilet alone

60 MO

Motor: Skips

Adaptive: Draws triangle from copy; names heavier of 2 weights

Language: Names 4 colors; repeats sentence of 10 syllables; counts 10 pennies correctly

Social: Dresses and undresses; asks questions about meaning of words; engages in domestic role-

playing

EPILEPSI

Page 38: Makalah Case 1 Siap Print

Epilepsi adalah suatu serangan mendadak, dengan manifestasi fisik seperti kejang-

kejang, gangguan sensorik, atau kehilangan kesadaran yang dihasilkan dari muatan listrik

abnormal di otak. Epilepsi dapat diklasifikasikan menurut etiologi (idiopatik/primer dan

sekunder), tempat asal kejang, manifestasi klinis (general atau fokal), frekuensi ( isolated,

siklik, repetitif) atau berdasar korelasi elektrofisiologis.

Epilepsi didefinisikan sebagai suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan (seizure)

berulang sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara intermiten, yang

disebabkan oleh lepasnya muatan listrik abnormal dan berlebihan di neuron-neuron secara

paroksismal, dan disebabkan oleh bermacam etiologi. Bangkitan epilepsi adalah manifestasi

klinik dari bangkitan serupa (stereotipik), berlangsung secara mendadak dan sementara

dengan atau tanpa perubahan kesadaran, disebabkan oleh hiperaktivitas listrik sekelompok

sel saraf di otak, bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut.

Etiologi

Etiologi epilepsi dapat dibagi menjadi :

1. Idiopatik : penyebabnya tidak diketahui, umumnya mempunyai predisposisi genetik.

2. Simptomatik : disebabkan oleh kelainan atau lesi susunan saraf pusat, misalnya

cedera kepala, infeksi SSP, kelainan congenital, gangguan peredaran darah otak,

toksik, metabolic, kelainan neuro-degeneratif.

Patofisiologi

Kejang epilepsi (serangan epilepsi, epileptic fit) dipicu oleh perangsangan sebagian

besar neuron secara berlebihan, spontan, dan sinkron sehingga menyebabkan aktivasi

fungsi motorik (kejang), sensorik (kesan sensorik), otonom (salivasi), atau fungsi kognitif

(kognitif, emosional) secara lokal atau umum.

Kejang epilepsi dapat bersifat lokal missal di gyrus precentralis kiri dengan neuron di

daerah tersebut yang mengatur kaki kanan (kejang parsial). Kejang dapat menyebar dari

tempat tersebut ke seluruh gyrus precentralis (epilepsi Jacksonian). Sebagai contoh, kram

klonik dapat menyebar dari kaki kanan ke seluruh tubuh bagian kanan (gerakan motorik

Jacksonian) tanpa pasien kehilangan kesadaran. Namun, jika kejang menyebar ke sisi tubuh

lainnya, pasien akan kehilangan kesadaran (kejang parsial dengan generalisasi sekunder).

Kejang umum primer selalu disertai hilangnya kesadaran. Kejang tertentu (absens) dapat

juga hanya menyebabkan kehilangan kesadaran yang terisolasi. Fenomena pemicunya

adalah depolarisasi paroksismal pada neuron tunggal (pergeseran depolarisasi

paroksismal). Hal ini disebabkan oleh pengaktifan kanal Ca2+. Ca2+ yang masuk mula-mula

akan membuka kanal kation yang tidak spesifik sehingga menyebabkan depolarisasi yang

berlebihan, yang akan terhenti oleh pembukaan kanal K+ dan Cl‾ yang diaktivasi oleh Ca2+.

Page 39: Makalah Case 1 Siap Print

Kejang epilepsi terjadi jika jumlah neuron yang terangsang terdapat dalam jumlah yang

cukup. Penyebab atau faktor yang memudahkan terjadinya epilepsi adalah kelainan genetic,

malformasi otak, trauma otak (jaringan parut di sel glia), tumor, pendarahan, atau abses.

