Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so
-
Upload
fitri-herma -
Category
Documents
-
view
230 -
download
0
Transcript of Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so
-
8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so
1/59
PREVAL
ANAPLAS
LALABA
PROG
ENSI DAN FAKTOR-FAKTOR RI
OSIS PADA SAPI BALI DI KELU
TA RILAU, KECAMATAN LALA
KABUPATEN SOPPENG
SKRIPSI
A. DYTHA PRAMITHA SAM
O11110104
AM STUDI KEDOKTERAN HE
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
SIKO
RAHAN
ATA,
AN
-
8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so
2/59
PREVALENSI DAN FAKTOR-FAKTOR RISIKO
ANAPLASMOSIS PADA SAPI BALI DI KELURAHAN
LALABATA RILAU, KECAMATAN LALABATA,
KABUPATEN SOPPENG
A. DYTHA PRAMITHA SAM
O11110104
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
Gelar Sarjana Kedokteran Hewan padaProgram Studi Kedokteran Hewan
Fakultas Kedokteran
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
-
8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so
3/59
-
8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so
4/59
PERNYATAAN KEASLIAN
1. Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : A. Dytha Pramitha Sam
NIM : O11110104
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa :
a. Karya skripsi saya adalah asli
b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari skripsi ini, terutama dalam bab
hasil dan pembahasan, tidak asli atau plagiasi, maka saya bersedia
dibatalkan dan dikenakan sanksi akademik yang berlaku.
2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat digunakan
seperlunya.
Makassar, 8 Juni 2015
A. Dytha Pramtha Sam
-
8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so
5/59
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 24 Juli 1992 di Ujung
Pandang dari ayahanda Alm. Drs. H. A. Samsul Bahri danibunda Dra. Hj. St. Hasnah. Penulis merupakan anak ketiga
dari tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di
Sekolah Islam Athirah pada tahun 2004, kemudian penulis
melanjutkan pendidikan ke SMP Islam Athirah dan lulus
pada tahun 2007. Pada tahun 2010 penulis menyelesaikan
pendidikan di SMA Islam Athirah. Penulis diterima di
Program Studi Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin pada tahun 2010.
-
8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so
6/59
ABSTRAK
A.DYTHA PRAMITHA SAM. Prevalensi dan Faktor-Faktor Risiko
Anaplasmosis pada Sapi Bali di Kelurahan Lalabata Rilau, Kecamatan Lalabata,
Kabupaten Soppeng. Dibimbing oleh FIKA YULIZA PURBA dan DWIKESUMA SARI.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi dan faktor-faktor
risiko Anaplasmosis pada sapi Bali di Kelurahan Lalabata Rilau, Kecamatan
Lalabata, Kabupaten Soppeng. Sampel darah dikoleksi dari 31 sapi bali pada
bulan November 2014. Sediaan ulas darah dibuat di atas gelas objek, difiksasi
dengan metanol absolut dan diwarnai dengan pewarnaan Giemsa, kemudian
diamati dengan mikroskop. Faktor-faktor risiko anaplasmosis yaitu manajemen
pemeliharaan, kondisi kandang, pengendalian vektor, dan pengetahuan peternak
dianalisis menggunakan chi-square dan Odds Ratio (OR). Hasil penelitianmenunjukkan bahwa prevalensi Anaplasmosis di Kelurahan Lalabata Rilau,Kecamatan Lalabata, Kabupaten Soppeng sebesar 3,2 %. Hasil Analisis chi-square menunjukkan bahwa manajemen pemeliharaan, kondisi kandang,pengendalian vektor, dan pengetahuan ternak tidak berhubungan dengan kejadian
Anaplasmosis, dikarenakan nilai p>0,05. Perhitungan kekuatan hubungan atau
Odds Ratio (OR) tidak dilanjutkan.
Kata kunci : prevalensi, faktor risiko, anaplasmosis, Lalabata Rilau, Soppeng
-
8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so
7/59
ABSTRACT
A.DYTHA PRAMITHA SAM. Prevalence and Risk Factors of Anaplasmosis on
Bali Cattle in Lalabata Rilau Village, Lalabata Sub-District, Soppeng Regency.
Supervised by FIKA YULIZA PURBA and DWI KESUMA SARI.
This research aimed to determined prevalence and risk factors of
Anaplasmosis on Bali cattle in Lalabata Rilau Village, Lalabata Sub-District,
Soppeng Regency. Blood samples were collected from 31 Bali cattle in November
2014. Blood smears were made on glass slide, fixation with methanol absolute
and stained with Giemsa stain and observed under microscop. The risk factors
which is maintenance management, cage condition, vector control, and knowledge
of breeder were analyzed with chi-square test and Odds Ratio (OR). The result of this research showed that prevalence of Anaplasmosis in Lalabata Rilau Village,
Lalabata Sub-District, Soppeng Regency is 3,2%. Result of chi-square testshowed maintenance management, cage condition, vector control, and knowledge
of breeder is not related with Anaplasmosis case, because of the value of p>0.05.
The calculation of Odds Ratio (OR) was not continued.
Keywords : Prevalence, Risk Factors, Anaplasmosis, Lalabata Rilau, Soppeng
-
8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so
8/59
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis haturkan kehadirat ALLAH SWT., berkat
Rahmat, Anugerah, Hidayah dan Kasih Sayang-Nya diseluruh alam ini, sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sampai tahap akhir. Semoga Rahmat dan
Salam-Nya selalu tercurah buat junjugan Nabiullah Baginda Muhammad
Rasulullah SAW., beserta Keluarga dan para sahabat Beliau yang telah
memberikan pondasi keimanan serta tauladan pada semua umat manusia.
Tidak sedikit hambatan dan tantangan penulis hadapi dalam menyelesaikan
penulisan skripsi ini namun berkat ketabahan, kesabaran dan dukungan dari
berbagai pihak, akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, dengan
segala kerendahan hati dan rasa hormat penulis menyampaikan ucapan terima
kasih yang tulus kepada :
1. Prof. DR. dr. Andi Asadul Islam, Sp.B selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin Makassar.
2. Prof. Dr. drh. Lucia Muslimin, M.Sc selaku Ketua Program Studi Kedokteran
Hewan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar
3. drh. Fika Yuliza Purba, M.Sc dan Dr. drh. Dwi Kesuma Sari selaku
pembimbing yang tak pernah lelah di sela-sela kesibukannya dan dengan
penuh kesabaran memberikan arahan, perhatian, motivasi, masukan, dan
dukungan moril kepada penulis4. drh. Dedy Rendrawan, M.P, drh. Meriam Sirupang dan drh. Djafar
Muhammad, B.Sc selaku penguji yang telah memberikan masukan serta
arahan untuk penyempurnaan penulisan skripsi ini.
5. drh. Hartono selaku dokter hewan dinas peternakan Kabupaten Soppeng serta
Bapak Muhammad Tang yang telah menerima dan membantu selama
melakukan penelitian.
6. Pak Gani dan Pak Hasyim selaku staf program studi kedokteran hewan yang
banyak membantu dalam pengurusan dan pengumpulan berkas.
7. Vivi Andrianty dan Darma sebagai teman seperjuangan yang melakukan
penelitian di Kabupaten Soppeng.
8. Sahabat terkeren dan terheboh yang selalu memberikan semangat, motivasi,dukungan serta kasih sayangnya, Anna, Eka Anny, Fatma, Nuni, Suci, Ulfa,
Ita, Dian, Cyka, Vivi, Yuli dan Rahayu.
9. Sahabat tersayang Ai, Rini, Nita, Widya, Icha, Devi, Shendy dan teman-teman
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu terima kasih atas kasih sayang,
doa, dan dukungan kepada penulis selama penyelesaian skripsi ini.
10. Teman-teman V-Generat10n yang teristimewa, junior, serta semua pihak yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang turut membantu dan
memberikan dukungan kepada penulis selama penyelesaian skripsi ini.
11. Terakhir ucapan teristimewa untuk kedua orang tua penulis yang terkasih dan
tersayang ayahanda Alm. Drs. H. A. Samsul Bahri dan Dra. Hj. St. Hasnah
atas segala doa, perhatian, kasih sayang, dorongan moral dan materi serta
-
8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so
9/59
segala nasehatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Juga
kepada kakak-kakakku tersayang Andi Dhedie dan istrinya, Kak Fitri, serta
Andi Dyah dan Suaminya, Kak Nono yang sangat membantu dalam
penyelesaian skripsi ini, terutama Kak Nono yang sudah meluangkan
waktunya untuk membimbing dan memberikan masukan dalam penyelesaianskripsi ini. Jasmine, keponakan tersayang yang telah mewarnai hari-hari
penulis dengan kelucuannya. Serta kepada keluarga besar yang telah
mendukung penulis.
Penulis sangat menyadari bahwa apa yang penulis paparkan dalam skripsi
ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, besar harapan penulis
kepada pembaca atas kontribusinya baik berupa saran dan kritik yang sifatnya
membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Makassar, 8 Juni 2015
Penulis
-
8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so
10/59
DAFTAR ISIDAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan Penelitian 2
1.4 Manfaat Penelitian 2
1.4.1 Manfaat Praktis 2
1.4.2 Manfaat Ilmiah 2
1.5 Ruang Lingkup Penelitian 2
1.6 Hipotesis Penelitian 3
1.7 Keaslian Penelitian 3
2 TINJAUAN PUSTAKA2.1 Sapi Bali 4
2.2 Parasit Darah 4
2.2.1 Anaplasmosis 5
2.2.2 Etiologi 5
2.2.3 Siklus Hidup 6
2.2.4 Penyebaran 7
2.2.5 Patogenesis 7
2.2.6 Gejala Klinis 8
2.2.7 Diagnosa 8
2.2.8 Diagnosa Banding 9
2.2.9 Pengendalian dan Pengobatan 10
2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Anaplasmosis 10
2.3.1 Manajemen Pemeliharaan 10
2.3.2 Kondisi Kandang 11
2.3.3 Pengendalian Vektor 11
2.3.4 Pengetahuan Peternak 12
2.4 Keadaan Geografis 12
2.5 Alur Penelitian 132.6 Variabel Penelitian 13
3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 143.2 Materi Penelitian 14
3.2.1 Sampel dan Teknik Sampling 14
3.2.2 Bahan 14
3.2.3 Alat 14
3.3 Metode Penelitian 15
3.3.1 Pengambilan Sampel Darah 15
3.3.2 Pewarnaan Sampel Ulas Darah 15
3.3.3 Pemeriksaan Sampel Ulas Darah 15
3.3.4 Analisis Data 15
3.3.4.1 Pengumpulan Data Melalui Kuesioner 15
3.3.4.2 Prosedur Analisis Data 15
-
8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so
11/59
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Variabel Penelitian 19
4.2 Analisis Faktor-Faktor Risiko Kejadian Anaplasmosis 21
5 KESIMPULAN DAN SARAN5.1 Kesimpulan 24
5.2 Saran 24
DAFTAR PUSTAKA 25
LAMPIRAN 30
-
8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so
12/59
DAFTAR TABEL
1 Distribusi Anaplasmosis pada Sapi Bali di Kelurahan Lalabata Rilau, 18
Kecamatan Lalabata, Kabupaten Soppeng
2 Deskripsi Variabel Penelitian Faktor-Faktor Risiko Anaplasmosis pada 19
Sapi Bali di Kelurahan Lalabata Rilau, Kecamatan Lalabata, Kabupaten
Soppeng
3 Analisis Faktor-Faktor Risiko Anaplasmosis pada Sapi Bali di Kelurahan 21
Lalabata Rilau, Kecamatan Lalabata Kabupaten Soppeng
DAFTAR GAMBAR
1 Gambaran Mikroskopik Anaplasmosis 52 a. Gambaran MIkroskopik Anaplasma centrale 6b.Gambaran Mikroskopik Anaplasma marginale 6
3 Siklus Hidup Anaplasma sp. 64 Transmisi Anaplasmosis 7
5 Gambaran Mikroskopik Babesiosis 9
6 Gambaran Miktoskopik Theileriosis 10
7 Hasil Pemeriksaan Sampel Ulas Darah dengan Pewarnaan Giemsa 17
8 Hasil Pemeriksaan Anaplasma sp. Dibandingkan dengan Literatur 17
DAFTAR LAMPIRAN
1 Gambar Pola Pemeriksaan Slide 30
2 Kuesioner 31
3 Data Hasil Kuesioner 33
4 Hasil Olah Data 36
5 Dokumentasi Penelitian 44
-
8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so
13/59
-
8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so
14/59
1
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peranan ternak dalam sistem usaha tani semakin diperhatikan dalam dekade
terakhir ini. Ternak memberikan kontribusi yang signifikan terhadap
kesejahteraan petani (Putro, 2004). Ternak sapi, khususnya sapi potong
merupakan salah satu sumber daya penghasil daging yang memiliki nilai ekonomi
tinggi, dan penting artinya bagi kehidupan masyarakat. Seekor atau kelompok
ternak sapi dapat menghasilkan berbagai macam kebutuhan, terutama bahan
makanan berupa daging, disamping hasil ikutan lainnya seperti pupuk kandang,
kulit dan tulang (Sudarmono dan Sugeng, 2008).Manajemen pemeliharaan ternak merupakan salah satu faktor penentu
produktivitas ternak. Pengendalian terhadap penyakit infeksius maupun non
infeksius seperti parasit sering diabaikan dan kurang diperhatikan karena serangan
yang tidak berbahaya umumnya tidak jelas dan serangan parasit kebanyakan
bersifat subklinik (Subronto, 2007). Dalam upaya perkembangan populasi ternak
terutama sapi, diperlukan langkah pengendalian penyakit, yaitu tindakan
pencegahan timbulnya patogenitas dari agen penyakit ke inangnya. Penyakit
ternak yang sering berasal dari parasit darah adalah Babesiosis, Theleriosis, dan
Anaplasmosis (Bilgic dkk., 2013). Penyakit tersebut dapat mengakibatkan
terjadinya penurunan bobot badan ternak, peningkatan kerentanan terhadap
penyakit lain, dan penurunan tingkat reproduksi sehingga dapat merugikan secaraekonomi (Benavides dan Sacco, 2007).
Anaplasmosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh Anaplasma sp.yang dapat bersifat akut dan kronis yang ditandai dengan adanya demam, anemia,
ikterus dan kekurusan tanpa hemoglobinuria. Hewan yang diserang oleh parasit
ini adalah sapi, kerbau, unta, babi, domba, kambing, anjing dan hewan liar. Di
Indonesia Anaplasmosis disebabkan oleh Anaplasma marginale. Pertama kaliditemukan pada kerbau (Blieck dan Kaligis, 1912). Penyakit ini ditularkan melalui
vektor caplak yaitu Boophilus microplus yang tersebar luas di KepulauanIndonesia (Zwart, 1959). Kejadian Anaplasmosis yang menyerang sapi juga telah
dilaporkan (Wilson dan Ronohardjo, 1984 ; Ronohardjo dkk., 1985). Di daerah
tropis dan sub-tropis pada umumnya Anaplasma marginale bersifat endemik (Sukanto, 1992 ; Solihat, 2002).
Berdasarkan data Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Soppeng,
kejadian Anaplasmosis pada ternak sapi mengalami peningkatan dalam tiga tahun
terakhir, yaitu tahun 2011 sebanyak lima kasus, tahun 2012 sebanyak sembilan
kasus, dan tahun 2013 sebanyak 17 kasus. Kejadian Anaplasmosis tertinggi pada
tahun 2013 terjadi di Kecamatan Lalabata. Kejadian Anaplasmosis di Kabupaten
Soppeng dilaporkan berdasarkan gejala klinis yang terlihat, maka pemeriksaan
laboratorium ulas darah perlu dilakukan.
Prevalensi Anaplasmosis pada sapi di Kabupaten Soppeng pada tahun 2014
penting untuk diketahui mengingat wilayah ini memiliki data kasus yang cukup
banyak pada tahun-tahun sebelumnya. Penelitian terhadap faktor-faktor penyebab
-
8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so
15/59
2
Anaplasmosis di Kelurahan Lalabata Rilau, Kecamatan Lalabata, Kabupaten
Soppeng juga perlu dilakukan sebagai dasar program pencegahan dan
pengendalian Anaplasmosis di wilayah tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut di atas, maka rumusan
masalah adalah berapa prevalensi Anaplasmosis pada sapi Bali di Kelurahan
Lalabata Rilau, Kecamatan Lalabata, Kabupaten Soppeng dan faktor-faktor risiko
apa yang mempengaruhi kejadian penyakit tersebut.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui berapa prevalensi dan faktor-faktorrisiko Anaplasmosis pada sapi Bali di Kelurahan LalabataRilau, Kecamatan
Lalabata, Kabupaten Soppeng.
1.4 Manfaat penelitian
1.4.1 Manfaat praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi Dinas
Peternakan Kabupaten Soppeng dan instansi terkait lainnya dalam mencegah dan
menanggulangi penyakit Anaplasmosis pada sapi.
1.4.2 Manfaat ilmiah
Hasil penelitian diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan
dan sebagai salah satu bahan bacaan yang berharga bagi peneliti berikutnya.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah :
1. Penelitian ini dibatasi lokasinya hanya di Kelurahan Lalabata Rilau,
Kecamataan Lalabata, Kabupaten Soppeng
2. Penelitian ini dibatasi lingkupnya pada manajemen pemeliharaan, kondisi
kandang, pengendalian vektor dan pengetahuan peternak yang mempengaruhi
kejadian Anaplasmosis pada sapi di Kelurahan Lalabata Rilau, Kecamatan
Lalabata, Kabupaten Soppeng.
3. Penelitian ini dibatasi pada subjek yaitu warga yang memiliki peternakan sapi
skala kecil.
-
8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so
16/59
3
1.6 Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini adalah
1. Prevalensi Anaplasmosis pada sapi bali di Kelurahan Lalabata Rilau,Kecamatan Lalabata, Kabupaten Soppeng adalah sebesar 2%.
2. Manajemen pemeliharaan, kondisi kandang, pengetahuan peternak dan
pengendalian vektor berpengaruh terhadap kejadian Anaplasmosis.
1.7 Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai prevalensi dan faktor-faktor risiko Anapalsmosis di
Kelurahan Lalabata Rilau, Kecamatan Lalabata, Kabupaten Soppeng belum
pernah dilakukan. Penelitian mengenai parasit darah di Indonesia telah banyak
dilakukan seperti halnya Ichsan (2014) Prevalensi, Derajat Infeksi, dan FaktorRisiko Infeksi Parasit Darah pada Sapi Potong di Kecamatan Cikalong,
Tasikmalaya dan Anggaraini (2013) Kajian Penyakit Parasit Darah pada Sapi
Potong Peternakan Rakyat di Kecamatan Ujungjaya, Kabupaten Sumedang, Jawa
Barat.
-
8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so
17/59
4
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sapi Bali
Sapi Bali ( Bos sondaicus) merupakan sapi Bali asli Indonesia yang didugasebagai hasil domestikasi (penjinakan) dari banteng liar. Sebagian ahli yakin
bahwa domestikasi tersebut berlangsung di Bali sehingga disebut sapi Bali. Sapi
Bali menyebar ke pulau-pulau di sekitar pulau Bali melalui komunikasi antar raja-
raja pada zaman dahulu. Sapi Bali telah tersebar hampir di seluruh provinsi di
Indonesia dan berkembang cukup pesat di daerah karena memiliki beberapa
keunggulan. Sapi Bali mempunyai daya adaptasi yang baik terhadap lingkungan
yang buruk seperti daerah yang bersuhu tinggi, mutu pakan yang rendah, dan lain-lain. Tingkat kesuburan (fertilitas) sapi Bali termasuk amat tinggi dibandingkan
dengan sapi lain, yaitu mencapai 83%, tanpa terpengaruh oleh mutu pakan.
Tingkat kesuburan (fertilitas) yang tinggi ini merupakan salah satu keunikan sapi
Bali (Guntoro, 2002).
Sapi Bali merupakan penyumbang daging terbesar dari kelompok
ruminansia terhadap produksi daging nasional. Usaha sapi Bali mempunyai
potensi yang besar untuk dikembangkan sebagai usaha masyarakat pedesaan,
untuk peningkatan kesejahteraan yang pada gilirannya dapat mencapai
swasembada daging (Bandini, 2003). Sapi potong (sapi Bali) telah lama dipelihara
oleh sebagian masyarakat sebagai tabungan dan tenaga kerja untuk mengolah
tanah dengan manajemen pemeliharaan secara tradisional (Suryana, 2009).
2.2. Parasit Darah
Parasit darah merupakan salah satu penyebab penyakit ternak yang cukup
penting dan bersifat endemik sehingga dapat menimbulkan kerugian ekonomi
cukup besar antara lain berupa penurunan berat badan, penurunan kualitas produk
ternak, dan kematian ternak. Jenis-jenis penyakit parasit darah yang penting di
Indonesia antara lain Babesiosis, Anaplasmosis, dan Theileriosis. Penyebaran
parasit ini tergantung dari populasi caplak di daerah tersebut (Soulsby, 1982) dan
dipengaruhi oleh kondisi geografis, iklim, cuaca, sosial budaya, dan sosialekonomi di daerah tersebut (Brotowidjoyo, 1987).
Hewan yang terinfeksi parasit darah akan menimbulkan kerugian bagi
peternak antara lain berupa penurunan bobot badan, pertumbuhan terhambat,
biaya pengendalian yang harus dikeluarkan, dan terjadinya kematian (Nasution,
2007). Banyaknya kerugian yang diakibatkan oleh parasit tersebut dan cepatnya
transmisi parasit ke ternak maka perlunya dilakukan identifikasi parasit secara
berkelanjutan. Indonesia sebagai negara tropis merupakan lingkungan yang baik
bagi perkembangan parasit, sehingga parasit pada ternak merupakan kendala
biologis yang sulit diatasi, terutama pada peternakan tradisional
(Partoutomo,2004).
-
8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so
18/59
Anaplasma smenyebabkan Tick-Btelah digolongkan k
spesies, Anaplasma
terbatas pada ternak (
2.2.1 Anaplasmosi
Anaplasmosis
ternak yang ditanda
bersamaan dengan in
2.2.2 Etiologi
Anaplasmosis
marginale, Paranapsedangkan Anaplasm Wright atau Giemsa,
diameter 0,1-1,0 mik
Taksonomi An Filum : Prot Kelas : AlphOrdo : Rick Famili : AnaGenus : Ana
Anaplasma sp.dan menyebabkan Aadalah Boophilus, Rdkk., 2004).
. telah lama digolongkan kedalamorne Disease, tapi saat ini secara taksonom
dalam Rickettsia (Seddon, 1966). Salah s
marginale adalah patogen terutama pada
Durrani dan Goyal, 2010).
s
merupakan penyakit infeksius yang ditular
i dengan anemia. Infeksi Anaplasma sp.feksi Babesia sp.. (Astyawati, 2005).
