PRESUS OBSGYN Plasenta Restan

31
P1A0 Usia 30 Tahun Post Partum Spontan dengan Post Insisi Hematom Vulva, Plasenta Restan, Anemia Sedang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator pelayanan kesehatan di suatu negara. Angka kematian ibu di Indonesia sendiri masi tinggi. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (B tahun 2005, angka kematian ibu saat melahirkan adalah sebanyak 100.000 kelahiran hidup, angka kematian ibu di Jawa Tengah adalah 252 p 100.000 kelahiran hidup. Angka tersebut masih jauh dua kali lipat lebih dari target Millenium Development Goals (MDGs) 2015 yakni 102 per 100.0 kelahiran hidup. Menurut Manuaba, penyebab kematian maternitas terbanya adalah perdarahan (40-60%), eklampsia (20-30%) dan infeksi (15-30%). Insidensi perdarahan post partum secara global sekitar 25% penyeba kematian maternal. Di negara maju insidensi perdarahan post partum menc 18% dan angka ini dapat lebih tinggi hingga mencapai 60% di negara-nega berkembang. Kehilangan darah melebihi 1.000mL secara signifikan dapat menyebabkan ketidakstabilan hemodinamika. Sekitar 3 persen dari vagina akan menyebabkan perdarahan post partum yang parah meskipun deng manajemen yang sesuai. Perdarahan setelah melahirkan atau post partum hemorrhagic adalah konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi trauma di traktus genitalia dan struktur sekitarnya, atau kedua terjadi perdarahan yang berlebihan pasca persalinan harus dicari etiolo spesifik. Atonia uteri, retensio plasenta (termasuk plasenta akretadan variannya), sisaplasenta (plasenta restan), dan laserasi traktus genitalia merupakan penyebab sebagian besar perdarahan post partum. Dalam 20 tahu terakhir, plasenta akreta mengalahkan atonia uteri sebagai penyebab ter perdarahan post partum yang keparahannya mengharuskan dilakukan tinda

Transcript of PRESUS OBSGYN Plasenta Restan

P1A0 Usia 30 Tahun Post Partum Spontan dengan Post Insisi Hematom Vulva, Plasenta Restan, Anemia SedangI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator pelayanan kesehatan di suatu negara. Angka kematian ibu di Indonesia sendiri masih sangat tinggi. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2005, angka kematian ibu saat melahirkan adalah sebanyak 262 per 100.000 kelahiran hidup, angka kematian ibu di Jawa Tengah adalah 252 per 100.000 kelahiran hidup. Angka tersebut masih jauh dua kali lipat lebih tinggi dari target Millenium Development Goals (MDGs) 2015 yakni 102 per 100.000 kelahiran hidup. Menurut Manuaba, penyebab kematian maternitas terbanyak adalah perdarahan (40-60%), eklampsia (20-30%) dan infeksi (15-30%). Insidensi perdarahan post partum secara global sekitar 25% penyebab kematian maternal. Di negara maju insidensi perdarahan post partum mencapai 18% dan angka ini dapat lebih tinggi hingga mencapai 60% di negara-negara berkembang. Kehilangan darah melebihi 1.000 mL secara signifikan dapat menyebabkan ketidakstabilan hemodinamika. Sekitar 3 persen dari kelahiran vagina akan menyebabkan perdarahan post partum yang parah meskipun dengan manajemen yang sesuai. Perdarahan setelah melahirkan atau post partum hemorrhagic (PPH) adalah konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktus genitalia dan struktur sekitarnya, atau keduanya. Apabila terjadi perdarahan yang berlebihan pasca persalinan harus dicari etiologi yang spesifik. Atonia uteri, retensio plasenta (termasuk plasenta akreta dan variannya), sisa plasenta (plasenta restan), dan laserasi traktus genitalia merupakan penyebab sebagian besar perdarahan post partum. Dalam 20 tahun terakhir, plasenta akreta mengalahkan atonia uteri sebagai penyebab tersering perdarahan post partum yang keparahannya mengharuskan dilakukan tindakan

histerektomi. Laserasi traktus genitalia yang dapat terjadi sebagai penyebab perdarahan post partum antara lain laserasi perineum, laserasi vagina, cedera levator ani dan cedera pada serviks uteri. Data insidensi perdarahan post partum yang di dapatkan di Indonesia, tepatnya di Rumah Sakit Dr. Pirngadi Medan (1965 - 1969) sebanyak 5,1% dengan etiologi Atonia uteri (> 75%), dan sisanya robekan (laserasi, luka) jalan lahir, retensio plasenta dan sisa plasenta dan gangguan pembekuan darah (koagulopati). Penyebab dari perdarahan post partum akibat retensio sisa plasenta (plasenta restan) diketahui setelah dilakukan pemeriksaan sisa plasenta dan didapatkan plasenta yang tidak utuh dan bentuk tidak beraturan serta pada pemeriksaan dalam diperoleh adanya sisa plasenta yang masih melekat pada uterus. Sisa plasenta yang masih tertinggal dalam rongga rahim dapat menimbulkan perdarahan postpartum dini atau perdarahan pospartum lambat (biasanya terjadi dalam 610 hari pasca persalinan). Pada perdarahan postpartum dini akibat sisa plasenta ditandai dengan perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta lahir dan kontraksi rahim baik. Pada perdarahan postpartum lambat gejalanya sama dengan subinvolusi rahim yaitu perdarahan yang berulang atau berlangsung terus dan berasal dari rongga rahim. Perdarahan akibat sisa plasenta jarang menimbulkan syok. Trauma pada jalan lahir dapat pula terjadi pada uterus, serviks, vagina dan vulva. Trauma pada jalan lahir tersebut dapat berupa robekan atau hematom. Hematoma terjadi karena kompresi yang kuat disepanjang traktus genitalia, dan tampak sebagai warna ungu pada mukosa vagina atau perineum yang ekimotik. Hematoma yang kecil diatasi dengan es, analgetik dan pemantauan yang terus menerus. Biasanya hematoma ini dapat diserap kembali secara alami. Pada hematoma yang besar dan menimbulkan keluhan nyeri yang hebat dan atau disertai gangguan miksi harus dilakukan evakuasi hematom. Faktor resiko trauma traktus genital berhubungan dengan keadaan obsetrik seperti nulliparitas, bayi besar, partus precipitus, persalinan dengan tindakan, dan episiotomi. Vascularisasi yang bertambah di daerah perineum pada ibu hamil menjadi tempat yang beresiko mengalami perdarahan pada saat terjadi trauma. Hematom vulva adalah manifestasi klinis yang paling sering dijumpai.

