Presentation1.Ppt TRAUMA PELVIS Ppt Kelompok B-13

54
Assalamua’laikum WR.WB

Transcript of Presentation1.Ppt TRAUMA PELVIS Ppt Kelompok B-13

Page 1: Presentation1.Ppt TRAUMA PELVIS Ppt Kelompok B-13

Assalamua’laikum WR.WB

Page 2: Presentation1.Ppt TRAUMA PELVIS Ppt Kelompok B-13

TRAUMA PELVISDI SUSUN OLEH : KELOMPOK B-13

Ketua : Rafika Ulandari Anggota : Awang Wibisono

Dina Malisa Firva Sari Hesty Jayanti Lia Hariyani M. Fahrezha Ratih Novi Pratiwi Sartika Putri Agustin Yunita Cahyadika

Page 3: Presentation1.Ppt TRAUMA PELVIS Ppt Kelompok B-13

SKENARIO 2TRAUMA PELVIS

Seorang laki-laki dewasa mengalami kecelakaan lalu lintas terjatuh dari sepeda motor menabrak pohon dengan riwayat kehilangan kesadaran (+) dan daerah selangkangannya terkena stang motor lalu dibawa berobat ke UGD RSUD. Oleh dokter yang memeriksanya didapatkan : A,B,C : Baik, GCS : 15 St.Lokalis : Regio Orbita dextra :

Inspeksi : Visus 1/60 dan tak terkoreksi ; Hematoma palpebra

Conjunctiva bulbi : injeksi siliaris (+), oedema kornea, darah di COA/BMD

Page 4: Presentation1.Ppt TRAUMA PELVIS Ppt Kelompok B-13

Pupil : bulat, reflex cahaya (+)

Fundus : sulit di-evaluasi

TIO : normal per palpasi

Regio Pelvis :

Inspeksi : jejas di daerah suprapubic, bulging (+), hematoma

Penis dan scrotum : ada bercak darah di meatus orificium eksterna yang sudah mengering

Palpasi : kistik, nyeri tekan daerah suprapubik

Page 5: Presentation1.Ppt TRAUMA PELVIS Ppt Kelompok B-13

LANGKAH I :I. Menjelaskan dan memahami trauma pelvis (buli-buli).

1.1. Definisi.

1.2. Etiologi.

1.3. Patofisiologi.

1.4. Manifestasi klinis.

1.5. Diagnosis.

1.6. Penatalaksanaan.

II. Menjelaskan dan memahami trauma uretra.

2.1. Definisi.

2.2. Klasifikasi.

2.3. Etiologi.

2.4. Patofisiologi.

2.5. Manifestasi klinik.

2.6. Diagnosis.

2.7. Penatalaksanaan.

Page 6: Presentation1.Ppt TRAUMA PELVIS Ppt Kelompok B-13

III. Menjelaskan dan memahami definisi kesadaran dan struktur di serebral yang berfungsi mengatur kesadaran.

3.1. Definisi.

3.2. Struktur di serebral.

IV. Menjelaskan dan memahami mekanisme gangguan kesadaran.

V. Menjelaskan dan memahami cara penilaian kesadaran baik secara kualitatif dan kuantitatif terutama dengan penilaian GCS ( Glasgow Coma Scale ).

VI. Menjelaskan dan memahami kasus kegawatdaruratan mata.

6.1. definisi.

6.2. klasifikasi

6.3. etiologi

6.4. manifestasi klinis

6.5. kompilkasi

6.6. penatalaksanaan

Page 7: Presentation1.Ppt TRAUMA PELVIS Ppt Kelompok B-13

VII. Menjelaskan dan memahami hifema sebagai kasus kegawatdaruratan mata.

7.1. definisi

7.2. etiologi

7.3. klasifikasi

7.4. patofisiologi

7.5. manifestasi klinis

7.6. diagnosis

7.7. penatalaksanaan

7.8. prognosis

VIII. Menjelaskan dan memahami pencegahan kebutaan yang berhubungan dengan kegawatdaruratan

8.1. definisi.

8.2. etiologi

8.3. diagnosis

8.4. penatalaksanaan

8.5. pencegahan

Page 8: Presentation1.Ppt TRAUMA PELVIS Ppt Kelompok B-13

LANGKAH II :

Page 9: Presentation1.Ppt TRAUMA PELVIS Ppt Kelompok B-13

LANGKAH III :I. Menjelaskan dan memahami trauma pelvis (buli-buli).

