PPN yang dikenakan satu kali pada wilayah pabrikan
-
Upload
doan-pasaribu -
Category
Documents
-
view
300 -
download
7
description
Transcript of PPN yang dikenakan satu kali pada wilayah pabrikan
MAKALAH PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
D-1 Perpajakan
TAHUN 2011/2012
SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA
Jl. Bintaro Utama Sektor V, Tangerang SelatanTelepon : (021) 7361654-58Faksimili:
(021) 7361653
Disusun oleh :
Ahmad Fauzi (3)Beni Amsyari (10)Doan Wiro Pasaribu (17)Mikail Katma Zakaria (24)Rizka Restu Fawzy (31)
Dosen :
Dr. Richard Eddy Tampubolon, S.E., A.K., M.BA., M.M.
Forum diskusi Bisnis Online , Bisnis Investasi : http://hyiptalk.indonesianforum.net/ProfitClicking Bisnis Luar biasa : http://profitclicking.com/?r=Ug8SfeYDDR http://doan-pasaribu.blogspot.com
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................................................
Bab 1. Objek PPN yang PPNnya dikenakan satu kali pada wilayah pabrikan......................................................................
A. PPN ATAS PENYERAHAN PRODUK REKAMAN SUARA......................................................1
B. PPN ATAS PENYERAHAN HASIL TEMBAKAU............................................................................................................
C. PENGENAAN PPN ATAS BAHAN BAKAR MINYAK..................................................................................................
Bab 2. Penyerahan Jasa Biro Perjalanan atau Pariwisata....................................................................................................
Bab 3. Ekpor BKP dan JKP di dalam daerah Pabean oleh Pengusaha Kena Pajak.............................................................
A. Dasar Hukum : Pasal 4 UU PPN NO 42 TAHUN 2009, mengatur bahwa :.........................19
B. Batasan Kegiatan dan Jenis JKP yang atas ekspornya dikenakan PPN 0%..........................20
C. Saat terutangnya PPN dan Pemberitahuan Ekspor JKP........................................................21
D. PPN atas Penyerahan JKP Lain ke WP LN..........................................................................21
Bab 4. Penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang Dilakukan oleh Pengusaha..................................................................................................................................................
1. BARANG KENA PAJAK...................................................................................................23
2. JASA KENA PAJAK...........................................................................................................25
3. PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK........................................................................26
4. PENYERAHAN JASA KENA PAJAK...............................................................................28
5. DAERAH PABEAN............................................................................................................28
6. KEGIATAN USAHA ATAU PEKERJAAN.......................................................................29
Daftar Pustaka....................................................................................................................................................................
Bab 1. Objek PPN yang PPNnya dikenakan satu kali pada wilayah pabrikan
Ada beberapa produk berupa barang kena pajak yang secara “teoritis” harga
sampai ke konsumen akhir sudah diketahui pada wilayah pabrikan. Untuk jenis
barang kena pajak yang demikian diatur pengenaan PPN-nya tidak mengikuti
ketentuan umum dengan mekanisme pengkreditan tetapi ditetapkan PPN
terutangnya pada wilayah pabrikan dan tidak dikenakan PPN lagi pada stage
berikutnya.Ini merupakan penyimpangan dari karakter PPN sebagai jenis pajak yang
pemungutannya menggunakan multi stage tax.
Pengenaan PPN dengan karakteristik demikian yaitu dikenakan sekali pada
jalur produksi diterapkan pada:
Penyerahan Produk Rekaman Suara
Penyerahan Hasil Tembakau
Penyerahan Bahan Bakar Minyak
A. PPN ATAS PENYERAHAN PRODUK REKAMAN SUARA
1. Dasar Hukum
Pengenaan PPN atas penyerahan produk rekaman suara diatur dalam
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 174/KMK.03/2004 tanggal 2 April 2004. Yang
dimaksud dengan Produk Rekaman Suara adalah semua produk rekaman suara
yang dibuat di atas media rekaman, seperti pita kaset, Compact Disc (CD), dan
Video Compact Disc (VCD), Laser Disc (LD), Digital Versatile Disc (DVD), dan media
rekaman lain, yang berisi rekaman suara atau rekaman suara beserta tayangan
gambar. Pemungutan dan pelunasan Pajak Pertambahan Nilai Atas penyerahan
Produk Rekaman Suara dilakukan dengan menggunakan Stiker Lunas PPN.
Sebagai peraturan pelaksanaannya telah diterbitkan Keputusan Direktur
Jendera Pajak Nomor KEP-81/PJ./2004 tentang Pajak Pertambahan Nilai Atas
Penyerahan Produk Rekaman Suara dan telah dilakukan perubahan kedua dengan
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-4/PJ/2008.
1
2. Objek PPN
Meskipun dalam peraturan pelaksanaan dikatakan bahwa Atas penyerahan
Produk Rekaman Suara terutang Pajak Pertambahan Nilai. Namun lebih tepat lagi
apabila dinyatakan bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan
Produk Rekaman Suara oleh Produsen Produk Rekaman Suara. Yang dimaksud
dengan Produsen Produk Rekaman Suara adalah orang pribadi atau badan yang
memproduksi atau menghasilkan produk rekaman suara. Dengan demikian maka
apabila penyerahan produk rekaman suara tersebut bukan oleh produsen produk
rekaman suara menjadi tidak terutang PPN.
3. Pengelompokan produk rekaman suara
1) Kaset isi jenis A adalah produk rekaman suara di atas pita kaset yang berisi:
a. lagu berbahasa Indonesia dan yang berisi lagu campuran yang berbahasa
Indonesia dan berbahasa daerah, yang seluruh pencipta dan penyanyinya
warga negara Indonesia; atau
b. lagu instrumentalia yang seluruh penciptanya warga negara Indonesia.
2) Kaset isi jenis B adalah produk rekaman suara di atas pita kaset yang berisi:
a. lagu berbahasa asing dan yang berisi lagu campuran yang berbahasa asing
dan berbahasa Indonesia/Daerah, selain lagu keagamaan; atau
b. lagu yang satu atau lebih penciptanya atau penyanyinya warga negara asing;
atau
c. lagu instrumentalia yang satu atau lebih penciptanya warga negara asing.
3) Kaset isi jenis C adalah produk rekaman suara di atas pita kaset yang berisi:
a. lagu yang seluruhnya berbahasa daerah yang seluruh pencipta dan
penyanyinya warga negara Indonesia; atau
b. rekaman cerita, lawak, wayang, dan rekaman yang sejenis lainnya dalam
bahasa Indonesia/Daerah; atau
c. suara burung dan suara hewan lainnya; atau
d. lagu keagamaan.
4) Compact Disc jenis CD.1 adalah produk rekaman suara di atas compact disc
yang berisi:
a. lagu berbahasa Indonesia dan yang berisi lagu campuran yang berbahasa
Indonesia dan berbahasa daerah, yang seluruh pencipta dan penyanyinya
warga negara Indonesia; atau
b. lagu instrumentalia yang seluruh penciptanya warga negara Indonesia; atau
c. lagu keagamaan.
