Preskes Pedsos Tara Lita
description
Transcript of Preskes Pedsos Tara Lita
Presentasi Kasus
SEORANG ANAK 1 TAHUN 3 BULAN DENGAN GLOBAL DELAY
DEVELOPMENT
Oleh :
Tara Ken Wita Kirana G9914197/H6-2014
Narulita Anggasari G99141099/H8-2014
Pembimbing :
Hari Wahyu Nugroho, dr, SpA, M.Kes
Dra. Suci Murti Karini, Msi
Prof. Dr. dr. Harsono Salimo, SpA (K)
KEPANITERAAN KLINIK SMF / BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
2014
BAB I
STATUS PENDERITA
I.IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. AFR
Umur : 1 tahun 3 bulan
Tanggal Lahir : 9 Juli 2013
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Jaten, Surakarta
Pemeriksaan : 3 Oktober 2014
II. ANAMNESIS
Anamnesis diperoleh dengan cara alloanamnesis terhadap ibu pasien
A. Keluhan Utama
Pasien baru bisa tengkurap dan mengangkat kepala 900
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Ibu pasien datang ke poli klinik anak mengeluh bahwa anaknya belum
bisa apa-apa. Pasien baru bisa tengkurap dengan bantuan dan mengangkat
kepalanya 900 dalam waktu singkat. Pasien belum dapat berbicara sama sekali,
hanya dapat berusuara “aah aah”, tetapi pasien dapat menoleh ke arah sumber
suara. Selain itu pasien juga belum dapat mencoret-coret dan memasukkan
mainan ke dalam tempatnya, pasien baru bisa mencari benang. Pasien sudah
bisa memasukkan makanan ke mulut sendiri. Ibu pasien sudah pernah periksa
sebelumnya di puskesmas setempat dan diberitahu bahwa pasien menderita
down sindrom. Keluhan demam (-), sesak (-), kejang (-), batuk (-), pilek (-),
anak tidak rewel, sadar, BAB dan BAK normal.
2
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat mondok : disangkal
Riwayat alergi obat / makanan : pasien alergi terhadap
beberapa obat ceftriaxon dan
fancomicin
Riwayat epilepsi : disangkal
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat alergi obat / makanan : disangkal
Riwayat kejang pada keluarga : disangkal
E. Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita
Faringitis (-)
Bronkitis (-)
Morbili (-)
Pertusis (-)
Difteri (-)
Varicella (-)
Malaria (-)
Epilepsi (-)
Polio (-)
Thypus abdominalis (-)
Cacingan (-)
Gegar otak (-)
Fraktur (-)
Kolera (-)
TB paru (-)
F. Riwayat Sosial Ekonomi
Penderita adalah anak ke-2 di keluarganya. Anggota keluarganya
terdiri dari ayah, ibu, dan penderita sendiri. Kakak penderita meninggal
satu hari setelah dilahirkan.
G. Riwayat Makan Minum Anak
- Usia 0-6 bulan : pasien minum susu formula sejak lahir 40cc sebanyak
8-9 kali per hari disertai dengan minum ASI sedikit-sedikit.
- Usia 6-12 bulan : pasien mulai makan bubur susu pada usia 7 bulan 2-
3 kali sehari satu sendok kecil disertai susu formula 3 kali serhari
3
dengan takaran 90cc dan ASI sedikt-sedikit. Pasien mulai makan nasi
tim yang kemudian dihaluskan kembali pada usia 10 bulan.
- Usia 1-sekarang : pasien masih makan nasi tim dengan sayuran dan
lauk yang dihaluskan lembut-lembut karena sering tersedak apabila
diberi makanan yang lebih padat. Frekuensi pemberian 2-3 kali sehari
dengan susu formula 2-3 kali sehari dengan takaran botol 90cc.
H. Riwayat Pemeriksaan Kehamilan dan Prenatal
Pemeriksaan kehamilan dilakukan ibu penderita di Bidan setempat.
Frekuensi pemeriksaan pada trimester I adalah 1 kali tiap bulan,
trisemester II dilakukan 2 kali pemeriksaan, dan pada trimester III hanya 1
kali setiap bulan di bidan. Riwayat adanya sakit saat kehamilan (-).