1.1. definisi. • keadaan darurat bedah yang membutuhkan penanganan segera. • Bila tidak segera komplikasi peritonitis dan sepsis.

1.2. etiologi.

• Kecelakaan lalu lintas atau kecelakaan kerja• Trauma iatrogenik, seperti operasi ginekologik dan operasi

daerah pelvis atau akibat tindakan endoskopik, seperti operasi transurethral.

• Trauma tumpul• Trauma tajam akibat luka tusuk atau tembak

Page 10: Presentation1.Ppt TRAUMA PELVIS Ppt Kelompok B-13

1.3. PATOFISIOLOGI

FRAKTUR PELVIS

KONTUSIO BULI-BULI

RUPTUR BULI-BULI

INTRAPERITONEAL

EKSTRAPERITONEAL

•Kontusio buli–buli:–memar pada dinding buli-buli –hematuria tanpa ekstravasasi urin.

•Ruptura ekstraperitoneal –karena fragmen dari fraktur pelvis menusuk buli–buli sehingga perforasi. –mengakibatkan ekstravasasi urin di rongga perivesikale.

•Ruptura intraperitoneal –buli–buli dalam keadaan penuh dan terjadi trauma langsung pada daerah abdomen bawah (direct blow). –gejala–gejala peritonitis.

Page 11: Presentation1.Ppt TRAUMA PELVIS Ppt Kelompok B-13

1.4. manifestasi klinis.

• Tanda–tanda fraktur pelvis – nyeri tekan dan krepitasi daerah fraktur.– Kadang–kadang perdarahan hebat (anemia bahkan

syok) • abdomen bagian bawah tampak jejas atau hematom • nyeri tekan di daerah suprapubik tempat hematom• Pada ruptur intraperitoneal– abdomen akut – urin masuk ke rongga peritoneum tanda ada cairan

diabdomen dan ada ransang peritoneum. • Pada ruptur ekstraperitoneal– infitrasi urin dirongga peritoneal septisemia – tidak bisa buang air kecil – kadang keluar darah dari uretra.

Page 12: Presentation1.Ppt TRAUMA PELVIS Ppt Kelompok B-13

1.5. Diagnosis• Foto pelvis/ foto polos perut terdapat fraktur tulang pelvis.• Kateterisasi dikerjakan bila klinis tidak terdapat darah yang

menetes dari uretra.• Trauma VU ditegakkan dengan Sistogram untuk mengetahui

adanya ruptur VU dan lokasi.

1.6. Penatalaksanaan Datang syok diberi resusitasi cairan IV / darah. Setelah sirkulasi stabil, lakukan reparasi VU dengan prinsip

memulihkan ruptur VU:

a. Penyaliran ruang perivesikel

b. Pemulihan dinding, penyaliran VU, dan perivesikel

c. Jaminan arus urin melalui kateter

Page 13: Presentation1.Ppt TRAUMA PELVIS Ppt Kelompok B-13

II. Menjelaskan dan memahami trauma uretra.

2.1. DefinisiTrauma uretra adalah trauma yang biasanya terjadi pada pria dibandingkan dengan para wanita, berhubungan dengan fraktur pelvis dan “straddle injury”. Terjadi cedera yang menyebabkan memar dinding dengan atau tanpa robekan mukosa baik parsial atau total.2.2. Klasifikasi.

Berdasarkan anatomi, diklasifikasikan menjadi:

Ruptur uretra anterior : terletak di distal diafragma urogenital

Ruptur uretra posterior : terletak di proksimal diafragma urogenital

Page 14: Presentation1.Ppt TRAUMA PELVIS Ppt Kelompok B-13

2.3. Etiologi

•Trauma uretra terjadi akibat cedera yang berasal dari luar (eksternal) dan cedera iatrogenik akibat instrumentasi pada uretra. Trauma tumpul yang menimbulkan fraktur tulang pelvis menyebabkan rupturnya uretra pars membranasea, sedangkan trauma tumpul pada selangkangan atau straddle injury dapat menyebabkan rupturnya uretra pars bulbosa.

•Pemasangan kateter atau businasi pada uretra yang kurang hati-hati dapat menimbulkan robekan uretra karena false route atau salah jalan, demikian pula dengan tindakan operasi trans-uretra dapat menimbulkan cedera uretra iatrogenik.

