PPT VITA.ppt

48
OS PTERIGIUM GRADE III-IV disusun oleh: Dian Revita Sari, S.Ked 1018011052 Pembimbing DR. PAULUS MAHDI , SP.M CASE REPORT

Transcript of PPT VITA.ppt

  • OS PTERIGIUM GRADE III-IV disusun oleh:

    Dian Revita Sari, S.Ked 1018011052

    PembimbingDR. PAULUS MAHDI , SP.M

    CASE REPORT

  • Pendahuluan

    Latar Belakang

    pterygium adalah pertumbuhan jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga yang tumbuh dari arah konjungtiva menuju kornea pada daerah interpalpebra. Pterygium tumbuh berbentuk sayap pada konjungtiva bulbi. Asal kata pterygium adalah dari bahasa Yunani, yaitu pteron yang artinya sayap.Pasien di bawah umur 15 tahun jarang terjadi pterygium. Prevalensi pterygium meningkat dengan umur, terutama dekade ke-2 dan ke-3 dari kehidupan. Insiden tinggi pada umur antara 20 dan 49. Kejadian berulang (rekuren) lebih sering pada umur muda daripada umur tua. Laki-laki 4 kali lebih resiko dari perempuan dan berhubungan dengan merokok, pendidikan rendah, riwayat terpapar lingkungan di luar rumah.

  • Tujuan

    Tujuan dari penulisan laporan kasus ini adalah untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik dokter muda di SMF Ilmu Penyakit Mata RSAM bandar lampung.

  • Identitas Pasien

    Nama: Ny. SUmur: 67 tahunJenis Kelamin: PerempuanSuku Bangsa: JawaAlamat: Karang anyar, B.LampungPekerjaan : Ibu Rumah TanggaAgama: Islam

  • Riwayat Penyakit

    Anamnesis Keluhan utama

    Mata kiri terasa mengganjal sejak + 6 bulan yang lalu.Keluhan tambahan

    Mata kiri kemerahan, perih, sering mengeluarkan air dan terasa kabur.

  • Riwayat Penyakit Sekarang

    Pasien datang ke RSAM dengan keluhan penglihatan mata kiri terasa mengganjal, Keluhan ini dirasakan sejak + 6 bulan yang lalu. Namun keluhan dirasakan semakin lama semakin berat dan mengganggu pasien dalam beraktivitas. Awalnya pasien mengeluhkan mata sebelah kiri terasa perih, gatal, kemerahan dan terasa mengganjal. Namun sejak 3 bulan yang lalu, pandangan mata kiri mulai terasa kabur dan sejak 1 bulan yang lalu pandangan terasa semakin mengganjal dan semakin kabur.

  • Riwayat Penyakit Dahulu:Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.Riwayat Penyakit KeluargaTidak ada anggota keluarga lain yang memiliki keluhan serupa seperti pasien.

  • Pemeriksaan Fisik

    Status PresentKeadaan umum: BaikKesadaran: Compos mentisNadi: 84 x/menitRR: 24/menitSuhu: 36,6 CTD: 160/90 mmHgSistem Kardiovaskuler: dalam batas normalSistem respirasi: dalam batas normalKulit: dalam batas normalEkstremitas: dalam batas normal

  • Gambar OS Sinistra

  • RESUME

    Seorang wanita, 67 tahun datang ke poliklinik mata RSAM dengan keluhan penglihatan mata kiri terasa mengganjal, Keluhan ini dirasakan sejak + 6 bulan yang lalu. Namun keluhan dirasakan semakin lama semakin berat dan mengganggu pasien dalam beraktivitas. Awalnya pasien mengeluhkan mata sebelah kiri terasa perih, gatal, kemerahan dan terasa mengganjal. Namun sejak 3 bulan yang lalu, pandangan mata kiri mulai terasa kabur dan sejak 1 bulan yang lalu pandangan terasa semakin mengganjal dan semakin kabur.

  • Pada pemeriksaan Generalis, Keadaan umum baik, Kesadaran compos mentis, Nadi : 84x/menit, RR : 24x/menit, Suhu : 36,6 C, TD : 160/90 mmHg, Sistem Kardiovaskular dalam batas normal, sistem respirasi dalam batas normal, Kulit dalam batas normal, ekstremitas dalam batas normal.

    Pada pemeriksaan oftalmologi, VOD : 6/60, VOS 1/60. Pada mata kiri ditemukan selaput berbentuk segitiga dari arah nasal mencapai pupil berwarna putih kemerahan, kornea jernih, lensa jernih dan tidak ditemukan adanya injeksi konjungtiva ataupun injeksi siliar.

