POTENSI TINGGALAN ARKEOLOGI DAN PARIWISATA DI …...pada data etnografi dan arsip sejarah....

18
57 Naditira Widya Vol. 13 No. 1 April 2019-Balai Arkeologi Kalimantan Selatan p-ISSN: 1410-0932; e-ISSN: 2548-4125 Diterima 17 Januari 2019 Direvisi 6 Februari 2019 Disetujui 27 Maret 2019 Dwi K. Sandy, Natasha D. Dhanwani, Alem P. Arma, Sandy M. Yusuf, Fuad Anshori, Sultan K. A. Bagagasyah, Muhammad Destrianto, Sheila A. Rachmadiena, Mahardika Budiansyah, Muslim D. Khoir, Fairus Aziz, Nurdin N.Gusfa, dan Arsyananda Rabbani. POTENSI TINGGALAN ARKEOLOGI DAN PARIWISATA DI KEPULAUAN SANGIHE, PROVINSI SULAWESI UTARA THE POTENCY OF ARCHAEOLOGICAL REMAINS AND TOURISM IN ISLAND SANGIHE, NORTH SULAWESI PROVINCE PENDAHULUAN Perairan Indonesia menjadi salah satu jalur pelayaran internasional karena lokasinya yang strategis, yaitu terletak di antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Adanya jalur internasional ini menjadi wahana dalam interaksi ekonomi, sosial, dan budaya ke daerah-daerah di Kepulauan Indonesia. Akibatnya, interaksi ekonomi dan sosial, juga benturan budaya antarbanga menjadi sesuatu yang lazim ditemukan di Kepulauan Indonesia. Salah satu contoh wilayah yang terkena dampak pelayaran internasional Indonesia adalah perairan Sulawesi Utara. Perairan ini merupakan Fakultas Ilmu Budaya,Universitas Gadjah Mada, Jalan Sosio Humaniora, Bulaksumur, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta; posel: [email protected]; [email protected]; [email protected]; [email protected]; [email protected]; [email protected]; [email protected]; [email protected]; [email protected]; [email protected]; [email protected]; [email protected]; dan [email protected]. Abstrak. Sebagai daerah terdepan negara Indonesia, Sangihe menyajikan sumber daya arkeologi yang belum banyak diketahui masyarakat. Hal ini wajar karena para peneliti yang fokus pada kebudayaan jarang memperhatikan tinggalan- tinggalan arkeologis yang ditemukan di kawasan perbatasan. Tulisan ini memaparkan potensi tinggalan arkeologis di Kabupaten Kepulauan Sangihe yang berada di kawasan utara Pulau Sulawesi yang berbatasan dengan kawasan selatan negara Filipina. Penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan arkeologis dengan mengkaji tinggalan-tinggalan bendawi seperti kapal karam, rumah kuno, makam, dan keramik kuno, serta didukung pendekatan etnohistoris yang menekankan pada data etnografi dan arsip sejarah. Penelitian ini bersifat eksploratif dan pengumpulan data dilakukan dengan penyelaman di perairan Sangihe. Hasil penelitian adalah identifikasi dan deskripsi tinggalan arkeologis di kawasan kepulauan Sangihe yang menunjukkan kawasan tersebut adalah pintu gerbang utara dalam konteks penyebaran kebudayaan ke kepulauan Nusantara, serta pemanfaatan potensi tinggalan arkeologis untuk pariwisata. Selanjutnya, diharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai referensi untuk penelitian-penelitian. Kata kunci: Perairan Sangihe, tinggalan arkeologis, kapal karam, potensi pariwisata, nilai manfaat Abstract. As the frontier region of Indonesia, Sangihe presents archaeological resources that have not yet known by the public. Such circumstance is understandable since researchers who focus on culture rarely pay attention on archaeological remains discovered in the border regions. This paper describes the potential of archaeological remains in Kabupaten Kepulauan Sangihe on the northern region of Island Sulawesi that borders with the southern region of the Philippines. This research was conducted using an archaeological approach by examining material remains such as shipwrecks, ancient houses, tombs, and ancient ceramics, and supported by an ethnistorical approach emphasising on the study of ethnography and historical archives. This is an explorative research and data collection is carried out by diving in Sangihe waters. The results of this investigation are identifications and descriptions of archaeological remains in the Sangihe archipelago that suggest the region as the northern gate in the context of culture distribution into Nusantara, as well as the use of potential archaeological remains for tourism. Further, this present study is expected to be a reference for future projections. Keywords: Sangihe waters, archaeological remains, shipwrecks, tourism potential, value of benefits

Transcript of POTENSI TINGGALAN ARKEOLOGI DAN PARIWISATA DI …...pada data etnografi dan arsip sejarah....

