Presentasi Kasus Gea

60
PRESENTASI KASUS GASTROENTERITIS AKUT Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Kegiatan Koassistensi di Rumah Sakit Umum Panembahan Senopati Bantul Disusun oleh : AMRINA ROSYADA 20080310162 Pembimbing : dr. Agus Yuha Ahmadu, Sp. PD i

description

interna

Transcript of Presentasi Kasus Gea

PRESENTASI KASUS

GASTROENTERITIS AKUT

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Kegiatan Koassistensi di Rumah Sakit Umum Panembahan Senopati Bantul

Disusun oleh :

AMRINA ROSYADA

20080310162

Pembimbing :

dr. Agus Yuha Ahmadu, Sp. PD

RUMAH SAKIT UMUM PANEMBAHAN SENOPATI BANTULFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA2012

i

HALAMAN PENGESAHAN

GASTROENTERITIS AKUT

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Kegiatan Koassistensi di Rumah Sakit Umum Panembahan Senopati Bantul

Telah dipresentasikan dan disahkan pada Januari 2013

Disusun Oleh :

AMRINA ROSYADA

20080310162

Mengetahui,

Pembimbing

dr. Agus Yuha Ahmadu, Sp. PD

ii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................i

HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

BAB I KASUS......................................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................7

A. LATAR BELAKANG..........................................................................7

B. EPIDEMIOLOGI..................................................................................8

C. PATOFISIOLOGI.................................................................................9

D. DIAGNOSIS.......................................................................................12

E. DIAGNOSIS BANDING....................................................................24

F. PENATALAKSANAAN....................................................................24

BAB III KESIMPULAN........................................................................................33

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................34

iii

BAB I

KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Rina Nuris Triani

Umur : 26 Th

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Karyawan

Alamat : Karang RT 43 Pendowoharjo Sewon Bantul

Tanggal Masuk : 07 Desember 2012

II. ANAMNESIS

A. Keluhan Utama

Os mengeluh diare sudah 6 kali sejak pagi.

B. Keluhan Tambahan

Keluhan juga disertai dengan demam (+), mual dan muntah (+) 7 kali

sejak tadi pagi, serta perut terasa nyeri.

C. Riwayat Penyakit Sekarang

Os datang ke instalasi gawat darurat RS Panembahan Senopati sadar

diantar oleh keluarganya dengan keluhan diare sudah 6 kali sejak tadi

pagi dengan konsistensi cair, warna kekuningan, lendir (-), darah (-), dan

setiap BAB sekitar 1 gelas. Selain itu os juga mengeluh nyeri perut (+),

mual (+), muntah (+) 7 kali seperti makanan yang dimakan dan cairan,

mules (+), pusing (+) seperti berputar, terakhir makan bubur jam 13.00.

Os mengatakan jarang sekali jajan sembarangan.

1

2

D. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat gastritis (+), terakhir kambuh sekitar 1 tahun yang lalu

Riwayat sakit jantung disangkal

Riwayat hipertensi disangkal

Riwayat sakit DM disangkal

Riwayat sakit hepar disangkal

Riwayat tumor disangkal

E. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. Keadaan Umum : Sedang, Kooperatif

B. Kesadaran : Composmentis

C. Vital Sign : TD = 120/80 mmHg R = 28 kali/menit

Nadi = 108 kali/menit S = 38,10C

D. STATUS GENERALIS

1. Kepala : Simetris, Mesocephal

2. Mata : Conjungtiva Anemis (-│-)

Sklera Ikterik (-│-)

Pupil Bulat Isokor ( 3 mm│3 mm )

Reflek Cahaya (+│+)

3. Hidung : Discharge (-)

4. Telinga : Simetris Kanan Kiri, discharge (-)

5. Mulut : Sianosis (-), lidah kotor (-)

6. Leher : Inspeksi = Trakea terletak di tengah

Palpasi = Perbesaran kelenjar tiroid (-)

Perbesaran kelenjar paratiroid (-)

Perbesaran kelenjar limfe (-)

7. Thorax : Jantung

Inspeksi : Ictus Cordis tak tampak

3

Palpasi : Ictus Cordis teraba di SIC IV

Perkusi : Redup

Auskultasi : S1 & S2 tunggal, reguler, bising (-)

Paru – Paru

Inspeksi : Simetris, retraksi (-), ketinggalan gerak (-)

Palpasi : Vokal fremitus kanan kiri sama,

Ketinggalan gerak (-)

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru – paru

Auskultasi : Vesikuler (+│+), Ronkhi (-│-),

Wheezing (-│-)

8. Abdomen

Inspeksi : Supel, Distensi (-)

Auskultasi : Peristaltik (+) Normal

Perkusi : Timpani (+), Pekak alih (-)

Palpasi : Hepar & Lien tak teraba, Nyeri tekan (-), Massa(-)

9. Ekstremitas : Superior = Akral hangat (+│+), Edema (-│-)

Inferior = Akral hangat (+│+), Edema (-│-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

1. Darah Lengkap (07 Desember 2012)

Hb : 12,3 [12 - 16] g%

AL : 22,87 [4 - 10] ribu/ul

AE : 4,54 [4 - 5] ribu/ul

AT : 266 [150 - 450] ribu/ul

HMT : 36,8 [36 - 46] %

Eosinofil : 1 [2 - 4] %

Basofil : 0 [0 - 1] %

Batang : 0 [2 - 5] %

Segmen : 92 [51 - 67] %

Limfosit : 4 [20 - 35] %

Monosit : 3 [4 - 8] %

4

2. Kimia Darah (07 Desember 2012)

GDS : 121 [<200] mg/dl

Ureum : 15 [17 - 43] mg/dl

Kreatin : 0,54 [0,6 – 1,1] mg/dl

SGOT : 17 [<31] U/I

SGPT : 25 [<31] U/I

3. Feses Lengkap (08 Desember 2012)

Makroskopis : Konsistensi : Cair [Lunak]

Warna : Coklat [Kuning Coklat]

Lendir : Negatif [Negatif]

Darah : Negatif [Negatif]

Nanah : Negatif [Negatif]

Larva Cacing: Negatif [Negatif]

Mikroskopis : Leukosit : 0 – 1 [Negatif]

Eritrosit : Negatif [Negatif]

Telor Cacing : Negatif [Negatif]

Amoeba : Negatif [Negatif]

Bakteri : Positif [Negatif]

Lain – lain Parasit : Negatif [Negatif]

Pencernaan : Amylum : Negatif [Negatif]

Lemak : Negatif [Negatif]

Serat Otot : Negatif [Negatif]

Serat Tumbuhan : Positif [Positif]

V. DIAGNOSIS KERJA

Gastroenteritis Akut (GEA) infeksi bakteri.

VI. TERAPI

Inf RL 15 tpm

Inj. Ciprofloxacin 500mg/12jam

5

Inj. Metoclopramid 1A/8jam

Inj. Ranitidin 1A/12jam

Lacto b 2 x 1 sach

Oralit ad libitum

VII.PERKEMBANGAN PASIEN SETIAP HARI

Tanggal Follow Up terapi

07 Desember 2012

Os datang ke instalasi gawat darurat RS Panembahan Senopati sadar diantar oleh keluarganya dengan keluhan diare sudah 6 kali sejak tadi pagi dengan konsistensi cair, warna kekuningan, lendir (-), darah (-), dan setiap BAB sekitar 1 gelas. Selain itu os juga mengeluh nyeri perut (+), mual (+), muntah (+) 7 kali seperti makanan yang dimakan dan cairan, mules (+), pusing (+) seperti berputar, terakhir makan bubur jam 13.00. Os mengatakan jarang sekali jajan sembarangan.KU : Lemas, CMTD : 120/80 mmHgNadi : 108 kali/menitRespirasi : 28 kali/menitSuhu : 38,10C

Inf RL 15 tpm Inj. Metoclopramid

1A/8jam Inj. Ranitidin 1A/12jam Lacto b 2 x 1 sach Oralit ad libitum

08 Desember 2012

Os mengeluh BAB sebanyak 4 kali tadi malam konsistensi cair dan berwarna merah kecoklatan, mual (-), muntah (-), pusing (-), demam (+) tadi malam, lidah terasa pahit (+), makan dan minum sedikitKU : Lemas, CMTD : 110/60 mmHgNadi : 88 kali/menitRespirasi : 20 kali/menitSuhu : 36,60C

