Pramedikasi Anestesi

18
OBAT YANG DIGUNAKAN DALAM ANESTESI Obat-obatan anestesi terdiri dari obat-obatan pre-medikasi, obat induksi anestesi, obat anestesi inhalasi, obat anestesi intravena, obat pelumpuh otot (muslce relaxant), obat anestesi lokal/regional, dan analgesia (opioid dan non-opioid). Macam- macam obat pre medikasi : 1. Golongan Narkotika - Mempunyai efek analgetika yang sangat kuat. - Jenisnya : petidin, fentanyl, dan morfin. - Tujuan: mengurangi rasa nyeri saat pembedahan. - Efek samping: dapat membuat depresi pernafasan, mual-muntah, Vasodilatasi pembuluh darah yang dapat membuat hipotensi. - Biasanya diberikan jika anestesi dilakukan dengan anestetika dengan sifat analgesik rendah, misalnya: halotan, tiopental, propofol. - Pethidin : mengurangi kecemasan dan ketegangan menekan TD dan nafas (diinjeksikan pelan- pelan) merangsang otot polos - Morfin : mengurangi kecemasan dan ketegangan karena nyeri sebelum operasi menekan TD dan nafas merangsang otot polos depresan Sistem saraf pusat pulih pasca bedah lebih lama mempunyai efek samping mual muntah dan penyempitan bronkus - Fentanyl : Mempunyai potensi analgesi 75-125 kali morfin Mempunyai mula kerja yang cepat dan mempunyai waktu eliminasi yang cepat juga dalam tubuh Efek terhadap jantung sangat minimal tetapi dapat terjadi bradi yang dapat di tanggulangi dengan pemberian sufas atropin Mempunyai efek samping ketergantungan, euforia, perlambatan EKG, mual dan muntah 2. golongan benzodiazepin

description

Obat pramedikasi

Transcript of Pramedikasi Anestesi

Page 1: Pramedikasi Anestesi

OBAT YANG DIGUNAKAN DALAM ANESTESI

Obat-obatan anestesi terdiri dari obat-obatan pre-medikasi, obat induksi anestesi, obat

anestesi inhalasi, obat anestesi intravena, obat pelumpuh otot (muslce relaxant), obat anestesi

lokal/regional, dan analgesia (opioid dan non-opioid).

Macam- macam obat pre medikasi :

1. Golongan Narkotika

- Mempunyai efek analgetika yang sangat kuat.

- Jenisnya : petidin, fentanyl, dan morfin.

- Tujuan: mengurangi rasa nyeri saat pembedahan.

- Efek samping: dapat membuat depresi pernafasan, mual-muntah, Vasodilatasi pembuluh

darah yang dapat membuat hipotensi.

- Biasanya diberikan jika anestesi dilakukan dengan anestetika dengan sifat analgesik rendah,

misalnya: halotan, tiopental, propofol.

- Pethidin :

mengurangi kecemasan dan ketegangan

menekan TD dan nafas (diinjeksikan pelan- pelan)

merangsang otot polos

- Morfin :

mengurangi kecemasan dan ketegangan karena nyeri sebelum operasi

menekan TD dan nafas

merangsang otot polos

depresan Sistem saraf pusat

pulih pasca bedah lebih lama

mempunyai efek samping mual muntah dan penyempitan bronkus

- Fentanyl :

Mempunyai potensi analgesi 75-125 kali morfin

Mempunyai mula kerja yang cepat dan mempunyai waktu eliminasi yang cepat juga dalam

tubuh

Efek terhadap jantung sangat minimal tetapi dapat terjadi bradi yang dapat di tanggulangi

dengan pemberian sufas atropin

Mempunyai efek samping ketergantungan, euforia, perlambatan EKG, mual dan muntah

2. golongan benzodiazepin

Page 2: Pramedikasi Anestesi

- Mempunyai manfaat yang sangat berguna untuk premedikasi

- Mempunyai efek ansiolisis, sedasi, dan amnesia

- Dapat digunakan untuk pasien dengan gangguan respirasi walapun harus terus dipantau

penggunaannya

- Obat yang biasanya digunakan adalah diazepam 5-20mg yang dapat diberikan peroral

ataupun iv

3. antikolinergik

- Obat-obatan itu berfungsi untuk mencegah terjadinya efek bradikardi dari obat-obatan

premedikasi lain ataupun obat-obatan anastetik yang akan digunakan nantinya

- Dapat digunakan sebagai profilaksis ataupun pengobatan bradikardi

- Efek samping yang ditimbulkan seperti toksisitas SSP, takikardi (bahaya pada penderita

penyakit jantung), pireksia, midriasis

- Obat-obatan yang biasa digunakan adalah sulfas atropin

4. 5-HT antagonis

- Obat yang biasanya digunakan adalah ondansetron untuk mengurangi efek mual muntah dari

obat-obatan anestesi lainnya.

