Preskes Pedsos Tara Lita

28
Presentasi Kasus SEORANG ANAK 1 TAHUN 3 BULAN DENGAN GLOBAL DELAY DEVELOPMENT Oleh : Tara Ken Wita Kirana G9914197/H6-2014 Narulita Anggasari G99141099/H8-2014 Pembimbing : Hari Wahyu Nugroho, dr, SpA, M.Kes Dra. Suci Murti Karini, Msi Prof. Dr. dr. Harsono Salimo, SpA (K)

description

Preskes Pedsos Tara Lita

Transcript of Preskes Pedsos Tara Lita

Page 1: Preskes Pedsos Tara Lita

Presentasi Kasus

SEORANG ANAK 1 TAHUN 3 BULAN DENGAN GLOBAL DELAY

DEVELOPMENT

Oleh :

Tara Ken Wita Kirana G9914197/H6-2014

Narulita Anggasari G99141099/H8-2014

Pembimbing :

Hari Wahyu Nugroho, dr, SpA, M.Kes

Dra. Suci Murti Karini, Msi

Prof. Dr. dr. Harsono Salimo, SpA (K)

KEPANITERAAN KLINIK SMF / BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD Dr. MOEWARDI

SURAKARTA

2014

Page 2: Preskes Pedsos Tara Lita

BAB I

STATUS PENDERITA

I.IDENTITAS PENDERITA

Nama : An. AFR

Umur : 1 tahun 3 bulan

Tanggal Lahir : 9 Juli 2013

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Jaten, Surakarta

Pemeriksaan : 3 Oktober 2014

II. ANAMNESIS

Anamnesis diperoleh dengan cara alloanamnesis terhadap ibu pasien

A. Keluhan Utama

Pasien baru bisa tengkurap dan mengangkat kepala 900

B. Riwayat Penyakit Sekarang

Ibu pasien datang ke poli klinik anak mengeluh bahwa anaknya belum

bisa apa-apa. Pasien baru bisa tengkurap dengan bantuan dan mengangkat

kepalanya 900 dalam waktu singkat. Pasien belum dapat berbicara sama sekali,

hanya dapat berusuara “aah aah”, tetapi pasien dapat menoleh ke arah sumber

suara. Selain itu pasien juga belum dapat mencoret-coret dan memasukkan

mainan ke dalam tempatnya, pasien baru bisa mencari benang. Pasien sudah

bisa memasukkan makanan ke mulut sendiri. Ibu pasien sudah pernah periksa

sebelumnya di puskesmas setempat dan diberitahu bahwa pasien menderita

down sindrom. Keluhan demam (-), sesak (-), kejang (-), batuk (-), pilek (-),

anak tidak rewel, sadar, BAB dan BAK normal.

2

Page 3: Preskes Pedsos Tara Lita

C. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat mondok : disangkal

Riwayat alergi obat / makanan : pasien alergi terhadap

beberapa obat ceftriaxon dan

fancomicin

Riwayat epilepsi : disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat alergi obat / makanan : disangkal

Riwayat kejang pada keluarga : disangkal

E. Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita

Faringitis (-)

Bronkitis (-)

Morbili (-)

Pertusis (-)

Difteri (-)

Varicella (-)

Malaria (-)

Epilepsi (-)

Polio (-)

Thypus abdominalis (-)

Cacingan (-)

Gegar otak (-)

Fraktur (-)

Kolera (-)

TB paru (-)

F. Riwayat Sosial Ekonomi

Penderita adalah anak ke-2 di keluarganya. Anggota keluarganya

terdiri dari ayah, ibu, dan penderita sendiri. Kakak penderita meninggal

satu hari setelah dilahirkan.

G. Riwayat Makan Minum Anak

- Usia 0-6 bulan : pasien minum susu formula sejak lahir 40cc sebanyak

8-9 kali per hari disertai dengan minum ASI sedikit-sedikit.

- Usia 6-12 bulan : pasien mulai makan bubur susu pada usia 7 bulan 2-

3 kali sehari satu sendok kecil disertai susu formula 3 kali serhari

3

Page 4: Preskes Pedsos Tara Lita

dengan takaran 90cc dan ASI sedikt-sedikit. Pasien mulai makan nasi

tim yang kemudian dihaluskan kembali pada usia 10 bulan.

