PPOK
-
Upload
deadcorpses -
Category
Documents
-
view
101 -
download
10
description
Transcript of PPOK
PRESENTASI KASUS
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)
EKSASERBASI AKUT RINGAN
Pembimbing:
dr. Indah Rahmawati, Sp.P
Disusun oleh:
M. Riefky Kusdhany 1010221056
Yandra Wijaya 1010221057
Tantri Sopia Sagita C 1010221058
Putri Febriana Sari P 1010221061
KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO
2012
LEMBAR PERSETUJUAN
LAPORAN KASUSPENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) EKSASERBASI
AKUT RINGAN
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat ujian kepaniteraan klinik
SMF. Ilmu Penyakit Dalam
RSUD. Prof. dr. Margono Soekardjo
Purwokerto
Disusun oleh:
Riefky Koesdhany 1010221056
Yandra Wijaya 1010221057
Tantri Sopia Sagita C 1010221058
Putri Febriana Sari P 1010221061
Disetujui dan disahkan :
Tanggal : .......................................
Pembimbing,
dr. Indah Rahmawati, Sp.P
2
STATUS PENDERITA
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn.M
Umur : 80 tahun
Jenis kelamin : Pria
Alamat : Senggarewa RT 01/13, Rawalo
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : Petani
Tgl. Masuk RS : 14 Februari 2012
Tgl. Periksa : 21 februari 2012
Ruangan : Mawar Kelas III RSMS
Nomer CM : 331430
II. ANAMNESIS (Autoanamnesis dan Aloanamnesis)
1. Keluhan utama :
Sesak nafas.
2. Keluhan tambahan :
Batuk tidak berdahak, tenggorokan gatal.
3. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien pria usia 80 tahun datang ke IGD RSMS diantar oleh
keluarganya pada tanggal 14 Februari 2012 dengan keluhan sesak
nafas sejak 6 bulan sebelum masuk rumah sakit, tetapi memberat sejak
2 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien merasa sesak sampai susah
untuk beraktivitas sehari-hari. Keluhan sesak dirasakan sepanjang hari.
Sesak nafas bertambah parah mulai dirasakan apabila beraktivitas fisik
ringan. Sesak nafas ini berkurang apabila ia tidur dengan posisi
setengah duduk atau menggunakan 2-3 bantal.
3
Selain itu, ia juga mengeluhkan batuk yang dialami sejak 6 bulan
sebelum masuk rumah sakit. Batuk muncul sesaat sebelum sesak nafas.
Batuk yang dialami pasien adalah batuk berdahak, dahak berwarna
putih.
Pasien pun menyatakan bahwa tenggorokannya sakit saat menelan
sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Keluhan ini sempat
menyebabkan nafsu makan pasien menurun, tetapi pada saat masuk
rumah sakit nafsu makan pasien sudah mulai membaik.
4. Riwayat penyakit dahulu
a. Riwayat keluhan serupa : Diakui
b. Riwayat infeksi saluran
kemih
: Disangkal
c. Riwayat kencing batu : Disangkal
d. Riwayat tekanan darah tinggi : Disangkal
e. Riwayat asam urat tinggi : Disangkal
f. Riwayat penyakit jantung : Disangkal
g. Diabetes mellitus : Disangkal
h. Riwayat penyakit liver : Disangkal
i. Riwayat alergi : Disangkal
j. Riwayat penyakit paru : Disangkal
k. Riwayat mondok : Diakui,
l. Riwayat operasi : Disangkal
m. Riwayat pengobatan TB : Disangkal
5. Riwayat penyakit keluarga
a. Riwayat tekanan darah tinggi : Disangkal
b. Riwayat penyakit jantung : Disangkal
c. Diabetes mellitus : Disangkal
d. Riwayat alergi : Disangkal
e. Riwayat penyakit paru : Disangkal
6. Riwayat sosial dan exposure
a. Community
4
Lingkungan rumah pasien berada di kawasan perkampungan
dengan jarak antar rumah berdekat-dekatan. Pasien sering
berinteraksi dengan tetangganya, tetapi sejak mengeluhkan sesak
nafas, ia jarang berinteraksi.
b. Home
Di rumah, ia tinggal bersama dengan istrinya anaknya. pasien
memiliki kebiasaan merokok sudah sejak remaja. Rumahnya terdiri
dari 3 kamar tidur, ruang tamu, ruang makan, dapur dan kamar
mandi. Rumah terbuat dari dinding tembok dan lantai masih tanah.