Page 15: Presentation1.Ppt TRAUMA PELVIS Ppt Kelompok B-13

2.4. Patofisiologi

Ruptur uretra posterior

Trauma uretra posterior biasanya disebabkan oleh trauma tumpul atau karena fraktur pelvis. Uretra biasanya terkena pada bagian proksimal dari diafragma urogenital dan terjadi perubahan posisi prostat ke arah superior (prostat menjadi terapung / floating prostat) dengan terbentuknya hematoma periprostat dan perivesical.

Ruptur uretra anterior

Uretraanterior terbungkus di dalam corpus spongiosum penis. Corpus spongiosum bersama corpora cavernosa penis dibungkus oleh fascia buck dan fascia colles. Jika ruptur uretra beserta corpus spongiosum, darah dan urin keluar dari uretra tapi masih terbatas pada fascia buck, di mana secara klinis terlihat hematoma yang terbatas pada penis.

Page 16: Presentation1.Ppt TRAUMA PELVIS Ppt Kelompok B-13

Namun jika fascia buck ikut robek, ekstravasasi urin dan darah hanya dibatasi oleh fascia colles sehingga darah dapat menjalar hingga ke scrotum atau ke dinding abdomen. Oleh karena itu robekan ini memberi gambaran seperti kupu-kupu sehingga disebut butterfly hematoma.

2.5. Manifestasi klinis

Gejala umum :

1.Perdarahan dari uretra

2.Hematoma perineal

3.Retensi urin, sebelumnya masih bisa miksi walaupun nyeri

4.Bila buli-buli terlalu penuh, terjadi ekstravasasi sehingga timbul nyeri

Page 17: Presentation1.Ppt TRAUMA PELVIS Ppt Kelompok B-13

Ruptur uretra posterior, ada 3 jenis

1. Uretra posterior masih utuh dan hanya mengalami stretching.

2. Uretra posterior terputus pada perbatasan prostato-membranasea.

3. Uretra posterior, diafragma urogenitalis, dan uretra pars bulbosa sebelah proksimal ikut rusak.

Page 18: Presentation1.Ppt TRAUMA PELVIS Ppt Kelompok B-13
Page 19: Presentation1.Ppt TRAUMA PELVIS Ppt Kelompok B-13

Ruptur uretra anterior

Pada ruptur uretra anterior terdapat daerah memar atau hematom pada penis dan skrotum. Beberapa tetes darah segar di meatus uretra merupakan tanda klasik cedera uretra. Bila terjadi ruptur uretra total, penderita mengeluh tidak bisa buang air kecil sejak trauma dan nyeri perut bagian bawah dan daerah suprapubik. Retensio urin dapat terjadi pada keadaan ini.

Page 20: Presentation1.Ppt TRAUMA PELVIS Ppt Kelompok B-13
Page 21: Presentation1.Ppt TRAUMA PELVIS Ppt Kelompok B-13

2.6. Diagnosis.

1.       Ax/ : riwayat trauma , mekanisme trauma hematome2.       PD/ :

Trias ruptur uretra anterior- Bloddy discharge- Retensio urine- Hematome/jejas peritoneal/ urine infiltrat

Trias ruptur uretra posteriior- Bloody discharge- Retensio urine- Floating prostat3.       Lab. : urinalisis eritrosit positip4.       Radiologis : uretrografi, AP pelvic foto

Page 22: Presentation1.Ppt TRAUMA PELVIS Ppt Kelompok B-13

Pemeriksaan penunjang.

PP pada trauma urethra posterior

•a. Pemeriksaan radiologis

•b. Retrograd urethrogram: menunjukkan ekstravasasi .

PP pada trauma urethra anterior

•Urethrogram retrograd akan menunjukkan gambaran ekstravasasi, bilaterdapat laserasi urethra, sedangkan pada kontusio urethra tidak tampak adanya ekstravasasi.

•Bila tidak tampak adanya ekstravasasi, maka kateter urethra boleh dipasang.

Page 23: Presentation1.Ppt TRAUMA PELVIS Ppt Kelompok B-13

2.7. Penatalaksanaan. Tatalaksana TUP

• Kateterisasi urethra merupakan KI pada pasien ruptur urethra• Setelah kegawatan dapat diatasi, maka dipasang sistosomi suprapubik dengan

membuka buli – buli dan melakukan inspeksi buli – buli secara baik untuk meyakinkan ada / tidaknya laserasi buli – buli

• Dalam minggu pertama setelah dipasang sistosomi suprapubik,pemasangan kateter urethra dapat dicoba dengan bantuan endoskopidengan anestesi. Bila tindakan ini berhasil, kateter dipertahankan kuranglebih 4 minggu (kateter silikon)

Tatalaksana TUA

Eksplorasi segera pada daerah ruptura dan dilakukan repair urethra.