2
5) Compact Disc jenis CD.2 adalah produk rekaman suara di atas compact disc
yang berisi:
a. lagu berbahasa asing dan yang berisi lagu campuran yang berbahasa asing
dan berbahasa Indonesia/Daerah, selain lagu keagamaan; atau
b. lagu yang satu atau lebih penciptanya atau penyanyinya warga negara asing;
atau
c. lagu instrumentalia yang satu atau lebih penciptanya warga negara asing.
6) Video Compact Disc jenis VCDK.1 adalah produk rekaman suara di atas, video
compact disc dengan harga jual eceran di atas Rp10.000,- (sepuluh ribu rupiah)
yang berisi:
a. lagu berbahasa Indonesia dan yang berisi lagu campuran yang berbahasa
Indonesia dan berbahasa daerah beserta tayangan gambar (Video Compact
Disc Karaoke), yang seluruh pencipta dan penyanyinya warga negara
Indonesia; atau
b. lagu instrumentalia beserta tayangan gambar (Video Compact Disc Karaoke)
yang seluruh penciptanya warga negara Indonesia; atau
c. lagu keagamaan beserta tayangan gambar (Video Compact Disc Karaoke).
7) Video Compact Disc jenis VCDK.2 adalah produk rekaman suara di atas video
compact disc yang berisi:
8) lagu berbahasa asing dan yang berisi lagu campuran yang berbahasa asing dan
berbahasa Indonesia/daerah beserta tayangan gambar (Video Compact Disc
Karaoke), selain lagu keagamaan; atau
a. lagu beserta tayangan gambar (Video Compact Disc Karaoke) yang satu atau
lebih penciptanya atau penyanyinya warga negara asing; atau
b. lagu instrumentalia beserta tayangan gambar (Video Compact Disc Karaoke)
yang satu atau lebih penciptanya warga negara asing.
9) Video Compact Disk jenis VCDK. Ekonomis adalah produk rekaman suara di
atas video compact disc dengan harga jual eceran sampai dengan Rp10.000,-
(sepuluh ribu rupiah) yang berisi:
a. lagu berbahasa Indonesia dan yang berisi lagu campuran yang berbahasa
Indonesia dan berbahasa daerah beserta tayangan gambar (Video Compact
Disc Karaoke), yang seluruh pencipta dan penyanyinya warga negara
Indonesia; atau
b. lagu instrumentalia beserta tayangan gambar (Video Compact Disc Karaoke)
yang seluruh penciptanya warga negara Indonesia; atau
c. lagu keagamaan beserta tayangan gambar (Video Compact Disc Karaoke).
3
4. Mekanisme Pelunasan
Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan Produk Rekaman
Suara:
a. Kaset isi jenis A
b. Kaset isi jenis B
c. Kaset isi jenis C
d. Compact disc jenis CD.1
e. Compact disc jenis CD.2
f. Video compact disc jenis VCDK.1
g. Video compact disc jenis VCDK.2
h. Video compact disc jenis VCDK. Ekonomis
dipungut oleh Produsen rekaman suara dan disetor dengan cara penebusan Stiker
Lunas PPN.
5. Dasar Pengenaan Pajak dan PPN terutang
Dasar Pengenaan Pajak untuk menghitung Pajak Pertambahan Nilai yang
terutang atas penyerahan produk rekaman suara adalah Harga Jual Rata-rata.
1) Harga Jual Rata-rata adalah:
a. Rp8.000,- (delapan ribu rupiah) per buah untuk kaset isi jenis A;
b. Rp16.000,- (enam belas ribu rupiah) per buah untuk kaset isi jenis B;
c. Rp7.500,- (tujuh ribu lima ratus rupiah) per buah untuk kaset isi jenis C;
d. Rp20.000,- (dua puluh ribu rupiah) per buah untuk Compact disc jenis CD.1;
e. Rp48.000,- (empat puluh delapan ribu rupiah) per buah untuk Compact disc
jenis CD.2;
f. Rp18.000,- (delapan belas ribu rupiah) per buah untuk Video compact disc
jenis VCDK.1;
g. Rp50.000,- (lima puluh ribu rupiah) per buah untuk Video compact disc jenis
VCDK.2;
h. Rp10.000,- (sepuluh ribu rupiah) per buah untuk Video compact disc jenis
VCDK. Ekonomis.
120 | P a g e
4
2) Pajak Pertambahan Nilai yang terutang adalah sebesar 10% (sepuluh persen)
dari Harga Jual Rata-rata, yaitu sebesar :
a. Rp800,- (delapan ratus rupiah) per buah untuk kaset isi jenis A;
b. Rp1.600,- (seribu enam ratus rupiah) per buah untuk kaset isi jenis B;
c. Rp750,- (tujuh ratus lima puluh rupiah) per buah untuk kaset isi jenis C;
d. Rp2.000,- (dua ribu rupiah) per buah untuk Compact disc jenis CD.1;
e. Rp4.800,- (empat ribu delapan ratus rupiah) per buah untuk Compact disc
jenis CD.2;
f. Rp1.800,- (seribu delapan ratus rupiah) per buah untuk Video compact disc
jenis VCDK.1;
g. Rp5.000,- (lima ribu rupiah) per buah untuk Video compact disc jenis
VCDK.2;
h. Rp1.000,- (seribu rupiah) per buah untuk Video compact disc Jenis VCDK.
Ekonomis.
3) Dalam setiap Harga Jual Rata-rata telah termasuk nilai tambah atas
penyaluran/keagenan/pengecer produk rekaman suara.
6. Pengukuhan PKP
o Produsen produk rekaman suara wajib melaporkan usahanya ke Kantor
Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan atau
tempat kegiatan usaha produsen rekaman suara untuk dikukuhkan menjadi
Pengusaha Kena Pajak.
o Penyalur atau agen atau sejenisnya seperti outlet atau pengecer yang
semata-mata hanya menyerahkan produk rekaman suara yang telah dibubuhi
stiker tanda lunas PPN, tidak perlu lagi dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak karena dalam penentuan Dasar Pengenaan Pajak telah diperhitungkan
nilai tambah atas penyaluran/keagenan/pengecer produk rekaman suara.
7. Penebusan Stiker Lunas PPN
o Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan Produk Rekaman
Suara dipungut oleh Produsen rekaman suara dan disetor dengan cara
penebusan Stiker Lunas PPN;
o Penebusan stiker lunas PPN dilakukan dengan pembayaran dan atau dengan
memperhitungkan Pajak Masukan;
o Pembayaran untuk penebusan stiker lunas PPN dilakukan dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak.
5
o Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan untuk penebusan stiker lunas
PPN adalah Pajak Masukan atas :
a. pembayaran royalty;
b. pembayaran pencetakan label; meliputi pembayaran untuk:
1) pencetakan cover rekaman suara;
2) pembelian kotak pembungkus rekaman suara;
3) pembelian sampul pembungkus rekaman suara.
c. pembayaran biaya perekaman;
d. pembelian kaset kosong;
e. pembelian atau pembuatan master rekaman suara; dan
f. pembayaran jasa periklanan pada televisi, radio, majalah, dan surat
kabar.
