SKRIPSI Faktor2 Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Kode Etik Internasional Pemasaran PASI

download SKRIPSI Faktor2 Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Kode Etik Internasional Pemasaran PASI

of 53

Transcript of SKRIPSI Faktor2 Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Kode Etik Internasional Pemasaran PASI

SKRIPSI JANUARI 2011 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELAKSANAAN KODE ETIK INTERNASIONAL PEMASARAN PENGGANTI ASI (PASI) DI RS/KLINIK BERSALIN DI KOTA MAKASSAR

OLEH LYSIA KUSUMAWATI 110 205 0101

PEMBIMBING Dr. SURYANI TAWALI,MPH

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA MAKASSAR 2011

BAB I PENDAHULUAN

I.1

Latar Belakang Banyak fakta yang menyebabkan Air Susu Ibu (ASI) masih mendapat perhatian serius dari berbagai ahli kesehatan di dunia. Pada tahun 1989, UNICEF bersama WHO memperkenalkan Sepuluh Langkah Keberhasilan Menyusui dengan mengeluarkan sebuah Pernyataan Bersama mengenai Perlindungan, Promosi, dan Dukungan Menyusui: Peran Khusus Fasilitas Pelayanan Kesehatan Ibu. Setahun kemudian, pada tahun 1990 Deklarasi Innocenti menghimbau dunia agar mendukung pelaksanaan Sepuluh Langkah di semua fasilitas kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan ibu. Didalam deklarasi tersebut disepakati perlunya kampanye ASI melalui pekan ASI sedunia yang dilakukan pada setiap minggu pertama bulan Agustus (World BreastFeeding Week). Tujuannya adalah untuk menyadarkan kembali

masyarakat betapa pentingnya ASI dan supaya ibu mau menyusui bayinya.1,2 Adapun Tema peringatan Pekan ASI Sedunia (PAS) Tahun 2010 adalah Breast Feeding: Just Ten Step! The Baby Friendly Way dengan tema nasional Menyusui: Sepuluh Langkah Menuju Sayang Bayi. Tema PAS 2010 ini sangat tepat untuk lebih menguatkan penerapan 10 Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui (LMKM) khususnya di fasilitas

pelayanan kesehatan. 10 Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui tersebut adalah : 1. Fasilitas Pemberian pelayanan Air kesehatan Ibu mempunyai kebijakan yang Peningkatan secara rutin

Susu

(PP-ASI)

tertulis

dikomunikasikan kepada semua petugas 2. Melakukan pelatihan bagi petugas dalam hal pengetahuan dan

keterampilan untuk menerapkan kebijakan tersebut 3. Menjelaskan kepada semua ibu hamil tentang manfaat menyusui dan penatalaksanaannya dimulai sejak masa kehamilan, masa bayi lahir sampai umur 2 tahun termasuk cara mengatasi kesulitan menyusui 4. Membantu ibu mulai menyusui bayinya dalam 60 menit setelah melahirkan, yang dilakukan di ruang bersalin. Apabila ibu mendapat operasi Caesar, bayi disusui setelah 30 menit ibu sadar 5. Membantu ibu bagaimana cara menyusui yang benar dan cara mempertahankan menyusui meski ibu dipisah dari bayi atas indikasi medis 6. Tidak memberikan makanan atau minuman apapun selain ASI kepada bayi baru lahir 7. Melaksanakan rawat gabung dengan mengupayakan ibu bersama bayi 24 jam sehari 8. Membantu ibu menyusui semau bayi semau ibu, tanpa pembatasan terhadap lama dan frekuensi menyusui 9. Tidak memberikan dot atau kempeng kepada bayi yang diberi ASI

10. Mengupayakan terbentuknya Kelompok Pendukung ASI (KP-ASI) dan rujuk ibu kepada kelompok tersebut ketika pulang dari Rumah Sakit/Rumah Bersalin/Fasilitas pelayanan kesehatan.2 Salah satu alasan utama pentingnya ASI adalah karena sangat bermanfaat untuk bayi pada awal kehidupannya. ASI diciptakan sebagai makanan yang mengandung zat gizi dan non-gizi paling lengkap dan cukup untuk bayi sejak lahir sampai usia 6 bulan (ASI Eksklusif). Kalau bayi lahir sampai enam bulan dengan hanya diberikan ASI saja, pertumbuhannya jauh lebih baik dibanding bayi yang tidak disusui. Pada periode usia tersebut bayi tidak dianjurkan untuk diberikan makanan apapun selain ASI. 1 Penelitian yang dilakukan oleh The Bellagio Survival Study Group (2003) pada 42 negara mengenai tingginya angka kematian anak dibawah umur 5 tahun dan cara pencegahan yang efektif. Sebagaimana yang diterbitkan oleh The Lancet tentang hasil penelitian tersebut, bahwa pada tahun 2003 diperkirakan terjadi 10,8 juta bayi meninggal sebelum berumur 5 tahun di 42 negara. Kemudian didapatkan bahwa ada banyak metode pencegahan yang efektif dengan biaya yang relatif rendah, tetapi porsi paling tinggi ternyata diberikan oleh pencegahan dengan metode pemberian ASI. Dari hasil penelitian, didapatkan bahwa ternyata sekitar 1.302 bayi atau sekitar 13% dari semua kematian bayi tersebut dapat dicegah dengan pemberian ASI. 3

Selain itu, penambahan makanan selain ASI pada usia yang terlalu dini dapat meningkatkan kesakitan (morbiditas). Bayi tersebut akan mudah terkena infeksi saluran pencernaan maupun pernafasan. Angka kematian bayi di Indonesia yang cukup tinggi diantaranya disebabkan oleh tingginya kejadian infeksi saluran pencernaan dan pernafasan pada bayi. TABEL 1.1 POLA PENYAKIT PENYEBAB KEMATIAN BALITA DI INDONESIA HASIL SKRT 1995 DAN SURKESNAS 2001

Tabel di atas menunjukkan bahwa pola penyakit penyebab kematian Balita menurut hasil SKRT 1995 dan Surkesnas 2001 tidak terlalu banyak mengalami perubahan, penyakit infeksi masih merupakan penyebab kematian terbanyak. Pada tahun 2001, kematian Balita yang tertinggi adalah kematian akibat Pneumonia (4,6 per 1.000 Balita), disusul oleh kematian akibat Diare (2,3 per 1.000 Balita). 4 Ironisnya penyakit-penyakit infeksi tersebut sebenarnya dapat dicegah hanya dengan pemberian ASI eksklusif. Pande (2009) melakukan penelitian untuk mengetahui perbedaan angka prevalensi ISPA bagian atas antara bayi usia 6-12 bulan yang diberi ASI eksklusif dengan bayi yang diberi PASI di Wilayah Kerja Puskesmas Cisadea Kecamatan Blimbing

Kota Malang, hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa terdapat perbedaan angka prevalensi ISPA bagian atas yang signifikan pada jumlah serangan ISPA saat usia 0-6 bulan dan saat usia 6-12 bulan serta lama serangan ISPA antara bayi usia 6-12 bulan yang diberi ASI eksklusif dengan bayi yang diberi PASI di Wilayah tersebut. Kesimpulannya ialah pemberian ASI Eksklusif sejak lahir akan cenderung dapat mencegah dan menjarangkan terjadinya serangan ISPA serta mempersingkat lamanya bayi saat menderita ISPA bagian atas, daripada bayi yang mendapatkan PASI (susu formula).5 Sebagai makanan terbaik bayi, ternyata ASI belum sepenuhnya dimanfaatkan oleh masyarakat, bahkan terdapat kecenderungan terjadi pergeseran penggunaan susu formula pada sebagian kelompok masyarakat. Data series Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) menunjukkan ibu-ibu yang memberikan ASI eksklusif hanya 52,0% (tahun 1997 ) dan 55,1% (tahun 2003) (BPS, 2003). Angka tersebut masih jauh dibandingkan dengan target pemberian ASI eksklusif di Indonesia tahun 2000 sebesar 80%.1 Seiring dengan menurunnya pemberian ASI eksklusi tersebut, Terjadi pula peningkatan konsumsi susu formula. Hal ini dilaporkan pada hasil studi di Kota Bogor (2002) pada bayi usia 5-10 bulan sebanyak 54,6 % sudah mulai diberikan susu formula. Tingginya pemakaian susu formula di Indonesia juga ditemukan pada survei Yayasan Lembaga Konsumen (YLKI) dan Badan Kerja Peningkatan Penggunaan ASI (BKPP-ASI). Data