Terapi lain :• Initial : segera sistostomi transpubik à bila ada fr. Pelvis tidak boleh trokar• Rekonstruksi : – uretrotomia interna/ sachse

                     – Anastomosis uretra .

Page 24: Presentation1.Ppt TRAUMA PELVIS Ppt Kelompok B-13

III. Menjelaskan dan memahami definisi kesadaran dan struktur di serebral yang berfungsi mengatur kesadaran.

3.1. definisi.Kesadaran adalah keadaan yang mencerminkan pengintegrasian

implus aferen dan eferen.Gangguan keasadaran adalah dimana tidak terdapat aksi dan

reaksi, walaupun dirangsang secara kasar.

3.2. struktur di serebral.

Input saraf dapat dibedakan dalam input yang bersifat spesifik dan bersifat non-spesifik. Lintasan asenden dalam susunan saraf pusat yang menyalurkan implus sensorik protopatik, propioseptik dan perasa pancaindra dari perifer ke daerah korteks perseptif primer disebut lintasan asenden spesifik atau lintasan asenden lemniskal.

Page 25: Presentation1.Ppt TRAUMA PELVIS Ppt Kelompok B-13

Ada pula lintasan asendens non spesifik yakni formasi retikularis disepanjang batang otak yang menerima dan menyalurkan implus dari lintasan spesifik melalui koleteral ke pusat kesadaran pada batang otak bagian atas serta meneruskannya ke nukleus intralaminaris talami yang selanjutnya disebarkan difus keseluruh permukaan otak.

Pada manusian pusat kesadarn terdapat didaerah pons, formasio retikularis daerah mesensefalon dan diensefalon. Lintasan non spesifik ini oleh merruzi dan magoum disebut diffuse ascending reticular activating system (ARAS). Melalui lintasan non pesifik ini, suatu implus dari perifer akan menimbulkan rangsangan pada seluruh permukaan korteks serebri.

Page 26: Presentation1.Ppt TRAUMA PELVIS Ppt Kelompok B-13

Dengan adanya 2 sistem lintasan tersebut terdapatlah penghantaran asenden yang pada dasarnya berbeda. Lintasan spesifik menghantarkan implus dari satu titik pada alat reseptor ke satu titik pada korteks persetif primer. Sebaliknya lintasan asenden nonspesifik menghantarkan setiap implus dari titik manapun pada tubuh keseluruh korteks serebri.

Neuron-neuron dikorteks serebri yang digalakan oleh implus asenden nonspesifik itu dinamakan neuron pengemban kewaspadaan, sedangkan yang berasal dari formasio retikularis dan nuklei intralaminalis talami disebut neuron penggalak kewaspadaan. Gangguan pada kedua jenis neuron tersebut oleh sebab apapun akan menimbulkan gangguan kesadaran.

Page 27: Presentation1.Ppt TRAUMA PELVIS Ppt Kelompok B-13

IV. Menjelaskan dan memahami mekanisme gangguan kesadaran.

Proses supratentorial dapat menyebabkan penurunan tingkat kesadaran

Disfungsi difus kortikal dari korteks serebri seperti ensefalitis, neoplasma, trauma kepala tertutup dengan perdarahan, empiema subdural (akumulasi nanah) intraserebral.

Disfungsi subkortikal bilateral seperti trauma batang otak, GPDO.

Kelainan lokal hemisfer serebri disebabkan masa yang menjepit, menekan struktur bagian dalam diensefalon, herniasi mengganggu talamus dan activating hipotalamus.

Page 28: Presentation1.Ppt TRAUMA PELVIS Ppt Kelompok B-13

Proses infratentorial, penuruan kesadaran. Destruksi langsung pada ARAS Batang otak rusak akibat invasi langsung (GPDO,

diemilinasi, neoplasma, granuloma) Kompresi ARAS langsung pada pons dan midbrain,

iskemik dan edema, yang dapat menyebabkan herniasi keatas serebelum dan kebawah.