Inf RL 15 tpm Inj Ciprofloxacin 1A/12

jam Inj. Metoclopramid

1A/8jam Inj. Ranitidin 1A/12jam Lacto b 2 x 1 sach Oralit ad libitum

09 Desember 2012

Os mengeluh sudah tidak diare, mual (-), muntah (-), pusing (-), demam (+)

Inf RL 15 tpm Inj Ciprofloxacin 1A/12

6

tadi malam, lidah terasa pahit (+), makan dan minum sedikitKU : Lemas, CMTD : 110/70 mmHgNadi : 72 kali/menitRespirasi : 20 kali/menitSuhu : 36,40C

jam Inj. Metoclopramid

1A/8jam Inj. Ranitidin 1A/12jam Lacto b 2 x 1 sach Oralit ad libitum

10 Desember 2012

Os mengeluh sudah tidak diare, mual (-), muntah (-), pusing (-), demam (+) tadi malam, lidah terasa pahit (-), makan dan minum sedikitKU : Lemas, CMTD : 120/90 mmHgNadi : 64 kali/menitRespirasi : 20 kali/menitSuhu : 36,10C

Ciprofloxacin 2 x 1 Metoclopramid 3 x 1 Ranitidin 2 x 1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. LATAR BELAKANG

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair

atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari

biasanya lebih dari 200 g atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria

frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air

besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah.1,2

Diare akut adalah diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan berlangsung

kurang dari 14 hari, sedang diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih

dari 14 hari. Diare dapat disebabkan infeksi maupun non infeksi. Dari

penyebab diare yang terbanyak adalah diare infeksi. Diare infeksi dapat

disebabkan Virus, Bakteri, dan Parasit.3

Diare akut sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, tidak

saja di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Penyakit diare masih

sering menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa) dengan penderita yang

banyak dalam waktu yang singkat.4,5

Dinegara maju walaupun sudah terjadi perbaikan kesehatan dan

ekonomi masyarakat tetapi insiden diare infeksi tetap tinggi dan masih

menjadi masalah kesehatan. Di Inggris 1 dari 5 orang menderita diare infeksi

setiap tahunnya dan 1 dari 6 orang pasien yang berobat ke praktek umum

menderita diare infeksi. Tingginya kejadian diare di negara Barat ini oleh

karena foodborne infections dan waterborne infections yang disebabkan

bakteri Salmonella spp, Campylobacter jejuni, Stafilococcus aureus, Bacillus

cereus, Clostridium perfringens dan Enterohemorrhagic Escherichia coli

(EHEC).

Di negara berkembang, diare infeksi menyebabkan kematian sekitar 3

juta penduduk setiap tahun. Di Afrika anak anak terserang diare infeksi 7 kali

7

8

setiap tahunnya di banding di negara berkembang lainnya mengalami

serangan diare 3 kali setiap tahun.6

Di Indonesia dari 2.812 pasien diare yang disebabkan bakteri yang

datang kerumah sakit dari beberapa provinsi seperti Jakarta, Padang, Medan,

Denpasar, Pontianak, Makasar dan Batam yang dianalisa dari 1995 s/d 2001

penyebab terbanyak adalah Vibrio cholerae 01, diikuti dengan Shigella spp,

Salmonella spp, V. Parahaemoliticus, Salmonella typhi, Campylobacter

Jejuni, V. Cholera non-01, dan Salmonella paratyphi A.7

B. EPIDEMIOLOGI

Diare akut merupakan masalah umum ditemukan diseluruh dunia. Di

Amerika Serikat keluhan diare menempati peringkat ketiga dari daftar

keluhan pasien pada ruang praktek dokter, sementara di beberapa rumah sakit

di Indonesia data menunjukkan diare akut karena infeksi terdapat peringkat

pertama s/d ke empat pasien dewasa yang datang berobat ke rumah sakit.dikutip

dari 8

Di negara maju diperkirakan insiden sekitar 0,5-2 episode/orang/tahun

sedangkan di negara berkembang lebih dari itu. Di USA dengan penduduk

sekitar 200 juta diperkirakan 99 juta episode diare akut pada dewasa terjadi

setiap tahunnya.5 WHO memperkirakan ada sekitar 4 miliar kasus diare akut

setiap tahun dengan mortalitas 3-4 juta pertahun.9

Bila angka itu diterapkan di Indonesia, setiap tahun sekitar 100 juta

episode diare pada orang dewasa per tahun.10 Dari laporan surveilan terpadu

tahun 1989 jumlah kasus diare didapatkan 13,3 % di Puskesmas, di rumah

sakit didapat 0,45% pada penderita rawat inap dan 0,05 % pasien rawat jalan.

Penyebab utama disentri di Indonesia adalah Shigella, Salmonela,

Campylobacter jejuni, Escherichia coli, dan Entamoeba histolytica. Disentri

berat umumnya disebabkan oleh Shigella dysentery, kadang-kadang dapat

juga disebabkan oleh Shigella flexneri, Salmonella dan Enteroinvasive E.coli

( EIEC).11

9

Beberapa faktor epidemiologis penting dipandang untuk mendekati

pasien diare akut yang disebabkan oleh infeksi. Makanan atau minuman

terkontaminasi, berpergian, penggunaan antibiotik, HIV positif atau AIDS,

merupakan petunjuk penting dalam mengidentifikasi pasien beresiko tinggi

untuk diare infeksi.1,3,12

C. PATOFISIOLOGI

Diare akut infeksi diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis

menjadi diare non inflamasi dan Diare inflamasi. Diare Inflamasi disebabkan

invasi bakteri dan sitotoksin di kolon dengan manifestasi sindroma disentri

dengan diare yang disertai lendir dan darah. Gejala klinis yang menyertai

keluhan abdomen seperti mulas sampai nyeri seperti kolik, mual, muntah,

demam, tenesmus, serta gejala dan tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja

rutin secara makroskopis ditemukan lendir dan/atau darah, serta mikroskopis

didapati sel leukosit polimorfonuklear. 1,3,9,10

Pada diare non inflamasi, diare disebabkan oleh enterotoksin yang

mengakibatkan diare cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah.

Keluhan abdomen biasanya minimal atau tidak ada sama sekali, namun gejala

dan tanda dehidrasi cepat timbul, terutama pada kasus yang tidak mendapat

cairan pengganti. Pada pemeriksaan tinja secara rutin tidak ditemukan

leukosit. 1,3,9,10

Mekanisme terjadinya diare yang akut maupun yang kronik dapat

dibagi menjadi kelompok osmotik, sekretorik, eksudatif dan gangguan

motilitas. Diare osmotik terjadi bila ada bahan yang tidak dapat diserap

meningkatkan osmolaritas dalam lumen yang menarik air dari plasma

sehingga terjadi diare. Contohnya adalah malabsorbsi karbohidrat akibat

defisiensi laktase atau akibat garam magnesium. 1,3,9,10

Diare sekretorik bila terjadi gangguan transport elektrolit baik absorbsi

yang berkurang ataupun sekresi yang meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat

toksin yang dikeluarkan bakteri misalnya toksin kolera atau pengaruh garam

empedu, asam lemak rantai pendek, atau laksantif non osmotik. Beberapa

10

hormon intestinal seperti gastrin vasoactive intestinal polypeptide (VIP) juga

dapat menyebabkan diare sekretorik. 1,3,9,10

Diare eksudatif, inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa baik

usus halus maupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat

infeksi bakteri atau bersifat non infeksi seperti gluten sensitive enteropathy,

inflamatory bowel disease (IBD) atau akibat radiasi. 1,3,9,10

Kelompok lain adalah akibat gangguan motilitas yang mengakibatkan

waktu tansit usus menjadi lebih cepat. Hal ini terjadi pada keadaan

tirotoksikosis, sindroma usus iritabel atau diabetes melitus. 1,3,9,10

Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada infeksi

bakteri paling tidak ada dua mekanisme yang bekerja peningkatan sekresi

usus dan penurunan absorbsi di usus. Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi

dan mengeluarkan toksin yang menyebabkan terjadinya diare. Infeksi bakteri

yang invasif mengakibatkan perdarahan atau adanya leukosit dalam feses.

Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen

meliputi penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan

mukosa, invasi mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu

bakteri dapat menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat

mengatasi pertahanan mukosa usus. 1,3,9,10

Adhesi

Mekanisme adhesi yang pertama terjadi dengan ikatan antara struktur

polimer fimbria atau pili dengan reseptor atau ligan spesifik pada permukaan

sel epitel. Fimbria terdiri atas lebih dari 7 jenis, disebut juga sebagai

colonization factor antigen (CFA) yang lebih sering ditemukan pada

enteropatogen seperti Enterotoxic E. Coli (ETEC).

Mekanisme adhesi yang kedua terlihat pada infeksi Enteropatogenic

E.coli (EPEC), yang melibatkan gen EPEC adherence factor (EAF),

menyebabkan perubahan konsentrasi kalsium intraselluler dan arsitektur

sitoskleton di bawah membran mikrovilus. Invasi intraselluler yang ekstensif

tidak terlihat pada infeksi EPEC ini dan diare terjadi akibat shiga like toksin.

11

Mekanisme adhesi yang ketiga adalah dengan pola agregasi yang

terlihat pada jenis kuman enteropatogenik yang berbeda dari ETEC atau

EHEC.

Invasi

Kuman Shigella melakukan invasi melalui membran basolateral sel

epitel usus. Di dalam sel terjadi multiplikasi di dalam fagosom dan menyebar

ke sel epitel sekitarnya. Invasi dan multiplikasi intraselluler menimbulkan

reaksi inflamasi serta kematian sel epitel. Reaksi inflamasi terjadi akibat

dilepaskannya mediator seperti leukotrien, interleukin, kinin, dan zat

vasoaktif lain. Kuman Shigella juga memproduksi toksin shiga yang

menimbulkan kerusakan sel. Proses patologis ini akan menimbulkan gejala

sistemik seperti demam, nyeri perut, rasa lemah, dan gejala disentri. Bakteri

lain bersifat invasif misalnya Salmonella.

Sitotoksin

Prototipe kelompok toksin ini adalah toksin shiga yang dihasilkan oleh

Shigella dysentrie yang bersifat sitotoksik. Kuman lain yang menghasilkan

sitotoksin adalah Enterohemorrhagic E. Coli (EHEC) serogroup 0157 yang

dapat menyebabkan kolitis hemoragik dan sindroma uremik hemolitik,

kuman EPEC serta V. Parahemolyticus.

Enterotoksin

Prototipe klasik enterotoksin adalah toksin kolera atau Cholera toxin

(CT) yang secara biologis sangat aktif meningkatkan sekresi epitel usus halus.

Toksin kolera terdiri dari satu subunit A dan 5 subunit B. Subunit A1 akan

merangsang aktivitas adenil siklase, meningkatkan konsentrasi cAMP

intraseluler sehingga terjadi inhibisi absorbsi Na dan klorida pada sel vilus

serta peningkatan sekresi klorida dan HCO3 pada sel kripta mukosa usus.

ETEC menghasilkan heat labile toxin (LT) yang mekanisme kerjanya

sama dengan CT serta heat Stabile toxin (ST).ST akan meningkatkan kadar

cGMP selular, mengaktifkan protein kinase, fosforilasi protein membran

mikrovili, membuka kanal dan mengaktifkan sekresi klorida.

12

Peranan Enteric Nervous System (ENS)

Berbagai penelitian menunjukkan peranan refleks neural yang

melibatkan reseptor neural 5-HT pada saraf sensorik aferen, interneuron

kolinergik di pleksus mienterikus, neuron nitrergik serta neuron sekretori

VIPergik.

Efek sekretorik toksin enterik CT, LT, ST paling tidak sebagian

melibatkan refleks neural ENS. Penelitian menunjukkan keterlibatan neuron

sensorik aferen kolinergik, interneuron pleksus mienterikus, dan neuron

sekretorik tipe 1 VIPergik. CT juga menyebabkan pelepasan berbagai

sekretagok seperti 5-HT, neurotensin, dan prostaglandin. Hal ini membuka

kemungkinan penggunaan obat antidiare yang bekerja pada ENS selain yang

bersifat antisekretorik pada enterosit.

D. DIAGNOSIS

Pendekatan Umum Diare Akut Infeksi Bakteri

Untuk mendiagnosis pasien diare akut infeksi bakteri diperlukan

pemeriksaan yang sistematik dan cermat. Kepada pasien perlu ditanyakan

riwayat penyakit, latar belakang dan lingkungan pasien, riwayat pemakaian

obat terutama antibiotik, riwayat perjalanan, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang.1,3,13

Manifestasi Klinis 8,14,15

Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah

dan/atau demam, tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut.

Diare yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis

yang adekuat dapat menyebabkan kematian karena kekurangan cairan di

badan yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena gangguan

biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut. Karena kehilangan cairan

seseorang merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah

kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak.

Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang isotonik.

13

14

Karena kehilangan bikarbonas, perbandingan bikarbonas berkurang,

yang mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang

pusat pernapasan sehingga frekwensi nafas lebih cepat dan lebih dalam

(kussmaul). Reaksi ini adalah usaha tubuh untuk mengeluarkan asam

karbonas agar pH dapat naik kembali normal. Pada keadaan asidosis

metabolik yang tidak dikompensasi, bikarbonat standard juga rendah, pCO2

normal dan base excess sangat negatif.

Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang berat dapat berupa

renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun

sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung

ekstremitas dingin dan kadang sianosis. Karena kehilangan kalium pada diare

akut juga dapat timbul aritmia jantung.

Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun

dan akan timbul anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul

penyulit berupa nekrosis tubulus ginjal akut, yang berarti pada saat tersebut

kita menghadapi gagal ginjal akut. Bila keadaan asidosis metabolik menjadi

lebih berat, akan terjadi kepincangan pembagian darah dengan pemusatan

yang lebih banyak dalam sirkulasi paru-paru. Observasi ini penting karena

dapat menyebabkan edema paru pada pasien yang menerima rehidrasi cairan

intravena tanpa alkali.

Pemeriksaan Laboratorium

Evaluasi laboratorium pasien tersangka diare infeksi dimulai dari

pemeriksaan feses adanya leukosit. Kotoran biasanya tidak mengandung

leukosit, jika ada itu dianggap sebagai penanda inflamasi kolon baik infeksi

maupun non infeksi. Karena netrofil akan berubah, sampel harus diperiksa

sesegera mungkin. Sensitifitas lekosit feses terhadap inflamasi patogen

(Salmonella, Shigella dan Campylobacter) yang dideteksi dengan kultur feses

bervariasi dari 45% - 95% tergantung dari jenis patogennya.3

Diarrhea, Nauseaor Vomitting

AR = 2-15 illnesses/person-yr

SYMPTOMATIC THERAPY ORAL REHYDRATION THERAPY

Assess Duration ( > 1 day) Severity (dehydration,

fever, blood, wt.loss)

NO

YES

Resolution

Continued or Recurrent Illness

Explore History of : OBTAIN STOOL Fever, tenesmus Travel FOR WBC Blood Otbreak (or Fecal Lactoferrin)Seafood Sexual exp. Antibiotic use Abd.pain Wt. Loss Immunosupp.

NON-INFLAMMATORY (No WBC)

Ex: Vibrio (cholerae et al) E.coli (LT, ST) C.perfringens S.aureus B.cereus

INFLAMMATORY ( WBC or Lactoferrin or continued illnesses)

Ex: Shigella Salmonella C.jejuni E.coli (EIEC) Cytotoxic C.difficile

Continue sypmtomatic therapy : consider further evaluation Culture for :

Shigella, Salmonella, C.jejuni

Consider :C.difficile cytotoxin

Consider :Empiric Antimicrobial Therapy

15

Penanda yang lebih stabil untuk inflamasi intestinal adalah laktoferin.