Komplikasi dari perdarahan postpartum termasuk hipotensi ortostatik, anemia, dan kelelahan, yang dapat membuat perawatan ibu yang baru melahirkan menjadi lebih sulit. Dalam kebanyakan kasus yang parah, syok hemoragik dapat mengakibatkan iskemia hipofisis anterior dengan keterlambatan atau kegagalan laktasi (postpartum pituitari nekrosis). Selain itu, dapat pula terjadi iskemik miokard, koagulopati atau kematian. B. Tujuan Tujuan dari pembuatan makalah presentasi kasus ini adalah untuk mengetahui tanda dan gejala, penatalaksanaan dan pencegahan pada kasus obsetri ibu melahirkan dengan plasenta restan dan hematom vulva dan anemia.

II.TINJAUAN PUSTAKA

Perdarahan pasca persalinan merupakan penyebab utama kematian ibu. Menurut waktunya perdarahan kebidanan terdiri dari tiga, yaitu perdarahan dalam kehamilan, perdarahan dalam persalinan, dan perdarahan pasca persalinan. Dari semua kasus perdarahan pasca persalinan yang menyebabkan kematian maternal, 80% disebabkan oleh atonia uteri dan 10% oleh karena retensi sisa plasenta atau retensi plasenta. Perdarahan pasca persalinan oleh karena retensi sisa plasenta atau retensi plasenta merupakan akibat dari penanganan kala uri yang tidak baik. Salah satu upaya menanggulangi perdarahan pasca persalinan oleh karena kesalahan penanganan kala uri dilakukan dengan pemberian uterotonika profilaksis. Uterotonika profilaksis yang dapat diberikan adalah oksitosin, ergometrin, dan kombinasi oksitosin dan ergometrin, disertai penjepitan tali pusat segera, dan melahirkan plasenta dengan traksi terkontrol. Permasalahannya adalah penentuan jenis, dosis, dan saat pemberian uterotonika profilaksis. Untuk mengetahui hal-ha1 tersebut, diperlukan suatu penelitian yang membandingkan kemampuan efektivitas uterotonika profilaksis. FISIOLOGI PERSALINAN KALA III Pada kala tiga persalinan, otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlekatan plasenta. Karena tempat perlekatan menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah maka plasenta akan terlipat, menebal dan kemudian lepas dari dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atau ke dalam vagina. Tandatanda lepasnya plasenta mencakup beberapa atau semua hal-hal dibawah ini: 1. Perubahan bentuk dan tinggi fundus Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus berbentuk bulat penuh dan tinggi fundus biasanya di bawah pusat. Setelah

uterus berkontraksi dan plasenta terdorong ke bawah, uterus berbentuk segitiga atau seperti buah pear atau alpukat dan fundus berada di atas pusat (seringkali mengarah ke sisi kanan). 2. Tali pusat memanjang Tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva (tanda Ahfeld). 3. Semburan darah mendadak dan singkat Darah yang terkumpul dibelakang plasenta akan membantu mendorong plasenta keluar dibantu oleh gaya gravitasi. Apabila kumpulan darah (retroplacental pooling) dalam ruang diantara dinding uterus dan permukaan dalam plasenta melebihi kapasitas tampungnya maka darah tersembur keluar dari tepi plasenta yang terlepas. PERDARAHAN PASCAPERSALINAN Perdarahan pasca persalinan menurut waktu terjadinya, terdiri dari perdarahan kala II, perdarahan kala III, dan perdarahan kala IV. Perdarahan kala II yaitu perdarahan yang terjadi setelah bayi lahir sampai saat plasenta lahir. Perdarahan kala III adalah perdarahan yang terjadi setelah plasenta lahir sampai segera sesudahnya. Perdarahan kala IV adalah perdarahan sesudah kala III sampai dengan dua jam kemudian. Perdarahan pasca persalinan dini yaitu perdarahan yang terjadi dalam kurun waktu 24 jam setelah plasenta lahir. Perdarahan pasca persalinan lanjut adalah perdarahan yang terjadi dalam kurun waktu setelah 24 jam pertama sampai berakhirnya masa nifas. Rerata kehilangan darah pasca persalinan yang masih dianggap dalam batas normal adalah maksima1 300 ml, sedangkan sebelum plasenta lahir (kala II) tidak boleh lebih dari 90 ml. Peneliti lain menyatakan perdarahan sebelum plasenta lahir (kala II) tidak boleh lebih dari 50 ml. Di Indonesia belum ada nilai baku yang pasti untuk menentukan jumlah perdarahan pasca persalinan. Beberapa ketentuan yang berhubungan dengan perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan pasca persalinan ringan apabila jumlah perdarahan sekitar 400 ml sampai dengan 600 ml, perdarahan pasca persalinan sedang adalah jumlah

perdarahan 600 ml sampai dengan 800 ml, dan perdarahan pasca persalinan berat adalah jumlah perdarahan melebihi 800 ml. Dengan tanda dan gejala secara umum antara lain perdarahan yang membutuhkan lebih dari satu pembalut dalam waktu satu atau dua jam, sejumlah besar perdarahan berwarna merah terang tiap saat setelah minggu pertama pascapersalinan. Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml dalam masa 24 jam setelah anak lahir. Menurut waktu terjadinya dibagi atas dua bagian yaitu: Perdarahan Postpartum Primer (early postpartum hemorrhage) yang terjadi dalam 24 jam setelah anak lahir dan perdarahan postpartum sekunder (late postpartum hemorrhage) yang terjadi setelah 24 jam, biasanya antara hari ke-5 sampai ke-15 postpartum. Hal-hal yang menyebabkan perdarahan postpartum adalah atonia uteri, perlukaan jalan lahir, terlepasnya sebagian plasenta dari uterus, inversio uteri, laserasi jalan lahir, tertinggalnya sebagian dari plasenta seperti kotiledon atau plasenta suksenturiata, endometritis puerperalis, gangguan pembekuan darah atau penyakit darah. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perdarahan Pascapersalinan 1. Perdarahan pascapersalinan dan usia ibu Wanita yang melahirkan anak pada usia dibawah 20 tahun atau lebih dari 35 tahun merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan pascapersalinan yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Hal ini dikarenakan pada usia dibawah 20 tahun fungsi reproduksi seorang wanita belum berkembang dengan sempurna, sedangkan pada usia diatas 35 tahun fungsi reproduksi seorang wanita sudah mengalami penurunan dibandingkan fungsi reproduksi normal sehingga kemungkinan untuk terjadinya komplikasi pascapersalinan terutama perdarahan akan lebih besar. Perdarahan pascapersalinan yang mengakibatkan kematian maternal pada wanita hamil yang melahirkan pada usia dibawah 20 tahun 2-5 kali lebih tinggi daripada perdarahan pascapersalinan yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Perdarahan pascapersalinan meningkat kembali setelah usia 30-35tahun. 2. Perdarahan pascapersalinan dan gravida

