Pramedikasi Anestesi
-
Upload
monazzt-asshagab -
Category
Documents
-
view
43 -
download
11
description
Transcript of Pramedikasi Anestesi
OBAT YANG DIGUNAKAN DALAM ANESTESI
Obat-obatan anestesi terdiri dari obat-obatan pre-medikasi, obat induksi anestesi, obat
anestesi inhalasi, obat anestesi intravena, obat pelumpuh otot (muslce relaxant), obat anestesi
lokal/regional, dan analgesia (opioid dan non-opioid).
Macam- macam obat pre medikasi :
1. Golongan Narkotika
- Mempunyai efek analgetika yang sangat kuat.
- Jenisnya : petidin, fentanyl, dan morfin.
- Tujuan: mengurangi rasa nyeri saat pembedahan.
- Efek samping: dapat membuat depresi pernafasan, mual-muntah, Vasodilatasi pembuluh
darah yang dapat membuat hipotensi.
- Biasanya diberikan jika anestesi dilakukan dengan anestetika dengan sifat analgesik rendah,
misalnya: halotan, tiopental, propofol.
- Pethidin :
mengurangi kecemasan dan ketegangan
menekan TD dan nafas (diinjeksikan pelan- pelan)
merangsang otot polos
- Morfin :
mengurangi kecemasan dan ketegangan karena nyeri sebelum operasi
menekan TD dan nafas
merangsang otot polos
depresan Sistem saraf pusat
pulih pasca bedah lebih lama
mempunyai efek samping mual muntah dan penyempitan bronkus
- Fentanyl :
Mempunyai potensi analgesi 75-125 kali morfin
Mempunyai mula kerja yang cepat dan mempunyai waktu eliminasi yang cepat juga dalam
tubuh
Efek terhadap jantung sangat minimal tetapi dapat terjadi bradi yang dapat di tanggulangi
dengan pemberian sufas atropin
Mempunyai efek samping ketergantungan, euforia, perlambatan EKG, mual dan muntah
2. golongan benzodiazepin
- Mempunyai manfaat yang sangat berguna untuk premedikasi
- Mempunyai efek ansiolisis, sedasi, dan amnesia
- Dapat digunakan untuk pasien dengan gangguan respirasi walapun harus terus dipantau
penggunaannya
- Obat yang biasanya digunakan adalah diazepam 5-20mg yang dapat diberikan peroral
ataupun iv
3. antikolinergik
- Obat-obatan itu berfungsi untuk mencegah terjadinya efek bradikardi dari obat-obatan
premedikasi lain ataupun obat-obatan anastetik yang akan digunakan nantinya
- Dapat digunakan sebagai profilaksis ataupun pengobatan bradikardi
- Efek samping yang ditimbulkan seperti toksisitas SSP, takikardi (bahaya pada penderita
penyakit jantung), pireksia, midriasis
- Obat-obatan yang biasa digunakan adalah sulfas atropin
4. 5-HT antagonis
- Obat yang biasanya digunakan adalah ondansetron untuk mengurangi efek mual muntah dari
obat-obatan anestesi lainnya.