  • Diagnosa BandingOS Pterigium grade III-IVOS PseudopterigiumOS Pingucuela

  • Diagnosis Kerja

    OS Pterigium Grade III-IV

  • PenatalaksanaanTerapiNonmedikamentosaGunakan kacamata pelindung saat aktivitas di luar rumahMedikamentosa

    Cendo lyteers ED OSAnjuran

    OS Ekstirpasi pterigium

  • PrognosisQuo ad vitam: ad bonamQuo ad functionam: dubia ad bonamQuo ad sanationam: ad bonam

  • TINJAUAN PUSTAKA

  • KonjungtivaKonjungtiva merupakan membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi palpebra (suatu sambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea dilimbus.

  • konjungtiva menghubungkan antara bola mata dan kelopak mata. Dari kelopak mata bagian dalam, konjungtiva terlipat ke bola mata baik dibagian atas maupun bawah. Secara anatomi, konjungtiva terdiri atas 3 bagian

    Konjungtiva PalpebraKonjungtiva BulbiKonjungtiva Forniks

  • Konjungtiva Palpebra

    Mulai pada mucocutaneus junction yang terletak pada bagian posterior kelopak mata yaitu daerah dimana epidermis bertransformasi menjadi konjungtiva. Dari titik ini, konjungtiva melapisi erat permukaan dalam kelopak mata.

    Konjungtiva palpebra dapat dibagi lagi menjadi zona marginal, tarsal, dan orbital. Konjungtiva marginal dimulai pada mucocutaneus junction hingga konjungtiva proper. Punktum bermuara pada sisi medial dari zona marginal konjungtiva palpebra sehingga terbentuk komunikasi antara konjungtiva dengan sistem lakrimal..

  • Kemudian zona tarsal konjungtiva merupakan bagian dari konjungtiva palpebralis yang melekat erat pada tarsus. Zona ini bersifat sangat vaskuler dan translusen. Zona terakhir adalah zona orbital, yang mulai dari ujung perifer tarsus hingga forniks. Pergerakan bola mata menyebabkan perlipatan horisontal konjungtiva orbital, terutama jika mata terbuka. Secara fungsional, konjungtiva palpebra merupakan daerah dimana reaksi patologis bisa ditemui

  • Konjungtiva bulbi

    Menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera dibawahnya. Konjungtiva bulbi dimulai dari forniks ke limbus, dan bersifat sangat translusen sehingga sklera dibawahnya dapat divisualisasikan. Konjungtiva bulbi melekat longgar dengan sklera melalui jaringan alveolar, yang memungkinkan mata bergerak ke segala arah. Konjungtiva bulbi juga melekat pada tendon muskuler rektus yang tertutup oleh kapsula tenon. Sekitar 3 mm dari limbus, konjungtiva bulbi menyatu dengan kapsula tenon dan sklera.

  • Konjungtiva forniks

    Merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi. Lain halnya dengan konjungtiva palpebra yang melekat erat pada struktur sekitarnya konjungtiva forniks ini melekat secara longgar dengan struktur di bawahnya yaitu fasia muskulus levator palpebra superior serta muskulus rektus. Karena perlekatannya bersifat longgar, maka konjungtiva forniks dapat bergerak bebas bersama bola mata ketika otot-otot tersebut berkontraksi.

  • Histologi konjungtivaSecara histologis konjungtiva terdiri atas epitel dan stroma. Lapisan epitel konjungtiva terdiri atas 2-5 lapisan sel epitel silindris bertingkat, superfisial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, diatas caruncula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri atas sel-sel epitel skuamous bertingkat. Sel-sel superfisial mengandung sel-sel goblet bulat dan oval yang mensekresi mukus. Mukus yang terbentuk mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi lapisan air mata prakornea secara merata. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat dibandingkan sel-sel superfisial dan di dekat limbus dapat mengandung pigmen.

  • Lapisan stroma di bagi menjadi 2 lapisan yaitu lapisan adenoid dan lapisan fibrosa. Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan di beberapa tempat dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2-3 bulan.

  • Konjungtiva di vaskularisasi oleh arteri ciliaris anterior dan arteri palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis dengan bebas dan bersama banyak vena konjungtiva yang umumnya mengikuti pola arterinya membentuk jaring-jaring vaskuler konjungtiva yang sangat banyak. Pembuluh limfe konjungtiva tersusun didalam lapisan superfisial dan profundus dan bergabung dengan pembuluh lemfe palpebra membentuk pleksus limfatikus. Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan nervus trigeminus yaitu nervus oftalmikus. Saraf ini memiliki serabut nyeri yang relatif sedikit.

  • PTERIGIUMPterigium berasal dari bahasa Yunani yaitu Pteron yang artinya sayap (wing). Pterigium didefinisikan sebagai pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada konjungtiva dan tumbuh menginfiltrasi permukaan kornea, umumnya bilateral di sisi nasal, biasanya berbentuk segitiga dengan kepala/apex menghadap ke sentral kornea dan basis menghadap lipatan semilunar pada cantus.

