Presus Kulit & Kelamin-purindri Maharani g1a009050
Click here to load reader
-
Upload
purindri-maharani -
Category
Documents
-
view
15 -
download
3
Transcript of Presus Kulit & Kelamin-purindri Maharani g1a009050
TINEA CRURISI.DEFINISI
Tinea Cruris adalah dermatofitosis pada sela paha, perineum dan
sekitar anus. Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat
merupakan penyakit yang berlangsun seumur hidup. Lesi kulit dapat
terbatas pada daerahgenito-krural saja atau bahkan meluas ke daerah
sekitar anus, daerah gluteus dan perut bagian bawah atau bagian tubuh
yang lain. Tinea cruris mempunyai nama lain eczema marginatum, jockey
itch, ringworm of the groin, dhobie itch (Rasad, Asri, Prof.Dr. 2005)
II.ETIOLOGI
Penyebab utama dari tinea cruris Trichopyhton
rubrum (90%) danEpidermophython fluccosum Trichophyton
mentagrophytes (4%), Trichopyhton tonsurans (6%) (Boel, Trelia.Drg.
M.Kes.2003)
III EPIDEMIOLOGI
Tinea cruris dapat ditemui diseluruh dunia dan paling banyak di daerah
tropis. Angka kejadian lebih sering pada orang dewasa, terutama laki-laki
dibandingkan perempuan. Tidak ada kematian yang berhubungan dengan
tinea cruris.Jamur ini sering terjadi pada orang yang kurang
memperhatikan kebersihan diri atau lingkungan sekitar yang kotor dan
lembab (Wiederkehr, Michael. 2008)
III.PATOFISIOLOGI
Cara penularan jamur dapat secara angsung maupun tidak langsung.
Penularan langsung dapat secara fomitis, epitel, rambut yang mengandung
jamur baik dari manusia, binatang, atau tanah. Penularan tidak langsung
dapat melalui tanaman, kayu yang dihinggapi jamur, pakaian debu. Agen
penyebabjuga dapat ditularkan melalui kontaminasi dengan pakaian,
handuk atau sprei penderita atau autoinokulasi dari tinea pedis, tinea
inguium, dan tinea manum. Jamur ini menghasilkan keratinase yang
mencerna keratin, sehingga dapat memudahkan invasi ke stratum korneum.
Infeksi dimulai dengan kolonisasi hifa atau cabang-cabangnya didalam
jaringan keratin yang mati. Hifa ini menghasilkan enzim keratolitik yang
berdifusi ke jaringan epidermis dan menimbulkan reaksi peradangan.
Pertumbuhannya dengan pola radial di stratum korneum menyebabkan
timbulnya lesi kulit dengan batas yang jelas dan meninggi (ringworm).
Reaksi kulit semula berbentuk papula yang berkembang menjadi suatu
reaksi peradangan.
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya kelainan di kulit
adalah:
a.Faktor virulensi dari dermatofita
Virulensi ini bergantung pada afinitas jamur apakah jamur antropofilik,
zoofilik, geofilik. Selain afinitas ini massing-masing jamur berbeda pula satu
dengan yang lain dalam hal afinitas terhadap manusia maupun bagian-
bagian dari tubuh misalnya: Trichopyhton rubrum jarang menyerang
rambut, Epidermophython fluccosum paling sering menyerang liapt paha
bagian dalam.
b.Faktor trauma
Kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil lebih susah untuk terserang jamur.
c.Faktor suhu dan kelembapan
Kedua faktor ini jelas sangat berpengaruh terhadap infeksi jamur, tampak
pada lokalisasi atau lokal, dimana banyak keringat seperti pada lipat paha,
sela-sela jari paling sering terserang penyakit jamur.