Pajak Masukan lainnya selain tersebut di atas dapat dikreditkan sepanjang
memenuhi ketentuan umum Pajak Pertambahan Nilai.
o Pajak Masukan yang belum diperhitungkan untuk penebusan stiker lunas
PPN dapat diperhitungkan untuk penebusan stiker lunas PPN pada Masa
Pajak berikutnya paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak
yang bersangkutan sepanjang belum dikreditkan atau dibebankan sebagai
biaya.
o Pajak Masukan yang telah dikreditkan dalam Surat Pemberitahuan Masa
PPN tidak dapat diperhitungkan untuk menebus stiker lunas PPN, walaupun
melalui mekanisme pembetulan Surat Pemberitahuan Masa PPN yang
bersangkutan.
o Dalam hal jumlah nilai stiker lunas PPN yang diminta lebih besar dari jumlah
Pajak Masukan yang diperhitungkan maka jumlah Pajak Pertambahan Nilai
yang kurang dibayar tersebut harus disetor tunai ke kas Negara.
Tata cara penebusan dan penatausahaan stiker lunas PPN atas penyerahan produk
rekaman suara adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Keputusan
Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-81/PJ./2004.
122 | P a g
6
8. Produk rekaman suara yang dikecualikan dari ketentuan ini
o Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan produk rekaman
suara berupa:
a. Produk rekaman suara yang berisi materi buku pelajaran umum,
pelajaran bahasa, atau pelajaran agama;
b. Laser disc karaoke (LD.K);
c. Digital versatile disc karaoke (DVD.K);
dipungut dan disetor sesuai dengan ketentuan umum Pajak Pertambahan
Nilai.
o Dasar Pengenaan Pajak untuk menghitung Pajak Pertambahan Nilai yang
terutang atas penyerahan produk rekaman suara dimaksud adalah sebesar
Harga Jual.
9. Contoh Pengisian SPT Masa PPN Produsen Rekaman Suara
Bulan Maret 2007 PKP “M” menebus stiker kaset jenis A sebanyak 100 ribu
keping senilai Rp80 juta dengan menggunakan Faktur Pajak Masukan senilai Rp50
juta dan dengan setoran tunai (SSP) senilai Rp30 juta.
Pajak Masukan diterima pada bulan Februari 2007 adalah:
- pembayaran biaya rekam kaset kosong senilai Rp35 juta (untuk menebus stiker)
- pencetakan label senilai Rp5 juta (untuk menebus stiker)
- pembayaran iklan Rp10 juta (untuk menebus stiker)
- sewa gedung Rp6 juta (dikreditkan)
Penyerahan kaset ini dalam bulan Maret 2007 senilai Rp500 juta.
Tidak ada kompensasi kelebihan PPN pada Masa pajak Februari 2007.
Pengisian SPT Masa PPN Masa Pajak Maret 2007 adalah sebagai berikut :
Lampiran I – Daftar Pajak Keluaran dan PPn BM (Formulir 1107 A)
Butir II - Penyerahan Dalam Negeri Dengan Faktur Pajak
- kolom DPP (Rupiah) diisi Rp800 juta (penyerahan RP500 juta tidak
diperhatikan)
- kolom PPN (Rupiah) diisi Rp80 juta
Butir IV Penyerahan yang PPN dan PPnBM-nya harus dipungut sendiri, kolom
DPP (Rupiah) diisi dengan Rp800 juta dan kolom PPN (Rupiah) diisi
dengan Rp80 juta.
7
Lampiran 2 – Daftar Pajak Masukan dan PPn BM (Formulir 1107 B)
Butir I Pajak Masukan Yang Dapat Dikreditkan dan PPn BM
1. Bagi PKP yang tidak menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan PM
B. Perolehan BKP/JKP dari Dalam Negeri
Kolom DPP (Rupiah) dan PPN (Rupiah) diisi dengan nilai :
- Pembayaran biaya rekam kaset kosong, yaitu DPP 350 juta dan PPN
Rp35 juta
- Pencetakan label, yaitu DPP Rp50 juta dan PPN Rp10 juta; dan
- Pembayaran iklan, yaitu DPP Rp100 juta dan PPN Rp10 juta; dan
- Sewa gedung, yaitu DPP Rp60 juta dan PPN Rp6 juta.
Item jumlah diisi dengan DPP sebesar Rp560 juta (Rp350 juta + Rp50 juta +
Rp100 juta + Rp60 juta) dan PPN sebesar Rp56 juta.
C. Jumlah (I.1.A+I.1.B), kolom DPP diisi dengan Rp560 juta dan kolom PPN diisi
dengan Rp56 juta.
Catatan :
Pajak Masukan dalam contoh ini merupakan Pajak Masukan yang perolehannya
dilakukan dalam Masa Pajak yang tidak sama. Pengisian di Lampiran 2 masih
diperbolehkan karena belum melewati batas waktu 3 bulan setelah berakhirnya Masa
Pajak yang bersangkutan, sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum
dilakukan pemeriksaan.
Induk SPT Masa PPN (Formulir 1107)
Butir II Penghitungan PPN Kurang Bayar/Lebih Bayar
A - Pajak Keluaran yang harus dipungut sendiri, diisi Rp80 juta
B - PPN Disetor Dimuka Dalam Masa Pajak Yang Sama, diisi Rp30 juta
C - Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan, diisi 56 juta
D- PPN yang kurang atau (lebih) bayar, diisi Lebih Bayar Rp6 juta(Rp80
juta – Rp30 juta – 56 juta)
124 | P a
8
B. PPN ATAS PENYERAHAN HASIL TEMBAKAU
1. Dasar Hukum
Dasar hukum yang berlaku yang mengatur mekanisme pengenaan PPN
untuk penyerahan hasil tembakau adalah Keputusan Menteri Keuangan Nomor
62/KMK.03/2002 tanggal 26 Februari 2002 tentang Dasar Perhitungan, Pemungutan
danPenyetoran Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Hasil Tembakau.
Petunjuk pelaksana dari ketentuan ini adalah Keputusan Direktur Jenderal Pajak
Nomor KEP-103/PJ./2002 tanggal 28 Februari 2002. Ketentuan baru ini mulai
diberlakukan pada 1 Maret 2002 menggantikan Keputusan Menteri keuangan Nomor
605/KMK.04/1990.
2. Objek Pajak
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas;
- penyerahan hasil tembakau yang dibuat di dalam negeri oleh Pengusaha Pabrik
hasil tembakau; atau
- hasil tembakau yang dibuat di luar negeri oleh importir hasil tembakau
Hasil tembakau adalah hasil tembakau sebagaimana dimaksud dalam Undang
undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, yang meliputi sigaret, cerutu, rokok
daun, tembakau iris, dan hasil pengolahan tembakau lainnya dengan tidak
mengindahkan digunakan atau tidak bahan pengganti atau bahan pembantu dalam
pembuatannya.
Pengusaha Pabrik hasil tembakau adalah badan hukum atau orang pribadi
yang mengusahakan pabrik hasil tembakau dan memenuhi persyaratan sebagai
Pengusaha Pabrik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun
1995 tentang Cukai.