Macam- macam obat anastesi berikut dosis dan sediaannya :

Obat Dalam

sediaan

Jumlah

di

sediaan

pengenceran Dalam

spuit

Dosis

(mg/kgBB)

1 cc

spuit =

Pethidin ampul 100mg/2

cc

2cc +

aquadest 8cc

10 cc 0,5-1 10 mg

Fentanyl 0,05

mg/cc

0,05m

g

Recofol

(Propofol)

ampul 200mg/

20cc

10cc +

lidocain 1

ampul

10 cc 2-2,5 10 mg

Ketamin vial 100mg/cc 1cc +

aquadest 9cc

10 cc 1-2 10 mg

Efedrin ampul 50mg/cc 1cc + 10 cc 0,2 5 mg

Page 3: Pramedikasi Anestesi

HCl aquadest 9cc

Sulfas

Atropin

ampul 0,25mg/c

c

Tanpa

pengenceran

3 cc 0,005 0,25

mg

Ondansentr

on HCl

(Narfoz)

ampul 4mg/2cc Tanpa

pengenceran

3 cc 8 mg

(dewasa)

5 mg (anak)

2 mg

Aminofilin ampul 24mg/cc Tanpa

pengenceran

10 cc 5 24 mg

Dexametha

son

ampul 5 mg/cc Tanpa

pengenceran

1 5 mg

Adrenalin ampul 1 mg/cc 0,25-0,3

Midazolam

(Sedacum)

ampul 5mg/5cc Tanpa

pengenceran

0,07-0,1 1 mg

Ketorolac ampul 60

mg/2cc

Tanpa

pengenceran

30 mg

Difenhidra

min HCl

ampul 5mg/cc Tanpa

pengenceran

5 mg

A. Obat induksi intravena

1. Ketamin

- Efek analgesia kuat sekali. Terutama untuk nyeri somatik tetapi tidak untuk nyeri viseral

- Efek hipnotik kurang

- Efek relaksasi tidak ada

- Refleks pharynx dan larynx masih cukup baik batuk saat anestesi refleks vagal

- Disosiasi mimpi yang tidak enak, disorientasi tempat dan waktu, halusinasi, gaduh

gelisah, tidak terkendali. Saat pdrt mulai sadar dpt timbul eksitasi

- Aliran darah ke otak, konsentrasi oksigen, tekanan intracranial (Efek ini dapat diperkecil

dengan pemberian thiopental sebelumnya)

- TD sistolik diastolic naik 20-25%, denyut jantung akan meningkat. (akibat peningkatan

aktivitas saraf simpatis dan depresi baroreseptor). Cegah dengan premedikasi opiat, hiosin.

- Dilatasi bronkus. Antagonis efek konstriksi bronchus oleh histamin. Baik untuk penderita-

penderita asma dan untuk mengurangi spasme bronkus pada anesthesia umum yang masih

ringan.

Page 4: Pramedikasi Anestesi

- Dosis berlebihan secara iv depresi napas

- Pada anak dapat timbulkan kejang, nistagmus

- Meningkatkan kadar glukosa darah + 15%

- Pulih sadar kira-kira tercapai antara 10-15 menit

- Metabolisme di liver (hidrolisa & alkilasi), diekskresi metabolitnya utuh melalui urin

- Ketamin bekerja pada daerah asosiasi korteks otak, sedang obat lain bekerja pada pusat

retikular otak

Indikasi:

Untuk prosedur dimana pengendalian jalan napas sulit, missal pada koreksi jaringan sikatrik

pada daerah leher, disini untuk melakukan intubasi kadang sukar

Untuk prosedur diagnostik pada bedah saraf/radiologi (arteriograf).

Tindakan orthopedic (reposisi, biopsy)

Pada pasien dengan resiko tinggi: ketamin tidak mendepresi fungsi vital. Dapat dipakai untuk

induksi pada pasien syok.

