PPOK

40
PRESENTASI KASUS PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) EKSASERBASI AKUT RINGAN Pembimbing: dr. Indah Rahmawati, Sp.P Disusun oleh: M. Riefky Kusdhany 1010221056 Yandra Wijaya 1010221057 Tantri Sopia Sagita C 1010221058 Putri Febriana Sari P 1010221061 KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT DALAM

description

presus

Transcript of PPOK

Page 1: PPOK

PRESENTASI KASUS

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)

EKSASERBASI AKUT RINGAN

Pembimbing:

dr. Indah Rahmawati, Sp.P

Disusun oleh:

M. Riefky Kusdhany 1010221056

Yandra Wijaya 1010221057

Tantri Sopia Sagita C 1010221058

Putri Febriana Sari P 1010221061

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO

PURWOKERTO

2012

Page 2: PPOK

LEMBAR PERSETUJUAN

LAPORAN KASUSPENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) EKSASERBASI

AKUT RINGAN

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat ujian kepaniteraan klinik

SMF. Ilmu Penyakit Dalam

RSUD. Prof. dr. Margono Soekardjo

Purwokerto

Disusun oleh:

Riefky Koesdhany 1010221056

Yandra Wijaya 1010221057

Tantri Sopia Sagita C 1010221058

Putri Febriana Sari P 1010221061

Disetujui dan disahkan :

Tanggal : .......................................

Pembimbing,

dr. Indah Rahmawati, Sp.P

2

Page 3: PPOK

STATUS PENDERITA

I. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Tn.M

Umur : 80 tahun

Jenis kelamin : Pria

Alamat : Senggarewa RT 01/13, Rawalo

Agama : Islam

Status : Menikah

Pekerjaan : Petani

Tgl. Masuk RS : 14 Februari 2012

Tgl. Periksa : 21 februari 2012

Ruangan : Mawar Kelas III RSMS

Nomer CM : 331430

II. ANAMNESIS (Autoanamnesis dan Aloanamnesis)

1. Keluhan utama :

Sesak nafas.

2. Keluhan tambahan :

Batuk tidak berdahak, tenggorokan gatal.

3. Riwayat penyakit sekarang :

Pasien pria usia 80 tahun datang ke IGD RSMS diantar oleh

keluarganya pada tanggal 14 Februari 2012 dengan keluhan sesak

nafas sejak 6 bulan sebelum masuk rumah sakit, tetapi memberat sejak

2 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien merasa sesak sampai susah

untuk beraktivitas sehari-hari. Keluhan sesak dirasakan sepanjang hari.

Sesak nafas bertambah parah mulai dirasakan apabila beraktivitas fisik

ringan. Sesak nafas ini berkurang apabila ia tidur dengan posisi

setengah duduk atau menggunakan 2-3 bantal.

3

Page 4: PPOK

Selain itu, ia juga mengeluhkan batuk yang dialami sejak 6 bulan

sebelum masuk rumah sakit. Batuk muncul sesaat sebelum sesak nafas.

Batuk yang dialami pasien adalah batuk berdahak, dahak berwarna

putih.

Pasien pun menyatakan bahwa tenggorokannya sakit saat menelan

sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Keluhan ini sempat

menyebabkan nafsu makan pasien menurun, tetapi pada saat masuk

rumah sakit nafsu makan pasien sudah mulai membaik.

4. Riwayat penyakit dahulu

a. Riwayat keluhan serupa : Diakui

b. Riwayat infeksi saluran

kemih

: Disangkal

c. Riwayat kencing batu : Disangkal

d. Riwayat tekanan darah tinggi : Disangkal

e. Riwayat asam urat tinggi : Disangkal

f. Riwayat penyakit jantung : Disangkal

g. Diabetes mellitus : Disangkal

h. Riwayat penyakit liver : Disangkal

i. Riwayat alergi : Disangkal

j. Riwayat penyakit paru : Disangkal

k. Riwayat mondok : Diakui,

l. Riwayat operasi : Disangkal

m. Riwayat pengobatan TB : Disangkal

5. Riwayat penyakit keluarga

a. Riwayat tekanan darah tinggi : Disangkal

b. Riwayat penyakit jantung : Disangkal

c. Diabetes mellitus : Disangkal

d. Riwayat alergi : Disangkal

e. Riwayat penyakit paru : Disangkal

6. Riwayat sosial dan exposure

a. Community

4

Page 5: PPOK

Lingkungan rumah pasien berada di kawasan perkampungan

dengan jarak antar rumah berdekat-dekatan. Pasien sering

berinteraksi dengan tetangganya, tetapi sejak mengeluhkan sesak

nafas, ia jarang berinteraksi.

b. Home

Di rumah, ia tinggal bersama dengan istrinya anaknya. pasien

memiliki kebiasaan merokok sudah sejak remaja. Rumahnya terdiri

dari 3 kamar tidur, ruang tamu, ruang makan, dapur dan kamar

mandi. Rumah terbuat dari dinding tembok dan lantai masih tanah.