3. PPN Terutang
9
PPN Terutang = 8,4% X Harga Jual Eceran
o Pajak Pertambahan Nilai yang dikenakan atas penyerahan hasil tembakau
dihitung dengan menerapkan tarif efektif dikalikan dengan Harga Jual Eceran.125 | P
g
o Besarnya tarif efektif ditetapkan sebesar 8,4% (delapan koma empat persen).
o Harga Jual Eceran adalah harga penyerahan kepada konsumen akhir yang di
dalamnya sudah termasuk Cukai dan Pajak Pertambahan Nilai.
o Harga Jual Eceran hasil tembakau atas penyerahan hasil tembakau yang
diberikan secara cuma-cuma kepada karyawan pabrik adalah sebesar 50% dari
o Harga Jual Eceran hasil tembakau untuk jenis dan merek yang sama, yang
dijual untuk umum.
o Harga Jual Eceran hasil tembakau atas penyerahan hasil tembakau yang
diberikan secara cuma-cuma kepada pihak ketiga adalah sebesar 75% dari
o Harga Jual Eceran hasil tembakau untuk jenis dan merek yang sama, yang
dijual untuk umum.
4. Mekanisme pelunasan
o Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan hasil tembakau
dipungut oleh Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau Importir hasil tembakau
dan disetorkan ke Kas Negara dengan memakai formulir Surat Setoran Pajak
yang bentuknya ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak,bersamaan dengan saat
pembayaran Cukai atas pemesanan Pita Cukai hasil tembakau;
o Pajak Pertambahan Nilai atas impor dan atau perolehan Barang Kena Pajak dan
atau Jasa Kena Pajak yang mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan
usaha dapat diperhitungkan dengan Pajak Pertambahan Nilai yang harus disetor
pada saat pembayaran Cukai atas penebusan pita cukai pada Masa Pajak
berikutnya.
o Atas impor hasil tembakau yang dibuat di luar negeri yang telah dilunasi Pajak
Pertambahan Nilainya tidak lagi dikenakan Pajak Pertambahan Nilai Impor.
o Dalam hal pembayaran Cukai hasil tembakau lebih awal dari saat jatuh tempo
baik sebagian maupun seluruhnya, bersamaan pula dilunasi jumlah Pajak
Pertambahan Nilai yang sebanding dengan Cukai yang dibayar.
10
o Untuk menetapkan jumlah yang disetor, Pengusaha Pabrik hasil tembakau dan
Importir hasil tembakau dapat memperhitungkan:
1. Kelebihan Pajak Masukan yang diperhitungkan dalam SPT Masa PPN MasaPajak seb
elum masa dilakukan penebusan,
2. Nilai Pajak Pertambahan Nilai atas pita cukai yang dikembalikan.
o Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melakukan pengawasan pelaksanaan
penyetoran pajak bersamaan dengan pengawasan pembayaran Cukainya.
o Dalam hal terdapat pengembalian cukai, maka atas Pajak Pertambahan Nilai
yang telah dibayar yang besarnya sebanding dengan Cukai yang dikembalikan,
diperhitungkan dengan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai pada saat
pembayaran Cukai atas pemesanan pita cukai berikutnya.
o Dalam hal Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau Importir hasil tembakau
menghentikan kegiatan usahanya dan tidak lagi melakukan penebusan pita
cukai, maka kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai dapat diajukan
permohonan pengembalian.
5. Hanya dikenakan pada wilayah pabrikan
Dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-103/PJ./2002 diatur
bahwa bagi Pedagang Besar, Agen, Penyalur Utama, dan Pedagang Eceran, yang
semata-mata melakukan penyerahan hasil tembakau, tidak perlu dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak.Ini menunjukkan bahwa PPN atas hasil tembakau
sudah selesai dilunasi pada wilayah pabrikan. Namun demikian apabila Pedagang
Besar, Agen,Penyalur Utama,dan Pedagang Eceran tersebut melakukan
penyerahan BKP selain hasil tembakau atau melakukan penyerahan JKP maka tetap
wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
sesuai ketentuan umum.
6. Ketentuan PPN Atas penyerahan Jasa Makloon
11
- Jasa Makloon produksi hasil tembakau adalah kegiatan pemberian jasa dalam
rangka menghasilkan hasil tembakau karena pesanan atau permintaan dengan
bahan dan atas petunjuk dari Pengusaha Pabrik hasil tembakau;
- Jasa Makloon produksi hasil tembakau yang diserahkan oleh Mitra Produksi
kepada Pengusaha Pabrik hasil tembakau merupakan Jasa Kena Pajak.
- Mitra Produksi harus dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sepanjang
tidak tergolong sebagai Pengusaha Kecil.
- PPN yang terutang atas penyerahan Jasa Makloon produksi hasil tembakau
adalah 10% x imbalan Jasa Makloon produksi hasil tembakau.
- Imbalan Jasa Makloon produksi hasil tembakau adalah Nilai berupa uang,t
ermasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh Mitra Produksikaren
a penyerahan Jasa Makloon produksi hasil tembakau.
- Apabila Mitra Produksi menghasilkan hasil tembakau karena pesanan atau
permintaan, dengan bahan baku dari Mitra Produksi yang bersangkutan, dan
pengerjaannya atas petunjuk Pengusaha Pabrik hasil tembakau maka atas
penyerahan hasil tembakau kepada Pengusaha Pabrik hasil tembakau terutang
Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10% dari Harga Jual.
- Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak
termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut dan potongan harga yan
g dicantumkan dalam Faktur Pajak.
7. Contoh Pengisian SPT
Pengusaha Pabrik Hasil Tembakau Dalam Negeri “A” dalam Masa Pajak April
2007 melakukan kegiatan sebagai berikut:
- Tanggal 27 April 2007 menebus pita cukai pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
dengan nilai penyerahan (total HJE) sebesar Rp12 Miliar, sehingga nilai
PPN yang terutang sebesar Rp1.008 juta (8,4 % x Rp12 Miliar).
- Kelebihan PPN Masa Pajak Maret 2007 berdasarkan SPT Masa PPN Masa Pajak
Maret 2007 yang telah dilaporkan pada tanggal 20 April 2007 sebesar Rp100 juta
- Setoran tunai pada saat penebusan pita cukai sebesar Rp908 juta dengan SSP.
12
- Membeli bahan-bahan baku/pembantu produksi dalam negeri dengan membayar
Pajak Masukannya sebesar Rp450 juta selama Masa Pajak April 2007.
- Melakukan impor mesin produksi dari luar negeri dengan membayar PPN Impor
sebesar Rp150 juta.
- Menjual hasil produksi rokok sebesar Rp9,5 miliar selama Masa Pajak April 2007.
- Tidak ada pita cukai yang dikembalikan.
Penghitungan PPN Masa Pajak April 2007 :
Pajak Keluaran Masa Pajak April 2007 Rp1.008.000.000,-
Kompensasi PPN Masa Pajak Maret 2007 Rp 100.000.000,-
PPN disetor dimuka dalam Masa Pajak April 2007 Rp 908.000.000,- (SSP)
Pajak Masukan Dalam Negeri pada Masa Pajak April 2007 Rp 450.000.000,-
Pajak Masukan Impor pada Masa Pajak April 2007 Rp 150.000.000,-
Rp600.000.000,-
Diperhitungkan dalam penebusan pita cukai pada
Masa Pajak April 2007
Rp - ,-
Dikompensasi ke Masa Pajak Mei 2007 Rp 600.000.000,-
Pengisian SPT Masa PPN Masa Pajak April 2007 sebagai berikut :
Lampiran 1 - Daftar Pajak Keluaran dan PPn BM (Formulir 1107A)
Butir II Penyerahan Dalam Negeri Dengan Faktur Pajak
o Kolom DPP (Rupiah) diisi Rp12 M
o Kolom PPN (Rupiah) diisi Rp1.008 juta
Butir IV Penyerahan yang PPN dan PPnBM-nya harus dipungut sendiri, kolom DPP
(Rupiah) diisi dengan Rp12M dan kolom PPN (Rupiah) diisi dengan Rp1.008 juta.
