Preskas Pedsos Edward Syndrome_Muvida Aldila

download Preskas Pedsos Edward Syndrome_Muvida Aldila

of 32

Transcript of Preskas Pedsos Edward Syndrome_Muvida Aldila

Presentasi Kasus Pediatri Sosial

SEORANG ANAK LAKI-LAKI USIA 1 TAHUN DENGANGLOBAL DEVELOPMENTAL DELAY

Oleh :

Aldila Desy K.G99122012 / F-19-2014MuvidaG99122080 / G-10-2014

Pembimbing:Dra. Suci Murti Karini, MSi

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU KESEHATAN ANAKFAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDISURAKARTA2014BAB ISTATUS PENDERITA

I. IDENTITAS PENDERITANama: An. AMUmur: 1 tahun 0 bulan 0 hariJenis Kelamin: Laki-lakiAgama: IslamTanggal Lahir: 12 Agustus 2013Alamat: Jagalan Jebres Jawa TengahTanggal Pemeriksaan: 12 Agustus 2014

II. ANAMNESISAlloanamnesis diperoleh dari ibu penderita pada tanggal 12 Agustus 2014, pukul 09.00 di Poli Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Moewardi. Penderita merupakan anak pertama.

A. Keluhan UtamaBelum bisa mengucap kata

B. Riwayat Penyakit Sekarang (Alloanamnesis)Orang tua pasien mengeluh anak belum bisa berbicara seperti anak seusianya. Sampai saat ini, anak tersebut baru bisa mengatakan a-a-a. Sedangkan menurut ibu pasien teman seusianya sudah bisa berbicara dalam bentuk kata kata maupun kombinasi kata kata. Selain itu, orang tua juga mengeluhkan kurangnya respon menoleh pada anak saat dipanggil. Pasien telah dapat duduk dengan bantuan, namun belum dapat merangkak maupun berjalan. Pasien dapat makan dan minum dengan bantuan, makanan masih berupa bubur tim. Kadang tersedak saat makan karena ada celah dari langit-langit mulut ke hidung.Demam (-), batuk (-), pilek (-), sesak nafas (-), diare (-), muntah (-), buang air besar dan buang air kecil tidak ada kelainan, nafsu makan baik. Ibu pasien merasa anak tersebut selama ini selalu sehat, tidak pernah sakit.

C. Riwayat Penyakit Dahulu. Riwayat makan/ minum makanan/ minuman yang tidak biasa: disangkal Riwayat alergi obat dan makanan: disangkal Riwayat mondok: disangkal Riwayat trauma: disangkal Riwayat kejang sebelumnya: disangkal Riwayat sakit kuning: disangkalD. Riwayat Penyakit Keluarga dan Lingkungan Riwayat gangguan serupa di keluarga: disangkal Riwayat alergi obat dan makanan: disangkal

E. Riwayat Penyakit Yang Pernah Diderita Faringitis : disangkal Bronkitis : disangkal Pneumonia : disangkal Morbili : disangkal Pertusis : disangkal Meningitis :disangkal

Malaria : disangkal Polio : disangkal Demam typoid : disangkal Disentri : disangkal Reaksi obat : disangkal

F. Riwayat Imunisasi JenisIIIIIIIV

BCG0 bulan---

DPT2 bulan4 bulan6 bulan-

POLIO0 bulan2 bulan4 bulan6 bulan

Hepatitis B0 bulan2 bulan4 bulan-

Campak9 bulan---

Kesimpulan : imunisasi sesuai jadwal DEPKES.

G. Riwayat Pertumbuhan dan PerkembanganSenyum: umur 3 bulanTengkurap: umur 4 bulanMerangkak: belum bisaMengoceh: belum bisaDuduk: dengan bantuanBerdiri: dengan bantuanBerjalan: belum bisaKemampuan motorik kasar: setara dengan usia 6 bulanKemampuan bahasa: setara dengan usia 6 bulanKemampuan adaptif-motorik halus: setara dengan usia 9 bulanKemampuan personal sosial: setara dengan usia 6 bulanKesimpulan : keterlambatan pada keempat sektor perkembangan.

H. Riwayat Kesehatan KeluargaAyah: baikIbu: baik

I. Riwayat Makan dan Minum Anak ASI diberikan sejak lahir sampai usia 2 tahun. Frekuensi pemberian 8x/ hari, lama menyusui + 10 menit, bergantian antara payudara kanan dan kiri, setelah menyusu anak tidak menangis. Susu formula diberikan sejak usia 6 bulan sampai dengan usia 2 tahun, frekuensi pemberian 4-6x/ hari, setiap pemberian 80-120 cc, cara pembuatan 2-4 sendok takar dalam 80-120 cc air matang. Bubur saring diberikan sejak usia 1 tahun, 3x/ hari Buah-buahan mulai diberikan sejak usia 1 tahun, macamnya pisang, jeruk, pepaya; frekuensi pemberian 1-2x/ hari. J. Pemeliharaan Kehamilan dan PrenatalPemeriksaan di: bidanFrekuensi: Trimester I: 1x/ bulan Trimester II: 1x/ bulan Trimester III: 2x/ bulanKeluhan selama kehamilan: DisangkalObat-obatan yang diminum selama kehamilan : vitamin, tablet penambah darah.

K. Riwayat kelahiranLahir spontan di rumah sakit dengan usia kehamilan 37 minggu, berat badan lahir 3200 gram, panjang badan 51 cm, menangis kencang setelah lahir.

L. Pemeriksaan PostnatalPemeriksaan bayi setelah lahir dilakukan di posyandu saat imunisasi.

M. Riwayat Keluarga Berencana :Disangkal

N. Pohon KeluargaGenerasi IKeterangan:: Laki-LakiGenerasi II: Perempuan: PenderitaGenerasi III Anak AM, 1 tahun 0 bulan 0 hari