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI, 2002) menunjukkan pada bayi berusia < 6 bulan yang menggunakan susu formula, yaitu sebanyak 76,6% pada bayi yang tidak disusui dan 18,1% pada bayi yang disusui.1 Promosi susu formula dilakukan sangat gencar diberbagai media massa. Produsen susu formula juga mulai mengalihkan promosi produknya dari iklan langsung ke konsumen ke promosi di institusi pelayanan kesehatan seperti rumah sakit (RS), rumah bersalin, dan tempat praktik bidan. Selain memasang poster dan kalender, juga dilakukan pemberian sampel gratis kepada ibu yang baru melahirkan. Semua praktik ini jelas melanggar Kode Etik Internasional Pemasaran Pengganti Air Susu Ibu (PASI) maupun peraturan pemerintah yang berlaku. 1 Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sukamdani,S.Ked (2010) didapatkan bahwa sekitar 66,67% rumah sakit/klinik bersalin atau 10 dari 15 sampel ternyata melakukan promosi susu formula pada masing-masing tempat. Dari kelima variabel yang menjadi bahan acuan penelitian ini, variabel mengenai menampilkan produk pengganti ASI/botol/dot dalam gerai juga termasuk poster dan plakat memiliki presentasi terbesar, yakni sekitar 53,33% atau sekitar 8 dari 15 rumah sakit/kllinik bersalin yang menjadi sampel penelitian. Beberapa rumah sakit bahkan menampilkan langsung produk tersebut di depan kamar perawatan bayi sehingga hal ini cenderung dapat menjadi perhatian tersendiri baik itu bagi ibu bayi maupun keluarga pasien.

Bentuk promosi lain yang juga dilakukan di rumah sakit adalah melalui pemajangan barang-barang yang sebenarnya memiliki fungsi promosi dan edukasi, tetapi memuat lambang/nama produk bersangkutan. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan sekitar 40% atau 6 dari 15 rumah sakit/klinik yang menjadi sampel penelitian. Barang-barang ini sebagian besar dalam bantuk chart pertumbuhan, serta jadwal imunisasi dan di pajang sebagian besar di daerah poliklinik tempat keluarga pasien menunggu. Pada dasarnya tujuannya bagus, yakni untuk mensosialiasaikan mengenai jadwal imunisasi misalnya, tetapi dengan mencantumkan lambang/nama produk susu formula tertentu, maka hal tersebut melanggar ketentuan kode etik internasional mengenai pemasaran pengganti ASI. Fakta ini menimbulkan pertanyaan besar mengapa terjadi pelanggaran kode etik internasional mengenai pemasaran ASI, sehingga perlu dilakukan penelitian yang berkaitan dengan faktor-faktor yang berkaitan dengan pelaksanaa kode etik internasional tersebut oleh petugas kesehatan di RS/klinik bersalin. I.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas, maka penulis merumuskan masalah penelitian yaitu apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan Kode Etik Internasional Pemasaran Pengganti ASI di RS/Klinik Bersalin?

I.3.

Batasan Penelitian Kode Etik Internasional Pemasaran Pengganti ASI mengatur banyak subjek dan objek, mulai dari masyarakat umum dan ibu-ibu, sistem perawatan kesehatan, pihak-pihak yang dipekerjakan oleh pabrikan atau distributor, pembuatan label, mutu dan pekerja kesehatan. Dalam penelitian ini, aspek yang akan diteliti hanya aspek petugas kesehatan. Dalam hal ini petugas kesehatan di RS/Klinik Bersalin.

I.4. Tujuan Penelitian I.4.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan Kode Etik Internasional Pemasaran Pengganti ASI I.4.2 Tujuan Khusus Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan Kode Etik Internasional Pemasaran ASI yaitu pengetahuan umum petugas kesehatan di RS/klinik bersalin, kebijakan RS/klinik bersalin tentang promosi dan penjualan produk Pengganti ASI, serta insentif dari produsen Pengganti ASI kepada petugas. I.5. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini antara lain : 1. Terhadap program, diharapkan hasil penelitian ini merupakan sumber informasi penting bagi pemerintah serta instansi terkait agar lebih mengerti tentang Kode Etik internasional pemasaran pengganti ASI dan menjalankannya dengan baik.

2. Terhadap ilmu pengetahuan sebagai bahan ilmiah untuk bahan bacaan pada penelitian selanjutnya. 3. Terhadap peneliti merupakan pengalaman yang berharga dalam rangka menambah wawasan keilmuan melalui penelitian literature review sekaligus sebagai pengalaman proses belajar mengajar khususnya dalam bidang metodologi penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Kandungan dan Manfaat ASI ASI sangat penting dan perannya bagi bayi, dan tidak bisa digantikan oleh jenis susu lain. ASI mengandung lebih dari 100 jenis zat gizi yang tidak ada satu pun jenis susu lain bisa menyamainya. Selain itu tidak semua zat gizi yang terdapat dalam susu formula bisa diserap oleh bayi. Meskipun European Society for Peadiatric Gastroenterology and Nutrition Committee (1981) menetapkan standar komposisi zat gizi susu formula bayi, namun ASI tetap merupakan makanan yang baik bagi bayi.1 Berikut merupakan tinjauan mengenai komposisi ASI: 6,7 a. ASI selalu merupakan bahan makanan terbaik untuk bayi walaupun ibu sedang sakit, hamil, haid atau kurang gizi kandungan ASI. ASI mengandung semua zat gizi yang diperlukan bayi dalam 4 6 bulan I kehidupan, dianjurkan agar kepada masa ini hanya diberikan ASI. b. ASI mengandung protein dan lemak yang paling cocok untuk bayi dalam jumlah yang tepat. c. ASI mengandung lebih banyak laktosa (gula susu) daripada susu lainnya dan laktosa merupakan zat yang diperlukan bagi manusia. d. ASI mengandung vitamin yang cukup bagi bayi. Bayi selama 6 bulan tidak memerlukan vitamin tambahan

e. ASI mengandung zat besi yang cukup untuk bayi. Tidak terlalu banyak zat besi yang dikandung, tetapi zat besi ini diserap usus bayi dengan baik. Bayi yang disusui tidak akan menderita anemia kekurangan zat besi. f. ASI mengandung garam, kalsium dan fosfat dalam jumlah yang tepat g. Komposisi Taurin, DHA dan AA pada ASI h. ASI mengandung cukup air bagi bayi bahkan pada iklim yang panas. ASI terdiri dari 88% air . Kandungan air dalam ASI yang diminum bayi selama pemberian ASI eksklusif sudah mencukupi kebutuhan bayi dan sesuai dengan kesehatan bayi. Bahkan bayi baru lahir yang hanya mendapat sedikit ASI pertama (kolostrum cairan kental kekuningan), tidak memerlukan tambahan cairan karena bayi dilahirkan dengan cukup cairan di dalam tubuhnya. i. ASI mempunyai kandungan bahan larut yang rendah . ASI dengan kandungan air yang lebih tinggi biasanya akan keluar pada hari ketiga atau keempat. Tabel 2 memperlihatkan komposisi ASI. Salah satu fungsi utama air adalah untuk menguras kelebihan bahanbahan larut melalui air seni. Zat-zat yang dapat larut (misalnya sodium, potasium, nitrogen, dan klorida) disebut sebagai bahan-bahan larut. Ginjal bayi yang pertumbuhannya belum sempurna hingga usia tiga bulan, mampu mengeluarkan kelebihan bahan larut lewat air seni untuk menjaga

keseimbangan kimiawi di dalam tubuhnya. Oleh karena ASI

mengandung sedikit bahan larut, maka bayi tidak membutuhkan air sebanyak anak-anak atau orang dewasa. Keunggulan dan manfaat menyusui dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu: aspek gizi, aspek imunologik, aspek psikologi, aspek kecerdasan, neurologis, ekonomis dan aspek penundaan kehamilan.8 1. Aspek Gizi. Manfaat Kolostrum: 8 a. Kolostrum mengandung zat kekebalan terutama IgA untuk melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi terutama diare. b. Jumlah kolostrum yang diproduksi bervariasi tergantung dari hisapan bayi pada hari-hari pertama kelahiran. Walaupun sedikit namun cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi. Oleh karena itu kolostrum harus diberikan pada bayi. c. Kolostrum mengandung protein,vitamin A yang tinggi dan mengandung karbohidrat dan lemak rendah, sehingga sesuai dengan kebutuhan gizi bayi pada hari-hari pertama kelahiran. d. Membantu mengeluarkan mekonium yaitu kotoran bayi yang pertama berwarna hitam kehijauan. 2. Aspek Imunologik 8 a. ASI mengandung zat anti infeksi, bersih dan bebas kontaminasi. b. Immunoglobulin A (Ig.A) dalam kolostrum atau ASI kadarnya cukup tinggi. Sekretori Ig.A tidak diserap tetapi dapat