Gambar 1. Gambaran Mikroskopoik Anaplasm
(Mafra, 2015)
mumnya disebabkan oleh Anaplasma cent lasma caudate, Paranaplasm adiscoides a centrale pada umumnya tidak patogen. Detitik tersebut berwarna merah cerah atau m
ron (Pane, 1993).
plasma menurut Dumler dkk. (2001) adalahbacteri
a Protobacteriattsialeslasmataceaelasma
berukuran kecil 0.3-0.4 µm, berbentuk koknaplasmosis (Boone dkk., 2001).Vektor dar
ipicephalus, Hyalomma, Dermacentor , da
5
protozoa, yang
i Anaplasma sp. atu dari banyak
api tetapi tidak
an pada hewan
biasanya dapat
sis
rale, Anaplasma ersifat patogen,
ngan pewarnaan
erah tua, dengan
sebagai berikut:
oid sampai elips i Anaplasma sp. Ixodes (Kocan
-
8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so
19/59
Gambar 2. (a) Gamba
Anaplasm
2.2.3 Siklus hidup
Gambar
Sel darah mer
yang mengandung
marginale berkembtermasuk kelenjar sal
darah (Kocan, 1986
Anaplasma margina (dense) ditemukan(reticulated ) muncul
berubah menjadi ben
a
ran Mikroskopik Anaplasma centrale, (b) Gambmarginale (Sherry, 2012)
3. Siklus Hidup Anaplasma sp. (Kocan, dkk. 20
h yang terinfeksi ikut bersama darah yan
naplasma marginale ke sel-sel usus. Setng di sel-sel usus, banyak jaringan yang
iva, dimana yang menyebarkan ke vertebrat
; Kocan, dkk. 1992, dan Ge, dkk. 1996).
le yaitu bentuk vegetatif (reticulated ) dadi dalam sel caplak yang terinfeksi.
pertama kali dengan pembelahan biner. Be
tuk padat (dense) yang merupakan bentuk i
b
6
aran Mikroskopik
3)
dihisap caplak
elah Anaplasma ikut terinfeksi,
saat menghisap
Dua bentuk dari
n bentuk padat
entuk vegetatif
ntuk reticulated
fektif dan dapat
-
8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so
20/59
bertahan hidup di lu
padat disebarkan ket
dkk., 2004)
2.2.4 Penyebaran
Larva, nimfa d
Infeksi kemungkinan
lainnya. Kebanyakan
berada di ladang pen
dengan yang tidak s
jumlah sedikit darah
vaksinasi dan pen
menggunakan alat-al
dalam kelompok (Ra
2.2.5 Patogenesis
Tahapan infeks
yakni inkubasi, per
dimulai ketika Anap darah total (Kocan d
tidak menunjukkan
gejala klinis akibat
menurun serta menin
Stadium perse
melewati stadium inksel darah merah, dan
tersebut bisa menja
domestik sehat lainn
inang, kemudian ma
pembelahan biner.
bersifat menular pad
stadium perkemban
(Kocan dkk., 2010).
Patogenitas An
sapi mengalami infe
Pada ternak dewas
ar sel. Sapi terinfeksi Anaplasma margina ika caplak meghisap darah melalui kelenj
n caplak dewasa dapat menyebarkan Anapl menyebar ketika hewan yang terinfeksi me
terjadi ketika caplak mengerumuni sekelo
ggembalaan. Menggabungkan sapi yang di
eharusnya dihindari. Anaplasmosis dapat
yang terinfeksi. Prosedur dari pemotongan
umpulan sampel darah yang tidak se
at operasi dan jarum dari sapi yang teinfeksi
unz, 2008).
ambar 4. Transmisi Anaplasmosis (Radunz, 20
i Anaplasmosis pada mamalia dibagi menja
kembangan, persembuhan, dan karier. St
lasma sp. mulai menginfeksi sel darah hinkk., 2010). Pada stadium inkubasi sel darah
gejala klinis. Stadium perkembangan mul
anifestasi gangguan sel darah merah, dan h
gkatnya level parasitemia.
buhan dan karier akan dialami hewan teri
ubasi dan perkembangan. Pada stadium pershemoglobin kembali ke rentang normal, ak
i karier dan menjadi sumber Anaplasm
a. Agen masuk melalui gigitan caplak terin
uk kedalam eritrosit melalui proses endosit
asil pembelahan dikeluarkan melalui per
a eritrosit lainnya (Fooley dan Biberstein,
an caplak memiliki potensi menyebarkan
aplasmosis sangat bervariasi tergantung p
ksi ringan dengan sedikit kematian atau ti
penyakit yang dialami sangat hebat,
Transfer caplak
Hewan yang terinfeksi Hewan yang sehat
7
le ketika bentuk r saliva (Kocan
sma Marginale. nginfeksi hewan
pok sapi ketika
erumuni caplak
enyebar dalam
tanduk, kastrasi,
purna dengan
dapat menyebar
08)
i empat stadium
adium inkubasi
gga 1% dari sel
terlihat lisis tapi
ai menunjukkan
emoglobin yang
feksi jika dapat
embuhan jumlah an tetapi hewan
sis bagi hewan
feksi pada tubuh
osis, dan terjadi
ukaan sel dan
2004). Seluruh
Anaplasma sp.
da umur. Anak
ak sama sekali.
angka kematian
-
8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so
21/59
8
mencapai 20-50%. Semua jenis dan tipe ternak dapat terkena parasit ini (Yudhie,
2009).
2.2.6 Gejala klinis
Anaplasmosis dibagi menjadi empat bentuk yaitu, bentuk ringan, perakut,
akut dan kronis. Menurut Christensen (1956) bentuk ringan biasanya menyerang
anak sapi sampai umur satu tahun dan gejalanya sering tidak teramati. Kalaupun
dapat terlihat gejalanya hanya bersifat sementara seperti depresi, kehilangan nafsu
makan, bulu suram, penurunan kondisi tubuh, konstipasi dan kadang-kadang
keluar eksudat mukopurulen dari mata dan hidung.
Bentuk perakut merupakan bentuk paling hebat, biasanya fatal dan hewan
yang diserang mati beberapa jam setelah penularan. Sapi yang diserang seringkali
diatas umur tiga tahun terutama sapi ras murni atau sapi-sapi yang bereproduksi
tinggi. Gejala yang nampak terutama depresi hebat, seringkali terlihat gerakan
inkoordinasi, demam tinggi, hipersalivasi, respirasi cepat dan aliran susu terhenti(Ristic, 1977).
Bentuk akut adalah bentuk yang sering ditemukan. Serangannya yang
paling hebat ditemukan pada sapi-sapi pada puncak pertumbuhannya. Gejala yang
terlihat adalah kenaikan suhu tubuh menjadi 400C ataupun lebih, walaupun
demam ini kurang nyata pada beberapa kasus, kemudian depresi, respirasi
dipercepat, nafsu makan berkurang, pulsus meningkat, konstipasi, atoni rumen
dan aliran susu terhambat (Christensen, 1956).
Selama penyerangan eritrosit dan anemia berkembang, terjadi kepucatan
selaput lendir, takipnea, pulsus juga dipercepat dan temperatur tubuh menurun
sampai tingkat demam ringan atau suhu normal. Pada puncak gejala anemia,
terjadi kepucatan dan ikterus pada selaput lendir secara umum seperti pada
kelopak mata, dan puting, kemudian jantung berdebar keras dengan pulsus
meningkat sampai 150 atau lebih serta kelemahan dan kekurusan. Gejala lain
adalah keluarnya eksudat mukopurulen dari hidung, saliva, tremor otot, kehausan
dan kelemahan hebat. Abortus dapat terjadi pada sapi bunting. Selama terjadi
regenerasi dari eritrosit-eritrosit, hewan mengalami periode penyembuhan yang
panjang untuk kembali memulihkan kondisi dan mengembalikan fungsi-fungsi
normalnya.
Anaplasmosis bentuk kronis dapat terjadi sebagai lanjutan serangan akut
yang hebat pada hewan yang tenaga dan kemampuan regenerasi darahnya kurang,
sehingga pada kasus ini hilangnya badan-badan Anaplasma sangat lambat sesuaidengan terbentuknya eritrosit-eritrosit muda. Gejala yang nampak adalah
anoreksia, kehausan, pulsus meningkat, ikterus dan kekurusan yang berlangsung
selama beberapa minggu sampai beberapa bulan sehingga persembuhannya
lambat. Sapi-sapi yang mengalami bentuk kronis ini tidak pernah kembali pada
berat badan dan produksi susunya yang normal. Kematian bisa terjadi jika anemia
dan ikterus sangat hebat (Christensen, 1956).
2.2.7 Diagnosa
Metode yang digunakan untuk menguji infeksi Anaplasma marginale pada
sapi menggunakan cara langsung dan tidak langsung. Metode langsung dengan
-
8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so
22/59
mendeteksi organis
pewarnaan Giemsa d
dengan mendeteksi
marginale, diantaran
Linked Immunosorantibodi dari Major S
teknik yang paling s
sakit klinikal, selam
terdeteksi secara mi
(PCR) mendeteksi
berkolerasi dengan l
adalah dengan Indir
Test (CFT) (Radostit
Diagnosis pada
akut, 10 sampai 50
pewarnaan Giemsa Anaplasma sp.. Padbadan intraeritrositik
garis eritrosit (Anoni
2.2.8 Diagnosa ba
1. Babesiosis
Babesia sp. ad Babesia sp. yang Babesia divergens,menyebabkan penya
Texas Fever, Redmenginfeksi sapi ya
bovis (Levine, 1970seluruh dunia terma
tahun 1888. Babesia
piriform, dan berpas
Babesiosis dicirikan
hemoglobinuria, spl
Radostits dkk., 2000
Gambar
e atau DNA, diantaranya evaluasi dari ul
an Polymerase Chain reaction (PCR). Metod
antibodi yang langsung melawan anti
ya Card Aglutinatiom Test (CAT) and Com
ent Assay (cELISA) berdasarkan detekurface Protein 5 (MSP5). Diagnosa dengan
ensitif ketika digunakan untuk mengevaluas
fase akut penyakit (Eriks dkk., 1989), teta
roskopik pada infeksi kronis. Polymerase
NA parasit dan jumlah relatif dari DNA
vel parasitemia (Barbet dkk., 1987)) Meto
ct Flourescent Antibody (IFA) dan Com
s dkk., 2007)
Anaplasmosis berdasarkan pada gejala klini
% sel darah merah dapat terinfeksi. Ula
adalah cara yang sederhana untukulasan darah Anaplasma marginale terli
sekitar 0.3-1.0 µm dalam posisi diameter at
m, 2008).
ding
lah parasit darah yang dapat menyebabkan
enginfeksi sapi adalah Babesia bigemina, Babesia argentina, Babesia major .
it yang serius pada sapi, yaitu penyakit Cater Fever, dan Piroplasmosis. Babesia spg ada di Indonesia adalah Babesia bigemi
). Babesia sp. merupakan parasit darahsuk di Indonesia, dan ditemukan pertama
memiliki morfologi berbentuk bulat sepert
ngan dengan ukuran sebesar 1.5-2.5 µm (D
dengan fase akut yang menimbulkan
enomegali dan demam sampai 42ºC (K
; Saleh, 2009).