d.Keadaan sosial serta kurangnya kebersihan
Faktor ini memegang peranan penting pada infeksi jamur dimana terlihat
insiden penyakit jamur pada golongan sosial dan ekonomi yang lebih rendah
sering ditemukan daripada golongan ekonomi yang baik
e.Faktor umur dan jenis kelamin (Boel, Trelia.Drg. M.Kes.2003)
IV.MANIFESTASI KLINIS
1. Anamnesis
Keluhan penderita adalah rasa gatal dan kemerahan di regio inguinalis
dan dapat meluas ke sekitar anus, intergluteal sampai ke gluteus. Dapat
pula meluas ke supra pubis dan abdomen bagian bawah. Rasa gatal akan
semakin meningkat jika banyak berkeringat. Riwayat pasien sebelumnya
adalah pernah memiliki keluhan yang sama. Pasien berada pada tempat
yang beriklim agak lembab, memakai pakaian ketat, bertukar pakaian
dengan orang lain, aktif berolahraga, menderita diabetes mellitus. Penyakit
ini dapat menyerang pada tahanan penjara, tentara, atlit olahraga dan
individu yang beresiko terkena dermatophytosis.
2. Pemeriksaan Fisik
Efloresensi terdiri atas bermacam-macam bentuk yang primer dan
sekunder. Makula eritematosa, berbatas tegas dengan tepi lebih aktif terdiri
dari papula atau pustula. Jika kronis atau menahun maka efloresensi yang
tampak hanya makula hiperpigmentasi dengan skuama diatasnya dan
disertai likenifikasi. Garukan kronis dapat menimbulkan gambaran
likenifikasi.
Manifestasi tinea cruris :
1.Makula eritematus dengan central healing di lipatan inguinal, distal lipat
paha, dan proksimal dari abdomen bawah dan pubis
2.Daerah bersisik
3.Pada infeksi akut, bercak-bercak mungkin basah dan eksudatif
4.Pada infeksi kronis makula hiperpigmentasi dengan skuama diatasnya dan
disertai likenifikasi
5.Area sentral biasanya hiperpigmentasi dan terdiri atas papula eritematus
yang tersebar dan sedikit skuama
6.Penis dan skrotum jarang atau tidak terkena
7.Perubahan sekunder dari ekskoriasi, likenifikasi, dan impetiginasi mungkin
muncul karena garukan
8.Infeksi kronis bisa oleh karena pemakaian kortikosteroid topikal sehingga
tampak kulit eritematus, sedikit berskuama, dan mungkin terdapat pustula
folikuler
9.Hampir setengah penderita tinea cruris berhubungan dengan tinea pedis
(Wiederkehr, Michael. 2008).
V.PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan mikologik untuk membantu penegakan diagnosis terdiri
atas pemeriksaan langsung sediaan basah dan biakan. Pada pemeriksaan
mikologik untuk mendapatkan jamur diperlukan bahan klinis berupa
kerokan kulit yang sebelumnya dibersihkan dengan alkohol 70%.
a.Pemeriksaan dengan sediaan basah
Kulit dibersihkan dengan alkohol 70% → kerok skuama dari bagian tepi lesi
dengan memakai scalpel atau pinggir gelas → taruh di obyek glass → tetesi
KOH 10-15 % 1-2 tetes → tunggu 10-15 menit untuk melarutkan
jaringan → lihat di mikroskop dengan pembesaran 10-45 kali, akan
didapatkan hifa, sebagai dua garis sejajar, terbagi oleh sekat, dan
bercabang, maupun spora berderet (artrospora) pada kelainan kulit yang
lama atau sudah diobati, dan miselium
b. Pemeriksaan kultur dengan Sabouraud agar
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada medium
saboraud dengan ditambahkan chloramphenicol dan cyclohexamide
(mycobyotic-mycosel) untuk menghindarkan kontaminasi bakterial maupun
jamur kontaminan. Identifikasi jamur biasanya antara 3-6
minggu (Wiederkehr, Michael. 2008)
c.Punch biopsi
Dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis namun
sensitifitasnya dan spesifisitasnya rendah. Pengecatan dengan Peridoc
Acid–Schiff, jamur akan tampak merah muda atau menggunakan
pengecatan methenamin silver, jamur akan tampak coklat atau hitam
(Wiederkehr, Michael. 2008).