melumpuhkan bakteri patogen E. coli dan berbagai virus pada saluran pencernaan. c. Laktoferin yaitu sejenis protein yang merupakan komponen zat kekebalan yang mengikat zat besi di saluran pencernaan. d. Lysosim, enzym yang melindungi bayi terhadap bakteri (E. coli dan salmonella) dan virus. Jumlah lysosim dalam ASI 300 kali lebih banyak daripada susu sapi. e. Sel darah putih pada ASI pada 2 minggu pertama lebih dari 4000 sel per mil. Terdiri dari 3 macam yaitu: BrochusAsociated Lympocyte Tissue (BALT) antibodi pernafasan, Gut Asociated Lympocyte Tissue (GALT) antibodi saluran

pernafasan, dan Mammary Asociated Lympocyte Tissue (MALT) antibodi jaringan payudara ibu. f. Faktor bifidus, sejenis karbohidrat yang mengandung nitrogen, menunjang pertumbuhan bakteri lactobacillus bifidus. Bakteri ini menjaga keasaman flora usus bayi dan berguna untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang merugikan. 3. Aspek Psikologik 8 Rasa percaya diri ibu untuk menyusui : bahwa ibu mampu menyusui dengan produksi ASI yang mencukupi untuk bayi. Menyusui dipengaruhi oleh emosi ibu dan kasih saying terhadap bayi akan meningkatkan produksi hormon terutama oksitosin yang pada akhirnya akan meningkatkan produksi ASI. Interaksi Ibu dan Bayi: Pertumbuhan

dan perkembangan psikologik bayi tergantung pada kesatuan ibu-bayi tersebut. Pengaruh kontak langsung ibu-bayi: ikatan kasih sayang ibubayi terjadi karena berbagai rangsangan seperti sentuhan kulit (skin to skin contact). Bayi akan merasa aman dan puas karena bayi merasakan kehangatan tubuh ibu dan mendengar denyut jantung ibu yang sudah dikenal sejak bayi masih dalam rahim. 8 4. Aspek Kecerdasan 8 Interaksi ibu-bayi dan kandungan nilai gizi ASI sangat dibutuhkan untuk perkembangan system syaraf otak yang dapat meningkatkan kecerdasan bayi. Penelitian menunjukkan bahwa IQ pada bayi yang diberi ASI memiliki IQ point 4.3 point lebih tinggi pada usia 18 bulan, 4-6 point lebih tinggi pada usia 3 tahun, dan 8.3 point lebih tinggi pada usia 8.5 tahun, dibandingkan dengan bayi yang tidak diberi ASI.8 5. Aspek Neurologis Dengan menghisap payudara, koordinasi syaraf menelan, menghisap dan bernafas yang terjadi pada bayi baru lahir dapat lebih sempurna. 8 6. Aspek Ekonomis Dengan menyusui secara eksklusif, ibu tidak perlu mengeluarkan biaya untuk makanan bayi sampai bayi berumur 4 bulan. Dengan demikian akan menghemat pengeluaran rumah tangga untuk membeli susu formula dan peralatannya. 8

7. Aspek Penundaan Kehamilan Dengan menyusui secara eksklusif dapat menunda haid dan kehamilan, sehingga dapat digunakan sebagai alat kontrasepsi alamiah yang secara umum dikenal sebagai Metode Amenorea Laktasi (MAL). 8 II.2 Kekurangan pemberian Pengganti ASI (PASI) Berikut merupakan beberapa kekurangan pemberian makanan pengganti ASI/Susu Formula: a) Infeksi Susu sapi tidak mengandung sel darah putih hidup dan antibodi, untuk melindungi tubuh terhadap infeksi. Bayi yang diberi makanan buatan lebih sering sakit diare dan infeksi saluran pernafasan.7 b) Pemborosan Ibu dari keluarga ekonomi lemah mungkin tidak mempu membeli cukup susu untuk bayinya. Mereka mungkin memberikan dalam jumlah lebih sedikit dan rnungkin menaruh sedikit susu atau bubuk susu ke dalam botol. Sebagai akibatnya, bayi yang diberi susu botol sering kelaparan.7 c) Kekurangan vitamin Susu sapi tidak mengandung vitamin yang cukup untuk bayi.7 d) Kekurangan zat besi Zat besi dari susu sapi tidak diserap sempurna seperti zat besi dari ASI. Bayi yang diberi makanan buatan bisa terkena anemia karena kekurangan zat besi.7

e) Terlalu banyak garam Susu sapi mengandung garam terlalu banyak yang kadang-kadang menyebabkan hipernatremia (terlalu banyak garam dalam tubuh) dan kejang, terutama bila anak terkena diare.7 f) Terlalu banyak kalsium dan fosfat Hal ini menyebabkan tetani yaitu kedutan dan kaku otot (kejangkejang).7 g) Lemak yang tidak cocok Susu sapi mengandung lebih banyak asam lemak jenuh dibandingkan ASI, untuk pertumbuhan bayi yang sehat, diperlukan asam lemak tidak jenuh yang lebih banyak. Susu sapi tidak mengandung asam lenak esensial dan asam linoleat yang cukup, dan mungkin juga tidak mengandung kolesterol yang cukup bagi pertumbuhan otak. Susu skim kering tidak mengandung lemak, sehingga tidak mengandung cukup banyak energi.7 h) Protein yang tidak cocok Susu sapi mengandung terlalu banyak protein kasein. Kasein ini mengandung campuran asam amino yang tidak cocok dan sulit dikeluarkan oleh ginjal bayi yang belum sempuma. Petugas kesehatan kadang-kadang mengajarkan ibu untuk mengencerkan susu sapi dengan air untuk mengurangi protein total. Tetapi, susu yang diencerkan tidak mengandung asam amino esensial sistin dan taurin yang cukup, yang diperlukan bagi pertumbuhan otak bayi.7

i) Tidak bisa dicerna Susu sapi lebih sulit dicerna karena tidak mengandung enzim lipase untuk mencerna lemak. Juga karena kasein membentuk gumpalan susu tebal yang sulit dicerna. Karena susu sapi lambat dicema maka lebih lama untuk mengisi lambung bayi daripada ASI. Akibatnya, bayi tidak cepat merasa lapar. Bayi yang diberikan susu sapi bisa menderita sembelit, yaitlu tinja menjadi Iebih tebal dan keras.7 j) Alergi Bayi yang diberi susu sapi telalu dini mungkin menderita lebih banyak masalah alergi, misalnya asma dan eksim.7 II.3 Keuntungan Menyusui dibanding Memberikan Susu Formula 7 a. ASI mengandung enzim khusus (lipase) yang mencerna lemak. ASI lebih cepat dan mudah dicerna dan bayi yang diberi ASI mungkin ingin makan lagi lebih cepat daripada bayi yang diberi makanan buatan b. ASI selalu siap untuk diberikan pada bayi dan tidak memerlukan persiapan. c. ASI tidak pemah basi atau menjadi jelek dalam payudara, walau ibu tidak menyusui bayinya selama beberapa hari. Beberapa hari ibu percaya bahwa ASI dalam payudara bisa basi, padahal hal ini tidak akan terjadi. d. Menyusui melahirkan. akan membantu menghentikan pendarahan setelah

e. Menyusui berdasarkan permintaan membantu mencegah kehamilan berikutnya. f. Menyusui baik secara kejiwaan bagi ibu dan bayi. Hal ini membantu terjadinya ikatan diantara keduanya, sehingga menjadi tak terpisahkan dan mencintai satu sarna lain. Dekat secara emosional dengan ibunya pada saat dini mungkin meningkatkan penampilan pendidikan anak kelak dikemudian hari. g. ASI murah, tidak perlu dibeli. h. Semua ASI khusus untuk bayi, sedangkan susu buatan lainnya dapat digunakan untuk keluarga lain dan tamu. i. ASI akan melindungi bayi terhadap penyakit dan mempercepat penyembuhan anak sampai tahun kedua kehidupan. II.4. The International Code of Marketing of Breastmilk Subsitutes The International Code of Marketing of Breastmilk Subsitutes, yang sering disebut sebagai Kode WHO, merupakan kumpulan rekomendasi untuk mengatur pemasaran susu pengganti ASI, dot dan botol. Kode WHO dibuat atas respon terhadap kenyataan bahwa praktek pemberian ASI yang kurang secara negatif mempengaruhi pertumbuhan, kesehatan dan perkembangan anak-anak, dan merupakan penyebab kematian terbesar pada bayi dan balita. Praktek pemberian ASI yang kurang merupakan hambatan yang serius terhadap perkembangan sosial dan ekonomi. Sesi ke 34 World Health Assembly (WHA) mengadopsi The International Code of Marketing of