. Gambaran Mikroskopik Babesiosis (Anonim,
9
s darah dengan
e tidak langsung
gen Anaplasma etitive Enzyme-
i dari spesifik las darah adalah
i hewan dengan
pi parasit jarang
Chain Reaction
terdeteksi yang
e diagnosa lain
lement Fixation
s. Pada kejadian
s darah dengan
mengidentifikasi at padat, bulat,
au dekat dengan
abesiosis. Jenis
Babesia bovis, Babesia dapat
ttle Tick Fever, . yang biasanya
na dan Babesia ang tersebar di
kali oleh Babes
i buah pir, oval,
Sá dkk., 2006).
nemia, ikterus,
aufmann 1996;
015)
-
8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so
23/59
2. Theileriosis
Theileria berb1995) yang menye
Hyalomma, Amblyoyang menginfeksi sa
taurotragi dan T. vekelemahan, berat ba
konjungtiva, pembe
infeksi pada stadium
dibawah normal (T
difeses (Kelles dkk.,
Gambar
2.2.9 Pengobatan d
Anaplasmosis
kesembuhannya lam
faktor. Penting untu
Ketika ingin melal
kastrasi, alat pemot
desinfektan (Powell,
2.3 Fakt
2.3.1 Manajemen
Sistem pemelih
dalam kejadian pen
menjadi tiga, yaitu in
campuran). Sistem
penggembalaan (Her
dua, yaitu (a) sapi di
pada saat malam hintensif. Pemelihara
sapi dengan cara di
ntuk batang dengan ukuran 1.5-2.0x0.5-1
babkan Theileriosis. Infeksi diperantarai
ma dan Haemaphysalis (Urquhart dkk.,pi adalah T. annulata, T. parva, T. mutanslifera (Billiow, 2005). Infeksi Theilleria s
an turun, anoreksia, suhu tubuh tinggi, pte
gkakan nodus limfatikus, anemia dan b
lanjut menyebabkan hewan tidak dapat be
38,5ºC), ikterus, dehidrasi, dan kadang
2001).
. Gambaran Mikroskopik Theileriosis (Anonim,
n Pengendalian
dapat diobati dengan tetracycline
. Pengendalian dari penyakit ini dapat meng
memperhatikan jarum atau alat-alat yang
kan penyuntikan ke kelompok jarum di
ng tanduk atau instrument tattoo disimpa2010).
or Yang Mempengaruhi Kejadian Anapla
emeliharaan
araan ternak merupakan salah satu faktor y
akit parasit darah. Sistem pemeliharaan te
tensif, ekstensif, dan mixed farming system (pemeliharaan ekstensif yaitu ternak dil
nowo, 2006). Pemeliharaan secara intensif
kandangkan secara terus-menerus dan (b) sa
ri, kemudian siang hari digembalakan atn ternak secara intensif adalah sistem pem
andangkan secara terus-menerus dengan si
10
.0 µm (Levine,
Rhipichepalus,
2003). Theileria , T. sergenti, T.
p. menyebabkan hi pada mukosa
tuk. Sedangkan
diri, suhu tubuh
itemukan darah
007)
tetapi proses
gunakan banyak
terkontaminasi.
anti dan pisau
n dan diberikan
mosis
ng berpengaruh
nak sapi dibagi
sistem pertanian
pas di padang
dibagi menjadi
i di kandangkan
u disebut semi eliharaan ternak
stem pemberian
-
8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so
24/59
11
pakan secara cut and curry. Sistem ini dilakukan karena lahan untuk pemeliharaansecara ekstensif sudah mulai berkurang. Keuntungan sistem ini adalah
penggunaan bahan pakan hasil ikutan dari beberapa industri lebih intensif
dibanding dengan sistem ekstensif. Kelemahan terletak pada modal yang
dipergunakan lebih tinggi, masalah penyakit dan limbah peternakan (Susilorinidkk., 2009).
Pada sistem pemeliharaan semi intensif, umumnya ternak dipelihara dengan
cara sapi-sapi ditambatkan atau digembalakan di ladang, kebun, atau pekarangan
yang rumputnya tumbuh subur pada siang hari. Sore harinya, sapi tersebut
dimasukkan ke dalam kandang sederhana dan lantainya dari tanah yang
dipadatkan. Pada malam hari, sapi diberi pakan tambahan berupa hijauan. Dapat
juga ditambah pakan penguat berupa dedak halus yang dicampur dengan sedikit
garam (Sugeng, 2000). Dalam hal perawatan, kandang sapi dibersihkan setiap hari
atau minimal seminggu sekali. Sementara sistem intensif adalah sapi-sapi
dikandangkan dan seluruh pakan disediakan oleh peternak. Sapi diberikan pakan
sebanyak dan sebaik mungkin sehingga cepat besar dan gemuk. Kotorannya punbiasa terkumpul dalam satu tempat sehingga mudah dibersihkan dan dimanfaatkan
untuk keperluan lain (Bambang, 2005).
Usaha pencegahan penyakit yaitu sebelum kandang ditempati terlebih
dahulu disiram dengan air kapur supaya bebas dari bibit penyakit, memandikan
ternak setiap pukul 07.00 dan siang pukul 13.00, membersihkan kandang dan
selokan (Zakariah, 2013).
2.3.2 Kondisi Kandang
Keseluruhan lantai kandang terbuat dari semen yang dicor bentuk beton.
Dinding kandang terbuat tembok setengah terbuka, guna mempertahankan
kesegaran udara dalam kandang. Atap kandang terbuat dari bahan genteng, seng
dan Galfalum dengan tipe atap double. Pembersihan kandang danperlengkapannya dilakukan pada pagi hari pukul 07.00 dan pada siang hari pukul
13.00. Pembersihan dilakukan dengan menyemprotkan air dengan selang
keseluruh bagian kandang sampai bersih termasuk tempat pakan dan ternak itu
sendiri. Desinfeksi dilakukan dua kali seminggu dengan cara menyemprotkan ke
seluruh bagian kandang. Desinfektan berupa snifet dan formalin. Penyediaan obat
tergantung kondisi lapangan, jika persediaan tidak ada maka dapat dibeli pada saat
diperlukan (Zakariah, 2013).
2.3.3 Pengendalian Vektor
Beriajaya (2005) mengemukakan vektor yang aktif berperan dalam
penyebaran penyakit dapat terjadi dimana dan kapan saja, seiring dengan
perubahan lingkungan dia berada. Untuk mengendalikan vektor yang berperan
sebagai penyebar penyakit ini dapat dilakukan dengan cara memutus daur hidup
dan menggunakan insektisida. Setiap vektor mempunyai siklus hidup yang
berbeda-beda, mulai dari telur, larva atau nimfe dan dewasa. Semuanya ini
mempunyai karakteristik sendiri yang spesifik dan sangat dipengaruhi keadaan
lingkungan. Oleh karena itu pengetahuan tentang epidemiologi dari vektor
tersebut sangat penting dan diperlukan untuk membuat program
-
8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so
25/59
12
penanggulangannya. Keakuratan data dari sistem di alam yang menyangkut sistem
vector-borne disease dan agen penyakit-vektor-hospes akan mempengaruhi modelprogram penanggulangan yang akan diajukan (Randolph dan Nuttall, 1994).
2.3.4 Pengetahuan Peternak
Pengetahuan yang dimiliki seseorang dapat bervariasi, mulai hanya
mendengar mengenai suatu kegiatan sampai kepada tingkat mengetahui tujuan
kegiatan dan prosedur, manfaat dan kewajiban (Surya,1997). Pengetahuan dapat
diperoleh petani peternak melalui pendidikan formal dan non formal. Latar
belakang pendidikan akan berpengaruh pada tingkat pengetahuan, keterampilan,
dan sikap peternak. Hal ini sesuai dengan pendapat Mosher (1987) yang
menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan formal yang dialami oleh
seseorang, maka tingkat pengetahuan dan keterampilannya akan semakin tinggi
serta sikapnya lebih terbuka terhadap teknologi baru.
2.4 Keadaan Geografis
Kabupaten Soppeng merupakan salah satu Kabupaten yang ada di Provinsi
Sulawesi Selatan. Secara administratif, Kabupaten Soppeng berbatasan dengan
wilayah-wilayah berikut ini:
1. Sebelah utara : Kabupaten Sidrap dan Wajo
2. Sebelah selatan: Kabupaten Bone
3. Sebelah timur : Kabupaten Wajo dan Bone
4. Sebelah barat : Kabupaten Barru
Kabupaten Soppeng meliputi wilayah seluas 1.500 km2 yang terbagimenjadi delapan kecamatan. Kecamatan yang memiliki wilayah paling luas yaitu
Kecamatan Marioriawa dengan luas wilayah 320 km2, sedangkan kecamatan yang
memiliki wilayah paling sempit yaitu Kecamtan Citta dengan luas wilayah 40
km2. Berturut-turut kecamatan mulai dari luas wilayah terluas hingga tersempit
yaitu Marioriawa, Marioriwawo, Lalabata, Donri-Donri, Lilirilau, Liliriaja, Ganra
dan Citta.
Ibukota Kabupaten Soppeng yaitu Watansoppeng yang berada di Kecamatan
Lalabata. Jarak Ibukota Kabupaten Soppeng ke Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan
yaitu 170 km. Jarak Ibukota Kecamatan ke Ibukota Kabupaten Soppeng terjauh
yaitu Ibukota Kecamatan Citta yang mencapai 35 km.
Secara administratif, Kabupaten Soppeng terdiri dari delapan kecamatan,
dimana didalamnya terdapat 49 desa dan 21 kelurahan. Dari semua desa yang ada
di Kabupaten Soppeng terdapat 124 dusun sedangkan dari sebanyak 21 kelurahan
yang ada terdapat 39 lingkungan.
-
8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so
26/59
13
2.5 Alur Penelitian
2.6 Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini terbagi atas dua yaitu variabel independen dan
variabel dependen.Variabel independen terdiri atas manajemen pemeliharaan,
kondisi kandang, pengendalian vektor, dan pengetahuan peternak, sedangkan
variabel dependen adalah kejadian Anaplasmosis yang terjadi di Kelurahan
Lalabata Rilau, Kecamatan Lalabata, Kabupaten Soppeng.
SAPI DARAHsampel ulas darah
POSITIF NEGATIF
FAKTOR RISIKO KEJADIAN
ANAPLASMOSIS
Manajemen kandang
Kondisi Kandang
Pengendalian Vektor
Kejadian
Anaplasmosis
Pengetahuan Peternak
-
8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so
27/59
14
3. MATERI DAN METODE
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2014 di Kelurahan Lalabata
Rilau, Kecamatan Lalabata, Kabupaten Soppeng dan di Laboratorium Balai Besar
Veteriner (BBV) Maros.
3.2 Materi Penelitian
3.2.1 Sampel dan Teknik Sampling
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh sapi yang terdapat di Kelurahan
Lalabata Rilau, Kecamatan Lalabata, Kabupaten Soppeng sebanyak 771 ekor
(Data Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Soppeng, 2013). Dinas
Peternakan Soppeng tahun 2011 sampai 2013 menunjukkan bahwa prevalensi
Anaplasmosis pada sapi adalah 2 % (asumsi prevalensi diperoleh berdasar data
epidemiologi tehadap diagnosa lapang diseluruh Kabupaten Sidrap). Bila tingkat
konfidensi 95 % dan galat 5 % maka besaran sampel dihitung berdasar rumus
Martin dkk., (1987), yakni = , dengan n = besaran sampel, P asumsi tingkat
prevalensi di daerah penelitian, Q adalah (1-P) dan L = galat yang dinginkan.
=4PQ
L =
4(0,02)(0,98)
(0,05) = 31 Ekor
Berdasarkan rumus di atas diperoleh jumlah sampel minimal 31 sampel.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Simple Random Samplingdengan mengambil sampel yang terdapat di Kelurahan Lalabata Rilau, Kecamatan
Lalabata, Kabupaten Soppeng
3.2.2 Bahan
Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini berupa darah sapi Bali, air,
methanol absolute, dan Pewarna Giemsa.