III. PEMERIKSAAN FISIK (12 Agustus 2014)A. Keadaan Umum: CM, gizi kesan baikBerat badan: 11 kgTinggi badan: 80 cmB. Tanda vitalNadi: 100 x/menit, regular, teraba kuatLaju Pernapasan: 24 x/menit, regulerSuhu: 37 0CC. Kulit: warna sawo matang, lembab, pucat (-), ikterik (-)D. Kepala: bentuk mesocephal, LK 42 cm (LK< -2SD)E. Mata: conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), air mata (+/+), Refleks cahaya (+/+), pupil isokor (3 mm/ 3 mm), bulat, di tengah, mata cekung (-/-) F. Hidung: nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-) G. Mulut: sianosis (-), mukosa basah (+), PalatoschisisH. Telinga:sekret (-), mastoid pain (-), tragus pain (-)I. Tenggorok:uvula di tengah, mukosa faring hiperemis (-), tonsil T1 T1J. Leher: kelenjar getah bening tidak membesarK. Thorax Bentuk: normochest, retraksi (-)Cor: BJ I BJ II intensitas normal, reguler, bising (-)Pulmo:Inspeksi: pengembangan dada kanan = kiri, retraksi (-)Palpasi: fremitus raba dada kanan = kiriPerkusi: sonor di seluruh lapang paruAuskultasi: suara dasar vesikuler(+/+),suara tambahan(-/-), wheezing(-/-)L. AbdomenInspeksi: dinding perut sejajar dinding dada, hernia umbilikalis (+)Auskultasi: Bising usus (+) normalPerkusi: timpaniPalpasi: supel, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba, turgor kulit baikM. Ekstremitas:Akral dingin Oedema- ---- ---

Sianosis ujung jari Capilary refill time< 2 detikArteri dorsalis pedis teraba kuat - -

N. Status NeurologisKoordinasi: baikSensorik: baikMotorik: kekuatan +5 +5tonus N N +5 +5 N N

O. Perhitungan Status Gizi1. Secara klinisNafsu makan: baikKepala: rambut jagung (-), susah dicabut (+)Mata: CA (-/-), SI (-/-)Mulut: bibir kering dan pecah-pecah (-)Ekstremitas: pitting oedem (-)Status gizi secara klinis: gizi kesan baik2. Secara AntropometriBB = 11 x 100% = 114,58% (WHO 2006) 0 SD < z score < +2 SD U 9,6TB = 80 x 100% = 105,26% (WHO 2006) 0 SD < z score < +2 SD U 76BB = 11 x 100% = 104,76% (WHO 2006) 0 SD < z score < +1 SDTB 10,5 Status gizi secara antropometri : gizi kesan cukup

IV. DENVER DEVELOPMENTAL SCREEENING TESTKemampuan motorik kasar: setara dengan usia 6 bulanKemampuan bahasa: setara dengan usia 6 bulanKemampuan adaptif-motorik halus: setara dengan usia 9 bulanKemampuan personal sosial: setara dengan usia 6 bulan

V. RESUMEOrang tua pasien mengeluh anak belum bisa berbicara seperti anak seusianya, belum dapat merangkak maupun berjalan. Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien CM, gizi kesan cukup, Nadi : 100 x/ menit isi dan tegangan cukup, RR : 24 x/ menit reguler, t : 37oC per aksiler. Pemeriksaan sistem organ yang lain ditemukan Palatoschisis dan hernia umbilikalis. Dari status gizi antropometri didapatkan gizi kesan cukup.

VI. DAFTAR MASALAH1. Kemampuan motorik kasarsetara dengan usia 6 bulan2. Kemampuan bahasasetara dengan usia 6 bulan3. Kemampuan adaptif-motorik halus setara dengan usia 9 bulan4. Kemampuan personal sosial setara dengan usia 6 bulan5. Global developmental delay tsk sindrom Edward6. Palatoschisis7. Hernia umbilikalis

VII. DIAGNOSA BANDINGa. Kelainan kromosomb. Stimulasi kurangVIII. DIAGNOSIS KERJAa. Global developmental delay tsk sindrom Edwardb. Palatoschisisc. Hernia umbilikalisd. Gizi baik

VIII. PENATALAKSANAAN 1. Tunggu hasil analisa kromosom2. Konsultasi THT untuk dilakukan tes BERA. Bila hasil negatif, konsul RM untuk terapi wicara.3. Konsul bedah plastik4. Konsul RM untuk fisioterapi dan okupasi terapi5. Edukasi Motivasi keluarga mengenai kondisi pasien Konseling

IX. PROGNOSISAd vitam: bonamAd sanam: malamAd fungsionam: malam

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. GLOBAL DEVELOPMENTAL DELAY1. Latar BelakangBayi lahir dalam tahap perkembangannya akan mempelajari beberapa kemampuan penting (misalnya berbicara, bergaul dengan lingkungannya, serta berjalan) menurut tahap berkelanjutan yang dapat diperkirakan dengan peranan motivasi, pengajaran dan dukungan selama pertumbuhannya. Kemampuan-kemampuan tersebut dikenal sebagai tahapan perkembangan.Perkembangan yang terlambat (developmental delay) adalah ketertinggalan secara signifikan pada fisik, kemampuan kognitif, perilaku, emosi, atau perkembangan sosial seorang anak bila dibandingkan dengan anak normal seusianya. Seorang anak dengan developmental delay akan tertunda dalam mencapai satu atau lebih perkembangan kemampuannya. Seorang anak dengan Global Developmental Delay (GDD) adalah anak yang tertunda dalam mencapai sebagian besar hingga semua tahapan perkembangan pada usianya. Prevalensi GDD diperkirakan 5-10 persen dari populasi anak di dunia dan sebagian besar anak dengan GDD memiliki kelemahan pada semua tahapan kemampuannya.Global developmental delay merupakan keadaan yang terjadi pada masa perkembangan dalam kehidupan anak (lahir hingga usia 18 bulan). Ciri khas GDD biasanya adalah fungsi intelektual yang lebih rendah daripada anak seusianya disertai hambatan dalam berkomunikasi yang cukup berarti, keterbatasan kepedulian terhadap diri sendiri, keterbatasan kemampuan dalam pekerjaan, akademik, kesehatan dan keamanan dirinya.