Pengecatan dengan Periodic Acid Shiff
Pengecatan dengan (hematoxylin and eosin stain).
d. Penggunaan lampu wood bisa digunakan untuk menyingkirkan adanya
eritrasma dimana akan tampak floresensi merah bata(Wiederkehr, Michael.
2008).
VI.DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
dengan melihat gambaran klinis dan lokasi terjadinya lesi serta
pemeriksaan penunjang seperti yang telah disebutkan dengan
menggunakan mikroskop pada sediaan yang ditetesi KOH 10-20%, sediaan
biakan pada medium Saboraud, punch biopsi, atau penggunaan lampu
wood.
VII.DIAGNOSIS BANDING
vCandidosis intertriginosa
Kandidosis adalah penyakit jamur yang disebabkan oleh spesies
Candida biasanya oleh Candida albicans yang bersifat akut atau subakut
dan dapat mengenai mulut, vagina, kulit, kuku, bronki.Penyakit ini terdapat
di seluruh dunia, dapat menyerang semua umur, baik laki-laki maupun
perempuan.
Patogenesisnya dapat terjadi apabila ada predisposisi baik endogen
maupun eksogen. Faktor endogen misalkan kehamilan karena perubahan
pH dalam vagina, kegemukan karena banyak keringat, debilitas, iatrogenik,
endokrinopati, penyakit kronis orang tua dan bayi, imunologik (penyakit
genetik). Faktor eksogen berupa iklim panas dan kelembapan, kebersihan
kulit kurang, kebiasaan berendam kaki dalam air yang lama menimbulkan
maserasi dan memudahkan masuknya jamur, kontak dengan penderita.
Dapat mengenai daerah lipatan kulit, terutama ketiak, bagian bawah
payudara, bagian pusat, lipat bokong, selangkangan, dan sela antar jari;
dapat juga mengenai daerah belakang telinga, lipatan kulit perut, dan glans
penis (balanopostitis). Pada sela jari tangan biasanya antara jari ketiga dan
keempat, pada sela jari kaki antara jari keempat dan kelima, keluhan gatal
yang hebat, kadang-kadang disertai rasa panas seperti terbakar.
Lesi pada penyakit yang akut mula-mula kecil berupa bercak yang
berbatas tegas, bersisik, basah, dan kemerahan. Kemudian meluas, berupa
lenting-lenting yang dapat berisi nanah berdinding tipis, ukuran 2-4 mm,
bercak kemerahan, batas tegas, Pada bagian tepi kadang-kadang tampak
papul dan skuama. Lesi tersebut dikelilingi oleh lenting-lenting atau papul
di sekitarnya berisi nanah yang bila pecah meninggalkan daerah yang luka,
dengan pinggir yang kasar dan berkembang seperti lesi utama. Kulit sela
jari tampak merah atau terkelupas, dan terjadi lecet. Pada bentuk yang
kronik, kulit sela jari menebal dan berwarna putih.
vErytrasma
Erytrasma adalah penyakit bakteri kronik pada stratum korneum yang
disebabkan oleh Corynebacterium minitussismum, ditandai lesi berupa
eritema dan skuama halus terutama di daerah ketiak dan lipat paha. Gejala
klinis lesi berukuran sebesar milier sampai plakat. Lesi eritroskuamosa,
berskuama halus kadang terlihat merah kecoklatan. Variasi ini rupanya
bergantung pada area lesi dan warna kulit penderita. Tempat predileksi
kadang di daerah intertriginosa lain terutama pada penderita gemuk.
Perluasan lesi terlihat pada pinggir yang eritematosa dan serpiginose. Lesi
tidak menimbul dan tidak terlihat vesikulasi. Efloresensi yang sama berupa
eritema dan skuama pada seluruh lesi merupakan tanda khas dari
eritrasma. Skuama kering yang halus menutupi lesi dan pada perabaan
terasa berlemak. Pada pemeriksaan dengan lampu wood lesi terlihat
berfluoresensi merah membara (coral red) (Rasad, Asri, Prof.Dr. 2005)
vPsoriasis
Psoriasis adalah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik
dan residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas
dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan, disertai
fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Kobner. Tempat predileksi pada skalp,
perbatasan daerah tersebut dengan muka, ekstremitas ekstensor terutama
siku serta lutut dan daerah lumbosakral. Kelainan kulit terdiri atas bercak
eritema yang meninggi (plak) dengan skuama diatasnya. Eritema
sirkumskrip dan merata, tetapi pada stadium penyembuhan sering bagian di
tengah menghilang dan hanya terdapat di pinggir. Skuama berlapis-lapis,
kasar dan berwarna putih seperti mika, serta transparan. Besar kelainan
bervariasi dapat lentikular, numular atau plakat, dapat berkonfluensi.