3.2.3 Alat
Penelitian ini akan menggunakan alat-alat yaitu gelas objek, kotak
preparat, jarum steril, pipet tetes, wadah plastik dan besi, mikroskop, spidol
marker dan kuesioner sebagai alat untuk pengumpulan data.
-
8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so
28/59
15
Prevalensi= %
3.3 Metode Penelitian
3.3.1 Pengambilan Sampel Darah
Sampel darah diambil melalui Vena auricularis telinga menggunakan jarumsteril. Setetes darah diletakkan pada tepi gelas objek 1, dengan perlahan ujung
gelas objek 2 ditempelkan di atas darah tersebut. Darah akan menyebar di antara
sudut gelas objek 1 dan 2. Gelas objek 2 didorong membentuk sudut 45º sehingga
terbentuk ulas darah tipis. Sediaan ulas darah dikeringkan selama 1 menit dan
difiksasi menggunakan methanol absolut selama 3-5 menit. Setelah dibiarkan
kering, sediaan ulas darah dimasukkan ke dalam kotak preparat untuk dibawa ke
laboratorium (Mahmmod dkk., 2011).
3.3.2 Pewarnaan sampel ulas darah
Preparat ulas darah diwarnai menggunakan larutan Giemsa selama 45 menit.
Kemudian bilas dengan air kran dan keringkan dengan mendirikan pada salah
satu ujungnya (Wirawan, 2011).
3.3.3 Pemeriksaan sampel ulas darah
Pemeriksaan ulas darah diperiksa di bawah mikroskop dengan pembesaran
100x dengan menggunakan minyak emersi (Wirawan, 2011).
3.3.4 Analisis Data
3.3.4.1 Pengumpulan Data Melalui Kuesioner
Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data tambahan berkaitan
dengan faktor risiko berupa manajemen pemeliharaan, kondisi kandang
pengetahuan peternak, dan pengendalian vektor.
3.3.4.2 Prosedur Analisis Data
Analisis data yang digunakan pada penelitian adalah analisis secara
deskriptif. Perhitungan untuk mencari prevalensi Anaplasma sp. menggunakanrumus sebagai berikut (Budiharta, 2002):
Keterangan:
F : Jumlah frekuensi dari setiap sampel yang diperiksa dengan hasil positif.
N: Jumlah dari seluruh sampel yang diperiksa.
Data hasil kuesioner dan hasil pengujian ulas darah Anaplasmosis,
kemudian disimpan sebagai database dan diolah.
-
8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so
29/59
16
Hasil data faktor-faktor risiko yang mempengaruhi kejadian penyakit
Anaplamosis pada sapi bali dianalisis secara deskriptif dan diuji chi square (χ2)untuk mengukur hubungan faktor-faktor tersebut terhadap kejadian Anaplasmosis
pada tingkat kepercayaan 95%. Besaran kekuatan hubungan dihitung dengan uji
odds ratio (OR) pada tingkat kepercayaan 95%.
-
8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so
30/59
Penelitian ini
Kelurahan Lalabatatanggal 11 Nopembe
dikumpulkan secara
terdapat di Kelurahan
Pemeriksaan sa
Besar Veteriner (B
bertujuan untuk men
Gambar 7. Hasi
(pan
Berdasarkan h
berwarna merah tu Anaplasma marginal Saputra (2013), dan
Gambar 8. Hasil Pem
mikroskopi
2003), (c)
a
. HASIL DAN PEMBAHASAN
dilakukan untuk mengetahui prevalensi
Rilau, Kecamatan Lalabata, Kabupatenr sampai 17 Nopember 2014. Sebanyak 31 s
rambang sederhana. Sampel diambil pad
Lalabata Rilau, Kecamatan Lalabata, Kabu
mpel ulas darah dilakukan di laboratorium P
V) Maros dengan menggunakan pewarn
identifikasi Anaplasma sp.
l Pemeriksaan sampel ulas darah dengan pewarn
h : Anaplasma marginale) (Perbesaran 100x)
asil pengamatan dengan mikroskop nam
pada bagian tepi sel darah merah (Gae. Hasil penelitian jika dibandingkan denga ocan dkk. (2004) terlihat sama (Gambar 8).
riksaan Anaplasmasp. dibandingkan dengan lite Anaplasma sp. (Saputra, 2013), (b) Anaplasm naplasma sp. (hasil penelitian)
b
17
naplasmosis di
Soppeng mulai mpel ulas darah
peternak yang
aten Soppeng.
arasitologi Balai
a Giemsa yang
an Giemsa.
pak sepeti titik
mbar 7) adalah Anaplasma sp.
ature (a) Gambar
sp. (Kocan dkk.,
c
-
8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so
31/59
18
Tabel 1. Distribusi Anaplasmosis pada Sapi Bali di Kelurahan Lalabata Rilau,
Kecamatan Lalabata, Kabupaten Soppeng
No Nama Peternak Dusun Anaplasma sp.
Positif Negatif 1. La Siang Panincong - √2. Hamzah T. Panincong - √3. Daya Panincong - √4. Muh. Tang Panincong - √5. Najamuddin Panincong - √6. La Boko Panincong - √7. La Semmang Panincong - √8. Hamzah Panincong -
9. H. Lennu Panincong -
10. Sahrul Panincong -
11. La Mure Panincong - √12. Zainuddin Panincong - √13. Adi Panincong - √14. La Ontong Panincong - √15. Jafar Panincong - √16. H. Aras Panincong - √17. Hj. Upe Panincong - √18. H. Firman Panincong - √19. Alimin Panincong - √20. Jamaluddin Panincong √ -21. Tamrin Panincong - √22. Burhanuddin Panincong - √23. La Hatta Laempa - √24. Bahar Laempa - √25. A. Haruna Laempa - √26. Hana Laempa - √27. Siti Laempa - √28. Salebu Laempa - √29. Sukardi Laempa - √30. Aras Laempa - √31. Mega Laempa -
Dari 31 sapi bali yang diambil sampel ulas darahnya hanya satu yang
terinfeksi Anaplasma sp. Dan 30 sampel ulas darah lainnya tidak ditemukan ada Anaplasma sp. Berdasarkan data diatas, maka perhitungan untuk mencariprevalensi Anaplasma sp.
Prevalensi = %
= 3,2%
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prevalensi Anaplasmosis pada sapi
Bali di Kelurahan Lalabata Rilau, Kecamatan Lalabata, Kabupaten Soppeng
adalah sebesar 3,2%. Anggraini pada tahun 2013 di Kabupaten Sumedang, Jawa
Barat sebesar 38,3 %. Ichsan (2014) juga melaporkan tingkat infeksi Anaplasma
-
8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so
32/59
19
sp. di Kecamatan Cikalong, Tasikmalaya sebesar 30,70%. Wibowo (2014) juga
melaporkan kejadian Anaplasmosis di Kecamatan Cipatujah, Tasikmalaya sebesar
29,57 %. Selain itu, Saputra (2013) juga melaporkan tingkat infeksi Anaplasmosis
di Kabupaten Subang pada sapi dewasa yaitu sebesar 51,5 %. Anaplasmosis dapat
terjadi di daerah tropis dan subtropis. Prevalensi Anaplasmosis berbeda-bedadipengaruhi oleh kondisi iklim serta letak geografis yang sesuai untuk
perkembangan caplak dan lalat penghisap darah yang merupakan vektor pembawa
parasit darah. Himawan (2009) menyatakan bahwa daur hidup caplak dipengaruhi
oleh suhu, kelembapan, dan curah hujan, sehingga dengan kelembapan tinggi,
caplak dapat berkembang biak secara terus-menerus sepanjang tahun.
4.1 Deskripsi Variabel Penelitian
Variabel yang menggambarkan faktor risiko kejadian Anaplasmosis pada
sapi bali di Kelurahan Lalabata Rilau, Kecamatan Lalabata, Kabupaten Soppengdapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Deskripsi Variabel Penelitian Faktor-Faktor Risiko Anaplasmosispada
Sapi Bali di Kelurahan LalabataRilau, Kecamatan Lalabata, Kabupaten
Soppeng.
No. Variabel Deskripsi Hasil Deskripsi
I. Informasi Dasar
1. I.3c Pendidikan terakhir peternak:
1. Tidak Sekolah = 9,7 % (3/31)
2. SD = 22,6 % (7/31)
3. Tidak Tamat SD = 61,3% (19/31)
4. SMA = 3,2 % (1/31)
5. PT = 3,2 % (1/31)
2. 1.3d Pengalaman beternak sapi:
1. 1-10 tahun = 16,1% (5/31)
2. 11-20 tahun = 45,3 % (14/31)
3. 21-30 tahun = 16,1 % (5/31)
4. 31-40 tahun = 12,9 % (4/31)
5. 41-50 tahun = 9,7 % (3/31)
II. Populasi Ternak
II. Populasi Sapi
1. < 5 ekor = 65 % (20/31)
2. ≥ 5 ekor = 35 % (11/31)
-
8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so
33/59
20
Tabel 2 menunjukkan bahwa secara umum pendidikan terakhir peternak di
Kelurahan Lalabata Rilau, Kecamatan Lalabata, Kabupaten Soppeng adalah tidak
menamatkan SD yaitu sebesar 61,3 % dan sisanya adalah SD 22,6%, SMA 3,2 %,
PT 3,2 % dan tidak sekolah sebesar 9,7 %. Pengalaman peternak dibagi
berdasarkan lama tahun peternak tersebut berternak. Dikelompokkan menjadi 1-
10 tahun (16,1%), 11-20 tahun (45,3%), 21-30 tahun (16,1%), 31-40 tahun
No. Variabel Deskripsi Hasil Deskripsi
III. Kelompok Variabel Manajemen Pemeliharaan
1 III.1 Sistem Pemeliharaan
1. Intensif = 0% (0/31)
2. SemiIntensif = 87,1 (21/31)3. Ekstensif = 12,9 % (4/31)
2. III.2 Merawat Sapi
1. Dimandikan setiap hari = 77,4 % (24/31)
2. Tidak dimandikan/dibiarkan = 22,6 % (7/31)
3. III.3 Kondisi Sapi
1. Sehat = 100 % (31/31)
IV. Kelompok Variabel Kondisi Kandang
1. 1V.1 Letak Kandang :
1. Dekat kandang lain = 64,5% (20/31)
2. Dekat ladang penggembalaan = 6,5 % (2/31)
3. Kandang sapi sendiri = 16,1 % (5/31)
4. Tidak memiliki kandang = 12,9 % (4/31)
2. 1V.2 Kondisi Kandang :
1. Beralaskan rumput = 25,8 % (8/31)
2. Kandang bagus/modern = 38,7 % (12/31)
3. Disekitar kandang terdapat sisa
kotoran dan pakan = 35,5 % (11/31)
3. IV.3 Kandang yang baik menurut peternak :
1. Dibersihkan berkala = 93,5% (29/31)
2. Desinfektan = 6,5% (2/31)
V.1 Pernah mendengar penyakit
Anaplasmosis :
1. Ya = 0 %
2. Tidak = 100 % (31/31)
V.4 Tindakan Pengedalian vektor :
1. Diasapi = 51,6 % (16/31)
2. Insektisida = 25,8 % (8/31)
3. Tidak melakukan apa-apa = 22,6 % (7/31)
-
8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so
34/59
21
(12,9%) dan 41-50 tahun (9,7%). Jumlah sapi bali yang dipelihara peternak
dikelompokkan menjadi jumlah sapi bali
-
8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so
35/59
22
No. Variabel Keterangan
Kasus Chi
Square
(X2)
F isher’ s Test
OR
Neg Pos 2-sided 1-sided
2. Kondisi Kandang
a. Letak Kandang Sapi Risiko Rendah 3 1 0,008*
0,129 0,129**
-
Risiko Tinggi 27 0
b. Kondisi Kandang Risiko Rendah 11 1 0,201* 0,387 0,387** -
Risiko Tinggi 19 0
c. Kandang sapi yang baik Risiko Rendah 30 1 a - - -
Risiko Tinggi 0 0
3. Pengetahuan Peternak
a. Pernah MendengarAnaplasmosis
Ya 0 0- - - -
Tidak 30 1
b. Tindakan untuk Mengendalikan Faktor
Penularan (Vektor)
Risiko Rendah 23 1
0,583* 1,000 0,774** -
Risiko Tinggi 7 00
Ket: *: tidak layak untuk uji chi-square, ** : tidak signifikan (P>0,05), a : konstan
Tabel 3 menunjukkan berdasarkan hasil analisis manajemen pemeliharaan
diperoleh nilai expected kurang dari lima, hal ini tidak memenuhi syarat uji chi-square tabel 2x2. Uji yang digunakan adalah uji alternatifnya yaitu uji Fisher menghasilkan nilai p > 0,05. Uji Fisher menunjukkan tidak adanya hubunganmanajemen pemeliharaan dengan kejadian Anaplasmosis di Kelurahan Lalabata,
Kecamatan Lalabata, Kabupaten Soppeng. Hasil yang sama didapatkan dari hasil
analisis kondisi kandang, pengetahuan peternak dan tindakan pengendalian vektor
yang menunjukkan tidak adanya hubungan dengan kejadian Anaplasmosis di
Kelurahan Lalabata Rilau, Kecamatan Lalabata, Kabupaten Soppeng. Nilai
Kekuatan hubungan atau Odds Ratio (OR) tidak dapat dihitung karena tidak adanya hubungan manajemen pemeliharaan, kondisi kandang, pengetahuan
peternak, dan tindakan pengendalian vektor dengan kejadian Anaplasmois.