Laktoferin adalah glikoprotein bersalut besi yang dilepaskan netrofil,

keberadaannya dalam feses menunjukkan inflamasi kolon. Positip palsu dapat

terjadi pada bayi yang minum ASI. Pada suatu studi, laktoferin feses,

dideteksi dengan menggunakan uji agglutinasi lateks yang tersedia secara

komersial, sensitifitas 83 – 93 % dan spesifisitas 61 – 100 % terhadap pasien

dengan Salmonella,Campilobakter, atau Shigella spp, yang dideteksi dengan

biakan kotoran.

Biakan kotoran harus dilakukan setiap pasien tersangka atau menderita

diare inflammasi berdasarkan klinis dan epidemiologis, test lekosit feses atau

latoferin positip, atau keduanya. Pasien dengan diare berdarah yang nyata

harus dilakukan kultur feses untuk EHEC O157 : H7.1

Pasien dengan diare berat, demam, nyeri abdomen, atau kehilangan

cairan harus diperiksa kimia darah, natrium, kalium, klorida, ureum,

kreatinin, analisa gas darah dan pemeriksaan darah lengkap.5,8,10,14

Pemeriksaan radiologis seperti sigmoidoskopi, kolonoskopi dan lainnya

biasanya tidak membantu untuk evaluasi diare akut infeksi.6

Beberapa Penyebab Diare Akut Infeksi Bakteri 1,3,15,16

1. Infeksi non-invasif.

Stafilococcus aureus

Keracunan makanan karena stafilokokkus disebabkan asupan

makanan yang mengandung toksin stafilokokkus, yang terdapat pada

makanan yang tidak tepat cara pengawetannya. Enterotoksin stafilokokus

stabil terhadap panas.

Gejala terjadi dalam waktu 1 – 6 jam setelah asupan makanan

terkontaminasi. Sekitar 75 % pasien mengalami mual, muntah, dan nyeri

abdomen, yang kemudian diikuti diare sebanyak 68 %. Demam sangat

jarang terjadi. Lekositosis perifer jarang terjadi, dan sel darah putih tidak

terdapat pada pulasan feses. Masa berlangsungnya penyakit kurang dari 24

jam.

16

Diagnosis ditegakkan dengan biakan S. aureus dari makanan yang

terkontaminasi, atau dari kotoran dan muntahan pasien.

Terapi dengan hidrasi oral dan antiemetik. Tidak ada peranan

antibiotik dalam mengeradikasi stafilokokus dari makanan yang ditelan.

Bacillus cereus

B. cereus adalah bakteri batang gram positip, aerobik, membentuk

spora. Enterotoksin dari B. cereus menyebabkan gejala muntah dan diare,

dengan gejala muntah lebih dominan.

Gejala dapat ditemukan pada 1 – 6 jam setelah asupan makanan

terkontaminasi, dan masa berlangsungnya penyakit kurang dari 24 jam.

Gejala akut mual, muntah, dan nyeri abdomen, yang seringkali berakhir

setelah 10 jam. Gejala diare terjadi pada 8 – 16 jam setelah asupan

makanan terkontaminasi dengan gejala diare cair dan kejang abdomen.

Mual dan muntah jarang terjadi. Terapi dengan rehidrasi oral dan

antiemetik.

Clostridium perfringens

C perfringens adalah bakteri batang gram positip, anaerob,

membentuk spora. Bakteri ini sering menyebabkan keracunan makanan

akibat dari enterotoksin dan biasanya sembuh sendiri . Gejala berlangsung

setelah 8 – 24 jam setelah asupan produk-produk daging yang

terkontaminasi, diare cair dan nyeri epigastrium, kemudian diikuti dengan

mual, dan muntah. Demam jarang terjadi. Gejala ini akan berakhir dalam

waktu 24 jam.

Pemeriksaan mikrobiologis bahan makanan dengan isolasi lebih

dari 105 organisma per gram makanan, menegakkan diagnosa keracunan

makanan C perfringens . Pulasan cairan fekal menunjukkan tidak adanya

sel polimorfonuklear, pemeriksaan laboratorium lainnya tidak diperlukan.

Terapi dengan rehidrasi oral dan antiemetik.

Vibrio cholerae

V cholerae adalah bakteri batang gram-negatif, berbentuk koma

dan menyebabkan diare yang menimbulkan dehidrasi berat, kematian

17

dapat terjadi setelah 3 – 4 jam pada pasien yang tidak dirawat. Toksin

kolera dapat mempengaruhi transport cairan pada usus halus dengan

meningkatkan cAMP, sekresi, dan menghambat absorpsi cairan.

Penyebaran kolera dari makanan dan air yang terkontaminasi.

Gejala awal adalah distensi abdomen dan muntah, yang secara

cepat menjadi diare berat, diare seperti air cucian beras. Pasien kekurangan

elektrolit dan volume darah. Demam ringan dapat terjadi.

Kimia darah terjadi penurunan elektrolit dan cairan dan harus

segera digantikan yang sesuai. Kalium dan bikarbonat hilang dalam

jumlah yang signifikan, dan penggantian yang tepat harus diperhatikan.

Biakan feses dapat ditemukan V.cholerae.

Target utama terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang

agresif. Kebanyakan kasus dapat diterapi dengan cairan oral. Kasus yang

parah memerlukan cairan intravena Antibiotik dapat mengurangi volume

dan masa berlangsungnya diare. Tetrasiklin 500 mg tiga kali sehari selama

3 hari, atau doksisiklin 300 mg sebagai dosis tunggal, merupakan pilihan

pengobatan. Perbaikan yang agresif pada kehilangan cairan menurunkan

angka kematian ( biasanya < 1 %). Vaksin kolera oral memberikan efikasi

lebih tinggi dibandingkan dengan vaksin parenteral.

Escherichia coli patogen

E. coli patogen adalah penyebab utama diare pada pelancong.

Mekanisme patogen yang melalui enterotoksin dan invasi mukosa. Ada

beberapa agen penting, yaitu :

a. Enterotoxigenic E. coli (ETEC).

b. Enterophatogenic E. coli (EPEC).

c. Enteroadherent E. coli (EAEC).

d. Enterohemorrhagic E. coli (EHEC)

e. Enteroinvasive E. Coli (EIHEC)

Kebanyakan pasien dengan ETEC, EPEC, atau EAEC mengalami

gejala ringan yang terdiri dari diare cair, mual, dan kejang abdomen. Diare

berat jarang terjadi, dimana pasien melakukan BAB lima kali atau kurang

18

dalam waktu 24 jam. Lamanya penyakit ini rata-rata 5 hari. Demam timbul

pada kurang dari 1/3 pasien. Feses berlendir tetapi sangat jarang terdapat

sel darah merah atau sel darah putih. Lekositosis sangat jarang terjadi.

ETEC, EAEC, dan EPEC merupakan penyakit self limited, dengan tidak

ada gejala sisa.

Pemeriksaan laboratorium tidak ada yang spesifik untuk E coli,

lekosit feses jarang ditemui, kultur feses negatif dan tidak ada lekositosis.

EPEC dan EHEC dapat diisolasi dari kultur, dan pemeriksaan aglutinasi

latex khusus untuk EHEC tipe O157.

Terapi dengan memberikan rehidrasi yang adekuat. Antidiare

dihindari pada penyakit yang parah. ETEC berespon baik terhadap

trimetoprim-sulfametoksazole atau kuinolon yang diberikan selama 3 hari.

Pemberian antimikroba belum diketahui akan mempersingkat penyakit

pada diare EPEC dan diare EAEC. Antibiotik harus dihindari pada diare

yang berhubungan dengan EHEC.

2. Infeksi Invasif

Shigella

Shigella adalah penyakit yang ditularkan melalui makanan atau air.

Organisme Shigella menyebabkan disentri basiler dan menghasilkan

respons inflamasi pada kolon melalui enterotoksin dan invasi bakteri.