Rumah pasien memiliki beberapa jendela di kamar tidur dan ruang
tamu, ventilasi udara pun tersedia di setiap ruangan serta
cahayapun dapat masuk. Dapur rumah pasien berada di bagian
belakang dengan dinding terbuat dari bambu (gedek) dengan satu
buah pintu keluar dan satu buah jendela, sehingga ventilasi dapur
kurang memadai. Pasien memasak masih menggunakan tungku
dengan bahan bakar kayu sehingga menimbulkan adanya asap yang
berasal dari tungku saat memasak. Kebiasaan memasak ini sudah
dilakukannya semenjak kecil. Jarak kamar tidur ke kamar mandi
sekitar 2 meter. Kamar mandi tersebut terdiri dari WC jongkok.
c. Occupational
Ia merupakan buruh tani. Kegiatan sehari-harinya, yaitu berladang,
memberi makan ayam. Tetapi sejak ia merasa sesak nafas ia tidak
dapat melakukan aktivitas tersebut. Anaknya bekerja sebagai
Kepala dusun dengan penghasilan tidak tetap sehingga biaya
pengobatan pun ditanggung JAMKESMAS.
d. Drugs
Ia tidak pernah meminum OAT.
III. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum : Tampak sesak nafas
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Vital sign
5
a. Tekanan darah : 120/80 mmHg
b. Nadi : 110 x/menit, reguler, isi dan tegangan
cukup
c. Frekuensi napas : 40 x/menit
d. Suhu : 36 °C
4. Tinggi badan : 160 cm
5. Berat badan : 49 kg
6. Status gizi (IMT) : 19,44 (BB Normal)
7. Status generalis
a. Pemeriksaan kepala
Bentuk kepala : Mesochepal
Rambut : Warna hitam, tidak rontok
Venektasi temporal : (+/+)
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
Hidung : Discharge (-) dan deformitas (-)
Telinga : Discharge (-), deformitas (-)
Mulut : Lidah sianosis (-)
b. Pemeriksaan leher
Deviasi trachea : (-)
Pembesaran kelenjar
getah benang
: (-)
JVP : R + 2 cm (N)
c. Pemeriksaan thoraks
Paru
Inspeksi : Dinding dada simetris antara kanan dan
kiri, tidak ada ketinggalan gerak.
Palpasi : Vocal fremitus lobus superior dextra
sama dengan sinistra serta vocal fremitus
lobus inferior dextra sama dengan
sinistra.
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru.
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (-/-), Rbh (+/+),
6
Rbk (+/+), wheezing (+/+).
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tampak pada SIC VI 2 jari
medial LMCS
Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC VI 2 jari
medial LMCS dan kuat angkat (-)
Perkusi : Batas Jantung
Kanan atas SIC II LPSD
Kiri atas SIC II LPSS
Kanan bawah SIC IV LPSD
Kiri bawah SIC V LMCS
Auskultasi : M1>M2, T1>T2, A2>A1, P2>P1,
reguler-reguler, Murmur (-), Gallop (-).
d. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus terdengar setiap 2-5 detik
(normal)
Perkusi : Pekak sisi (-), pekak alih (-)
Palpasi : Undulasi (-)
Hepar: tidak teraba.
Lien: tidak teraba
Ginjal: Nyeri ketok costo vertebrae (-/-)
e. Pemeriksaan Ekstremitas
Tabel 1. Pemeriksaan Ekstremitas
PemeriksaanEkstremitas
superiorEkstremitas
inferiorDextra Sinistra Dextra Sinistra
Pitting edema - - - -Sianosis - - - -Kuku kuning (ikterik)
- - - -
Reflek fisiologis + + + +Reflek patologis - - - -Akral dingin - - - -
7
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboraturium
Tabel 2. Pemeriksaan Laboraturium (14-02-2012)
Pemeriksaan Satuan Rujukan KeteranganDarah lengkapHb 10,1 g/dL 14-18 MenurunLeukosit 10090 /uL 4800-10800 NormalHematokrit 30 % 27-37 NormalEritrosit 3,6 10^6/uL 4,2-5,4 MenurunTrombosit 129000 /uL 150.000-
450.000Menurun
MCV 82,5 fL 79-99 NormalMCH 28,0 Pg 27-31 NormalMCHC 33,9 % 33.0-37.0 MenurunHitung jenis leukositBasofil 0,1 % 0-1 NormalEosinofil 0,3 % 2-4 MenurunBatang 0,00 % 2-5 MenurunSegmen 86,8 % 40-70 MeningkatLimfosit 7,7 % 25-40 MenurunMonosit 5,1 % 2-8 MenurunKimia darahUreum 43,2 mg/dL 14.98-38.52 MeningkatKreatinin 0,79 mg/dL 0,8-1,2 MenurunSGOT 16 U/L 13-37 NormalSGPT 16 U/L 30-65 MenurunGDS 128 mg/dL ≤ 200 NormalElektrolitNatrium 141 Mmol/L 136-145 NormalKalium 3,0 Mmol/L 3,5-5,1 MenurunKlorida 100 Mmol/L 98-107 Normal
8
2. Pemeriksaan Rontgen Thoraks PA
Selasa, 14 Februari 2012
Cor :
Apeks bergeser ke laterokaudal, Elongatio dan kalsifikasi arkus aort,
kalsifikasi tracheobronchial.