Page 29: Presentation1.Ppt TRAUMA PELVIS Ppt Kelompok B-13

V. Menjelaskan dan memahami cara penilaian kesadaran baik secara kualitatif dan kuantitatif terutama dengan penilaian GCS ( Glasgow Coma Scale ).

Penilaian secara kualitatif. Kualitas kesadaran atau isi kesadaran menunjukkan kemampuan

dalam mengenal diri sendiri dan sekitarnya yang merupakan fungsi hemisfer serebri.

Dalam klinik dikenal tingkat-tingkat kesadaran :1. Kompos mentis2. Apatis3. Delirium4. Somnolen5. Sopor (stupor)6. Koma

Page 30: Presentation1.Ppt TRAUMA PELVIS Ppt Kelompok B-13

Penilaian secara kuantitatif.

(Glasgow Coma Scale) yaitu skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan.

Respon pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi membuka mata , bicara dan motorik. Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score) dengan rentang angka 1 – 6 tergantung responnya.

Eye (respon membuka mata) :

(4) : spontan

(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).

(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari)

(1) : tidak ada respon

Page 31: Presentation1.Ppt TRAUMA PELVIS Ppt Kelompok B-13

Verbal (respon verbal) :

(5) : orientasi baik

(4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang ) disorientasi

tempat dan waktu.

(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak

dalam satu kalimat. Misalnya “aduh…, bapak…”)

(2) : suara tanpa arti (mengerang)

(1) : tidak ada respon Motor (respon motorik) :

(6) : mengikuti perintah

(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang

nyeri)

(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat

diberi rangsang nyeri)

Page 32: Presentation1.Ppt TRAUMA PELVIS Ppt Kelompok B-13

(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).

(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).

(1): tidak ada respon

VI. Menjelaskan dan memahami kasus kegawatdaruratan mata.

6.1. definisi

Kedaruratan mata adalah sikap keadaan yang mengancam tajam penglihatan seseorang berupa penurunan tajam penglihatan sampai terjadinya kebutaan (Roper- hall, 1990, FI UI 1982, perhimpunan indonesia 1994).

Page 33: Presentation1.Ppt TRAUMA PELVIS Ppt Kelompok B-13

6.2. Klasifikasi

1. Sight threatening conditionDalam situasi ini mata akan mengalami kebutaan atau cacat yang menetap dengan penurunan penglihatan yang berat dalam waktu beberapa detik sampai beberapa menit saja bila tidak segera mendapatkan pertolongan yang tepat.

Cedera mata akibat bahan kimia basa (alkali) termasuk dalam keadaan ini. Oklusi arteria sentralis retina merupakan keadaan bukan trauma yang termasuk dalam kelompok ini.

Page 34: Presentation1.Ppt TRAUMA PELVIS Ppt Kelompok B-13

2. Mayor conditionDalam situasi ini pertolongan harus diberikan tetapi dengan batasan waktu yang lebih longgar, dapat beberapa jam sampai beberapa hari. Bila pertolongan tidak diberikan maka penderita akan mengalami hal yang sama seperti disebutkan pada sight threatening condition.

3. Monitor conditionSituasi ini tidak akan menimbulkan kebutaan meskipun mungkin menimbulkan suatu penderitaan subyektif pada pasien bila terabaikan pasien mungkin dapat masuk kedalam keadaan ”mayor condition”.

Page 35: Presentation1.Ppt TRAUMA PELVIS Ppt Kelompok B-13

6.3. etiologi.

1. Tidak ada hubungannya denga trauma mata, misalnya :• glaukoma akuta• oklusi arteria sentralis retina

2. Disebabkan trauma Ada 2 macam trauma yang dapat mempengaruhi mata, yaitu:• trauma langsung terhadap mata• trauma tidak langsung, dengan akibat pada mata, misalnya :

- trauma kepala dengan kebutaan mendadak - trauma dada dengan akibat kelainan pada retina

Page 36: Presentation1.Ppt TRAUMA PELVIS Ppt Kelompok B-13

TRAUMA MEKANIK

a. Trauma tajam Biasanya mengenai struktur diluar bola mata (tulang orbita dan kelopak mata) dan mengenai bola mata (ruptura konjungtifa, ruptura kornea).

b. Trauma tumpulFraktura dasar orbita ditandai enoftalmus. Dapat terjadi kebutaan pasca trauma tumpul pada orbita. Hematoma palpebra biasanya dibatasi oleh rima orbita, selalu dipikirkan cedera pada sinus paranasal.

c. Trauma ledakan/ tembakan

Page 37: Presentation1.Ppt TRAUMA PELVIS Ppt Kelompok B-13

TRAUMA NON-MEKANIK.

a. Trauma kimiaDibedakan menjadi 2, trauma oleh zat yang bersifat asam dan trauma yang bersifat basa.

b. Trauma termikTrauma ini disebabkan seperti panas, umpamanya percikan besi cair, diperlukan sama seperti trauma kimia.

c. Trauma radiasiTrauma radiasi disebabkan oleh inframerah dan ultraviolet.