Sebagian besar peternak memelihara sapi dengan sistem pemeliharaan
semi-intensif (87,1%) dan memelihara dengan ekstensif (12,9%). Pemeliharaan
dengan metode ekstensif dapat menyebabkan kejadian Anaplasmosis tinggi,
diduga berkaitan dengan tingginya caplak yang menginfeksi inang secara berkala
dan terus-menerus. Caplak bertindak sebagai inang antara yang mentransmisi
secara biologis, dan lalat mentransmisi secara mekanik (Kocan dkk., 2000).
Adapun masih terdapatnya sapi yang terinfeksi pada peternakan dengan sistem
pemeliharaan semi-intensif, diduga disebabkan berasal dari sapi yang terinfeksi
saat digembalakan dan dikandangkan menginfeksi sapi lainnya. Kejadian tersebut
dilakukan oleh caplak yang menempel pada sapi terinfeksi kemudian menginfeksi
sapi lain melalui gigitan. Nasution (2007) menyatakan bahwa waktu sapi
-
8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so
36/59
23
merumput berpengaruh terhadap infeksi parasit darah. Menurut Himawan (2009),
rumput segar dipagi hari tidak baik untuk ternak, karena caplak sedang aktif
berburu dan sedang berada di puncak rerumputan
Nilai yang didapatkan, tidak adanya hubungan manajemen pemeliharaan,
kondisi kandang, pengetahuan peternak dan tindakan pengendalian vektor dengankejadian Anaplasmosis dapat disebabkan beberapa faktor. Lingkungan yang
bersih dan terisolasi (merupakan daerah pegunungan) dapat menjadi faktor,
walaupun ternak tidak dikandangkan (ekstensif) tidak menyebarkan
Anaplasmosis. Daerah yang bukan merupakan daerah endemik juga dapat menjadi
faktor. Peternak di daerah tersebut merawat sapi dengan cara memandikan sapi
tersebut setiap hari dan memberikan pakan yang baik. Pengetahuan peternak
mengenai kandang yang baik adalah dengan dibersihkan secara berkala dapat
menjadi faktor. Pengendalian faktor penularan (lalat atau caplak) dilakuan dengan
cara diasapi dan memberikan insektisida. Pemberian insektisida pada ternak
sangat diperlukan dalam pengendalian penyakit parasit darah. Ternak sebagian
besar telah diberikan insektisida baik dalam pengendalian lalat maupun caplak.Peternak memiliki pengalaman yang lama dalam beternak, dimana peternak sudah
mengerti dan mengetahui bagaimana merawat sapi yang baik.
-
8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so
37/59
24
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa prevalensiAnaplasmosis pada sapi bali di Kelurahan Lalabata Rilau, Kecamatan Lalabata,
Kabupaten Soppeng sebesar 3,2%.
Manajemen pemeliharaan, kondisi kandang, pengendalian vektor, dan
pengetahuan peternak berdasarkan hasil analisis chi-square dan Odds ratio(OR)tidak memiliki hubungan dengan kejadian Anaplasmosis di daerah tersebut.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil tersebut disarankan untuk dilakukan penyuluhan
mengenai penyakit-penyakit pada sapi yang disebabkan oleh parasit darah, guna
untuk memberikan pengetahuan kepada peternak untuk mencegah danmengendalikan penyakit tersebut. Perlu penelitian lebih lanjut untuk faktor-faktor
risiko yang lain dan wilayah atau lokasi penelitian diperluas lagi.
-
8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so
38/59
25
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Babesiidae dan Theileriidae. [Online] tersediahttp://vetmed.fkh.unair.ac.id/materi/Parasitologi%20Veteriner/Protozoologi/
Kuliah%204.ppt [ diakses tanggal 10 Januari 2015]Anonim. 2008. The World Organisation for Animal Health. OIE listed diseases
2006 . [Online] http://www.oie.int/eng/maladies/en_classification.htm(diakses 16 Januari 2015).
Anonim. 2015. Babesiosis. (online) tersedia
http://www.merckmanuals.com/vet/circulatory_system/blood_parasites/bab
esiosis.html [diakses tanggal 2 Maret 2015].
Anggraini, N. F. 2013. Kajian Penyakit Parasit Darah Pada Sapi PotongPeternakan Rakyat Kecmatan Ujungjaya, Kabupaten Sumedang, Jawa
Barat. [Skripsi]. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor.Astyawati, T. 2005. Bahan Kuliah Protozoologi. Bogor (ID): IPB Pr.Bambang, S. Y. 2005. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.Bandini. 2003. Sapi Bali, Swadaya, Jakarta.Barbet, A.F., Palmer, G.H., Myler, P. J., McGuire, T. C., 1987. Characterization
of an Immunoprotective Protein Complex of Anaplasma marginale byCloning and Expression of The Gene Coding for Polypeptide Am105L.Infect Immun 55:2428-2435.
Beriajaya. 2005. Peranan Vektor Sebagai Penular Penyakit Zoonosis.Pros.Lokakarya NasionalPenyakit Zoonosis. Bogor, 15 September2005.
Puslitbang Peternakan. Bogor. hlm.275-286.
Benavides M.V., Sacco M.S. 2007. Differential Bos Taurus cattle response to
Babesia bovis infection. Vet. Parasitol.150:54-64.Bilgic H.B., Karagenc T, Simuunza M, Shiels B., Tait A., Eren H., Weir W. 2013. Development of a multiplex PCR assay for simultaneous detection of Theileria annulata, Babesia bovis and Anaplasma marginale in cattle. ExpParasitol. 133(2):222 – 229.
Billiow, M. 2005. The epidemiology of bovine theileriosis in the Eastern Provinceof Zambia. Laboratorium voor Parasitologie. FaculteitDiergeneeskunde.Universiteit Gent
Blieck, L. dan Kaligis, J. A. 1912 .Pseudokustkoorts en Anaplasmosis bij buffelsof Java. Veearts Bladen 24 : 253 - 260 .
Boone, D.R,, Richard, W.C., George, M.G. 2001. Bergey’s Manual of Systematic
Bacteriology. New York (US): Springer.Brotowidjoyo, M.D. 1987. Parasit dan Parasitisme. Ed ke-1. Jakarta (ID): Media
Sarana Pr.
Budiharta, S. 2002. Kapita Selekta Epidemiologi Veteriner . Bagian KesehatanMasyarakat Veteriner. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Gadjah
Mada; Yogyakarta.
Christensen, J. F. 1956. Cattle Tick Fever (Texas Fever, Bovine Piroplasmosis, Babesiosis), pp. 667-671. In M. G. Fincher, W. J. Gibbos, Karl Mayer, S. EPark, ed. Disease Cattle. American Veterinary Publication, Inc., Evanston,
Illinois.
-
8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so
39/59
26
De Sá, A.G., Cerqueira, A de M.F., O’Dwyer L.H., Macieira, D de B, Abreu, F daS, Ferreira, R. F., Pereira, A.M., Velho, P.B., Almosy, N.R. 2006. Detectionand molecular characterization of Babesia canisvogeli from naturallyinfected Brazilian dogs. Intern J Appl Res Vet Med . 4(2):163-168.
Dumler, J.S., Barbet, A.F., Bekker, C.P.J., Dasch, G.A., Palmer, G.H., Ray, S.C.,Rikihisa,Y,Rurangirwa, F.R. 2001. Reorganization of the genera in the
families Rickettsiaceae and Anaplasmataceae in the order Rickettsiales:unification of some species of Ehrlichia with Anaplasma, Cowdria withEhrlichia and Ehrlichia with Neorickettsia, descriptions of six new speciescombinations and designation of Ehrlichia equiand “HGE agent” assubjective synonims of Ehrlichia phagocytophila. Int J. Syst Evol Microbiol.51:2145-2165.
Durrani, Aneela Z. dan Goyal, Sagar M. 2010. A Retrospective Study of Anaplasmain Minnesota Cattle (catatan penelitian).Tubitak.doi:10.3906/vet-1012-632.
Eriks, I . S., Palmer, G. H., mcGuire, T. C., et al. 1989. Detection and Quantification of Anaplasma marginale in Carrier Cattle by Using A
Nucleic Acid probe. J. Clin Microbioll 27:279-284.Fooley, J.E dan Biberstein, E.L. 2004. Anaplasmataceae. Di dalam: Walker LR,
editor.Veterinary Microbiology. California (US): Blackwell Pub.
Ge, N. L., Kocan, K. M., Blouin, E. F. & Murphy, G. L. (1996). Developmentalstudies of Anaplasma marginale (Rickettsiales :Anaplasmataceae) in male
Dermacentor andersoni (Acari : Ixodidae) infected as adults by using non-radioactive in situ hybridization and microscopy. Journal of MedicalEntomology 33, 911 – 920.
Guntoro. 2002. Membudidayakan Sapi Bali. Penerbit Kanisius, YogyakartaHernowo, B. 2006. Prospek pengembangan usaha peternakan sapi potong di
Kecematan Surade Kabupaten Sukabumi. Fakultas peternakanInstitutpertanianbogor. Bogor.
Himawan, W. 2009. Identifikasi parasit darah pada kerbau belang (Tedongbonga)dan kerbau rawa (Swamp Buffalo) di Kabupaten Toraja Utara, SulawesiSelatan.[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Ichsan, H. N. 2014. Prevalemsi, Derajat Infeksi dan Faktor Risiko Infeksi Parasit Darah Pada Sapi Potong di Kecamatan Cikalong, Tasikmalaya. [Skripsi].Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor.
Kaufmann, J. 1996. Parasitic Infections of Domestic Animals-A Diagnostic
Manual. Berlin (DE): Birkhauser.Kelles, I., Deger, S., Altug,N., Karaca, M., Akdemir, C. 2001. Tick-borne diseasein cattle: clinical and haematological findings, diagnosis, treatment,seasonal distribution, breed, sex and age factors and the transmitter of thedisease. YyuVetFakDerg. 12:26-32.