Macam- macam obat anastesi berikut dosis dan sediaannya :
Obat Dalam
sediaan
Jumlah
di
sediaan
pengenceran Dalam
spuit
Dosis
(mg/kgBB)
1 cc
spuit =
Pethidin ampul 100mg/2
cc
2cc +
aquadest 8cc
10 cc 0,5-1 10 mg
Fentanyl 0,05
mg/cc
0,05m
g
Recofol
(Propofol)
ampul 200mg/
20cc
10cc +
lidocain 1
ampul
10 cc 2-2,5 10 mg
Ketamin vial 100mg/cc 1cc +
aquadest 9cc
10 cc 1-2 10 mg
Efedrin ampul 50mg/cc 1cc + 10 cc 0,2 5 mg
HCl aquadest 9cc
Sulfas
Atropin
ampul 0,25mg/c
c
Tanpa
pengenceran
3 cc 0,005 0,25
mg
Ondansentr
on HCl
(Narfoz)
ampul 4mg/2cc Tanpa
pengenceran
3 cc 8 mg
(dewasa)
5 mg (anak)
2 mg
Aminofilin ampul 24mg/cc Tanpa
pengenceran
10 cc 5 24 mg
Dexametha
son
ampul 5 mg/cc Tanpa
pengenceran
1 5 mg
Adrenalin ampul 1 mg/cc 0,25-0,3
Midazolam
(Sedacum)
ampul 5mg/5cc Tanpa
pengenceran
0,07-0,1 1 mg
Ketorolac ampul 60
mg/2cc
Tanpa
pengenceran
30 mg
Difenhidra
min HCl
ampul 5mg/cc Tanpa
pengenceran
5 mg
A. Obat induksi intravena
1. Ketamin
- Efek analgesia kuat sekali. Terutama untuk nyeri somatik tetapi tidak untuk nyeri viseral
- Efek hipnotik kurang
- Efek relaksasi tidak ada
- Refleks pharynx dan larynx masih cukup baik batuk saat anestesi refleks vagal
- Disosiasi mimpi yang tidak enak, disorientasi tempat dan waktu, halusinasi, gaduh
gelisah, tidak terkendali. Saat pdrt mulai sadar dpt timbul eksitasi
- Aliran darah ke otak, konsentrasi oksigen, tekanan intracranial (Efek ini dapat diperkecil
dengan pemberian thiopental sebelumnya)
- TD sistolik diastolic naik 20-25%, denyut jantung akan meningkat. (akibat peningkatan
aktivitas saraf simpatis dan depresi baroreseptor). Cegah dengan premedikasi opiat, hiosin.
- Dilatasi bronkus. Antagonis efek konstriksi bronchus oleh histamin. Baik untuk penderita-
penderita asma dan untuk mengurangi spasme bronkus pada anesthesia umum yang masih
ringan.
- Dosis berlebihan secara iv depresi napas
- Pada anak dapat timbulkan kejang, nistagmus
- Meningkatkan kadar glukosa darah + 15%
- Pulih sadar kira-kira tercapai antara 10-15 menit
- Metabolisme di liver (hidrolisa & alkilasi), diekskresi metabolitnya utuh melalui urin
- Ketamin bekerja pada daerah asosiasi korteks otak, sedang obat lain bekerja pada pusat
retikular otak
Indikasi:
Untuk prosedur dimana pengendalian jalan napas sulit, missal pada koreksi jaringan sikatrik
pada daerah leher, disini untuk melakukan intubasi kadang sukar
Untuk prosedur diagnostik pada bedah saraf/radiologi (arteriograf).
Tindakan orthopedic (reposisi, biopsy)
Pada pasien dengan resiko tinggi: ketamin tidak mendepresi fungsi vital. Dapat dipakai untuk
induksi pada pasien syok.
Untuk tindakan operasi kecil
Di tempat dimana alat-alat anestesi tidak ada
Pasien asma
Kontra Indikasi
hipertensi sistolik 160 mmHg diastolic 100 mmHg
riwayat Cerebro Vascular Disease (CVD)
Dekompensasi kordis
Harus hati-hati pada :
Riwayat kelainan jiwa
Operasi-operasi daerah faring karena refleks masih baik
2. Propofol
- Bentuk cairan, emulsi isotonik, warna putih seperti susu dengan bahan pelarut minyak
kedelai & postasida telur yang dimurnikan.
- Terasa nyeri saat penyuntikan dicampur lidokain 2% +0,5cc dlm 10cc propolol jarang
pada anak karena sakit & iritasi pd saat pemberian
- Analgetik tidak kuat
- Dapat dipakai sebagai obat induksi dan obat maintenance
- Obat setelah diberikan didistribusi dengan cepat ke seluruh tubuh.
- Metabolisme di liver dan metabolit tidak aktif dikeluarkan lewat ginjal.
- Saat dipakai untuk induksi juga dapat terjadi hipotensi karena vasodilatasi dan apnea sejenak
Efek Samping
Bradikardi
Nausea, sakit kepala pada penderita yg mulai sadar.
