Preskas Obgyn

63
BAB I ILUSTRASI KASUS 1.1 Identitas Pasien Nama : Ny. S Umur : 33 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Alamat : Gampong Blang Seumot Beutong, Nagan Raya No CM : 0-99-41-15 Tanggal pemeriksaan : 19 Januari 2015 1.2 Anamnesis - Keluhan Utama : Batuk darah berwarna merah segar -Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang atas rujukan dari Nagan Raya, dengan keluhan batuk darah sejak 1 minggu yang lalu. Darah berwarna merah segar, timbul saat batuk berat. Sesak nafas dikeluhkan oleh pasien ketika batuk dan malam hari. Sebelumnya pasien pernah didiagnosa TB pada tahun 2012 dan telah mengkonsumsi OAT selama 11 bulan penuh. Pasien saat ini sedang hamil dengan usia 28 minggu. Pasien mengatakan tidak ingat kapan hari pertama haid terakhir. Mules-mules, mual dan muntah sering 3

description

aaaa

Transcript of Preskas Obgyn

Page 1: Preskas Obgyn

BAB I

ILUSTRASI KASUS

1.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. S

Umur : 33 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Gampong Blang Seumot Beutong, Nagan Raya

No CM : 0-99-41-15

Tanggal pemeriksaan : 19 Januari 2015

1.2 Anamnesis

- Keluhan Utama : Batuk darah berwarna merah segar

-Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang atas rujukan dari Nagan Raya, dengan

keluhan batuk darah sejak 1 minggu yang lalu. Darah berwarna merah segar, timbul

saat batuk berat. Sesak nafas dikeluhkan oleh pasien ketika batuk dan malam hari.

Sebelumnya pasien pernah didiagnosa TB pada tahun 2012 dan telah mengkonsumsi

OAT selama 11 bulan penuh. Pasien saat ini sedang hamil dengan usia 28 minggu.

Pasien mengatakan tidak ingat kapan hari pertama haid terakhir. Mules-mules, mual

dan muntah sering dirasakan oleh pasien. Pasien tidak pernah mengeluhkan keluar

darah maupun cairan dari kemaluan. Pasien juga mengeluhkan nafsu makan menurun

dan merasa lemas. Pasien mengeluh batuk yang tidak sembuh-sembuh walaupun

sudah minum obat. BAK : dalam batas normal, masih bisa ditahan, tidak pernah

mengompol, BAB : dalam batas normal, demam (-). Pasien mengeluhkan adanya

gangguan dalam beraktivitas.

-Riwayat Penyakit Dahulu: Pasien tidak memiliki riwayat penyakit hipertensi,

diabetes mellitus, penyakit jantung

3

Page 2: Preskas Obgyn

-Riwayat Penyakit Keluarga : Keluarga pasien tidak memiliki riwayar penyakit yang

sama seperti pasien, hipertensi (-), diabetes mellitus (-), penyakit jantung (-), asma

(-), alergi (-).

-Riwayat Kebiasaan Sosial : Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga.

-Riwayat Obstetrik: Pasien lupa kapan terakhir kali haid. Menstruasi teratur setiap

bulan, lama 7 hari, ganti pembalut 2x/hari, nyeri saat haid (+). Menikah 1 kali pada

umur 20 tahun. Jumlah anak 4 orang. lahir seluruhnya lahir dengan persalinan

normal per vaginam, ditolong oleh bidan, sehat, hidup, tidak ada yang kembar.

Anak Pertama : Perempuan, 7 tahun, lahir dengan persalinan normal per vaginam,

BBL : ± 2900 gr.

Anak Kedua : Laki-laki, 5 tahun, lahir dengan persalinan normal per vaginam, BBL :

±3200 gr.

Anak Ketiga : Perempuan : 3 tahun, lahir dengan persalinan normal per vaginam,

BBL : ± 2600 gr.

Anak Keempat : Perempuan, 1 tahun 2 bulan, lahir dengan persalinan normal per

vaginam, BBL : ± 2700 gr.,

1.3 Pemeriksaan Fisik

Kesadaran: kompos mentis

Tanda vital:

• Tekanan Darah : 90/60 mmHg

• Frekuensi Nadi : 84x/menit

• Suhu : 36,7 C

• Frekuensi Pernapasan : 24x/menit

BB: 50 kg, TB: 155 cm. Kesan gizi: sedang (IMT = ).

Status Generalis:

4

Page 3: Preskas Obgyn

Kepala : Deformitas (-), rambut hitam tidak mudah dicabut

Mata : Konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-

THT : tak ada kelainan

Leher : KGB tidak teraba, JVP 5-2 cmH2O

Paru : vesikuler, ronkhi +/+ basah halus pada basal lapangan paru,

mengi -/-

Jantung : Bunyi Jantung I-II normal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : lemas, datar, nyeri tekan (-), nyeri supra pubik (-), bising

usus (+) normal.

Ekstremitas : akral hangat, perfusi perifer cukup, edema -/-

Status Obstetri

Pemeriksaan Leopold 1 : TFU 25 cm

Pemeriksaan Leopold 2 : Punggung Kiri, DJJ : 132x/menit

Pemeriksaan Leopold 3 : Kepala

Pemeriksaan Leopold 4 : Konvergen

HIS : Tidak ada

1.4 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 15 Januari 2015

Jenis Pemeriksaan Nilai Hasil Nilai rujukan

Hemoglobin 8,6 12-14 gr/dl

Leukosit 5.7 4.1-10.5 x 103/ul

Trombosit 274 150-400 x 103/ul

Hematokrit 26 40.0-55.0 %

Creatinin darah 0,39 0.51-0.95 mg/dl

Ureum darah 9 13-43 mg/dl

5

Page 4: Preskas Obgyn

Eritrosit 3.5 4.5-6.0 x 103/ul

Masa pembekuan 7 5-15 menit

Masa perdarahan 2 1-7 menit

Natrium (Na) 137 135-145 mmol/L

Kalium (K) 4.5 3.5-4.5 mmol/L

Klorida (Cl) 104 90-110 mmol/L

Glukosa Darah Sewaktu 66 <200 mmol/L

HBsAg Negatif Negatif

Ferritin 12.31 10-160 mg/ml

MCV 74 80-100 fL

MCH 24 27-31 pg

MCHC 33 32-36 %

LED 71 <20 mm/jam

1.5 Diagnosis Kerja

1. G5P4 Hamil 31-32 minggu JPKTH

2. Anemia ec. dd/1. Hamil 2. Bronchitis

3. Haemoptisis ec. TB Paru dd/Bronchitis

1.7 Tatalaksana

Bagian Obstetri dan Ginekologi:

- Sohobion tab 1x1

- Observasi DJJ per hari

Bagian Pulmonologi:

- IVFD RL 15 gtt/i

-Kalnex 500 mg/8 jam

-Vit. C 2 amp/8 jam

6

Page 5: Preskas Obgyn

-Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam

-Domperidone 3x1 tab

-Vit. B6 3x1 tab

7

Page 6: Preskas Obgyn

BAB II

TUBERKULOSIS PADA KEHAMILAN

I. PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang masih menjadi

permasalahan di dunia kesehatan hingga saat ini. Worl Health Organization (WHO)

melaporkan dalam Global Tuberculosis Report 2013, pada tahun 2012 diperkirakan

ada 8,6 juta kasus insiden TB di dunia, setara dengan 122 kasus per 100.000

penduduk. Sebagian besar terjadi di Asia (58%) dan Afrika (27%), proporsi lebih

kecil terjadi di daerah Mediterania Timur (8%), Eropa (4%) dan Amerika (3%).

Indonesia merupakan negara dengan pasien TB terbanyak ke-4 di dunia setelah

India, Cina dan Afrika Selatan.1,2

Tuberkulosis tidak hanya menyumbang proporsi yang signifikan dalam beban

penyakit global, juga merupakan kontributor yang signifikan untuk kematian ibu,

merupakan salah satu penyakit dari tiga penyebab utama kematian di kalangan

wanita usia 15 - 45 tahun. Angka insiden TB pada kehamilan tidak tersedia di

banyak negara karena banyak faktor perancu. Namun demikian, diperkirakan bahwa

kejadian TB pada wanita hamil akan sama tingginya pada populasi umum, dengan

kejadian mungkin lebih tinggi di negara berkembang.3

Pada tahun 2011 Indonesia (dengan 0,38-0,54 juta kasus) menempati urutan

keempat setelah India, Cina, Afrika Selatan. Indonesia belum mempunyai data

prevalensi TB pada perempuan hamil. Di poliklinik tuberkulosis Persatuan

Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI) tahun 2006 dan 2007 terdapat 0,2%

perempuan hamil yang mengidap TB. Angka tersebut sebanding dengan prevalensi

TB pada masyarakat umum. Untuk itu diasumsikan bahwa penyebaran TB pada

perempuan hamil minimal tidak berbeda dengan sebaran di kalangan masyarakat.