2. EpidemiologiSekitar 8 persen dari seluruh anak usia lahir hingga 6 tahun di dunia memiliki masalah perkembangan dan keterlambatan pada satu atau lebih area perkembangan.2Sekitar 1-3 % anak usia 0-5 tahun di dunia mengalami GDD.Sementara di Indonesia khususnya di Jakarta, telah dilakukan Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak (SSDIDTK). Hasilnya, dari 476 anak yang diberi pelayanan SDIDTK, ditemukan 57 (11,9%) anak dengan kelainan tumbuh kembang. Adapun lima jenis kelainan tumbuh kembang yang paling banyak dijumpai adalah, Delayed Development (tumbuh kembang yang terlambat) sebanyak 22 anak, Global developmental delay sebanyak 4 anak, gizi kurang sebayak 10 anak, Mikrochepali sebanyak 7 anak dan anak yang tidak mengalami kenaikan berat badan dalam beberapa bulan terakhir sebanyak 7 anak.3. PatogenesisTerdapat beberapa penyebab yang mungkin menyebabkan Global developmental delay dan beberapa penyebab dapat diterapi. Oleh karena itu, pengenalan dini dan diagnosis dini merupakan hal yang penting. Beberapa etiologi yang lain diturunkan secara genetik.Penyebab yang paling sering adalah abnormalitas kromosom dan malformasi otak. Hal lain yang dapat berhubungan dengan penyebab GDD adalah keadaan ketika perkembangan janin dalam kandungan. Beberapa penyebab lain adalah infeksi dan kelahiran prematur.4. Perkembangan Anak dengan GDDKomponen perkembangan yang diperiksa pada anak dengan GDD:a)Komponen motorik (kemampuan motorik kasar seperti bangkit berdiri, berguling, danmotorik halus seperti memilih benda kecil).b)Kemampuan berbicara dan bahasa(berbisik, meniru kata, menebak suara yang didengar, berkomunikasi non verbal misalnya gesture, ekspresi wajah, kontak mata).c)Kemampuan kognitif (kemampuan untuk mempelajari hal baru, menyaring dan mengolah informasi, mengingat dan menyebutkan kembali, serta memberikan alasan).d)Kemampuan sosial dan emosi (interaksi dengan orang lain dan perkembangan sifat dan perasaan seseorang).5. Gejala KlinisSebagian besar pemeriksaan pada anak dengan idevelopment delay difokuskan pada keterlambatan perkembangan kemampuan kognitif, motorik, atau bahasa. Gejala yang terdapat biasanya:- Keterlambatan perkembangan sesuai tahap perkembangan pada usianya: anak terlambat untuk bias duduk, berdiri, berjalan.- Keterlambatan kemampuan motorik halus/kasar- Rendahnya kemampuan sosial- Perilaku agresif- Masalah dalam berkomunikasi6. PrognosisGlobal Developmental Delay memiliki kemungkinan penyebab yang beraneka ragam. Keterlambatan perkembangan dapat terjadi pada otak anak saat otak terbentuk pada masa gestasi. Penyebab yang mungkin antara lain: lahir premature, kelainan genetic dan herediter, infeksi, tetapi seringkali penyebab GDD tidak dapat ditentukan. Secara umum, perjalanan penyakit GDD tidak memburuk seiring dengan waktu pertumbuhan anak.7. DiagnosisBeberapa pedoman memberikan rekomendasi diagnosis:- Pemeriksaan sitogenik- Pemeriksaan fragile X molecular genetic.- Pemeriksaan metabolic- Pemeriksaan neurologis: EEG, MRI8. PenatalaksanaanTidak ada terapi khusus bagi penderita GDD, tetapi untuk beberapa keadaan dapat dilakukan penatalaksanaan. Jika ditemukan masalah dalam pendengaran atau penglihatan, dapat dilakukan koreksi. Perlu mengingat bahwa penyebab GDD dapat saja tidak diketahui. Kepekaan terhadap keadaan-keadaan yang dapat membuat keterlambatan perkembangan menolong tenaga medis, orang tua, maupun guru penderita GDD.

B. EDWARD SYNDROMESindrom Edwards pertama kali dideskripsikan oleh John Hilton Edwards pada tahun 1960. Sindrom yang biasa disebut trisomi 18 ini merupakan suatu kelainan kromosom yang disebabkan adanya penambahan satu kromosom pada pasangan kromosom autosomal nomor 18.Pada umumnya, manusia normal memiliki 46 kromosom, 22 pasang kromosom somatik (autosom dengan simbol 22AA) dan 1 pasang kromosom kelamin (gonosom dengan simbol XX untuk perempuan dan XY untuk laki-laki). Namun, pada beberapa kasus, terdapat variasi jumlah kromosom yang disebabkan oleh beberapa hal. Hal itu yang disebut aneuploidi. Aneuploidi menyebabkan adanya variasi jumlah kromosom, ada pasangan kromosom yang kekurangan satu kromosom, sehingga hanya tersisa satu kromosom (monosomi), ada pula yang kelebihan satu kromosom, sehingga pasangan kromosom tersebut memiliki tiga kromosom, disebut trisomi, seperti yang dijumpai pada Sindrom Edwards. Selain trisomi, terdapat istilah lain seperti tetrasomi (4) dan pentasomi (5) untuk penambahan jumlah kromosom yang lebih banyak lagi.Pada beberapa literatur, dituliskan bahwa sindrom ini akan muncul 1 pada setiap 3000 kelahiran, namun terdapat literatur lain yang menyebutkan kemungkinan yang lebih yang kecil lagi, yaitu 1 di setiap 6000 kelahiran dan 1 di setiap 8000 kelahiran. Seperti halnya sindrom Down, sindrom Edwards kerap terjadi seiring dengan usia ibu yang semakin meningkat. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, penderita sindrom Edwards memiliki tambahan kromosom pada pasangan kromosom nomor 18 nya, tambahan kromosom inilah yang menimbulkan masalah bagi penderita. Tambahan jumlah kromosom ini bisa terdapat di keseluruhan sel somatik tubuh, bisa juga hanya terdapat di sebagian sel saja yang disebabkan karena translokasi. Efek dari tambahan kromosom ini sangat bervariasi, tergantung pada riwayat genetik dan kesempatan serta sejauh mana tambahan kromosom ini berperan.Sel telur dan sel sperma yang sehat, masing-masing memiliki kromosom individu yang berkontribusi memberikan 23 pasang kromosom yang dibutuhkan untuk membentuk sel manusia normal dengan 46 kromosom. Kesalahan numerik dapat timbul pada salah satu dari dua meiosis dan menyebabkan kegagalan kromosom untuk berpisah ke dalam sel anak (nondisjunction). Hal ini menyebabkan kromosom ekstra, membuat jumlah haploid sebanyak 24, bukan 23. Fertilisasi sel telur atau inseminasi oleh sel sperma yang memliki kromosom ekstra, akan menghasilkan trisomi, atau tiga salinan kromosom lebih dari dua. Oleh karena itu, tambahan kromosom biasanya terjadi sebelum konsepsi.Trisomi 18 terjadi karena nondisjunction/gagal berpisah saat meiosis. Karena nondisjunction, sebuah gamet (sperma atau sel telur) diproduksi dengan kromosom tambahan pada kromosom ke 18, jadi gamet itu memiliki 24 kromosom (normal; 23). Saat gamet itu bergabung dengan gamet normal dari orang tua lain, embrionya memiliki 47 kromosom dengan tiga kromosom pada kromosom nomor 18. Kariotipe (45A + XX / XY), trisomik pada autosom. Autosomal kelainan pada kromosom nomor 16,17, atau 18.Karena sudah pada tahap kromosom, anomali ini akan diteruskan pada setiap sel yang ada di tubuh penderita. Akibatnya timbul berbagai kelainan dalam perkembangan janin. Ciri-ciri penderita sindrom Edward : Kepala kecil (mikrosefali ) disertai dengan bagian belakang menonjol dari kepala ( tengkuk ) Telinga cacat; abnormal rahang kecil ( micrognathia ); celah bibir / celah langit-langit ; hidung terbalik; Sempitnya lipatan kelopak mata ( fisura palpebral ); luasnya mata spasi ( hypertelorism okular ); melorot dari atas kelopak mata ( ptosis ), Sebuah tulang dada pendek; tangan terkepal; Kista pleksus koroid; jempol terbelakang dan atau kuku jari-jari tidak ada , anyamandari kedua dan ketiga jari-jari kaki ; kaki pengkor dan pada laki-laki , testis tidak turun .Sindrom Edwards sering terdeteksi selama kehamilan dan beberapa orang tua memilih untuk mengakhiri kehamilannya. Dalam kebanyakan kasus (90%), tanda-tanda bahwa bayi mungkin memiliki sindrom Edwards ditemui pada usia kehamilan 18-20 minggu USG anomali janin pemindaian rutin. Tes darah dikonfirmasi dengan melakukan chorionic villus sampling (CVS) atau amniosentesis - tes invasif dilakukan selama kehamilan untuk mendeteksi apakah bayi yang belum lahir bisa berkembang, atau sudah berkembang, suatu kelainan atau kondisi kesehatan yang serius.Tidak ada obat untuk sindrom Edwards dan gejala bisa sangat sulit untuk ditangani. Akan sangat dibutuhkan bantuan dari berbagai profesional kesehatan yang berbeda. Penderita Sindrom Edward dapat menjalani fisioterapi dan terapi okupasi, jika kelainan ekstremitas mempengaruhi gerakan mereka. Mereka mungkin perlu diberi makan melalui feeding tube.