Untuk tindakan operasi kecil

Di tempat dimana alat-alat anestesi tidak ada

Pasien asma

Kontra Indikasi

hipertensi sistolik 160 mmHg diastolic 100 mmHg

riwayat Cerebro Vascular Disease (CVD)

Dekompensasi kordis

Harus hati-hati pada :

Riwayat kelainan jiwa

Operasi-operasi daerah faring karena refleks masih baik

2. Propofol

- Bentuk cairan, emulsi isotonik, warna putih seperti susu dengan bahan pelarut minyak

kedelai & postasida telur yang dimurnikan.

- Terasa nyeri saat penyuntikan dicampur lidokain 2% +0,5cc dlm 10cc propolol jarang

pada anak karena sakit & iritasi pd saat pemberian

Page 5: Pramedikasi Anestesi

- Analgetik tidak kuat

- Dapat dipakai sebagai obat induksi dan obat maintenance

- Obat setelah diberikan didistribusi dengan cepat ke seluruh tubuh.

- Metabolisme di liver dan metabolit tidak aktif dikeluarkan lewat ginjal.

- Saat dipakai untuk induksi juga dapat terjadi hipotensi karena vasodilatasi dan apnea sejenak

Efek Samping

Bradikardi

Nausea, sakit kepala pada penderita yg mulai sadar.

Ekstasi, nyeri lokal pada daerah suntikan

Dosis berlebihan dapat mendepresi jantung dan pernapasan

Sebaiknya obat ini tidak diberikan pada penderita dengan gangguan jalan napas,

ginjal, liver, syok hipovolemik

B. Obat anastetik inhalasi

1. Halothan/fluothan

- Tidak berwarna, mudah menguap

- Tidak mudah terbakar/meledak

- Berbau harum tetapi mudah terurai cahaya

Efek:

- Tidak merangsang traktus respiratorius

- Depresi nafas stadium analgetik

- Menghambat salivasi

- Nadi cepat, ekskresi air mata

- Hipnotik kuat, analgetik kurang baik, relaksasi cukup

- Mencegah terjadinya spasme laring dan bronchus

- Depresi otot jantung aritmia (sensitisasi terhadap epinefrin)

- Depresi otot polos pembuluh darah vasodilatasi hipotensi

- Vasodilatasi pembuluh darah otak

- Sensitisasi jantung terhadap katekolamin

- Meningkatkan aktivitas vagal vagal refleks

- Pemberian berulang (1-3 bulan) kerusakan hepar (immune-mediated hepatitis)

- Menghambat kontraksi otot rahim

Page 6: Pramedikasi Anestesi

- Absorbsi & ekskresi obat oleh paru, sebagian kecil dimetabolisme tubuh

- Dapat digunakan sebagai obat induksi dan obat maintenance

Keuntungan

cepat tidur

Tidak merangsang saluran napas

Salivasi tidak banyak

Bronkhodilator obat pilihan untuk asma bronkhiale

Waktu pemulihan cepat (1 jam post anestesi)

Kadang tidak mual & tidak muntah, penderita sadar dalam kondisi yang enak

Kerugian

overdosis

Perlu obat tambahan selama anestesi

Hipotensi karena depresi miokard & vasodilatasi

aritmia jantung

Sifat analgetik ringan

Cukup mahal

Dosis dapat kurang sesuai akibat penyusutan

2. Nitrogen Oksida (N2O)

- gas yang berbau, berpotensi rendah (MAC 104%), tidak mudah terbakar dan relatif tidak

larut dalam darah

Efek:

Analgesik sangat kuat setara morfin

Hipnotik sangat lemah

Tidak ada sifa relaksasi sama sekali

Pemberian anestesia dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%. Bila murni N2O

= depresi dan dilatasi jantung serta merusak SSP

jarang digunakan sendirian tetapi dikombinasi dengan salah satu cairan anestetik lain

seperti halotan dan sebagainya.