Ekstasi, nyeri lokal pada daerah suntikan
Dosis berlebihan dapat mendepresi jantung dan pernapasan
Sebaiknya obat ini tidak diberikan pada penderita dengan gangguan jalan napas,
ginjal, liver, syok hipovolemik
B. Obat anastetik inhalasi
1. Halothan/fluothan
- Tidak berwarna, mudah menguap
- Tidak mudah terbakar/meledak
- Berbau harum tetapi mudah terurai cahaya
Efek:
- Tidak merangsang traktus respiratorius
- Depresi nafas stadium analgetik
- Menghambat salivasi
- Nadi cepat, ekskresi air mata
- Hipnotik kuat, analgetik kurang baik, relaksasi cukup
- Mencegah terjadinya spasme laring dan bronchus
- Depresi otot jantung aritmia (sensitisasi terhadap epinefrin)
- Depresi otot polos pembuluh darah vasodilatasi hipotensi
- Vasodilatasi pembuluh darah otak
- Sensitisasi jantung terhadap katekolamin
- Meningkatkan aktivitas vagal vagal refleks
- Pemberian berulang (1-3 bulan) kerusakan hepar (immune-mediated hepatitis)
- Menghambat kontraksi otot rahim
- Absorbsi & ekskresi obat oleh paru, sebagian kecil dimetabolisme tubuh
- Dapat digunakan sebagai obat induksi dan obat maintenance
Keuntungan
cepat tidur
Tidak merangsang saluran napas
Salivasi tidak banyak
Bronkhodilator obat pilihan untuk asma bronkhiale
Waktu pemulihan cepat (1 jam post anestesi)
Kadang tidak mual & tidak muntah, penderita sadar dalam kondisi yang enak
Kerugian
overdosis
Perlu obat tambahan selama anestesi
Hipotensi karena depresi miokard & vasodilatasi
aritmia jantung
Sifat analgetik ringan
Cukup mahal
Dosis dapat kurang sesuai akibat penyusutan
2. Nitrogen Oksida (N2O)
- gas yang berbau, berpotensi rendah (MAC 104%), tidak mudah terbakar dan relatif tidak
larut dalam darah
Efek:
Analgesik sangat kuat setara morfin
Hipnotik sangat lemah
Tidak ada sifa relaksasi sama sekali
Pemberian anestesia dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%. Bila murni N2O
= depresi dan dilatasi jantung serta merusak SSP
jarang digunakan sendirian tetapi dikombinasi dengan salah satu cairan anestetik lain
seperti halotan dan sebagainya.
3. Isofluran
- Adalah obat anestesi isomer dari enfluran
- Merupakan cairan tak berwarna, berbau tajam, tidak mudah terbakar, tidak terpengaruh
cahaya dan tidak merusak logam
- Dalam waktu 7-10 menit biasanya sudah mencapai stadium pembedahan anastesi
- Mempunyai efek bronkodilator tetapi tidak kuat
- Mempunyai bau yang tajam sehingga pasien tidak nyaman, dapat membuat iritasi jalan
nafas, menimbulkan depresi ringan pada jantung dan curah jantungn menurunkan tekanan
darah sistemik
4. Sevofluran
- Merupakan cairan jernih, tidak berwarna, berbau enak, tidak iritatif, tidak korosif, tidak
mudah terbakar dan stabil terkena cahaya
- Induksi dengan sevofluran dapat menimbulkan relaksasi pada anak
- Pada sistem kardiovaskular sedikit menimbulkan depresi kontraksi jantung
- Dapat memicu bronkospasme
- Mengurangi aliran darah ke ginjal sehingga dihubungkan dengan gangguan fungsi ginjal
C. Obat muscle relaksan
- Bekerja pada otot bergaris terjadi kelumpuhan otot napas dan otot-otot mandibula, otot
intercostalis, otot-otot abdominalis & relaksasi otot-otot ekstremitas.