Kejang juga dapat dipicu oleh keracunan (alkohol), inflamasi, demam, pembengkakan sel

atau pengerutan sel, hipoglikemia, hipomagnesemia, hipokalsemia, kurang tidur, iskemia

atau hipoksia, dan perangsangan berulang.

Perangsangan neuron atau penyebaran rangsangan ke neuron sekitarnya

ditingkatkan oleh sejumlah mekanisme selular.

Dendrit sel pyramidal mengandung kanal Ca2+ yang akan membuka pada saat

depolarisasi sehingga meningkatkan depolarisasi. Pada lesi neuron, akan lebih banyak

kanal Ca2+ yang diekspresikan. Kanal Ca2+ dihambat oleh Mg2+, sedangkan hipomagnesemia

akan meningkatkan aktivitas kanal ini. Peningkatan konsentrasi K+ ekstrasel akan

mengurangi refluks K+ melalui kanal K+. Hal ini berarti K+ mempunyai efek depolarisasi, dan

karena itu pada saat yang bersamaan meningkatkan pengaktifan kanal Ca2+. Dendrit sel

pyramidal juga didepolarisasi oleh glutamate dari sinaps eksitatorik. Glutamat bekerja pada

kanal kation yang tidak permeable terhadap Ca2+ (kanal AMPA) dank anal yang permeable

terhadap Ca2+ (kanal NMDA). Kanal NMDA normalnya dihambat oleh Mg2+.

Akan tetapi, depolarisasi yang dipicu oleh pengaktifan kanal AMPA akan

menghilangkan penghambatan Mg2+ (kerja sama dari kedua kanal). Jadi defisiensi Mg2+ dan

depolarisasi memudahkan pengaktifan kanal NMDA. Potensial membran neuron normalnya

dipertahankan oleh kanal K+. Syarat untuk hal ini adalah gradien K+ yang melewati membran

sel harus adekuat. Gradien ini dihasilkan oleh Na+/ K+ ATPse. Kekurangan energy (kurang

O2 atau hipoglikemia) akan menghambat Na+/ K+ ATPse sehingga memudahkan depolarisasi

sel.

Depolarisasi normalnya dikurangi oleh neuron inhibitorik yang mengaktifkan kanal K+

dan atau Cl‾ diantaranya melalui GABA. GABA dihasilkan oleh glutamate dekarboksilase,

yakni enzim yang membutuhkan piridoksin (vitamin B6) sebagai kofaktor. Defisiensi vitamin

B6 (kelainan genetik) memudahkan terjadinya epilepsy. Hiperpolarisasi neuron thalamus

dapat meningkatkan kesiapan kanal Ca2+ tipe-T untuk diaktifkan sehingga memudahkan

serangan absens.

Klasifikasi

Klasifikasi yang ditetapkan oleh International League Againts epilepsy (ILAE) terdiri

dari diua jenis klasifikasi, yaitu klasifikasi untuk jenis bangkitan epilepsy dan klasifikasi untuk

sindrom epilepsy. Klasifikasi ILAE 1981 untuk tipe bangkitan epilepsy:

1. Bangkitan parsial

a. Bangkitan parsial sederhana

Page 40: Makalah Case 1 Siap Print

i. Motorik

ii. Sensorik

iii. Otonom

iv. Psikis

b. Bangkitan parsial kompleks

i. Bangkitan parsial sederhana yang diikuti dengan gangguan kesadaran

ii. Bangkitan parsial yang disertai gangguan kesadaran saat awal bangkitan

c. Bangkitan parsial yang menjadi umum sekunder

i. Parsial sederhana yang menjadi umum tonik-klonik

ii. Parsial kompleks menjadi umum tonik-klonik

iii. Parsial sederhana menjadi parsial kompleks menjadi umum tonik-klonik

2. Bangkitan umum

a. Lena (absens)

b. Mioklonik

c. Klonik

d. Tonik

e. Tonik-Klonik

f. Atonik

3. Tak tergolongkan

Klasifikasi ILAE 1989 untuk epilepsi dan sindrom epilepsi:

1. Berkaitan dengan letak fokus

Idiopatik (primer)

- Epilepsi anak benigna dengan gelombang paku di sentrotemporal (Rolandik

benigna)

- Epilepsi pada anak dengan paroksismal oksipital

- Primary reading epilepsy“.