Pulmo:
9
Corakan bronkovaskuler meningkat, tampak bercak pada kedua lapang
paru terutama lapangan tengah paru kanan disertai lusensi multiple
membentuk gambaran honey comb pada parakardial kanan kiri.
Hemidiagfragma kanan dan sinus kostofrenikus kanan baik.
Sinus kostofrenikus kiri tertutup kesuraman homogen.
Kesan:
1) Suspek Cardiomegali (LV) dengan elongatio aorta.
2) Curiga gambaran TB Paru disertai Infected Bronchietacsis, DD
Bronkopneumonia.
3) Efusi Pleura kiri.
3. Pemeriksaan BTA ZN
Pemeriksaan ZN 1x BTA : Negatif
V. RESUME
1. Anamnesis
a. Pasien laki-laki usia 80 tahun
b. Keluhan sesak nafas sejak 6 bulan sebelum masuk rumah sakit.
c. Sesak nafas memberat sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit,
menyebabkan pasien susah dalam berakitivitas sehari-hari, dan sesak
dirasakan sepanjang hari.
d. Sesak nafas bertambah parah mulai dirasakan apabila beraktivitas fisik
ringan. Sesak nafas ini berkurang apabila ia tidur dengan posisi
setengah duduk atau menggunakan 2-3 bantal.
e. Keluhan batuk yang dialami sejak 6 bulan sebelum masuk rumah
sakit. Batuk muncul sesaat sebelum sesak nafas. Batuk yang dialami
pasien adalah batuk berdahak, warna putih.
f. Tenggorokan pasien terasa gatal sejak 1 minggu sebelum masuk
rumah sakit. Keluhan ini sempat menyebabkan nafsu makan pasien
10
menurun, tetapi pada saat masuk rumah sakit nafsu makan pasien
sudah mulai membaik.
g. Pasien memiliki kebiasaan merokok sudah sejak remaja.
h. Rumah pasien terbuat dari dinding tembok dan lantai masih tanah.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Tampak sesak nafas
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Vital sign
1. Tekanan darah : mmHg
2. Nadi : menit, reguler, isi dan tegangan cukup
3. Frekuensi napas : x/menit
4. Suhu : 36 °C
d. Tinggi badan : 160 cm
e. Berat badan : 60 kg
f. Status gizi (IMT)
g. Pemeriksaan thoraks
Paru
Inspeksi : Dinding dada simetris antara kanan dan
kiri, tidak ada ketinggalan gerak.
Palpasi : Vocal fremitus lobus superior dextra
sama dengan sinistra serta vocal fremitus
lobus inferior dextra sama dengan
sinistra.
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru.
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), Rbh (+/+),
Rbk (+/+), wheezing (+/+).
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Satuan Rujukan KeteranganDarah lengkapHb 10,1 g/dL 14-18 MenurunLeukosit 10090 /uL 4800-10800 NormalHematokrit 30 % 27-37 Normal
11
Eritrosit 3,6 10^6/uL 4,2-5,4 MenurunTrombosit 129000 /uL 150.000-
450.000Menurun
MCV 82,5 fL 79-99 NormalMCH 28,0 Pg 27-31 NormalMCHC 33,9 % 33.0-37.0 MenurunHitung jenis leukositBasofil 0,1 % 0-1 NormalEosinofil 0,3 % 2-4 MenurunBatang 0,00 % 2-5 MenurunSegmen 86,8 % 40-70 MeningkatLimfosit 7,7 % 25-40 MenurunMonosit 5,1 % 2-8 MenurunKimia darahUreum 43,2 mg/dL 14.98-38.52 MeningkatKreatinin 0,79 mg/dL 0,8-1,2 MenurunSGOT 16 U/L 13-37 NormalSGPT 16 U/L 30-65 MenurunGDS 128 mg/dL ≤ 200 NormalElektrolitNatrium 141 Mmol/L 136-145 NormalKalium 3,0 Mmol/L 3,5-5,1 MenurunKlorida 100 Mmol/L 98-107 Normal
4. Foto thoraks PA
Kesan:
Apeks bergeser ke laterokaudal, Elongatio dan kalsifikasi arkus aort,
kalsifikasi tracheobronchial.