- Usia 1-sekarang : pasien masih makan nasi tim dengan sayuran dan

lauk yang dihaluskan lembut-lembut karena sering tersedak apabila

diberi makanan yang lebih padat. Frekuensi pemberian 2-3 kali sehari

dengan susu formula 2-3 kali sehari dengan takaran botol 90cc.

H. Riwayat Pemeriksaan Kehamilan dan Prenatal

Pemeriksaan kehamilan dilakukan ibu penderita di Bidan setempat.

Frekuensi pemeriksaan pada trimester I adalah 1 kali tiap bulan,

trisemester II dilakukan 2 kali pemeriksaan, dan pada trimester III hanya 1

kali setiap bulan di bidan. Riwayat adanya sakit saat kehamilan (-).

Riwayat minum jamu selama hamil (-), obat-obatan yang diminum adalah

vitamin dan tablet penambah darah dari bidan, riwayat adanya paparan

bahan radiasi (-). Usia ibu saat mengandung 26 tahun dan ayah 33 tahun.

I. Riwayat Kelahiran

Penderita lahir di puskesmas secara SC, pada usia kehamilan 33

minggu, bayi langsung menangis setelah lahir dengan APGAR skor 8-9-

10. Berat waktu lahir 1400 gram, panjang badan saat lahir 44 cm.

J. Riwayat Pemeriksaan Post Natal

Pemeriksaan bayi setelah lahir dilakukan kontrol rutin di

puskesmas.

4

Page 5: Preskes Pedsos Tara Lita

K. Riwayat Imunisasi

Kesimpulan: imunisasi sesuai dengan jadwal depkes RI

L. Keluarga Berencana

Ibu pernah menggunakan KB susuk sebelumnya.

M. Pohon Keluarga

Keterangan

: Perempuan

: Laki-laki

Tn. S (34 th) : penderita

Ny. I ( 27 th)

An. AFR, 15 bulan

5

I

II

III

Jenis I II III IV

1. BCG

2. DPT

3. Polio

4. Campak

5. Hepatitis B

1 bulan

2 bulan

0 bulan

9 bulan

Lahir

-

3 bulan

2 bulan

-

2 bulan

-

4 bulan

3 bulan

-

3 bulan

-

-

4 bulan

-

4 bulan

Page 6: Preskes Pedsos Tara Lita

III.PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan Umum : tampak sehat

Derajat Kesadaran : compos mentis

Status gizi : gizi kesan kurang

2. Tanda vital

S : 36,7 oC

N : 120 x/menit, reguler, simetris, isi dan tegangan cukup.

RR : 32 x/menit, tipe abdominal, kedalaman cukup, reguler.

BB : 4,3 kg

TB : 62 cm

3. Kulit : warna kuning langsat, kelembaban baik, turgor baik.

4. Kepala : bentuk mesocephal, sutura sudah menutup, UUB datar, rambut

hitam tidak mudah rontok dan sukar dicabut.

5. Muka : sembab (-), wajah orang tua (-)

6. Mata : cowong (-), bulu mata hitam lurus tidak rontok, conjunctiva

anemis (-/-), strabismus (-), xeroftalmia (-), bercak bitot’s (-),

oedem palpebra (-/-).

7. Hidung: bentuk normal, napas cuping hidung(-/-), sekret (-/-), darah (-/-),

deformitas(-).

8. Mulut : sianosis (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), gusi berdarah (-),

mukosa basah (+), susunan gigi normal.

9. Tenggorokan : uvula di tengah, tonsil T1 –T1, faring hiperemis (-),

pseudomembran (-), post nasal drip (-).

10. Telinga : bentuk aurikula dx et sn normal, kelainan MAE (-), serumen (-/-)

membrana timpani sde, prosesus mastoideus tidak nyeri tekan,

tragus pain (-), sekret (-).

11. Leher : bentuk normal, trachea ditengah, kelenjar thyroid tidak

membesar.

12. Limfonodi : kelenjar limfe auricular, submandibuler, servikalis,

6

Page 7: Preskes Pedsos Tara Lita

- ---

- ---

- ---

suparaklavikularis, aksilaris, dan inguinalis tidak

membesar.