Riwayat minum jamu selama hamil (-), obat-obatan yang diminum adalah
vitamin dan tablet penambah darah dari bidan, riwayat adanya paparan
bahan radiasi (-). Usia ibu saat mengandung 26 tahun dan ayah 33 tahun.
I. Riwayat Kelahiran
Penderita lahir di puskesmas secara SC, pada usia kehamilan 33
minggu, bayi langsung menangis setelah lahir dengan APGAR skor 8-9-
10. Berat waktu lahir 1400 gram, panjang badan saat lahir 44 cm.
J. Riwayat Pemeriksaan Post Natal
Pemeriksaan bayi setelah lahir dilakukan kontrol rutin di
puskesmas.
4
K. Riwayat Imunisasi
Kesimpulan: imunisasi sesuai dengan jadwal depkes RI
L. Keluarga Berencana
Ibu pernah menggunakan KB susuk sebelumnya.
M. Pohon Keluarga
Keterangan
: Perempuan
: Laki-laki
Tn. S (34 th) : penderita
Ny. I ( 27 th)
An. AFR, 15 bulan
5
I
II
III
Jenis I II III IV
1. BCG
2. DPT
3. Polio
4. Campak
5. Hepatitis B
1 bulan
2 bulan
0 bulan
9 bulan
Lahir
-
3 bulan
2 bulan
-
2 bulan
-
4 bulan
3 bulan
-
3 bulan
-
-
4 bulan
-
4 bulan
III.PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum : tampak sehat
Derajat Kesadaran : compos mentis
Status gizi : gizi kesan kurang
2. Tanda vital
S : 36,7 oC
N : 120 x/menit, reguler, simetris, isi dan tegangan cukup.
RR : 32 x/menit, tipe abdominal, kedalaman cukup, reguler.
BB : 4,3 kg
TB : 62 cm
3. Kulit : warna kuning langsat, kelembaban baik, turgor baik.
4. Kepala : bentuk mesocephal, sutura sudah menutup, UUB datar, rambut
hitam tidak mudah rontok dan sukar dicabut.
5. Muka : sembab (-), wajah orang tua (-)
6. Mata : cowong (-), bulu mata hitam lurus tidak rontok, conjunctiva
anemis (-/-), strabismus (-), xeroftalmia (-), bercak bitot’s (-),
oedem palpebra (-/-).
7. Hidung: bentuk normal, napas cuping hidung(-/-), sekret (-/-), darah (-/-),
deformitas(-).
8. Mulut : sianosis (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), gusi berdarah (-),
mukosa basah (+), susunan gigi normal.
9. Tenggorokan : uvula di tengah, tonsil T1 –T1, faring hiperemis (-),
pseudomembran (-), post nasal drip (-).
10. Telinga : bentuk aurikula dx et sn normal, kelainan MAE (-), serumen (-/-)
membrana timpani sde, prosesus mastoideus tidak nyeri tekan,
tragus pain (-), sekret (-).
11. Leher : bentuk normal, trachea ditengah, kelenjar thyroid tidak
membesar.
12. Limfonodi : kelenjar limfe auricular, submandibuler, servikalis,
6
- ---
- ---
- ---
suparaklavikularis, aksilaris, dan inguinalis tidak
membesar.
13. Thorax : bentuk normochest, retraksi (-), iga gambang (-), gerakan simetris
ka = ki
Cor : Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung kesan tidak melebar
Kiri atas : SIC II LPSS
Kiri bawah : SIC IV LMCS
Kanan atas : SIC II LPSD
Kanan bawah: SIC IV LPSD
Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising
tambahan (-)
Pulmo : Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : Sonor / Sonor di semua lapang paru
Batas paru-hepar : SIC V kanan
Batas paru-lambung : SIC VI kiri
Redup relatif di : SIC V kanan
Redup absolut : SIC VI kanan (hepar)
Auskultasi : SDV (+/+) SDT (-/-)
14. Abdomen : Inspeksi : dinding dada sejajar dinding perut
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Perkusi : tympani
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba,
lien tidak teraba.