Page 1: POTENSI TINGGALAN ARKEOLOGI DAN PARIWISATA DI …...pada data etnografi dan arsip sejarah. Penelitian ini bersifat eksploratif dan pengumpulan data dilakukan dengan penyelaman di perairan

57

Naditira Widya Vol. 13 No. 1 April 2019-Balai Arkeologi Kalimantan Selatanp-ISSN: 1410-0932; e-ISSN: 2548-4125

Diterima 17 Januari 2019 Direvisi 6 Februari 2019 Disetujui 27 Maret 2019

Dwi K. Sandy, Natasha D. Dhanwani, Alem P. Arma, Sandy M. Yusuf, Fuad Anshori, Sultan K. A.Bagagasyah, Muhammad Destrianto, Sheila A. Rachmadiena, Mahardika Budiansyah, Muslim D.

Khoir, Fairus Aziz, Nurdin N.Gusfa, dan Arsyananda Rabbani.

POTENSI TINGGALAN ARKEOLOGI DAN PARIWISATA DI KEPULAUAN SANGIHE,PROVINSI SULAWESI UTARA

THE POTENCY OF ARCHAEOLOGICAL REMAINS AND TOURISM IN ISLANDSANGIHE, NORTH SULAWESI PROVINCE

PENDAHULUAN

Perairan Indonesia menjadi salah satu jalurpelayaran internasional karena lokasinya yangstrategis, yaitu terletak di antara Samudra Hindiadan Samudra Pasifik. Adanya jalur internasionalini menjadi wahana dalam interaksi ekonomi,

sosial, dan budaya ke daerah-daerah di KepulauanIndonesia. Akibatnya, interaksi ekonomi dansosial, juga benturan budaya antarbanga menjadisesuatu yang lazim ditemukan di KepulauanIndonesia. Salah satu contoh wilayah yang terkenadampak pelayaran internasional Indonesia adalahperairan Sulawesi Utara. Perairan ini merupakan

Fakultas Ilmu Budaya,Universitas Gadjah Mada, Jalan Sosio Humaniora, Bulaksumur, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman,Daerah Istimewa Yogyakarta; posel: [email protected]; [email protected]; [email protected];

[email protected]; [email protected]; [email protected]; [email protected];[email protected]; [email protected]; [email protected]; [email protected];

[email protected]; dan [email protected].

Abstrak. Sebagai daerah terdepan negara Indonesia, Sangihe menyajikan sumber daya arkeologi yang belum banyakdiketahui masyarakat. Hal ini wajar karena para peneliti yang fokus pada kebudayaan jarang memperhatikan tinggalan-tinggalan arkeologis yang ditemukan di kawasan perbatasan. Tulisan ini memaparkan potensi tinggalan arkeologis diKabupaten Kepulauan Sangihe yang berada di kawasan utara Pulau Sulawesi yang berbatasan dengan kawasan selatannegara Filipina. Penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan arkeologis dengan mengkaji tinggalan-tinggalan bendawiseperti kapal karam, rumah kuno, makam, dan keramik kuno, serta didukung pendekatan etnohistoris yang menekankanpada data etnografi dan arsip sejarah. Penelitian ini bersifat eksploratif dan pengumpulan data dilakukan dengan penyelamandi perairan Sangihe. Hasil penelitian adalah identifikasi dan deskripsi tinggalan arkeologis di kawasan kepulauan Sangiheyang menunjukkan kawasan tersebut adalah pintu gerbang utara dalam konteks penyebaran kebudayaan ke kepulauanNusantara, serta pemanfaatan potensi tinggalan arkeologis untuk pariwisata. Selanjutnya, diharapkan bahwa hasil penelitianini dapat dimanfaatkan sebagai referensi untuk penelitian-penelitian.