vDermatitis Seboroik
Dermatitis Seboroik merupakan penyakit inflamasi konis yang
mengenai daerah kepala dan badan. Prevalensi Dermatitis Seboroik
sebanyak 1-5% populasi.Lebih sering terjadi pada laki-laki daripada wanita.
Penyakit ni dapat mengenai bayi sampa orang dewasa. Umumnya pda bayi
terjadi pada usia 3 bulan sedang pada dewasa pada usia 30-60 tahun.
Kelainan kulit berupa eritema dan skuama yang berminyak dan agak
kekuningan dengan batas kurang tegas. Bentuk yang berat ditandai dengan
adanya bercak-bercak berskuama dan berminyak disertai eksudat dan
krusta tebal.
VIII.PENATALAKSANAAN
Pada infeksi tinea cruris tanpa komplikasi biasanya dapat dipakai anti
jamur topikal saja dari golongan imidazole dan allynamin yang tersedia
dalam beberapa formulasi. Semuanya memberikan keberhasilan terapi yang
tinggi 70-100% dan jarang ditemukan efek samping. Obat ini digunakan
pagi dan sore hari kira-kira 2-4 minggu. Terapi dioleskan sampai 3 cm
diluar batas lesi, dan diteruskan sekurang-kurangnya 2 minggu setelah lesi
menyembuh. Terapi sistemik dapat diberikan jika terdapat kegagalan
dengan terapi topikal, intoleransi dengan terapi topikal. Sebelum memilih
obat sistemik hendaknya cek terlebih dahulu interaksi obat-obatan tersebut.
Diperlukan juga monitoring terhadap fungsi hepar apabila terapi sistemik
diberikan lebih dari 4 mingggu.
Pengobatan anti jamur untuk Tinea cruris dapat digolongkan dalam
emapat golongan yaitu: golongan azol, golongan alonamin, benzilamin dan
golongan lainnya seperti siklopiros,tolnaftan, haloprogin. Golongan azole ini
akan menghambat enzim lanosterol 14 alpha demetylase (sebuah enzim
yang berfungsi mengubah lanosterol ke ergosterol), dimana truktur
tersebut merupakankomponen penting dalam dinding sel jamur. Goongan
Alynamin menghambat keja dari squalen epokside yang merupakan enzim
yang mengubah squalene ke ergosterol yang berakibat akumulasi toksik
squalene didalam sel dan menyebabkan kematian sel. Dengan
penghambatan enzim-enzim tersebut mengakibatkan kerusakan membran
sel sehingga ergosterol tidak terbentuk. Golongan benzilamin mekanisme
kerjanya diperkirakan sama dengan golongan alynamin sedangkan
golongan lainnya sama dengan golongan azole. Pengobatan tinea cruris
tersedia dalam bentuk pemberian topikal dan sistemik:
Obat secara topikal yang digunakan dalam tinea cruris adalah:
1.Golongan Azol
a.Clotrimazole (Lotrimin, Mycelec)
Merupakan obat pilihan pertama yang digunakan dalam pengobatan tinea
cruris karena bersifat broad spektrum antijamur yang mekanismenya
menghambat pertumbuhan ragi dengan mengubah permeabilitas membran
sel sehingga sel-sel jamur mati. Pengobatan dengan clotrimazole ini bisa
dievaluasi setelah 4 minggu jika tanpa ada perbaikan klinis. Penggunaan
pada anak-anak sama seperti dewasa. Obat ini tersedia dalam bentuk kream
1%, solution, lotion. Diberikan 2 kali sehari selama 4 minggu. Tidakada
kontraindikasi obat ini, namun tidak dianjurkan pada pasien yang
menunjukan hipersensitivitas, peradangan infeksi yang luas dan hinari
kontak mata.