15. Urogenital : dalam batas normal
16. Gluteus : Baggy pants (-)
17. Ekstremitas :
akral dingin sianosis oedem
7
CRT < 2 detik
18. Kuku : keruh (-), spoon nail (-), konkaf (-)
IV. STATUS GIZI
BB/U : <-3 Z score
TB/U : <-3 Z score
BB/TB : <-3 Z score
Kesimpulan status gizi : gizi buruk dengan severly underweight dan severly
stunted
V. DENVER DEVELOPMENTAL SCREEENING TEST
Hasil tes perkembangan Denver yaitu, personal sosial setara dengan anak
usia 5,5 bulan, adaptif-motorik halus setara dengan anak usia 7 bulan, dan
perkembangan setara dengan usia 6 bulan. Sedangkan perkembangan motorik
kasar setara dengan anak usia 3 bulan.
Dari hasil tersebut ditemukan adanya keterlambatan pada aspek personal
sosial, motorik halus, bahasa, dan motorik kasar. Anak merupakan tersangka
global delayed development (GDD).
VI. RESUME
Pasien merupakan anak ke-2 di keluarganya dan anak pertama dari
keluarganya yang lahir hidup. Pasien dibawa ke poli klinik anak karena diduga
menderita sindrom down dan dikeluhkan oleh ibunya karena pasien tengkurap
dengan bantuan dan mengangkat kepalanya 900 dalam waktu singkat. Pasien
belum dapat berbicara sama sekali, hanya dapat berusuara “aah aah”, tetapi
pasien dapat menoleh ke arah sumber suara. Selain itu pasien juga belum
dapat mencoret-coret dan memasukkan mainan ke dalam tempatnya, pasien
baru bisa mencari benang. Pasien sudah bisa memasukkan makanan ke mulut
8
sendiri. Keluhan demam (-), sesak (-), kejang (-), batuk (-), pilek (-), anak
tidak rewel, sadar, BAB dan BAK normal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sehat,
compos mentis dan gizi kesan kurang, tanda vital suhu 36,7 0C, frekuensi nadi:
120 x/menit, reguler, simetris, isi dan tegangan cukup, frekuensi nafas: 32
x/menit, tipe abdominal, kedalaman cukup, dan reguler. Hasil tes
perkembangan Denver yaitu, personal sosial setara dengan anak usia 5,5
bulan, adaptif-motorik halus setara dengan anak usia 7 bulan, bahasa setara
dengan anak usia 6 bulan dan motorik kasar setara dengan anak usia 3 bulan.
VII. DAFTAR MASALAH
1. Belum baru bisa tengkurap dan mengangkat kepala 900 dalam waktu
singkat.
2. Sindrom down
3. Hasil tes perkembangan Denver yaitu, personal sosial setara dengan anak
usia 5,5 bulan, adaptif-motorik halus setara dengan anak usia 9,5 bulan,
perkembangan motorik kasar setara dengan anak usia 6 bulan.
4. Gizi buruk
VIII.ASSESMENT
1. Global delay development
2. Sindrom down
3. Gizi buruk
IX. PENATALAKSANAAN
Edukasi :
1. Motivasi ibu dan keluarga tentang penyakitnya
2. Pengertian pada keluarga tentang risiko berulangnya sinfrom down dan
ketersediaan diagnosis prenatal.
3. Perlunya rehabilitasi medik pada anak untuk dilakukan fisioterapi dan
terapi okupasi
9
4. Stimulasi di rumah dengan untuk mendukung perkembangan anak selain
dilakukannya rehabilitasi medik.
5. Konseling.
6. Memotivasi ibu untuk tetap memberikan ASI pada anak karena dapat
mencegah terjadinya infeksi saluran nafas serta dapat meningkatkan
motorik oral anak
7. Meningkatkan asupan susu formula dan makanan yang diberikan untuk
mengatasi gizi buruk pada anak.