- Bekerja pertama: kelumpuhan otot mataekstremitas mandibulaintercostalis
abdominaldiafragma
- Pada pemberian pastikan penderita dapat diberi napas buatan
- Obat ini membantu pada operasi khusus seperti operasi perut agar organ abdominal tidak
keluar dan terjadi relaksasi
- Terbagi dua: Non depolarisasi, dan depolarisasi
Dosis awal
(mg/kgBB)
Dosis
rumatan
(mg/kgBB)
Durasi
(menit)
Efek samping
Non depol long-acting
1. D-tubokurarin (tubarin)
2. Pankuronium
3. Metakurin
4. Pipekuronium
5. Doksakurium
6. Alkurium (alloferin)
0.40-0.60
0.08-0.12
0.20-0.40
0.05-0.12
0.02-0.08
0.15-0.30
0.10
0.15-0.020
0.05
0.01-0.015
0.005-0.010
0.5
30-60
30-60
40-60
40-60
45-60
40-60
Hipotensi
Takikardi
Hipotensi
KV stabil
KV stabil
Takikardi
Non depol intermediate acting
1. Gallamin (flaxedil)
2. Atrakurium (tracrium/notrixum)
3. Vekuronium (norcuron)
4. Rokuronium
(roculax/esmeron/noveron)
5. Cistacuronium
4-6
0.5-0.6
0.1-0.2
0.6-1.0
0.15-0.20
0.5
0.1
0.015-0.02
0.10-0.15
0.02
30-60
20-45
25-45
30-60
30-45
Hipotensi
Amanhepar&ginjal
Isomer atrakurium
Non depol short acting
1. mivakurium (mivacron)
2. ropacuronium
0.20-0.25
1.5-2.0
0.05
0.3-0.5
10-15
15-30
Hipotensi &
histamin +
Depol short acting
1. suksinilkolin (scolin)
2. dekametonium
1.0
1.0
3-10
3-10
Durasi
Ultrashort (5-10 menit): suksinilkolin
Short (10-15 menit) : mivakurium
Medium (15-30 menit) : atrakurium, vecuronium
Long (30-120 menit) : tubokurarin, metokurin , pankuronium, pipekuronium,
doksakurium, galamin
Efek terhadap kardiovaskuler
tubokurarin , metokurin , mivakurium dan atrakurium : Hipotensi pelepasan
histamin dan (penghambatan ganglion)
pankuronium : menaikkan tekanan darah
suksinilkolin : aritmia jantung
D. anastesi lokal/ regional
Bekerja dengan cara blokade reversibel konduksi saraf. Mencegah depolarisasi
dengan blokade ion Na + ke Cannel Na (blokade konduksi) yang berfungsi untuk mencegah
permeabilitas membran saraf terhadap ion Na+
Penggolongan anestesi lokal:
Potensi Obat
SHORT act MEDIUM act LONG act
Prototipe Prokain Lidokain Bupirokain
Gol Ester Amida Amida
Onset 2’ 5’ 15’
Durasi 30-45’ 60-90’ 2-4jam
Potensi 1 3 15
Toksisitas 1 2 10
Dosis max 12 Mg/KgBB 6 mg/KgBB 2 Mg/KgBB
Metabolisme Plasma Liver Liver
Keterangan:
Bupivacaine
- Konsentrasi 0,5% tanpa adrenalin, analgesianya sampai 8 jam. Volume yang digunakan
<20ml .="" b="">
Lidokain (Xylocaine, Lidonest)
- Umumnya digunakan 1-2%, dengan mula kerja 10 menit dan relasasi otot baik.
- 0,8% blokade sensorik baik tanpa blokade motorik.
- 1,5% lazim digunakan untuk pembedahan.
- 2% untuk relaksasi pasien berotot.
OPIOID DAN ANALGETIKA NON-OPIOID
OPIOID
- Opioid yang sering digunakan dalam anastesi antara lain adalah morfin, petidin, fentanil.
- Opioid adalah semua zat baik sintetik atau natural yang dapat berikatan dengan reseptor
morfin. Opioid disebut juga sebagai analgesia narkotik yang sering digunakan dalam
anastesia untuk mengendalikan nyeri saat pembedahan dan nyeri pasca pembedahan.