13. Thorax : bentuk normochest, retraksi (-), iga gambang (-), gerakan simetris

ka = ki

Cor : Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat

Perkusi : Batas jantung kesan tidak melebar

Kiri atas : SIC II LPSS

Kiri bawah : SIC IV LMCS

Kanan atas : SIC II LPSD

Kanan bawah: SIC IV LPSD

Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising

tambahan (-)

Pulmo : Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri

Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri

Perkusi : Sonor / Sonor di semua lapang paru

Batas paru-hepar : SIC V kanan

Batas paru-lambung : SIC VI kiri

Redup relatif di : SIC V kanan

Redup absolut : SIC VI kanan (hepar)

Auskultasi : SDV (+/+) SDT (-/-)

14. Abdomen : Inspeksi : dinding dada sejajar dinding perut

Auskultasi : peristaltik (+) normal

Perkusi : tympani

Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba,

lien tidak teraba.

15. Urogenital : dalam batas normal

16. Gluteus : Baggy pants (-)

17. Ekstremitas :

akral dingin sianosis oedem

7

Page 8: Preskes Pedsos Tara Lita

CRT < 2 detik

18. Kuku : keruh (-), spoon nail (-), konkaf (-)

IV. STATUS GIZI

BB/U : <-3 Z score

TB/U : <-3 Z score

BB/TB : <-3 Z score

Kesimpulan status gizi : gizi buruk dengan severly underweight dan severly

stunted

V. DENVER DEVELOPMENTAL SCREEENING TEST

Hasil tes perkembangan Denver yaitu, personal sosial setara dengan anak

usia 5,5 bulan, adaptif-motorik halus setara dengan anak usia 7 bulan, dan

perkembangan setara dengan usia 6 bulan. Sedangkan perkembangan motorik

kasar setara dengan anak usia 3 bulan.

Dari hasil tersebut ditemukan adanya keterlambatan pada aspek personal

sosial, motorik halus, bahasa, dan motorik kasar. Anak merupakan tersangka

global delayed development (GDD).

VI. RESUME

Pasien merupakan anak ke-2 di keluarganya dan anak pertama dari

keluarganya yang lahir hidup. Pasien dibawa ke poli klinik anak karena diduga

menderita sindrom down dan dikeluhkan oleh ibunya karena pasien tengkurap

dengan bantuan dan mengangkat kepalanya 900 dalam waktu singkat. Pasien

belum dapat berbicara sama sekali, hanya dapat berusuara “aah aah”, tetapi

pasien dapat menoleh ke arah sumber suara. Selain itu pasien juga belum

dapat mencoret-coret dan memasukkan mainan ke dalam tempatnya, pasien

baru bisa mencari benang. Pasien sudah bisa memasukkan makanan ke mulut

8

Page 9: Preskes Pedsos Tara Lita

sendiri. Keluhan demam (-), sesak (-), kejang (-), batuk (-), pilek (-), anak

tidak rewel, sadar, BAB dan BAK normal.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sehat,

compos mentis dan gizi kesan kurang, tanda vital suhu 36,7 0C, frekuensi nadi:

120 x/menit, reguler, simetris, isi dan tegangan cukup, frekuensi nafas: 32

x/menit, tipe abdominal, kedalaman cukup, dan reguler. Hasil tes

perkembangan Denver yaitu, personal sosial setara dengan anak usia 5,5

bulan, adaptif-motorik halus setara dengan anak usia 7 bulan, bahasa setara

dengan anak usia 6 bulan dan motorik kasar setara dengan anak usia 3 bulan.

VII. DAFTAR MASALAH

1. Belum baru bisa tengkurap dan mengangkat kepala 900 dalam waktu

singkat.

2. Sindrom down

3. Hasil tes perkembangan Denver yaitu, personal sosial setara dengan anak

usia 5,5 bulan, adaptif-motorik halus setara dengan anak usia 9,5 bulan,

perkembangan motorik kasar setara dengan anak usia 6 bulan.

4. Gizi buruk

VIII.ASSESMENT

1. Global delay development

2. Sindrom down

3. Gizi buruk

IX. PENATALAKSANAAN

Edukasi :

1. Motivasi ibu dan keluarga tentang penyakitnya

2. Pengertian pada keluarga tentang risiko berulangnya sinfrom down dan

ketersediaan diagnosis prenatal.

3. Perlunya rehabilitasi medik pada anak untuk dilakukan fisioterapi dan

terapi okupasi

9

Page 10: Preskes Pedsos Tara Lita

4. Stimulasi di rumah dengan untuk mendukung perkembangan anak selain

dilakukannya rehabilitasi medik.