Page 7: Pramedikasi Anestesi

3. Isofluran

- Adalah obat anestesi isomer dari enfluran

- Merupakan cairan tak berwarna, berbau tajam, tidak mudah terbakar, tidak terpengaruh

cahaya dan tidak merusak logam

- Dalam waktu 7-10 menit biasanya sudah mencapai stadium pembedahan anastesi

- Mempunyai efek bronkodilator tetapi tidak kuat

- Mempunyai bau yang tajam sehingga pasien tidak nyaman, dapat membuat iritasi jalan

nafas, menimbulkan depresi ringan pada jantung dan curah jantungn menurunkan tekanan

darah sistemik

4. Sevofluran

- Merupakan cairan jernih, tidak berwarna, berbau enak, tidak iritatif, tidak korosif, tidak

mudah terbakar dan stabil terkena cahaya

- Induksi dengan sevofluran dapat menimbulkan relaksasi pada anak

- Pada sistem kardiovaskular sedikit menimbulkan depresi kontraksi jantung

- Dapat memicu bronkospasme

- Mengurangi aliran darah ke ginjal sehingga dihubungkan dengan gangguan fungsi ginjal

C. Obat muscle relaksan

- Bekerja pada otot bergaris terjadi kelumpuhan otot napas dan otot-otot mandibula, otot

intercostalis, otot-otot abdominalis & relaksasi otot-otot ekstremitas.

- Bekerja pertama: kelumpuhan otot mataekstremitas mandibulaintercostalis

abdominaldiafragma

- Pada pemberian pastikan penderita dapat diberi napas buatan

- Obat ini membantu pada operasi khusus seperti operasi perut agar organ abdominal tidak

keluar dan terjadi relaksasi

- Terbagi dua: Non depolarisasi, dan depolarisasi

Dosis awal

(mg/kgBB)

Dosis

rumatan

(mg/kgBB)

Durasi

(menit)

Efek samping

Page 8: Pramedikasi Anestesi

Non depol long-acting

1. D-tubokurarin (tubarin)

2. Pankuronium

3. Metakurin

4. Pipekuronium

5. Doksakurium

6. Alkurium (alloferin)

0.40-0.60

0.08-0.12

0.20-0.40

0.05-0.12

0.02-0.08

0.15-0.30

0.10

0.15-0.020

0.05

0.01-0.015

0.005-0.010

0.5

30-60

30-60

40-60

40-60

45-60

40-60

Hipotensi

Takikardi

Hipotensi

KV stabil

KV stabil

Takikardi

Non depol intermediate acting

1. Gallamin (flaxedil)

2. Atrakurium (tracrium/notrixum)

3. Vekuronium (norcuron)

4. Rokuronium

(roculax/esmeron/noveron)

5. Cistacuronium

4-6

0.5-0.6

0.1-0.2

0.6-1.0

0.15-0.20

0.5

0.1

0.015-0.02

0.10-0.15

0.02

30-60

20-45

25-45

30-60

30-45

Hipotensi

Amanhepar&ginjal

Isomer atrakurium

Non depol short acting

1. mivakurium (mivacron)

2. ropacuronium

0.20-0.25

1.5-2.0

0.05

0.3-0.5

10-15

15-30

Hipotensi &

histamin +

Depol short acting

1. suksinilkolin (scolin)

2. dekametonium

1.0

1.0

3-10

3-10

Durasi

Ultrashort (5-10 menit): suksinilkolin

Short (10-15 menit) : mivakurium

Medium (15-30 menit) : atrakurium, vecuronium

Long (30-120 menit) : tubokurarin, metokurin , pankuronium, pipekuronium,

doksakurium, galamin

Efek terhadap kardiovaskuler

tubokurarin , metokurin , mivakurium dan atrakurium : Hipotensi pelepasan

histamin dan (penghambatan ganglion)

pankuronium : menaikkan tekanan darah

Page 9: Pramedikasi Anestesi

suksinilkolin : aritmia jantung

D. anastesi lokal/ regional

Bekerja dengan cara blokade reversibel konduksi saraf. Mencegah depolarisasi

dengan blokade ion Na + ke Cannel Na (blokade konduksi) yang berfungsi untuk mencegah

permeabilitas membran saraf terhadap ion Na+

Penggolongan anestesi lokal:

Page 10: Pramedikasi Anestesi

Potensi Obat

SHORT act MEDIUM act LONG act

Prototipe Prokain Lidokain Bupirokain

Gol Ester Amida Amida

Onset 2’ 5’ 15’

Durasi 30-45’ 60-90’ 2-4jam

Potensi 1 3 15

Toksisitas 1 2 10

Dosis max 12 Mg/KgBB 6 mg/KgBB 2 Mg/KgBB

Metabolisme Plasma Liver Liver

Keterangan:

Bupivacaine

- Konsentrasi 0,5% tanpa adrenalin, analgesianya sampai 8 jam. Volume yang digunakan

<20ml .="" b="">

Lidokain (Xylocaine, Lidonest)

- Umumnya digunakan 1-2%, dengan mula kerja 10 menit dan relasasi otot baik.