C. PALATOSCHISIS (Cleft Lips) Celah Bibir dan (Cleft Palate) Celah Langit-langit adalah suatu kelainan bawaan yang terjadi pada bibir bagian atas serta langit-langit lunak dan langit-langit keras mulut. Celah bibir (biasa disebut secara Bibir sumbing) adalah suatu ketidaksempurnaan pada penyambungan bibir bagian atas, yang biasanya berlokasi tepat dibawah hidung.Cleft palate atau palatoschisis merupakan kelainan kongenital pada wajah dimana atap/langitan dari mulut yaitu palatum tidak berkembang secara normal selama masa kehamilan, mengakibatkan terbukanya (cleft) palatum yang tidak menyatu sampai ke daerah cavitas nasalis, sehingga terdapat hubungan antara rongga hidung dan mulut.1. PENDAHULUAN Kepala dan leher dibentuk oleh beberapa tonjolan dan lengkungan, antara lain processus frontonasalis, processus nasalis medialis dan lateralis, processus maxillaries, dan processus mandibularis. Kegagalan penyatuan processus maxilla dan processus nasalis medial akan menimbulkan celah pada bibir (labioschisis) yang terjadi unilateral atau bilateral. Bila processus nasalis medialis, bagian yang membentuk dua segmen antara maxilla, gagal menyatu maka terjadi celah pada atap mulut atau langitan yang disebut palatoschisis.Cleft palate atau palatoschisis merupakan kelainan kongenital pada wajah dimana atap/langitan dari mulut yaitu palatum tidak berkembang secara normal selama masa kehamilan, mengakibatkan terbukanya (cleft) palatum yang tidak menyatu sampai ke daerah cavitas nasalis, sehingga terdapat hubungan antara rongga hidung dan mulut. Oleh karena itu, pada palatoschisis, anak biasanya pada waktu minum sering tersedak dan suaranya sengau. Cleft palate dapat terjadi pada bagian apa saja dari palatum, termasuk bagian depan dari langitan mulut yaitu hard palate atau bagian belakang dari langitan mulut yang lunak yaitu soft palate.Cleft palate mempunyai banyak sekali implikasi fungsional dan estetika bagi pasien dalam interaksi social mereka terutama kemampuan mereka untuk berkomunikasi secara efektif dan penampilan wajah mereka. Koreksi sebaiknya sebelum anak mulai bicara untuk mencegah terganggunya perkembangan bicara. Penyuluhan bagi ibu si anak sangat penting, terutama tentang cara memberikan minum agar gizi anak memadai saat anak akan menjalani bedah rekonstruksi. Kelainan bawaan ini sebaiknya ditangani oleh tim ahli yang antara lain terdiri atas ahli bedah, dokter spesialis anak, ahli ortodonsi yang akan mengikuti perkembangan rahang dengan giginya, dan ahli logopedi yang mengawasi dan membimbing kemampuan bicara.2. EMBRIOLOGI Jaringan-jaringan wajah, termasuk didalamnya bibir dan palatum berasal dari migrasi, penetrasi, dan penyatuan mesenkimal dari sel-sel cranioneural kepala. Ketiga penonjolan utama pada wajah (hidung, bibir, palatum) secara embriologi berasal dari penyatuan processus fasialis bilateral. Embriogenesis palatum dapat dibagi dalam dua fase terpisah yaitu pembentukan palatum primer yang akan diikuti dengan pembentukan palatum sekunder. Pertumbuhan palatum dimulai kira-kira pada hari ke-35 kehamilan atau minggu ke-4 kehamilan yang ditandai dengan pembentukan processus fasialis. Penyatuan processus nasalis medialis dengan processus maxillaries, dilanjutkan dengan penyatuan processus nasalis lateralis dengan processus nasalis medialis, menyempurnakan pembentukan palatum primer. Kegagalan atau kerusakan yang terjadi pada proses penyatuan processus ini menyebabkan terbentuknya celah pada palatum primer. Pembentukan palatum sekunder dimulai setelah palatum primer terbentuk sempurna, kira-kira minggu ke-9 kehamilan. Palatum sekunder terbentuk dari sisi bilateral yang berkembang dari bagian medial dari processsus maxillaries. Kemudian kedua sisi ini akan bertemu di midline dengan terangkatnya sisi ini. Ketika sisi tersebut berkembang kearah superior, proses penyatuan dimulai. Kegagalan penyatuan ini akan menyebabkan terbentuknya celah pada palatum sekunder. 3. ANATOMI Palatum terdiri atas palatum durum dan palatum molle (velum) yang bersama-sama membentuk atap rongga mulut dan lantai rongga hidung. Processus palatine os maxilla dan lamina horizontal dari os palatine membentuk palatum durum. Palatum molle merupakan suatu jaringan fibromuskuler yang dibentuk oleh beberapa otot yang melekat pada bagian posterior palatum durum. Terdapat enam otot yang melekat pada palatum durum yaitu m. levator veli palatine, m. constrictor pharyngeus superior, m.uvula, m.palatopharyngeus, m.palatoglosus dan m.tensor veli palatini. Ketiga otot yang mempunyai konstribusi terbesar terhadap fungsi velopharyngeal adalah m.uvula, m.levator veli palatine, dan m.constriktor pharyngeus superior. M.uvula berperan dalam mengangkat bagian terbesar velum selama konstraksi otot ini. M.levator veli palatine mendorong velum kearah superior dan posterior untuk melekatkan velum kedinding faring posterior. Pergerakan dinding faring ke medial, dilakukan oleh m.constriktor pharyngeus superior yang membentuk velum kearah dinding posterior faring untuk membentuk sfingter yang kuat. M.palatopharyngeus berfungsi menggerakkan palatum kearah bawah dan kearah medial. M.palatoglossus terutama sebagai depressor palatum, yang berperan dalam pembentukan venom nasal dengan membiarkan aliran udara yang terkontrol melalui rongga hidung. Otot yang terakhir adalah m.tensor veli palatine. Otot ini tidak berperan dalam pergerakan palatum. Fungsi utama otot ini menyerupai fungsi m.tensor timpani yaitu menjamin ventilasi dan drainase dari tuba auditiva. Suplai darahnya terutama berasal dari a.palatina mayor yang masuk melalui foramen palatine mayor. Sedangkan a.palatina minor dan m.palatina minor lewat melalui foramen palatine minor. Innervasi palatum berasal dari n.trigeminus cabang maxilla yang membentuk pleksus yang menginervasi otot-otot palatum. Selain itu, palatum juga mendapat innervasi dari nervus cranial VII dan IX yang berjalan disebelah posterior dari pleksus.4. INSIDEN Insidens dari berbagai tipe cleft di laporkan oleh Veau. Insidens secara keseluruhan dari cleft di laporkan oleh Fogh Andersen yakni 1 dari 655 kelahiran dan oleh Ivy yakni 1 dari 762 kelahiran, dimana lebih sering dijumpai pada laki-laki dibandingkan perempuan. Peningkatan resiko palatoschisis bertambah seiring dengan meningkatnya usia maternal dan adanya riwayat keluarga yang menderita penyakit bawaan yang sama. Faktor etnik juga mempengaruhi angaka kejadian palatoschisis. Palatoschisis paling sering ditemukan pada ras Asia dibandingkan ras Afrika. Insiden palatoschisis pada ras Asia sekitar 2,1/1000, 1/1000 pada ras kulit putih, dan 0,41/1000 pada ras kulit hitam. Menurut data tahun 2004, di Indonesia ditemukan sekitar 5.009 kasus cleft palate dari total seluruh penduduk . Palatoschisis yang tanpa labioschisis memiliki rasio yang relatif konstan yaitu 0,45-0,5/1000 kelahiran. Tipe yang paling sering adalah uvula bifida dengan insiden sekitar 2% dari populasi. Setelah itu diikuti oleh palatoschisis komplit unilateral kiri. 5. ETIOLOGI Pada tahun 1963, Falconer mengemukakan suatu teori bahwa etiologi palatoschisis bersifat multifaktorial dimana pembentukan celah pada palatum berhubungan dengan faktor herediter dan faktor lingkungan yang terlibat dalam pertumbuhan dan perkembangan processus.a. Faktor herediterSekitar 25% pasien yang menderita palatoschisis memiliki riwayat keluarga yang menderita penyakit yang sama. Orang tua dengan palatoschisis mempunyai resiko lebih tinggi untuk memiliki anak dengan palatoschisis. Jika hanya salah satu orang tua yang menderita palatoschisis, maka kemungkinan anaknya menderita palatoschisis adalah sekitar 4%. Jika kedua orangtuanya tidak menderita palatoschisis, tetapi memiliki anak tunggal dengan palatoschisis maka resiko generasi berikutnya menderita penyakit yang sama juga sekitar 4%. Dugaan mengenai hal ini ditunjang kenyataan, telah berhasil diisolasi suatu X-linked gen, yaitu Xq13-21 pada lokus 6p24.3 pada pasien sumbing bibir dan langitan. Kenyataan lain yang menunjang, bahwa demikian banyak kelainan / sindrom disertai celah bibir dan langitan (khususnya jenis bilateral), melibatkan anomali skeletal, maupun defek lahir lainnya.