Pulmo:
Corakan bronkovaskuler berkurang, tak tampak bercak pada kedua
lapang paru terutama lapangan tengah paru kanan disertai lusensi
multiple membentuk gambaran honey comb pada parakardial kanan kiri.
Hemidiagfragma kanan dan sinus kostofrenikus kanan baik.
Sinus kostofrenikus kiri tertutup kesuraman homogen.
Pemeriksaan BTA: Negatif (16-02-2012)
VI. DIAGNOSIS
PPOK Eksaserbasi Akut
Anemia
12
Trombositopeni
VII. USUL PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Spirometri
VIII.PENATALAKSANAAN
Farmakologi :
1. IVFD D5% 20 tpm ditambah 1 ampul Aminophilin per 12 jam
Aminophilin merupakan golongan xantin dalam bentuk lepas lambat
sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang, terutama pada derajat
sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak
(pelega napas), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi
eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan
kadar aminofilin darah. Pada dewasa dapat diberikan 250-500 mg/hari IV
lambat tiap ml mengandung 24 mg.
Kontraindikasi : hipersensitivitas terhadap derivate xantin.
Efek samping : mual muntah, diare, palpitasi, takikardi, aritmia, takipneu
dan hiperglikemia.
2. Nebulizer ventolin 3x / hari
Isi dari ventolin adalah salbutamol 2,5 mg/2,5 NaCl digunakan dengan
nebulizer dan tersedia dalam ampul, pemakaian dimasukkan ke dalam
alat (nebulizer) untuk dihisap oleh pasien. Salbutamol mempunyai waktu
mulai kerja (onset) yang cepat. Pemberian dapat secara inhalasi atau oral,
pemberian inhalsi mempunyai onset yang lebih cepat dan efek samping
minimal/tidak ada. Mekanisme kerja salbutamol yaitu agonis beta-2 yaitu
relaksasi otot polos saluran napas, meningkatkan bersihan mukosilier,
menurunkan permeability pembuluh darah dan modulasi pelepasan
mediator dari sel mast.
Indikasi : Asma, bronchitis kronis dan emfisema
Efek samping : rangsangan kardiovaskular, tremor otot rangka dan
hipokalemia.
13
3. Injeksi metilprednisolone 3 x 125 mg i.v
Metil prednisolone merupakan kortikosteroid sistemik. Sediaan oral 4,8-
18 mg, sedangkan vial injeksi 62,5 mg. Metilprednisolene memiliki efek
minerakortikoid minimal, waktu paruh pendek dan efek striae pada otot
minimal.
Efek samping : osteoporosis, hipertensi, diabetes mellitus, supresi aksis
adrenal pituitary hipotalamus, katarak, galukoma, obesity, penipisan
kulit, striae dan kelemahan otat.
Kontra indikasi : Pada penderita imunosupresi, seperti tuberculosis paru,
infeksi parasit, osteoporosis.
4. Injeksi Ceftazidime 2 x 1 gr i.v
Ceftazidime termasuk golongan sefalosporin generasi ketiga. Digunakan
dalam penatalaksanaan sistemik dari penyakit infeksi. Ceftazidime
berikatan dengan satu atau lebih dengan penicillin-binding proteins
(PBPs) yang menghambat final transpeptidation step dari peptidoglycan
synthesis di dinding sel bakteri, juga menghambat biosynthesis dan
memecah pembentukan dinding bakteri dan mengakibatkan kematian sel
bakteri.
Absorpsi: Peak plasma concentrations setelah 1 jam (IM), 5 menit (IV
bolus).
Distribusi: didistribusikan secara luas di jaringan dan cairan tubuh; CSF
(konsentrasi therapeutic jika terdapat inflamasi meningen). Menembus
placenta dan masuk ke ASI. Protein-binding: 10%
Ekskresi: utamanya melalui ginjal via urine oleh glomerular filtration
(80-90% dalam 24 jam); secara pasif diekskresikan pada buli tapi hanya
sedikit yang dieliminasi. Clearance enhanced pada cystic fibrosis; 2 jam
(waktu-paruh eliminasi), diperpanjang pada neonatus and gangguan
renal.
14
5. Ambroxol syr 3 x 1 ct
Indikasi : ambroxol adalah obat golongan mukolitik yang digunakan
sebagai mukolitik pada bronkitis dan kelainan saluran nafas lain.