Kata kunci: Perairan Sangihe, tinggalan arkeologis, kapal karam, potensi pariwisata, nilai manfaat

Abstract. As the frontier region of Indonesia, Sangihe presents archaeological resources that have not yet known by thepublic. Such circumstance is understandable since researchers who focus on culture rarely pay attention on archaeologicalremains discovered in the border regions. This paper describes the potential of archaeological remains in KabupatenKepulauan Sangihe on the northern region of Island Sulawesi that borders with the southern region of the Philippines. Thisresearch was conducted using an archaeological approach by examining material remains such as shipwrecks, ancienthouses, tombs, and ancient ceramics, and supported by an ethnistorical approach emphasising on the study of ethnographyand historical archives. This is an explorative research and data collection is carried out by diving in Sangihe waters. Theresults of this investigation are identifications and descriptions of archaeological remains in the Sangihe archipelago thatsuggest the region as the northern gate in the context of culture distribution into Nusantara, as well as the use of potentialarchaeological remains for tourism. Further, this present study is expected to be a reference for future projections.

Keywords: Sangihe waters, archaeological remains, shipwrecks, tourism potential, value of benefits

Page 2: POTENSI TINGGALAN ARKEOLOGI DAN PARIWISATA DI …...pada data etnografi dan arsip sejarah. Penelitian ini bersifat eksploratif dan pengumpulan data dilakukan dengan penyelaman di perairan

58

Potensi Tinggalan Arkeologi dan Pariwisata di Kabupaten Sangihe,Provinsi Sulawesi Utara-Dwi Kurnia Sandy, dkk. (57-74)

pintu masuk bangsa asing dari kawasan AsiaPasifik dan Amerika. Tidak hanya untuk urusanperdagangan, daerah-daerah di perairanSulawesi Utara juga sempat menjadi medanpertempuran antara Jepang dan sekutu padaPerang Dunia II. Di wilayah perairan SulawesiUtara, terdapat satu kepulauan yang jarangdidengar eksistensinya di dunia arkeologi, yaituSangihe.

Pada masa pendudukan Belanda, Sangihedikenal dengan nama Nusa Utara (Ulaen 2016:35). Wilayah Nusa Utara mencakup daerahTalaud, Siau, dan Sangihe. Pasca kemerdekaan,banyak terjadi pemekaran daerah di Indonesia.Saat ini, Kabupaten Kepulauan Sangihemerupakan daerah otonomi yang masuk ke dalamwilayah Provinsi Sulawesi Utara. Dengan letaknyayang berbatasan langsung dengan perairanFilipina, Sangihe mendapat status sebagai daerahterdepan Indonesia. Sangihe beribu kota diTahuna. Kepulauan ini memiliki luas wilayahsekitar 1.012,94 km². Sebagai daerah terdepanyang berjarak sekitar 2.000 km dari ibu kotanegara, Sangihe kurang dikenal oleh masyarakatIndonesia. Padahal, posisi Sangihe sebagai pintumasuk Indonesia dari sisi utara menjanjikanpotensi sejarah budaya yang amat menarik dikajiuntuk memperkaya khazanah sejarah maritimIndonesia.

Dari segi geokultural, wilayah KepulauanSangihe dan Talaud diduga menjadi salah satujalur migrasi manusia dan budaya dari AsiaTenggara ke wilayah Melanesia, Mikronesia, sertaOseania. Dari segi ekonomi, kawasan utaraNusantara, termasuk daerah Sangihe, merupakanpenghasil rempah-rempah, emas, dan beras. Halini yang kemudian menimbulkan asumsi bahwadahulu Sangihe menjadi ajang salah satu wilayahyang diperebutkan dalam pertarungankepentingan hegemoni ekonomi bangsa-bangsaasing. Pertarungan tersebut akhirnya bermuarapada pertarungan politik dan militer.

Dari hasil eksplorasi yang dilakukanHimpunan Mahasiswa Arkeologi (HIMA)Universitas Gadjah Mada pada saat melaksanakanUGM Maritime Culture Expedition (UMCE) tahun2017, diidentifikasi kapal karam di PerairanSangihe. Di samping itu, ditemukan pulabangunan rumah, kantor, makam, dan keramik

kuno milik Belanda di pulau-pulau kecil tengahlautan, yang sebagiannya tidak berpenghuni.Ratusan kubur batu tinggalan budaya megalitikikut diidentifikasi selama eksplorasi.