Rumah pasien memiliki beberapa jendela di kamar tidur dan ruang

tamu, ventilasi udara pun tersedia di setiap ruangan serta

cahayapun dapat masuk. Dapur rumah pasien berada di bagian

belakang dengan dinding terbuat dari bambu (gedek) dengan satu

buah pintu keluar dan satu buah jendela, sehingga ventilasi dapur

kurang memadai. Pasien memasak masih menggunakan tungku

dengan bahan bakar kayu sehingga menimbulkan adanya asap yang

berasal dari tungku saat memasak. Kebiasaan memasak ini sudah

dilakukannya semenjak kecil. Jarak kamar tidur ke kamar mandi

sekitar 2 meter. Kamar mandi tersebut terdiri dari WC jongkok.

c. Occupational

Ia merupakan buruh tani. Kegiatan sehari-harinya, yaitu berladang,

memberi makan ayam. Tetapi sejak ia merasa sesak nafas ia tidak

dapat melakukan aktivitas tersebut. Anaknya bekerja sebagai

Kepala dusun dengan penghasilan tidak tetap sehingga biaya

pengobatan pun ditanggung JAMKESMAS.

d. Drugs

Ia tidak pernah meminum OAT.

III. PEMERIKSAAN FISIK

a. Keadaan umum : Tampak sesak nafas

b. Kesadaran : Compos mentis

c. Vital sign

5

Page 6: PPOK

a. Tekanan darah : 120/80 mmHg

b. Nadi : 110 x/menit, reguler, isi dan tegangan

cukup

c. Frekuensi napas : 40 x/menit

d. Suhu : 36 °C

4. Tinggi badan : 160 cm

5. Berat badan : 49 kg

6. Status gizi (IMT) : 19,44 (BB Normal)

7. Status generalis

a. Pemeriksaan kepala

Bentuk kepala : Mesochepal

Rambut : Warna hitam, tidak rontok

Venektasi temporal : (+/+)

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)

Hidung : Discharge (-) dan deformitas (-)

Telinga : Discharge (-), deformitas (-)

Mulut : Lidah sianosis (-)

b. Pemeriksaan leher

Deviasi trachea : (-)

Pembesaran kelenjar

getah benang

: (-)

JVP : R + 2 cm (N)

c. Pemeriksaan thoraks

Paru

Inspeksi : Dinding dada simetris antara kanan dan

kiri, tidak ada ketinggalan gerak.

Palpasi : Vocal fremitus lobus superior dextra

sama dengan sinistra serta vocal fremitus

lobus inferior dextra sama dengan

sinistra.

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru.

Auskultasi : Suara dasar vesikuler (-/-), Rbh (+/+),

6

Page 7: PPOK

Rbk (+/+), wheezing (+/+).

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tampak pada SIC VI 2 jari

medial LMCS

Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC VI 2 jari

medial LMCS dan kuat angkat (-)

Perkusi : Batas Jantung

Kanan atas SIC II LPSD

Kiri atas SIC II LPSS

Kanan bawah SIC IV LPSD

Kiri bawah SIC V LMCS

Auskultasi : M1>M2, T1>T2, A2>A1, P2>P1,

reguler-reguler, Murmur (-), Gallop (-).

d. Pemeriksaan Abdomen

Inspeksi : Datar

Auskultasi : Bising usus terdengar setiap 2-5 detik

(normal)

Perkusi : Pekak sisi (-), pekak alih (-)

Palpasi : Undulasi (-)

Hepar: tidak teraba.

Lien: tidak teraba

Ginjal: Nyeri ketok costo vertebrae (-/-)

e. Pemeriksaan Ekstremitas

Tabel 1. Pemeriksaan Ekstremitas

PemeriksaanEkstremitas

superiorEkstremitas

inferiorDextra Sinistra Dextra Sinistra

Pitting edema - - - -Sianosis - - - -Kuku kuning (ikterik)

- - - -

Reflek fisiologis + + + +Reflek patologis - - - -Akral dingin - - - -

7

Page 8: PPOK

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Laboraturium

Tabel 2. Pemeriksaan Laboraturium (14-02-2012)

Pemeriksaan Satuan Rujukan KeteranganDarah lengkapHb 10,1 g/dL 14-18 MenurunLeukosit 10090 /uL 4800-10800 NormalHematokrit 30 % 27-37 NormalEritrosit 3,6 10^6/uL 4,2-5,4 MenurunTrombosit 129000 /uL 150.000-