  • Bagian-bagian pterigium

  • ETIOLOGIHingga saat ini etiologi pasti pterigium masih belum diketahui secara pasti. Beberapa faktor resiko pterigium antara lain :paparan ultravioletmikrotrauma kronis pada matainfeksi mikroba atau virus. Beberapa kondisi kekurangan fungsi lakrimal film baik secara kuantitas maupun kualitaskonjungtivitis kronisdefisiensi vitamin A juga berpotensi menimbulkan pterigium.

  • Selain itu ada juga yang mengatakan bahwa etiologi pterigium merupakan suatu fenomena iritatif akibat pengeringan dan lingkungan dengan banyak angin karena sering terdapat pada orang yang sebagian besar hidupnya berada di lingkungan yang berangin, penuh sinar matahari, berdebu dan berpasir.

    Beberapa kasus dilaporkan sekelompok anggota keluarga dengan pterigium dan berdasarkan penelitian menunjukkan riwayat keluarga dengan pterigium, kemungkinan diturunkan autosom dominan.

  • KLASIFIKASIBerdasarkan stadium pterigium dibagi ke dalam 4 stadium yaitu:Stadium I : jika pterigium hanya terbatas pada limbus korneaStadium II : jika pterigium sudah melewati limbus dan belum mencapai pupil, tidak lebih dari 2 mm melewati kornea.Stadium III : jika pterigium sudah melebihi stadium II tetapi tidak melebihi pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal (diameter pupil sekitar 3-4 mm).Stadium IV : jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga mengganggu penglihatan.

  • Berdasarkan perjalanan penyakitnya, pterigium dibagi menjadi yaitu:Pterigium progresif : tebal dan vaskular dengan beberapa infiltrat di kornea di depan kepala pterigium (disebut cap dari pterigium)Pterigium regresif : tipis, atrofi, sedikit vaskular. Akhirnya menjadi bentuk membran, tetapi tidak pernah hilang.

    Berdasarkan terlihatnya pembuluh darah episklera di pterigium dan harus diperiksa dengan slit lamp pterigium dibagi 3 yaitu:T1 (atrofi) : pembuluh darah episkleral jelas terlihatT2 (intermediet) : pembuluh darah episkleral sebagian terlihatT3 (fleshy, opaque) : pembuluh darah tidak jelas.

  • MANIFESTASI KLINIKGejala klinis pada tahap awal biasanya ringan bahkan sering tanpa keluhan sama sekali.Beberapa keluhan yang sering dialami pasien seperti: mata sering berair tampak merahmerasa seperti ada benda asingdapat timbul astigmatisme akibat kornea tertarikpada pterigium lanjut stadium 3 dan 4 dapat menutupi pupil dan aksis visual sehingga tajam penglihatan menurun.

  • diagnosisAnamnesisadanya keluhan pasien seperti :mata merahgatalmata sering berairganguan penglihatanSelain itu perlu juga ditanyakan adanya riwayat mata merah berulang, riwayat banyak bekerja di luar ruangan pada daerah dengan pajanan sinar mathari yang tinggi, serta dapat pula ditanyakan riwayat trauma sebelumnya .

  • Pemeriksaaan fisik

    Pada inspeksi pterigium terlihat sebagai jaringan fibrovaskular pada permukaan konjuntiva.Pterigium dapat memberikan gambaran yang vaskular dan tebal tetapi ada juga pterigium yang avaskuler dan flat.Perigium paling sering ditemukan pada konjungtiva nasal dan berekstensi ke kornea nasal, tetapi dapat pula ditemukan pterigium pada daerah temporal.

    Pemeriksaan penunjang

    Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan pada pterigium adalah topografi kornea untuk menilai seberapa besar komplikasi berupa astigmatisme ireguler yang disebabkan oleh pterigium.

  • penatalaksanaanPrinsip penanganan pterigium dibagi 2, yaitu cukup dengan pemberian obat-obatan jika pterygium masih derajat 1 dan 2, sedangkan tindakan bedah dilakukan pada pterygium yang melebihi derajat 2.Indikasi Operasi pterigium :Pterigium yang menjalar ke kornea sampai lebih 3 mm dari limbusPterigium mencapai jarak lebih dari separuh antara limbus dan tepi pupilPterigium yang sering memberikan keluhan mata merah, berair dan silau karena astigmatismusKosmetik, terutama untuk penderita wanita.

  • Teknik Pembedahan

    Bare sclera : bertujuan untuk menyatukan kembali konjungtiva dengan permukaan sklera. Kerugian dari teknik ini adalah tingginya tingkat rekurensi pasca pembedahan yang dapat mencapai 40-75%.Simple closure : menyatukan langsung sisi konjungtiva yang terbuka, dimana teknik ini dilakukan bila luka pada konjuntiva relatif kecil.Sliding flap : dibuat insisi berbentuk huruf L disekitar luka bekas eksisi untuk memungkinkan dilakukannya penempatan flap.