5. Konseling.

6. Memotivasi ibu untuk tetap memberikan ASI pada anak karena dapat

mencegah terjadinya infeksi saluran nafas serta dapat meningkatkan

motorik oral anak

7. Meningkatkan asupan susu formula dan makanan yang diberikan untuk

mengatasi gizi buruk pada anak.

X. PLANNING

1. Pemeriksaan ekokardiografi

2. Evaluasi denver ulang 2 minggu lagi

3. Konsul rehabilitasi medik untuk dilakukan fisioterapi, terapi okupasi, dan

terapi wicara

4. Pemeriksaan THT setiap 6 bulan sekali hingga usia 3 tahun.

5. Pemeriksaan mata setahun sekali.

6. Skrining tes tiroid

7. Kontrol secara rutin untuk mengikuti tumbuh kembang anak dan

dilakukan pemantuauan pertumbuhan sesuai dengan kurva pertumbuhan

sindrom down

XI. PROGNOSIS

Ad vitam : bonam

Ad sanam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam

10

Page 11: Preskes Pedsos Tara Lita

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Global Developmental Delay

A. Definisi

Global Developmental Delay merupakan suatu keadaan terjadinya

keterlambatan perkembangan pada anak secara signifikan pada dua domain

atau lebih.

B.  Epidemiologi

Hingga saat ini terdapat sekitar 8-10% persen anak usia 0-6 tahun di dunia

memiliki masalah perkembangan dan keterlambatan pada satu atau lebih

domain dan dari jumlah tersebut, sekitar 1-3 % anak usia 0-5 tahun di dunia

mengalami GDD. Di Indonesia, berdasarkan SSDIDTK (Stimulasi Deteksi

dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak) yang dilakukan pada 476 anak,

didapatkan 57 anak (11,9%) dengan kelainan tumbuh kembang. Kelainan

tumbuh kembang yang paling sering dijumpai diantaranya adalah Delayed

Development (tumbuh kembang terhambat), Global Development, gizi

kurang, mikrochepali, dan anak yang tidak mengalami kenaikan berat badan

dalam beberapa bulan terakhir.

C. Patogenesis

Terdapat beberapa penyebab yang mungkin menyebabkan Global Delayed

Development. Sebagian dari penyebab tersebut dapat diterapi, sehingga perlu

11

Page 12: Preskes Pedsos Tara Lita

dilakukan pemeriksaan, pengenalan dini serta penegakan diagnosis dini pada

keadaan tersebut, sehingga dapat mengurangi morbiditas dan memperbaiki

prognosis keadaan gangguan perkembangan pada beberapa anak, tetapi pada

beberapa kasus gangguan tumbuh kembang disebabkan oleh faktor genetik

yang diturunkan dan sangat sulit untuk dapat dilakukan intervensi terapi.

Penyebab yang paling sering menimbulkan keadaan GDD adalah abnormalitas

kromosom dan malformasi otak yang dapat disebabkan oleh keadaan ketika

perkembangan janin dalam kandungan seperti adanya infeksi dan kelahiran

prematur.

D. Perkembangan Anak dengan GDD

Komponen perkembangan yang diperiksa pada anak dengan GDD

1. Komponen motorik (kemampuan motorik kasar seperti bangkit

berdiri, berguling, dan motorik halus seperti memilih benda

kecil).

2. Kemampuan berbicara dan bahasa (berbisik, meniru kata,

menebak suara yang didengar, berkomunikasi non verbal

misalnya gesture, ekspresi wajah, kontak mata).

3. Kemampuan kognitif (kemampuan untuk mempelajari hal baru,

menyaring dan mengolah informasi, mengingat dan menyebutkan

kembali, serta memberikan alasan).

4. Kemampuan sosial dan emosi (interaksi dengan orang lain dan

perkembangan sifat dan perasaan seseorang).

E. Gejala Klinis

Sebagian besar pemeriksaan pada anak dengan delay development

difokuskan pada keterlambatan perkembangan kemampuan kognitif,

motorik, atau bahasa. Gejala yang terdapat biasanya:

1. Keterlambatan perkembangan sesuai tahap perkembangan pada

usianya: anak terlambat untuk bisa duduk, berdiri, berjalan.