Ibu-ibu yang dengan kehamilan lebih dari 1 kali atau yang termasuk multigravida mempunyai risiko lebih tinggi terhadap terjadinya perdarahan pascapersalinan dibandingkan dengan ibu-ibu yang termasuk golongan primigravida (hamil pertama kali). Hal ini dikarenakan pada multigravida, fungsi reproduksi mengalami penurunan sehingga kemungkinan terjadinya perdarahan pascapersalinan menjadi lebih besar. 3. Perdarahan pascapersalinan dan paritas Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut perdarahan pascapersalinan yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Paritas satu dan paritas tinggi (lebih dari tiga) mempunyai angka kejadian perdarahan pascapersalinan lebih tinggi. Pada paritas yang rendah (paritas satu), ketidaksiapan ibu dalam menghadapi persalinan yang pertama merupakan faktor penyebab ketidakmampuan ibu hamil dalam menangani komplikasi yang terjadi selama kehamilan, persalinan dan nifas. 4. Perdarahan pascapersalinan dan Antenatal Care Tujuan umum antenatal care adalah menyiapkan seoptimal mungkin fisik dan mental ibu serta anak selama dalam kehamilan, persalinan dan nifas sehingga angka morbiditas dan mortalitas ibu serta anak dapat diturunkan. Pemeriksaan antenatal yang baik dan tersedianya fasilitas rujukan bagi kasus risiko tinggi terutama perdarahan yang selalu mungkin terjadi setelah persalinan yang mengakibatkan kematian maternal dapat diturunkan. Hal ini disebabkan karena dengan adanya antenatal care tanda-tanda dini perdarahan yang berlebihan dapat dideteksi dan ditanggulangi dengan cepat. 5. Perdarahan pascapersalinan dan kadar hemoglobin Anemia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan nilai hemoglobin dibawah nilai normal. Dikatakan anemia jika kadar hemoglobin kurang dari 8 gr%. Perdarahan pascapersalinan mengakibatkan hilangnya darah sebanyak 500 ml atau lebih, dan jika hal ini terus dibiarkan tanpa adanya penanganan yang tepat dan akurat akan mengakibatkan turunnya kadar hemoglobin dibawah nilai normal.

Tanda dan Gejala Perdarahan Postpartum a) Uterus tidak berkontraksi dan lembek, perdarahan segera setelah anak lahir (Atonia uteri). b) Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir, uterus berkontraksi dan keras, plasenta lengkap (Robekan jalan lahir). c) Plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera, uterus berkontraksi dan keras (Retensio plasenta) d) Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap, perdarahan segera (Sisa plasenta) e) Sub-involusi uterus, nyeri tekan perut bawah dan pada uterus, perdarahan sekunder, lokhia mukopurulen dan berbau (Endometritis atau sisa fragmen plasenta) Penanganan Umum Perdarahan Postpartum a) Ketahui dengan pasti kondisi pasien sejak awal b) Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman (termasuk upaya pencegahan perdarahan postpartum) c) Lakukan observasi melekat pada 2 jam pertama pasca persalinan dan lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya d) Selalu siapkan keperluan tindakan darurat e) Segera lakukan penilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan masalah dan komplikasi f) Atasi syok g) Pastikan kontraksi berlangsung baik (keluarkan bekuan darah, lakukan pijatan uterus, beri uterotonika 10 IU IM dilanjutkan infus 20 IU dalam 500 cc NS/RL dengan tetesan per menit). h) Pastikan plasenta lahir dan lengkap, eksplorasi kemungkinan robekan jalan lahir. i) Bila perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah. j) Pasang kateter menetap dan pantau masuk keluar cairan.

k) Cari penyebab perdarahan dan lakukan tindakan spesifik Pencegahan Perdarahan Postpartum Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu bersalin, namun sudah dimulai sejak ibu hamil dengan melakukan antenatal care yang baik. Ibu-ibu yang mempunyai predisposisi atau riwayat perdarahan postpartum sangat dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit. Mencegah atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus-kasus yang disangka akan terjadi perdarahan adalah penting. Di rumah sakit, diperiksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar Hb, golongan darah, dan bila mungkin tersedia donor darah. Sambil mengawasi persalianan, dipersiapkan keperluan untuk infus dan obat-obatan penguat rahim. RETENSIO PLASENTA DAN SISA PLASENTA (PLACENTAL REST) Perdarahan postpartum dini dapat terjadi sebagai akibat tertinggalnya sisa plasenta atau selaput janin. bila hal tersebut terjadi, harus dikeluarkan secara manual atau dikuretase disusul dengan pemberian obat-obat uterotonika intravena. Perlu dibedakan antara retensio plasenta dengan sisa plasenta (rest placenta). Dimana retensio plasenta adalah plasenta yang belum lahir seluruhnya dalam setengah jam setelah janin lahir. Sedangkan sisa plasenta merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam uterus yang dapat menimbulkan perdarahan post partum primer atau perdarahan post partum sekunder. Tertinggalnya sebagian plasenta (sisa plasenta) merupakan penyebab umum terjadinya pendarahan lanjut dalam masa nifas (pendarahan pasca persalinan sekunder). Pendarahan pasca persalinan lanjut (terjadi lebih dari 24 jam setelah kelahiran bayi) sering diakibatkan oleh infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta yang tertinggal. Pendarahan post partum yang terjadi segera jarang disebabkan oleh retensi potongan-potongan kecil plasenta. Inspeksi plasenta segera setelah persalinan bayi harus menjadi tindakan rutin. Jika ada bagian plasenta yang hilang, uterus harus dieksplorasi dan potongan plasenta dikeluarkan. Sewaktu suatu bagian dari plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan.

Sewaktu suatu bagian plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Gejala dan tanda yang bisa ditemui adalah perdarahan segera, uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang. Sebab-sebab plasenta belum lahir, bisa oleh karena: 1. Plasenta belum lepas dari dinding uterus 2. Plasenta sudah lepas akan tetapi belum dilahirkan Apabila plasenta belum lahir sama sekali, tidak terjadi perdarahan, jika lepas sebagian terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus bisa karena: 1. Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta ( plasenta adhesiva) 2. Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus desidua sampai miometrium. Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan tidak adanya usaha untuk melahirkan, atau salah penanganan kala tiga, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta. Penanganan perdarahan postpartum yang disebabkan oleh sisa plasenta Penemuan secara dini hanya mungkin dengan melakukan pemeriksaan kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan perdarahan pasca persalinan lanjut, sebagian besar pasien akan kembali lagi ke tempat bersalin dengan keluhan perdarahan a. Berikan antibiotika, ampisilin dosis awal 1g IV dilanjutkan dengan 3 x 1g oral dikombinasikan dengan metronidazol 1g supositoria dilanjutkan dengan 3 x 500mg oral. b. Lakukan eksplorasi (bila servik terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah atau jaringan. Bila servik hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan AMV atau dilatasi dan kuretase c. Bila kadar Hb8 gr%, berikan sulfas ferosus 600 mg/hari selama 10 hari.