Simptomatik (sekunder)

- Lobus temporalis

- Lobus frontalis

- Lobus parietalis

- Lobus oksipitalis

- Kronik progesif parsialis kontinua

Kriptogenik

2. Umum

Idiopatik (primer)

Page 41: Makalah Case 1 Siap Print

- Kejang neonatus familial benigna

- Kejang neonatus benigna

- Kejang epilepsi mioklonik pada bayi

- Epilepsi absans pada anak

- Epilepsi absans pada remaja

- Epilepsi dengan serangan tonik klonik pada saat terjaga.

- Epilepsi tonik klonik dengan serangan acak.

Kriptogenik atau simptomatik.

- Sindroma West (Spasmus infantil dan hipsaritmia).

- Sindroma Lennox Gastaut.

- Epilepsi mioklonik astatik

- Epilepsi absans mioklonik

Simptomatik

- Etiologi non spesifik

- Ensefalopati mioklonik neonatal

- Sindrom Ohtahara

- Etiologi / sindrom spesifik.

- Malformasi serebral.

- Gangguan Metabolisme.

3. Epilepsi dan sindrom yang tak dapat ditentukan fokal atau umum.

Serangan umum dan fokal

- Serangan neonatal

- Epilepsi mioklonik berat pada bayi

- Sindroma Taissinare

- Sindroma Landau Kleffner

Tanpa gambaran tegas fokal atau umum

Epilepsi berkaitan dengan situasi

- Kejang demam

- Berkaitan dengan alkohol

- Berkaitan dengan obat-obatan

- Eklampsi.

- Serangan berkaitan dengan pencetus spesifik (reflek epilepsi)

Diagnosis

Diagnosis epilepsi ditegakkan atas dasar adanya gejala dan tanda klinik dalam bentuk

bangkitan epilepsi berulang (minimal 2 kali) yang ditunjang oleh gambaran epileptiform pada

Page 42: Makalah Case 1 Siap Print

EEG. Secara lengkap urutan pemeriksaan untuk menuju ke diagnosis adalah sebagai

berikut:

1. Anamnesis

a. Pola/bentuk bangkitan

b. Lama bangkitan

c. Gejala sebelum, selama dan pasca bangkitan

d. Frekuensi bangkitan

e. Faktor pencetus

f. Ada/tidak adanya penyakit lain yang diderita sekarang

g. Usia pada saat terjadinya bangkitan pertama

h. Riwayat pada saat dalam kandungan, kelahiran dan perkembangan bayi/anak

i. Riwayat terapi epilepsi sebelumnya

j. Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga

2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologik

Melihat adanya tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan dengan

epilepsi, seperti trauma kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan kongenital.

gangguan neurologik fokal atau difus, kecanduan alkohol atau obat terlarang dan

kanker.

3. Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai dengan indikasi

a. Pemeriksaan EEG

i. Rekaman EEG sebaiknya dilakukan pada saat bangun, tidur, dengan stimulasi

fotik, hiperventilasi, stimulasi tertentu sesuai pencetus bangkitan (pada epilepsi

refleks)

ii. Kelainan epileptiform EEG interiktal (di luar bangkitan) pada orang dewasa

dapat ditemukan sebesar 29-38%; pada pemeriksaan ulang gambaran

epileptiform dapat meningkat menjadi 59-77%.