b. Faktor lingkunganObat-obatan yang dikonsumsi selama kehamilan, seperti fenitoin, retinoid (golongan vitamin A), dan steroid beresiko menimbulkan palatoschisis pada bayi. Infeksi selama kehamilan semester pertama seperti infeksi rubella dan cytomegalovirus, dihubungkan dengan terbentuknya celah. Alkohol, keadaan yang menyebabkan hipoksia, merokok, dan defisiensi makanan (seperti defisiensi asam folat) dapat menyebabkan palatoschisis.6. PATOFISIOLOGI Pasien dengan palatoschisis mengalami gangguan perkembangan wajah, inkompetensi velopharyngeal, perkembangan bicara yang abnormal, dan gangguan fungsi tuba eustachi. Kesemuanya memberikan gejala patologis mencakup kesulitan dalam intake makanan dan nutrisi, infeksi telinga tengah yang rekuren, ketulian, perkembangan bicara yang abnormal, dan gangguan pada pertumbuhan wajah. Adanya hubungan antara rongga mulut dan hidung menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk mengisap pada bayi.Insersi yang abnormal dari m.tensor veli palatine menyebabkan tidak sempurnanya pengosongan pada telinga tengah. Infeksi telinga yang rekuren telah dihubungkan dengan timbulnya ketulian yang memperburuk cara bicara pada pasien dengan palatoschisis. Mekanisme velopharyngeal yang utuh penting dalam menghasilkan suara non nasal dan sebagai modulator aliran udara dalam pembentukan fonem lainnya yang membutuhkan nasal coupling. (Manipulasi anatomi yang kompleks dan sulit dari mekanisme ini, jika tidak sukses dilakukan pada awal perkembangan bicara, dapat menyebabkan berkurangnya pengucapan normal).7. KLASIFIKASI Palatoschisis dapat berbentuk sebagai palatoschisis tanpa labioschisis atau disertai dengan labioschisis. Palatoschisis sendiri dapat diklasifikasikan lebih jauh sebagai celah hanya pada palatum molle, atau hanya berupa celah pada submukosa.Celah pada keseluruhan palatum terbagi atas dua yaitu komplit (total), yang mencakup palatum durum dan palatum molle, dimulai dari foramen insisivum ke posterior, dan inkomplit (subtotal). Palatoschisis juga dapat bersifat unilateral atau bilateral. Veau membagi cleft menjadi 4 kategori yaitu1. Cleft palatum molle2. Cleft palatum molle dan palatum durum3. Cleft lip dan palatum unilateral komplit4. Cleft lip dan palatum bilateral komplitKlasifikasi Jalur-Y untuk cleft lip dan palate berdasarkan modifikasi Millard dari Kernohan. Lingkaran kecil mengindikasikan foramen insisivum; segitiga mengidikasikan ujung nasal dan dasar nasal.8. PENATALAKSANAAN Penanganan kecacatan pada celah bibir dan celah langit-langit tidaklah sederhana, melibatkan berbagai unsur antara lain, ahli Bedah Plastik, ahli ortodonti, ahli THT untuk mencegah menangani timbulnya otitis media dan kontrol pendengaran, dan anestesiologis. Speech therapist untuk fungsi bicara. Setiap spesialisasi punya peran yang tidak tumpang-tindih tapi saling saling melengkapi dalam menangani penderita CLP secara paripurna.