Lampiran 2 - Daftar Pajak Masukan dan PPn BM (Formulir 1107 B)
Butir I Pajak Masukan Yang Dapat Dikreditkan dan PPn BM
1. Bagi PKP yang tidak menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan PM
A. Impor BKP dan Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari LDP serta
Pemanfaatan JKP dari LDP
13
Kolom DPP (Rupiah) diisi dengan Rp1.500 juta dan kolom PPN (Rupiah) diisi
dengan Rp150 juta
B. Perolehan BKP/JKP dari Dalam Negeri, kolom DPP (Rupiah) diisi dengan
Rp4.500 juta dan kolom PPN (Rupiah) diisi dengan Rp450 juta.
C. Jumlah (I.1. A + I.1.B), kolom DPP (Rupiah) diisi dengan Rp6.000 juta dan
kolom PPN diisi dengan Rp600 juta
3. Pajak Masukan Lainnya
A. Kompensasi Kelebihan PPN Masa Pajak Sebelumnya, kolom PPN (Rupiah)
diisi dengan Rp100 juta.
B. Jumlah (I.3.A + I.3.B-I.3.C) , kolom PPN (Rupiah) diisi dengan Rp100 juta.
4. Jumlah Pajak Masukan yang Dapat Diperhitungkan, kolom PPN (Rupiah)
sesuai rumus diisi dengan Rp700 juta.
Induk SPT Masa PPN (Formulir 1107)
Butir II Penghitungan PPN Kurang Bayar/Lebih Bayar
A. Pajak Keluaran yang harus dipungut sendiri, diisi Rp1.008 juta
B. PPN Disetor Dimuka Dalam Masa Pajak Yang Sama, diisi Rp908 juta
C. Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan, diisi Rp700 juta
D. PPN yang kurang atau (lebih) dibayar, diisi Lebih bayarRp600 juta (Rp1.008
juta- Rp908 juta – Rp700 juta)
Catatan:
1. Penjualan rokok sebesar Rp9,5 miliar tidak diperhatikan karena Lampiran I –
Daftar Pajak Keluaran dan PPn BM (Formulir 1107 A) butir II diisi sesuai dengan
penyerahan yang dihitung berdasarkan nilai PPN atas penebusan pita cukai, yaitu
Rp12 Miliar.
2. PPN yang disetor di muka dalam Masa Pajak yang sama dihitung dari Rp1.008
juta dikurangi Rp100 juta (Kompensasi kelebihan PPN bulan lalu) = Rp908 juta.
3. Kelebihan PPN Masa Pajak April 2007 sebesar Rp600 juta yang dilaporkan dalam
SPT Masa PPN Masa Pajak April 2007 dapat diperhitungkan dengan PPN yang
harus dibayar pada saat penebusan pita cukai Masa Pajak Mei 2007 atau Masa
Pajak berikutnya.
14
C. PENGENAAN PPN ATAS BAHAN BAKAR MINYAK1. Dasar Hukum
Dasar hukum yang dipakai sebagai acuan pengenaan PPN untuk
penyerahan BBM adalah Keputusan Menteri Keuangan Nomor 409a/KMK.04/1990
tentang Tata Cara Pemungutan Pembayaran dan Pelaporan PPN atas Penyerahan
Bahan Bakar Minyak, Bukan Bahan Bakar Minyak, Produk Lain dan Pelayanan Jasa
oleh PERTAMINA.
2. Objek Pajak
Atas penyerahan BBM, Bukan BBM, Produk Lain dan pelayanan jasa oleh PERTAMINA
terutang Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10% dari Harga Jual/Penggantian.
Untuk setiap penyerahan BBM, Bukan BBM, Produk Lain dan Pelayanan Jasa.
PERTAMINA diwajibkan menerbitkan Faktur Pajak dan atau Faktur Nota Bon
Penyerahan.
Keterangan:
a. Bahan Bakar Minyak (BBM), adalah hasil produksi pemurnian dan pengolahan
minyak bumi yang dihasilkan atau di impor, disalurkan dan dijual PERTAMIN
yang terdiri dari Avigas, Avtur, Bensin Super, Bensin Premium, Minyak Tanah,
Minyak Solar, Minyak Diesel dan Minyak Bakar;
b. Bukan Bahan Bakar Minyak (Bukan BBM) adalah hasil produksi pemurnian dan
pengolahan minyak bumi yang bukan merupakan BBM, yang dihasilkan atau di
impor, disalurkan dan dijual oleh PERTAMINA, antara lain Elpiji, Pelumas, Aspal,
Lilin (Wax) Flintkote dan hasil Petrokimia hulu lainnya;
c. Produk lain adalah Produk PERTAMINA lainnya selain produk sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b;
d. Pelayanan Jasa adalah semua jasa yang diserahkan oleh PERTAMINA kepada
pihak manapun yang berhubungan dengan kegiatan utamanya menghasilkan
BBM, bukan BBM dan Produk lain sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c,
maupun penyediaan jasa-jasalainnya yang berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 28 Tahun 1988 tentang Pajak Pertambahan Nilai.
3. Mekanisme pemungutan PPN
15
a. Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebagai Pajak Keluaran
atas penyerahan dan pemakaian sendiri BBM dilaksanakan secara terpusat diKantor PE
RTAMINA;
b. Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebagai Pajak Keluaran
atas penyerahan Bukan BBM, Produk Lain dan Jasa Kena Pajak dilaksanakan
oleh Unit/Daerah Operasi PERTAMINA yang melakukan penyerahan;
c. Pemakaian sendiri BBM yang berasal dari dan dialirkan langsung ke kilang
pengolahan/ pemurnian BBM dan pemakaian sendiri Jasa Kena Pajak tidak
diperhitungkan Pajak Pertambahan Nilainya.