Pemeriksaan plasenta dapat mengidentifikasi kelainan yang menunjukkan kemungkinan adanya potongan yang tertinggal. Tatalaksana pada kasus ini dapat dilakukan dengan panduan USG. Tindakan Operatif Dalam Kala Uri Tindakan operatif yang dapat dilakukan dalam kala uri persalinan adalah A. Perasat Crede Perasat Crede dapat dicoba sebelum meningkat pada pelepasan plasenta secara manual. Perasat crede bermaksud melahirkan plasenta yang belum terlepas dengan ekspresi : 1. Syarat : Uterus berkontraksi baik dan vesika urinaria kosong 2. Teknik pelaksanaan Fundus uterus dipegang oleh tangan kanan sedemikian rupa, sehingga ibu jari terletak pada permukaan depan uterus sedangkan jari lainnya pada fundus dan permukaan belakang. Setelah uterus dengan rangsangan tangan berkontraksi baik, maka uterus ditekan ke arah jalan lahir. gerakan jari-jari seperti meremas jeruk. perasat Crede tidak boleh dilakukan pada uterus yang tidak berkontraksi karena dapat menimbulkan inversion uteri. B. Manual Plasenta Indikasi Indikasi pelepasan plasenta secara manual adalah pada keadaan perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc yang tidak dapat dihentikan dengan uterotonika dan masase, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir dan tali pusat putus. Teknik Plasenta Manual Sebelum dikerjakan, penderita disiapkan pada posisi litotomi. Keadaan umum penderita diperbaiki sebesar mungkin, atau diinfus NaCl atau Ringer Laktat. Anestesi diperlukan jika ada constriction ring dengan memberikan suntikan diazepam 10 mg intramuskular. Anestesi ini berguna untuk mengatasi rasa nyeri. Operator berdiri atau duduk dihadapan vulva dengan salah satu

tangannya (tangan kiri) meregang tali pusat, tangan yang lain (tangan kanan) dengan jari-jari dikuncupkan membentuk kerucut.

Gambar 1. Meregang tali pusat dengan jari-jari membentuk kerucut Dengan ujung jari menelusuri tali pusat sampai plasenta. Jika pada waktu melewati serviks dijumpai tahanan dari lingkaran kekejangan (constrition ring), ini dapat diatasi dengan mengembangkan secara perlahan-lahan jari tangan yang membentuk kerucut tadi. Sementara itu, tangan kiri diletakkan di atas fundus uteri dari luar dinding perut ibu sambil menahan atau mendorong fundus itu ke bawah. Setelah tangan yang di dalam sampai ke plasenta, telusurilah permukaan fetalnya ke arah pinggir plasenta. Pada perdarahan kala tiga, biasanya telah ada bagian pinggir plasenta yang terlepas.

Gambar 2. Ujung jari menelusuri tali pusat, tangan kiri diletakkan di atas fundus

Melalui celah tersebut, selipkan bagian ulnar dari tangan yang berada di dalam antara dinding uterus dengan bagian plasenta yang telah terlepas itu. Dengan gerakan tangan seperti mengikis air, plasenta dapat dilepaskan seluruhnya (kalau mungkin), sementara tangan yang di luar tetap menahan fundus uteri supaya jangan ikut terdorong ke atas. Dengan demikian, kejadian robekan uterus (perforasi) dapat dihindarkan.

Gambar 3. Mengeluarkan plasenta Setelah plasenta berhasil dikeluarkan, lakukan eksplorasi untuk mengetahui kalau ada bagian dinding uterus yang sobek atau bagian plasenta yang tersisa. Pada waktu ekplorasi sebaiknya sarung tangan diganti yang baru. Setelah plasenta keluar, gunakan kedua tangan untuk memeriksanya, segera berikan uterotonik (oksitosin) satu ampul intramuskular, dan lakukan masase uterus. Lakukan inspeksi dengan spekulum untuk mengetahui ada tidaknya laserasi pada vagina atau serviks dan apabila ditemukan segera di jahit. C. Eksplorasi Kavum Uteri Indikasi Persangkaan tertinggalnya jaringan plasenta (plasenta lahir tidak lengkap), setelah operasi vaginal yang sulit, dekapitasi, versi dan ekstraksi, perforasi dan lain-lain, untuk menetukan apakah ada rupture uteri. Eksplosi juga dilakukan pada pasien yang pernah mengalami seksio sesaria dan sekarang melahirkan pervaginam.

Teknik Pelaksanaan Tangan masuk secara obstetric seperti pada pelepasan plasenta secara manual dan mencari sisa plasenta yang seharusnya dilepaskan atau meraba apakah ada kerusakan dinding uterus. untuk menentukan robekan dinding rahim eksplorasi dapat dilakukan sebelum plasenta lahir dan sambil melepaskan plasenta secara manual. HEMATOMA OBSTETRIK Adalah didapatkannya gumpalan darah sebagai akibat cederanya atau robeknya pembuluh darah pada wanita hamil aterm tanpa cedera mutlak pada lapisan jaringan luar. Penyebabnya terutama karena gerakan kepala janin selama persalinan (spontan), akibat pertolongan persalinan, karena tusukan pembuluh darah selama anestesi lokal atau penjahitan dan dapat juga karena penjahitan luka episiotomi atau ruptur perinei yang kurang sempurna. Lokasi hematoma obstetrik dapat di daerah infra levatorial, misalnya hematoma vulva, perineum dan dalam fosa ischiorectal atau di daerah infra levatorial yaitu paravaginal, ligamentum latum, dan mungkin juga naik ekstraperitonial sampai setinggi lingkaran pelvis. Hematoma infralevatorial ditandai dengan didapatkannya tumor yang nyeri di daerah perineum atau vulva, mungkin berwarna biru merah. Tergantung besar dan lokasinya dapat memberikan keluhan lokal, gangguan kemih atau tekanan pada pencernaan. Hematoma supralevatorial memberikan keluhan nyeri perut bawah yang semakin bertambah pasca persalinan. Kadang-kadang tampak menonjol ke depan pada sepertiga atas vagina, atau tumor di samping uterus yang cepat membesar. Bila terus membesar akan didapatkan presyok dan apabila tidak segera diatasi penderita jatuh dalam syok dan anemia. Hematoma vulva paling sering berasal dari cabang-cabang arteri pudenda, termasuk arteri labialis posterior, perinealis tranversal, atau rectalis posterior. Hematom paravaginal mungkin disebabkan oleh cabang desenden arteri uterina. Sangat jarang pembuluh yang robek terletak di atas fasia panggul. Pada kasus demikian hematoma terbentuk diatasnya. Pada stadium awal, hematom membentuk pembengkakan bulat yang menonjol ke dalam bagian atas saluran vagina dan mungkin hampir menutupi lumennya. Apabila berlanjut, perdarahan dapat

merembes ke arah retroperitonium dan membentuk suatu tumor yang teraba di atas ligamentum puoparti, atau ke arah atas dan akhirnya mencapai batas bawah diafragma. HEMATOMA VULVA Hematoma ini terutama yang cepat membesar, dapat menimbulkan nyeri hebat yang sering merupakan gejala pertama. Hematom yang berukuran sedang dapat diserap secara spontan. Jaringan di atas hematoma dapat berlubang akibat nekrosis yang ditimbulkan oleh tekanan, dan dapat terjadi perdarahan deras. Pada kasus yang lain, isi hematoma mungkin keluar dalam bentuk gumpalan-gumpalan besar bekuan darah. Pada varian subperitonium, ekstravasasi darah dibawah peritonium dapat masif dan kadang-kadang fatal.