a. Terapi Non-bedahPalatoschisis merupakan suatu masalah pembedahan, sehingga tidak ada terapi medis khusus untuk keadaan ini. Akan tetapi, komplikasi dari palatoschisis yakni permasalahan dari intake makanan, obstruksi jalan nafas, dan otitis media membutuhkan penanganan medis terlebih dahulu sebelum diperbaiki.Perawatan Umum Pada Cleft PalatumPada periode neonatal beberapa hal yang ditekankan dalam pengobatan pada bayi dengan cleft palate yakni:1) Intake makananIntake makanan pada anak-anak dengan cleft palate biasanya mengalami kesulitan karena ketidakmampuan untuk menghisap, meskipun bayi tersebut dapat melakukan gerakan menghisap. Kemampuan menelan seharusnya tidak berpengaruh, nutrisi yang adekuat mungkin bisa diberikan bila susu dan makanan lunak jika lewat bagian posterior dari cavum oris. pada bayi yang masih disusui, sebaiknya susu diberikan melalui alat lain/ dot khusus yang tidak perlu dihisap oleh bayi, dimana ketika dibalik susu dapat memancar keluar sendiri dengan jumlah yang optimal artinya tidak terlalu besar sehingga membuat pasien menjadi tersedak atau terlalu kecil sehingga membuat asupan nutrisi menjadi tidak cukup. Botol susu dibuatkan lubang yang besar sehingga susu dapat mengalir ke dalam bagian belakang mulut dan mencegah regurgitasi ke hidung. Pada usia 1-2 minggu dapat dipasangkan obturator untuk menutup celah pada palatum, agar dapat menghisap susu, atau dengan sendok dengan posisi setengah duduk untuk mencegah susu melewati langit-langit yang terbelah atau memakai dot lubang kearah bawah ataupun dengan memakai dot yang memiliki selang yang panjang untuk mencegah aspirasi. 2) Pemeliharaan jalan nafasPernafasan dapat menjadi masalah anak dengan cleft, terutama jika dagu dengan retroposisi (dagu pendek, mikrognatik, rahang rendah (undershot jaw), fungsi muskulus genioglossus hilang dan lidah jatuh kebelakang, sehingga menyebabkan obstruksi parsial atau total saat inspirasi (The Pierre Robin Sindrom)3) Gangguan telinga tengahOtitis media merupakan komplikasi yang biasa terjadi pada cleft palate dan sering terjadi pada anak-anak yang tidak dioperasi, sehingga otitis supuratif rekuren sering menjadi masalah. Komplikasi primer dari efusi telinga tengah yang menetap adalah hilangnya pendengaran. Masalah ini harus mendapat perhatian yang serius sehingga komplikasi hilangnya pendengaran tidak terjadi, terutama pada anak yang mempunyai resiko mengalami gangguan bicara karena cleft palatum. Pengobatan yang paling utama adalah insisi untuk ventilasi dari telinga tengah sehingga masalah gangguan bicara karena tuli konduktif dapat dicegah.b. Terapi bedahTerapi pembedahan pada palatoschisis bukanlah merupakan suatu kasus emergensi, dilakukan pada usia antara 12-18 bulan. Pada usia tersebut akan memberikan hasil fungsi bicara yang optimal karena memberi kesempatan jaringan pasca operasi sampai matang pada proses penyembuhan luka sehingga sebelum penderita mulai bicara dengan demikian soft palate dapat berfungsi dengan baik.Speech terapi mulai diperlukan setelah operasi palatoplasty yakni pada usia 2-4 tahun untuk melatih bicara benar dan miminimalkan timbulnya suara sengau karena setelah operasi suara sengau masih dapat terjadi suara sengau karena anak sudah terbiasa melafalkan suara yang salah, sudah ada mekanisme kompensasi memposisikan lidah pada posisi yang salah. Bila setelah palatoplasty dan speech terapi masih didapatkan suara sengau maka dilakukan pharyngoplasty untuk memperkecil suara nasal (nasal escape) biasanya dilakukan pada usia 4-6 tahun. Pada usia anak 8-9 tahun ahli ortodonti memperbaiki lengkung alveolus sebagai persiapan tindakan alveolar bone graft dan usia 9-10 tahun spesialis bedah plastic melakukan operasi bone graft pada celah tulang alveolus seiring pertumbuhan gigi caninus.Perawatan setelah dilakukan operasi, segera setelah sadar penderita diperbolehkan minum dan makanan cair sampai tiga minggu dan selanjutnya dianjurkan makan makanan biasa. Jaga hygiene oral bila anak sudah mengerti. Bila anak yang masih kecil, biasakan setelah makan makanan cair dilanjutkan dengan minum air putih. Berikan antibiotik selama tiga hari. Pada orangtua pasien juga bisa diberikan edukasi berupa, posisi tidur pasien harusnya dimiringkan/tengkurap untuk mencegah aspirasi bila terjadi perdarahan, tidak boleh makan/minum yang terlalu panas ataupun terlalu dingin yang akan menyebabkan vasodilatasi dan tidak boleh menghisap /menyedot selama satu bulan post operasi untuk menghindari jebolnya daerah post operasi.9. KOMPLIKASI Anak dengan palatoschisis berpotensi untuk menderita flu, otitis media, tuli, gangguan bicara, dan kelainan pertumbuhan gigi. Selain itu dapat menyebabkan gangguan psikososial. Komplikasi post operatif yang biasa timbul yakni:a. Obstruksi jalan nafasSeperti disebutkan sebelumnya, obstruksi jalan nafas post operatif