2. Keterlambatan kemampuan motorik halus/kasar

12

Page 13: Preskes Pedsos Tara Lita

3. Rendahnya kemampuan social

4. Perilaku agresif

5. Masalah dalam berkomunikasi

F. Prognosis

Global Developmen Delay memiliki kemungkinan penyebab yang

beraneka ragam. Keterlambatan perkembangan dapat terjadi pada otak

anak saat otak terbentuk pada masa kehamilan, lahir premature, kelainan

genetic dan herediter, infeksi, walaupun seringkali penyebab GDD tidak

dapat ditentukan. Secara umum, perjalanan penyakit GDD tidak

memburuk seiring dengan waktu pertumbuhan anak.

G. Diagnosis

Berikut ini beberapa pedoman memberikan rekomendasi diagnosis:

1. Pemeriksaan sitogenik

2. Pemeriksaan fragile X molecular genetic.

3. Pemeriksaan metabolik

4. Pemeriksaan neurologis: EEG, MRI

H. Penatalaksanaan

Tidak ada terapi khusus bagi penderita GDD, tetapi untuk beberapa

keadaan dapat dilakukan penatalaksanaan. Jika ditemukan masalah dalam

pendengaran atau penglihatan, dapat dilakukan koreksi. Jika ditemukan

abnormalitas pada personal social dan motorik halus dapat dilakukan

terapi rehabilitasi medik yaitu okupasi terapi. Sedangkan apabila terdapat

abnormalitas di dalam perkembangan bahasa dapat dilakukan terapi wicara

dan apabila didapatkan abnormalitas dalam motorik kasar dapat dilakukan

fisioterapi. Perlu mengingat bahwa penyebab GDD dapat saja tidak

diketahui. Kepekaan terhadap keadaan-keadaan yang dapat membuat

13

Page 14: Preskes Pedsos Tara Lita

keterlambatan perkembangan menolong tenaga medis, orang tua, maupun

guru penderita GDD.

Sindrom Down

A. Definisi

Sindrom down pertama kali ditemukan oleh John Haydon Down pada

tahun 1866 dan pada tahun 1959 Lejeune dan Jacobs menemukan bahwa

sindrom down merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh adanya trisomi

21 yang menyebabkan terjadinya gangguan tumbuh kembang pada anak.

Trisomi 21 ini dibagi menjadi 3 tipe, yaitu tipe nondisjunction atau kegagalan

pemisahan pada saat oosit bermeiosis (94% dari keseluruhan kasus), tipe

translokasi yang dutabdau dengan seluruh kromosom ekstra 21 bergabung

dengan kromosom lainnya (3,5% kasus), dan tipe mosaik yaitu campuran

antara diploid normal dan sel yang mengalami trisomi 21 (2,5% kasus).

B. Epidemiologi

Angka kejadian sindrom down di Indonesia hingga saat ini belum

diketahui. Diperkirakan terjadi sekitar 5000 kasus baru sindrom down di

Indonesia dengan kejadian rata-rata 1 per 1000 anak.

C. Etiologi

Terjadinya sindrom down berdasarkan pada adanya suatu kelainan

kromosom, berikut ini adalah beberapa penyebab kemungkinan terjadinya

kelainan kromosom tersebut:

1. Genetik

Trisomi tipe translokasi 25% bersifat familial, terdapat hasil

penelitian epidemiologi yang menyatakan bahwa terdapat

14

Page 15: Preskes Pedsos Tara Lita

peningkatan risiko berulang bila di dalam keluarga terdapat anak

dengan sindrom down. Tipe nondisjuction diperkirakan juga

berhubungan dengan genetik.

2. Usia ibu

Setelah usia lebih dari 30 tahunm risiko sindro down meningkat

dari 1:800 menjadi 1:32 pada usia 45 tahun, terutama pada tipe

nondisjuction. Peningkatan insiden ini berhubungan dengan

perubahan endokrin terutama hormon seks secara tiba-tiba sebelum

menopause.

3. Radiasi

Sekitar 30% ibu yang melahirkan anak sindrom down pernah

mengalami radiasi di daerah perut sebelum terjadinya konsepsi.

4. Infeksi

Virus diduga sebagai penyebab terjadinya sindrom down

5. Autoimun

Terutama autoimun tiroid atau penyakit yang terkait dengan tiroid

diduga berhubungan dengan terjadinya sindrom down.

6. Usia ayah

Terdapat penelitian sitogenik pada orangtua anak dengan sindrom

down yang mendapatkan bahwa 20-30% kasus ekstra krmosom 21

bersumber dari ayah tetapi korelasinya tidak setinggi dengan ibu.