Dosis : oral 3-4 dd 8-16 mg, anak-anak 3 dd 6-8 mg
Efek samping : gangguan saluran cerna, perasaan pusing, berkeringat,
dan bronkokonstriksi ringan.
Non farmakologi :
1. Rehabilitasi
a. Latihan pernapasan dengan pursed-lips
b. Latihan ekspektorasi
c. Latihan otot pernapasan dan ekttremiti
7. Terapi Oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang
menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen
merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi
seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ -organ
lainnya. Manfaat oksigen :
- Mengurangi sesak
- Memperbaiki aktiviti
- Mengurangi hipertensi pulmonal
- Mengurangi vasokonstriksi
- Mengurangi hematokrit
- Memperbaiki fungsi neuropsikiatri
- Meningkatkan kualiti hidup
Indikasi
- Pao diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O
> 89% disertai Kor Pulmonal, perubahan P
pullmonal, Ht >55% dan tanda - tanda gagal jantung kanan, sleep apnea,
penyakit paru lain.
- Pao < 60mmHg atau Sat O < 90%
15
8. Nutrisi
Pada penderita PPOK adalah makan sedikit tapi sering dengan
mengkonsumsi makanan yang mengandung lemak dan batasi konsumsi
karbohidrat. Karena gangguan ventilasi, pada pasien PPOK susah
mengeluarkan CO2 akibat dari metabolisme karbohidrat sehingga
konsumsi karbohidrat perlu dibatasi. Kebutuhan protein seperti pada
umumnya dapat meningkatkan ventilasi semenit oksigen comsumption
dan respon ventilasi terhadap hipoksia dan hiperkapni. Tetapi pada
PPOK dengan gagal nafas kelebihan pemasukan protein dapat
menyebabkan kelelahan. Gangguan keseimbangan elektrolit juga sering
terjadi pada pasien PPOK diataranya hipofosfatemi, hipokalemi,
hipoklasemi, dan hipomagnesemi.
Rencana monitoring :
1. Awasi vital sign
2. Bakteriologik
3. Radiologik
4. Evaluasi klinik
5. Efek samping obat
Edukasi :
1. Disarankan kepada Pasien dan keluarga pasien untuk berhenti merokok
2. Memberi pengetahuan dasar mengenai PPOK
3. Edukasi mengenai cara mengkonsumsi obat dan cara penggunaannya.
4. Pencegahan perburukan penyakit seperti terlalu banyak aktivitas.
5. Menghindari pencetus seperti asap rokok .
6. Memakai masker.
7. Penyesuaian aktivitas sehari-hari.
IX. PROGNOSIS
Ad fungsional : dubia ad bonam
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
16
BAB II
PEMBAHASAN
Pada pasien ini diagnosis kerjanya adalah PPOK eksaserbasi akut.
Diagnosis tersebut diperoleh dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Dari anamnesis didapatkan bahwa keluhan utama yang dirasakan
pasien adalah sesak nafas yang sangat mengganggu aktivitas dan pasien akan
merasakan sangat sesak sehingga pasien dapat tidur dengan posisi setengah duduk
atau dengan menggunakan bantal sebanyak 2 buah. Pasien mengeluh batuk tidak
disertai dengan dahak dan tenggorokan merasa gatal.
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) adalah suatu penyakit yang
dikarakteristikkan oleh adanya hambatan aliran udara secara kronis dan
perubahan-perubahan patologi pada paru, dimana hambatan aliran udara saluran
nafas bersifat progresif dan tidak sepenuhnya reversibel dan berhubungan dengan
respon inflamasi yang abnormal dari paru-paru terhadap gas atau partikel yang
berbahaya.
PPOK eksaserbasi akut adalah timbulnya perburukan dibandingkan
dengan kondisi sebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau faktor
lainnya seperti polusi udara, kelelahan atau timbulnya komplikasi. Gejala
eksaserbasi adalah sesak bertambah, produksi sputum meningkat, perubahan
warna sputum. Eksaserbasi akut dibagi menjadi tiga :
a. Tipe (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala di atas
b. Tipe II (eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala di atas
c. Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala di atas ditambah infeksi
saluran napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan
batuk, peningkatan mengi atau peningkatan frekuensi pernapasan > 20%
baseline, atau frekuensi nadi > 20% baseline.