Breastmilk Subsitutes pada tahun 1981 sebagai persyaratan minimal untuk melindungi dan mempromosikan pemberian makanan yang cocok untuk bayi dan balita. 9 Kode WHO bertujuan untuk memberikan kontribusi bagi tersedianya nutrisi yang aman dan memadai bagi bayi, dengan melakukan perlindungan dan promosi pemberian ASI, dan dengan memastikan bahwa makanan pengganti ASI digunakan secara tepat. Disebutkan juga bahwa, Susu pengganti ASI seharusnya tersedia jika dibutuhkan, tapi tidak untuk dipromosikan. Kode WHO mewakili ekspresi dari keinginan kolektif dari pemerintah untuk memastikan perlindungan dan promosi dari pemberian ASI yang optimal bagi bayi dan balita. 9 Cakupan Kode WHO ini adalah setiap pemasaran dan praktek terkait lainnya terhadap produk berikut: 10

Pengganti ASI, termasuk susu formula. Produk susu lainnya, makanan dan minuman termasuk MPASI dalam botol, yang dipasarkan atau direpresentasikan cocok untuk digunakan sebagai pengganti ASI baik seluruhnya maupun sebagian, dengan atau tanpa modifikasi.

Botol dan dot. Dikarenakan WHO merekomendasikan menyusui hingga 2 tahun,

maka cakupan tersebut juga berlaku untuk produk pengganti ASI hingga anak berumur 2 tahun.

Berikut merupakan beberapa ringkasan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Kode WHO ini: 10 a. Masyarakat dan umum Berisi mengenai larangan mengiklankan produk yang ditujukan untuk masyarakat umum, pembagian sampel produk kepada ibu hamil atau keluarga bayi, serta distribusi hadiah atau barangbarang rumah tangga yang dipergunakan untuk promosi produk. b. Sistem perawatan kesehatan Berisi mengenai larangan menggunakan sarana kesehatan sebagai tempat untuk promosi produk cakupan Kode, larangan

menampilkan produk dalam gerai khusus termasuk pamflet, serta plakat pada sarana kesehatan, serta pemberian bantuan dan atau hadiah yang menampilkan lambang produsen ataupun salah satu produk kepemilikan produsen. c. Pihak-pihak yang dipekerjakan oleh pabrik atau distributor Berisi tentang larangan bagi personil yang dipekerjakan oleh pabrik atau distributor untuk melaksanakan fungsi-fungsi pendidikan yang berhubungan dengan ibu hamil ibu bayi dan balita. d. Pembuatan label Harus berisi kata-kata pengumuman penting atau sepadannya yang menyebutkan keunggulan ASI, serta pernyataan bahwa penggunaan produk ini harus mendapatkan advis dari pekerja

kesehatan serta peringatan akan adanya gangguan kesehatan jika tidak digunakan sesuai petunjuk. Label juga harus berisi mengenai komposisi, penyimpanan serta tanggal kadaluarsa dengan memperhatikan kondisi setempat. e. Mutu Produk-produk makanan yang berada di dalam cakupan Kode (ini), ketika dijual atau didistribusikan, hendaknya memenuhi standar berlaku yang direkomendasikan oleh Komisi Codex Alimentarius dan juga Codex Kode (etik) Praktek-praktek Higienis untuk Makanan bagi Bayi dan Anak. f. Pekerja kesehatan pekerja kesehatan hendaknya mendorong dan melindungi pemberian ASI serta tidak diiming-imingi dengan materi/finansial agar mempromosikan produk cakupan Kode, termasuk informasi yang diberikan kepada petugas kesehatan haru terbatas pada hal yang ilmiah dan faktual. Peran Petugas Kesehatan 7 Sebagaimana halnya pengalaman dibanyak negara didunia bahwa penurunan pemberian ASI ada hubungannya dengan cara-cara yang dilakukan di rumah sakit, sikap dan perhatian para ahli kesehatan yang berkaitan dengan menyusui sangat diperlukan, terutama dalam

II.5

menghadapi promosi-promosi pabrik pembuat susu formula bayi.

Posisi strategis dari peranan instansi kesehatan dan para petugas kesehatan di Indonesia terutama di rumah sakit-rumah sakit sangat bermanfaat bagi pelaksanaan kegiatan operasional pemasyarakatan ASI. Peranan petugas kesehatan khususnya di rumah sakit dimana ibu ditolong dalam melahirkan sangat menentukan tentang cara memberi yang baik. Penerangan mengenai pemberian ASI oleh petugas kesehatan tentang pemberian ASI yang pertama keluar (kolostrum) sangat diperlukan oleh karena pengalaman yang ditemukan selama ini kolostrum biasanya dibuang. Peranan petugas kesehatan sangat diperlukan dalam hal penyuluhan mengenai cara merawat dan membersihkan payudara dan agar ibu tetap terus menyusui anaknya agar ASI-nya keluar dan memberi penerangan agar ibu tidak memberi susu kaleng kepada bayi/anak serta nasehat tentang gizi, makanan yang bergizi untuk ibu menyusui. Kurangnya petugas kesehatan yang bertugas di perkotaan terutama dipedesaan menyebabkan kurangnya pengetahuan ibu-ibu terhadap fungsifungsi ASI pada anaknya. Petugas kesehatan yang seyogjanya memberikan penyuluhan mengenai manfaat ASI kurang merata distribusinya sehingga persepsi dan pengetahuan tentang ASI sangat minim. Di masyarakat banyak dijumpai kebiasaan ibu-ibu yang bertentangan dengan kesehatan dalam pemberian ASI. Kebiasaan-kebiasan tersebut antara lain: 1. Adanya kebiasaan masyarakat membuang kolostrum (susu pertama) karena anggapan kolostrum tersebut menyebabkan penyakit bagi sibayi padahal

meningkatkan kesehatan. Kolostrum merupakan yang paling tinggi gizi dan zat kekebalannya. 2. Adanya anggapan masyarakat bahwa ASI bisa basi. Padahal dari medisnya ASI tidak pernah basi dalam payudara walau ibu tidak menyusui bayinya selama beberapa hari. Alasan yang cukup sering bagi ibu untuk berhenti menyusui karena ibu sakit tetapi jarang sekali ada penyakit yang mengharuskan berhenti menyusui. II.6 Peranan Petugas Dalam Pendidikan Kesehatan Pada Keluarga Khususnya Ibu7 Pendidikan kesehatan tidak hanya berupa bimbingan pribadi tetapi juga pendidikan umum bagi masyarakat. Petugas kesehatan harus mencoba mendidik masyarakat mengenai cara menyusui dan apa yang harus dilakukan oleh si ibu. Akan tetapi petugas kesehatan harus mengetahui masyarakat yang bagaimana di tempat dia bekerja dan harus diketahui pula apa yang telah dilakukan masyarakat untuk kesehatan mereka sendiri termasuk kebiasaan pemberian makan basi bayi dalam

keluarga/rnasyarakat yang bersangkutan. 7

BAB III KERANGKA KONSEP

III.1. Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti Pelaksanaan Kode Etik Internasional Pemasaran Pengganti ASI dimungkinkan karena berbagai faktor. Sehingga dari faktor-faktor tersebut diambil 8 variabel yaitu pengetahuan umum petugas kesehatan tentang keunggulan ASI eksklusif, pengetahuan umum petugas kesehatan tentang undang-undang yang melindungi pemberian ASI, mengikuti

pelatihan/sosialisasi tentang ASI eksklusif atau Kode Etik Internasional PemasaranPengganti ASI, pengetahuan petugas kesehatan tentang isi Kode Etik Internasional PASI bahwa dilarang menampilkan lambang/nama produsen Pengganti Asi/dot/botol pada sarana kesehatan, dilarang menampilkan produk PASI/dot/botol dalam gerai juga termasuk poster dan plakat, dilarang menerima hadiah dari produsen/distributor yang menampilkan lambang produsen, dilarang menerima barang-barang bantuan dari produsen/distributor yang menampilkan lambang salah satu produk produsen dan dilarang menjual produk Pengganti ASI/dot/botol kepada ibu/keluarga. Selain itu juga untuk mengetahui ada tidaknya kebijakan RS/klinik bersalin tentang promosi dan penjualan produk Pengganti ASI/dot/botol, serta ada tidaknya insentif dari produsen kepada petugas.