b.Mikonazole (icatin, Monistat-derm)
Mekanisme kerjanya dengan selaput dinding sel jamur yang rusak
akanmenghambat biosintesis dari ergosterol sehingga permeabilitas
membran sel jamur meningkat menyebabkan sel jamur mati. Tersedia
dalam bentuk cream 2%, solution, lotio, bedak. Diberikan 2 kali sehari
selama 4 minggu. Penggunaan pada anak sama dengan dewasa. Tidak
dianjurkan pada pasien yang menunjukkan hipersensitivitas, hindari kontak
dengan mata.
c.Econazole (Spectazole)
Mekanisme kerjanya efektif terhadap infeksi yang berhubungan dengan
kulit yaitu menghambat RNA dan sintesis, metabolisme protein sehingga
mengganggu permeabilitas dinding sel jamur dan menyebabkan sel jamur
mati. Pengobatan dengan ecnazole dapat dilakukan dalam 2-4 minggu
dengan cara dioleskan sebanyak 2kali atau 4 kali dalam sediaan cream 1%..
Tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukkan hipersensitivitas, hindari
kontak dengan mata.
d.Ketokonazole (Nizoral)
Mekanisme kerja ketokonazole sebagai turunan imidazole yang bersifat
broad spektrum akan menghambat sintesis ergosterol sehingga komponen
sel jamur meningkat menyebabkan sel jamur mati. Pengobatan dengan
ketokonazole dapat dilakukan selama 2-4 minggu. Tidak dianjurkan pada
pasien yang menunjukkan hipersensitivitas, hindari kontak dengan mata.
e.Oxiconazole (Oxistat)
Mekanisme oxiconazole kerja yang bersifat broad spektrum akan
menghambat sintesis ergosterol sehingga komponen sel jamur meningkat
menyebabkan sel jamur mati. Pengobatan dengan oxiconazole dapat
dilakukan selama 2-4 minggu. Tersedia dalam bentk cream 1% atau bedak
kocok. Penggunaan pada anak-anak 12 tahun penggunaan sama dengan
orang dewasa. Tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukkan
hipersensitivitas dan hanya digunakan untuk pemakaian luar.
f.Sulkonazole (Exeldetm)
Sulkonazole merupakan obat jamur yang memiliki spektrum luas. Titik
tangkapnya yaitu menghambat sintesis ergosterol yang akan menyebabkan
kebocoran komponen sel, sehingga menyebabkan kematian sel jamur.
Tersedia dalam bentuk cream 1% dan solutio. Penggunaan pada anak-anak
12 tahun penggunaan sama dengan orang dewasa (dioleskan pada daerah
yang terkena selama 2-4 minggu sebanyak 4 kali sehari).
2.Golongan alinamin
a.Naftifine (Naftin)
Bersifat broad spektrum anti jamur dan merupakan derivat sintetik dari
alinamin yang mekanisme kerjanya mengurangi sintesis dari ergosterol
sehingga menyebabkan pertumbuhan sel amur terhambat. Pengobatan
dengan naftitine dievaluasi setelah 4 minggu jika tidak ada perbaikan klinis.
Tersedia dalam bentuk 1% cream dan lotion. . Penggunaan pada anak sama
dengan dewasa ( dioleskan 4 kali sehari selama 2-4minggu).
b. Terbinafin (Lamisil)
Merupakan derifat sintetik dari alinamin yang bekerja menghambat skualen
epoxide yang merupakan enzim kunci dari biositesis sterol jamur yang
menghasilkan kekurangan ergosterol yang menyebabkan kematian sel
jamur. Secara luas pada penelitian melaporkan keefektifan penggunaan
terbinafin. Terbenafine dapat ditoleransi penggunaanya pada anak-anak.