A. Klasifikasi Opioid
Penggolongan opioid antara lain:
1. opioid natural (morfin, kodein, pavaperin, dan tebain)
2. semisintetik (heroin, dihidro morfin/morfinon, derivate tebain)
3. sintetik (petidin, fentanil, alfentanil, sufentanil dan remifentanil).
B. Obat-obat opioid yang biasa digunakan dalam anastesi antara lain:
1. MORFIN
a. Farmakodinamik
Efek morfin terjadi pada susunan syaraf pusat dan organ yang mengandung otot polos. Efek
morfin pada sistem syaraf pusat mempunyai dua sifat yaitu depresi dan stimulasi.
Digolongkan depresi yaitu analgesia, sedasi, perubahan emosi, hipoventilasi alveolar.
Stimulasi termasuk stimulasi parasimpatis, miosis, mual muntah, hiperaktif reflek spinal,
konvulsi dan sekresi hormon anti diuretika (ADH).
b. Farmakokinetik
Morfin tidak dapat menembus kulit utuh, tetapi dapat menembus kulit yang luka. Morfin juga
dapat menembus mukosa. Morfin dapat diabsorsi usus, tetapi efek analgesik setelah
pemberian oral jauh lebih rendah daripada efek analgesik yang timbul setelah pemberian
parenteral dengan dosis yang sama. Morfin dapat melewati sawar uri dan mempengaharui
janin. Eksresi morfin terutama melalui ginjal. Sebagian kecil morfin bebas ditemukan dalam
tinja dan keringat.
c. Indikasi
Morfin dan opioid lain terutama diindikasikan untuk meredakan atau menghilangkan nyeri
hebat yang tidak dapat diobati dengan analgesik non-opioid. Apabila nyerinya makin besar
dosis yang diperlukan juga semakin besar. Morfin sering digunakan untuk meredakan nyeri
yang timbul pada infark miokard, neoplasma, kolik renal atau kolik empedu, oklusi akut
pembuluh darah perifer, pulmonal atau koroner, perikarditis akut, pleuritis dan pneumotorak
spontan, nyeri akibat trauma misalnya luka bakar, fraktur dan nyeri pasca bedah.
d. Efek samping
Efek samping morfin (dan derivat opioid pada umumnya) meliputi depresi pernafasan,
nausea, vomitus, dizzines, mental berkabut, disforia, pruritus, konstipasi kenaikkan tekanan
pada traktus bilier, retensi urin, dan hipotensi.
e. Dosis dan sediaan
Morfin tersedia dalam tablet, injeksi, supositoria. Morfin oral dalam bentuk larutan diberikan
teratur dalam tiap 4 jam. Dosis anjuran untuk menghilangkan atau mengurangi nyeri sedang
adalah 0,1-0,2 mg/ kg BB. Untuk nyeri hebat pada dewasa 1-2 mg intravena dan dapat
diulang sesuai yang diperlukan.
2. PETIDIN
a. Farmakodinamik
Meperidin (petidin) secara farmakologik bekerja sebagai agonis reseptor µ. Seperti halnya
morfin, meperidin (petidin) menimbulkan efek analgesia, sedasi, euforia, depresi nafas dan
efek sentral lainnya. Waktu paruh petidin adalah 5 jam. Efektivitasnya lebih rendah
dibanding morfin, tetapi lebih tinggi dari kodein. Durasi analgesinya pada penggunaan klinis
3-5 jam. Dibandingkan dengan morfin, meperidin lebih efektif terhadap nyeri neuropatik.
b. Perbedaan antara petidin (meperidin) dengan morfin sebagai berikut :
1) Petidin lebih larut dalam lemak dibandingkan dengan morfin yang larut dalam air.
2) Metabolisme oleh hepar lebih cepat dan menghasilkan normeperidin, asam meperidinat dan
asam normeperidinat. Normeperidin adalah metabolit yang masih aktif memiliki sifat
konvulsi dua kali lipat petidin, tetapi efek analgesinya sudah berkurang 50%. Kurang dari
10% petidin bentuk asli ditemukan dalam urin.