Petugas yang memiliki pengetahuan tentang kelebihan pemberian ASI eksklusif akan mempengaruhi jumlah pemberian ASI eksklusif yang dengan sendirinya dapat menekan angka kematian bayi. Namun adanya petugas kesehatan yang memiliki pengetahuan tentang ASI eksklusif tidak cukup untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai jika tidak terdapat kebijakan yang melindungi pemberian ASI eksklusif dari RS/klinik bersalin sendiri. Sedangkan adanya insentif dari produsen Pengganti ASI (PASI) kepada petugas kesehatan ataupun RS/klinik bersalin dapat mempengaruhi pelaksanaan Kode Etik Internasional Pemasaran Pengganti ASI (PASI) sekalipun petugas kesehatan telah memiliki pengetahuan tentang ASI eksklusif yang cukup dan telah ada kebijakan yang mengatur pemasaran Pengganti ASI (PASI).

III.2 Kerangka Konsep

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELAKSANAAN KODE ETIK PEMASARAN PENGGANTI ASI (PASI)

Pengetahuan umum petugas kesehatan tentang tentang kode etik Internasional PASI dan ASI eksklusif

Mengikuti pelatihan/ tentang ASI eksklusif atau Kode Etik Internasional PASI

Pengetahuan umum tentang kelebihan/keuntungan ASI eksklusif Pengetahuan tentang Undangundang yang melindungi ASI eksklusif Pelatihan/sosialisasi tentang ASI eksklusif Pelatihan/sosialisasi tentang Kode Etik Internasional PASI Menampilkan lambang/nama produsen Pengganti ASI/dot/botol pada sarana kesehatan Menampilkan produk PASI/dot/botol dalam gerai juga termasuk poster dan plakat Barang-barang hadiah dari produsen/distributor yang menampilkan lambang produsen Barang-barang bantuan dari produsen/distributor yang menampilkan lambang salah satu produk produsen Menjual produk Pengganti ASI/dot/botol kepada ibu/keluarga

Pelaksanaan kode etik Internasional PASI

Pengetahuan petugas kesehatan tentang isi kode etik Internasional PASI

Kebijakan RS/Klinik Bersalin tentang pemberian ASI eksklusif dan promosi produk PASI

insentif dari produsen PASI kepada petugas

Variabel yang diteliti

III.3 DEFINISI OPERASIONAL III.3.1 Wilayah Makassar III

Wilayah Makassar III merupakan wilayah Kotamadya Makassar yang meliputi 4 kecamatan, yakni : Kecamatan Mariso Kecamatan Makassar Kecamatan Ujung Pandang Kecamatan Mamajang

III.3.2 Pengetahuan umum petugas kesehatan a. ASI eksklusif Definisi operasional : Responden mengetahui kelebihan pemberian ASI eksklusif yang diukur dengan pertanyaan apakah responden tahu tentang kelebihan pemberian ASI dan responden diminta untuk menyebutkan minimal 2 kelebihan ASI eksklusif. Kriteria objektif : 1. Tahu 2. Tidak tahu b. Undang-undang tentang ASI eksklusif Definisi operasional : Responden mengetahui undang-undang tentang ASI eksklusif yang diukur dengan pertanyaan apakah responden tahu tentang undang-undang yang melindungi pemberian ASI eksklusif dan responden diminta menyebutkan minimal 1 undang-undang dan tidak dituntut untuk menjawab dengan lengkap undang-undang yang bersangkutan. Kriteria objektif : 1. Tahu 2. Tidak tahu

III.3.3 Mengikuti pelatihan/sosialisasi a. ASI eksklusif Definisi operasional : responden pernah mengikuti pelatihan/sosialisasi tentang pemberian ASI eksklusif yang diukur dengan pertanyaan apakah responden pernah mengikuti pelatihan/sosialisasi tentang pemberian ASI eksklusif. Kriteria objektif : 1. Pernah 2. Tidak pernah b. Kode Etik Internasional Pemasaran Pengganti ASI (PASI) Definisi operasional : Responden pernah mengikuti pelatihan/sosialisasi tentang Kode Etik Internasional Pemasaran Pengganti ASI (PASI) yang diukur dengan pertanyaan apakah responden pernah mengikuti

pelatihan/sosialisasi tentang Kode Etik Internasional Pemasaran Pengganti ASI (PASI). Kriteria objektif : 1. Pernah 2. Tidak pernah

III.3.4 Mengetahui isi Kode Etik Internasional Pemasaran Pengganti ASI (PASI) a. Larangan untuk menampilkan nama produsen PASI/dot/botol pada sarana kesehatan Definisi operasional: Responden mengetahui larangan untuk menampilkan nama produsen PASI/dot/botol pada sarana kesehatan yang diukur dengan pertanyaan apakah responden mengetahui larangan menampilkan nama produsen PASI/dot/botol pada sarana kesehatan. Kriteria objektif : 1. Tahu 2. Tidak tahu b. Mengetahui larangan menampilkan produk PASI/dot/botol Definisi Operasional : Responden mengetahui larangan menampilkan Produk baik itu berupa susu formula, dot, maupun botol dalam gerai, juga termasuk, plakat maupun poster yang diukur dengan pertanyaan apakah responden mengetahui larangan menampilkan Produk baik itu berupa susu formula, dot, maupun botol dalam gerai, juga termasuk, plakat maupun poster. Kriteria objektif : 1. Tahu 2. Tidak tahu

c. Mengetahui larangan menampilkan Barang-barang hadiah dari produsen/distributor yang menampilkan lambang produsen Definisi operasional : Responden mengetahui larangan menampilkan barang hadiah dari produsen/distributor yaitu barang-barang yang tidak digunakan untuk edukasi maupun promosi kesehatan yang menampilkan lambang produsen yang diukur dengan pertanyaan apakah responden mengetahui larangan menampilkan barang hadiah dari

produsen/distributor yang menampilkan lambang produsen. Kriteria objektif : 1. Tahu 2. Tidak tahu d. Mengetahui larangan menampilkan barang-barang bantuan dari produsen/distributor yang menampilkan lambang salah satu produk produsen PASI/dot/botol Definisi operasional : Responden mengetahui larangan menampilkan barang-barang bantuan dari produsen/distributor yaitu barang-barang sumbangan produsen yang berfungsi untuk edukasi maupun promosi kesehatan yang menampilkan lambang salah satu produk produsen yang diukur dengan pertanyaan apakah responden mengetahui larangan menampilkan barang-barang bantuan dari produsen yang menampilkan lambang salah satu produsen PASI. Kriteria objektif :

1. Tahu 2. Tidak tahu e. Mengetahui larangan ibu/keluarga bayi Responden mengetahui larangan menjual produk PASI/dot/botol kepada ibu/keluarga bayi yang baru melahirkan yang diukur dengan pertanyaan apakah responden mengetahui larangan menjual produk PASI/dot/botol kepada ibu/keluarga bayi yang baru melahirkan Kriteria objektif : 1. Tahu 2. Tidak tahu III.3.5 Kebijakan RS/Klinik Bersalin tentang pemberian ASI eksklusif dan promosi produk PASI Kebijakan RS/Klinik Bersalin tentang larangan promosi/penjualan dan promosi produk PASI yang diukur dengan pertanyaan apakah ada Kebijakan RS/Klinik Bersalin tentanglarangan promosi/penjualan dan promosi produk PASI. Kriteria Objektif : 1. Ada 2. Tidak ada menjual produk PASI/dot/botol kepada

III.3.9 Insentif dari produsen/distributor PASI kepada petugas kesehatan Insentif berupa uang/barang bagi petugas kesehatan dan/atau RS/Klinik Bersalin dari produsen/distributor PASI yang diukur dengan pertanyaan apakah ada insentif berupa uang/barang bagi petugas kesehatan dan/atau RS/Klinik Bersalin dari produsen/distributor PASI Kriteria Objektif : 1. Ada 2. Tidak ada

BAB IV METODE PENELITIAN IV.1 Jenis Penelitian Merupakan penelitian cross-sectional deskriptif dengan cara wawancara dengan petugas kesehatan. Peneliti akan turun ke lapangan langsung dan melakukan wawancara dengan petugas kesehatan dengan menggunakan kuesioner sebagai panduan. IV.2 Waktu Dan Tempat Penelitian Waktu pelaksanaan penelitian ini yaitu waktu kepaniteraan antara tanggal 27 Desember-8 Januari 2010. Penelitian dilakukan bertempat di Rumah sakit/Klinik bersalin di wilayah Makassar III. Sementara itu, wilayah Makassar I,II dan IV berada diluar cakupan penelitian ini. IV.3 Populasi Dan Sampel 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petugas kesehatan RS/Klinik Bersalin di wilayah Makassar III 2. Sampel Sampel penelitian ini adalah seluruh petugas kesehatan rumah sakit/klinik bersalin di wilayah Makassar III yang ada pada saat penelitian dilakukan(total sampling)

IV.4 Instrumen Penelitian Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diambil dari wawancara dengan petugas kesehatan. Instrumen penelitian berupa kuesioner yang berisi variabel yang diteliti. IV.5 Teknik Pengambilan Data Data pada penelitian ini diambil secara langsung dengan melakukan wawancara dengan petugas kesehatan dengan pertanyaan yang ada di dalam kuesioner yang berisi variabel yang diteliti. IV.6 Pengolahan Data 1. 2. Editing Koding : memeriksa kembali kebenaran pengisian data : pemberian nilai pada option-option yang sudah lengkap

dan memenuhi 3. Tabulasi: data diolah dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi untuk masing-masing variabel penelitian dengan

menggunakan microsoft excel dan penjelasan dalam bentuk narasi. IV.7 Etika Penelitian Dalam melakukan penelitian, peneliti memandang perlu adanya

rekomendasi dari pihak pemerintah propinsi hingga kotamadya Makassar. Dalam penelitian ini peneliti melakukan konfirmasi kepada responden yang akan diwawancarai tentang penelitian ini dan meminta yang bersangkutan untuk menandatagani surat persetujuan.