Digunakan selama 1-4 minggu
3.Golongan Benzilamin
a. Butenafine (mentax)
Anti jamur yang poten yang berhuungan dengan alinamin. Kerusakan
membran sel jamur menyebabkan sel jamur terhambat pertumbuhannya.
Digunakan dalam bentuk cream 1%, diberikan selama 2-4 minggu. Pada
anak tidak dianjurkan. Untuk dewasa dioleskan sebanyak 4kali sehari.
4.Golongan lainnya
a. Siklopiroks (Loprox)
Memiliki sifat broad spektrum anti fungal. Kerjanya berhubunan dengan
sintesi DNA
b.Haloprogin (halotex)
Tersedia dalam bentuk solution atau spray, 1% cream. Digunakan selama 2-
4minggu dan dioleskan sebanyak 3kali sehari.
c.Tolnaftate
Tersedia dalam cream 1%,bedak,solution. Dioleskan 2kali sehari selama 2-4
minggu(Wiederkehr, Michael. 2008).
Pengobatan secara sistemik dapat digunakan untuk untuk lesi yang
luas atau gagal dengan pengobatan topikal, berikut adalah obat sistemik
yang digunakan dalam pengobatan tinea cruris:
a. Ketokonazole
Sebagai turunan imidazole, ketokonazole merupakan obat jamur oral
yangberspektrum luas. Kerja obat ini fungistatik. Pemberian 200mg/hari
selama 2-4 minggu.
b. Itrakonazole
Sebagai turunan triazole, itrakonazole merupakan obat anti jamur oral yang
berspektrum luas yang menghambat pertumbuhan sel jamur dengan
menghambat sitokrom P-450 dependent sintetis dari ergosterol yang
merupakan komponen penting pada selaput sel jamur.Pada penelitian
disebutkan bahwa itrakonazole lebih baik daripada griseofulvin dengan
hasil terbaik 2-3 minggu setelah perawatan. Dosis dewasa 200mg po selam
1 minggu dan dosis dapat dinaikkan 100mg jika tidak ada perbaikan tetpi
tidak boleh melebihi 400mg/hari.Untuk anak-anak 5mg/hari PO selama 1
minggu. Obat ini dikontraindikasikan pada penderita yang hipersensitivitas,
dan jangan diberikan bersama dengan cisapride karena berhubunngan
dengan aritmia jantung.
c.Griseofulfin
Termasuk obat fungistatik, bekerja dengan menghambat mitosis sel jamur
dengan mengikat mikrotubuler dalam sel. Obat ini lebih sedikit tingkat
keefektifannya dibanding itrakonazole. Pemberian dosis pada dewasa
500mg microsize (330-375 mg ultramicrosize) PO selama 2-4minggu, untuk
anak 10-25 mg/kg/hari Po atau 20 mg microsize /kg/hari
c.Terbinafine
Pemberian secara oral pada dewasa 250g/hari selama 2 minggu). Pada
anak pemberian secara oral disesuaikan dengan berat badan:
12-20kg :62,5mg/hari selama 2 minggu
20-40kg :125mg/ hari selama 2 minggu
>40kg:250mg/ hari selama 2 minggu
Edukasi kepada pasien di rumah :
1.Anjurkan agar menjaga daerah lesi tetap kering
2.Bila gatal, jangan digaruk karena garukan dapat menyebabkan infeksi.
3.Jaga kebersihan kulit dan kaki bila berkeringat keringkan dengan handuk
dan mengganti pakaian yang lembab
4.Gunakan pakaian yang terbuat dari bahan yang dapat menyerap keringat
seperti katun, tidak ketat dan ganti setiap hari.
5.Untuk menghindari penularan penyakit, pakaian dan handuk yang digunakan
penderita harus segera dicuci dan direndam air panas.
IX.KOMPLIKASI
Tinea cruris dapat terinfeksi sekunder oleh candida atau bakteri yang
lain. Pada infeksi jamur yang kronis dapat terjadi likenifikasi dan
hiperpigmentasi kulit.
X.PROGNOSIS
Prognosis penyakit ini baik dengan diagnosis dan terapi yang tepat
asalkan kelembapan dan kebersihan kulit selalu dijaga.