450.000Menurun

MCV 82,5 fL 79-99 NormalMCH 28,0 Pg 27-31 NormalMCHC 33,9 % 33.0-37.0 MenurunHitung jenis leukositBasofil 0,1 % 0-1 NormalEosinofil 0,3 % 2-4 MenurunBatang 0,00 % 2-5 MenurunSegmen 86,8 % 40-70 MeningkatLimfosit 7,7 % 25-40 MenurunMonosit 5,1 % 2-8 MenurunKimia darahUreum 43,2 mg/dL 14.98-38.52 MeningkatKreatinin 0,79 mg/dL 0,8-1,2 MenurunSGOT 16 U/L 13-37 NormalSGPT 16 U/L 30-65 MenurunGDS 128 mg/dL ≤ 200 NormalElektrolitNatrium 141 Mmol/L 136-145 NormalKalium 3,0 Mmol/L 3,5-5,1 MenurunKlorida 100 Mmol/L 98-107 Normal

8

Page 9: PPOK

2. Pemeriksaan Rontgen Thoraks PA

Selasa, 14 Februari 2012

Cor :

Apeks bergeser ke laterokaudal, Elongatio dan kalsifikasi arkus aort,

kalsifikasi tracheobronchial.

Pulmo:

9

Page 10: PPOK

Corakan bronkovaskuler meningkat, tampak bercak pada kedua lapang

paru terutama lapangan tengah paru kanan disertai lusensi multiple

membentuk gambaran honey comb pada parakardial kanan kiri.

Hemidiagfragma kanan dan sinus kostofrenikus kanan baik.

Sinus kostofrenikus kiri tertutup kesuraman homogen.

Kesan:

1) Suspek Cardiomegali (LV) dengan elongatio aorta.

2) Curiga gambaran TB Paru disertai Infected Bronchietacsis, DD

Bronkopneumonia.

3) Efusi Pleura kiri.

3. Pemeriksaan BTA ZN

Pemeriksaan ZN 1x BTA : Negatif

V. RESUME

1. Anamnesis

a. Pasien laki-laki usia 80 tahun

b. Keluhan sesak nafas sejak 6 bulan sebelum masuk rumah sakit.

c. Sesak nafas memberat sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit,

menyebabkan pasien susah dalam berakitivitas sehari-hari, dan sesak

dirasakan sepanjang hari.

d. Sesak nafas bertambah parah mulai dirasakan apabila beraktivitas fisik

ringan. Sesak nafas ini berkurang apabila ia tidur dengan posisi

setengah duduk atau menggunakan 2-3 bantal.

e. Keluhan batuk yang dialami sejak 6 bulan sebelum masuk rumah

sakit. Batuk muncul sesaat sebelum sesak nafas. Batuk yang dialami

pasien adalah batuk berdahak, warna putih.

f. Tenggorokan pasien terasa gatal sejak 1 minggu sebelum masuk

rumah sakit. Keluhan ini sempat menyebabkan nafsu makan pasien

10

Page 11: PPOK

menurun, tetapi pada saat masuk rumah sakit nafsu makan pasien

sudah mulai membaik.

g. Pasien memiliki kebiasaan merokok sudah sejak remaja.

h. Rumah pasien terbuat dari dinding tembok dan lantai masih tanah.

2. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum : Tampak sesak nafas

b. Kesadaran : Compos mentis

c. Vital sign

1. Tekanan darah : mmHg

2. Nadi : menit, reguler, isi dan tegangan cukup

3. Frekuensi napas : x/menit

4. Suhu : 36 °C

d. Tinggi badan : 160 cm

e. Berat badan : 60 kg

f. Status gizi (IMT)

g. Pemeriksaan thoraks

Paru

Inspeksi : Dinding dada simetris antara kanan dan

kiri, tidak ada ketinggalan gerak.

Palpasi : Vocal fremitus lobus superior dextra

sama dengan sinistra serta vocal fremitus

lobus inferior dextra sama dengan

sinistra.

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru.

Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), Rbh (+/+),

Rbk (+/+), wheezing (+/+).

3. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan Satuan Rujukan KeteranganDarah lengkapHb 10,1 g/dL 14-18 MenurunLeukosit 10090 /uL 4800-10800 NormalHematokrit 30 % 27-37 Normal

11

Page 12: PPOK

Eritrosit 3,6 10^6/uL 4,2-5,4 MenurunTrombosit 129000 /uL 150.000-

450.000Menurun

MCV 82,5 fL 79-99 NormalMCH 28,0 Pg 27-31 NormalMCHC 33,9 % 33.0-37.0 MenurunHitung jenis leukositBasofil 0,1 % 0-1 NormalEosinofil 0,3 % 2-4 MenurunBatang 0,00 % 2-5 MenurunSegmen 86,8 % 40-70 MeningkatLimfosit 7,7 % 25-40 MenurunMonosit 5,1 % 2-8 MenurunKimia darahUreum 43,2 mg/dL 14.98-38.52 MeningkatKreatinin 0,79 mg/dL 0,8-1,2 MenurunSGOT 16 U/L 13-37 NormalSGPT 16 U/L 30-65 MenurunGDS 128 mg/dL ≤ 200 NormalElektrolitNatrium 141 Mmol/L 136-145 NormalKalium 3,0 Mmol/L 3,5-5,1 MenurunKlorida 100 Mmol/L 98-107 Normal

4. Foto thoraks PA

Kesan:

Apeks bergeser ke laterokaudal, Elongatio dan kalsifikasi arkus aort,

kalsifikasi tracheobronchial.