BAB V HASIL PENELITIAN

Dari 15 rumah bersalin yang berada di wilayah penelitian ini, 1 rumah bersalin tutup, 3 rumah bersalin ternyata bukan rumah bersalin melainkan balai pengobatan dan prakter dokter umum yang tidak menerima partus, 1 rumah bersalin menolak dijadikan tempat penelitian dengan alasan Direktur Rumah Bersalin yang bersangkutan sedang tidak ada di tempat, dan 2 rumah bersalin tidak ditemukan. Sehingga rumah bersalin yang dijadikan tempat penelitian berjumlah 8. Dari 8 rumah bersalin tersebut sampel yang berhasil dikumpulkan sebanyak 22 orang. Dari 22 sampel tersebut 16 orang sampel berprofesi sebagai bidan, 5 orang perawat dan 1 orang dokter umum. V.1 Pengetahuan Umum Petugas Kesehatan tentang ASI Eksklusif dan Kode Etik Internasional Pemasaran Pengganti ASI (PASI) a. ASI Eksklusif Tabel 5.1. Distribusi Petugas Kesehatan Berdasarkan Pengetahuan Umum tentang ASI Eksklusif Variabel Kategori n (n = 22) 22 0 % 100 0

Pengetahuan Tahu umum tentang ASI Tidak Tahu Eksklusif Sumber : Data Primer 2011

Dari tabel diatas di dapatkan bahwa seluruh responden yang berjumlah 22 orang mengetahui manfaat pemberian ASI eksklusif dan mampu menyebut minimal 2 kegunaan ASI eksklusif dimana jawaban terbanyak responden ialah bahwa ASI bergizi dan murah. Informasi tersebut paling banyak diperoleh dari media elektronik dan kuliah b.Kode Etik Internasional Pemasaran PASI Tabel 5.2. Distribusi Petugas Kesehatan Berdasarkan Pengetahuan Umum tentang Kode Etik Internasional Pemasaran PASI Variabel Kategori n (n = 22) 5 17 % 22 77

Pengetahuan umum tentang Tahu Kode Etik Internasional Tidak Tahu Pemasara PASI Sumber : Data Primer 201

Dari tabel diatas didapatkan bahwa 22,7% dari responden mengetahui Kode Etik Pemasaran Pengganti ASI sedangkan sisanya sebanyak 77,27% tidak mengetahui. V.2 Mengikuti Pelatihan / Sosialisasi a. ASI Eksklusif Tabel 5.3 Distribusi Petugas Kesehatan Berdasarkan Pernah Tidaknya mengikuti sosialisasi tentang ASI Eksklusif Variabel Mengikuti pelatihan/sosialisasi tentang ASI Tidak Pernah 12 72,72 Kategori Pernah n (n = 22) 6 % 27,27

Eksklusif

Sumber : Data Primer 2011 Dari tabel diatas didapatkan bahwa sebanyak 27,27% pernah mengikuti pelatihan/sosialisasi tentang ASI eksklusif sedangkan sisanya sebanyak 72,72% tidak pernah mengikuti pelatihan/sosialisasi. b.Kode Etik Pemasaran Pengganti ASI (PASI) Tabel 5.4 Disribusi Petugas Kesehatan Berdasarkan Pengetahuan Umum tentang Kode Etik Internasional Pemasaran PASI n (n = 22)

Variabel Mengikuti pelatihan/sosialisasi tentang Kode Etik Internasional Pemasaran PASI Sumber : Data Primer 2011

Kategori

%

Pernah

3

13,63

Tidak Pernah

19

86,36

Dari tabel diatas didapatkan bahwa sebanyak 13,63% responden yang pernah mengikuti pelatihan/sosialisasi tentang Kode Etik Pemasaran Pengganti ASI sedangkan sisanya sebanyak 86,36% tidak pernah mengikuti pelatihan/sosialisasi. V.3 Pengetahuan Petugas Kesehatan tentang Isi Kode Etik Internasional Pemasaran Pengganti ASI (PASI)

a. Larangan untuk Menampilkan Lambang Produsen PASI/dot/botol pada Sarana Kesehatan Tabel 5.5 Distribusi Petugas Kesehatan Berdasarkan Pengetahuan Petugas Kesehatan tentang Larangan untuk Menampilkan Lambang Produsen PASI/dot/botol pada Sarana Kesehatan Variabel Mengetahui larangan menampilkan lambang produsen PASI/dot/botol pada sarana kesehatan Sumber : Data Primer 2011 Dari tabel diatas didapatkan bahwa 54,54% responden mengetahui bahwa menampilkan lambang produsen PASI pada sarana kesehatan melanggar Kode Etik Internasional Pemasaran PASI sedangkan sisanya sebanyak 45,45% tidak mengetahui. b. Larangan menampilkan produk PASI/dot/botol dalam Tidak Tahu 10 45,45 Tahu 12 54,54 Kategori n (n = 22) %

gerai/poster/plakat Tabel 5.6 Distribusi Petugas Kesehatan Berdasarkan Pengetahuan tentang Larangan Menampilkan Produk PASI/dot/botol dalam gerai/poster/plakat Variabel Kategori n (n = 22) %

Mengetahui larangan menampilkan produk PASI/dot/botol dalam gerai/poster/plakat Sumber : Data Primer 2011

Tahu

8

36,36

Tidak Tahu

14

63,63

Dari data diatas didapatkan bahwa 36,36% responden mengetahui bahwa menampilkan produk PASI dalam gerai/poster/plakat melanggar Kode Etik Internasional Pemasaran PASI sedangkan sisanya sebanyak 63,63% sisanya tidak mengetahui c. Larangan Menerima Barang-barang hadiah yang menampilkan lambang produsen PASI Tabel 5.7 Distribusi Petugas Kesehatan Berdasarkan Pengetahuan tentang Larangan Menerima Barang-barang hadiah yang menampilkan lambang produsen PASI

Variabel Mengetahui larangan menerima barang-barang hadiah yang menampilkan lambang Produsen Pasi Sumber : Data Primer 2011

Kategori

n (n = 22) 9

%

Tahu

40,9

Tidak Tahu

13

59,09

Dari tabel diatas didapatkan bahwa sebanyak 40,9% mengetahui bahwa menerima barang-barang hadiah yang menampilkan lambang produsen PASI melanggar Kode Etik Internasional Pemasaran PASI sedangkan sisanya sebanyak 59,09% tidak mengetahui.

d. Larangan Menerima barang-barang Bantuan yang menampilkan lambang produsen PASI Tabel 5.8 Distribusi Petugas Kesehatan Berdasarkan Pengetahuan tentang Larangan Menerima barang-barang Bantuan yang menampilkan lambang produsen PASI

Variabel Mengetahui larangan menerima barangbarang bantuan yang menampilkan lambang produsen PASI Sumber : Data Primer 2011

Kategori Tahu

n (n = 22) 7

% 31,81

Tidak Tahu

15

68,18

Dari tabel diatas didapatkan bahwa sebanyak 31,81% responden menyatakan mengetahui bahwa menerima barang-barang bantuan yang menampilkan lambang produsen PASI melanggar Kode Etik Internasional Pemasaran PASI sedangkan sisanya sebanyak 68,18% tidak mengetahui

e. Larangan Menjual Produk PASI/dot/botol kepada Ibu/Keluarga Tabel 5.9.a Distribusi Petugas Kesehatan Berdasarkan Pengetahuan tentang Larangan Menjual Produk PASI/dot/botol kepada Ibu/Keluarga