Kocan, K. M. 1986. Development of Anaplasma marginale in ixodid ticks:coordinated development of a rickettsial organism and its tick host. In
Morphology, Physiology, and Behavioral Ecology of Ticks (ed. Sauer, J. R.& Hair, J. A.), pp. 472 – 505. Chichester, Horwood, UK.
Kocan, K. M., Goff, W. L., Stiller, D., Claypool, P. L., Edwards, W., Ewing, S.
A., Hair, J. A. & Barron, S. J. 1992a. Persistence of Anaplasma marginale
(Rickettsiales: Anaplasmataceae) in male Dermacentor andersoni (Acari:
-
8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so
40/59
27
Ixodidae) transferred successively from infected to susceptible calves.Journal of Medical Entomology 29, 657 – 668
Kocan, K. M., Stiller, D., Goff, W. L., Claypool, P. L., Edwards, W., Ewing, S.
A., Mcguire, T. C., Hair, J. A. & Barron, S. J. 1992b. Development of
Anaplasma marginale in male Dermacentor andersoni transferred from parasitemic to susceptible cattle. American Journal of Veterinary Research53, 499 – 507.
Kocan, K.M., Blouin, E.F., Barbet, A.F. 2000. Anaplasmosis control. Past, present, and futur e. Ann. NY. Acad Sci. 916:501-509.
Kocan, K.M., Fuente, J., Guglielmone, A.A., Mele´ndez, R.D. 2003. Antigens and alternatives for control of Anaplasma marginale infection in cattle. J Clin.Microbiol.Rev. 16:698-712.
Kocan, K.M., J De La F, E.F., Blouin, J.C., Garcia. 2004. Anaplasma marginale(Rickettsiales:Anaplasmataceae) recent advances in defining host-pathogenadaptations of a tick-borne rickettsia. Parasitol. 129:285 – 300
Kocan, K.M., Feunte, J.D.L., Blouin, E.F., Coetzee, J.F., Swing, S.A. 2010. Review-The natural history of Anaplasma marginale. VeterinaryParasitology. 167:95 ‒107.
Levine, N.D. 1970. Protozoan Parasites of Domestic Animal and of Man.Minneapolis (US): Burgess Publ co.
Levine, N.D. 1995. Protozologi Veteriner . Soekardono S, penerjemah;Brotowidjojo D, editor. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada
University.Terjemahan dari: Veterinary Protozoology.Mafra. 2015. Insetos E Ácaros De ImportânciaMédica E Veterinária. (online)
tersedia
http://www.insecta.ufv.br/Entomologia/ent/disciplina/ban%20160/Importan
cia%20medica/INSETOS%20E%20
%E7CAROS%20DE%20IMPO~de.htm [diakses tanggal 2 Maret 2015)
Mahmmod, Y.S., Elbalkemy, F.A., Klaas, I.C., Elmekkawy, M.F., Monazie, A.M.
2011. Clinical and haematological study on water buffaloes (Bubalusbubalis) and crossbred cattle naturally infected with Theileri aannulata inSharki province, Egypt . Ticks and Tick-borne Diseases. 2:168 – 171.
Martin, S. W., Meek, A. H., Willeberg, P. 1987. Veterinary Epidemiology. IowaState University Press, Ames.
Mosher AT. 1987. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. Yasaguna.Jakarta.Nasution. A.Y.A. 2007. Parasit Darah pada Ternak Sapi dan Kambing di Lima
Kecamatan, Kota Jambi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.Pane, Ismed. 1993. Pemuliabiakan Ternak Sapi. Jakarta : Penerbit PT. GramediaPustaka Utama.
Partoutomo, S. 2004. Pengendalian parasit dengan Genetic Host Resistance.WARTAZOA. 14(4):160-172.
Powell, J. 2010. Anaplasmosis (Livestock Health Series) [Online]. Arkansas. Hlm1-2 [diunduh 16 Januari 2015] Tersedia pada:
https://www.uaex.edu/publications/PDF/FSA-3081.pdf
Putro, P. P. 2004. Pencegahan, pengendalian dan pemberantasan penyakit hewanmenular strategis dalam pengembangan usaha sapi potong. ProsidingLokakarya Nasional Sapi Potong . Yogyakarta, 8 - 9 Oktober 2004
-
8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so
41/59
28
Radunz, B. 2008. Life Cycles of the Tick Fever Parasites (gambar). [online].Tersedia www.nt.gov.au/d[diakses tanggal 30 September 2014].
Randolph, S.E. dan P.A. Nuttall. 1994. Nearly right or precisely wrong? Naturalversus laboratory studies of vector-borne diseases. Parasitol. Today 10(12):
458-462.Radostits O.M., Gay, C.C., Blood, D.C., Hinchcliff KW. 2000. Veterinary
Medicine. Ed ke-8 . New York (US): BaillierTindall. hal 303 – 311.Radostits, O.M., Gay, C.C., Hinchcliff, K.W., Constable, P.D.,(2007) Veterinary
Medicine. Tenth edition. Philadelphia: Elsevier.Ristic, M. 1977. Bovine Anaplasmosis, pp. 235-243. In J.P Kreier, ed. Parasitic
Protozoa Vol. IV. Academic Press New York, San Franscisco.
Ronohardjo, P., Wilson, A.J.,danHirst, R. G. 1985 .Current Livestock DiseaseStatus In Indonesia. Penyakit Hewan 27 : 317 - 326 .
Saleh, M.A. 2009. Erythrocytic oxidative damage in crossbred cattle naturallyinfected with Babesia bigemina. J Vet Sci. 86(1):43 – 48.
Saputra, A. 2013.Studi Kasus Infeksi Parasit Darah Pada Sapi Potong diKabupaten Subang, Jawa barat.[Skripsi]. Fakultas Kedokteran Hewan.Institut Pertanian Bogor.
Seddon, H.R. 1966. Protozoan and Virus Diseases. Australia.Sherry. 2012. Anaplasma Marginale dan Centrale (gambar). [online]. Tersedia
http://mssherry.blogspot.com/2012/02/anaplasma-marginale-centrale.html
[diakses tanggal 10 Oktober 2014]
Solihat, Lilis. 2002. Temu Teknis Fungsional Non Peneliti Pemeriksaan SampelPenvakit-penyakit Parasit Darah di Laboratorium ParasitologiBalitvet.
Soulsby, E. J. L. 1982. Helminth, Arthropods and Protozoa of Domesticated Animal.New York (US): Academic Pr.
Subronto. 2007. Ilmu Penyakit Ternak II (revisi). Yogyakarta: Gadjah MadaUniversity Press,Cetakan ke-3.
Sudarmono, A.S dan Sugeng, Y.B., 2008. Sapi Potong. Penebar Swadaya. JakartaSugeng, Y. B., 2000. Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.Sukanto. 1992. Petunjuk Diagnosa Parasit Darah Trypanosoma. Babesia dan
Anaplasma. Proyek kerjasama Balitvet - ODA (1986 - 1992).PuslithangNak. Badan Lithang Pertanian. 13 - 16 .
Surya, W.D., 1997. Hubungan Faktor Sosial Ekonomi Peternak danPemeliharaan Sapi Perah di Wilayah Pos Keswan Tanjung Sari, Sumedang
[Skripsi]. Jurusan Penyakit Hewan dan Kesehatan Nasyarakat Veteriner.Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.Suryana. 2009. Pengembangan Usaha Ternak Sapi Potong Berorientasi
Agribisnis dengan Pola Kemitraan. Jurnal Litbang Pertanian. BalaiPengkajian Teknologi Pertanian. Kalimantan Selatan.
Susilorini, E., Sawitri, M. E., dan Muharlien. 2009. Budi Daya 22 Ternak Potensial. Penebar Swadaya. Jakarta.
Urquhart, G.M., Armour, J., Duncan, J.L., Dunn, A.M., Jennings, F.W. 2003.
Veterinary Parasitology 2nd Edition. Scotland (GB): Blackwell Publishing.Wibowo, J. R..2014. Kajian Penyakit Parasit Darah Pada Sapi Potong di
Kecamatan Cipatujah, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.[Skripsi].
Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor.
-
8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so
42/59
29
Wilson, A. J., dan Ronohardjo,P .1984. Some faktors affecting the control of bovine anaplasmosis with special reference to Australia and Indonesia.Prer. Get. Med. 2: 121 - 134.
Wirawan, H. P. dan Tim Laboratorium Parasitologi. 2011. Survey Internal dan
Eksternal Parasit. Maros: Direktorat Jenderal Peternakan dan KesehatanHewan Balai Besar Veteriner.
Yudhie. 2009. Schistosomiasis dan Anaplasmosis [Online] . Tersediahttp://yudhiestar.blogspot.com/2009/10/schistosomiasis-dan
anaplasmosis.html [Diakses tanggal 26 september 2014)
Zakariah, M.A., 2013 Manajemen Pemeliharaan Ternak di Adi Farm dan Lembah
Hijau Multifarm (Online). Tersedia pada:
http://www.researchgate.net/profile/Askari_Zakariah/publication/23532632
3_Manajemen_Pemeliharaan_Ternak_di_Adi_Farm_dan_Lembah_Hijau_
Multifarm/links/0912f510c6e201e774000000.pdf. [diakses 14 Januari
2015].
Zwart, D. 1959. A research into the presence of blood parasites in cattle at Merauke (Dutch New Guinea).Tijdschr.Diergeneesk. 84: 90 - 98.
-
8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so
43/59
LAMPIRAN
-
8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so
44/59
Lampiran 1. Gamb
Keterangan :
1. Frosted Area
untuk pelabel2. Head (Kepal
darah.
3. Body (Badan)
4. Tail (Ekor), b
darah.
5. Zone of Mor
optimal untuk
r Pola Pemeriksaan Slide
(Area Kosong), bagian kosong dari slide
an, pmberian nomor atau informasi lainnya.), bagian kepala yang merupakan daerah
, bagian yang lebih tipis dari bagian kepala.
agian akhir atau ujung yang merupakan daer
hology (Zona Morfologi), daerah yang me
pemeriksaan mikroskop dengan panjang ku
30
yang digunakan
tebal dari ulas
ah tipis dari ulas
miliki ketebalan
ang lebih 2 cm,
-
8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so
45/59
31
Lampiran 2. Kuesioner
PREVALENSI DAN FAKTOR-FAKTOR RISIKO ANAPLASMOSIS PADA SAPI
BALI DI KELURAHAN LALABATA RILAU KECAMATAN LALABATA
KABUPATEN SOPPENG
I. INFORMASI DASAR
II. POPULASI TERNAK
Jumlah sapi yang dipelihara
Ternak 0-6 bulan >6-12 bulan >1-3 tahun
Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina
Sapi
III. MANAJEMEN PEMELIHARAAN
1. Bagaimana Anda memelihara ternak?
a. Sapi dilepas atau digembalakan terus menerus (ekstensif)
b. Sapi dilepas atau digembalakan pada siang hari dan dikandangkan malam
hari (semi intensif)
c. Sapi dikandangkan (intensif)
2. BagaimanaAndamerawatsapi ?
a. Sapi dimandikan setiap hari
b. Sapi dimandikan sekali dalam seminggu
c. Tidak dimandikan atau dibiarkan.3. Bagaimana kondisi sapi Anda?
a. Sapi terlihat sehat, tidak terdapat tanda-tanda sapi sakit.