Pulmo:

Corakan bronkovaskuler berkurang, tak tampak bercak pada kedua

lapang paru terutama lapangan tengah paru kanan disertai lusensi

multiple membentuk gambaran honey comb pada parakardial kanan kiri.

Hemidiagfragma kanan dan sinus kostofrenikus kanan baik.

Sinus kostofrenikus kiri tertutup kesuraman homogen.

Pemeriksaan BTA: Negatif (16-02-2012)

VI. DIAGNOSIS

PPOK Eksaserbasi Akut

Anemia

12

Page 13: PPOK

Trombositopeni

VII. USUL PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Spirometri

VIII.PENATALAKSANAAN

Farmakologi :

1. IVFD D5% 20 tpm ditambah 1 ampul Aminophilin per 12 jam

Aminophilin merupakan golongan xantin dalam bentuk lepas lambat

sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang, terutama pada derajat

sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak

(pelega napas), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi

eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan

kadar aminofilin darah. Pada dewasa dapat diberikan 250-500 mg/hari IV

lambat tiap ml mengandung 24 mg.

Kontraindikasi : hipersensitivitas terhadap derivate xantin.

Efek samping : mual muntah, diare, palpitasi, takikardi, aritmia, takipneu

dan hiperglikemia.

2. Nebulizer ventolin 3x / hari

Isi dari ventolin adalah salbutamol 2,5 mg/2,5 NaCl digunakan dengan

nebulizer dan tersedia dalam ampul, pemakaian dimasukkan ke dalam

alat (nebulizer) untuk dihisap oleh pasien. Salbutamol mempunyai waktu

mulai kerja (onset) yang cepat. Pemberian dapat secara inhalasi atau oral,

pemberian inhalsi mempunyai onset yang lebih cepat dan efek samping

minimal/tidak ada. Mekanisme kerja salbutamol yaitu agonis beta-2 yaitu

relaksasi otot polos saluran napas, meningkatkan bersihan mukosilier,

menurunkan permeability pembuluh darah dan modulasi pelepasan

mediator dari sel mast.

Indikasi : Asma, bronchitis kronis dan emfisema

Efek samping : rangsangan kardiovaskular, tremor otot rangka dan

hipokalemia.

13

Page 14: PPOK

3. Injeksi metilprednisolone 3 x 125 mg i.v

Metil prednisolone merupakan kortikosteroid sistemik. Sediaan oral 4,8-

18 mg, sedangkan vial injeksi 62,5 mg. Metilprednisolene memiliki efek

minerakortikoid minimal, waktu paruh pendek dan efek striae pada otot

minimal.

Efek samping : osteoporosis, hipertensi, diabetes mellitus, supresi aksis

adrenal pituitary hipotalamus, katarak, galukoma, obesity, penipisan

kulit, striae dan kelemahan otat.

Kontra indikasi : Pada penderita imunosupresi, seperti tuberculosis paru,

infeksi parasit, osteoporosis.

4. Injeksi Ceftazidime 2 x 1 gr i.v

Ceftazidime termasuk golongan sefalosporin generasi ketiga. Digunakan

dalam penatalaksanaan sistemik dari penyakit infeksi. Ceftazidime

berikatan dengan satu atau lebih dengan penicillin-binding proteins

(PBPs) yang menghambat final transpeptidation step dari peptidoglycan

synthesis di dinding sel bakteri, juga menghambat biosynthesis dan

memecah pembentukan dinding bakteri dan mengakibatkan kematian sel

bakteri.

Absorpsi: Peak plasma concentrations setelah 1 jam (IM), 5 menit (IV

bolus).

Distribusi: didistribusikan secara luas di jaringan dan cairan tubuh; CSF

(konsentrasi therapeutic jika terdapat inflamasi meningen). Menembus

placenta dan masuk ke ASI. Protein-binding: 10%

Ekskresi: utamanya melalui ginjal via urine oleh glomerular filtration

(80-90% dalam 24 jam); secara pasif diekskresikan pada buli tapi hanya

sedikit yang dieliminasi. Clearance enhanced pada cystic fibrosis; 2 jam

(waktu-paruh eliminasi), diperpanjang pada neonatus and gangguan

renal.