Variabel

Kategori

n (n = 22)

%

Mengetahui larangan menjual produk PASI/dot/botol kepada Ibu/Keluarga Sumber : Data Primer 2011

Tahu

13

59,09

Tidak Tahu

9

40,9

Dari tabel diatas didapatkan bahwa sebanyak 59,09% responden mengetahui bahwa menjual produk PASI kepada ibu/keluarga melanggar Kode Etik Internasional Pemasaran PASI sedangkan sisanya sebanyak 40,9% tidak mengetahui. Tabel 5.9.b Distribusi Petugas Kesehatan Berdasarkan Pernah Tidaknya Menganjurkan Produk PASI kepada Ibu/Keluarga n (n = 22) 15

Variabel

Kategori Pernah

% 68,18

Menjual Produk PASI pada Ibu/Kleuarga Sumber : Data Primer 2011

Tidak Pernah

7

31,81

Dari data diatas didapatkan bahwa 68,18% responden menyatakan pernah menganjurkan produk PASI pada Ibu/Keluarga. Adapun alasan terbanyak adalah karena ASI ibu kurang lalu diikuti oleh karena Ibu baru melahirkan dan ASI Ibu kurang. Tidak ada diantara responden yang menjawab bahwa alasan menganjurkan Produk PASI pada Ibu/Keluarga adalah karena ada susu formula tersedia di RS/Klinik Bersalin dan mendapat bonus dari produsen. Sedangkan sisanya sebanyak 31,81% menyatakan tidak pernah menganjurkan produk PASI pada Ibu/Keluarga.

V.4 Kebijakan RS/Klinik Bersalin a. Kebijakan RS/Klinik Bersalin tentang ASI eksklusif Tabel 5.10 Distribusi Petugas Kesehatan Berdasarkan Ada Tidaknya Kebijakan tentang ASI Eksklusif di RS/Klinik Bersalin tempat Mereka Bekerja n (n = 22) 22

Variabel Kebijakan RS/Klinik Bersalin tentang ASI eksklusif Sumber : Data Primer 2011

Kategori Ada

% 100

Tidak Ada

0

0

Dari tabel diatas didapatkan bahwa seluruh responden menjawab bahwa di RS/Klinik Bersalin tempat responden bekerja terdapat peraturan tentang pemberian ASI eksklusif b.Kebijakan RS/Klinik Bersalin tentang Kode Etik Internasional Pemasaran PASI Tabel 5.11 Distribusi Petugas Kesehatan Berdasarkan Ada Tidaknya Kebijakan tentang Kode etik Internasional Pemasaran PASI di RS/Klinik Bersalin Tempat Mereka Bekerja Variabel Kebijakan RS/Klinik Bersalin tentang Kode Etik Internasional Pemasaran PASI Sumber : Data Primer 2011 Tidak Ada 16 72,72% Kategori Ada n (n = 22) 6 % 27,27 %

Dari tabel diatas didapatkan bahwa sebanyak 27,27% responden menyatakan bahwa di RS/Klinik bersalin tempat responden bekerja terdapat peraturan tentang Kode Etik Internasional Pemasaran PASI sedangkan sisanya sebanyak 72,72% menyatakan tidak ada. V.5 Keadaan RS/Klinik Bersalin Tabel 5.12 Distribusi Petugas Kesehatan Berdasarkan Keadaan RS/Klinik Bersalin Tempat mereka Bekerja

n No. Variabel Kategori (n = 22) 1 Terdapat lambang/nama produsen PASI pada sarana kesehatan 2 Ditampilkan produk PASI di etalase, dan/atau pada poster dan plakat 3 Terdapat barang-barang bantuan dari produsen/distributor yang menampilkan lambang produsen PASI 4 Terdapat barang-barang hadiah dari produsen/distributor yang menampilkan lambang produsen PASI Tidak 18 81,81 Ya 4 18,18 Tidak 10 45,45 Ya 12 54,54 Ya Tidak Ya Tidak 6 16 15 7 27,27 72,72 68,18 31,81 %

5

Menjual produk PASI/dot/botol kepada ibu/keluarga

Ya Tidak

11 11

50 50

Sumber: Data Primer,2011 Dari data diatas didapatkan bahwa 27,27% responden menyatakan bahwa di RS/Klinik Bersalin tempat responden bekerja ditampilkan lambang/nama produsen PASI pada sarana kesehatan, 68,18% menyatakan ditampilkan produk PASI/dot/botol dalam gerai/poster/plakat, 54,54% menyatakan terdapat barangbarang bantuan yang menampilkan lambang/nama produsen PASI, 18,18% menyatakan terdapat barang-barang hadiah yang menampilkan lambang/nama produsen PASI, dan 50% responden menyatakan bahwa di RS/Klinik Bersalin tempat mereka bekerja dijual produk PASI. V.6 Insentif dari produsen/distributor PASI kepada RS/petugas kesehatan Tabel 5.13 Distribusi Petugas Kesehatan Berdasarkan Ada Tidaknya Insentif dari Produsen PASI Variabel Kebijakan RS/Klinik Bersalin tentang ASI eksklusif Sumber : Data Primer 2011 Dari tabel diatas didapatkan bahwa sebanyak 40,9% responden menerima insentif dari produsen PASI sedangkan sisanya sebanyak 59,09% tidak menerima. Tidak Ada 13 59,09 Kategori Ada n (n = 22) 9 % 40,9

BAB VI PEMBAHASAN Dari penelitian ini didapatkan bahwa 100% responden yaitu sebanyak 22 orang mengetahui kegunaan ASI eksklusif dan mampu menyebutkan sebanyak 2 kegunaan ASI eksklusif. Adapun jawaban terbanyak dari responden yaitu bahwa ASI eksklusif bergizi dan murah. Namun sebenarnya lebih dari itu kegunaan ASI yang lain juga perlu untuk diketahui oleh petugas kesehatan disamping kerugian jika bayi tidak diberikan ASI eksklusif. Sehingga para petugas kesehatan tidak akan pernah beranggapan bahwa Penggganti ASI (susu formula) dapat menggantikan lebih-lebih menyamai ASI. Selain itu petugas kesehatan hendaknya juga dapat mengetahui kerugian pemberian susu formula. Sehingga dapat menjelaskan kepada ibu agar mengutamakan pemberian ASI eksklusif. Didapatkan pula bahwa hanya 22,7% responden atau sebanyak 5 orang yang mempunyai pengetahuan umum tentang Kode Etik Internasional Pemasaran PASI. Sehingga dapat diketahui pula dari sini bahwa salah satu faktor yang menyebabkan banyaknya pelanggaran terhadap Kode Etik Internasional Pemasaran PASI adalah karena kurangnya pengetahuan petugas kesehatan tentang kode etik itu sendiri. Sehingga wajar jika mereka membiarkan atau menjadi pelaku pelanggaran yang terjadi. Padahal Indonesia sendiri telah mengadopsi sebagian dari Kode WHO dalam KEPMENKES NO 237/MENKES/SK/1997 tentang PEMASARAN PENGGANTI AIR SUSU IBU. Dalam Kepmenkes ini, diatur mengenai pemasaran Pengganti ASI dari 0-12 bulan, dengan ketentuanketentuan yang sama dengan Kode WHO tersebut. Bahkan di dalam Undang