Saat ini tulisan mengenai tinggalan arkeologidi area perbatasan Indonesia masih sangat minim.Padahal, area perbatasan Indonesia menjadi pintugerbang masuknya berbagai kebudayaan dariberbagai wilayah. Oleh karena itu, tulisan inimemaparkan dan menguraikan tinggalanarkeologi yang muaranya ingin mengumpulkanbukti bahwasannya Sangihe merupakan pintugerbang masuknya berbagai kebudayaan keKepulauan Nusantara dari arah utara. Tulisan inijuga memberikan rekomendasi pemanfaatanpotensi tinggalan arkeologi yang ada diKabupaten Kepulauan Sangihe berdasarkan hasileksplorasi Tim UMCE di Kecamatan Manganitu,Kecamatan Tahuna, dan Kecamatan ManganituSelatan. Data yang akan dijelaskan dalam tulisanini sebagian telah diinventarisasi Balai PelestarianCagar Budaya (BPCB) Gorontalo. Data tersebutdapat memberikan gambaran bagaimanaberbagai budaya masuk melalui area utaraIndonesia. Sebagai tahapan awal dalam penelitiandan tulisan ini, data yang disajikan kebanyakanberkaitan dengan tinggalan dengan pengaruhzending di Kabupaten Kepulauan Sangihe. Namunmasih banyak data yang menunjukkan Sangihesebagai pintu gerbang kebudayaan Indonesiadari utara yang masih belum dapat direkamdengan berbagai alasan. Selain data arkeologidari masa Perang Dunia II, data dari tinggalanmegalitik juga turut dicantumkan. Rentang waktudari mayoritas tinggalan yang disajikan berasaldari awal abad ke-18 hingga awal abad ke-20Masehi.

METODE

Penelitian ini menggunakan pendekatanarkeologis yang mengkaji tinggalan-tinggalanbendawi seperti kapal karam, rumah kuno,makam, dan keramik kuno. Pendekatan inidigunakan sebagai pengungkap sejarah budaya,rekonstruksi cara hidup, dan proses terjadinyabudaya dengan analisis terhadap budaya materimasa lalu (Ashmore dan Sharer 2009: 5).Kemudian, agar lebih komprehensif, pendekatan

Page 3: POTENSI TINGGALAN ARKEOLOGI DAN PARIWISATA DI …...pada data etnografi dan arsip sejarah. Penelitian ini bersifat eksploratif dan pengumpulan data dilakukan dengan penyelaman di perairan

59

Naditira Widya Vol. 13 No. 1 April 2019-Balai Arkeologi Kalimantan Selatanp-ISSN: 1410-0932; e-ISSN: 2548-4125

Sumber: Dokumentasi Tim UMCEGambar 1 Lokasi Survei dan Penelitian

arkeologis dibantu dengan pendekatanetnohistoris yang mengkaji data utama etnografiserta sejarah berupa arsip (Cohn 2011 dalamZulfahri dkk. 2015: 161). Etnografi didapatkan daripengamatan yang dilakukan di lokasi penelitian(Gambar 1). Kumpulan arsip didapatkan darilembaga Arsip Nasional Republik Indonesia(ANRI). Data yang telah dikumpulkan kemudiandideskripsikan secara detail lalu dianalisis hinggamendapatkan suatu kesimpulan umum (Tanudirjo1989: 12).

Dalam mendokumentasikan tinggalan bawahair, tim penyelam menggunakan teknik radialberpola, yaitu teknik bergerak bersamamembentuk satu saf mengelilingi seluruh sisibangkai kapal dan jangkar. Hal ini bertujuan untukmengetahui ukuran dan kondisi bangkai kapaldan jangkar (Gambar 2). Peralatan yang dipakaiadalah kamera bawah air dan skala. Untukmelakukan kegiatan selam yang bersifatpenyelaman kerja dalam air, menurut standarPersatuan Olahraga Selam Seluruh Indonesia(POSSI), hanya penyelam dengan sertifikat A2(Advance Diver) yang boleh melakukannya,peneliti dalam hal ini telah memenuhi syarattersebut.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tinggalan Megalitik

Peninggalan megalitik di Kepulauan Indonesiadapat dilihat berdasarkan dua tolok ukur, yaitu darikeberagaman bentuknya dan frekuensi distribusitinggalannya (Prasetyo 2015: 124). Bila meninjautinggalan megalitik di Kabupaten KepulauanSangihe dari sisi keberagaman bentuk, hanyaterdapat satu jenis tinggalan yang ditemukanselama pelaksanaan UMCE, yaitu dolmen. Dolmenatau meja batu merupakan susunan batu yangterdiri dari batu lempengan yang dibentuk persegiatau persegi panjang dan ditopang oleh kaki batuatau tidak ditopang kaki batu (Soejono dan Leirissa2011: 461). Pada perkembangannya adabeberapa temuan di mana bongkahan batutersebut dikerjakan atau tidak dikerjakan. Mengutipdalam tulisan Prasetyo (2015), dolmen memilikifungsi sebagai tempat pemujaan dan tempatpenguburan (Heine Geldern, 1945 dalam Prasetyo2015: 124). Meskipun memiliki fungsi sebagaitempat pemujaan, masyarakat Sangihe lebihmengenal dolmen sebagai tempat penguburanjenazah. Tradisi menguburkan jenazah di dolmenhampir dilakukan oleh semua elemen masyarakatSangihe, meskipun agama Katolik dan Protestantelah berkembang. Tradisi ini baru menghilangketika teknik penguburan menggunakan petidiperkenalkan. Biasanya, penguburan dengandolmen akan diiringi musik tagonggong.