14

Page 15: PPOK

5. Ambroxol syr 3 x 1 ct

Indikasi : ambroxol adalah obat golongan mukolitik yang digunakan

sebagai mukolitik pada bronkitis dan kelainan saluran nafas lain.

Dosis : oral 3-4 dd 8-16 mg, anak-anak 3 dd 6-8 mg

Efek samping : gangguan saluran cerna, perasaan pusing, berkeringat,

dan bronkokonstriksi ringan.

Non farmakologi :

1. Rehabilitasi

a. Latihan pernapasan dengan pursed-lips

b. Latihan ekspektorasi

c. Latihan otot pernapasan dan ekttremiti

7. Terapi Oksigen

Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang

menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen

merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi

seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ -organ

lainnya. Manfaat oksigen :

- Mengurangi sesak

- Memperbaiki aktiviti

- Mengurangi hipertensi pulmonal

- Mengurangi vasokonstriksi

- Mengurangi hematokrit

- Memperbaiki fungsi neuropsikiatri

- Meningkatkan kualiti hidup

Indikasi

- Pao diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O

> 89% disertai Kor Pulmonal, perubahan P

pullmonal, Ht >55% dan tanda - tanda gagal jantung kanan, sleep apnea,

penyakit paru lain.

- Pao < 60mmHg atau Sat O < 90%

15

Page 16: PPOK

8. Nutrisi

Pada penderita PPOK adalah makan sedikit tapi sering dengan

mengkonsumsi makanan yang mengandung lemak dan batasi konsumsi

karbohidrat. Karena gangguan ventilasi, pada pasien PPOK susah

mengeluarkan CO2 akibat dari metabolisme karbohidrat sehingga

konsumsi karbohidrat perlu dibatasi. Kebutuhan protein seperti pada

umumnya dapat meningkatkan ventilasi semenit oksigen comsumption

dan respon ventilasi terhadap hipoksia dan hiperkapni. Tetapi pada

PPOK dengan gagal nafas kelebihan pemasukan protein dapat

menyebabkan kelelahan. Gangguan keseimbangan elektrolit juga sering

terjadi pada pasien PPOK diataranya hipofosfatemi, hipokalemi,

hipoklasemi, dan hipomagnesemi.

Rencana monitoring :

1. Awasi vital sign

2. Bakteriologik

3. Radiologik

4. Evaluasi klinik

5. Efek samping obat

Edukasi :

1. Disarankan kepada Pasien dan keluarga pasien untuk berhenti merokok

2. Memberi pengetahuan dasar mengenai PPOK

3. Edukasi mengenai cara mengkonsumsi obat dan cara penggunaannya.

4. Pencegahan perburukan penyakit seperti terlalu banyak aktivitas.

5. Menghindari pencetus seperti asap rokok .

6. Memakai masker.

7. Penyesuaian aktivitas sehari-hari.

IX. PROGNOSIS

Ad fungsional : dubia ad bonam

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

16

Page 17: PPOK

BAB II

PEMBAHASAN

Pada pasien ini diagnosis kerjanya adalah PPOK eksaserbasi akut.

Diagnosis tersebut diperoleh dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang. Dari anamnesis didapatkan bahwa keluhan utama yang dirasakan

pasien adalah sesak nafas yang sangat mengganggu aktivitas dan pasien akan

merasakan sangat sesak sehingga pasien dapat tidur dengan posisi setengah duduk

atau dengan menggunakan bantal sebanyak 2 buah. Pasien mengeluh batuk tidak

disertai dengan dahak dan tenggorokan merasa gatal.

Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) adalah suatu penyakit yang

dikarakteristikkan oleh adanya hambatan aliran udara secara kronis dan

perubahan-perubahan patologi pada paru, dimana hambatan aliran udara saluran

nafas bersifat progresif dan tidak sepenuhnya reversibel dan berhubungan dengan

respon inflamasi yang abnormal dari paru-paru terhadap gas atau partikel yang

berbahaya.

PPOK eksaserbasi akut adalah timbulnya perburukan dibandingkan

dengan kondisi sebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau faktor

lainnya seperti polusi udara, kelelahan atau timbulnya komplikasi. Gejala

eksaserbasi adalah sesak bertambah, produksi sputum meningkat, perubahan

warna sputum. Eksaserbasi akut dibagi menjadi tiga :

a. Tipe (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala di atas

b. Tipe II (eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala di atas

c. Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala di atas ditambah infeksi

saluran napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan

batuk, peningkatan mengi atau peningkatan frekuensi pernapasan > 20%

baseline, atau frekuensi nadi > 20% baseline.