Secara klasik, Shigellosis timbul dengan gejala adanya nyeri

abdomen, demam, BAB berdarah, dan feses berlendir. Gejala awal terdiri

dari demam, nyeri abdomen, dan diare cair tanpa darah, kemudian feses

berdarah setelah 3 – 5 hari kemudian. Lamanya gejala rata-rata pada orang

dewasa adalah 7 hari, pada kasus yang lebih parah menetap selama 3 – 4

minggu. Shigellosis kronis dapat menyerupai kolitis ulseratif, dan status

karier kronis dapat terjadi.

Manifestasi ekstraintestinal Shigellosis dapat terjadi, termasuk

gejala pernapasan, gejala neurologis seperti meningismus, dan Hemolytic

Uremic Syndrome. Artritis oligoartikular asimetris dapat terjadi hingga 3

minggu sejak terjadinya disentri.

19

Pulasan cairan feses menunjukkan polimorfonuklear dan sel darah

merah. Kultur feses dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi dan

sensitivitas antibiotik.

Terapi dengan rehidrasi yang adekuat secara oral atau intravena,

tergantung dari keparahan penyakit. Derivat opiat harus dihindari. Terapi

antimikroba diberikan untuk mempersingkat berlangsungnya penyakit dan

penyebaran bakteri. Trimetoprim-sulfametoksazole atau fluoroquinolon

dua kali sehari selama 3 hari merupakan antibiotik yang dianjurkan.

Salmonella nontyphoid

Salmonella nontipoid adalah penyebab utama keracunan makanan

di Amerika Serikat. Salmonella enteriditis dan Salmonella typhimurium

merupakan penyebab. Awal penyakit dengan gejala demam, menggigil,

dan diare, diikuti dengan mual, muntah, dan kejang abdomen. Occult

blood jarang terjadi. Lamanya berlangsung biasanya kurang dari 7 hari.

Pulasan kotoran menunjukkan sel darah merah dan sel darah putih.

Kultur darah positif pada 5 – 10 % pasien kasus dan sering ditemukan

pada pasien terinfeksi HIV.

Terapi pada Salmonella nonthypoid tanpa komplikasi dengan

hidrasi adekuat. Penggunaan antibiotik rutin tidak disarankan, karena

dapat meningkatkan resistensi bakteri. Antibiotik diberikan jika terjadi

komplikasi salmonellosis, usia ekstrem ( bayi dan berusia > 50 tahun),

immunodefisiensi, tanda atau gejala sepsis, atau infeksi fokal (osteomilitis,

abses). Pilihan antibiotik adalah trimetoprim-sulfametoksazole atau

fluoroquinolone seperti ciprofloxacin atau norfloxacin oral 2 kali sehari

selama 5 – 7 hari atau Sephalosporin generasi ketiga secara intravena pada

pasien yang tidak dapat diberi oral.

Salmonella typhi

Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi adalah penyebab

demam tiphoid. Demam tiphoid dikarakteristikkan dengan demam

panjang, splenomegali, delirium, nyeri abdomen, dan manifestasi sistemik

lainnya. Penyakit tiphoid adalah suatu penyakit sistemik dan memberikan

20

gejala primer yang berhubungan dengan traktus gastrointestinal. Sumber

organisme ini biasanya adalah makanan terkontaminasi.

Setelah bakterimia, organisma ini bersarang pada sistem

retikuloendotelial, menyebabkan hiperplasia, pada lymph nodes dan Peyer

pacthes di dalam usus halus. Pembesaran yang progresif dan ulserasi dapat

menyebabkan perforasi usus halus atau perdarahan gastrointestinal.

Bentuk klasik demam tiphoid selama 4 minggu. Masa inkubasi 7-

14 hari. Minggu pertama terjadi demam tinggi, sakit kepala, nyeri

abdomen, dan perbedaan peningkatan temperatur dengan denyut nadi. 50

% pasien dengan defekasi normal. Pada minggu kedua terjadi

splenomegali dan timbul rash. Pada minggu ketiga timbul penurunan

kesadaran dan peningkatan toksemia, keterlibatan usus halus terjadi pada

minggu ini dengan diare kebiru-biruan dan berpotensi untuk terjadinya

ferforasi. Pada minggu ke empat terjadi perbaikan klinis.

Diagnosa ditegakkan dengan isolasi organisme. Kultur darah positif

pada 90% pasien pada minggu pertama timbulnya gejala klinis. Kultur

feses positif pada minggu kedua dan ketiga.

Perforasi dan perdarahan gastrointestinal dapat terjadi selama

jangka waktu penyakit. Kolesistitis jarang terjadi, namun infeksi kronis

kandung empedu dapat menjadi karier dari pasien yang telah sembuh dari

penyakit akut.

Pilihan obat adalah klorampenikol 500 mg 4 kali sehari selama 2

minggu. Jika terjadi resistensi, penekanan sumsum tulang, sering kambuh

dan karier disarankan sepalosporin generasi ketiga dan flourokinolon.

Sepalosforin generasi ketiga menunjukkan effikasi sangat baik melawan S.

Thypi dan harus diberikan IV selama 7-10 hari, Kuinolon seperti

ciprofloksasin 500 mg 2 kali sehari selama 14 hari, telah menunjukkan

efikasi yang tinggi dan status karier yang rendah. Vaksin thipoid oral

(ty21a) dan parenteral (Vi) direkomendasikan jika pergi ke daerah

endemik.

21

Campylobakter

Spesies Campylobakter ditemukan pada manusia C. Jejuni dan C.

Fetus, sering ditemukan pada pasien immunocompromised.. Patogenesis

dari penyakit toksin dan invasi pada mukosa. Manifestasi klinis infeksi

Campylobakter sangat bervariasi, dari asimtomatis sampai sindroma

disentri. Masa inkubasi selama 24 -72 jam setelah organisme masuk. Diare

dan demam timbul pada 90% pasien, dan nyeri abdomen dan feses

berdarah hingga 50-70%. Gejala lain yang mungkin timbul adalah demam,

mual, muntah dan malaise. Masa berlangsungnya penyakit ini 7 hari.

Pulasan feses menunjukkan lekosit dan sel darah merah. Kultur

feses dapat ditemukan adanya Kampilobakter. Kampilobakter sensitif

terhadap eritromisin dan quinolon, namun pemakaian antibiotik masih

kontroversi. Antibiotik diindikasikan untuk pasien yang berat atau pasien

yang nyata-nyata terkena sindroma disentri. Jika terapi antibiotik

diberikan, eritromisin 500 mg 2 kali sehari secara oral selama 5 hari cukup

efektif. Seperti penyakit diare lainnya, penggantian cairan dan elektrolit

merupakan terapi utama.

Vibrio non-kolera

Spesies Vibrio non-kolera telah dihubungkan dengan mewabahnya

gastroenteritis. V parahemolitikus, non-01 V. kolera dan V. mimikus telah

dihubungkan dengan konsumsi kerang mentah. Diare terjadi individual,

berakhir kurang 5 hari. Diagnosa ditegakkan dengan membuat kultur feses

yang memerlukan media khusus. Terapi dengan koreksi elektrolit dan

cairan. Antibiotik tidak memperpendek berlangsungnya penyakit. Namun

pasien dengan diare parah atau diare lama, direkomendasikan

menggunakan tetrasiklin.

Yersinia

Spesies Yersinia adalah kokobasil, gram-negatif. Diklasifikasikan

sesuai dengan antigen somatik (O) dan flagellar (H). Organisme tersebut

menginvasi epitel usus. Yersinia menghasilkan enterotoksin labil.

22

Terminal ileum merupakan daerah yang paling sering terlibat, walaupun

kolon dapat juga terinvasi.

Penampilan klinis biasanya terdiri dari diare dan nyeri abdomen,

yang dapat diikuti dengan artralgia dan ruam (eritrema nodosum atau

eritema multiforme). Feses berdarah dan demam jarang terjadi. Pasien

terjadi adenitis, mual, muntah dan ulserasi pada mulut. Diagnosis

ditegakkan dari kultur feses. Penyakit biasanya sembuh sendiri berakhir

dalam 1-3 minggu. Terapi dengan hidrasi adekuat. Antibiotik tidak

diperlukan, namun dapat dipertimbangkan pada penyakit yang parah atau

bekterimia. Kombinasi Aminoglikosid dan Kuinolon nampaknya dapat

menjadi terapi empirik pada sepsis.