Page 38: Presentation1.Ppt TRAUMA PELVIS Ppt Kelompok B-13

6.4. manifestasi klinis.

• lebam

• oedema

• nyeri

• lakrimasi

• adanya benda asing

• pupil bergeser (T10 meningkat)

• adanya zat kimia

• perubahan visus

Page 39: Presentation1.Ppt TRAUMA PELVIS Ppt Kelompok B-13

6.5. komplikasi.

1. Mengancam penglihatan• glaukoma kronik• perdarahan vitreus• eksoftalmus unilateral• kelainan saraf

2. Kerusakan permanen• benda asing (kornea atau intra okuler)• Abrasi kornea• Laserasi bola mata• Infeksi konjungifitis berat, selulitis orbita• Penyumbatan arteri• Pengelupasan retina• Ensoftalmus

Page 40: Presentation1.Ppt TRAUMA PELVIS Ppt Kelompok B-13

6.6. penatalaksanaan.

1. Trauma oftalmik, Bila dicurigai ada laserasi,cedera tembus, ruptur bola mata jangan lakukan penekanan. Penekanan dapat diakibatkan ekstrusi isi intraokuler dak kerusakan yang tidak dapat diperbaiki. Robekan kelopak mata, letakkan ibu jari dan jari telunjuk pada atas dan bawah orbita.

2. Cedera bola mata. Hindari manipulasi mata sampai saat perdarahan. pasang balutan ringan tanpa tekanan, dan perisai logam yang bersandar pada tulang orbita diplester kedahi dan pipi.Pembalutan bilateral, jaga jarak bola mata minimal.Kolaborasi antibiotik, analgesik, anti tetanus.Bila ruptur bola mata sudah teratasi periksakan struktur lain dapat dilakukan laserasi kelopak mata, penjahitan.

3. Benda asing, lakukan irigasi tanpa menyentuh kornea.

4. Abrasi kornea, balut tekan mata mengkolaborasi antibiotik, anastesi. Monitor efeki anatesi, terlambat penyembuhan.

Page 41: Presentation1.Ppt TRAUMA PELVIS Ppt Kelompok B-13

5. Luka bakar kimia,irigasi segera dengan air bersih atau NaCl , bilas terus sampai 20 menit atau sampai bersih.

6. Ruptur bola mata, pasang perisai, hindari manipulasi, jangan pakai tetes mata.

7. Trauma tumpul, kontusio orbita, kompres es, istirahatkan

VII. Menjelaskan dan memahami hifema sebagai kasus kegawatdaruratan mata.

7.1. Definisi.

Hifema adalah darah di dalam kamera okuli anterior atau bilik mata depan, yaitu daerah di antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur dengan humor aqueus yang jernih.

Page 42: Presentation1.Ppt TRAUMA PELVIS Ppt Kelompok B-13

7.2. Etiologi

Hifema biasanya disebabkan trauma tumpul pada mata yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Gaya-gaya kontusif akan merobek pembuluh darah iris dan merusak sudut camera oculi anterior (COA). Tetapi dapat juga terjadi secara spontan atau pada patologi vaskuler ocular. Darah ini dapat bergerak dalam kamera anterior, mengotori permukaan dalam kornea. Inflamasi yang parah pada iris, sel darah yang abnormal dan kanker mungkin juga bisa menyebabkan perdarahan pada bilik depan mata. Kadang-kadang pembuluh darah baru yang terbentuk pada kornea pasca bedah katarak dapat pecah sehingga timbul hifema.

Page 43: Presentation1.Ppt TRAUMA PELVIS Ppt Kelompok B-13

7.3. Klasifikasi.

Berdasarkan penyebabnya hifema dibagi menjadi :

1) Hifema traumatika. Adalah perdarahan pada bilik mata depan yang disebabkan pecahnya pembuluh darah iris dan badan silier akibat trauma pada segmen anterior bola mata.