Etiologi PPOK eksaserbasi akut dibagi menjadi 2 yaitu :

1. Etiologi primer

- Infeksi trakeobronkial (biasanya karena virus)

2. Etiologi Sekunder

- Pnemonia

17

Page 18: PPOK

- Gagal jantung kanan, atau kiri, atau aritmia

- Emboli paru

- Pneumotoraks spontan

- Penggunaan oksigen yang tidak tepat

- Penggunaan obat-obatan (obat penenang, diuretik) yang tidak tepat

- Penyakit metabolik (DM, gangguan elektrolit)

- Nutrisi buruk

- Lingkungan memburuk/polusi udara

- Aspirasi berulang

- Stadium akhir penyakit respirasi (kelelahan otot respirasi)

- Klasifikasi PPOK menurut Perhimpunan Dokter Paru

Indonesia (PDPI) (2011)

Lama (Gold 2003) Baru (Gold 2010)Derajat Derajat Klinis Faal ParuDerajat 0 Beresiko Derajat 0 Beresiko Gejala Klinis

(batuk, Produksi Sputum)

Normal

Derajat 1 :PPOK Ringan

Derajat 1 :PPOK Ringan

Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum)

VEP1/KVP<70 %VEP1≥80%prediksi

Derajat IIPPOK sedang

Derajat IIPPOK sedang

Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk, produksi sputum) gejala tambah sehingga menjadi sesak

VEP1/KVP<70%50%<VEP1<80%prediksi

Derjat III:PPOK berat

Derjat III:PPOK berat

Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk, produksi sputum) gejala bertambah sehingga menjadi sesak

VEP1/KVP<70%30%<VEP1<50%prediksi

Derajat IV :PPOK sangat berat

Derajat IV :PPOK sangat berat

Gejala di atas ditambah tanda-tanda gagal nafas atau gagal jantung kanan

VEP/KVP<70 %VEP1<30%Prediksi disertai gagal napas kronik

18

Page 19: PPOK

Pada pasien tersebut etiologi akibat dari PPOK eksaserbasi akut bisa

disebabkan karena lingkungan pekerjaan yang buruk (terpapar zat racun) dan

merokok.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan permukaan thorak simetris, tidak ada

ketinggalan gerak, tidak ada retraksi tetapi terdapat eksperium diperpanjang. Pada

palpasi didapatkan getaran suara yaitu vokal fremitus paru kanan sama dengan

paru kiri, namun vermitus tersebut agak melemah. Pada auskultasi didapatkan

nafas vasikuler, ekspirasi yang sedikit memanjang serta terdengar mengi di daerah

parahillus yang menandakan adanya bronkospasme atau penyempitan di daerah

bronkus.

Pada pemeriksaan penunjang dari foto thoraks didapatkan gambaran

peningkatan corakan bronkovaskuler, ini menunjukkan bahwa pada paru penderita

terjadi reaksi peradangan. Apeks jantung pada foto thoraks terlihat bergeser ke

lalaterokaudal yang menandakan adanya cardiomegali. Pada pemeriksaan foto

thoraks terlihat sela iga melebar, hal ini menunjujjan adanya air trapping atau

hambatan aliran udara. Pemeriksaan laboratorium darah tidak ada tanda – tanda

infeksi lainnya.

19

Page 20: PPOK

Patogenesis

Faktor Risiko.

PPOK yang merupakan inflamasi lokal saluran nafas paru, akan ditandai

dengan hipersekresi mucus dan sumbatan aliran udara yang persisten. Gambaran

ini muncul dikarenakan adanya pembesaran kelenjar di bronkus pada perokok dan

membaik saat merokok di hentikan. Terdapat banyak faktor risiko yang diduga

kuat merupakan etiologi dari PPOK. Faktor-faktor risiko yang ada adalah genetik,

paparan partikel, pertumbuhan dan perkembangan paru, stres oksidatif, jenis

kelamin, umur, infeksi saluran nafas, status sosioekonomi, nutrisi dan

komorbiditas.

Genetik.

PPOK merupakan suatu penyakit yang poligenik disertai interaksi

lingkungan genetik yang sederhana. Faktor risiko genetik yang paling besar dan

telah di teliti lama adalah defisiensi α1 antitripsin, yang merupakan protease serin

20

Page 21: PPOK

inhibitor. Biasanya jenis PPOK yang merupakan contoh defisiensi α1 antitripsin

adalah emfisema paru yang dapat muncul baik pada perokok maupun bukan

perokok, tetapi memang akan diperberat oleh paparan rokok. Bahkan pada

beberapa studi genetika, dikaitkan bahwa patogenesis PPOK itu dengan gen yang

terdapat pada kromosom 2q.

Paparan Partikel Inhalasi.