Gambar 4. Hematom Vulva Hematoma vulva didiagnosa berdasarkan nyeri peritonium hebat dan kemunculan mendadak benjolan yang tegang, fluktuatif, dan sensitif dengan ukuran beragam serta perubahan warna kulit di atasnya. Apabila terbentuk di dekat vagina, kadang-kadang massa mungkin tidak terdeteksi; tetapi gejala-gejala penekanan apabila bukan nyeri, atau ketidakmampuan berkemih seyogyanya dilakukan segera pemeriksaan vagina. Pada pemeriksaan, ditemukan benjolan fluktuatif bulat yang menginvasi lumen. Apabila meluas ke atas di antara ligamentum latum, hematom mungkin lolos deteksi, kecuali apabila sebagian benjolan dapat diraba dan palpasi

abdomen atau terjadi hipovolemia. Keadaan tersebut mengkhawatirkan karena hematoma yang besar pernah dilaporkan menyebabkan kematian. Hematoma vulva yang kecil dan teridentifikasi setelah pasien keluar dari kamar bersalin dapat dibiarkan. Namun, apabila nyerinya parah, atau apabila hematoma terus membesar, terapi terbaik adalah insisi segera. Insisi dilakukan di titik distersi maksimum disertai evakuasi darah dan bekuan serta ligasi titik-titik perdarahan. Rongga kemudian diobliterasi dengan jahitan matras. Setelah hematoma dikeringkan sering tidak ditemukan titik-titik perdarahan. Pada kasus seperti ini-bukan rongga hematomanya-ditampon selama 12 sampai 24 jam. Pada hematoma traktur genitalia, kehilangan darah hampir selalu jauh lebih besar daripada yang diperkirakan secara klinis. Hipovolemia dan anemia berat harus dicegah dengan penggantian darah secara adekuat. Pada sekitar separuh wanita dengan hematoma yang memerlukan pembedahan untuk memperbaikinya, diperlukan transfusi. Hematoma subperitonium dan supravagina lebih sulit diterapi. Hematoma jenis ini dapat dievakuasi dengan insisi perineum; tetapi bila terjadi hemostasis komplit, yang sulit dicapai dengan insisi, disarankan tindakan laparotomi.

III. LAPORAN KASUS

I.

IDENTITAS Nama Umur Agama Pekerjaan Alamat Masuk IGD Masuk Flamboyan : Ny. S : 30 tahun : Islam : Ibu Rumah Tangga : : 13 Desember 2010 / pukul 03.00 WIB : 13 Desember 2010/ pukul 11.30 WIB

II. ANAMNESA Autoanamnesa Tanggal 14 Desember 2010 A. Keluhan utama B. Keluhan Tambahan : keluar darah dari jalan lahir : lemas, pusing.

C. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke VK IGD RSMS tanggal 13 Desember 2010 pukul 03.00 WIB dengan surat pengantar dari RS Alam Medika, dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir dan bengkak pada daerah kemaluan sejak dua hari yang lalu. Pasien sebelumnya melahirkan di bidan pada tanggal 11 Desember 2010 pukul 23.00 WIB, namun setelah melahirkan pasien mengalami perdarahan lewat jalan lahir yang tidak berhenti, sehingga pasien pun dirujuk ke RS bersalin Alam Medika pada tanggal 12 Desember 2010 pukul 11.00 WIB. Pasien mendapatkan tindakan penghentian perdarahan pada daerah kemaluan yang bengkak, serta mendapatkan tranfusi darah sebanyak 2 kantong di RS tersebut. Namun, karena perdarahan tetap tidak berhenti, dan kondisi pasien menurun akhirnya pasien dirujuk ke RSMS. Di IGD RSMS pasien mendapatkan tindakan penghentian perdarahan pada daerah kemaluannya yang bengkak dan transfusi darah 1 kantong, sampai akhirnya pasien masuk bangsal Flamboyan, namun perdarahan masih tidak berhenti.

D. Riwayat Menstruasi Pasien mengalami menstruasi pertama saat berusia 12 tahun. Menstruasi terjadi 1 bulan sekali, lama 5-7 hari, ganti pembalut 2-3 kali per hari. E. Riwayat Obstetri Pasien melahirkan sebanyak 1 kali. Anak laki-laki, umur 3 hari, melahirkan spontan dengan bantuan bidan BBL 2850 gram. F. Riwayat KB Pasien tidak pernah menggunakan KB. G. Riwayat Penyakit Dahulu 1. Riwayat penyakit tekanan darah tinggi disangkal 2. Riwayat penyakit kencing manis disangkal 3. Riwayat penyakit asma disangkal 4. Riwayat alergi disangkal H. Riwayat Penyakit Keluarga 1. 2. 3. 4. Riwayat penyakit tekanan darah tinggi disangkal Riwayat penyakit kencing manis disangkal Riwayat penyakit asma disangkal Riwayat alergi disangkal III. PEMERIKSAAN FISIK A. Pemeriksaan Fisik Umum tanggal 14 Desember 2010 Keadaan Umum Kesadaran Vital Sign Mata Thorax : Tampak lemah : Compos mentis : T : 120/80 mmHg N : 100 x/menit sklera tidak ikterik : Paru-paru : Suara dasar : Vesikuler kanan dan kiri Suara tambahan (-) Jantung : S1 > S2, reguler, bising (-), gallop (-) Extremitas R: S : 24 x/menit 36,4 C

: Edema palpebra (-/-), conjungtiva anemis (+/+),

Superior Inferior Regio Abdomen Inspeksi Auskultasi Palpasi Perkusi Inspeksi

: Edema (-/-) : Edema (-/-)

B. Pemeriksaan Lokalis : datar, massa (-) : Bising Usus (+) Normal : supel, uterus keras, TFU 1 jari dibawah pusat, nyeri tekan suprapubik (-), massa (-) : timpani : Rambut pubis tersebar merata Edema vulva tidak ada Benjolan tidak ada Varises tidak ada Fluor tidak ada Hematom ada di labia mayora Fluxus ada Pemeriksaan Vaginal Toucher (VT) : o Fluxus o Vagina : ada : Dinding : licin Regio Genitalia

Konsistensi : kenyal Massa: tidak ada o Portio o OUE o Uterus o Posisi : Permukaan : terbuka : ukuran sebesar kepala bayi, immobile, batas tegas, terdapat nyeri tekan. : antefleksi : licin Konsistensi : kenyal

o Adneksa o Kavum Douglasi

: dalam batas normal : penonjolan tidak ada.