iii. Bila EEG pertama normal sedangkan persangkaan epilepsi sangat tinggi, maka

dapat dilakukan EEG ulangan dalam 24-48 jam setelah bangkitan atau

dilakukan dengan persyaratan khusus, misalnya kurangi tidur, atau dengan

menghentikan obat anti epilepsi (OAE).

iv. Indikasi pemeriksaan EEG:

− Membantu menegakkan diagnosis epilepsi

− Menentukan prognosis pada kasus tertentu

− Pertimbangan dalam penghentian OAE

− Membantu dalam menentukan letak fokus

− Bila ada perubahan bentuk bangkitan dari bangkitan sebelumnya

b. Pemeriksaan pencitraan otak, dengan indikasi:

Page 43: Makalah Case 1 Siap Print

i. Semua kasus bangkitan pertama yang diduga ada kelainan struktural

ii. Adanya perubahan bentuk bangkitan

iii. Terdapat defisit neurologik fokal

iv. Epilepsi dengan bangkitan parsial

v. Bangkitan pertama di atas usia 25 tahun

vi. Untuk persiapan tindakan pembedahan epilepsi

c. Magnetic Resonance Imaging

i. Merupakan prosedur pencitraan pilihan untuk epilepsi dengan sensitivitas tinggi

dan lebih spesifik dibanding dengan CT Scan

ii. Dapat mendeteksi sklerosis hipokampus, disgenesis kortikal, tumor dan

hemangioma kavernosa

iii. Pemeriksaan MRI diindikasikan untuk epilepsi yang sangat mungkin

memerlukan terapi pembedahan

iv. Pemeriksaan laboratorium

Darah : hemoglobin, hematokrit, trombosit, apus darah tepi, elektrolit, kadar

gula darah, fungsi hati, ureum, kreatinin, dan lainnya sesuai indikasi

Cairan serebrospinal : bila curiga ada infeksi SSP

Pemeriksaan-pemeriksaan lain dilakukan atas indikasi misalnya kelainan

metabolik bawaan

Diagnosis Banding

1. Sinkope

Sinkope adalah keadaan kehilangan kesadaran sepintas akibat kekurangan

aliran darah kedalam otak dan anoksia. Sebabnya adalah tensi darah yang menurun

mendadak biasanya saat penderita sedang berdiri. Pada fase permulaan, penderita

menjadi gelisah, tampak pucat, berkeringat, merasa pusing, pandangan kabur.

Kesadaran menurun secara berangsur, nadi melemah, tekanan darah rendah.

Dengan dibaringkan horizontal penderita segera membaik.

2. Gangguan jantung

Gangguan fungsi dan irama jantung dapat timbul dalam serangan-serangan yang

mungkin pula mengakibatkan pingsan.

3. Gangguan sepintas peredaran darah otak

Gangguan sepintas peredaran darah dalam batang otak dengan macam-macam

sebab dapat mengakibatkan timbulnya serangan pingsan. Pada keadaan ini dijumpai

kelainan-kelainan neurologis seperti diplopia, disartria, ataksia, dan lain-lain.

4. Hipoglikemia

Page 44: Makalah Case 1 Siap Print

Hipoglikemia didahului rasa lapar, berkeringat, paltisipasi, tremor, mulut kering.

Kesadaran dapat menurun perlahan.

5. Histeria

Kejang fungsional atau psikologis sering terdapat pada wanita 7-15 tahun.

Serangan biasanya terjadi di hadapan orang-orang yang hadir karena ingin menarik

perhatian. Jarang terjadi luka-luka akibat jatuh, mengompol, atau perubahan pasca

serangan seperti terdapat pada epilepsi. Gerakan-gerakan yang terjadi menyerupai

kejang tonik klonik, tetapi bisa menyerupai sindroma hiperventilasi. Timbulnya

serangan sering berhubungan dengan stress.