Setiap individu pasti akan terpapar oleh beragam partikel inhalasi selama

hidupnya. Tipe dari suatu partikel, termasuk ukuran dan komposisinya, dapat

berkontribusi terhadap perbedaan dari besarnya risiko dan total dari risiko ini akan

terintegrasi secara langsung terhadap pejanan inhalasi yang didapat. Dari berbagai

macam pejanan inhalasi yang ada selama kehidupan, hanya asap rokok dan debu-

debu pada tempat kerja serta zat-zat kimia yang diketahui sebagai penyebab

PPOK. Paparan itu sendiri tidak hanya mengenai mereka yang merupakan

perokok aktif, bahkan pada perokok pasif atau dengan kata lain environmental

smokers itu sendiri pun ternyata risiko menderita PPOK menjadi tinggi juga. Pada

perokok pasif didapati penurunan VEP1 tahunan yang cukup bermakna pada

orang muda yang bukan perokok. Bahkan yang lebih menarik adalah pengaruh

rokok pada bayi jika ibunya perokok aktif atau bapaknya perokok aktif dan ibunya

menjadi perokok pasif, selain didapati berat bayi lebih rendah, maka insidensi

anak untuk menderita penyakit saluran pernafasan pada 3 tahun pertama menjadi

meningkat.Shahab dkk melaporkan hal yang juga amat menarik bahwa ternyata

mereka mendapatkan besarnya insidensi PPOK yang telah terlambat didiagnosis,

memiliki kebiasaan merokok yang tinggi. PPOK yang berat berdasarkan derajat

spirometri, didapatkan hanya sebesar 46,8% ( 95% CI 39,1-54,6) yang

mengatakan bahwa mereka menderita penyakit saluran nafas, sisanya tidak

mengetahui bahwa mereka menderita penyakit paru dan tetap merokok. Status

merokok justru didapatkan pada penderita PPOK sedang dibandingkan dengan

derajat keparahan yang lain. Begitu juga mengenai riwayat merokok yang ada,

ternyata prevalensinya tetap lebih tinggi pada penderita PPOK yang sedang

(7,1%, p<0,02).

21

Page 22: PPOK

Paparan lainya yang dianggap cukup mengganggu adalah debu-debu yang

terkait dengan pekerjaan ( occupational dusts ) dan bahan-bahan kimia. Meskipun

bahan-bahan ini tidak terlalu menjadi sorotan menjadi penyebab tingginya

insidensi dan prevalensi PPOK, tetapi debu-debu organik dan inorganik

berdasarkan analisa studi populasi NHANES III didapati hampir 10.000 orang

dewasa berumur 30-75 tahun menderita PPOK terkait karena pekerjaan. American

Thoracic Society (ATS) sendiri menyimpulkan 10-20% paparan pada pekerjaan

memberikan gejala dan kerusakan yang bermakna pada PPOK.

Polusi udara dalam ruangan yang dapat berupa kayu-kayuan, kotoran

hewan, sisa-sisa serangga, batubara, asap dari kompor juga akan menyebabkan

peningkatan insidensi PPOK khususnya pada wanita. Selain itu, polusi udara

diluar ruangan juga dapat menyebabkan progresifitas kearah PPOK menjadi tinggi

seperti seperti emisi bahan bakar kendaraan bermotor. Kadar sulfur dioksida

(SO2) dan nitrogen dioksida (NO2) juga dapat memberikan sumbatan pada

saluran nafas kecil (Bronkiolitis) yang semakin memberikan perburukan kepada

fungsi paru.

Pertumbuhan dan perkembangan paru.

Pertumbuhan dan perkembangan paru yang kemudian menyokong kepada

terjadinya PPOK pada masa berikutnya lebih mengarah kepada status nutrisi bayi

bayi pada saat dalam kandungan, saat lahir, dan dalam masa pertumbuhannya.

Dimana pada suatu studi yang besar didapatkan hubungan yang positif antara

berat lahir dan VEP1 pada masa dewasanya.

Stres Oksidatif.

Paparan oksidan baik dari endogen maupun eksogen terus menerus

dialami oleh paru-paru. Sel paru-paru sendiri sebenarnya telah memiliki proteksi

yang cukup baik secara enzimatik maupun non enzimatik. Perubahan

keseimbangan antara oksidan dan anti oksidan yang ada akan menyebabkan stres

oksidasi pada paru-paru. Hal ini akan mengaktivasi respon inflamasi pada paru-

paru. Ketidak seimbangan inilah yang kemudian memainkan peranan yang

penting terhadap patogenesis PPOK.

22

Page 23: PPOK

Jenis Kelamin.

Jenis kelamin sebenarnya belum menjadi faktor risiko yang jelas pada

PPOK. Pada beberapa waktu yang lalu memang tampak bahwa prevalensi PPOK

lebih sering terjadi pada Pria di bandingkan pada wanita, tetapi penelitian dari

beberapa negara maju menunjukkan bahwa ternyata saat ini insidensi antara pria

dan wanita ternyata hampir sama, dan terdapat beberapa studi yang mengatakan

bahwa ternyata wanita lebih rentan untuk dirusak oleh asap rokok dibandingkan

pria. Hal ini dikarenakan perubahan kebiasaan, dimana wanita lebih banyak yang

merupakan perokok saat ini.