4. Pengkreditan Pajak Masukan
a. Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar oleh Kantor Pusat PERTAMINA dan atau
Unit/ Daerah Operasi PERTAMINA untuk impor dan atau pembelian Barang
Kena Pajak dan atau perolehan Jasa Kena Pajak dan atau pemakaian sendiri
Barang Kena Pajak yang mempunyai hubungan langsung dengan proses produksi
(pengolahan/pengadaan), distribusi (angkutan) pemasaran dan
manajemen merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dengan Pajak
Keluaran;
b. Pengkreditan Pajak Masukan dilaksanakan secara terpusat di Kantor Pusat
PERTAMINA;
5. PenjelasanSE-10/PJ.51/1993 terkait dengan Harga BBM yang ditetapkan
berdasarkan keputusan Presiden.
a. Oleh karena harga BBM yang telah ditentukan dalam Keputusan Pr
esiden merupakan haraga jual kepada konsumen akhir, maka PPN sudah
termasuk dalam harga jual tersebut dan dengan demikian PPN dihitung 10/110
X haraga jual ;
b. Mengingat harga yang sudah ditetapkan tersebut sudah termasuk PPN sa
mpai pada tingkat konsumen akhir dan PPN yang terutang sudah dikenakan
pada saat penyerahan dari PERTAMINA, maka bagi pengusaha lain selain
PERTAMINA tidak perlu mengenakan PPN lagi atas produk-produk tersebut
16
dan bagi pengusaha yang dalam kegiatannya hanya semata-mata menyerahkan
produk BBM seperti tersebut diatas, selain PERTAMINA tidak perlu
dikukuhkan menjadi PKP. Sedangkan bagi pengusaha yang dalam usahanya
selain menyerahkan BBM sebagaimana tersebut di atas juga menyerahkan
BKP/JKP lainnya seperti minyak pelumas, minyak rem, air accu dan
sebagainya tetap harus dikukuhkan menjadi PKP sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
Bab 2. Penyerahan Jasa Biro Perjalanan atau Pariwisata
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 75/PMK.03/2010 untuk Jasa Biro
Perjalanan menggunakan Nilai Lain yaitu pada pasal 2 huruf k : untuk penyerahan jasa
biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah
tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.
Dalam SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 130/PJ.53/1996 Dalam Pasal
3 ayat (1) huruf g Keputusan Menteri Keuangan tersebut di atas, Dasar penetapan Nilai Lain
untuk penyerahan jasa biro perjalanan/pariwisata adalah 10 % (sepuluh persen) dari jumlah
tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih. Sehingga penyerahan jasa biro
perjalanan/pariwisata adalah sebesar 10 % (tarif PPN) x 10 (Nilai Lain) % x jumlah tagihan
atau jumlah yang seharusnya ditagih, sehingga tarif efektifnya adalah 1 % x jumlah tagihan
atau jumlah yang seharusnya ditagih
Untuk lebih jelasnya diberikan contoh sebagai berikut :
Harga tiket dari perusahaan penerbangan Rp. 436.000,00
PPN atas penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri Rp. 43.600,00
PSC + IW Rp. 16.400,00
------------------ +
Jumlah yang seharusnya ditagih Rp. 496.000,00
PPN atas penyerahan jasa biro perjalanan/pariwisata :
10% x 10% x Rp. 496.000,0 Rp. 4.960,00
------------------ +
Jumlah yang harus dibayar oleh penerima jasa biro -
Perjalanan/pariwisata Rp. 500.960,00
17
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan pasal 4 nomor 75/PMK.03/2010, bagi PKP yang
menggunakan nilai lain sebagai dasar pengenaan pajak dengan bidang usaha Jasa Biro
Perjalanan seluruh PPN sehubungan dengan perolehan BKP atau JKP dalam rangka
menjalankan kegiatan usahanya melakukan penyerahan kena pajak, merupakan Pajak
Masukan yang tidak dapat dikreditkan.
Pajak Masukan yang berkenaan dengan pajak yang terutang tidak dapat dikreditkan karena
dalam Nilai Lain telah diperhitungkan Pajak Masukan dari Barang Kena Pajak dan/atau Jasa
Kena Pajak yang bersangkutan.
18
Bab 3. Ekpor BKP dan JKP di dalam daerah Pabean oleh Pengusaha Kena
Pajak
A. Dasar Hukum :Pasal 4 UU PPN NO 42 TAHUN 2009, mengatur bahwa :
“(1). Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:
a. penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
Pengusaha;
b. impor Barang Kena Pajak;
c. penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
Pengusaha;
d. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean;
e. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
f. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;
g. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; dan
h. ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
(2) Ketentuan mengenai batasan kegiatan dan jenis Jasa Kena Pajak yang atas ekspornya
dikenai Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h diatur dengan
Peraturan Menteri Keuangan”.
Sedangkan mengenai Tarif PPN diatur dalam pasal 7 UU PPN baru sbb :
“(1) Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh persen).
(2) Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas:
a. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;
b. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; dan
c. ekspor Jasa Kena Pajak. “
Penjelasan Pasal 7 ayat (2) UU PPN menegaskan bahwa :
19
“Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak di
dalam Daerah Pabean. Oleh karena itu,
1. Barang Kena Pajak Berwujud yang diekspor;
2. Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari dalam Daerah Pabean yang dimanfaatkan di
luar Daerah Pabean; atau
3. Jasa Kena Pajak yang diekspor termasuk Jasa Kena Pajak yang diserahkan oleh
Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan dan melakukan ekspor Barang Kena Pajak
atas dasar pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan di
luar Daerah Pabean,
dikenai Pajak Pertambahan Nilai dengan tarif 0% (nol persen).
Pengenaan tarif 0% (nol persen) tidak berarti pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan
Nilai. Dengan demikian, Pajak Masukan yang telah dibayar untuk perolehan Barang Kena
Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang berkaitan dengan kegiatan tersebut dapat dikreditkan”.
B. Batasan Kegiatan dan Jenis JKP yang atas ekspornya dikenakan PPN 0%.
Sesuai dengan PMK-70/PMK.03/2010 tanggal 31 Maret 2010, terhitung mulai 1 April 2010
berikut ini Batasan Kegiatan dan Jenis JKP yang atas ekspornya dikenai PPN dengan tarif 0%
:
a. Jasa Maklon yang batasan kegiatannya memenuhi syarat sbb :
1. Pemesan atau penerima JKP berada di Luar Daerah Pabean dan merupakan Wajib
Pajak Luar Negeri (WPLN) serta tidak mempunyai Bentuk Usaha Tetap (BUT) di
Indonesia,
2. Spesifikasi dan bahan disediakan oleh pemesan atau Penerima JKP,
3. Bahan adalah bahan baku, bahan setengah jadi, dan/atau bahan penolong/pembantu
yang akan diproses menjadi BKP yang dihasilkan,
4.Kepemilikan atas barang jadi berada pada pemesan atau penerima JKP; dan
5. Pengusaha Jasa Maklon mengirim barang hasil pekerjaannya berdasarkan
permintaan pemesan atau penerima JKP ke luar daerah Pabean.
b. Jasa Perbaikan dan perawatan yang batasan kegiatannya memenuhi syarat sbb :
20
1. Jasa yang melekat pada atau jasa untuk barang bergerak yang dimanfaatkan di luar
Daerah Pabean
c. Jasa Konstruksi, yaitu layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi,layanan
jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultasi pengawasan pekerjaan
konstruksi, yang batasan kegiatannya memenuhi syarat sbb :
2. Jasa yang melekat pada atau jasa untuk barang tidak bergerak yang terletak di luar
Daerah Pabean.
C. Saat terutangnya PPN dan Pemberitahuan Ekspor JKP
Saat terutangnya PPN atas ekspor Jasa Kena Pajak adalah saat penggantian atas jasa yang
diekspor tersebut dicatat dan diakui sebagai penghasilan.
Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan Ekspor Jasa Kena Pajak wajib membuat
Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena Pajak dengan formulir yang telah ditetapkan dalam
lampiran PMK-70 pada saat ekspor Jasa Kena Pajak. Dokumen pemberitahuan Ekspor Jasa
Kena Pajak yang dilampiri dengan Invoice sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan,
berfungsi sebagai Faktur Pajak (dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan
Faktur Pajak).