6. Paralisis tidur

Biasanya terjadi kejang menjelang tidur atau bangun dan sering didahului

halusinasi visual dan auditoris. Serangan ini sering merekrutkan penderita karena ia

dapat bernafas, menggerakkan mata, namun tidak dapat bergerak. Sentuhan ringan

atau rangsang auditoris dapat mengakhiri paralisis tersebut yang biasanya

berlangsung hanya beberapa detik.

Komplikasi

Komplikasi kejang parsial komplek dapat dengan mudah dipicu oleh stress

emosional. Pasien mungkin mengalami kesulitan kognitif dan kepribadian seperti:

Personalitas : sedikit rasa humor, mudah marah, hiperseksual

Hilang ingatan : hilang ingatan jangka pendek karena adanya gangguan pada

hippocampus, anomia (ketidakmampuan untuk mengulang kata atau nama benda).

Kepribadian keras : agresif dan defensif

Komplikasi yang berhubungan dengan kejang tonik klonik meliputi:

Aspirasi atau muntah

Fraktur vertebra atau dislokasi bahu

Luka pada lidah, bibir atau pipi karena tergigit

Status epileptikus

Status epileptikus adalah suatu kedaruratan medis dimana kejang berulang tanpa

kembalinya kesadaran diantara kejang. Kondisi ini dapat berkembang pada setiap tipe

kejang tetapi yang paling sering adalah kejang tonik klonik. Status epileptikus mungkin

menyebabkan kerusakan pada otak atau disfungsi kognitif dan mungkin fatal.

Komplikasi meliputi:

− Aspirasi

− Aritmia

− Dehidrasi

− Fraktur

Page 45: Makalah Case 1 Siap Print

− Serangan jantung

− Trauma kepala

Pedoman Pengobatan Epilepsi

Untuk dapat mencapai hasil yang sebaik-baiknya, terdapat beberapa pedoman yang

perlu diperhatikan:

a. Diagnosis

Sebelum pengobatan dimulai, diagnosis epilepsi harus dipastikan. Penderita epilepsi

harus minum obat dalam jangka waktu lama sehingga perlu dipastikan bahwa diagnosis

ditegakkan dengan benar. Bila seorang pasien mengalami serangan lebih dari satu kali

dalam 12 bulan terakhir maka terapi dimulai. Jika pasien hanya mengalami satu kalis

erangan, pengobatan ditangguhkan bila tidak ada tanda-tanda lesi otak yang mendasarinya.

b. Jenis epilepsi

Menentukan jenis serangan penting sekali oleh karena jenis serangan tertentu

memerlukan obat antikonvulsi tertentu. Pada bangkitan parsial tipe sederhana diberi

karbamazepin, tipe kompleks diberi difenilhidantoin dan tipe umum sekunder diberi

fenobarbital. Sedangkan bangkitan umumtipe konvulsif diberi asam valproat, tipe mioklonik

diberi asam valproat, clonazepam atau nitrazepam. Dan tipe lena diberi etoksuksimid.

c. Usia

Beberapa obat mempunyai efek samping yang lebih besar bila diberikan pada anak

usia pertumbuhan, misalnya pada pemberian difenilhidantoin akan terjadi hipertrofi gigi.

Pemberian fenobarbital pada anak-anak dengan usia kurang dari 3 tahun sering terjadi

hiperkinetik serta efek teratogenik.

d. Keadaan sosial ekonomi

e. Faktor kepatuhan

Untuk dapat menjamin keberhasilan pengobatan sangat penting bahwa penderita

minum obat secara teratur dan untuk jangka waktu yang panjang sesuai dengan petunjuk

yang diberikan oleh dokter.

T

Tujuan utama terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup optimal untuk pasien

sesuai dengan perjalanan penyakit epilepsi dan disabilitas fisik maupun mental yang

dimilikinya. Untuk tercapainya tujuan tadi diperlukan beberapa upaya antara lain

Page 46: Makalah Case 1 Siap Print

menghentikan bangkitan, mengurangi frekuensi bangkitan tanpa efek samping/dengan efek

samping yang minimal, menurunkan angka morbiditas dan mortalitas.