Oleh karena itu usaha penapisan seharusnya dapat dilakukan pada populasi

perempuan hamil mengingat risiko yang lebih tinggi yang akan didapat oleh ibu dan

janin.1,4

8

Page 7: Preskas Obgyn

Pada perempuan hamil TB memberi pengaruh pada kehamilan dan janin

terkait dengan keterlambatan pengobatan. Lebih dari 90% perempuan hamil dengan

TB aktif muncul dari populasi perempuan hamil dengan infeksi tuberkulosis yang

tidak diobati. Mortalitas perinatal pada perempuan hamil yang menderita TB enam

kali lebih tinggi jika dibandingkan kontrol dengan insidens prematuritas dan berat

badan lahir rendah meningkat dua kali lipat. Diagnosis dan pengobatan yang

terlambat berhubungan dengan meningkatnya morbiditas ibu empat kali lebih tinggi.4

II. DEFINISI

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang menular dan dapat menyerang

berbagai organ dalam tubuh, dan terutama menyerang paru. Infeksi ini disebabkan

oleh Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis dalam kehamilan merupakan

tuberkulosis yang dijumpai dalam masa kehamilan.4

III. EPIDEMIOLOGI

Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan di dunia demikian juga

tuberkulosis pada kehamilan. Menurut World Health Organization (WHO), insidens

TB pada tahun 2008 adalah 9,4 juta dan 3,6 juta di antaranya menginfeksi wanita.

TB merupakan salah satu penyebab terbesar kematian pada wanita, yaitu sekitar

700.000 kematian setiap tahun, dan sepertiga dari kematian tersebut terjadi pada

wanita usia subur. Suatu penelitian lain yang dilakukan di UK pada tahun 2008,

insidens TB pada kehamilan adalah 4,2 per 100.000 kehamilan.5,6

Prevalensi TB bervariasi di berbagai negara. Prevalensi TB dalam kehamilan

di Indonesia menurut survei nasional tahun 2004 adalah 119/100.000 penduduk dan

dalam kehamilan prevalensi tuberkulosis bervariasi antara 0,37-1,6%.7

IV. ETIOLOGI

9

Page 8: Preskas Obgyn

Penyebab dari penyakit tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis,

yang mempunyai karakteristik mikrobiologi yaitu kuman berbentuk batang dengan

dengan ukuran panjang 1-4/µm dan tebal 0,3-0,6/µm yang bersifat aerob, tidak

membentuk spora, non motil, parasit intraseluler yang merupakan salah satu dari

lima anggota M. tuberculosis complex, di mana yang lain adalah: M.Bovis,

M.Ulcerans, M.Africanum, dan M.Microti, akan tetapi M.tuberculosis adalah yang

bersifat patogen pada manusia.3,8,9

Sebagian besar dinding kuman terdiri atas asam lemak (lipid), kemudian

peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan

terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia

juga lebih tahan terhadap gangguan kima dan fisis. Kuman dapat bertahan hidup

pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam

lemari es) hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat

dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan penyakit tuberkulosis

menjadi aktif lagi.8

Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam

sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi malah kmudian

disenanginya karena banyak mengandung lipid.8

Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih

menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan

oksigen pada bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis.8

V. PATOFISIOLOGI

Tuberkulosis dapat menyerang hampir semua organ tubuh, tetapi yang biasa

diserang adalah paru (kurang lebih 80%). Pada pasien pengidap HIV, pola dari

infeksi TB ini agak berbeda, cenderung terjadi TB extrapulmonal.3,4

Disebut Tuberculosis karena penyakit ini membentuk benjolan-benjolan

(tubercles) disertai perkejuan dan perkapuran, khususnya di dalam jaringan paru-

paru. Hampir semua infeksi TB disebabkan oleh penularan melalui inhalasi dari

10

Page 9: Preskas Obgyn

partikel-partikel yang infeksius yang dikeluarkan oleh pasien pengidap TB lewat

batuk, bersin, berbicara, atau menggunakan tissue yang mengandung kuman TB.

Partikel-partikel aerosolized tuberculosis dengan besar partikel antara 1-5 µm dapat

dibawa ke udara bebas dan dapat menyebar ke tempat yang jauh dan dapat

menginfeksi orang-orang di sekitarnya.3,4,10

Setelah inhalasi dan sampai di paru, nukleus droplet akan memasuki cabang-

cabang bronkus dan berimplantasi pada bronkiolus respiratorik dan alveolus, maka

terjadi reaksi dari tubuh, terjadi proses fagositosis oleh makrofag paru, terjadi reaksi

granulomatous. Suatu basil tuberkel yang telah terinhalasi akan dapat menentukan

infeksi paru atau tidak, tergantung baik pada virulensi bakteri maupun dari

kemampuan mikrobisidal makrofag alveolar yang memakannya. Jika basil mampu

bertahan hidup dari pertahanan tubuh awal, maka bakteri ini akan bermultiplikasi

dalam makrofag alveolus. Basil tuberkel akan bertumbuh secara lambat, membagi

diri dalam 25-32 jam dalam makrofag. Mycobacterium tuberculosis tidak memiliki

endotoksin maupun eksotoksin; sehingga tidak terjadi respon imun immediate (awal)

terhadap infeksi. Organisme ini akan bertumbuh dan waktu 2-12 minggu, sampai

mencapai jumlah tertentu yang mampu untuk memicu respon imun yang dapat

dideteksi dengan adanya reaksi skin test tuberkulin. Basil TB ini tetap berada dalam

kondisi dorman dalam Ghon’s focus ini untuk waktu yang lama, dan suatu saat dapat

berubah menjadi reaktif.3,4,8

Pada pasien dengan imunitas selular yang utuh, kumpulan sel T yang telah

teraktifasi dan makrofag akan membentuk granuloma yang kemudian menimbulkan

pembentukan Ghon’s focus yang membatasi multiplikasi dan penyebaran kuman

tubersulosis dalam organisme. Antibodi yang melawan M. Tuberculosis akan

terbentuk tapi tidak tampak protektif. Organisme cenderung untuk terlokalisasi di

tengah granuloma, yang seringkali akan nekrotik. Untuk sebagian besar individu

dengan fungsi imun yang normal, proliferasi M. Tuberculosis berhenti begitu

imunitas selular berkembang, meskipun demikian, sejumlah kecil basilus hidup

mungkin saja masih akan ada di dalam granuloma.3,4

11

Page 10: Preskas Obgyn

Meskipun kompleks primer kadang-kadang dapat terlihat pada pemeriksaan

radiologi toraks, mayoritas infeksi tuberkulosis pulmo secara klinik dan radiologi

tidak tampak. Sebagian besar, hasil skin test tuberkulin positif merupakan satu-

satunya indikasi bahwa M. Tuberculosis telah berkembang. Individu dengan infeksi

tuberkulosis laten tapi bukan penyakit aktif tidak infeksius, sehingga tidak dapat

menularkan kuman. Diperkirakan kurang lebih 10% individu dengan infeksi

tuberkulosis dan tidak mendapat terapi pencegahan akan berkembang menjadi

tuberkulosis aktif. Kemampuan host untuk merespon organisme akan berkurang

dengan adanya penyakit seperti silikosis, DM, dan penyakit yang berhubungan

dengan immunosupresi, misalnya infeksi HIV, pemberian kortikosteroid dan obat-

obat immunosupresan lain. Pada keadaan ini, kecenderungan untuk berkembangnya

penyakit tuberkulosis meningkat.3,4,8

VI. CARA PENULARAN

Tuberkulosis menyebar melaui udara dengan droplet nukleus, sebuah partikel

berdiameter 1-5 µm yang mengandung kompleks M. Tuberkulosis. Droplet nuklei

juga dihasilkan ketika pasien dengan tuberkulosis pulmonal atau laringeal batuk,

bersin, berbicara atrau bernyanyi. Cara penularan lain yang mungkin terjadi yaitu

lewat mulut dengan mengkonsumsi susu yang tidak dipasteurisasi dan bisa juga

melalui implantasi langsung melalui kulit yang tidak intact atau melalui conjunctiva.3

Tuberkulosis kongenital merupakan komplikasi di dalam uterus yang jarang

terjadi sementara itu risiko transmisi setelah kelahiran tinggi. Tuberkulosis

kongenital merupakan hasil penyebaran hematogen melalui vena umbilkal ke hati

janin atau melalui penelanan atau aspirasi cairan amnion yang terinfeksi. Fokus

primer terbentuk di hati dengan adanya keterlibatan nodus limfe periportal. Basil

tuberkel menginfeksi paru secara sekunder, berbeda pada dewasa yang 80% infeksi

primer terjadi di paru.1,4

12

Page 11: Preskas Obgyn

Mikroorganisme juga dikeluarkan pada terapi aerosol, induksi sputum,

aerosolosasi selama proses bronkoskopi, dan melalui manipulasi lesi atau proses

pengolahan jaringan atau sekret di laboratorium.3,4

4 faktor yang menentukan kecenderungan transmisi M. Tuberkulosis:3,4,10

1) Jumlah mikroorganisme yang dikeluarkan ke udara

2) Konsentrasi mikroorganisme diudara yang ditentukan oleh volume ruangan

dan ventilasi.