2) Hifema akibat tindakan medis.

3) Hifema akibat inflamasi yang parah pada iris dan badan silier, sehingga pembuluh darah pecah.

4) Hifema akibat kelainan sel darah atau pembuluh darah.

5) Hifema akibat neoplasma.

Page 44: Presentation1.Ppt TRAUMA PELVIS Ppt Kelompok B-13

Berdasarkan terjadinya :

1) Hifema primer, timbul segera setelah trauma hingga hari kedua.

2) Hifema sekunder, timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi trauma.

Pembagian yang sering digunakan adalah:

Edward Layden: Hifema tingkat 1: bila perdarahan kurang dari1/3 bilik

depan mata. Hifema tingkat II: bila perdarahan antara 1/3 sampai 1/2

bilik depan mata. Hifema Tingkat III bila perdarahan lebih dari ½ bilik depan

mata.

Page 45: Presentation1.Ppt TRAUMA PELVIS Ppt Kelompok B-13

Rakusin membaginya menurut  :Hifema tk I: perdarahan mengisi 1/4 bagian bilik depan mata.Hifema tk II : perdarahan mengisi 1/2 bagian bilik depan mata.Hifema tk III: perdarahan mengisi 3/4 bagian bilik depan mata.Hifema tk IV : perdarahan mengisi penuh biIik depan mata.

7.4. Patofisiologi

Umumnya pendarahan yang timbul dapat berasal dari:Kumpulan arteri utama dan cabang dari badan ciliar,Arteri koroid,Vena badan siliar dapat juga terlibat/tidak,Pembuluh darah iris pada sisi pupil.  

Page 46: Presentation1.Ppt TRAUMA PELVIS Ppt Kelompok B-13

7.5. Manifestasi Klinis.

Pasien akan mengeluh nyeri pada mata disertai dengan mata yang berair. Penglihatan pasien akan sangat menurun. Terdapat penumpukan darah yang terlihat dengan mata telanjang bila jumlahnya cukup banyak. Bila pasien duduk, hifema akan terlihat terkumpul di bagian bawah bilik mata depan. Selain itu, dapat terjadi peningkatan tekanan intra okular, sebuah keadaan yang harus diperhatikan untuk menghindari terjadinya glaukoma. Terdapat pula tanda dan gejala yang relatif jarang seperti penglihatan ganda, blefarospasme, edema palpebra, midriasis, dan sukar melihat dekat.

Page 47: Presentation1.Ppt TRAUMA PELVIS Ppt Kelompok B-13

7.6. Diagnosis1) Pemeriksaan ketajaman penglihatan, menggunakan

kartu mata Snellen, visus dapat menurun akibat kerusakan kornea, aqueous humor, iris dan retina.2) Lapangan pandang. Penurunan dapat disebabkan oleh patologi vaskuler okuler, glaukoma.3) Pengukuran tonografi. Mengkaji tekanan intra okuler.4) Slit Lamp B Biomicroscopy. Untuk menentukan kedalaman COA dan iridocorneal contact, aqueous flare, dan sinekia posterior.5) Pemeriksaan oftalmoskopi. Mengkaji struktur internal okuler.6) Tes provokatif. Digunakan untuk menentukan adanya glaukoma bila TIO normal atau meningkat ringan.

Page 48: Presentation1.Ppt TRAUMA PELVIS Ppt Kelompok B-13

7.7. Penatalaksanaan.

Penatalaksanaan hifema tanpa komplikasi glaukoma dengan merawat pasien dengan tidur di tempat tidur yang ditinggikan 45 derajat pada kepala dan mata ditutup (bukan dibebat tekan). Pada penderita yang gelisah dapat diberikan obat penenang. Biasanya hifema akan diserap kembali dan hilang sempurna dalam beberapa hari (4-7 hari) tergantung dari banyaknya darah. Selama perawatan harus dimonitor tekanan intra okuler untuk mencegah terjadinya glaukoma.

Untuk mengurangi nyeri, dapat diberikan paracetamol. Tidak disarankan pemberian pereda nyeri jenis aspirin, karena salah satu efek aspirin akan menyebabkan perdarahan spontan kembali pada sumber perdarahan yang sudah berhenti.