Prinsip pemberian terapi farmakologis pada epilepsi adalah sebagai berikut:

a. Obat Anti Epilepsi (OAE) diberikan bila:

Diagnosis epilepsi sudah dipastikan (confirmed)

Terdapat minimal 2 bangkitan dalam satu tahun

Setelah pasien dan/atau keluarga menerima penjelasan tujuan

pengobatan

Pasien dan/atau keluarga telah diberitahu tentang kemungkinan

efek samping

b. Terapi dimulai dengan monoterapi menggunakan OAE pilihan sesuai

dengan jenis bangkitan dan jenis sindrom epilepsi.

c. Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahan sampai

dosis efektif tercapai atau timbul efek samping; kadar obat dalam plasma

ditentukan bila bangkitan tidak terkontrol dengan dosis efektif.

d. Bila dengan penggunaan dosis maksimum OAE bangkitan tidak

terkontrol, ditambahkan OAE kedua. Bila OAE kedua telah mencapai

kadar terapi, maka OAE pertama diturunkan perlahan dosisnya.

e. Penambahan OAE ketiga baru dilakukan setelah terbukti bangkitan tidak

dapat diatasi dengan penggunaan dosis maksimal kedua OAE pertama.

f. Pasien dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk dimulai terapi

bila kemungkinan kekambuhan tinggi, yaitu bila:

Dijumpai fokus epilepsi yang jelas pada EEG

Pada pemeriksaan CT Scan atau MRI otak dijumpai lesi yang

berkorelasi dengan bangkitan, misalnya meningioma, neoplasma

otak, AVM, abses otak dan ensefalitis.

Herpes

Kerusakan otak

Terdapat riwayat epilepsi pada saudara sekandung (bukan orang tua)

Riwayat bangkitan simptomatik

Terdapat sindrom epilepsi yang berisiko tinggi seperti JME (Juvenile

Myoclonic Epilepsy)

Riwayat trauma kepala terutama yang disertai penurunan kesadaran,

stroke, infeksi SSP

Bangkitan pertama berupa status epileptikus

g. Efek samping dan interaksi farmakokinetik antar-OAE perlu diperhatikan

Page 47: Makalah Case 1 Siap Print

Obat saraf golongan antikonvulsan atau obat epilepsi terbagi dalam 8 golongan yaitu:

a) Golongan Hidantoin: Fenitoin, Mefenotoin, Etotoin.

b) Golongan Barbiturat seperti Fenobarbital, Primidon.

c) Golongan Oksazolidindion: Trimetadion.

d) Golongan Sukstnimtd: Etosuksimid, Karbamazepin, Ox Carbazepine

e) Golongan Bcnzodiazepin: Diazepam, Klonazepam, Nitrazepam, Levetiracetam

f) Golongan Asam Valproat dan garamnya (Divalproex Na)

g) Golongan Phenyltriazine; Lamotrigine.

h) Golongan Gabapentin dan turunannya (Pregabalin).

i) Lainnya: Fenasemid, Topiramate.