3) Lamanya waktu seseorang terekspos dengan udara yang terkontaminasi

4) Status imun dari individu yang terekspos.

Sumber penularan penyakit tuberculosis adalah penderita TB BTA positif.

Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk

droplet nuclei (percikan dahak). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000

percikan darah. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak

berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan,

sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan

selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab. Daya penularan

seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya.

Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien

tersebut.10

Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh

konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. Orang

dapat terinfeksi bila droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan. Selama

kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TB tersebut

dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah,

sistem saluran linfe,saluran napas, atau penyebaran langsung kebagian-bagian tubuh

lainnya. Resiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak.

Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan

lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif. Faktor yang mempengaruhi

13

Page 12: Preskas Obgyn

kemungkinan seseorang menjadi penderita TB adalah daya tahan tubuh yang rendah;

diantaranya karena gizi buruk atau HIV/AIDS.3,10

Gambar 1. Faktor Risiko Kejadian TB10

VII. EFEK KEHAMILAN TERHADAP TB

Peneliti dari zaman Hippocrates telah menyatakan kekhawatiran mereka

tentang efek tak diinginkan yang mungkin ada pada kehamilan dengan TB paru.

Terjadinya TB diyakini sebagai akibat dari peningkatan tekanan intraabdomen yang

terkait dengan kehamilan. Keyakinan ini dipegang secara luas sampai awal abad

keempat belas. Peneliti seperti Hedvall dan Schaefer menunjukkan tidak adanya efek

samping dari kehamilan terhadap progresitas TB. Namun, kehamilan yang berurutan

dapat memberikan efek negatif yaitu menimbulkan reaktivasi tuberkulosis laten,

namun kehamilan tidak mempengaruhi terapi TB. Faktor lain yang turut berperan

adalah status gizi ibu, adanya penyakit penyerta dan ko-infeksi HIV. Penting untuk

14

Page 13: Preskas Obgyn

diketahui bahwa diagnosis tuberkulosis pada kehamilan mungkin lebih sulit

dilakukan, karena gejala awalnya mungkin dianggap berasal dari kehamilan.

Penurunan berat badan yang berhubungan dengan penyakit juga mungkin tertutupi

oleh kenaikan berat badan normal pada kehamilan. 3,4

VIII. EFEK TB TERHADAP KEHAMILAN

Efek TB terhadap kehamilan dipengaruhi oleh berbagai faktor, umur

kehamilan saat didiagnosis TB, adanya penyebaran ekstrapulmoner, koinfeksi HIV

dan pengobatan yang diberikan. Prognosis paling buruk terjadi pada wanita dengan

diagnosis penyakit TB yang sudah lanjut pada masa nifas, begitu juga pada wanita

dengan koinfeksi HIV. Kegagalan pengobatan juga memperburuk prognosis.3,4

Namun data mengenai efek TB terhadap maternal dan luaran neonatal masih

belum jelas. Beberapa penelitian mengatakan bahwa dengan pengobatan yang tepat

dalam jangka waktu yang benar, infeksi TB tidak memberikan efek negatif terhadap

kehamilan. Dari suatu penelitian prospektif di India, tidak ada perbedaan pada

komplikasi kehamilan pada wanita yang didiagnosis TB dan diterapi dengan wanita

hamil yang tidak terkena TB. Namun, terdapat suatu pengecualian pada wanita hamil

yang terlambat memulai terapi TB, terjadi peningkatan mortalitas neonatus dan

tingginya angka prematur. Dalam penelitian, diagnosis dan terapi TB dimulai pada

umur gestasi antara 13 dan 24 minggu (67%). Hasil dari terapi seperti konversi

sputum, stabilisasi penyakit dan angkat terjadinya relaps hampir sama dengan

penderita TB yang tidak hamil, Namun dalam penelitian ini, ibu hamil yang

terinfeksi TB, tidak terinfeksi HIV. Pada wanita hamil dengan HIV, efek dari TB

lebih berkaitan dengan infeksi HIV daripada keadaan kehamilannya.4

Berlawanan dengan penelitian di atas, sebuah review retrospektif di Taiwan,

ibu hamil yang didiagnosis TB mengalami peningkatan risiko terjadinya kelainan

pada kehamilan dibandingkan dengan ibu yang tidak terinfeksi TB. Pada ibu hamil

dengan TB mempunyai angka persentase berat lahir rendah dan pertumuhan janin

terganggu, namun tidak ada perbedaan mengenai kelahiran prematur pada dua

15

Page 14: Preskas Obgyn

kelompok tersebut. Meskipun demikian, diagnosis dan terapi TB yang cepat

merupakan suatu hal yang penting.TB masih menjadi penyebab morbiditas dan

mortalitas maternal yang signifikan, terutama dalam konteks ko-infeksi HIV. 3,4

Komplikasi obstetrik lainnya yang dilaporkan adalah abortus spontan, uterus

yang kecil, peningkatan berat badan hamil yang tidak optimal. Lainnya adalah lahir

prematur, berat badan lahir rendah, dan meningkatnya mortalitas neonatus, seperti

yang sudah disebutkan diatas. Diagnosis dan terapi yang cepat merupakan suatu hal

yang penting. TB masih menhadi penyebab morbiditas dan mortalitas maternal yang

signifikan, terutama dalam konteks ko-infeksi HIV. Diagnosis yang telat

meryupakan faktor independen dimana akan meningkatkan morbiditas sebanyak

empat kali lipat, dan kelahiran prematur meningkat sebanyak sembilan kali lipat.3,4,11

IX. EFEK TB PADA NEONATUS

Transmisi TB ibu ke anak dapat terjadi di dalam uterus dengan penyebaran

hematogen melalui vena umbilikus dan aspirasi atau menelan cairan amnion yang

terinfeksi dan juga selama proses kelahiran melalui kontak dengan cairan amnion

yang terinfeksi atau sekresi genital. Infeksi post-partum dapat terjadi melalui

penyebaran di udara atau melalui cairan susu yang terinfeksi dari lesi tuberkulosis

aktif di payudara. Walaupun transmisi melalui ASI dapat diabaikan, bayi dari ibu

dengan TB aktif masih dapat terinfeksi melalui penyebaran lewat udara.Jika ibu baru

saja didiagnosa, belum di terapi, dan TB aktif, maka ibu harus dipisahkan dari

anaknya untuk mencegah penularan. Diagnosis TB pada neonatus bukan hal yang

mudah, kecurigaan klinis terhadap gejala non spesifik dan sulit dibedakan dengan

gejalan kongenital lainnya merupakan hal penting. Pada TB kongenital, gejala

terlihat pada umur 2 dan 3 minggu. Diagnosis definitif yaitu dengan kultur

M.tuberkulosis dari jaringan atau cairan. Gambaran radiologi dada yang abnormal

sering ditemukan, setengahnya memberikan gambaran pola miliar.Jika terdiagnosa

TB aktif, harus diberikan terapi penuh. Jika tidak terdiagnosis TB aktif, maka

diberikan profilkasis isoniazid.3,4

16

Page 15: Preskas Obgyn

Tuberkulosis kongenital mungkin sulit dibedakan dengan infeksi neonatus

atau infeksi kongenital dengan gejala yang mirip pada umur dua sampai tiga minggu.

Gejala-gejalanya adalah hepatosplenomegaly, repiratory distress, demam, dan

limfadenopati. Abnormalitas radiologi dapat terlihat namun secara umum terlihat

pada penyakit TB latent. Diagnosis tuberkulosis neonatus ditegakkan dengan kriteria

diagnosis Cantwell et al, yaitu adanya kompleks granuloma kaseseosa pada biopsi

hepar perkutaneus saat kelahiran, plasenta yang terinfeksi, atau tuberkulosis traktus

genital maternal, dan lesi saat minggu pertama kehidupan. Kemungkinan transmisi

setelah kelahiran harus disingkirkan dengan menelaah semua riawayat kontak

termasuk kontak dengan tenaga medis dan penjenguk. Sebanyak setengah dari

neonatus dengan tuberkulosis kongenital meninggal dunia.3,4

X. KLASIFIKASI

- Klasifikasi berdasarkan organ tubuh (anatomical site) yang terkena:10

1. Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang

jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar

pada hilus.

2. Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain

selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium),

kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat

kelamin, dan lain-lain. Pasien dengan TB paru dan TB ekstraparu

diklasifikasikan sebagai TB paru

- Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, keadan ini

terutama ditujukan pada TB Paru:

1. Tuberkulosis paru BTA positif.

Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.

1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada

menunjukkan gambaran tuberkulosis.

17

Page 16: Preskas Obgyn

1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB

positif.

1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak

SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada

perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

2. Tuberkulosis paru BTA negatif

Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria

diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:

Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative

Foto toraks abnormal sesuai dengan gambaran tuberkulosis.

Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT, bagi pasien

dengan HIV negatif.

Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.

- Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya disebut sebagai tipe

pasien, yaitu:

1. Kasus baru

Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah

menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu). Pemeriksaan BTA bisa

positif atau negatif

2. Kasus yang sebelumnya diobati

Kasus kambuh (Relaps)

Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat

pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan

lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).

Kasus setelah putus berobat (Default )

Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih

dengan BTA positif.

Kasus setelah gagal (Failure)

18

Page 17: Preskas Obgyn

Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau

kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

3. Kasus Pindahan (Transfer In)

Adalah pasien yang dipindahkan keregister lain untuk melanjutkan

pengobatannya.

4. Kasus lain:

Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas, seperti yang

tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumnya,

pernah diobati tetapi tidak diketahui hasil pengobatannya,

kembali diobati dengan BTA negative.

XI. MANIFESTASI KLINIS

Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal

dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah

gejala respiratorik (gejala lokal sesuai organ yang terlibat).7,8,12

1. Gejala respiratorik

- batuk kurang lebih 2 minggu

- batuk darah

- sesak napas

- nyeri dada

Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai

gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada

saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka

pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi

bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar. Gejala

utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih . Batuk

dapat diikuti dengan gejala tambahan seperti dahak bercampur darah, sesak napas

atau rasa nyeri dada, badan lemas, penurunan nafsu makan, penurunan berat badan,

badan kurang enak “malaise”, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik dan

19

Page 18: Preskas Obgyn

demam meriang lebih dari satu bulan. Gejala diatas dapat juga dijumpai pada

penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma dan kanker

paru.78,12

2. Gejala sistemik

- Demam

- Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun

3. Gejala tuberkulosis ekstra paru

Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya

pada limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri

dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala

meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas &

kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.7,8,12

Pada pemeriksaan fisik kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ

yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan

struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau

sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah

lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 & S2) , serta daerah

apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain

suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda

penarikan paru, diafragma & mediastinum.7,8,12

Untuk mendiagnosis kondisi tersebut, riwayat paparan terhadap individu

dengan batuk kronis atau berkunjung ke daerah endemik tuberkulosis harus

diperoleh. Riwayat gejala, mirip dengan gejala yang dialami oleh wanita tidak hamil.

Perhatian harus ditingkatkan mengingat gejala pada ibu hamil tidak spesifik, yaitu

keringat di malam hari, demam di malam hari, batuk darah, penurunan berat badan

yang progresif, dan batuk kronis selama lebih dari tiga minggu. Tahap penting dalam

membuat diagnosis pada kehamilan yaitu untuk mengidentifikasi faktor risiko untuk

infeksi TB dan gejala-gejala infeksi.7,8,12

20

Page 19: Preskas Obgyn

XII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Tes Tine

Tes ini menggunakan beberapa jarum yang sudah dicelupkan pada

bakteri TB yang sudah dimurnikan, disebut dengan old tuberculin (OT). Kulit

ditusuk dengan jarum tersebut dan reaksi dianalisa 48-72 jam kemudian.

Namun tes ini tidak lagi popular kecuali untuk uji penyaring pada populasi

yang besar. 4

2. Tes Mantoux

Injeksi intradermal derivat protein yang sudah dimurnikan sebanyak

0.1 mL (5 tuberculin units), dan reaksi kulit dianalisis 48-72 jam akan timbul

reaksi berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrat limfosit yakni

reaksi persenyawaan antara antibodi seluler dan antigen tuberkulin. Banyak

sedikitnya reaksi persenyawaan antibodi seluler dan antigen tuberkulin

dipengaruhi oleh antibodi humoral, pada ibu hamil makin besar pengaruh

antibodi humoral, makin kecil indurasi yang ditimbulkan.4

3. Pemeriksaan dahak mikroskopis (BTA)

Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai

keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan

dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3

spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan

berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS):10

S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang

berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah

pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.

P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera

setelah bangun tidur. Pot dahak dibawa dan diserahkan sendiri kepada

petugas di Fasyankes.

S (sewaktu): dahak dikumpulkan di Fasyankes pada hari kedua, saat

menyerahkan dahak pagi.

21

Page 20: Preskas Obgyn

4. Foto thoraks

Pada pemeriksaan foto thoraks ditemukan gambaran infiltrasi, kavitas,

dan limfadenopati mediastinum. Pemeriksaan radiologik harus memakasi

pelindung timah pada abdomen, sehingga bahaya radiasi dapat

diminimalisasi. Pada trimester I hindari pemeriksaan foto thoraks karena efek

radiasi yang sedikit pun masih berdampak negatif pada sel-sel muda janin.7

XIII. DIAGNOSIS TB PADA KEHAMILAN

Diagnosis TBC pada kehamilan sama dengan TBC tanpa kehamilan. Diagnosis

mungkin terlambat ditegakkan karena manifestasi klinis yang tidak khas, tertutup

oleh gejala-gejala pada kehamilan. Good et al melaporkan bahwa dari 27 wanita

hamil dengan pemeriksaan biakan sputum yang positif, didapatkan 74% gejala batuk,

41% penurunan berat badan, 30% demam, malaise dan lelah, 19% batuk darah dan

20% tanpa gejala. Oleh karena itu perlu dilakukan penapisan pada perempuan hamil

dengan risiko tinggi terkena TBC melalui pemeriksaan antenatal. Pemeriksaan yang

dianjurkan adalah uji tuberkulin, sputum BTA dan pemeriksaan biakan.5,7,8

22

Page 21: Preskas Obgyn

Gambar 2. Alur diagnosis TB10

XIV. PENATALAKSANAAN

Sebelum kehamilan perlu diberi konseling mengenai pengaruh kehamilan dan

TBC, serta pengobatan. Adanya TB tidak merupakan indikasi untuk melakukan

abortus. Pengobatan TB dengan isoniazid, rifampicin, etambutol dan pirazinamid

tidak merupakan kontraindikasi pada kehamilan. Pengobatan TB dengan

aminoglikosida (streptomisin) merupakan kontraindikasi pada kehamilan karena

dapat menyebabkan ototoksik pada janin.7

23

Page 22: Preskas Obgyn

Pengobatan TB dalam kehamilan menurut rekomendasi WHO adalah dengan

pemberian 4 regimen kombinasi isoniazid, rifampicin, etambutol, dan pirazinamid

selama 6 bulan. Cara pengobatan sama dengan tidak hamil. Dapat juga diberikan 3

regimen kombinasi, isoniazid, rifampicin, etambutol selama 9 bulan. Angka

kesembuhan 90% pada pengobatan selama 6 bulan directly observed therapy (DOT)

pada infeksi baru.7

Saat persalinan mungkin diperlukan oksigen yang adekuat dan cara

persalinan sesuai indikasi obstetrik. Pemakaian masker dan ruangan isolasi

diperlukan untuk mencegah penularan.7

Tabel 1. Langkah penanganan TB pada kehamilan7

Sebelum kehamilan Konseling mengenai pengaruh kehamilan dan TB

serta pengobatan

Pemeriksaan penyaring tuberkulosis pada populasi

risiko tinggi

Perbaikan keadaan umum (gizi, anemia)

Selama kehamilan Tuberkulosis bukan merupakan indikasi untuk

melakukan pengguguran kandungan

Pengobatan dengan regimen kombinasi dapat

segera dimulai begitu diagnosis ditegakkan

Antenatal care dilakukan seperti biasa, dianjurkan

pasien datang paling awal atau paling akhir untuk

mencegah penularan pada orang di sekitarnya

Saat persalinan Persalinan dapat berlangsung seperti biasa.

Penderita diberi masker untuk menutupi hidung dan

mulutnya agar tidak terjadi penyebaran kuman

disekitarnya

Pemberian oksigen adekuat

Tindakan pencegahan infeksi (kewaspadaan

24

Page 23: Preskas Obgyn

universal)

Ekstraksi vakum/forseps bila ada indikasi obstetrik

Sebaiknya persalinan dilakukan di ruang isolasi,

cegah perdarahan pascapersalinan dengan

uterotonika

Pasca persalinan Observasi 6-8 jam kemudian penderita dapat

langsung dipulangkan. Bila tidak mungkin untuk

dipulangkan, penderita harus dirawat di ruang

isolasi.