Atas pengiriman barang kena pajak yang dihasilkan dari kegiatan ekspor jasa Maklon oleh
PKP eksportir Jasa Maklon tidak dilaporkan sebagai ekspor BKP dalam SPT Masa PPN.
D. PPN atas Penyerahan JKP Lain ke WP LN
Dengan diterbitkannya PMK-70 maka jelas bahwa Penyerahan JKP lain, -selain yang
telah diatur dalam PMK-70- kepada Wajib Pajak Luar Negeri tidak termasuk dalam
pengertian ekspor JKP yang merupakan obyek PPN dengan tarif 0%.
Contoh Ekspor JKP :
1. PT Wawasan yang sudah dikukuhkan sebagai PKP dengan bidang usaha riset
dan pengembangan yang berkedudukan di Jakarta, menyerahkan jasa riset
kepada PT Han Sen PLc di Seoul, Korea Selatan. Atas Penyerahan JKP ini
masuk dalam kelompok ekspor JKP
21
2. PT Garmenia selaku PKP industri garmen menerima pesanan dari Garment
Singapore Ltd Coy di Singapura supaya dibuatkan 10.000 potong pakaian.
Untuk keperluan itu diserahkan bahan baku berupa tekstil dan pola kepada PT
Garmenia. Atas penyerahan jasa maklon ini, yang sebelumnya tidak dikenai
PPN atas ekspor JKP dengan tarif 0%
22
Bab 4. Penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang Dilakukan oleh Pengusaha
Dasar Hukum Pasal 4 huruf a dan huruf c UU PPN NO 42 TAHUN 2009 terdiri atas
beberapa unsur, yaitu :
1. Barang Kena Pajak
2. Jasa Kena Pajak
3. penyerahan BKP
4. penyerahan JKP
5. Daerah Pabean
6. kegiatan usaha atau pekerjaan
7. Pengusaha Kena Pajak
1. BARANG KENA PAJAK
Barang Kena Pajak adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat
berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud yang
dikenakan pajak berdasarkan UU PPN 1984 .
Barang Kena Pajak (Psl. 1 angka 3 UU PPN 1984) dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Barang berwujud, kembali dibagi menjadi dua, yaitu :
a). Barang bergerak;
b). Barang tidak bergerak.
b. Barang tidak berwujud.
Pada dasarnya semua barang dapat dikenakan PPN kecuali UU menetapkan
sebaliknya (Psl. 4A ayat (2) 1984 jo Ps. 1-4 PP No. 144/2000).
Sesuai dengan karakter PPN yang menginginkan dirinya bersifat netral terhadap pola
produksi, pola distribusi, dan pola konsumsi, PPN memberikan perlakuan sama terhadap
semua barang yang dikonsumsi, baik barang berwujud maupun barang tidak berwujud.
Namun, faktanya hal ini tidak dapat sepenuhnya diterapkan karena adanya kriteria yang
digunakan sebagai bahan pertimbangan berikut.
23
a. sejumlah barang merupakan kebutuhan yang sangat esensial bagi setiap anggota
masyarakat;
b. menghindari pengenaan pajak berganda, dalam hal ini yaitu apabila suatu barang
sudah dikenakan pajak oleh pemerintah daerah, pemerintah pusat tidak akan
mengenakan pajak dengan sifat yang sama terhadap barang tersebut;
c. PPN dikenakan atas penyerahan BKP yang dihitung berdasarkan jumlah yang nyata,
bukan suatu jumlah berdasarkan hasil penilaian, sperti penyerahan kertas saham tidak
mungkin dikenakan PPN karena nilai nominal dengan nilai fisiknya berbeda.
Oleh karena itu, dalam pasal 4A ayat (1) UU PPN 1984 ditentukan bahwa jenis barang
dan jasa yang tidak dikenakan PPN ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Peraturannya terdapat dalam pasal 1 sampai dengan pasal 4 PP No. 144 tahun2000
mengenai Barang Tidak Kena Pajak, yaitu :
a. Barang hasil tambang atau pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, yaitu
minyak mentah, gas bumi, panas bumi, pasir dan kerikil, batubara sebelum diproses
menjadi briket, bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih nikel, bijih tembaga, bijih
perak dan bijih bauksit.
b. Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, yaitu beras,
gabah, jagung, sagu,kedelai, dan garam.
c. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung dan
sejenisnya, baik dikonsumsi di tempat maupun tidak, kecuali katering.
d. Uang, emas batangan, dan surat berharga.
Selain barang tidak kena pajak, pemerintah juga menentukan BKP tertentu yang
bersifat strategis yang diatur dalam PP No.12 Thn.2001 Jo PP No. 46 Thn 2003 Jo PP 7
Thn. 2007 dan atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN, yang meliputi :
a. Barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik, baik dalam keadaan terpasang atau
tidak;
b. Makanan ternak, unggas, dan ikan, dan atau bahan baku untuk pembuatan makanan
ternak,unggas dan ikan;
c. Barang hasil pertanian, yaitu barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang
pertanian, perkebunan, dan kehutanan; peternakan, perburuan atau penangkapan,
maupun penangkaran; perikanan baik penangkapan maupun budidaya;
24
d. Bibit atau benih dari pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, penangkaran,
perikanan;
e. Air bersih yang dialirkan melalui pipa oleh Perusahaan Air Minum;
f. Listrik, kecuali untuk perumahan dengan daya diatas 6600 watt.
Untuk huruf a, b, c, dan d atas impor barang tersebut juga dibebaskan dari pengenaan
PPN.
2. JASA KENA PAJAK
Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau
perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak
tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena
pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk pemesan yang dikenakan PPN
(Pasal 1 angka 5 UU PPN 1984).
Pada dasarnya setiap jasa dapat dikenakan PPN, kecuali undang-undang menetapkan
sebaliknya ( pasal 1 angka 6 jo. Pasal 4A ayat (3) UU PPN 1984).
Jasa yang tidak dikenakan PPN (pasal 4A ayat (3) UU PPN 1984 jo pasal 5 s.d pasal
16 PP. No. 144 tahun 2000), yaitu :
a. Jasa di bidang pelayanan kesehatan medis
Contoh: Jasa dokter umum, Jasa ahli kesehatan, Jasa rumah sakit dll.
b. Jasa di bidang pelayanan sosial
Contoh: Jasa pelayanan panti asuhan, Jasa pemadam kebakaran dll.
c. Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko
d. Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi
Jasa di bidang perbankan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu jasa khas
perbankan yang tidak dikenakan PPN yaitu yang tidak dapat dilakukan oleh
perusahaan lain selain bank seperti jasa deposito dan tabungan. Sedangkan kelompok
yang satu lagi yaitu jasa lainnya yang dilakukan oleh perusahaan perbankan namun
dapat dilakukan oleh perusahaan lain selain bank dan dikenakan PPN seperti jasa
penyediaan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga, jasa penitipan untuk
kepentingan pihak lain berdasarkan suatu perjanjian serta anjak piutang ,dan
menyewakan ruangan.