- 0,8% blokade sensorik baik tanpa blokade motorik.

- 1,5% lazim digunakan untuk pembedahan.

- 2% untuk relaksasi pasien berotot.

OPIOID DAN ANALGETIKA NON-OPIOID

OPIOID

- Opioid yang sering digunakan dalam anastesi antara lain adalah morfin, petidin, fentanil.

- Opioid adalah semua zat baik sintetik atau natural yang dapat berikatan dengan reseptor

morfin. Opioid disebut juga sebagai analgesia narkotik yang sering digunakan dalam

anastesia untuk mengendalikan nyeri saat pembedahan dan nyeri pasca pembedahan.

Page 11: Pramedikasi Anestesi

A. Klasifikasi Opioid

Penggolongan opioid antara lain:

1. opioid natural (morfin, kodein, pavaperin, dan tebain)

2. semisintetik (heroin, dihidro morfin/morfinon, derivate tebain)

3. sintetik (petidin, fentanil, alfentanil, sufentanil dan remifentanil).

B. Obat-obat opioid yang biasa digunakan dalam anastesi antara lain:

1. MORFIN

a. Farmakodinamik

Efek morfin terjadi pada susunan syaraf pusat dan organ yang mengandung otot polos. Efek

morfin pada sistem syaraf pusat mempunyai dua sifat yaitu depresi dan stimulasi.

Digolongkan depresi yaitu analgesia, sedasi, perubahan emosi, hipoventilasi alveolar.

Stimulasi termasuk stimulasi parasimpatis, miosis, mual muntah, hiperaktif reflek spinal,

konvulsi dan sekresi hormon anti diuretika (ADH).

b. Farmakokinetik

Morfin tidak dapat menembus kulit utuh, tetapi dapat menembus kulit yang luka. Morfin juga

dapat menembus mukosa. Morfin dapat diabsorsi usus, tetapi efek analgesik setelah

pemberian oral jauh lebih rendah daripada efek analgesik yang timbul setelah pemberian

parenteral dengan dosis yang sama. Morfin dapat melewati sawar uri dan mempengaharui

janin. Eksresi morfin terutama melalui ginjal. Sebagian kecil morfin bebas ditemukan dalam

tinja dan keringat.

c. Indikasi

Morfin dan opioid lain terutama diindikasikan untuk meredakan atau menghilangkan nyeri

hebat yang tidak dapat diobati dengan analgesik non-opioid. Apabila nyerinya makin besar

dosis yang diperlukan juga semakin besar. Morfin sering digunakan untuk meredakan nyeri

yang timbul pada infark miokard, neoplasma, kolik renal atau kolik empedu, oklusi akut

pembuluh darah perifer, pulmonal atau koroner, perikarditis akut, pleuritis dan pneumotorak

spontan, nyeri akibat trauma misalnya luka bakar, fraktur dan nyeri pasca bedah.

d. Efek samping

Efek samping morfin (dan derivat opioid pada umumnya) meliputi depresi pernafasan,

nausea, vomitus, dizzines, mental berkabut, disforia, pruritus, konstipasi kenaikkan tekanan

pada traktus bilier, retensi urin, dan hipotensi.

e. Dosis dan sediaan

Page 12: Pramedikasi Anestesi

Morfin tersedia dalam tablet, injeksi, supositoria. Morfin oral dalam bentuk larutan diberikan

teratur dalam tiap 4 jam. Dosis anjuran untuk menghilangkan atau mengurangi nyeri sedang

adalah 0,1-0,2 mg/ kg BB. Untuk nyeri hebat pada dewasa 1-2 mg intravena dan dapat

diulang sesuai yang diperlukan.