Perawatan bayi harus dipisahkan dari ibunya

sampai tidak terlihat tanda proses aktif lagi

(dibuktikan dengan pemeriksaan sputum sebanyak

3 kali dengan hasil selalu negatif)

Pemberian ASI tidak merupakan kontraindikasi

meskipun ibu mendapatkan OAT

Profilaksis neonatus dengan isoniazid 10mg/kg/hari

dan vaksinasi BCG

Tatalaksana OAT yang diberikan dibagi atas 2 golongan:12

Obat lini pertama (first line).

Yang merupakan OAT lini pertama adalah Rifampisin (R), Isoniazid (INH),

Etambutol (EMB), dan Pirazinamid (PZA).

Obat lini kedua (second line) adalah Streptomisin (S), Kanamisin,

Etionamid, Kapreomisin, Fluoroquinolones, Amoxycillin/Clavulanic Acid,

Para-Aminosalicylic Acid (PAS), Amikacin, Ethionamide and

Prothionamide, serta Cycloserine.

Tabel 2. Jenis dan Dosis OAT

25

Page 24: Preskas Obgyn

ObatDosis

(mg/kg

BB/Ha

ri)

Dosis yang dianjurkan Dosis

Max

Dosis (mg) / BB (kg)

Kategori

Harian

(mg/kgBB/

Hari)

Intermitten

(mg/kgBB/

Hari)

< 40 40-60 > 60

R 8-12 10 10 600 300 450 600 C

INH 4-6 5 10 300 150 300 450 A

PZA 20-30 25 35 750 1000 1500 n/a

EMB 15-20 15 30 750 1000 1500 A

S 15-18 15 15 1000 Sesu

ai

BB

750 1000 X

Regimen pengobatan (metode DOTS)

Pengobatan TB memerlukan waktu sekurang-kurangnya 6 bulan agar dapat

mencegah perkembangan resistensi obat, oleh karena itu WHO telah menerapkan

strategi DOTS dimana petugas kesehatan tambahan yang berfungsi secara ketat

mengawasi pasien minum obat untuk memastikan kepatuhannya. Oleh karena itu

WHO juga telah menetapkan regimen pengobatan standar yang membagi pasien

menjadi 4 kategori berbeda menurut definisi kasus tersebut, seperti bisa dilihat pada

tabel di bawah ini.12

Tabel 3. Berbagai Paduan Alternatif Untuk Setiap Kategori Pengobatan

26

Page 25: Preskas Obgyn

Kategori

pengobatan

TB

Pasien TB

Paduan pengobatan TB alternatif

Fase awal

(setiap hari / 3 x

seminggu)

Fase lanjutan

I

Kasus baru TB paru dahak positif;

kasus baru TB paru dahak negatif

dengan kelainan luas di paru; kasus

baru TB ekstra-pulmonal berat

2 EHRZ (SHRZ)

2 EHRZ (SHRZ)

2 EHRZ (SHRZ)

6 HE

4 HR

4 H3 R3

II

Kambuh, dahak positif; pengobatan

gagal; pengobatan setelah terputus

2 SHRZE / 1 HRZE

2 SHRZE / 1 HRZE

5 H3R3E3

5 HRE

III

Kasus baru TB paru dahak negatif

(selain dari kategori I); kasus baru TB

ekstra-pulmonal yang tidak berat

2 HRZ atau 2H3R3Z3

2 HRZ atau 2H3R3Z3

2 HRZ atau 2H3R3Z3

6 HE

2 HR/4H

2 H3R3/4H

IV

Kasus kronis (dahak masih positif

setelah menjalankan pengobatan

ulang)

TIDAK DIPERGUNAKAN

(merujuk ke penuntun WHO guna

pemakaian obat lini kedua yang diawasi

pada pusat-pusat spesialis)

Sesuai tabel di atas, maka paduan OAT yang digunakan untuk program

penanggulangan tuberkulosis di Indonesia adalah 12

- Kategori I : 2HRZE (S) / 6HE.

27

Page 26: Preskas Obgyn

Pengobatan fase inisial regimennya terdiri dari 2HRZE (S) setiap hari selama 2

bulan obat H, R, Z, E atau S. Sputum BTA awal yang positif setelah 2 bulan

diharapkan menjadi negatif, dan kemudian dilanjutkan ke fase lanjutan 4HR atau 4

H3 R3 atau 6 HE. Apabila sputum BTA masih positif setelah 2 bulan, fase intensif

diperpanjang dengan 4 minggu lagi tanpa melihat apakah sputum sudah negatif atau

tidak.

- Kategori II : 2HRZES/1HRZE/5H3R3E3

Pengobatan fase inisial terdiri dari 2HRZES/1HRZE yaitu R dengan H, Z, E,

setiap hari selama 3 bulan, ditambah dengan S selama 2 bulan pertama. Apabila

sputum BTA menjadi negatif fase lanjutan bisa segera dimulai. Apabila sputum BTA

masih positif pada minggu ke-12, fase inisial dengan 4 obat dilanjutkan 1 bulan lagi.

Bila akhir bulan ke-2 sputum BTA masih positif, semua obat dihentikan selama 2-3

hari dan dilakukan kultur sputum untuk uji kepekaan, obat dilanjutkan memakai fase

lanjutan, yaitu 5H3R3E3 atau 5 HRE.

- Kategori III : 2HRZ/2H3R3

Pengobatan fase inisial terdiri dari 2HRZ atau 2 H3R3, yang dilanjutkan dengan

fase lanjutan 2HR atau 2 H3R3.

- Kategori IV : Rujuk ke ahli paru atau menggunakan INH seumur hidup

Pada pasien kategori ini mungkin mengalami resistensi ganda, sputumnya harus

dikultur dan dilakukan uji kepekaan obat. Seumur hidup diberikan H saja sesuai

rekomendasi WHO atau menggunakan pengobatan TB resistensi ganda (MDR-TB).

Selain 4 kategori di atas, disediakan juga paduan obat sisipan (HRZE).

Obat sisipan akan diberikan bila pasien tuberkulosis kategori I dan kategori II

pada tahap akhir intensif pengobatan (setelah melakukan pengobatan selama 2

minggu), hasil pemeriksaan dahak/sputum masih BTA positif.

Pengobatan dengan FDC

28

Page 27: Preskas Obgyn

Obat anti tuberkulosis “fixed-dose combination” atau disingkat dengan OAT

– FDC (sering disebut FDC saja) adalah tablet yang berisi kombinasi beberapa jenis

obat anti TBC dengan dosis tetap.13

1. Kategori 1 : 2 (HRZE) / 4 (HR)3. Kategori 1 diberikan kepada:

penderita baru TBC Paru BTA positif

penderita baru TBC Paru BTA negatif/Rontgen positif (ringan atau berat)

penderita TBC Ekstra Paru (ringan atau berat).

Tabel 4. Dosis untuk kategori 1: 2(HRZE) / 4(HR)3

2. Kategori 2 : 2(HRZE)S /1(HRZE) / 5(HR)3E3. Kategori 2 diberikan kepada:

penderita TBC BTA positif Kambuh

penderita TBC BTA positif Gagal

penderita TBC berobat setelah lalai (treatment after default) yang kembali

dengan BTA positif.