Pemeriksaan Inspekulo o Fluxus o Vagina

: : ada : Dinding : licin

Konsistensi : kenyal Massa: tidak ada Perlukaan o Portio : Permukaan Perlukaan o OUE Pemeriksaan eksplorasi : terbuka : terdapat bekuan darah dan sisa jaringan plasenta. : tidak ada : licin : tidak ada

Konsistensi : kenyal

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Darah lengkap Tanggal 13 Desember 2010 (23.32 WIB) Hb Leukosit Hematokrit Eritrosit Trombosit MCV MCH MCHC Hitung Jenis Eosinofil : Basofil : Batang : Segmen : 0% 0% 0% 60% Normal : 2 4 % Normal : 0 1 % Normal : 2 5 % Normal : 40 70 % : 8,6 gr/dl : 5.730/ l : 28% : 3,1juta/l : 339.000/l : 91,8 fL : 28,1 pg : 30,6r/dl Normal : 12 - 16 gr/dl Normal : 4.800 10.800/l Normal : 37%-47% Normal : 4,2-5,4 juta/l Normal :150.000 45.000/l Normal : 79 -99fL Normal : 27-31 pg Normal : 33 37gr/dl

Limfosit : Monosit : Usulan Pemeriksaan USG

32% 8%

Normal : 25-40% Normal : 2 8 %

V. DIAGNOSIS P1A0, usia 30 tahun, post partum spontan dengan post insisi Hematom Vulva, Plasenta Restan, dan Anemia Sedang.

VI. PENATALAKSANAAN IVFD RL dan drip oksitosin 10 IU 20 tpm Transfusi PRC sampai dengan Hb 10 gr/dl Inj Metergin 2x1 amp IM Inj Ampicillin 4 x 1 gr IV Kalnex 3 x 500 mg VII. PROGNOSIS Ad vitam Ad sanam Ad functionam : dubia ad bonam : ad bonam : ad bonam

Catatan Perkembangan Pasien di Bangsal FlamboyanTanggal 13-122010 S Perdarahan dari pusing jalan lahir, lemas, O Ku: tampak lemah /cm TD : 110/70 N: 96 x/menit RR: 24x/menit S: 36.5 C CA+/+ SI -/Thorak: C/P dbn Abd:o

A P1A0, usia 30 tahun, post partum spontan H-2 dengan perdaraha n

P IVFD RL 20 tpm Transfusi PRC sampai dengan Hb 10 gr/dl Inj Ampicillin 4 x 1 gr IV Kalnex 3 x 500 mg Adona drip 2 x 1 amp Pro incisi hematom

I: datar, Aus : BU (+) N, Pal: supel, uterus keras, TFU 1 jari dibawah pusat, nyeri tekan suprapubik (-), massa (-), Per: tympani Gent.Ext: PPV (+) banyak, hematoma vulva (+) Lab: Hb 8,6 gr/dl (sudah transfusi 2 kolf 700cc di RB Alam Medika, Hb sebelumnya 6.5 14-122010 Perdarahan dari jalan lahir, lemas, pusing gr/dl) Ku: tampak lemah /cm TD : 120/80 N: 92 x/menit RR: 24x/menit S: 36.5 C CA+/+ SI -/Thorak: C/P dbn Abd: I: datar, Aus : BU (+) N, Pal: supel, uterus keras, TFU 1 jari dibawah pusat, nyeri tekan suprapubik (-), massa (-), Per: tympani Gent.Ext: PPV (+) banyak, tampon (+), DC(+) 15-12Perdarahan Lab: Hb 8,6 gr/dl Ku: tampako

pervagina m dan hematom vulva, anemia sedang

P1A0, usia 30 tahun, post incisi a.i hematom vulva, post partum spontan H-3, anemia sedang

IVFD RL 20 tpm Transfusi PRC sampai dengan Hb 10 gr/dl Inj Ampicillin 4 x 1 gr IV Kalnex 3 x 500 mg Adona drip 2 x 1 amp Sulfas Ferosus 2 x 1 Aff tampon

P1A0, usia

IVFD RL 20 tpm

2010

dari jalan lahir, lemas, pusing

lemah /cm TD : 120/70 N: 96 x/menit RR: 20x/menit S: 36.5oC CA+/+ SI -/Thorak: C/P dbn Abd: I: datar, Aus : BU (+) N, Pal: supel, uterus keras, TFU 1 jari di bawah pusat, nyeri tekan suprapubik (-), massa (-), Per: tympani Gent.Ext: PPV (+) sudah berkurang Lab: Hb 9,4 gr/dl USG: uterus post partum ukuran masih agak besar, tampak sisa plasenta intrauterine di daerah fundus uteri Ku: sedang /cm TD : 120/80 N: 92x/menit RR: 20x/menit S: 36.5 C CA+/+ SI -/Thorak: C/P dbn Abd: I: datar, Aus : BU (+) N, Pal: supel, TFU 1 jari dibawah pusat, nyeri tekano

30 tahun, post incisi a.i hematom vulva, post partum spontan H-4, pro kuret a.i plasenta restan, anemia ringan

Transfusi PRC sampai dengan Hb 10 gr/dl Inj Ampicillin 4 x 1 gr IV Kalnex 3 x 500 mg Sulfas Ferosus 2 x 1 Pro kuret

16-122010

Perdarahan dari jalan lahir, lemas, pusing

P1A0, usia 30 tahun, post incisi a.i hematom vulva, post partum spontan H-5, post kuret a.i plasenta

IVFD RL 20 tpm Transfusi PRC sampai dengan Hb 10 gr/dl Metergin 2x1 amp IM Inj Ampicillin 4 x 1 gr IV Kalnex 3 x 500 mg

suprapubik (-), massa (-), Per: tympani Gent.Ext: PPV (+) 17-122010 Pusing sudah berkurang sudah berkurang Ku: baik /cm TD : 120/80 N: 88 x/menit RR: 20x/menit S: 36.5 C CA+/+ SI -/Thorak: C/P dbn Abd: I: datar, Aus : BU (+) N, Pal: supel, TFU 2 jari dibawah pusat, nyeri tekan suprapubik (-), massa (-), Per: tympani Gent.Ext: PPV (+) normal 18-122010 Sudah tidak ada keluhan Lab: Hb 10,0 gr/dl Ku: baik /cm TD : 120/80 N: 84 x/menit RR: 20x/menit S: 36.5 C CA+/+ SI -/Thorak: C/P dbn Abd: I: datar, Aus : BU (+) N, Pal: supel, TFU 2 jari dibawah pusat, nyeri tekan suprapubik (-), massa (-), Per: tympani Gent.Ext: PPV (+)o o

restan, anemia ringan

P1A0, usia 30 tahun, post incisi a.i hematom vulva, post partum spontan H-6, post kuret a.i plasenta restan