Pemilihan OAE pada Pasien Remaja dan dewasa Berdasarkan Bentuk Bangkitan

Tipe Bangkitan OAE Lini I OAE Lini II / Tambahan OAE Lini III / Tambahan

Lena Valproat

Lamotrigin

Etosuksimid Levetiracetam

Zonisamid

Mioklonik Valproat Topiramat

Levetiracetam

Zonisamid

Lamotrigin

Clobazam

Clonazam

Fenobarbital

Tonik Klonik Valproat

Karbamazepin

Fenitoin

Fenobarbital

Lamotrigin

Okskarbazepin

Topiramat

Levetiracetam

Zonisamid

Pirimidon

Atonik Valproat Lamotrigin

Topiramat

Felbamat

Parsial Carbamazepin

Fenitoin

Fenobarbital

Okskarbazepin

Lamotrigin

Topiramat

Gabapentin

Valproat

Levetiracetam

Zonisamid

Pregabalin

Tlagabine

Vigabatrin

Felbamat

Pirimidon

Page 48: Makalah Case 1 Siap Print

Tidak

terklasifikasikan

Valproat Lamotrigin Topiramat

Levetiracetam

Zonisamid

Bila lebih dari satu jenis obat yang digunakan bersama, kemungkinan saling

mempengaruhi tentu ada. Obat yang sering berinteraksi dapat mengganggu konsentrasi

obat (Meninggikan kadar difenilhidantoin seperti isoniazid, khloramfenikcol, dikumarol,

asetazolmaid; adapula yang menurunkan kadar difenilhidantoin seperti karbamazepin,

diazepam, klonazepam) dan anti epilepsi dan obat yang diketahui menurunkan kadamya

oleh obat antiepilepsi (griseolfulvin warfarin, hormon steroid PII kontrasepsi, dan vitamin D

doksisiklin).

Efek samping obat dapat terjadi salam hubungan dengan dosis, keadaan yang

disebut suatu intoksikasi. Pada keracunan akut difenilhidantoin berturut-turut dapat terjadi

nystagmus. ataksia, dan bila kadar obat lebih tinggi lagi penurunan kesadaran. Pada

keracunan kronik obat-obat epilepsi dapat teijadi degenerasi sel serebelum, neurophaty

perifer, anemia megaloblastik, dan defisiensi vitamin D.17

Efek Samping OAE

Obat Efek samping yang

mengancam jiwa

Efek samping minor

Karbamazepin Anemia aplastik,

hepatotokisitas, sindrom

Steven Johnson, lupus

likesyndrome

Dizziness, ataksia, diplopia, mual,

kelelahan, lekopeni,

trombositopenia, ruam, gangguan

perliaku, tics

Fenitoin Anemia aplastik, gangguan

fungsi hati, sindroma Steven

Johnson, lupus like syndrome,

pseudolymphoma

Hipertrofi gusi, hirsutisme, ataksia,

nistagmus, diplopia, ruam,

anoreksia, mual, makrositosis,

neuropati perifer

Fenobarbital Hepatotoksik, ganggunan

jaringan ikat dan

sumsumtulang, sindroma

StevenJohnsons

Mengantuk ataksia, nistagmus,

ruam/ kulit, depresi, hiperaktif pada

anak, gangguan belajar

Page 49: Makalah Case 1 Siap Print

Asam Valproat Hepatotoksisitas,

hiperamonemia, leopeni,

trombositopeni, pankreatitis

Mual, muntah, rambut menipis,

tremor, amenore, peningkatan

berat badan, konstipasi

- — -Tevetiracetam Belum diketahui Mual, nyeri kepala, dizziness,

kelemahan, mengantuk, gangguan

perilaku

Gabapentin Belum diketahui Somnolen, kelelahan, ataksia,

dizziness, peningkatan berat

badan, gangguanperilaku pada

anakLamotrigin Sindrom Stevens Johnson,

gangguan hepar akut,

kegagalan multi organ

Ruam, dizziness, tremor, ataksia,

diplopia, pandangan kabur, nyeri

kepala, mual, muntah, insomnia

Okskarbazepin Ruam kulit Dizziness, ataksia, nyeri kepala,

mual, kelelahan, hiponatremia

Topiramat Batu ginjal, hipohidrosis,

gangguan fungsi hati

Gangguan kognitif, kesulitan

menemukan kata, dizziness, ataksia,

nyeri kepala, kelelahan, mual,

penurunan berat badan, parestesia,

glukoma

Zonizamid Batu ginjal, hipohidrosis,

ganemia apalstik

Mual, nyeri kepala, dizziness,

kelelahan, parestesia, ruam,

gangguan berbahasa