Tabel 5. Dosis untuk kategori 2: 2(HRZE)S / 1(HRZE) / 5(HR)3E3

29

Page 28: Preskas Obgyn

3. OAT sisipan: 1(HRZE)

OAT sisipan diberikan bila pada akhir tahap intensif pengobatan pada

penderita BTA positif tidak terjadi konversi, maka diberikan obat sisipan 4FDC

(HRZE) setiap hari selama 28 hari dengan jumlah tablet setiap kali minum sama

dengan sebelumnya.13

Efek samping OAT pada kehamilan:

Rifampisin

Merupakan obat lini pertama yang terutama bekerja pada sel yang sedang

tumbuh, tetapi juga memperlihatkan efek pada sel yang sedang tidak aktif

(resting cell). Bekerja dengan menghambat sintesa RNA M. tuberculosis

sehingga menekan proses awal pembentukan rantai dalam sintesa RNA. Bekerja

di intra dan ekstra sel. Pada konsentrasi 0,005 -0,2 mg/l akan menghambat

pertumbuhan M. tuberculosis secara in vitro. Obat ini juga menghambat beberapa

Mycobacterium atipikal, bakteri gram negatif dan gram positif. Secara in vitro,

30

Page 29: Preskas Obgyn

rifampisin dapat meningkatkan aktivitas streptomisin dan isoniazid terhadap M.

tuberculosis dan juga mempunyai mekanisme post antibiotic effect terhadap

bakteri gram negative. Obat ini menimbulkan warna orange sampai merah bata

pada urin, saliva, feses, sputum, air mata dan keringat. Volume distribusi 1 L/kg

BB, ikatan protein plasma 60-80%, waktu paruh 1-6 jam dan akan memanjang

bila terdapat gangguan fungsi hepar. Dapat melewati barier plasenta dan dapat

dijumpai konsentrasi rendah di ASI. Rifampisin melewati plasenta dengan kadar

yang sama dengan ibu. Pada akhir trismester ke-3 rasio konsentrasi pada tali

pusat dan ibu besarnya 0,12 - 0,33. Efek samping yang berat tetapi jarang terjadi

adalah sindrom respirasi, purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal

ginjal. Efek samping ringan sering terjadi pada saat pemberian berkala dan dapat

sembuh sendiri atau hanya memerlukan pengobatan simtomatik. Efek samping

pada bayi baru lahir juga didapatkan hemorrhagic disease of the newborn

sehingga dianjurkan pemberian profilaksis vitamin K.5

Isoniazid (INH)

Menghambat biosintesis asam mikolat yang merupakan unsur penting

dinding sel Mycobacterium. Menghilangkan sifat tahan asam dan menurunkan

jumlah lemak yang terekstraksi oleh metanol dari Mycobacterium. Hanya kuman

yang peka yang menyerap obat ke dalam selnya dan proses ini merupakan proses

aktif. Bersifat bakterisid, dapat membunuh 90% populasi kuman dalam beberapa

hari pertama pengobatan. Waktu paruh berkisar 1-3 jam. Mudah berdifusi ke

dalam sel dan semua cairan tubuh. Isoniazid tidak bersifat teratogenik janin,

meskipun konsentrasi yang melewati plasenta cukup besar. Efek samping berat

berupa hepatitis dapat timbul pada kurang lebih 0,5 % penderita. Bila terjadi

ikterus, hentikan pengobatan sampai ikterus hilang. Efek samping yang ringan

dapat berupa: tanda keracunan pada saraf tepi, kesemutan, nyeri otot atau

gangguan kesadaran. Efek ini dapat dikurangi dengan pemberian piridoksin

(dengan dosis 5-10 mg per hari atau dengan vitamin B kompleks). Efek samping

pada bayi baru lahir dilaporkan adanya perdarahan (hemmorrhagic disease of the

31

Page 30: Preskas Obgyn

newborn) sehingga dianjurkan pemberian profilaksis vitamin K sebelum

kelahiran.5

Etambutol (EMB)

Merupakan inhibitor arabinosyl transferases (I,II,III). Arabinosyl

transferase terlibat dalam reaksi polimerisasi arabinoglycan, yang merupakan

unsur esensial dari dinding sel Mycobacterium. Afinitas terhadap arabinosyl

transferase III lebih kuat dibandingkan lainnya. Arabinosyl transferase

digunakan untuk menjadikan EMB-CAB operon. Hal ini menyebabkan

metabolisme sel terhambat dan sel mati. Gangguan sintesis arabinoglycan

mengubah barier sel, lipofilik meningkatkan aktivitas obat yang bersifat seperti

rifampisin dan ofloksasin. Dinding sel Mycobacterium spp sangat dibutuhkan

untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup organisme di penjamu. Dinding sel

Mycobacterium terdiri dari mycolic acid, arabinoglycan dan peptidoglycan.

Dinding sel merupakan lapisan lipid bilayer dan asimetris. Hampir semua galur

M. tuberculosis dan M. kansasii sensitif terhadap etambutol. Etambutol tidak

efektif untuk kuman lain. Etambutol pada konsentrasi 1-5 ìg/ml akan

menghambat pertumbuhan M.tuberculosis secara in vitro. Etambutol ini tetap

menekan pertumbuhan M.tuberculosis yang telah resisten terhadap isoniazid dan

streptomisin. Etambutol dosis 15 mg/kg BB ini hanya aktif terhadap sel yang

bertumbuh dengan khasiat tuberkulostatik, sedangkan pada dosis 25 mg/kg BB

bersifat bakterisidal. Penggunaan etambutol tunggal, ditemukan sputum basil

tahan asam (BTA) negatif dalam 3 bulan, tetapi ditemukan resistensi 35% dari

kasus dan frekuensi relaps lebih tinggi. Efektivitas pada hewan coba sama

dengan isoniazid. Invivo, sukar menciptakan resistensi terhadap etambutol dan

timbulnya lambat. Resistensi bakteri terhadap etambutol terjadi akibat mutasi

embB, embA dan embC, kode untuk arabinosyl transferase. Resistensi ini timbul

bila etambutol diberikan tunggal. Pada pemberian oral sekitar 75-80% etambutol

diserap di saluran cerna. Makanan tidak mempengaruhi absorpsi obat. Kadar

puncak plasma dicapai dalam waktu 2-4 jam setelah pemberian. Dosis tunggal 25

32

Page 31: Preskas Obgyn

mg/kg BB menghasilkan kadar plasma sekitar 2-5 ìg/ml dalam 2-4 jam, kurang

dari 1 ìg dalam 24 jam. Masa paruh eliminasinya 3-4 jam dan dapat memanjang

sampai 8 jam pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Etambutol secara

bebas melewati plasenta dengan cord to maternal serum ratio adalah 0,75.

Penelitian pada kelinci terdapat efek monoftalmia sedangkan pada tikus terjadi

penurunan kesuburan. Rata-rata malformasi yang dilaporkan pada 638 bayi yang

dilahirkan oleh ibu yang mendapat etambutol selama kehamilan adalah 2,2%.

Secara teori etambutol menyebabkan kemungkinan toksisitas pada mata. Hal ini

diyakinkan kembali dengan penilaian pada 6 janin yang mengalami abortus pada

minggu 5 - 12 kehamilan, tidak didapatkan gangguan pada sistem optik

embrional.5

Pirazinamid (PZA)

Adalah suatu produk, yang memerlukan konversi enzim pirazinamidase

(dihasilkan oleh mikobakterial tertentu) menjadi bentuk aktif asam pirazinoat,

masuk ke dalam sitoplasma M. tuberculosis secara difusi pasif, mengalami

konversi oleh enzim nikotinamidase/pirazinamidase menjadi bentuk aktif asam

pirazinoat (POA). PZA lebih aktif terhadap basil tuberkel semidorman karena

sistem pompa refluks yang lemah dibandingkan dengan basil sedang bertumbuh

cepat, di mana pompa refluks lebih aktif. Peradangan akut akan menurunkan pH

akibat produksi asam laktat oleh sel-sel inflamasi, hal ini menguntungkan

aktivitas PZA. Berkurangnya peradangan akan meningkatkan pH lingkungan

basil tuberkel yang berakibat pada peningkatan konsentrasi hambat minimal

PZA. Kuman dalam keadaan dorman tidak dapat dipengaruhi karena pada saat

itu ambilan PZA tidak terjadi. Banyak penelitian menyatakan daya sterilisasi obat

ini dalam makrofag, dengan konsentrasi ≥ 20μg/ml menghambat basil

tuberculosis intraseluler. Efek bakteriostatik atau bakterisidal terhadap M.

tuberculosis tergantung dosis (konsentrasi PZA), serta lamanya paparan terhadap

makrofag yang terinfeksi M. tuberculosis. Pada berbagai studi dan laporan tidak

ditemukan efek teratogenik yang bermakna pada hewan dan malformasi janin

33

Page 32: Preskas Obgyn

pada pasien yang telah diterapi. Penggunaan PZA pada wanita hamil telah

direkomendasikan oleh International Union Against Tuberculosis and Lung

Disease secara rutin, namun di Amerika dilarang karena tidak adanya data yang

adekuat mengenai efek teratogeniknya. Efek samping utama dari penggunaan

obat ini adalah hepatitis, juga dapat terjadi nyeri sendi dan kadang-kadang dapat

menyebabkan serangan arthritis gout yang kemungkinan disebabkan

berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam urat. Pemberian intermiten dapat

mengurangi kejadian tersebut. Efek samping lain adalah anoreksia, mual,

muntah, disuri, demam dan reaksi hipersensitivitas.5

Streptomisin

Melewati plasenta dengan cepat sampai ke sirkulasi janin dan cairan

amnion serta mencapai kadar kurang dari 50% dibandingkan kadar ibu. Efek

samping yang dilaporkan dari berbagai studi pada hewan yaitu ototoksik. Tuli

kongenital telah dilaporkan terjadi pada bayi yang terpajan selama dalam

kandungan, walaupun tidak ada hubungan yang pasti tentang mekanisme

ototoksik dengan pajanan selama kehamilan. Pada negara berkembang

dianjurkan tidak menggunakan streptomisin selama kehamilan.5

Kanamisin

Merupakan obat lini kedua dan merupakan variasi dari aminoglikosida,

mempunyai efek samping yang sama dengan streptomisin dan sebaiknya tidak

digunakan pada kehamilan kecuali pada MDR. Etionamid mempunyai penetrasi

yang baik ke semua jaringan termasuk cairan serebrospinal. Etionamid

dinyatakan potensial bersifat teratogenik dan sebaiknya dihindari penggunaan

pada kehamilan kecuali jika dibutuhkan pada kasus MDR-TB. Efek samping

lainnya seperti hepatitis, neuritis optic dan neuritis perifer. Dosis 0,5 - 1

gram/hari dalam dosis terbagi.5

34

Page 33: Preskas Obgyn

Fluoroquinolones (Ciprofloxacin, Gatifloxacin, Moxifloxicin and

Norfloxacin).