Page 49: Presentation1.Ppt TRAUMA PELVIS Ppt Kelompok B-13

Obat-obatan untuk mengurangi tekanan intraokuler golongan penghambat anhidrase karbonat misalnya asetazolamid dapat diberikan. Prinsip penanganan adalah untuk mencegah perdarahan ulang dan mencegah tekanan intra okuler yang tinggi.

Pada hifema yang telah disertai dengan glaukoma, maka penanganannya bertujuan untuk menghentikan perdarahan serta berusaha secepat mungkin menghilangkan darah yang berada di kamera anterior.

Untuk menghentikan perdarahan dapat diberikan koagulansia agar darah dapat membeku dengan cepat, dapat pula dengan memperkuat dinding pembuluh darah.

Mencegah perdarahan sekunder perlu pula dilakukan. Perdarahan sekunder sering terjadi akibat inflamasi, sehingga pemberian obat anti inflamasi dapat membantu mencegah perdarahan sekunder.

Page 50: Presentation1.Ppt TRAUMA PELVIS Ppt Kelompok B-13

Pada beberapa kasus, prosedur pembedahan parasentesis (mengeluarkan darah dari bilik mata depan) dilakukan bila terdapat hifema yang penuh dan berwarna hitam, imbibisi kornea, glaukoma akibat hifema, atau bila setelah 5 hari tidak ada tanda-tanda hifema akan berkurang. Parasentesis dilakukan dengan membuat insisi pada kornea dekat limbus, kemudian diberi salep mata antibiotik dan mata ditutup dengan verband.

7.8. Prognosis.

Tergantung pada banyaknya darah yang tertimbun pada kamera okuli anterior. Biasanya hifema dengan darah yang sedikit dan tanpa disertai glaukoma, prognosisnya baik (bonam) karena darah akan diserap kembali dan hilang sempurna dalam beberapa hari. Sedangkan hifema yang telah mengalami glaukoma, prognosisnya bergantung pada seberapa besar glaukoma tersebut menimbulkan defek pada ketajaman penglihatan. Bila tajam penglihatan telah mencapai 1/ 60 atau lebih rendah maka prognosis penderita adalah buruk (malam) karena dapat menyebabkan kebutaan.

Page 51: Presentation1.Ppt TRAUMA PELVIS Ppt Kelompok B-13

VIII. MENJELASKAN DAN MEMAHAMI PENCEGAHAN KEBUTAAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEGAWATDARURATAN

8.1. definisi. Keadaan dimana seseorang tdk dpt menjalankan pekerjaan yg

memerlukan penglihatannya Kriteria WHO → ketajaman penglihatan 3/60 / > ↓ yg tdk dpt

dikoreksi

8.2. etiologi.- Katarak - Lepra - Xeroptalmia- Trakoma - Onkoserkariasis

8.3. diagnosis

▪ P. Visus

▪ P. Lapang Pandang

Page 52: Presentation1.Ppt TRAUMA PELVIS Ppt Kelompok B-13

8.4. penatalaksanaan. Rehabilitasi Latihan Mobilitas Braile Perangkat Elektronik → “Optakon”, suatu alat elektronik yg

mengubah bayangan visual huruf menjadi bentuk taktil

8.5. pencegahan

♦ Mencegah penyakit infeksi/non-ineksi

♦ Meningkatkan asupan vit.A u/mecegah Xeroftalmia

♦ Mencegah terjadinya katarak

♦ Konsultasi genetik → cegah penyakit genetik

Page 53: Presentation1.Ppt TRAUMA PELVIS Ppt Kelompok B-13

DAFTAR PUSTAKA Sjamsuhidajat. R, Win de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah

Edisi 2. Jakarta: EGC Purnomo, Basuki B. (2009). “Buku Ajar Urologi”. Jakarta :

Penerbit Sagung Seto http://ilmubedahurologi.wordpress.com/tag/ruptur-uretra/ http://bedahumum.wordpress.com/2008/12/14/sistostomi-dan-pun

ksi-buli-buli/ (Roper- hall, 1990, FI UI 1982, perhimpunan indonesia 1994). Mahar Mardjono. Priguna Sidharta. 2009. Neurologis Klinis

Dasar. Jakarta: Dian Rakyat Priguna Sidharta. 2008. Tata Pemeriksaan Klinik Dalam

Neurologi. Jakarta: Dian Rakyat Ilyas,Sidarta. 2010. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit

FKUI

Page 54: Presentation1.Ppt TRAUMA PELVIS Ppt Kelompok B-13

WALAIKUMSALAM WR.WB