Enterohemoragik E Coli (Subtipe 0157)

EHEC telah dikenal sejak terjadi wabah kolitis hemoragik. Wabah

ini terjadi akibat makanan yang terkontaminasi. Kebanyakan kasus terjadi

7-10 hari setelah asupan makanan atau air terkontaminasi. EHEC dapat

merupakan penyebab utama diare infeksius. Subtipe 0157 : H7 dapat

dihubungkan dengan perkembangan Hemolytic Uremic Syndrom (HUS).

Centers for Disease Control (CDC) telah meneliti bahwa E Coli 0157

dipandang sebagai penyebab diare berdarah akut atau HUS. EHEC non-

invasif tetapi menghasilkan toksin shiga, yang menyebabkan kerusakan

endotel, hemolisis mikroangiopatik, dan kerusakan ginjal.

Awal dari penyakit dengan gejala diare sedang hingga berat

(hingga 10-12 kali perhari). Diare awal tidak berdarah tetapi berkembang

menjadi berdarah. Nyeri abdomen berat dan kejang biasa terjadi, mual dan

muntah timbul pada 2/3 pasien. Pemeriksaan abdomen didapati distensi

abdomen dan nyeri tekan pada kuadran kanan bawah. Demam terjadi pada

1/3 pasien. Hingga 1/3 pasien memerlukan perawatan di rumah sakit.

Lekositosis sering terjadi. Urinalisa menunjukkan hematuria atau

proteinuria atau timbulnya lekosit. Adanya tanda anemia hemolitik

mikroangiopatik (hematokrit < 30%), trombositopenia (<150 x 109/L), dan

insufiensi renal (BUN >20 mg/dL) adalah diagnosa HUS.

23

HUS terjadi pada 5-10% pasien dan di diagnosa 6 hari setelah

terkena diare. Faktor resiko HUS, usia (khususnya pada anak-anak

dibawah usia 5 tahun) dan penggunaan anti diare.Penggunaan antibiotik

juga meningkatkan resiko. Hampir 60% pasien dengan HUS akan sembuh,

3-5% akan meninggal, 5% akan berkembang ke penyakit ginjal tahap

akhir dan 30% akan mengalami gejala sisa proteinuria. Trombosit

trombositopenik purpura dapat terjadi tetapi lebih jarang dari pada HUS.

Jika tersangka EHEC, harus dilakukan kultur feses E. coli. Serotipe

biasanya dilakukan pada laboratorium khusus.

Terapi dengan penggantian cairan dan mengatasi komplikasi ginjal

dan vaskuler. Antibiotik tidak efektif dalam mengurangi gejala atau resiko

komplikasi infeksi EHEC. Nyatanya pada beberapa studi yang

menggunakan antibiotik dapat meningkatkan resiko HUS. Pengobatan

antibiotik dan anti diare harus dihindari. Fosfomisin dapat memperbaiki

gejala klinis, namun, studi lanjutan masih diperlukan.

Aeromonas

Spesies Aeromonas adalah gram negatif, anaerobik fakultatif.

Aeromonas menghasilkan beberapa toksin, termasuk hemosilin,

enterotoksin, dan sitotoksin.

Gejala diare cair, muntah, dan demam ringan. Kadang-kadang feses

berdarah. Penyakit sembuh sendiri dalam 7 hari. Diagnosa ditegakkan dari

biakan kotoran.

Antibiotik direkomendasikan pada pasien dengan diare panjang

atau kondisi yang berhubungan dengan peningkatan resiko septikemia,

termasuk malignansi, penyakit hepatobiliar, atau pasien

immunocompromised. Pilihan antibiotik adalah trimetroprim

sulfametoksazole.

Plesiomonas

Plesiomanas shigelloides adalah gram negatif, anaerobik fakultatif.

Kebanyakan kasus berhubungan dengan asupan kerang mentah atau air

tanpa olah dan perjalanan ke daerah tropik, Gejala paling sering adalah

24

nyeri abdomen, demam, muntah dan diare berdarah. Penyakit sembuh

sendiri kurang dari 14 hari. Diagnosa ditegakkan dari kultur feses.

Antibiotik dapat memperpendek lamanya diare. Pilihan antibiotik

adalah tritoprim sulfametoksazole.

E. DIAGNOSIS BANDING

1. Penyakit Chron

2. Malabsorpsi

3. Peradangan saluran cerna

4. Penyakit keganasan

5. Sindrom kolon iritabel

F. PENATALAKSANAAN

1. Penggantian Cairan dan elektrolit

Aspek paling penting dari terapi diare adalah untuk menjaga hidrasi

yang adekuat dan keseimbangan elektrolit selama episode akut. Ini

dilakukan dengan rehidrasi oral, dimana harus dilakukan pada semua

pasien kecuali yang tidak dapat minum atau yang terkena diare hebat yang

memerlukan hidrasi intavena yang membahayakan jiwa.17

Idealnya, cairan rehidrasi oral harus terdiri dari 3,5 g Natrium

klorida, dan 2,5 g Natrium bikarbonat, 1,5 g kalium klorida, dan 20 g

glukosa per liter air.2,4 Cairan seperti itu tersedia secara komersial dalam

paket-paket yang mudah disiapkan dengan mencampurkan dengan air. Jika

sediaan secara komersial tidak ada, cairan rehidrasi oral pengganti dapat

dibuat dengan menambahkan ½ sendok teh garam, ½ sendok teh baking

soda, dan 2 – 4 sendok makan gula per liter air. Dua pisang atau 1 cangkir

jus jeruk diberikan untuk mengganti kalium. Pasien harus minum cairan

tersebut sebanyak mungkin sejak mereka merasa haus pertama kalinya.3

Jika terapi intra vena diperlukan, cairan normotonik seperti cairan

saline normal atau Ringer Laktat harus diberikan dengan suplementasi

kalium sebagaimana panduan kimia darah. Status hidrasi harus dimonitor

25

dengan baik dengan memperhatikan tanda-tanda vital, pernapasan, dan

urin, dan penyesuaian infus jika diperlukan. Pemberian harus diubah ke

cairan rehidrasi oral sesegera mungkin.

Jumlah cairan yang hendak diberikan sesuai dengan jumlah cairan

yang keluar dari badan. Kehilangan cairan dari badan dapat dihitung

dengan memakai cara : dikutip dari 8

BD plasma, dengan memakai rumus :

Kebutuhan cairan = BD Plasma – 1,025 X Berat badan (Kg) X 4 ml 0,001

Menurut keadaan klinisnya dehidrasi dapat dibagi 3, yaitu :

1. Dehidrasi ringan (hilangnya cairan 2 – 5% dari BB) gambaran

klinisnya turgor kulit kurang, suara serak (vox cholerica), pasien

belum jatuh dalam presyok.

2. Dehidrasi sedang (hilangnya cairan 5 – 8% dari BB) gambaran

klinisnya turgor kulit buruk, suara serak (vox cholerica), pasien jatuh

dalam presyok atau syok, nadi cepat, nafas cepat dan dalam.

3. Dehidrasi berat (hilangnya cairan 8 – 10% dari BB) tanda klinis

dehidrasi sedang ditambah kesadaran yang menurun (apatis sampai

koma), otot kaku, sianosis.

Metode Pierce berdasarkan keadaan klinis :

- Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan 5% x KgBB

- Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan 8% x KgBB

- Dehidrasi berat, kebutuhan cairan 10% x KgBB

Goldbeger (1980) mengemukakan beberapa cara menghitung kebutuhan

cairan : dikutip dari 18

Cara I :

Jika ada rasa haus dan tidak ada tanda-tanda klinis dehidrasi lainnya,

maka kehilangan cairan kira-kira 2% dari berat badan pada waktu itu.

Bila disertai mulut kering, oliguri, maka defisit cairan sekitar 6% dari

berat badan saat itu.

26

Bila ada tanda-tanda diatas disertai kelemahan fisik yang jelas,

perubahan mental seperti bingung atau delirium, maka defisit cairan

sekitar 7 -14% atau sekitar 3,5 – 7 liter pada orang dewasa dengan

berat badan 50 Kg.