2. PETIDIN

a. Farmakodinamik

Meperidin (petidin) secara farmakologik bekerja sebagai agonis reseptor µ. Seperti halnya

morfin, meperidin (petidin) menimbulkan efek analgesia, sedasi, euforia, depresi nafas dan

efek sentral lainnya. Waktu paruh petidin adalah 5 jam. Efektivitasnya lebih rendah

dibanding morfin, tetapi lebih tinggi dari kodein. Durasi analgesinya pada penggunaan klinis

3-5 jam. Dibandingkan dengan morfin, meperidin lebih efektif terhadap nyeri neuropatik.

b. Perbedaan antara petidin (meperidin) dengan morfin sebagai berikut :

1) Petidin lebih larut dalam lemak dibandingkan dengan morfin yang larut dalam air.

2) Metabolisme oleh hepar lebih cepat dan menghasilkan normeperidin, asam meperidinat dan

asam normeperidinat. Normeperidin adalah metabolit yang masih aktif memiliki sifat

konvulsi dua kali lipat petidin, tetapi efek analgesinya sudah berkurang 50%. Kurang dari

10% petidin bentuk asli ditemukan dalam urin.

3) Petidin bersifat atropin menyebabkan kekeringan mulut, kekaburan pandangan dan

takikardia.

4) Petidin menyebabkan konstipasi, tetapi efek terhadap sfingter oddi lebih ringan.

5) Petidin cukup efektif untuk menghilangkan gemetaran pasca bedah yang tidak ada

hubungannya dengan hipotermi dengan dosis 20-25 mg i.v pada dewasa.

6) Lama kerja petidin lebih pendek dibandingkan morfin.

c. Farmakokinetik

Absorbsi meperidin dengan cara pemberian apapun berlangsung baik. Akan tetapi kecepatan

absorbsi mungkin tidak teratur setelah suntikan IM. Kadar puncak dalam plasma biasanya

dicapai dalam 45 menit dan kadar yang dicapai antar individu sangat bervariasi. Setelah

pemberian meperidin IV, kadarnya dalam plasma menurun secara cepat dalam 1-2 jam

pertama, kemudian penurunan berlangsung lebih lambat. Kurang lebih 60% meperidin dalam

plasma terikat protein. Metabolisme meperidin terutama dalam hati. Pada manusia meperidin

mengalami hidrolisis menjadi asam meperidinat yang kemudian sebagian mengalami

Page 13: Pramedikasi Anestesi

konjugasi. Meperidin dalam bentuk utuh sangat sedikit ditemukan dalam urin. Sebanyak 1/3

dari satu dosis meperidin ditemukan dalam urin dalam bentuk derivat N-demitilasi.

Meperidin dapat menurunkan aliran darah otak, kecepatan metabolik otak, dan tekanan intra

kranial. Berbeda dengan morfin, petidin tidak menunda persalinan, akan tetapi dapat masuk

ke fetus dan menimbulkan depresi respirasi pada kelahiran.

d. Indikasi

Meperidin hanya digunakan untuk menimbulkan analgesia. Pada beberapa keadaan klinis,

meperidin diindikasikan atas dasar masa kerjanya yang lebih pendek daripada morfin.

Meperidin digunakan juga untuk menimbulkan analgesia obstetrik dan sebagai obat

preanestetik.

e. Dosis dan sediaan

Sediaan yang tersedia adalah tablet 50 dan 100 mg ; suntikan 10 mg/ml, 25 mg/ml, 50 mg/ml,

75 mg/ml, 100 mg/ml. ; larutan oral 50 mg/ml. Sebagian besar pasien tertolong dengan dosis

parenteral 100 mg. Dosis untuk bayi dan anak ; 1-1,8 mg/kg BB.

f. Efek samping

Efek samping meperidin dan derivat fenilpiperidin yang ringan berupa pusing, berkeringat,

euforia, mulut kering, mual-muntah, perasaan lemah, gangguan penglihatan, palpitasi,

disforia, sinkop dan sedasi.

3. FENTANIL

a. Farmakodinamik

Turunan fenilpiperidin ini merupakan agonis opioid poten. Sebagai suatu analgesik, fentanil

75-125 kali lebih poten dibandingkan dengan morfin. Awitan yang cepat dan lama aksi yang

singkat mencerminkan kelarutan lipid yang lebih besar dari fentanil dibandingkan dengan

morfin. Fentanil (dan opioid lain) meningkatkan aksi anestetik lokal pada blok saraf tepi.

Keadaan itu sebagian disebabkan oleh sifat anestetsi lokal yamg lemah (dosis yang tinggi

menekan hantara saraf) dan efeknya terhadap reseptor opioid pada terminal saraf tepi.