Etiologi PPOK eksaserbasi akut dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Etiologi primer
- Infeksi trakeobronkial (biasanya karena virus)
2. Etiologi Sekunder
- Pnemonia
17
- Gagal jantung kanan, atau kiri, atau aritmia
- Emboli paru
- Pneumotoraks spontan
- Penggunaan oksigen yang tidak tepat
- Penggunaan obat-obatan (obat penenang, diuretik) yang tidak tepat
- Penyakit metabolik (DM, gangguan elektrolit)
- Nutrisi buruk
- Lingkungan memburuk/polusi udara
- Aspirasi berulang
- Stadium akhir penyakit respirasi (kelelahan otot respirasi)
- Klasifikasi PPOK menurut Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia (PDPI) (2011)
Lama (Gold 2003) Baru (Gold 2010)Derajat Derajat Klinis Faal ParuDerajat 0 Beresiko Derajat 0 Beresiko Gejala Klinis
(batuk, Produksi Sputum)
Normal
Derajat 1 :PPOK Ringan
Derajat 1 :PPOK Ringan
Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum)
VEP1/KVP<70 %VEP1≥80%prediksi
Derajat IIPPOK sedang
Derajat IIPPOK sedang
Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk, produksi sputum) gejala tambah sehingga menjadi sesak
VEP1/KVP<70%50%<VEP1<80%prediksi
Derjat III:PPOK berat
Derjat III:PPOK berat
Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk, produksi sputum) gejala bertambah sehingga menjadi sesak
VEP1/KVP<70%30%<VEP1<50%prediksi
Derajat IV :PPOK sangat berat
Derajat IV :PPOK sangat berat
Gejala di atas ditambah tanda-tanda gagal nafas atau gagal jantung kanan
VEP/KVP<70 %VEP1<30%Prediksi disertai gagal napas kronik
18
Pada pasien tersebut etiologi akibat dari PPOK eksaserbasi akut bisa
disebabkan karena lingkungan pekerjaan yang buruk (terpapar zat racun) dan
merokok.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan permukaan thorak simetris, tidak ada
ketinggalan gerak, tidak ada retraksi tetapi terdapat eksperium diperpanjang. Pada
palpasi didapatkan getaran suara yaitu vokal fremitus paru kanan sama dengan
paru kiri, namun vermitus tersebut agak melemah. Pada auskultasi didapatkan
nafas vasikuler, ekspirasi yang sedikit memanjang serta terdengar mengi di daerah
parahillus yang menandakan adanya bronkospasme atau penyempitan di daerah
bronkus.
Pada pemeriksaan penunjang dari foto thoraks didapatkan gambaran
peningkatan corakan bronkovaskuler, ini menunjukkan bahwa pada paru penderita
terjadi reaksi peradangan. Apeks jantung pada foto thoraks terlihat bergeser ke
lalaterokaudal yang menandakan adanya cardiomegali. Pada pemeriksaan foto
thoraks terlihat sela iga melebar, hal ini menunjujjan adanya air trapping atau
hambatan aliran udara. Pemeriksaan laboratorium darah tidak ada tanda – tanda
infeksi lainnya.
19
Patogenesis
Faktor Risiko.
PPOK yang merupakan inflamasi lokal saluran nafas paru, akan ditandai
dengan hipersekresi mucus dan sumbatan aliran udara yang persisten. Gambaran
ini muncul dikarenakan adanya pembesaran kelenjar di bronkus pada perokok dan
membaik saat merokok di hentikan. Terdapat banyak faktor risiko yang diduga
kuat merupakan etiologi dari PPOK. Faktor-faktor risiko yang ada adalah genetik,
paparan partikel, pertumbuhan dan perkembangan paru, stres oksidatif, jenis
kelamin, umur, infeksi saluran nafas, status sosioekonomi, nutrisi dan
komorbiditas.
Genetik.
PPOK merupakan suatu penyakit yang poligenik disertai interaksi
lingkungan genetik yang sederhana. Faktor risiko genetik yang paling besar dan
telah di teliti lama adalah defisiensi α1 antitripsin, yang merupakan protease serin
20
inhibitor. Biasanya jenis PPOK yang merupakan contoh defisiensi α1 antitripsin
adalah emfisema paru yang dapat muncul baik pada perokok maupun bukan
perokok, tetapi memang akan diperberat oleh paparan rokok. Bahkan pada
beberapa studi genetika, dikaitkan bahwa patogenesis PPOK itu dengan gen yang
terdapat pada kromosom 2q.
Paparan Partikel Inhalasi.