Jasa asuransi tidak termasuk broker asuransi.
e. Jasa di bidang keagamaan
25
Contoh: Jasa pelayanan rumah- rumah ibadah, Jasa pemberian khotbah atau dakwah,
dll.
f. Jasa di bidang pendidikan
g. Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan
h. Jasa di bidang penyiaran radio/ televisi yang bukan bersifat iklan dan tidak dibiayai
oleh sponsor yang bertujuan komersil.
i. Jasa angkutan umum di darat, di laut, di danau, di sungai yang dilakukan oleh
pemerintah atau swasta, serta jasa angkutan udara luar negeri, termasuk jasa angkutan
dalam negeri yang menjadi bagian tak terpisahkan dari jasa angkutan luar negeri
tersebut.
j. Jasa di bidang tenaga kerja
Penyediaan tenaga kerja sepanjang pengusaha penyedia tenaga kerja tidak
bertanggung jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja tersebut.
k. Jasa di bidang perhotelan
Yaitu persewaan kamar termasuk tambahannya dan persewaan ruangan untuk
kegiatan acara atau pertemuan di hotel.
l. Jasa yang disediakan pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara
umum
Contoh :pemberian NPWP, pembuatan KTP, dll.
3. PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK
Dalam UU PPN 1984, pengertian penyerahan barang kena pajak diatur dalam pasal
1A ayat (1), sebagai berikut.
a. Penyerahan hak atas barang kena pajak karena suatu perjanjian
b. Pengalihan barang kena pajak oleh karena suatu perjanjian sewa beli dan perjanjian
leasing
Untuk penyerahan BKP berdasar perjanjian sewa –beli, saat timbulnya objek
pajak bukan ditentukan oleh saat penyerahan hak melainkan saat pengalihan BKP.
Pengalihan BKP yaitu saat berpindahnya penguasaan BKP dari penjual kepada
pembeli.
Penyerahan karena perjanjian sewa guna usaha (leasing) adalah penyerahan yang
disebabkan oleh perjanjian sewa guna usaha dengan hak opsi.
26
c. Penyerahan barang kena pajak kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang
Pedagang perantara adalah orang pribadi atau badan yang dalam kegiatan
usaha atau pekerjaannya dengan nama sendiri melakukan perjanjian atau perikatan
atas dan untuk tanggungan orang lain dengan mendapat upah atau balas jasa tertentu.
Juru lelang adalah juru lelang pemerintah atau yang ditunjuk oleh pemerintah. Kata
penghubung yang digunakan bagi juru lelang adalah melalui. Hal ini berarti pada saat
PKP menyerahkan BKP melalui juru lelang bukan merupakan objek pajak, objek
pajak timbul ketika juru lelang menyerahkan BKP yang dilelang kepada pemenang
lelang untuk dan atas nama PKP yang bersangkutan.
d. Pemakaian sendiri dan pemberian cuma-cuma
Pemakaian sendiri berarti BKP yang merupakan barang dagangan atau hasil
produksi digunakan untuk kepentingan PKP sendiri. Pemakaian sendiri dapat
dibedakan ke dalam dua kelompok yaitu pemakaian sendiri yang bersifat konsumtif
dan pemakaian sendiri yang bersifat produktif. Pemakaian sendiri yang bersifat
produktif tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak sehingga
tidak terutang PPN. Pemberian cuma-cuma yang merupakan objek pajak adalah
pemberian cuma-cuma baik BKP produksi sendiri maupun produksi perusahaan lain.
e. Persediaan barang kena pajak dan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan
Persediaan barang kena pajak dan aktiva selain barang dagangan yang masih
tersisa pada saat pembubaran perusahaan disamakan dengan pemakaian sendiri
sehingga termasuk dalam pengertian penyerahan BKP menurut undang-undang.
f. Penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan
penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang
Ketentuan ini merupakan akibat dari prinsip desentralisasi pengukuhan
Pengusaha Kena Pajak. Dengan prinsip ini, baik kantor pusat maupun cabang dengan
nama dan dalam bentuk apapun , masing-masing dikukuhkan sebagai PKP oleh KPP
setempat.
g. Penyerahan Barang Kena Pajak secara konsinyasi
Untuk penyerahan secara konsinyasi, PPN yang sudah dibayar pada waktu
BKP yang bersangkutan diserahkan untuk dititipkan dapat dikreditkan dengan Pajak
27
Keluaran pada Masa Pajak terjadinya penyerahan BKP yang dititipkan tersebut.
Sebaliknya, jika BKP titipan tersebut tidak laku dijual dan diputuskan untuk
dikembalikan kepada pemilik BKP, pengusaha yang menerima barang titipan tersebut
membuat “nota retur”yang diatur dalam pasal 5A.
Dalam pasal 1A ayat (1) UU PPN 1984 diberikan suatu rincian dari penyerahan
barang yang tidak termasuk kategori sebagai Penyerahan Barang Kena Pajak, yaitu :
a. Penyerahan BKP kepada makelar sebagaimana yang dimaksud dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Dagang.
b. Penyerahan BKP untuk jaminan utang-piutang.
c. Penyerahan BKP dari pusat ke cabang dan antar cabang bagi PKP yang memperoleh
izin pemusatan tempat pajak terutang dari Direktur Jenderal Pajak.
4. PENYERAHAN JASA KENA PAJAK
Berdasarkan pasal 1 angka 7 dan penjelasan pasal 4 huruf c UU PPN 1984 , termasuk
dalam pengertian penyerahan Jasa Kena Pajak adalah :
a. setiap pemberian Jasa Kena Pajak;
b. pemakaian sendiri Jasa Kena Pajak;
c. pemberian cuma-cuma Jasa Kena Pajak.
Pemakaian sendiri Jasa Kena Pajak untuk tujuan produktif tidak termasuk dalam
pengertian penyerahan Jasa Kena Pajak sehingga tidak dikenakan PPN.
5. DAERAH PABEAN
Daerah Pabean adalah wilayah Republik indonesia yang meliputi wilayah
darat, perairan dan ruang udara di atasnya serta tempat-tempat tertentu di Zona
Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen yang di dalamnya berlaku UU No. 10 tahun
1995 tentang kepabeanan (pasal 1 angka 1 UU PPN 1984).
Jadi yang dapat dikenakan PPN hanya penyerahan BKP/JKP yang dilakukan
dalam wilayah Republik Indonesia. Pembayaran boleh dilakukan dimana saja.
Sebaliknya jika pembayaran dilakukan dalam wilayah Republik Indonesia, tetapi
penyerahan BKP/JKP dilakukan di luar negeri, atas penyerahan ini tidak dikenakan
PPN.
28
6. KEGIATAN USAHA ATAU PEKERJAAN
Kegiatan usaha atau pekerjaan berarti dalam rangka kegiatan usaha sehari-hari
pengusaha yang bersangkutan.
29
Daftar Pustaka
Sukardji, Untung : “Pokok Pokok Pajak Pertambahan Nilai” , PT RajaGrafindo Persada,
Jakarta – 2011
http://triyani.wordpress.com/tag/bkp-tidak-berwujud/
http:// pajaktaxes.blogspot.com/
http://www.pajakonline.com/
http://ortax.com/
30