Cara II :

Jika penderita dapat ditimbang tiap hari, maka kehilangan berat badan 4

Kg pada fase akut sama dengan defisit air sebanyak 4 liter.

Cara III :

Dengan menggunakan rumus : Na2 X BW2 = Na1 X BW1, dimana :

Na1 = Kadar Natrium plasma normal;

BW1 = Volume air badan normal, biasanya 60% dari berat badan untuk

pria dan 50% untuk wanita ;

Na2 = Kadar natrium plasma sekarang ;

BW2 = volume air badan sekarang

Metode Daldiyono berdasarkan keadaan klinis yang diberi penilaian/skor :

Klinis SkorRasa haus/muntahTekanan darah sistolik 60 – 90 mmHgTekanan darah sistolik <60 mmHgFrekuensi nadi >120 kali/menitKesadaran apatisKesadaran somnolen, sopor atau komaFrekuensi nafas >30 kali/menitFacies cholericaVox cholerica (suara serak)Turgor kulit menurunWasher woman’s handEkstremitas dinginSianosisUmur 50 – 60 tahunUmur >60 tahun

112112122111212

27

Kebutuhan cairan = Skor15

x 10% x KgBB x 1 L

Bila skor <3 dan tidak ada syok, maka hanya diberikan cairan peroral

sebanyak mungkin sedikit demi sedikit. Bila skor ≥3 disertai syok

diberikan cairan per intravena.

Pemberian cairan rehidrasi terdiri atas :

1. Dua jam pertama (tahap rehidrasi initial) merupakan jumlah total

kebutuhan cairan menurut rumus BJ plasma atau skor Daldiyono

diberikan langsung dalam 2 jam agar tercapai rehidrasi optimal

secepat mungkin.

2. Satu jam berikutnya atau jam ke-3 (tahap kedua) pemberian

diberikan berdasarkan kehilangan cairan selama 2 jam pemberian

cairan rehidrasi inisial sebelumnya. Bila tidak ada syok atau skor

Daldiyono kurang dari 3 dapat diganti dengan cairan peroral.

3. Jam berikutnya pemberian cairan diberikan berdasarkan kehilangan

cairan melalui feses dan Insensible Water Loss (IWL).

2. Antibiotik

Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare

akut infeksi, karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari

tanpa pemberian antibiotik.

Pemberian antibiotik di indikasikan pada : Pasien dengan gejala

dan tanda diare infeksi seperti demam, feses berdarah,, leukosit pada feses,

mengurangi ekskresi dan kontaminasi lingkungan, persisten atau

penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare pada pelancong, dan pasien

immunocompromised. Pemberian antibiotik secara empiris dapat

dilakukan (tabel 2), tetapi terapi antibiotik spesifik diberikan berdasarkan

kultur dan resistensi kuman.1,5,9,16

28

Organisme Pilihan pertama Pilihan kedua

Campylobacter, Shigella Salmonella spp

Ciprofloksasin 500mg oral atau 2x sehari, 3 – 5 hari

Salmonella/Shigella Ceftriaxon 1gr IM/IV sehariTMP-SMX DS oral 2x sehari,3 hariCampilobaktersppAzithromycin, 500 mg oral 2x sehariEritromisin 500 mg oral 2x sehari, 5hr

Vibrio Cholera Tetrasiklin 500 mg oral 4x sehari, 3 hariDoksisiklin 300mg Oral, dosis tunggal

Resisten TetrasiklinCiprofloksacin 1gr oral 1xEritromisin 250 mg oral4xsehari3 hari

Traveler diarrhea Ciprofloksacin 500mg TMP-SMX DS oral 2x sehari, 3 hari

Clostridium difficile Metronidazole 250-500 mg4xsehari, 7-14 hari, oral atau IV

Vancomycin, 125 mg oral 4x sehari 7-14 hari

3. Obat Anti diare

Kelompok antisekresi selektif

Terobosan terbaru dalam milenium ini adalah mulai tersedianya

secara luas racecadotril yang bermanfaat sekali sebagai penghambat enzim

enkephalinase sehingga enkephalin dapat bekerja kembali secara normal.

Perbaikan fungsi akan menormalkan sekresi dari elektrolit sehingga

keseimbangan cairan dapat dikembalikan secara normal. Di Indonesia saat

ini tersedia di bawah nama hidrasec sebagai generasi pertama jenis obat

baru anti diare yang dapat pula digunakan lebih aman pada anak.14

Kelompok opiat

Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid HCl serta

kombinasi difenoksilat dan atropin sulfat (lomotil). Penggunaan kodein

adalah 15 - 60 mg 3x sehari, loperamid 2 – 4 mg/ 3 – 4x sehari dan lomotil

5 mg 3 – 4 x sehari. Efek kelompok obat tersebut meliputi penghambatan

propulsi, peningkatan absorbsi cairan sehingga dapat memperbaiki

konsistensi feses dan mengurangi frekuensi diare. Bila diberikan dengan

cara yang benar obat ini cukup aman dan dapat mengurangi frekuensi

29

defekasi sampai 80%. Bila diare akut dengan gejala demam dan sindrom

disentri obat ini tidak dianjurkan.10

Kelompok absorbent

Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin, atau

smektit diberikan atas dasar argumentasi bahwa zat ini dapat menyerap

bahan infeksius atau toksin-toksin. Melalui efek tersebut maka sel mukosa

usus terhindar kontak langsung dengan zat-zat yang dapat merangsang

sekresi elektrolit.

Zat Hidrofilik

Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari Plantago oveta,

Psyllium, Karaya (Strerculia), Ispraghulla, Coptidis dan Catechu dapat

membentuk kolloid dengan cairan dalam lumen usus dan akan mengurangi

frekuensi dan konsistensi feses tetapi tidak dapat mengurangi kehilangan

cairan dan elektrolit. Pemakaiannya adalah 5-10 cc/ 2x sehari dilarutkan

dalam air atau diberikan dalam bentuk kapsul atau tablet.9

Probiotik

Kelompok probiotik yang terdiri dari Lactobacillus dan

Bifidobacteria atau Saccharomyces boulardii, bila mengalami peningkatan

jumlahnya di saluran cerna akan memiliki efek yang positif karena

berkompetisi untuk nutrisi dan reseptor saluran cerna. Syarat penggunaan

dan keberhasilan mengurangi/menghilangkan diare harus diberikan dalam

jumlah yang adekuat.3,7,19

G. KOMPLIKASI

Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi

utama, terutama pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena

kolera kehilangan cairan secara mendadak sehingga terjadi shock

hipovolemik yang cepat. Kehilangan elektrolit melalui feses potensial

mengarah ke hipokalemia dan asidosis metabolik.1,8

Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis,

sehingga syok hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi

30

maka dapat timbul Tubular Nekrosis Akut pada ginjal yang selanjutnya

terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini dapat juga terjadi bila

penanganan pemberian cairan tidak adekuat sehingga tidak tecapai

rehidrasi yang optimal.9,12,14

Haemolityc Uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi yang

disebabkan terbanyak oleh EHEC. Pasien dengan HUS menderita gagal

ginjal, anemia hemolisis, dan trombositopeni 12-14 hari setelah diare.

Risiko HUS akan meningkat setelah infeksi EHEC dengan penggunaan

obat anti diare, tetapi penggunaan antibiotik untuk terjadinya HUS masih

kontroversi.

Sindrom Guillain – Barre, suatu demielinasi polineuropati akut,

adalah merupakan komplikasi potensial lainnya dari infeksi enterik,

khususnya setelah infeksi C. jejuni. Dari pasien dengan Guillain – Barre,

20 – 40 % nya menderita infeksi C. jejuni beberapa minggu sebelumnya.

Biasanya pasien menderita kelemahan motorik dan memerlukan ventilasi

mekanis untuk mengaktifkan otot pernafasan. Mekanisme dimana infeksi

menyebabkan Sindrom Guillain – Barre tetap belum diketahui.