X. PLANNING
1. Pemeriksaan ekokardiografi
2. Evaluasi denver ulang 2 minggu lagi
3. Konsul rehabilitasi medik untuk dilakukan fisioterapi, terapi okupasi, dan
terapi wicara
4. Pemeriksaan THT setiap 6 bulan sekali hingga usia 3 tahun.
5. Pemeriksaan mata setahun sekali.
6. Skrining tes tiroid
7. Kontrol secara rutin untuk mengikuti tumbuh kembang anak dan
dilakukan pemantuauan pertumbuhan sesuai dengan kurva pertumbuhan
sindrom down
XI. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad sanam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Global Developmental Delay
A. Definisi
Global Developmental Delay merupakan suatu keadaan terjadinya
keterlambatan perkembangan pada anak secara signifikan pada dua domain
atau lebih.
B. Epidemiologi
Hingga saat ini terdapat sekitar 8-10% persen anak usia 0-6 tahun di dunia
memiliki masalah perkembangan dan keterlambatan pada satu atau lebih
domain dan dari jumlah tersebut, sekitar 1-3 % anak usia 0-5 tahun di dunia
mengalami GDD. Di Indonesia, berdasarkan SSDIDTK (Stimulasi Deteksi
dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak) yang dilakukan pada 476 anak,
didapatkan 57 anak (11,9%) dengan kelainan tumbuh kembang. Kelainan
tumbuh kembang yang paling sering dijumpai diantaranya adalah Delayed
Development (tumbuh kembang terhambat), Global Development, gizi
kurang, mikrochepali, dan anak yang tidak mengalami kenaikan berat badan
dalam beberapa bulan terakhir.
C. Patogenesis
Terdapat beberapa penyebab yang mungkin menyebabkan Global Delayed
Development. Sebagian dari penyebab tersebut dapat diterapi, sehingga perlu
11
dilakukan pemeriksaan, pengenalan dini serta penegakan diagnosis dini pada
keadaan tersebut, sehingga dapat mengurangi morbiditas dan memperbaiki
prognosis keadaan gangguan perkembangan pada beberapa anak, tetapi pada
beberapa kasus gangguan tumbuh kembang disebabkan oleh faktor genetik
yang diturunkan dan sangat sulit untuk dapat dilakukan intervensi terapi.
Penyebab yang paling sering menimbulkan keadaan GDD adalah abnormalitas
kromosom dan malformasi otak yang dapat disebabkan oleh keadaan ketika
perkembangan janin dalam kandungan seperti adanya infeksi dan kelahiran
prematur.
D. Perkembangan Anak dengan GDD
Komponen perkembangan yang diperiksa pada anak dengan GDD
1. Komponen motorik (kemampuan motorik kasar seperti bangkit
berdiri, berguling, dan motorik halus seperti memilih benda
kecil).
2. Kemampuan berbicara dan bahasa (berbisik, meniru kata,
menebak suara yang didengar, berkomunikasi non verbal
misalnya gesture, ekspresi wajah, kontak mata).
3. Kemampuan kognitif (kemampuan untuk mempelajari hal baru,
menyaring dan mengolah informasi, mengingat dan menyebutkan
kembali, serta memberikan alasan).
4. Kemampuan sosial dan emosi (interaksi dengan orang lain dan
perkembangan sifat dan perasaan seseorang).
E. Gejala Klinis
Sebagian besar pemeriksaan pada anak dengan delay development
difokuskan pada keterlambatan perkembangan kemampuan kognitif,
motorik, atau bahasa. Gejala yang terdapat biasanya:
1. Keterlambatan perkembangan sesuai tahap perkembangan pada
usianya: anak terlambat untuk bisa duduk, berdiri, berjalan.
2. Keterlambatan kemampuan motorik halus/kasar
12
3. Rendahnya kemampuan social
4. Perilaku agresif
5. Masalah dalam berkomunikasi
F. Prognosis
Global Developmen Delay memiliki kemungkinan penyebab yang
beraneka ragam. Keterlambatan perkembangan dapat terjadi pada otak
anak saat otak terbentuk pada masa kehamilan, lahir premature, kelainan
genetic dan herediter, infeksi, walaupun seringkali penyebab GDD tidak
dapat ditentukan. Secara umum, perjalanan penyakit GDD tidak
memburuk seiring dengan waktu pertumbuhan anak.