D. Patogenesis

Hipotesis yang paling banyak dianut adalah adanya salinan ekstra pada

bagian proksimal 21q22.3 yang mengakibatkan munculnya fenotip retardasi

mental, gambaran wajah khas, dan kelainan jantung kongenital. Analisis

molekuler juga menunjukkan bahwa area 21q22.1-qq22.3 mengandung gen

yang bertanggung jawab atas kelainan jantung kongenital, serta area 21q22.1-

15

Page 16: Preskes Pedsos Tara Lita

q22.2 terlibat dalam pemunculan kelainan otal dan jantung yang menyebabkan

kelainan jantung dan retardasi mental.

E. Gejala Klinis

Karakter fisik yang sering ditemui pada sindrom down diantaranya adalah:

brakisefali, fisura palpebralis miring, celah antara jari kaki pertama dan kedua,

kulit berlebih pada pangkal leher, hiperfleksibilitas, abnormalitas telinga,

petrusi lidah, batang hidung datar, hipotoni otot, lipatan epikantus, bintik

brushfield, jari kelima pendek, jari kelima bengkok ke dalam, tangan pendek

dan lebar, lengkung palatum tubggum defek jantung kongenital.

Derajat gangguan mental yang terjadi bervariasi antara ringan (IQ 50-70),

sedang (IQ 35-50), dan berat (IQ 20-35). Penyakit penyerta yang biasa terjadi

adalah kelainan jantung kongenital, leukimia, gangguan pendengaran, otitis

media, penyakit dan infeksi berat, atresia saluran cernam penyakit mata,

gangguan hormon tiroid. Fungsi sosial anak dengan sindrom down seringkali

lebih baik daripada kecerdasan intelegensianya.

F. Penatalaksanaan

Perawatan anak dengan sindrom down kompleks karena banyaknya

masalah medis dan psikososial, baik yang timbul segera atau jangka panjang.

Manajemen keseshatan, lingkungan rumah, pendidikan, dan pelatihan

vokasional, sangat berpengaruh terhadap fungsi anak dan remaja sindrom

down dan membantu proses transisi ke masa depan. Penanganan lebih lanjut

pada masa anak yang perlu dibahas secara periodik sesuai tahap

perkembangan anak adalah: dukungan personal bagi keluarga, dukungan

finansial dan medis bagi anak dan keluarga, antisipasi trauma pada setiap fase

perkembangan, dan pengaturan diet serta olahraga untuk mencegah obesitas.

16

Page 17: Preskes Pedsos Tara Lita

G. Prognosis

Empat puluh empat persen anak dengan sindrom down hidup sampai

usia 60 tahun dan 14% sampai usia 68 tahun, berbagai faktor berpengaruh

terhadap harapan hidup penderita sindrom down, yang terpenting adalah

tingginya angka kejadian penyakit jantung bawaan yang menyebabkan 80%

kematian terutama pada 1 tahun pertama kehidupan.

H. Pencegahan

Konseling genetik maupun amniosintesis pada kehamilan yang dicurigai

sangat membantu untuk mengurangi angka kejadian sindrom down, saat ini

terdapat gene targeting atau homologous recombination, yaitu sebuah gen

yang dapat dinonaktifkan. Selain itu saat ini terdapat penelitian tentang sel

punca yang menunjukkan bahwa penuaan dini pada sel pinca hematopoietik

dan neural sering mengakibatkan defisiensi sel T, meningkatnya kejadian dini

alzheimer, penyakit mielodisplastik dan berhubungan dengan aktivasi penuaan

sel.

17

Page 18: Preskes Pedsos Tara Lita

DAFTAR PUSTAKA

Behrman, Richard E. (1988). Ilmu Kesehatan Anak : Nelson. Ed. 12. Jakarta :

EGC.

Beth cecily L, sowden Linda A. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatrik,

Jakarta : EGC.

DEPKES RI. (1997). Pedoman Deteksi Dini Tumbuh Kembang Balita. Ed. 10.

Jakarta : Direktorat Bina Kesehatan Keluarga

Engel, joyce. (1998). Pengkajian Pediatrik, Alih Bahasa Teresa, Jakarta : EGC.

Markum, A.H. (1991). Buku Ajar Anak. Jilid I, Jakarta : Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia.

Soetjiningsih. (1995). Tumbuh Kembang Anak, jakarta : EGC.

Suherman ( 1999 ). Buku Saku Perkembangan Anak. Jakarta : EGC

18