merupakan komplikasi yang paling penting pada periode segera setelah dilakukan operasi. Keadaan ini timbul sebagai hasil dari prolaps dari lidah ke orofaring saat pasien masih ditidurkan oleh ahli anastesi. Penempatan Intraoperatif dari traksi sutura lidah membantu dalam menangani kondisi ini. Obstruksi jalan nafas bisa juga menjadi masalah yang berlarut-larut karena perubahan pada dinamika jalan nafas, terutama pada anak-anak dengan madibula yang kecil. Pada beberapa instansi, pembuatan dan pemliharaan dari trakeotomi perlu sampai perbaikan palatum telah sempurna.b. PerdarahanPerdarahan intraoperatif merupakan komplikasi yang potensil terjadi. Karena kayanya darah yang diberikan pada paltum, Intraoperative hemorrhage is a potential complication. Because of the rich blood supply to the palate, perdarahan yang berarti mengharukan untuk dilakukannya transfuse. Hal ini bisa berbahaya pada bayi, yakni pada meraka yang total volume darahnya rendah. Penilaian preoperative dari jumlah hemoglobin dan hitung trombosit sangat penting. Injeksi epinefrin sebelum di lakukan insisi dan penggunaa intraoperatif dari oxymetazoline hydrochloride capat mengurangi kehilangan darah yang bisa terjadi. Untuk menjaga dari kehilangan darah post operatif, area palatum yang mengandung mucosa seharusnya diberikan avitene atau agen hemostatik lainnya.c. Fistel palatumFistel palatum bisa timbul sebagai komplikasi pada periode segera setelah dilakukan operasi, atau hal tersebut dapat menjadi permasalahan yang tertunda. Suatu fistel pada palatum dapat timbul dimanapun sepanjang sisi cleft. Insidennya telah dilapornya cukup tinggi yakni sebanyak 34%, dan berat-ringannya cleft telah dikemukanan bahwa hal tersebut berhubungan dengan resiko timbulnya fistula. Fistel cleft palate post operatif bisa ditangani dengan dua cara. Pada pasien yang tanpa disertai dengan gejala, prosthesis gigi bisa digunakan untuk menutup defek yang ada dengan hasil yang baik. Pasien dengan gejala diharuskan untuk terapi pembedahan. Sedikitnya supply darah, terutama supply ke anterior merupakan alasan utama gagalnya penutupan dari fistula. Oleh karena itu, penutupan fistula anterior maupun posterior yang persisten seharusnya di coba tidak lebih dari 6-12 bulan setelah operasi, ketika supply darah telah memiliki kesempatan untuk mengstabilkan dirinya. Saat ini, banyak centre menunggu sampai pasien menjadi lebih tua (paling tidak 10 tahun) sebelum mencoba untuk memperbaiki fistula. Jika metode penutupan sederhana gagal, flap jaringan seperti flap lidah anterior bisa dibutuhkan untuk melakukan penutupan.d. Midface abnormalitiesPenanganan Cleft palate pada beberapa instansi telah fokus pada intervensi pembedahan terlebih dahulu. Salah satu efek negatifnya adalah retriksi dari pertumbuhan maksilla pada beberapa persen pasien. Palatum yang diperbaiki pada usia dini bisa menyebabkan berkurangnya demensi anterior dan posteriornya, yakni penyempitan batang gigi, atau tingginya yang abnormal. Kontrofersi yang cukup besar ada pada topik ini karena penyebab dari hipoplasia, apakah hal tersebut merupakan perbaikan ataupun efek dari cleft tersebut pada pertumbuhan primer dan sekunder pada wajah, ini tidak jelas. Sebanyak 25% pasien dengan cleft palate unilateral yang telah dilakukan perbaikan bisa membutuhkan bedah orthognathic. LeFort I osteotomies dapat digunakan untuk memperbaiki hipoplasia midface yang menghasilkan suatu maloklusi dan deformitas dagu.e. Wound expansionWound expansion juga merupakan akibat dari ketegangan yang berlebih. Bila hal ini terjadi, anak dibiarkan berkembang hingga tahap akhir dari rekonstruksi langitan, dimana pada saat tersebut perbaikan jaringan parut dapat dilakukan tanpa membutuhkan anestesi yang terpisah.f. Wound infectionWound infection merupakan komplikasi yang cukup jarang terjadi karena wajah memiliki pasokan darah yang cukup besar. Hal ini dapat terjadi akibat kontaminasi pascaoperasi, trauma yang tak disengaja dari anak yang aktif dimana sensasi pada bibirnya dapat berkurang pascaoperasi, dan inflamasi lokal yang dapat terjadi akibat simpul yang terbenam.g. Malposisi PremaksilarMalposisi Premaksilar seperti kemiringan atau retrusion, yang dapat terjadi setelah operasi.h. Whistle deformityWhistle deformity merupakan defisiensi vermilion dan mungkin berhubungan dengan retraksi sepanjang garis koreksi bibir. Hal ini dapat dihindari dengan penggunaan total dari segmen lateral otot orbikularis.i. Abnormalitas atau asimetri tebal bibirHal ini dapat dihindari dengan pengukuran intraoperatif yang tepat dari jarak anatomis yang penting lengkung.10. PROGNOSIS Meskipun telah dilakukan koreksi anatomis, anak tetap menderita gangguan bicara sehingga diperlukan terapi bicara yang bisa diperoleh disekolah, tetapi jika anak berbicara lambat atau hati-hati maka akan terdengar seperti anak normal.