Undang Kesehatan terbaru No.36 Tahun 2009 terdapat pasal khusus yang membahas pemberian ASI eksklusif yaitu pasal 128, pasal 129 dan pasal 200. Di dalam pasal 200 disebutkan ancaman pidana bagi mereka yang menghalangi ibu memberikan ASI eksklusif. Baik dari kalangan petugas kesehatan ataupun produsen PASI. Dari segi pernah tidaknya mengikuti pelatihan / sosialisasi tentang ASI eksklusif ataupun Kode Etik Internasional Pemasaran PASI didapatkan bahwa hanya 27,27% responden yang pernah mengikuti pelatihan tentang ASI eksklusif sedangkan jumlah responden yang pernah mengikuti pelatihan tentang Kode Etik Internasional Pemasaran PASI lebih sedikit lagi yakni 13,63%. Sehingga dapat dipahami mengapa responden mempunyai pengetahuan yang kurang tentang Kode Etik Internasional Pemasaran PASI. Hal ini menunjukkan ketidakseriusan institusi kesehatan dan pemerintah dalam penjaminan pemberian ASI eksklusif. Sedangkan dari segi pengetahuan tentang isi Kode Etik Internasional Pemasaran PASI didapatkan bahwa hanya 54,54% responden yang mengetahui bahwa menampilkan lambang produsen PASI/dot/botol melanggar kode etik, 36,36% responden yang mengetahui bahwa menampilkan produk PASI dalam gerai/poster/plakat melanggar kode etik, 40,9% responden yang mengetahui bahwa menerima barang-barang hadiah yang menampilkan lambang produsen PASI melanggar kode etik, serta hanya 31,81% responden yang mengetahui bahwa menerima barang-barang bantuan yang menampilkan lambang produsen PASI melanggar kode etik. Sedangkan jumlah responden yang mengetahui bahwa menjual produk PASI kepada ibu/keluarga adalah pelanggaran terhadap kode etik

sebanyak 59,09%. Dari data ini didapatkan masih banyaknya petugas kesehatan yang tidak mengetahui isi Kode Etik Internasional Pemasaran Penggganti ASI (PASI) sehingga memungkinkan terjadinya pelanggaran terhadap isi kode etik tersebut.. Adapun dari segi ada tidaknya kebijakan RS/Klinik Bersalin tentang ASI eksklusif dan Kode Etik Internasional PASI didapatkan bahwa seluruh responden menyatakan bahwa RS/Klinik Bersalin tempat responden bekerja memiliki peraturan tentang pemberian ASI eksklusif. Adapun mengenai Kode Etik Internasional Pemasaran PASI hanya 27,27% responden yang menyatakan RS/Klinik bersalin tempat mereka bekerja memiliki peraturan tentang Kode Etik Internasional Pemasaran Pengganti ASI (PASI). Dari data ini dapat diketahui bahwa masih banyak RS/Klinik Bersalin yang tidak menerapkan peraturan yang sesuai dengan kode Etik Internasional Pemasaran PASI sehingga dengan sendirinya angka pelanggaran terhadap kode etik akan tinggi. Akibat kurangnya pengetahuan petugas kesehatan tentang isi Kode Etik Internasional Pemasaran Pengganti ASI (PASI) ditambah lagi dengan tidak adanya kebijakan dari RS/Klinik Bersalin yang mengatur tentang Kode Etik Internasional Pemasaran Pengganti ASI (PASI) terjadi banyak pelanggaran terhadap kode etik di RS/Klinik Bersalin. Dari jawaban responden didapatkan bahwa 27,27% RS/Klinik Bersalin menampilkan lambang/nama produsen PASI pada sarana kesehatan, 68,18% menampilkan produk PASI/dot/botol dalam gerai/poster/plakat, 54,54% terdapat barang-barang bantuan yang menampilkan lambang/nama produsen PASI, 18,18% terdapat barang-barang hadiah yang

menampilkan lambang/nama produsen PASI, dan 50% RS/Klinik Bersalin tempat menjual produk PASI. Dari segi ada tidaknya Insentif dari produsen PASI didapatkan bahwa 40,9% responden menyatakan menerima insentif dari produsen PASI. Insentif dari produsen PASI merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya pelanggaran terhadap Kode Etik Internasional Pemasaran PASI. Hal ini dapat dihubungkan dengan tingginya jumlah petugas kesehatan yang pernah menganjurkan PASI pada Ibu/Keluarga yaitu sebanyak 68,18% dengan alasan terbanyak ASI Ibu kurang serta Ibu baru melahirkan. Petugas Kesehatan sebagaimana diatur dalam pasal 7 Kode Etik Internasional Pemasaran Pengganti ASI (PASI) seharusnya mendorong dan melindungi pemberian ASI Eksklusif. Hal ini terutama dilakukan dalam kasus ASI Ibu yang kurang.

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan 1. Petugas kesehatan mengetahui kegunaan pemberian ASI eksklusif secara umum. Namun masih jarang yang memiliki pengetahuan tentang Kode Etik Internasional Pemasaran PASI. 2. Petugas Kesehatan yang pernah mengikuti Pelatihan/sosialisasi baik tentang ASI eksklusif maupun Kode Etik Internasional Pemasaran PASI masih kurang. 3. Petugas Kesehatan masih banyak yang tidak mengetahui isi Kode Etik Internasional Pemasaran PASI. 4. RS/Klinik bersalin yang mempunyai peraturan tentang ASI eksklusif banyak namun yang memiliki peraturan tentang Kode Etik Internasional Pemasaran PASI sangat sedikit. 5. Petugas kesehatan cukup banyak yang menerima Insentif dari Produsen PASI dan menganjurkan PASI pada Ibu/Keluarga 7.2 Saran 1. Petugas kesehatan perlu menambah pengetahuan tentang ASI eksklusif dari segi manfaat serta kerugian pemberian Pengganti ASI/susu formula. Agar dapat menjelaskan dan memotivasi Ibu agar mengutamakan pemberian ASI eksklusif. Selain itu perlu pula menambah pengetahuan tentang Kode Etik Internasional Pemasaran PASI karena kode etik tersebut

adalah peraturan yang telah diadopsi oleh Indonesia dan telah ditetapkan sanksi bagi pelanggarnya. 2. Perlu diadakan lebih banyak Pelatihan / sosialisasi tentang ASI eksklusif maupun Kode Etik Internasional Pemasaran PASI bagi para petugas kesehatan yang dilakukan oleh Pemerintah dalam hal ini Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan bekerja sama dengan RS/Klinik Bersalin di Kotamadya Makassar. 3. Pemerintah perlu mensosialisasikan isi Kode Etik Internasional Pemasaran PASI kepada seluruh petugas kesehatan baik dokter, perawat maupun bidan. Sosialisasi ini dapat dilakukan dengan pelatihan ataupun melalui media lainnya. 4. RS/Klinik bersalin hendaknya mempunyai kebijakan khusus tentang Kode Etik Internasional Pemasaran PASI dan untuk itu perlu adanya pengawasan dari Pemerintah sebagai wujud kepedulian pemerintah terhadap pemberian ASI eksklusif sehingga angka kematian bayi di Indonesia dapat ditekan. 5. Pemerintah hendaknya melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Kode Etik Internasional Pemasaran PASI di seluruh Rumah Sakit maupun Klinik Bersalin yang beroperasi serta memberi sanksi bagi siapapun yang melanggar. Sehingga para petugas kesehatan tidak lagi menjual PASI di Rumah Sakit ataupun Klinik Bersalin dengan imbalan insentif dari produsen PASI.

DAFTAR PUSTAKA

1. Briawan, Dodik. Pengaruh Promosi Susu Formula terhadap Pergeseran Penggunaan Air Susu Ibu (ASI). Bogor: 2004 [cited 2010 September 28]. Available from : http://www.rudyct.com/PPS702ipb/09145/dodik_briawan.pdf 2. Kementrian Kesehatan RI. Pedoman pekan ASI sedunia tahun 2010. Jakarta: 9 Juni 2010. 48 halaman. 3. Jones G, Steketee RW, Black RE, Bhutta ZA, Morris SS et al. Child Survival II: How Many Child deaths can we prevent this year?. 2003. Bellagio: The Lancet: p.67. 4. Pemerintah kota makassar. Profil Kesehatan Kota Makassar tahun 2007. Makassar: dinas kesehatan kota Makassar, 8 September 2008. 90 halaman. 5. Ayu, Pande MBN.2009. Perbedaan angka prevalensi ispa antara bayi usia 6-12 bulan yang diberi asi eksklusif dengan bayi yang diberi pasi di wilayah kerja puskesmas cisadea kecamatan blimbing Kota malang. Dikunjungi 9 Oktober 2010:http://digilib.umm.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jiptummpp-gdl-s12009-pandemadeb15926&PHPSESSID=42d6ee65b827a38f44956092d28ba985&newtheme=gray&P HPSESSID=42d6ee65b827a38f44956092d28ba985&newlang=indonesian&PHPSE SSID=42d6ee65b827a38f44956092d28ba985

6. Linkages. Pemberian ASI Eksklusif atau ASI saja : Satu-Satunya Sumber Cairan Yang Dibutuhkan Bayi Usia Dini. Oktober 2002. 4 halaman. No. 497-A-00-01-00003-00. 7. Siregar, Arifin. 2004. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Pemberian Asi Oleh Ibu Melahirkan. Bagian Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara 8. Buku Panduan Manajemen Laktasi: Dit.Gizi Masyarakat-Depkes RI,2001. Keunggulan ASI dan manfaat menyusui. 9. World Health Organization. The international code of marketing of breastmilk substitutes: frequently asked question updated version. Geneva: WHO, 2008. 18 p. 10. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Kode (Etik) Internasional Pemasaran Pengganti Air Susu Ibu (ASI). Jenewa: 1981. 25 halaman. 92 4 154160 1.