Fentanil dikombinasikan dengan droperidol untuk menimbulkan neureptanalgesia.

b. Farmakokinetik

Setelah suntikan intravena ambilan dan distribusinya secara kualitatif hampir sama dengan

dengan morfin, tetapi fraksi terbesar dirusak paru ketika pertama kali melewatinya. Fentanil

dimetabolisir oleh hati dengan N-dealkilase dan hidrosilasidan, sedangkan sisa

metabolismenya dikeluarkan lewat urin.

c. Indikasi

Page 14: Pramedikasi Anestesi

Efek depresinya lebih lama dibandingkan efek analgesinya. Dosis 1-3 mg /kg BB

analgesianya hanya berlangsung 30 menit, karena itu hanya dipergunakan untuk anastesia

pembedahan dan tidak untuk pasca bedah. Dosis besar 50-150 mg/kg BB digunakan untuk

induksi anastesia dan pemeliharaan anastesia dengan kombinasi bensodioazepam dan inhalasi

dosis rendah, pada bedah jantung. Sediaan yang tersedia adalah suntikan 50 mg/ml.

d. Efek samping

Efek yang tidak disukai ialah kekakuan otot punggung yang sebenarnya dapat dicegah

dengan pelumpuh otot. Dosis besar dapat mencegah peningkatan kadar gula, katekolamin

plasma, ADH, renin, aldosteron dan kortisol.

ANALGETIKA NON OPIOID (NSAID)

Pirazolon As.Karboksilat Oksikam

Dipiron Piroksikam

As.Mefenamat,Floktafenin

As.Asetilsalisilat,Dflunisal

Ibuprofen,Naproksen, Ketoprofen

Page 15: Pramedikasi Anestesi

Keterangan

1. Ketorolak

- Diberikan secara oral, intramuskular, intravena.

- Efek analgesia dicapai dalam 30 menit, maksimal setelah 1-2 jam.

- Lama kerja 4-6 jam.

- Dosis awal 10-30mg/hari dosis maks. 90mg/hari, pada manula, gangguan faal ginjal, dan BB

<50kg 60mg="" dibatasi="" hari.="" maks.="" o:p="">

- 30mg ketorolak=12mg morfin=100mg petidin, dapat digunakan bersama opioid.

- Cara kerja menghambat sintesis prostaglandin di perifer tanpa mengganggu reseptor opioid

di sistem saraf pusat.

- Tidak untuk wanita hamil, menghilangkan nyeri persalinan, wanita menyusui, usia lanjut,

anak usia <4th gangguan="" o:p="" perdarahan="" tonsilektomi.="">

2. Ketoprofen

- Diberikan secara oral, kapsul, tablet 100-200 mg/hari.

- Per-rektal 1-2 suppositoria.

- Suntikan intarmuskuler 100-300mg/hari.

- Intravena per-infus dihabiskan dalam 20 menit.

Efek samping golongan NSAID

- Gangguan saluran cerna: nyeri lambung, panas, kembung, mual-muntah, konstipasi, diare,

dispepsia, perdarahan tukak lambung, ulserasi mukosa lambung.

- Hipersensitivitas kulit: gatal, pruritus, erupsi, urtikaria, sindroma Steven-Johnson.

- Gangguan fungsi ginjal: penurunan aliran darah ginjal, penurunan laju filtrasi glomerulus,

retensi natrium, hiperkalemia, peningkatan ureum-kreatinin, pererenal azotemia, nekrosis

papil ginjal, nefritis, sindroma nefrotik.

Diklofenak

Page 16: Pramedikasi Anestesi

- Gangguan fungsi hepar: peningkatan SGOT, SGPT, gamma globulin, bilirubin, ikterus

hepatoseluler.

- Gangguan sistem darah: trombositopenia, leukimia, anemia aplastik.

- Gangguan kardiovaskuler: akibat retensi air menyebabkan edema, hipertensi, gagal jantung.

- Gangguan respirasi: tonus bronkus meningkat, asma.

- Keamanan belum terbukti pada wanita hamil, menyusui, proses persalinan, anak kecil,

manula.

STADIUM ANESTESI

Guedel (1920) membagi anestesi umum dengan eter dalam 4 stadium (stadium III dibagi

menjadi 4 plana), yaitu:

Stadium I

Stadium I (analgesi) dimulai dari saat pemberian zat anestetik sampai hilangnya kesadaran.