Setiap individu pasti akan terpapar oleh beragam partikel inhalasi selama
hidupnya. Tipe dari suatu partikel, termasuk ukuran dan komposisinya, dapat
berkontribusi terhadap perbedaan dari besarnya risiko dan total dari risiko ini akan
terintegrasi secara langsung terhadap pejanan inhalasi yang didapat. Dari berbagai
macam pejanan inhalasi yang ada selama kehidupan, hanya asap rokok dan debu-
debu pada tempat kerja serta zat-zat kimia yang diketahui sebagai penyebab
PPOK. Paparan itu sendiri tidak hanya mengenai mereka yang merupakan
perokok aktif, bahkan pada perokok pasif atau dengan kata lain environmental
smokers itu sendiri pun ternyata risiko menderita PPOK menjadi tinggi juga. Pada
perokok pasif didapati penurunan VEP1 tahunan yang cukup bermakna pada
orang muda yang bukan perokok. Bahkan yang lebih menarik adalah pengaruh
rokok pada bayi jika ibunya perokok aktif atau bapaknya perokok aktif dan ibunya
menjadi perokok pasif, selain didapati berat bayi lebih rendah, maka insidensi
anak untuk menderita penyakit saluran pernafasan pada 3 tahun pertama menjadi
meningkat.Shahab dkk melaporkan hal yang juga amat menarik bahwa ternyata
mereka mendapatkan besarnya insidensi PPOK yang telah terlambat didiagnosis,
memiliki kebiasaan merokok yang tinggi. PPOK yang berat berdasarkan derajat
spirometri, didapatkan hanya sebesar 46,8% ( 95% CI 39,1-54,6) yang
mengatakan bahwa mereka menderita penyakit saluran nafas, sisanya tidak
mengetahui bahwa mereka menderita penyakit paru dan tetap merokok. Status
merokok justru didapatkan pada penderita PPOK sedang dibandingkan dengan
derajat keparahan yang lain. Begitu juga mengenai riwayat merokok yang ada,
ternyata prevalensinya tetap lebih tinggi pada penderita PPOK yang sedang
(7,1%, p<0,02).
21
Paparan lainya yang dianggap cukup mengganggu adalah debu-debu yang
terkait dengan pekerjaan ( occupational dusts ) dan bahan-bahan kimia. Meskipun
bahan-bahan ini tidak terlalu menjadi sorotan menjadi penyebab tingginya
insidensi dan prevalensi PPOK, tetapi debu-debu organik dan inorganik
berdasarkan analisa studi populasi NHANES III didapati hampir 10.000 orang
dewasa berumur 30-75 tahun menderita PPOK terkait karena pekerjaan. American
Thoracic Society (ATS) sendiri menyimpulkan 10-20% paparan pada pekerjaan
memberikan gejala dan kerusakan yang bermakna pada PPOK.
Polusi udara dalam ruangan yang dapat berupa kayu-kayuan, kotoran
hewan, sisa-sisa serangga, batubara, asap dari kompor juga akan menyebabkan
peningkatan insidensi PPOK khususnya pada wanita. Selain itu, polusi udara
diluar ruangan juga dapat menyebabkan progresifitas kearah PPOK menjadi tinggi
seperti seperti emisi bahan bakar kendaraan bermotor. Kadar sulfur dioksida
(SO2) dan nitrogen dioksida (NO2) juga dapat memberikan sumbatan pada
saluran nafas kecil (Bronkiolitis) yang semakin memberikan perburukan kepada
fungsi paru.
Pertumbuhan dan perkembangan paru.
Pertumbuhan dan perkembangan paru yang kemudian menyokong kepada
terjadinya PPOK pada masa berikutnya lebih mengarah kepada status nutrisi bayi
bayi pada saat dalam kandungan, saat lahir, dan dalam masa pertumbuhannya.
Dimana pada suatu studi yang besar didapatkan hubungan yang positif antara
berat lahir dan VEP1 pada masa dewasanya.
Stres Oksidatif.
Paparan oksidan baik dari endogen maupun eksogen terus menerus
dialami oleh paru-paru. Sel paru-paru sendiri sebenarnya telah memiliki proteksi
yang cukup baik secara enzimatik maupun non enzimatik. Perubahan
keseimbangan antara oksidan dan anti oksidan yang ada akan menyebabkan stres
oksidasi pada paru-paru. Hal ini akan mengaktivasi respon inflamasi pada paru-
paru. Ketidak seimbangan inilah yang kemudian memainkan peranan yang
penting terhadap patogenesis PPOK.
22
Jenis Kelamin.
Jenis kelamin sebenarnya belum menjadi faktor risiko yang jelas pada
PPOK. Pada beberapa waktu yang lalu memang tampak bahwa prevalensi PPOK
lebih sering terjadi pada Pria di bandingkan pada wanita, tetapi penelitian dari
beberapa negara maju menunjukkan bahwa ternyata saat ini insidensi antara pria
dan wanita ternyata hampir sama, dan terdapat beberapa studi yang mengatakan
bahwa ternyata wanita lebih rentan untuk dirusak oleh asap rokok dibandingkan
pria. Hal ini dikarenakan perubahan kebiasaan, dimana wanita lebih banyak yang
merupakan perokok saat ini.