IVFD RL 20 tpm Transfusi PRC sampai dengan Hb 10 gr/dl Inj Ampicillin 4 x 1 gr IV Paracetamol 3x500 mg

P1A0, usia 30 tahun, post incisi a.i hematom vulva, post partum spontan H-6, post kuret a.i plasenta restan

IVFD RL 20 tpm Inj Ampicillin 4 x 1 gr IV Paracetamol 3x500 mg

normal

Hasil Laboratorium Tanggal 13 Desember 2010 (04.00 WIB) Darah lengkap Hb Leukosit Hematokrit Eritrosit Trombosit MCV MCH MCHC PT APTT : 6,5 gr/dl : 5.570/ l : 17 % : 2juta/l : 213.000/l : 86,9 fL : 27,8 pg : 32r/dl : 14,3 detik : 30,1 detik Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal : 12 - 16 gr/dl :4.800-10.800/l : 37%-47% : 4,2-5,4 juta/l : 150.000 45.000/l : 79 -99fL : 27-31 pg : 33 37gr/dl : 10,8 14,4 : 24 - 36

Hitung Jenis Eosinofil Basofil Batang Segmen Limfosit Monosit : 0% : 0% : 0% : 60% : 32% : 8% Normal Normal Normal Normal Normal Normal :24% :01% :25% : 40 70 % : 25-40% :28%

Tanggal 13 Desember 2010 (23.32 WIB) Darah lengkap Hb Leukosit Hematokrit Eritrosit : 8,6 gr/dl : 5.730/ l : 28% : 3,1juta/l Normal : 12 - 16 gr/dl Normal : 4.800 10.800/l Normal : 37%-47% Normal : 4,2-5,4 juta/l

Trombosit MCV MCH MCHC Hitung Jenis Eosinofil : Basofil : Batang : Segmen : Limfosit : Monosit : Tanggal 14 Desember 2010 Darah lengkap Hb Leukosit Hematokrit Eritrosit Trombosit MCV MCH MCHC Hitung Jenis Eosinofil Basofil Batang Segmen Limfosit Monosit Tanggal 15 Desember 2010 Darah lengkap

: 339.000/l : 91,8 fL : 28,1 pg : 30,6r/dl 0% 0% 0% 60% 32% 8%

Normal :150.000 45.000/l Normal : 79 -99fL Normal : 27-31 pg Normal : 33 37gr/dl Normal : 2 4 % Normal : 0 1 % Normal : 2 5 % Normal : 40 70 % Normal : 25-40% Normal : 2 8 %

: 10,2 gr/dl : 5.570 l : 32% : 3,6juta/l : 309.000/l : 90,8 fL : 28,6 pg : 31,5gr/dl : 0% : 0% : 5% : 62% : 25% : 8%

Normal : 12 - 16 gr/dl Normal : 4.800 10.800/l Normal : 37%-47% Normal : 4,2-5,4 juta/l Normal :150.000 45.000/l Normal : 79 -99fL Normal : 27-31 pg Normal : 33 37gr/dl Normal : 2 4 % Normal : 0 1 % Normal : 2 5 % Normal : 40 70 % Normal : 25-40% Normal : 2 8 %

Hb Leukosit Hematokrit Eritrosit Trombosit MCV MCH MCHC Hitung Jenis Eosinofil Basofil Batang Segmen Limfosit Monosit

: 9,4 gr/dl : 7.180/ l : 30% : 3,3juta/l : 104.000/l : 92,0 fL : 28,9 pg : 31,4gr/dl : 0% : 0% : 0% : 70% : 22% : 8%

Normal : 12 - 16 gr/dl Normal :4.800-10.800/l Normal : 37%-47% Normal : 4,2-5,4 juta/l Normal :150.000 45.000/l Normal : 79 -99fL Normal : 27-31 pg Normal : 33 37gr/dl Normal : 2 4 % Normal : 0 1 % Normal : 2 5 % Normal : 40 70 % Normal : 25-40% Normal : 2 8 %

Hasil USG Tanggal 16 Desember 2010 Uterus post partum ukuran masih agak besar, tampak sisa plasenta intrauterine di daerah fundus uteri Tanggal 17 Desember 2010 Darah lengkap Hb Leukosit Hematokrit Eritrosit Trombosit MCV: MCH: MCHC Hitung Jenis Eosinofil : 0% Normal : 2 4 % : 10,0 gr/dl : 7.980/ l : 32% : 3,5juta/l : 265.000/l 89,8 fL 28 pg : 31,2gr/dl Normal : 12 - 16 gr/dl Normal : 4.800 10.800/l Normal : 37%-47% Normal : 4,2-5,4 juta/l Normal :150.000 45.000/l Normal : 79 -99fL Normal : 27-31 pg Normal : 33 37gr/dl

Basofil Batang Segmen Limfosit Monosit

: 0% : 0% : 70% : 22% : 8% IV. PEMBAHASAN

Normal : 0 1 % Normal : 2 5 % Normal : 40 70 % Normal : 25-40% Normal : 2 8 %

Pada kasus ini pasien didiagnosis P1A0 Usia 30 Tahun Post Partum Spontan dengan Hematoma Vulva, Plasenta Restan, Anemia Sedang, dengan dasar : Diagnosa hematoma vulva yakni dari adanya benjolan di daerah vulva yang tegang, fluktuatif, dan sensitif serta perubahan warna kulit, yakni kemerahan. Penyebab timbulnya hematoma vulva pada pasien ini kemungkinan disebabkan oleh gerakan kepala janin selama persalinan (spontan), tusukan pembuluh darah selama anestesi lokal atau penjahitan dan bisa juga karena penjahitan luka episiotomi. Penanganan hematoma vulva pada kasus ini sudah tepat karena secara teori penatalaksanaan hematom vulva yang terus membesar yakni dengan insisi segera. Saat di RS Alam Medika, pasien telah mendapatkan tindakan insisi hematom, namun beberapa lama kemudian hematoma vulva kembali timbul sehingga pada saat di RSMS dilakukan kembali tindakan insisi hematoma dan pemasangan tampon. Timbulnya kembali hematoma ini dimungkinkan karena evakuasi hematoma yang tidak sempurna ataupun tidak semua pembuluh darah daerah vulva yang merupakan sumber perdarahan dilakukan ligasi. Diagnosa plasenta restan yakni dari adanya perdarahan pada jalan lahir walaupun telah dilakukan tindakan insisi hematoma vulva, serta pemberian kalnex dan adona untuk menghentikan perdarahan. Selain itu, pada pemeriksaan abdominal, tidak didapatkan adanya tanda-tanda atonia uteri, dan melalui pemeriksaan VT tidak pula ditemukan adanya laserasi dari jalan lahir. Bukti utama yakni dari pemeriksaan eksplorasi kavum uteri ditemukan adanya gumpalan darah dan sisa jaringan plasenta. Diperkuat dari pemeriksaan USG dinama tampak sisa plasenta intrauterine di daerah fundus uteri. Tindakan yang dilakukan sudah tepat, yakni melakukan evakuasi sisa plasenta dengan kuretase disusul dengan pemberian