3) Petidin bersifat atropin menyebabkan kekeringan mulut, kekaburan pandangan dan
takikardia.
4) Petidin menyebabkan konstipasi, tetapi efek terhadap sfingter oddi lebih ringan.
5) Petidin cukup efektif untuk menghilangkan gemetaran pasca bedah yang tidak ada
hubungannya dengan hipotermi dengan dosis 20-25 mg i.v pada dewasa.
6) Lama kerja petidin lebih pendek dibandingkan morfin.
c. Farmakokinetik
Absorbsi meperidin dengan cara pemberian apapun berlangsung baik. Akan tetapi kecepatan
absorbsi mungkin tidak teratur setelah suntikan IM. Kadar puncak dalam plasma biasanya
dicapai dalam 45 menit dan kadar yang dicapai antar individu sangat bervariasi. Setelah
pemberian meperidin IV, kadarnya dalam plasma menurun secara cepat dalam 1-2 jam
pertama, kemudian penurunan berlangsung lebih lambat. Kurang lebih 60% meperidin dalam
plasma terikat protein. Metabolisme meperidin terutama dalam hati. Pada manusia meperidin
mengalami hidrolisis menjadi asam meperidinat yang kemudian sebagian mengalami
konjugasi. Meperidin dalam bentuk utuh sangat sedikit ditemukan dalam urin. Sebanyak 1/3
dari satu dosis meperidin ditemukan dalam urin dalam bentuk derivat N-demitilasi.
Meperidin dapat menurunkan aliran darah otak, kecepatan metabolik otak, dan tekanan intra
kranial. Berbeda dengan morfin, petidin tidak menunda persalinan, akan tetapi dapat masuk
ke fetus dan menimbulkan depresi respirasi pada kelahiran.
d. Indikasi
Meperidin hanya digunakan untuk menimbulkan analgesia. Pada beberapa keadaan klinis,
meperidin diindikasikan atas dasar masa kerjanya yang lebih pendek daripada morfin.
Meperidin digunakan juga untuk menimbulkan analgesia obstetrik dan sebagai obat
preanestetik.
e. Dosis dan sediaan
Sediaan yang tersedia adalah tablet 50 dan 100 mg ; suntikan 10 mg/ml, 25 mg/ml, 50 mg/ml,
75 mg/ml, 100 mg/ml. ; larutan oral 50 mg/ml. Sebagian besar pasien tertolong dengan dosis
parenteral 100 mg. Dosis untuk bayi dan anak ; 1-1,8 mg/kg BB.
f. Efek samping
Efek samping meperidin dan derivat fenilpiperidin yang ringan berupa pusing, berkeringat,
euforia, mulut kering, mual-muntah, perasaan lemah, gangguan penglihatan, palpitasi,
disforia, sinkop dan sedasi.
3. FENTANIL
a. Farmakodinamik
Turunan fenilpiperidin ini merupakan agonis opioid poten. Sebagai suatu analgesik, fentanil
75-125 kali lebih poten dibandingkan dengan morfin. Awitan yang cepat dan lama aksi yang
singkat mencerminkan kelarutan lipid yang lebih besar dari fentanil dibandingkan dengan
morfin. Fentanil (dan opioid lain) meningkatkan aksi anestetik lokal pada blok saraf tepi.
Keadaan itu sebagian disebabkan oleh sifat anestetsi lokal yamg lemah (dosis yang tinggi
menekan hantara saraf) dan efeknya terhadap reseptor opioid pada terminal saraf tepi.