Infeksi.

Infeksi, baik viral maupun bakteri akan memberikan peranan yang besar

terhadap patogenesis dan progresifitas PPOK dan kolonisasi bakteri berhubungan

dengan terjadinya inflamasi pada saluran pernafasan dan juga memberikan

peranan yang penting terhadap terjadinya eksaserbasi. Kecurigaan terhadap

infeksi virus juga dihubungkan dengan PPOK, dimana kolonisasi virus seperti

rhinovirus pada saluran nafas berhubungan dengan peradangan saluran nafas dan

jelas sekali berperan pada terjadinya eksaserbasi akut pada PPOK. Riwayat

tuberkulosis juga dihubungkan dengan di temukannya obstruksi saluran nafas

pada dewasa tua pada saat umur diatas 40 tahun.

Status sosioekonomi dan nutrisi.

Meskipun tidak terlalu jelas hubungannya, apakah paparan polutan baik

indoor maupun outdoor dan status nutrisi yang jelek serta faktor lain yang

berhubungan dengan kejadian PPOK, tetapi semua faktor-faktor tersebut

berhubungan erat dengan status sisioekonomi.

DIAGNOSIS.

Penderita yang datang dengan keluhan klinis dispneu, batuk kronik atau

produksi sputum dengan atau tanpa riwayat paparan faktor risiko PPOK sebaiknya

dipikirkan sebagai PPOK. Diagnosis PPOK di pastikan melalui pemeriksaan

23

Page 24: PPOK

spirometri paksa bronkhodilator. Perasaan rasa sesak nafas dan dada terasa

menyempit merupakan gejala non spesifik yang dapat bervariasi seiring waktu

yang dapat muncul pada seluruh derajat keparahan PPOK.

Pemeriksaan fisik memainkan peranan penting untuk diagnosis PPOK.

Tanda fisik hambatan aliran udara biasanya tidak muncul hingga terdapat

kerusakan yang bermakna dari fungsi paru muncul, dan deteksi memiliki nilai

sensitifitas dan spesifisitas yang rendah. Pada inspeksi dapat di temukan sentral

sianosis, bentuk dada “barel-shaped”, takhipneu, edema tungkai bawah sebagai

tanda kegagalan jantung kanan. Perkusi dan palpasi jarang membantu diagnosis

PPOK kecuali tanda-tanda hiperinflasi yang akan mengaburkan batas jantung dan

menurunkan batas paru-hati. Auskultasi sering memberikan kelemahan saluran

nafas, dapat dengan disertai adanya mengi.

Uji faal paru dengan spirometri merupakan suatu hal yang wajib di

lakukan pada penderita yang memang sudah di curigai PPOK untuk lebih

memastikan diagnosa yang ada sekaligus memantau progresifitas penyakit.

Perangkat ini merupakan alat bantu diagnosis yang paling objektif, terstandarisasi

dan most reproducible akan adanya hambatan aliran nafas. Spirometri akan

menilai Kapasitas Vital Paksa (KVP) Paru dan Volume Ekspirasi Paksa 1 detik

(VEP1) yang didasarkan pada umur, tinggi badan, jenis kelamin dan ras. Diagnosa

PPOK ditegakkan bila didapati nilai paksa paska bronkodilatornya VEP1/KVP <

0,70 dan VEP1 < 80% prediksi, dan berdasarkan penilaian VEP1 tadi, dapat

dinilai derajat keparahan dari PPOK.

24

Page 25: PPOK

DAFTAR PUSTAKA

Gunawan, S, dkk. 2007. Farmakologi dan Terapi. Balai Penerbit FKUI, Jakarta

Katzung,B.C. 2001. Antibiotik Beta-Laktam dan Penghambat Sintesis Dinding Sel Lainnya dalam: Farmakologi Dasar dan Klinik Buku 3 Edisi 8. Salemba Medika; Jakarta, 21

Katzung, B.C. 2001. Obat-obat Diuretik dalam: Farmakologi Dasar dan Klinik Buku 1 Edisi 8. Salemba Medika; Jakarta, 448

Katzung, B. C. 1997. Bronkodilator dan Obat-obat lain yang Digunakan dalam Asma dalam: Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 6, EGC; Jakarta 328

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). 2011. Pedoman Praktis Diagnosois dan Penatalaksanaan Di Indonesia. Jakarta.

Tjay, T.H dan Rahardja K. Obat-obat Penting Edisi 4. Elexmedia Komputindo, Jakarta.

Cited from: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23017/4/Chapter %20II.pdf . Diakses tanggal 21 Februari 2012

25