obat-obat uterotonika intravena, yakni metergin IV. Disamping itu diberikan pula antibiotik, karena resiko infeksi sebagai akibat dari adanya perdarahan serta dilakukannya tindakan. Kemungkinan faktor resiko terjadinya perdarahan postpartum pada pasien ini kemungkinan dikarenakan oleh usia pasien. Dimana, berdasarkan literatur perdarahan pascapersalinan meningkat setelah usia 30-35 tahun. Pada kasus ini, pasien mengalami anemia sedang, hal ini sangat mungkin terjadi karena pasien mengalami perdarahan dalam jangka waktu relatif lama sejak melahirkan anaknya. Pada saat masuk RSMS Hb pasien hanya 6,4 gr/dl, sehingga dilakukan transfusi darah. Tindakan ini sudah tepat karena secara teori, apabila Hb kurang dari 8 maka harus dilakukan transfusi darah, disamping pemberian tablet Fe untuk meningkatkan produksi hemoglobin. Pada pasien ini tidak terjadi penurunan tekanan darah yang drastis, sebagaimana biasa ditemukan pada pasien dengan kehilangan darah yang banyak dan lama, hal ini kemungkinan disebabkan karena pasien telah mendapatkan tindakan resusitasi untuk perbaikan volume darah pasien. Disamping itu, bisa juga karena gambaran perdarahan postpartum yang dapat mengecohkan adalah kegagalan nadi dan tekanan darah untuk mengalami perubahan besar sampai terjadi kehilangan darah yang sangat banyak. Efek perdarahan banyak tergantung pada volume darah sebelum hamil, derajat hipervolemia terinduksi kehamilan, dan derajat anemia saat pelahiran. Wanita normotensif mungkin sebenarnya mengalami hipertensi sebagai respon terhadap perdarahan, paling tidak pada awalnya. Selain tiu, wanita yang sudah mengalami hipertensi mungkin dianggap normotensif walaupun sebenarnya mengalami hipovolemia berat. Yang tragis, hipovolemia ini mungkin belum diketahui sampai tahap sangat lanjut. Dengan mengamati riwayat perjalanan penyakit pasien, pasien melahirkan di bidan pada tanggal 11 Desember 2010 pada pukul 23.00, kemudian setelah melewati kala III persalinan, perdarahan pasien tetap tidak berhenti, namun pasien baru dirujuk ke RS Alam Medika pada tanggal 12 Desember 2010 pukul 11.00 WIB. Seharusnya, setelah mengetahui bahwa perdarahan postpartum tetap tidak berhenti dan tidak bisa tertangani, segera dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan

tanpa menunda, karena hal tersebut sangatlah fatal, dimana pasien bisa jatuh dalam kondisi pre-syok, syok, bahkan kematian. V. KESIMPULAN 1. Kesimpulan Pada kasus ini pasien didiagnosis P1A0 Usia 30 Tahun Post Partum Spontan dengan Hematoma Vulva, Plasenta Restan, Anemia Sedang, dasar diagnosis dan penatalaksanaan yang dilakukan sudah tepat. Pada pasien ini terdapat keterlambatan dalam pertolongan di tempat persalinan yang pertama yaitu bidan dimana perdarahan yang terjadi tidak dapat diatasi, dan pasien baru dirujuk ke RS bersalin setelah 12 jam post partum. Di RS bersalin dilakukan tindakan untuk mengatasi perdarahan yaitu insisi hematom dan transfusi darah tetapi tidak dilakukan pencarian kemungkinan sumber perdarahan lain selain hematom vulva sehingga keadaan umum pasien dan kadar Hb semakin menurun. Tindakan insisi hematom yang dilakukan tidak berhasil dan keadaan pasien makin menurun kemudian pasien dirujuk ke RS Margono Soekarjo setelah 16 jam ditangani di RS bersalin. Di RSMS dilakukan insisi ulang pada hematom dan pencarian sumber perdarahan lain yang ternyata adalah plasenta restan. Untuk mengatasi masalah perdarahan dari plasenta restan ini maka dilakukan kuretase. Pasien menjalani perawatan di RSMS selama 5 hari dan pulang dengan keadaan yang membaik. 2. Saran Pengenalan secara cepat sumber perdarahan dan pencarian pertolongan yang tepat dapat menyelamatkan ibu dengan komplikasi perdarahan post partum. Keterlambatan pertolongan dapat berakibat fatal yakni pre-syok, syok ataupun kematian.

DAFTAR PUSTAKA Alhamsyah. Retensio Plasenta. Diakses tanggal 08 Januari 2011 dari : www.alhamsyah.com [update : Juli 2010]. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gillstrapp III LC, Hanth JC, Wenstrom KD.2005. William Obstetrics. 22nd ed. Mc Graw Hill. New York. Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Perdarahan Pasca Persalinan.. Disitasi tanggal 22 September 2008 dari : http://.www.Fkunsri.wordpress.com [update : Agustus 2008]. Manuaba, 1998, Kapita selekta, Penatalaksanaan Rutin Obstetri dan Ginekologi dan Keluarga Berencana,Jakarta, EGC Norwitz, Errol., John Schorge. Kala Tiga Persalinan dan Perdarahan Pascapersalinan. Dalam: At a Glance Obstetri dan Ginekologi. Erlangga. Jakarta. 2002 Prawirohardjo, Sarwono. 2005. Ilmu Kebidanan. 2nd ed. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. Saiffudin, 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta, YBP-SP WHO. Managing Complications in Pregnancy and Childbirth : Manual Removal of Placenta. Diakses tanggal 08 Januari 2011 dari: http://www.who.int/reproductivehealth/impac/Procedures/Manual_removal_P7 7_P79.html. [update : 2010]. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Perdarahan Post Partum. Dalam : Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : YBP-SP. 2002. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Tindakan Operatif Dalam Kala Uri. Dalam : Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : YBP-SP. 2002.