Fentanil dikombinasikan dengan droperidol untuk menimbulkan neureptanalgesia.
b. Farmakokinetik
Setelah suntikan intravena ambilan dan distribusinya secara kualitatif hampir sama dengan
dengan morfin, tetapi fraksi terbesar dirusak paru ketika pertama kali melewatinya. Fentanil
dimetabolisir oleh hati dengan N-dealkilase dan hidrosilasidan, sedangkan sisa
metabolismenya dikeluarkan lewat urin.
c. Indikasi
Efek depresinya lebih lama dibandingkan efek analgesinya. Dosis 1-3 mg /kg BB
analgesianya hanya berlangsung 30 menit, karena itu hanya dipergunakan untuk anastesia
pembedahan dan tidak untuk pasca bedah. Dosis besar 50-150 mg/kg BB digunakan untuk
induksi anastesia dan pemeliharaan anastesia dengan kombinasi bensodioazepam dan inhalasi
dosis rendah, pada bedah jantung. Sediaan yang tersedia adalah suntikan 50 mg/ml.
d. Efek samping
Efek yang tidak disukai ialah kekakuan otot punggung yang sebenarnya dapat dicegah
dengan pelumpuh otot. Dosis besar dapat mencegah peningkatan kadar gula, katekolamin
plasma, ADH, renin, aldosteron dan kortisol.
ANALGETIKA NON OPIOID (NSAID)
Pirazolon As.Karboksilat Oksikam
Dipiron Piroksikam
As.Mefenamat,Floktafenin
As.Asetilsalisilat,Dflunisal
Ibuprofen,Naproksen, Ketoprofen
Keterangan
1. Ketorolak
- Diberikan secara oral, intramuskular, intravena.
- Efek analgesia dicapai dalam 30 menit, maksimal setelah 1-2 jam.
- Lama kerja 4-6 jam.
- Dosis awal 10-30mg/hari dosis maks. 90mg/hari, pada manula, gangguan faal ginjal, dan BB
<50kg 60mg="" dibatasi="" hari.="" maks.="" o:p="">
- 30mg ketorolak=12mg morfin=100mg petidin, dapat digunakan bersama opioid.
- Cara kerja menghambat sintesis prostaglandin di perifer tanpa mengganggu reseptor opioid
di sistem saraf pusat.
- Tidak untuk wanita hamil, menghilangkan nyeri persalinan, wanita menyusui, usia lanjut,
anak usia <4th gangguan="" o:p="" perdarahan="" tonsilektomi.="">
2. Ketoprofen
- Diberikan secara oral, kapsul, tablet 100-200 mg/hari.
- Per-rektal 1-2 suppositoria.
- Suntikan intarmuskuler 100-300mg/hari.
- Intravena per-infus dihabiskan dalam 20 menit.
Efek samping golongan NSAID
- Gangguan saluran cerna: nyeri lambung, panas, kembung, mual-muntah, konstipasi, diare,
dispepsia, perdarahan tukak lambung, ulserasi mukosa lambung.
- Hipersensitivitas kulit: gatal, pruritus, erupsi, urtikaria, sindroma Steven-Johnson.
- Gangguan fungsi ginjal: penurunan aliran darah ginjal, penurunan laju filtrasi glomerulus,
retensi natrium, hiperkalemia, peningkatan ureum-kreatinin, pererenal azotemia, nekrosis
papil ginjal, nefritis, sindroma nefrotik.
Diklofenak
- Gangguan fungsi hepar: peningkatan SGOT, SGPT, gamma globulin, bilirubin, ikterus
hepatoseluler.
- Gangguan sistem darah: trombositopenia, leukimia, anemia aplastik.
- Gangguan kardiovaskuler: akibat retensi air menyebabkan edema, hipertensi, gagal jantung.
- Gangguan respirasi: tonus bronkus meningkat, asma.
- Keamanan belum terbukti pada wanita hamil, menyusui, proses persalinan, anak kecil,
manula.
STADIUM ANESTESI
Guedel (1920) membagi anestesi umum dengan eter dalam 4 stadium (stadium III dibagi
menjadi 4 plana), yaitu:
Stadium I
Stadium I (analgesi) dimulai dari saat pemberian zat anestetik sampai hilangnya kesadaran.
Pada stadium ini pasien masih dapat mengikuti perintah dan terdapat analgesi (hilangnya rasa
sakit). Tindakan pembedahan ringan, seperti pencabutan gigi dan biopsi kelenjar, dapat
dilakukan pada stadium ini.