Tidak terbukti meningkatkan kejadian kelahiran abnormal dalam

penggunaannya. Akan tetapi pada percobaan menggunakan binatang dengan

ciprofloxacin dilaporkan adanya risiko kerusakan dari articular cartilage dan

subsequent juvenile arthritis dengan penggunaan jangka pendek serta

diperkirakan terjadi kerusakan dari sendi pada penggunaan jangka panjang. Oleh

karena itu harus benar-benar dipertimbangkan dalam penggunaannya.5

Amoxycillin/Clavulanic Acid,

Belum terbukti adanya efek teratogenik pada percobaan binatang.

Amoxycillin/clavulanic acid biasa dipakai pada kehamilan trimester akhir

sebagai profilaksis pada wanita dengan prolonged rupture of membranes tanpa

adanya laporan yang merugikan, akan tetapi tidak banyak laporan pada

penggunaan trimester pertama kehamilan. Amoxycillin/clavulanic acid memiliki

peran kecil pada pengobatan wanita hamil dengan MDR-TB dan tidak cukup

tersedia alternatifnya.5

Kapreomisin

Merupakan obat lini kedua yang diberikan secara intramuskular.

Kapreomisin secara umum merupakan kontraindikasi untuk ibu hamil, hanya

digunakan dengan pertimbangan benar-benar terhadap risiko dan kegunaannya.

Biasanya obat ini digunakan untuk MDR-TB 3 kali seminggu. Obat ini

dilaporkan bersifat teratogenik pada percobaan menggunakan tikus yang hamil.5

Cycloserine

Obat ini tidak terbukti bersifat teratogenik pada percobaan menggunakan

tikus, akan tetapi tidak cukup bukti dari studi pada manusia utnutk konfirmasi

keamanan obat ini untuk wanita hamil. Oleh karena itu harus benar-benar

dipertimbangkan penggunaannya.5

Para-Aminosalicylic Acid (PAS)

35

Page 34: Preskas Obgyn

Dilaporkan belum cukup bukti keamanannya pada pemakaian untuk

kehamilan baik studi pada manusia maupun pada binatang. Hanya pernah ada

satu studi dari 123 pasien yang mendapatkan PAS, melaporkan adanya angka

kejadian abnormalitas pada anggota tubuh dan telinga yang lebih tinggi

dibandingkan OAT lain. Oleh karena itu harus benar-benar dipertimbangkan

penggunaannya.5

Amikacin

Obat yang tergolong aminoglycosides, yang mana semua obat golongan

ini berpotensi menimbulkan nephrotoksitas dan ototoksitas pada fetus dan

penggunaannya tidak direkomendasikan pada wanita hamil. Oleh karena itu

penggunaan obat ini pada kehamilan seharusnya merupakan pilihan akhir setelah

benar-benar mempertimbangkan untung ruginya 5

XV. KOMPLIKASI

Komplikasi pada penderita tuberkulosis antara lain hemoptisis berat

(perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena

syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan napas, kolaps dari lobus akibat retraksi

bronchial, bronkiectasis dan fibrosis pada paru, pneumotoraks spontan: kolaps

spontan karena kerusakan jaringan paru, penyebaran infeksi ke organ lain seperti

otak, tulang, persendian, ginjal dan sebagainya, insufisiensi Kardio Pulmoner

(Cardio Pulmonary Insufficiency). Komplikasi obstetrik yang dilaporkan adalah

abortus spontan, uterus yang kecil, peningkatan berat badan hamil yang tidak

optimal. Lainnya adalah lahir prematur, berat badan lahir rendah, dan meningkatnya

mortalitas neonatus.3,4,11

Tuberkulosis kongenital merupakan komplikasi yang jarang terjadi pada

infeksi tuberkulosis in utero yang merupakan akibat penyebaran hematogen

maternal. Tuberkulosis kongenital sulit didiagnosis karena gejalanya mirip infeksi

neonatal dan kongenital lainnya. Gejala biasanya muncul pada 2-3 minggu

36

Page 35: Preskas Obgyn

pascapartus. Gejalanya berupa hepatosplenomegali, distress pernapasan, demam dan

foto toraks biasanya abnormal.3,4

XVI. PROGNOSIS

Tuberkulosis tidak mempengaruhi kehamilan dan kehamilan tidak

mempengaruhi manifestasi klinis dan progresivitas penyakit bila diterapi dengan

regimen yang tepat dan adekuat. Pemberian regimen yang tepat dan adekuat ini akan

memperbaiki kualitas hidup ibu, mengurangi efek samping obat-obat tuberkulosis

terhadap janin dan mencegah infeksi yang terjadi pada bayi yang baru lahir.3,4

Diagnosis yang telat merupakan faktor independen dimana akan

meningkatkan morbiditas sebanyak empat kali lipat, dan kelahiran premature

meningkat sebanyak sembilan kali lipat. Prognosis pada wanita hamil sama dengan

prognosis wanita yang tidak hamil. 3,4

37

Page 36: Preskas Obgyn

BAB III

PEMBAHASAN

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang menular dan dapat menyerang

berbagai organ dalam tubuh, dan terutama menyerang paru. Infeksi ini disebabkan

oleh Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis dalam kehamilan merupakan

tuberkulosis yang dijumpai dalam masa kehamilan. Pada perempuan hamil TB

memberi pengaruh pada kehamilan dan janin terkait dengan keterlambatan

pengobatan. Lebih dari 90% perempuan hamil dengan TB aktif muncul dari populasi

perempuan hamil dengan infeksi tuberkulosis yang tidak diobati. Mortalitas perinatal

pada perempuan hamil yang menderita TB enam kali lebih tinggi jika dibandingkan

kontrol dengan insidens prematuritas dan berat badan lahir rendah meningkat dua

kali lipat. Diagnosis dan pengobatan yang terlambat berhubungan dengan

meningkatnya morbiditas ibu empat kali lebih tinggi.4

Pada pasien tersebut, dari anamesis ditemukan gejala batuk darah sejak 1

minggu yang lalu. Darah berwarna merah segar, timbul saat batuk berat. Pada

pemeriksaan fisik tidak didapatkan respiratory rate 24 kali per menit, Maka menurut

teori yang dikemukan oleh Good et al bahwa ibu hamil yang dicurigai menderita TB

paru dapat diketahui dari gejala yang ditimbulkan. Good et al melaporkan bahwa dari

27 wanita hamil dengan pemeriksaan biakan sputum yang positif, didapatkan 74%

gejala batuk, 41% penurunan berat badan, 30% demam, malaise dan lelah, 19%

batuk darah dan 20% tanpa gejala. Oleh karena itu perlu dilakukan penapisan pada

perempuan hamil dengan risiko tinggi terkena TBC melalui pemeriksaan antenatal.

Pemeriksaan yang dianjurkan adalah uji tuberkulin, sputum BTA dan pemeriksaan

biakan.5,7,8

Menurut World Health Organization (WHO), insidens TB pada tahun 2008

adalah 9,4 juta dan 3,6 juta di antaranya menginfeksi wanita. TB merupakan salah

satu penyebab terbesar kematian pada wanita, yaitu sekitar 700.000 kematian setiap

tahun, dan sepertiga dari kematian tersebut terjadi pada wanita usia subur. Suatu

38

Page 37: Preskas Obgyn

penelitian lain yang dilakukan di UK pada tahun 2008, insidens TB pada kehamilan

adalah 4,2 per 100.000 kehamilan.5,6

Prevalensi TB bervariasi di berbagai negara. Prevalensi TB dalam kehamilan

di Indonesia menurut survei nasional tahun 2004 adalah 119/100.000 penduduk dan

dalam kehamilan prevalensi tuberkulosis bervariasi antara 0,37-1,6%.7 pada kasus

pasien ini sesuai dengan insidensi yang terjadi di Indonesia.