Pada stadium ini pasien masih dapat mengikuti perintah dan terdapat analgesi (hilangnya rasa

sakit). Tindakan pembedahan ringan, seperti pencabutan gigi dan biopsi kelenjar, dapat

dilakukan pada stadium ini.

Stadium II

Stadium II (delirium/eksitasi, hiperrefleksi) dimulai dari hilangnya kesadaran dan refleks

bulu mata sampai pernapasan kembali teratur. Pada stadium ini terlihat adanya eksitasi dan

gerakan yang tidak menurut kehendak, pasien tertawa, berteriak, menangis, menyanyi,

pernapasan tidak teratur, kadang-kadang apne dan hiperpnu, tonus otot rangka meningkat,

inkontinensia urin dan alvi, muntah, midriasis, hipertensi serta takikardia. stadium ini harus

cepat dilewati karena dapat menyebabkan kematian.

StadiumIII

Stadium III (pembedahan) dimulai dengan teraturnya pernapasan sampai pernapasan spontan

hilang. StadiumIII dibagi menjadi 4 plana yaitu:

Plana 1: Pernapasan teratur, spontan, dada dan perut seimbang, terjadi gerakan bola mata

yang tidak menurut kehendak pupil miosis, refleks cahaya ada, lakrimasi meningkat, refleks

Page 17: Pramedikasi Anestesi

faring dan muntah tidak ada dan belum tercapai relaksasi otot lurik yang sempurna (tonus

otot mulai menurun).

Plana 2: Pernapasan teratur, spontan, perut-dada, volume tidak menurun, frekuensi

meningkat, bola mata tidak bergerak, terfiksasi di tengah, pupil midriasis, refleks cahaya

mulai menurun, relaksasi otot sedang, dan refleks laring hilang sehingga dapat dikerjakan

intubasi.

Plana 3: Pernapasan teratur oleh perut karena otot interkostal mulai paralisis, lakrimasi tidak

ada, pupil midriasis dan sentral, refleks laring dan peritoneum tidak ada, relaksasi otot lurik

hampir sempurna (tonus otot semakin menurun).

Plana 4: Pernapasan tidat teratur oleh perut karena otot interkostal paralisis total, pupil sangat

midriasis; refleks cahaya hilang, refleks sfingterani dan kelenjar air mata tidak ada, relaksasi

otot lurik sempurna (tonus otot sangat menurun).

Stadium lV

Stadium IV (paralisis medula oblongata) dimulai dengan melemahnya pernapasan perut

dibanding stadium III plana 4. Pada stadium ini tekanan darah tak dapat diukur, denyut

jantung berhenti, dan akhimya terjadi kematian. Kelumpuhan pernapasan pada stadium ini

tidak dapat diatasi dengan pernapasan buatan.

MACAM-MACAM CAIRAN INFUS

Berdasarkan Partikel dalam cairan dibagi menjadi:

I. KRISTALOID

A. Cairan Hipotonik

- Osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (< 285 mOsmol/L), cairan “ditarik” dari

dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya

- Digunakan pada keadaan sel mengalami dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialisis)

dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan

ketoasidosis diabetik.

- Komplikasi : kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intracranial

- Contoh NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.

B. Cairan isotonik

Page 18: Pramedikasi Anestesi

- osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair dari komponen

darah) = 285 mOsmol/L, sehingga terus berada di dalam pembuluh darah.

- Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga

tekanan darah terus menurun).

- Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal

jantung kongestif dan hipertensi.

- Contoh: Ringer-Laktat (RL), dan normal saline / larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%)

C. Cairan Hipertonik

- Osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum (> 285 mOsmol/L), sehingga menarik

cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah.

- Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema

(bengkak).

- Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose

5%+NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan albumin.

II. KOLOID

Mempunyai partikel besar, yg agak sulit menembus membran semipermeabel/ dinding

pembuluh darah. dan tetap berada dalam pembuluh darah, maka sifatnya hipertonik, dan

dapat menarik cairan dari luar pembuluh darah.

Contohnya adalah dextran, albumin dan steroid, HES (Hydroxy Etil Starch)

Berdasar tekanan Onkotiknya ada 2 macam :

- Iso-Onkotik : Co/ Albumin 25%

- Hiper-Onkotik : Co/ Albumin 5%