Stadium II
Stadium II (delirium/eksitasi, hiperrefleksi) dimulai dari hilangnya kesadaran dan refleks
bulu mata sampai pernapasan kembali teratur. Pada stadium ini terlihat adanya eksitasi dan
gerakan yang tidak menurut kehendak, pasien tertawa, berteriak, menangis, menyanyi,
pernapasan tidak teratur, kadang-kadang apne dan hiperpnu, tonus otot rangka meningkat,
inkontinensia urin dan alvi, muntah, midriasis, hipertensi serta takikardia. stadium ini harus
cepat dilewati karena dapat menyebabkan kematian.
StadiumIII
Stadium III (pembedahan) dimulai dengan teraturnya pernapasan sampai pernapasan spontan
hilang. StadiumIII dibagi menjadi 4 plana yaitu:
Plana 1: Pernapasan teratur, spontan, dada dan perut seimbang, terjadi gerakan bola mata
yang tidak menurut kehendak pupil miosis, refleks cahaya ada, lakrimasi meningkat, refleks
faring dan muntah tidak ada dan belum tercapai relaksasi otot lurik yang sempurna (tonus
otot mulai menurun).
Plana 2: Pernapasan teratur, spontan, perut-dada, volume tidak menurun, frekuensi
meningkat, bola mata tidak bergerak, terfiksasi di tengah, pupil midriasis, refleks cahaya
mulai menurun, relaksasi otot sedang, dan refleks laring hilang sehingga dapat dikerjakan
intubasi.
Plana 3: Pernapasan teratur oleh perut karena otot interkostal mulai paralisis, lakrimasi tidak
ada, pupil midriasis dan sentral, refleks laring dan peritoneum tidak ada, relaksasi otot lurik
hampir sempurna (tonus otot semakin menurun).
Plana 4: Pernapasan tidat teratur oleh perut karena otot interkostal paralisis total, pupil sangat
midriasis; refleks cahaya hilang, refleks sfingterani dan kelenjar air mata tidak ada, relaksasi
otot lurik sempurna (tonus otot sangat menurun).
Stadium lV
Stadium IV (paralisis medula oblongata) dimulai dengan melemahnya pernapasan perut
dibanding stadium III plana 4. Pada stadium ini tekanan darah tak dapat diukur, denyut
jantung berhenti, dan akhimya terjadi kematian. Kelumpuhan pernapasan pada stadium ini
tidak dapat diatasi dengan pernapasan buatan.
MACAM-MACAM CAIRAN INFUS
Berdasarkan Partikel dalam cairan dibagi menjadi:
I. KRISTALOID
A. Cairan Hipotonik
- Osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (< 285 mOsmol/L), cairan “ditarik” dari
dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya
- Digunakan pada keadaan sel mengalami dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialisis)
dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan
ketoasidosis diabetik.
- Komplikasi : kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intracranial
- Contoh NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.
B. Cairan isotonik
- osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair dari komponen
darah) = 285 mOsmol/L, sehingga terus berada di dalam pembuluh darah.
- Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga
tekanan darah terus menurun).
- Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal
jantung kongestif dan hipertensi.
- Contoh: Ringer-Laktat (RL), dan normal saline / larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%)
C. Cairan Hipertonik
- Osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum (> 285 mOsmol/L), sehingga menarik
cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah.
- Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema
(bengkak).
- Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose
5%+NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan albumin.
II. KOLOID
Mempunyai partikel besar, yg agak sulit menembus membran semipermeabel/ dinding
pembuluh darah. dan tetap berada dalam pembuluh darah, maka sifatnya hipertonik, dan
dapat menarik cairan dari luar pembuluh darah.
Contohnya adalah dextran, albumin dan steroid, HES (Hydroxy Etil Starch)
Berdasar tekanan Onkotiknya ada 2 macam :
- Iso-Onkotik : Co/ Albumin 25%
- Hiper-Onkotik : Co/ Albumin 5%