Artritis pasca infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah

penyakit diare karena Campylobakter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia

spp.1

H. PROGNOSIS

Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang

mendukung, dan terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare

infeksius hasilnya sangat baik dengan morbiditas dan mortalitas yang

minimal. Seperti kebanyakan penyakit, morbiditas dan mortalitas

ditujukan pada anak-anak dan pada lanjut usia. Di Amerika Serikat,

mortalits berhubungan dengan diare infeksius < 1,0 %. Pengecualiannya

pada infeksi EHEC dengan mortalitas 1,2 % yang berhubungan dengan

sindrom uremik hemolitik.1

31

I. PENCEGAHAN1,3,13,16

Karena penularan diare menyebar melalui jalur fekal-oral,

penularannya dapat dicegah dengan menjaga higiene pribadi yang baik. Ini

termasuk sering mencuci tangan setelah keluar dari toilet dan khususnya

selama mengolah makanan. Kotoran manusia harus diasingkan dari daerah

pemukiman, dan hewan ternak harus terjaga dari kotoran manusia.

Karena makanan dan air merupakan penularan yang utama, ini

harus diberikan perhatian khusus. Minum air, air yang digunakan untuk

membersihkan makanan, atau air yang digunakan untuk memasak harus

disaring dan diklorinasi. Jika ada kecurigaan tentang keamanan air atau air

yang tidak dimurnikan yang diambil dari danau atau air, harus direbus

dahulu beberapa menit sebelum dikonsumsi. Ketika berenang di danau

atau sungai, harus diperingatkan untuk tidak menelan air.

Semua buah dan sayuran harus dibersihkan menyeluruh dengan air

yang bersih (air rebusan, saringan, atau olahan) sebelum dikonsumsi.

Limbah manusia atau hewan yang tidak diolah tidak dapat digunakan

sebagai pupuk pada buah-buahan dan sayuran. Semua daging dan

makanan laut harus dimasak. Hanya produk susu yang dipasteurisasi dan

jus yang boleh dikonsumsi. Wabah EHEC terakhir berhubungan dengan

meminum jus apel yang tidak dipasteurisasi yang dibuat dari apel

terkontaminasi, setelah jatuh dan terkena kotoran ternak.

Vaksinasi cukup menjanjikan dalam mencegah diare infeksius,

tetapi efektivitas dan ketersediaan vaksin sangat terbatas. Pada saat ini,

vaksin yang tersedia adalah untuk V. colera, dan demam tipoid. Vaksin

kolera parenteral kini tidak begitu efektif dan tidak direkomendasikan

untuk digunakan. Vaksin oral kolera terbaru lebih efektif, dan durasi

imunitasnya lebih panjang. Vaksin tipoid parenteral yang lama hanya 70

% efektif dan sering memberikan efek samping. Vaksin parenteral terbaru

juga melindungi 70 %, tetapi hanya memerlukan 1 dosis dan memberikan

32

efek samping yang lebih sedikit. Vaksin tipoid oral telah tersedia, hanya

diperlukan 1 kapsul setiap dua hari selama 4 kali dan memberikan efikasi

yang mirip dengan dua vaksin lainnya.

BAB III

KESIMPULAN

Diare akut merupakan masalah yang sering terjadi baik di negara

berkembang maupun negara maju. Sebagian besar bersifat self limiting sehingga

hanya perlu diperhatikan keseimbangan cairan dan elektrolit. Bila ada tanda dan

gejala diare akut karena infeksi bakteri dapat diberikan terapi antimikrobial secara

empirik, yang kemudian dapat dilanjutkan dengan terapi spesifik sesuai dengan

hasil kultur. Pengobatan simtomatik dapat diberikan karena efektif dan cukup

aman bila diberikan sesuai dengan aturan. Prognosis diare akut infeksi bakteri

baik, dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Dengan higiene dan

sanitasi yang baik merupakan pencegahan untuk penularan diare infeksi bakteri.

33

DAFTAR PUSTAKA

1. Ciesla WP, Guerrant RL. Infectious Diarrhea. In: Wilson WR, Drew WL, Henry NK, et al editors. Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease. New York: Lange Medical Books, 2003. 225 - 68.

2. Guerrant RL, Gilder TV, Steiner TS, et al. Practice Guidelines for the Management of Infectious Diarrhea. Clinical Infectious Diseases 2001;32:331-51.

3. Lung E, Acute Diarrheal Disease. In: Friedman SL, McQuaid KR, Grendell

JH, editors. Current Diagnosis and Treatment in Gastroenterology. 2nd

edition. New York: Lange Medical Books, 2003. 131 - 50. 4. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Mentri Kesehatan Republik

Indonesia. Available from : http://www.depkes.go.id/downloads/SK1216-01.pdf

5. Manatsathit S, Dupont HL, Farthing MJG, et al. Guideline for the Management of acute diarrhea in adults. Journal of Gastroenterology and Hepatology 2002;17: S54-S71.

6. Jones ACC, Farthing MJG. Management of infectious diarrhoea. Gut 2004; 53:296-305.

7. Tjaniadi P, Lesmana M, Subekti D, et al. Antimicrobial Resistance of Bacterial Pathogens Associated with Diarrheal Patiens in Indonesia. Am J Trop Med Hyg 2003; 68(6): 666-10.

8. Hendarwanto. Diare akut Karena Infeksi, Dalam: Waspadji S, Rachman AM, Lesmana LA, dkk, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi ketiga. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbit Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI ;1996. 451-57.

9. Soewondo ES. Penatalaksanaan diare akut akibat infeksi (Infectious Diarrhoea). Dalam : Suharto, Hadi U, Nasronudin, editor. Seri Penyakit Tropik Infeksi Perkembangan Terkini Dalam Pengelolaan Beberapa penyakit Tropik Infeksi. Surabaya : Airlangga University Press, 2002. 34 – 40.

10. Rani HAA. Masalah Dalam Penatalaksanaan Diare Akut pada Orang Dewasa. Dalam: Setiati S, Alwi I, Kasjmir YI, dkk, Editor. Current Diagnosis and Treatment in Internal Medicine 2002. Jakarta: Pusat Informasi Penerbitan Bagian Penyakit Dalam FK UI, 2002. 49-56.

11. Tatalaksana Penderita Diare. Available from : http://www.depkes.go.id/downloads/diare.pdf.

34

12. Thielman NM, Guerrant RL. Acute Infectious Diarrhea. N Engl J Med 2004;350:1: 38-47.

13. Kolopaking MS. Penatalaksanaan Muntah dan Diare akut. Dalam: Alwi I, Bawazier LA, Kolopaking MS, Syam AF, Gustaviani, editor. Prosiding Simposium Penatalaksanaan Kedaruratan di Bidang Ilmu penyakit Dalam II. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UI, 2002. 52-70.

14. Nelwan RHH. Penatalaksanaan Diare Dewasa di Milenium Baru. Dalam: Setiati S, Alwi I, Kasjmir YI, dkk, Editor. Current Diagnosis and Treatment in Internal Medicine 2001. Jakarta: Pusat Informasi Penerbitan Bagian Penyakit Dalam FK UI, 2001. 49-56.

15. Procop GW, Cockerill F. Vibrio & Campylobacter. In: Wilson WR, Drew WL, Henry NK, et al, Editors. Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease, New York: Lange Medical Books, 2003. 603 - 13.

16. Procop GW, Cockerill F. Enteritis Caused by Escherichia coli & Shigella & Salmonella Species. In: Wilson WR, Drew WL, Henry NK,et al, Editors. Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease, New York: Lange Medical Books, 2003. 584 - 66.

17. Wells BG, DiPiro JT, Schwinghammer TL, Hamilton CW. Pharmacotherapy

Handbook. 5th ed. New York: McGraw-Hill, 2003. 371-79.

18. Zein,U. Gastroenteritis Akut pada Dewasa. Dalam : Tarigan P, Sihombing M, Marpaung B, Dairy LB, Siregar GA, Editor. Buku Naskah Lengkap Gastroenterologi-Hepatologi Update 2003. Medan: Divisi Gastroentero-hepatologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK USU, 2003. 67-79.

19. Isaulauri E. Probiotics for Infectious Diarrhoea. Gut 2003; 52: 436-7.

35