Infeksi.
Infeksi, baik viral maupun bakteri akan memberikan peranan yang besar
terhadap patogenesis dan progresifitas PPOK dan kolonisasi bakteri berhubungan
dengan terjadinya inflamasi pada saluran pernafasan dan juga memberikan
peranan yang penting terhadap terjadinya eksaserbasi. Kecurigaan terhadap
infeksi virus juga dihubungkan dengan PPOK, dimana kolonisasi virus seperti
rhinovirus pada saluran nafas berhubungan dengan peradangan saluran nafas dan
jelas sekali berperan pada terjadinya eksaserbasi akut pada PPOK. Riwayat
tuberkulosis juga dihubungkan dengan di temukannya obstruksi saluran nafas
pada dewasa tua pada saat umur diatas 40 tahun.
Status sosioekonomi dan nutrisi.
Meskipun tidak terlalu jelas hubungannya, apakah paparan polutan baik
indoor maupun outdoor dan status nutrisi yang jelek serta faktor lain yang
berhubungan dengan kejadian PPOK, tetapi semua faktor-faktor tersebut
berhubungan erat dengan status sisioekonomi.
DIAGNOSIS.
Penderita yang datang dengan keluhan klinis dispneu, batuk kronik atau
produksi sputum dengan atau tanpa riwayat paparan faktor risiko PPOK sebaiknya
dipikirkan sebagai PPOK. Diagnosis PPOK di pastikan melalui pemeriksaan
23
spirometri paksa bronkhodilator. Perasaan rasa sesak nafas dan dada terasa
menyempit merupakan gejala non spesifik yang dapat bervariasi seiring waktu
yang dapat muncul pada seluruh derajat keparahan PPOK.
Pemeriksaan fisik memainkan peranan penting untuk diagnosis PPOK.
Tanda fisik hambatan aliran udara biasanya tidak muncul hingga terdapat
kerusakan yang bermakna dari fungsi paru muncul, dan deteksi memiliki nilai
sensitifitas dan spesifisitas yang rendah. Pada inspeksi dapat di temukan sentral
sianosis, bentuk dada “barel-shaped”, takhipneu, edema tungkai bawah sebagai
tanda kegagalan jantung kanan. Perkusi dan palpasi jarang membantu diagnosis
PPOK kecuali tanda-tanda hiperinflasi yang akan mengaburkan batas jantung dan
menurunkan batas paru-hati. Auskultasi sering memberikan kelemahan saluran
nafas, dapat dengan disertai adanya mengi.
Uji faal paru dengan spirometri merupakan suatu hal yang wajib di
lakukan pada penderita yang memang sudah di curigai PPOK untuk lebih
memastikan diagnosa yang ada sekaligus memantau progresifitas penyakit.
Perangkat ini merupakan alat bantu diagnosis yang paling objektif, terstandarisasi
dan most reproducible akan adanya hambatan aliran nafas. Spirometri akan
menilai Kapasitas Vital Paksa (KVP) Paru dan Volume Ekspirasi Paksa 1 detik
(VEP1) yang didasarkan pada umur, tinggi badan, jenis kelamin dan ras. Diagnosa
PPOK ditegakkan bila didapati nilai paksa paska bronkodilatornya VEP1/KVP <
0,70 dan VEP1 < 80% prediksi, dan berdasarkan penilaian VEP1 tadi, dapat
dinilai derajat keparahan dari PPOK.
24
DAFTAR PUSTAKA
Gunawan, S, dkk. 2007. Farmakologi dan Terapi. Balai Penerbit FKUI, Jakarta
Katzung,B.C. 2001. Antibiotik Beta-Laktam dan Penghambat Sintesis Dinding Sel Lainnya dalam: Farmakologi Dasar dan Klinik Buku 3 Edisi 8. Salemba Medika; Jakarta, 21
Katzung, B.C. 2001. Obat-obat Diuretik dalam: Farmakologi Dasar dan Klinik Buku 1 Edisi 8. Salemba Medika; Jakarta, 448
Katzung, B. C. 1997. Bronkodilator dan Obat-obat lain yang Digunakan dalam Asma dalam: Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 6, EGC; Jakarta 328
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). 2011. Pedoman Praktis Diagnosois dan Penatalaksanaan Di Indonesia. Jakarta.
Tjay, T.H dan Rahardja K. Obat-obat Penting Edisi 4. Elexmedia Komputindo, Jakarta.
Cited from: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23017/4/Chapter %20II.pdf . Diakses tanggal 21 Februari 2012
25