D. HERNIA UMBILIKALISMerupakan hernia kongenital pada umbilikus yang hanya tertutup peritoneum dankulit.Hernia ini terdapat pada kira-kira 20 % bayi dan angka ini lebih tinggi lagi padabayi prematur. Tidak ada perbedaan angka kejadian antara bayi lelaki dan perempuan.Umbilikalis adalah tempat umum hemiasi. Hernia umbilikalis terjadi lebih sering pada wanita. Kegemukan dengan kehamilan berulang-ulang merupakan prekursor yang umum. Asites selalu mengeksaserbasi masalah ini. Strangulasi kolon dan omentum umum terjadi. Ruptura terjadi dalam sirosis asitik kronis, suatu kasus dimana diperlukan segera dekompresi portal atau pintas nevus peritoneal secara darurat.

Gejala klinis Hernia UmbilikalisHernia umbilikalis merupakan penonjolan yang mengandung isi rongga perut yang masuk melalui cincin umbilikus akibat peninggian tekanan intraabdomen, biasanya ketika bayi menangis. Hernia umumnya tidak menimbulkan nyeri dan sangat jarang terjadi inkarserasi.Tata laksana Hernia UmbilikalisBila cincin hernia kurang dari 2 cm; umumnya regresi spontan akan terjadi sebelum bayi berumur 6 bulan; kadang cincin baru tertutup setelah satu tahun. Usaha untuk mempercepat penutupan dapat dikerjakan dengan mendekatkan tepi kiri dan kanan, kemudian memancangnya dengan pita perekat (plester) untuk 2-3 minggu. Dapat pula digunakan uang logam yang dipancangkan di umbilikus untuk mencegah penonjolan isi rongga perut. Bila sampai usia satu setengah tahun hernia masih menonjol, umumnya diperlukan koreksi operasi. Pada cincin hernia yang melebihi 2 cm jarang terjadi regresi spontan dan lebih sukar diperoleh pentupan dengan tindakan konservatif. Hernia umbilikalis umum pada bayi dan menutup secara spontan tanpa terapi khusus jika defek aponeurosis berukuran 1,5 cm atau kurang. Perbaikan diindikasikan dalam bayi dengan defek hernia yang diameternya lebih besar dari 2,0 cm, dan dalam semua anak dengan hernia umbilikalis yang masih tetap ada pada usia 3 atau 4 tahun.Perbaikan klasik untuk hernia umbilikalis adalah hernioplasti Mayo. Operasi terdiri dari imbrikasi vest-over-pants dari segmen aponeurosis superior dan inferior. Hernia umbilikalis besar, lebih suka ditangani dengan prostesis yang mirip dengan perbaikan prostesis untuk hernia insisional. Hernia umbilikalis pada orang dewasa merupakan lanjutan hernia umbilikalis pada anak. Peninggian tekanan karena kehamilan, obesitas, atau asites merupakan faktor predisposisi. Perbandingan antara lelaki dan perempuan kira-kira 1:3. Diagnosis mudah dibuat seperti halnya pada anak-anak. Inkarserasi lebih sering terjadi dibandingkan dengan anak-anak. Terapi hernia umbilkalis pada orang dewasa hanya operatif.

DAFTAR PUSTAKABeaty TH, Ruczinski I, Murray JC,et al.(May 2011).Evidence for gene-environment interaction in a genome wide study of isolated, non-syndromic cleft palate.Genet Epidemiol35(6): 46978. Costello BJ, Edwards SP, Clemens M (October 2008).Fetal diagnosis and treatment of craniomaxillofacial anomalies.J. Oral Maxillofac. Surg.66(10): 198595.Donna L. Wong . Wongs essential of pediatric nursing. Ed 6. 2001. Mosby inc.Dudas M, Li WY, Kim J, Yang A, Kaartinen V (2007).Palatal fusion where do the midline cells go? A review on cleft palate, a major human birth defect.Acta Histochem.109(1): 114.Gunarsa,S. 2006. Dari Anak Sampai Usia Lanjut. Jakarta: PT. Gunung mulia.Hasan rosepno, Hussein alatas. Ilmu kesehatan anak jilid II: global development delay. Jakarta, 1985: 884-888.Henry MM, Thompson JN , 2005, Principles of Surgery, 2ndedition, ElsevierSaunders, page 431-445.Jacoby, D. 2009. Pustaka Kesehatan Populer (Psikologi). PT. Buana Ilmu Populer.Kim EK, Khang SK, Lee TJ, Kim TG (May 2010).Clinical features of the microform cleft lip and the ultrastructural characteristics of the orbicularis oris muscle.Cleft Palate Craniofac. J.47(3): 297302.Menkes JH. Textbook of Child Neurology. 4th. ed. Philadelphia: Lea & Febiger 1990; 306-311Nefid Jerrrey. 2002. Psikologi Abnormal jilid 1 dan 2.Jakarta : Erlangga.NHS. 2014. Edwards Syndrome. http://www.nhs.uk/conditions/edwards-syndrome/Pages/Introduction.aspxDiakses pada 14 Agustus 2014Sabiston, Buku Ajar Ilmu Bedah, bagian I, cetakan ke-dua, EGC,Jakarta, 1995. Hal :228, 243.Schwartz, Shires, Spencer, Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah, Edisi 6, EGC, Jakarta,Hal : 509 517.Sloan GM (2000). Posterior pharyngeal flap and sphincter pharyngoplasty: the state of the art.Cleft Palate Craniofac. J.37(2): 11222.Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak; editor: IG.N. Gde Ranuh. Jakarta.Sjamsuhidayat R, Wim de Jong, 2005, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, Jakarta, EGC,Hal: 523-537Tessier P (June 1976). Anatomical classification facial, cranio-facial and latero-facial clefts.J Maxillofac Surg4(2): 6992Tollefson TT, Humphrey CD, Larrabee WF, Adelson RT, Karimi K, Kriet JD (2011).The spectrum of isolated congenital nasal deformities resembling the cleft lip nasal morphology.Arch Facial Plast Surg13(3): 15260.Tosun Z, Honuter M, Sentrk S, Savaci N (2003). Reconstruction of microform cleft lip.Scand J Plast Reconstr Surg Hand Surg37(4): 2325.Widjaja, H, Anatomi abdomen, Jakarta, EGC, 2007, Hal : 21-25.Yuzuriha S, Mulliken JB (November 2008).Minor-form, microform, and mini-microform cleft lip: anatomical features, operative techniques, and revisions.Plast. Reconstr. Surg.122(5): 148593.