G. Diagnosis
Berikut ini beberapa pedoman memberikan rekomendasi diagnosis:
1. Pemeriksaan sitogenik
2. Pemeriksaan fragile X molecular genetic.
3. Pemeriksaan metabolik
4. Pemeriksaan neurologis: EEG, MRI
H. Penatalaksanaan
Tidak ada terapi khusus bagi penderita GDD, tetapi untuk beberapa
keadaan dapat dilakukan penatalaksanaan. Jika ditemukan masalah dalam
pendengaran atau penglihatan, dapat dilakukan koreksi. Jika ditemukan
abnormalitas pada personal social dan motorik halus dapat dilakukan
terapi rehabilitasi medik yaitu okupasi terapi. Sedangkan apabila terdapat
abnormalitas di dalam perkembangan bahasa dapat dilakukan terapi wicara
dan apabila didapatkan abnormalitas dalam motorik kasar dapat dilakukan
fisioterapi. Perlu mengingat bahwa penyebab GDD dapat saja tidak
diketahui. Kepekaan terhadap keadaan-keadaan yang dapat membuat
13
keterlambatan perkembangan menolong tenaga medis, orang tua, maupun
guru penderita GDD.
Sindrom Down
A. Definisi
Sindrom down pertama kali ditemukan oleh John Haydon Down pada
tahun 1866 dan pada tahun 1959 Lejeune dan Jacobs menemukan bahwa
sindrom down merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh adanya trisomi
21 yang menyebabkan terjadinya gangguan tumbuh kembang pada anak.
Trisomi 21 ini dibagi menjadi 3 tipe, yaitu tipe nondisjunction atau kegagalan
pemisahan pada saat oosit bermeiosis (94% dari keseluruhan kasus), tipe
translokasi yang dutabdau dengan seluruh kromosom ekstra 21 bergabung
dengan kromosom lainnya (3,5% kasus), dan tipe mosaik yaitu campuran
antara diploid normal dan sel yang mengalami trisomi 21 (2,5% kasus).
B. Epidemiologi
Angka kejadian sindrom down di Indonesia hingga saat ini belum
diketahui. Diperkirakan terjadi sekitar 5000 kasus baru sindrom down di
Indonesia dengan kejadian rata-rata 1 per 1000 anak.
C. Etiologi
Terjadinya sindrom down berdasarkan pada adanya suatu kelainan
kromosom, berikut ini adalah beberapa penyebab kemungkinan terjadinya
kelainan kromosom tersebut:
1. Genetik
Trisomi tipe translokasi 25% bersifat familial, terdapat hasil
penelitian epidemiologi yang menyatakan bahwa terdapat
14
peningkatan risiko berulang bila di dalam keluarga terdapat anak
dengan sindrom down. Tipe nondisjuction diperkirakan juga
berhubungan dengan genetik.
2. Usia ibu
Setelah usia lebih dari 30 tahunm risiko sindro down meningkat
dari 1:800 menjadi 1:32 pada usia 45 tahun, terutama pada tipe
nondisjuction. Peningkatan insiden ini berhubungan dengan
perubahan endokrin terutama hormon seks secara tiba-tiba sebelum
menopause.
3. Radiasi
Sekitar 30% ibu yang melahirkan anak sindrom down pernah
mengalami radiasi di daerah perut sebelum terjadinya konsepsi.
4. Infeksi
Virus diduga sebagai penyebab terjadinya sindrom down
5. Autoimun
Terutama autoimun tiroid atau penyakit yang terkait dengan tiroid
diduga berhubungan dengan terjadinya sindrom down.
6. Usia ayah
Terdapat penelitian sitogenik pada orangtua anak dengan sindrom
down yang mendapatkan bahwa 20-30% kasus ekstra krmosom 21
bersumber dari ayah tetapi korelasinya tidak setinggi dengan ibu.