Pengobatan TB dalam kehamilan menurut rekomendasi WHO adalah dengan

pemberian 4 regimen kombinasi isoniazid, rifampicin, etambutol, dan pirazinamid

selama 6 bulan. Cara pengobatan sama dengan tidak hamil. Dapat juga diberikan 3

regimen kombinasi, isoniazid, rifampicin, etambutol selama 9 bulan. Angka

kesembuhan 90% pada pengobatan selama 6 bulan directly observed therapy (DOT)

pada infeksi baru.7

Saat persalinan mungkin diperlukan oksigen yang adekuat dan cara

persalinan sesuai indikasi obstetrik. Pemakaian masker dan ruangan isolasi

diperlukan untuk mencegah penularan.7 Namun pada pasien ini tidak diberikan

karena belum dapat dipastikan apakah pasien tersebut menderita TB Paru yaitu

dengan pemeriksaan sputum BTA.

Diet untuk penderita TB sangat penting karena kebanyakan penderita

mengalami kekurangan gizi. Kekurangan (defisiensi) protein menghambat

kemampuan tubuh untuk melawan infeksi.

Selain pengobatan antibiotik, diet TB yang tepat juga diperlukan untuk

memasok tubuh dengan berbagai nutrisi penting. Konsumsi alkohol harus benar-

benar dihindari selama mengidap TB karena bisa menyebabkan memburuknya

kondisi dan komplikasi lebih lanjut. Makanan berminyak dan pedas juga harus

dihindari. Dengan pengobatan yang tepat dan diet sehat, suat kemungkinan untuk

mendapatkan berat badan yang sehat. Diet TB harus terdiri dari banyak buah dan

sayuran segar. Hal ini penting untuk mempertahankan asupan kalori yang tepat.

Mengkonsumsi berbagai buah-buahan dan sayuran. Diet untuk pasien tb juga harus

memasukkan kacang-kacangan. Hal ini membantu untuk menjaga berat badan dan

39

Page 38: Preskas Obgyn

juga membangun kekebalan terhadap penyakit lebih lanjut. Susu dan produk susu

juga harus menjadi bagian dari diet. Ada juga produk susu rendah lemak dan lemak

bebas tersedia saat ini.

Selain diet yang tepat, individu juga harus mendapatkan istirahat yang cukup

sehingga sistem kekebalan tubuh dapat pulih dan berfungsi dengan baik. Ketika

terpengaruh dengan TBC, disarankan untuk tinggal di rumah

Kebutuhan nutrisi pada penderita TB

Energi

Kebutuhan energi pada pasien TB meningkat karena penyakit itu sendiri. Kebutuha

energy sekitar 35 - 40 kkal per kilogram berat badan ideal.

Protein

Asupan protein diet adalah penting untuk mencegah pemborosan cadangan tubuh

(misalnya jaringan otot). Sebuah asupan 1.2 - 1,5 g per kilogram berat badan atau

15% dari energi total harian asupan atau sekitar 75 - 100 g per hari akan cukup.

Makanan dan zat yang perlu dihindari untuk digunakan

Seperti yang selalu terjadi untuk kesehatan yang baik, ada makanan tertentu

yang tidak boleh makan dan zat Anda tidak harus menggunakan.

Hindari tembakau dalam segala bentuk.

Jangan minum alkohol - dapat menambah risiko kerusakan hati dari beberapa

obat yang dipakai untuk mengobati TB Anda.

Batasi kopi dan minuman berkafein lainnya.

Batasi produk olahan, seperti gula, roti putih, dan nasi putih.

Hindari tinggi lemak, tinggi kolesterol daging merah dan bukannya beban di

sumber protein lebih ramping seperti unggas, kacang, tahu, dan ikan.

Terapi diet bertujuan memberikan makanan secukupnya guna memperbaiki

dan mencegah kerusakan jaringan tubuh lebih lanjut serta memperbaiki status gizi

40

Page 39: Preskas Obgyn

agar penderita dapat melakukan aktifitas normal. Terapi untuk penderita kasus

Tuberkulosis Paru menurut (Almatsier Sunita, 2006) adalah:

a. Energi diberikan sesuai dengan keadaan penderita untuk mencapai berat

badan normal.

b. Protein tinggi untuk mengganti sel-sel yang rusak (75-100 gr).

c. Lemak cukup 15-25 % dari kebutuhan energi total.

d. Karbohidrat cukup sisa dari kebutuhan energi total.

e. Vitamin dan mineral cukup sesuai kebutuhan total.

Dapat dilihat dibawah ini bahan makanan yang dianjurkan dan tidak

dianjurkan pada penderita tuberculosis.

Bahan Makanan Dianjurkan Tidak Dianjurkan

Sumber karbohidrat Nasi, roti, dan hasil olahan

tepung seperti kue

Dimasak dengan banyak

minyak kelapa atau santan

kental

Sumber protein Daging sapi, ayam, ikan,

telur, susu, dan hasil

olahan seperti keju dan

yoghurt

Dimasak dengan banyak

minyak kelapa

Sumber protein nabati Semua jenis kacang-

kacang dan hasil

olahannya seperti tempe

dan keju

Sayuran Semua jenis sayuran

seperti; bayam, buncis,

daun singkong, kacang

41

Page 40: Preskas Obgyn

panjang, labu siam dan

wortel direbus, ditumis

dan kukus

Buah-buahan Semua jenis segar seperti;

pepaya, semangka, melon,

pisang, buah kaleng, buah

kering dan jus buah

Minuman Madu, sirup, teh dan kopi

encer

Minuman rendah kalori

Lemak dan minyak Minyak goreng, mentega,

margarin, santan encer,

salad

Santan yang kental

Program diet dan perencanaan waktu makan

Diet Tinggi Energi Tinggi Protein (TETP) bertujuan memberikan makanan

secukupnya untuk memenuhi kebutuhan kalori dan protein yang bertambah guna

mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan tubuh atau guna menambah berat

badan hingga mencapai normal. Syarat diet ini adalah tinggi kalori, tinggi protein,

cukup vitamin dan mineral, serta mudah dicerna.

Macam Diet Tinggi Energi Tinggi Protein untuk penyakit TB:

a) Diet Tinggi Energi Tinggi Protein I (TETP 1)

a. Energi: 2600 kalori

b. Protein 100 gr (2/kg BB).

b) Diet Tinggi Energi Tinggi Protein II (TETP II)

a. Energi 3000 kalori

b. Protein 125 gr (2,5 gr/kg BB)

42

Page 41: Preskas Obgyn

Penderita dapat diberikan salah satu dari dua macam diit Tinggi Energi

Tinggi Protein (TETP) sesuai tingkat penyakit penderita. Untuk memudahkan diet

Tinggi Energi Tinggi Protein (TETP), penambahan konsumsi kalori dan protein

dilakukan dengan memberikan penambahan lauk dan susu. Sumber protein hewani

yang baik diberikan adalah ayam, daging, hati, telur, susu, dan keju, sedangkan

sumber protein nabati adalah kacang-kacangan dan hasilnya, seperti tahu, tempe, dan

oncom. Makanan yang terlalu manis dan gurih yang dapat mengurangi nafsu makan,

seperti gula-gula, dodol, kue, tarcis dan sebagainya, adalah bahan makanan yang

harus dihindari.

43

Page 42: Preskas Obgyn

DAFTAR PUSTAKA

1. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis.

Jakarta. Kementerian Kesehatan RI. 2013.

2. Global Tuberculosis Report 2013. World Health Organization.2013.

3. Loto, M.O, Awowole. Tuberculosis in Pregnancy. Journal of Pregnancy.

Nigeria. 2012.

4. Lukito F. Tuberkulosis pada Kehamilan. Jakarta. FK-Unika Atma Jaya. 2012.

5. Meiyanti. Penatalaksanaan Tuberkulosis pada Kehamilan. Jakarta. Universa

Medicina. 2007.

6. Mnyani. Tuberculosis in Pregnancy. South Africa. BJOG. 2011.

7. Saifuddin, AB, dkk. Ilmu Kebidanan. Jakarta. PT Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo. 2010. Hal: 806-808.

8. Sudoyo, AW, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta.

FKUI .2007. Hal: 998-1003.

9. Norwitz, E, dkk. Maternal-Fetal Medicine. USA. Cambridge University

Press. 2007. Hal: 212.

10. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta. Kementerian

Kesehatan RI. 2012. Hal: 1-29.

11. Benson, dkk. Obstetrics & Gynecology. Singapore. The McGraw-Hill

Companies.2006.

12. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2006.

13. Petunjuk Penggunaan Obat Anti Tuberkulosis Fixed Dose Combination

(OAT-FDC). Jakarta. Departemen Kesehatan RI.2004.

44