b. Sapi terlihat sakit
c. Sapi dikerumuni ektoparasit (lalat, kutu, caplak, dan lain-lain)
IV. KONDISI KANDANG
1. Bagaimana letak kandang sapi Anda?
a. Kandang sapi dekat dengan lading penggembalaan
b. Kandang sapi dekat dengan kandang sapi lainnya
c. ………………………………………………
1. Nomor kuesioner : ………………… Tanggal : ………………2. Nama enumerator :………………………................................3. Nama peternak/pengelola : ……………...…………………..………...
a. Jenis kelamin : ( Pria ) ( Wanita )
b. Umur : ………………..Tahunc. Pendidikan : ( SD/SR ) / ( SMP ) / ( SMA ) / ( PT )
d. Pengalaman beternak sapi : …………….tahun4. Alamat : ……………………………………………
-
8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so
46/59
32
2. Bagaimana kondisi kandang sapi Anda?
a. Disekitar area kandang terdapat sisa pakan dan kotoran
b. Lantai kandang beralaskan rumput atau tanah
c. ……………………………………………….3. Bagaimana kandang yang baik menurut Anda?
a. Kandang dibersihkan secara berkala
b. Kandang dibersihkan dengan menggunakan desinfektan
c. Kandang tidak perlu dibersihkan
V. PENGETAHUAN TENTANG PENYAKIT ANAPLASMOSIS PADA
SAPI
1. Apakah anda pernah mendengar penyakit kuning (Anaplasmosis) pada sapi?
a. Ya.
b. Tidak.
c. …………………………………………2. Apakah penyakit kuning (Anaplasmosis) pada sapi itu?
a. Penyakit yang disebabkan oleh parasit darah yang ditularkan oleh caplak.
b. Penyakit yang disebabkan oleh virus
c. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri
3. Bagaimana penularan penyakit kuning (Anaplasmosis) pada sapi?
a. Ditularkan oleh kutu yang menempel (capklak)
b. Ditularkan oleh lalat (bukan lalat penggigit)
c. Ditularkan oleh pinjal.4. Tindakan untuk mencegah penyakit kuning (Anaplasmosis) pada sapi?
a. Memusnahkan faktor penularan (vektor)
b. Memindahkan sapi ke lingkungan yang sehat.
c. Memberikan vaksinasi atau obat.
d. …………………………..5. Tindakan apa yang dilakukan untuk mengendalikan faktor penularan (vektor)?
a. Menggunakan insektisida
b. Meggunakan perangkap serangga
c. Diusir secara mekanis (dipukul, buat perapian, dan sebagainya)d. ……………………………………..
-
8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so
47/59
33
Lampiran 3. Data Hasil Kuesioner
kuesioner nama kasus jeniskelamin umur tingkatpendidikan alamat jumlahternakpengalamanbeternak sistempemeliharaan
pa001 la siang 0 1 45 tdktmtsd panincong 3 30 semi intensi f
pa002 hmzh t 0 1 50 sd panincong 5 20 semiintensif
pa003 daya 0 2 60 sd panincong 3 30 semiintensif
pa004 muh.tang 0 1 55 tdktmtsd panincong 2 20 semiintensif
pa005 njmddin 0 1 58 tdktmtsd panincong 4 20 semi intensi f pa006 la boko 0 1 62 tdksklh panincong 9 50 semiintensif
pa007 la semma 0 1 50 tdktmtsd panincong 1 40 ekst ensi f
pa012 hmzh 0 1 70 tdksklh panincong 1 40 ekstensif
pa015 h. lennu 0 1 60 tdktmtsd panncong 3 40 semiintensif
pa010 sahrul 0 1 40 sd panincong 3 20 semiintensif
pa011 la mure 0 1 52 sd panincong 4 20 semiintensif
pa016 zainuddn 0 1 49 sma panincong 8 10 semiintensif
pa018 adi 0 1 33 sd panincong 4 10 semiintensif
pa019 la onton 0 1 50 tdktmtsd panincong 8 30 semiintensif
pa021 jafar 0 1 49 tdktmtsd panincong 3 20 semiintensif
pa022 h.aras 0 1 75 tdksklh panincong 5 50 semiintensif
pa023 h.upe 0 2 60 sd panincong 4 40 semiintensif
pa024 h.frmn 0 1 35 sd panincong 4 5 semiintensif
pa025 aliming 0 1 75 PT panincong 6 50 semiintensif
pa026 jmlddin 1 1 33 tdktmtsd panincong 4 3 semiintensif
pa031 tamring 0 1 42 tdktmtsd panincong 4 20 semiintensif
pa035 burhanud 0 1 40 tdktmtsd panincong 8 10 semiintensif
le001 la hatta 0 1 55 tdktmtsd laempa 9 18 semiintensif
le002 bahar 0 1 45 tdktmtsd laempa 2 15 semiintensif
le003 a.haruna 0 2 50 tdktmtsd laempa 5 20 semiintensif le004 hana 0 2 43 tdktmtsd laempa 2 25 semiintensif
le005 siti 0 2 45 tdktmtsd laempa 1 20 ekstensif
le006 salebu 0 1 60 tdktmtsd laempa 9 20 semiintensif
le007 sukardi 0 1 55 tdktmtsd laempa 6 15 semiintensif
le008 aras 0 1 47 tdktmtsd laempa 3 27 semiintensif
le011 mega 0 2 45 tdktmtsd laempa 1 18 ekstensif
-
8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so
48/59
34
caramerawatsapi kondisisapi letakkandang kondisikandang kandang yang baik
mndisetiaphr sehat kandangsapisendiri sekitaradasisaktrndnpakan dbrsihkanbrkala
tdkdmndikan sehat dktkndang lain sekitaradasisaktrndnpakan dbrsihkanbrkala
mndisetiaphr sehat dktkndang lain sekitaradasisaktrndnpakan dbrsihkanbrkala
mndisetiaphr sehat dktkndang lain sekitaradasisaktrndnpakan dbrsihkanbrkala
mndisetiaphr sehat dktkndang lain sekitaradasisaktrndnpakan dbrsihkanbrkala
mndisetiaphr sehat dktkndang lain beralaskanrumput dbrsihkanbrkala
tdkdmndikan sehat tdkdikandangkan beralaskanrumput dbrsihkanbrkala
tdkdmndikan sehat tdkdikandangkan beralaskanrumput dbrsihkanbrkalamndisetiaphr sehat dktldgpnggmbln kandang d semen dbrsihkanbrkala
mndisetiaphr sehat dktkndang lain sekitaradasisaktrndnpakan dbrsihkanbrkala
mndisetiaphr sehat dktkndang lain sekitaradasisaktrndnpakan dbrsihkanbrkala
mndisetiaphr sehat dktldgpnggmbln beralaskanrumput dbrsihkanbrkala
mndisetiaphr sehat dktkndang lain kandang d semen dbrsihkanbrkala
mndisetiaphr sehat dktkndang lain kandang d semen dbrsihkanbrkala
mndisetiaphr sehat dktkndang lain sekitaradasisaktrndnpakan dbrsihkanbrkala
mndisetiaphr sehat dktkndang lain kandang d semen desinfektan
mndisetiaphr sehat dktkndang lain kandang d semen dbrsihkanbrkala
mndisetiaphr sehat dktkndang lain kandang d semen dbrsihkanbrkala
tdkdmndikan sehat dktkndang lain kandang d semen dbrsihkanbrkala
mndisetiaphr sehat kandangsapisndiri kandang d semen dbrsihkanbrkala
tdkdmndikan sehat kandangsapisndiri sekitaradasisaktrndnpakan desinfektan
mndisetiaphr sehat dktkndang lain kandang d semen dbrsihkanbrkala
mndisetiaphr sehat kandangsapisndiri kandang d semen dbrsihkanbrkala
mndisetiaphr sehat dktkndang lain beralaskanrumput dbrsihkanbrkala
mndisetiaphr sehat dktkndang lain sekitaradasisaktrndnpakan dbrsihkanbrkala
mndisetiaphr sehat dktkndang lain beralaskanrumput dbrsihkanbrkala
tdkdmndikan sehat tdkdikandangkan beralaskanrumput dbrsihkanbrkala
mndisetiaphr sehat kandangsapisndiri kandang d semen dbrsihkanbrkalamndisetiaphr sehat dktkndang lain kandang d semen dbrsihkanbrkala
mndisetiaphr sehat dktkndang lain sekitaradasisaktrndnpakan dbrsihkanbrkala
tdkdmndikan sehat tdkdikandangkan beralaskanrumput dbrsihkanbrkala
-
8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so
49/59
35
pernahmendengaranaplasmos
is
apakahpenyakitanaplasmo
sis
Bagaimanapenular
an
tindakanuntukmenceg
ah
tindakanuntukmengendalikanfaktorpenul
aran
0 diasapi 0
0 diasapi 0
0 diasapi 0
0 tidak 1
0 diasapi 0
0 diasapi 0
0 tidak 10 tidak 1
0 insektisida 0
0 tidak 1
0 tidak 1
0 insektisida 0
0 insektisida 0
0 insektisida 0
0 tidak 1
0 insektisida 0
0 insektisida 0
0 tidak 1
0 diasapi 0
0 diasapi 0
0 diasapi 0
0 diasapi 0
0 diasapi 0
0 insektisida 0
0 diasapi 0
0 diasapi 0
0 diasapi 0
0 insektisida 0
0 diasapi 0
0 diasapi 0
0 diasapi 0
-
8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so
50/59
36
Lampiran 4. Hasil Olah Data
Kasus
Frequency Percent Valid Percent Cumulative PercentValid Negatif 30 96.8 96.8 96.8
Positif 1 3.2 3.2 100.0
Total 31 100.0 100.0
JenisKelamin
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid laki2 25 80.6 80.6 80.6
wnt 6 19.4 19.4 100.0
Total 31 100.
0
100.0
Umur
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 33 2 6.5 6.5 6.5
35 1 3.2 3.2 9.7
40 2 6.5 6.5 16.1
42 1 3.2 3.2 19.443 1 3.2 3.2 22.6
45 4 12.9 12.9 35.5
47 1 3.2 3.2 38.7
49 2 6.5 6.5 45.2
50 4 12.9 12.9 58.1
52 1 3.2 3.2 61.3
55 3 9.7 9.7 71.0
58 1 3.2 3.2 74.2
60 4 12.9 12.9 87.1
62 1 3.2 3.2 90.3
70 1 3.2 3.2 93.5
75 2 6.5 6.5 100.0
Total 31 100.0 100.0
-
8/19/2019 Prevalensi & Faktor2 Risiko Anaplasmosis Pd Sapi Bali Di Kel Lalabata Rilau, Kec.lalabata, Kab.so
51/59
37
TingkatPendidikan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid PT 1 3.2 3.2 3.2
sd 7 22.6 22.6 25.8
sma 1 3.2 3.2 29.0
tdk sklh 3 9.7 9.7 38.7
tdk tmt sd 19 61.3 61.3 100.0
Total 31 100.0 100.0
Pengalaman
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 3 1 3.2 3.2 3.2
5 1 3.2 3.2 6.5
10 3 9.7 9.7 16.1
15 2 6.5 6.5 22.6
18 2 6.5 6.5 29.0
20 10 32.3 32.3 61.3
25 1 3.2 3.2 64.5
27 1 3.2 3.2 67.7
30 3 9.7 9.7 77.4
40 4 12.9 12.9 90.3
50 3 9.7 9.7 100.0
Total 31 100.0 100.0
JumlahTernak
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 1 4 12.9 12.9 12.9
2 3 9.7 9.7 22.6
3 6 19.4 19.4 41.9
4 7 22.6 22.6 64.5
5 3 9.7 9.7 74.2
6 2 6.5 6.5 80.6
8 3 9.7 9.7 90.3
9 3