D. Patogenesis
Hipotesis yang paling banyak dianut adalah adanya salinan ekstra pada
bagian proksimal 21q22.3 yang mengakibatkan munculnya fenotip retardasi
mental, gambaran wajah khas, dan kelainan jantung kongenital. Analisis
molekuler juga menunjukkan bahwa area 21q22.1-qq22.3 mengandung gen
yang bertanggung jawab atas kelainan jantung kongenital, serta area 21q22.1-
15
q22.2 terlibat dalam pemunculan kelainan otal dan jantung yang menyebabkan
kelainan jantung dan retardasi mental.
E. Gejala Klinis
Karakter fisik yang sering ditemui pada sindrom down diantaranya adalah:
brakisefali, fisura palpebralis miring, celah antara jari kaki pertama dan kedua,
kulit berlebih pada pangkal leher, hiperfleksibilitas, abnormalitas telinga,
petrusi lidah, batang hidung datar, hipotoni otot, lipatan epikantus, bintik
brushfield, jari kelima pendek, jari kelima bengkok ke dalam, tangan pendek
dan lebar, lengkung palatum tubggum defek jantung kongenital.
Derajat gangguan mental yang terjadi bervariasi antara ringan (IQ 50-70),
sedang (IQ 35-50), dan berat (IQ 20-35). Penyakit penyerta yang biasa terjadi
adalah kelainan jantung kongenital, leukimia, gangguan pendengaran, otitis
media, penyakit dan infeksi berat, atresia saluran cernam penyakit mata,
gangguan hormon tiroid. Fungsi sosial anak dengan sindrom down seringkali
lebih baik daripada kecerdasan intelegensianya.
F. Penatalaksanaan
Perawatan anak dengan sindrom down kompleks karena banyaknya
masalah medis dan psikososial, baik yang timbul segera atau jangka panjang.
Manajemen keseshatan, lingkungan rumah, pendidikan, dan pelatihan
vokasional, sangat berpengaruh terhadap fungsi anak dan remaja sindrom
down dan membantu proses transisi ke masa depan. Penanganan lebih lanjut
pada masa anak yang perlu dibahas secara periodik sesuai tahap
perkembangan anak adalah: dukungan personal bagi keluarga, dukungan
finansial dan medis bagi anak dan keluarga, antisipasi trauma pada setiap fase
perkembangan, dan pengaturan diet serta olahraga untuk mencegah obesitas.
16
G. Prognosis
Empat puluh empat persen anak dengan sindrom down hidup sampai
usia 60 tahun dan 14% sampai usia 68 tahun, berbagai faktor berpengaruh
terhadap harapan hidup penderita sindrom down, yang terpenting adalah
tingginya angka kejadian penyakit jantung bawaan yang menyebabkan 80%
kematian terutama pada 1 tahun pertama kehidupan.
H. Pencegahan
Konseling genetik maupun amniosintesis pada kehamilan yang dicurigai
sangat membantu untuk mengurangi angka kejadian sindrom down, saat ini
terdapat gene targeting atau homologous recombination, yaitu sebuah gen
yang dapat dinonaktifkan. Selain itu saat ini terdapat penelitian tentang sel
punca yang menunjukkan bahwa penuaan dini pada sel pinca hematopoietik
dan neural sering mengakibatkan defisiensi sel T, meningkatnya kejadian dini
alzheimer, penyakit mielodisplastik dan berhubungan dengan aktivasi penuaan
sel.
17
DAFTAR PUSTAKA
Behrman, Richard E. (1988). Ilmu Kesehatan Anak : Nelson. Ed. 12. Jakarta :
EGC.
Beth cecily L, sowden Linda A. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatrik,
Jakarta : EGC.
DEPKES RI. (1997). Pedoman Deteksi Dini Tumbuh Kembang Balita. Ed. 10.
Jakarta : Direktorat Bina Kesehatan Keluarga
Engel, joyce. (1998). Pengkajian Pediatrik, Alih Bahasa Teresa, Jakarta : EGC.
Markum, A.H. (1991). Buku Ajar Anak. Jilid I, Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Soetjiningsih. (1995). Tumbuh Kembang Anak, jakarta : EGC.
Suherman ( 1999 ). Buku Saku Perkembangan Anak. Jakarta : EGC
18