  • Rotational flap : dibuat insisi berbentuk huruf U di sekitar luka bekas eksisi untuk membentuk seperti lidah pada konjungtiva yang kemudian diletakkan pada bekas eksisi.

    Conjungtival graft : menggunakan free graft yang biasanya diambil dari konjungtiva bulbi bagian superior, dieksisi sesuai dengan ukuran luka kemudian dipindahkan dan dijahit atau difiksasi dengan bahan perekat jaringan (misalnya Tisseel VH, Baxter Healthcare, Dearfield, Illionis).

  • Untuk mencegah terjadi kekambuhan setelah operasi, dikombinasikan dengan pemberian:Mitomycin C 0,02% tetes mata (sitostatika) 2x1 tetes/hari selama 5 hari, bersamaan dengan pemberian dexamethasone 0,1% : 4x1 tetes/hari kemudian tappering off sampai 6minggu.Mitomycin C 0,04% (o,4 mg/ml) : 4x1 tetes/hari selama 14 hari, diberikan bersamaan dengan salep mata dexamethasone.Sinar Beta.Topikal Thiotepa (triethylene thiophosphasmide) tetes mata : 1 tetes/ 3 jam selama 6minggu, diberikan bersamaan dengan salep antibiotik Chloramphenicol, dan steroidselama 1 minggu

  • DIAGNOSIS BANDING

  • KOMPLIKASIAstigmatismaKemerahanIritasiBekas luka yang kronis pada konjungtiva dan korneaKeterlibatan yang luas otot ekstraokular dapat membatasi penglihatan dan menyebabkan diplopia.

    Komplikasi pasca eksisi adalah sebagai berikut:Infeksi, reaksi bahan jahitan, diplopia, jaringan parut, parut kornea, graft konjungtiva longgar, perforasi mata, perdarahan vitreus dan ablasi retina.Penggunaan mitomycin C post operasi dapat menyebabkan ektasia atau nekrosis sklera dan korneaPterigium rekuren

  • PEMBAHASAN

  • Apakah diagnosis pada kasus ini sudah tepat dan bagaimakah cara menegakkan diagnosis kasus ini?

  • Apakah penatalaksanaan pada kasus ini sudah benar?

  • Apakah prognosis pada kasus ini sudah benar ?

  • Daftar Pustaka

    Sidarta Ilyas. Ilmu Penyakit Mata edisi ketiga. 2008. Jakarta: FK UI.Chandra DW et al. Effectiveness of subconjunctival mitomycin-C compared with subconjunctival triamcinolon acetonide on the recurrence of progresive primary pterygium which underwent Mc Reynolds method. Berkala llmu Kedokteran, Volume 39, No. 4, Desember 2007: 186-19.3. Gazzard G, Saw S-M, Farook M, Koh D, Wijaya D, et all. Pterygium in Indonesia: prevalence, severity and risk factors. British Journal of Ophthalmology. 2002; 86(12): 13411346. Avaiable at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1771435/4. Voughan & Asbury. Oftalmologi Umum edisi 17. Jakarta : EGC. 2010. Hal 119.5. Laszuarni. Prevalensi Pterigium di Kabupaten Langkat. Tesis Dokter Spesialis Mata. Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2009.6. Jerome P Fisher, Pterygium. [online]. 2011 [cited 2012 August 9] http://emedicine.medscape.com/article/1192527-overview7. Ang KPL, Chua LLJ, Dan HTD. Current concepts and techniques in pterigium treatment. Curr Opin Ophthalmol. 20068. Lang, Gerhad K. Conjungtiva. In : Ophtalmology A Pocket Textbook Atlas. New York : Thieme Stutgart. 2000

  • 9. Vemuganti, Geeta dkk. International review of cell and molecular biology. [online] 2009. [cited 2012 August 23]. Available from: http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S193764480975005110. Efstathios T. Pathogenetic Mechanism and Treatment Options for Ophthalmic Pterygium: Trends and Perspectives (Review). International Journal of Melecular Medicine. 2009.11. Solomon A.S. Pterygium. British.Journal.Ophtalmology.p.665 [online]. 2010. [cited 2011 December 12]. Availble from : http://bjo.bmjjournals.com12. Skuta, Gregory L. Cantor, Louis B. Weiss, Jayne S. Clinical Approach to Depositions and Degenerations of the Conjungtiva, Cornea, and Sclera. In: External Disease and Cornea. San Fransisco : American Academy of Ophtalmology. 2008. P.8-13, 36613. Sharma KA, Wali V, Pandita A. Cornea-Conjungtival Auto Grafting in Pterigium Surgery. Postgraduate Department of Opthalmology, Govt. Medical College, Jammu. 2004