Tagonggong merupakan alat musikmenyerupai gendang yang terbuat dari kulitkambing. Alat musik ini dipercaya mampu awethingga puluhan tahun lamanya. Pada saat ini,tagonggong di Desa Lapango hanya dimainkan

Sumber: Dokumentasi Tim UMCE

Gambar 2 Proses Pengambilan Data Bawah Air

Page 4: POTENSI TINGGALAN ARKEOLOGI DAN PARIWISATA DI …...pada data etnografi dan arsip sejarah. Penelitian ini bersifat eksploratif dan pengumpulan data dilakukan dengan penyelaman di perairan

60

Potensi Tinggalan Arkeologi dan Pariwisata di Kabupaten Sangihe,Provinsi Sulawesi Utara-Dwi Kurnia Sandy, dkk. (57-74)

sekitar. Ada upacara adat yang melibatkantagonggong dan balas-membalas pantun. Budayaini mulai hilang karena batu yang ada di tanjungdibuat untuk membangun jalan dan dermaga.Menurut cerita narasumber, orang yangmeninggal dikubur terlebih dahulu, baru ditumpukbatu beberapa hari kemudian. Ada pula dolmenkosong tanpa jenazah karena yangbersangkutan dikuburkan di tempat lain. Dolmentersebut dibuat hanya sebagai simbol saja.

Perjalanan Zending dan Pembangunan Gerejadi Sangihe

Sangihe secara geografis merupakan pulauyang cukup besar di antara gugusan pulau dikawasan Nusa Utara. Teluk-teluk yang menjorokdan lebar menjadi pelabuhan alami sebagaitempat singgahnya kapal. Menurut catatanKoninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM), untukmenuju Sangihe Besar dari daratan utama PulauSulawesi, yakni Manado memakan waktu selamasehari. Ombak besar dan angin laut kencangmenjadi hal umum di perairan ini.

oleh seorang opa (kakek). Dengan suaramerdunya, ia menyanyikan berbagai cerita danberita. Tagonggong digunakan ketika orang Sangirmerasakan kebahagiaan, sehingga alat musik inikerap menjadi simbol perayaan. Tagonggong tidakakan dimainkan sendiri, tagonggong akan diikutioleh masamper, yang merupakan suatu caramenyanyikan pantun dan dilakukan secaraberbalas. Selain dengan masamper, ada pula tariandansa laki-laki dan perempuan yang semakinmenyemarakkan permainan tagonggong (Anshoridkk. 2017: 43).

Tradisi penguburan di dalam dolmenmerupakan adat lama masyarakat ManganituSelatan. Tidak mengherankan apabila salah satulokasi persebaran dolmen di Sangihe terdapat diDesa Bawuniang, Kecamatan Manganitu Selatan.Tiga dolmen yang letaknya berada dekat denganpemakaman baru ditemukan dalam kondisi masihterawat. Dolmen yang pertama memiliki panjang150 cm, lebar 150 cm, dan tinggi 145 cm (Gambar3). Dolmen yang kedua memiliki panjang 250 cm,lebar 170 cm, dan tinggi 145 cm, sedangkandolmen yang ketiga memiliki panjang 225 cm,lebar 118 cm, dan tinggi 145 cm. Bentuknyapersegi tidak beraturan dan cenderung membulatdi bagian sudut. Luas dari kompleks dolmen iniadalah 8 x 2,5 m2.

Di Desa Bawuniang juga ditemukan limabelas dolmen yang letaknya berada dekat denganpemakaman baru, tetapi berbeda dengankelompok dolmen yang disebutkan terdahulu.Kelima belas dolmen tersebut memiliki kondisinyamasih terawat. Ketinggian absolut kompleksdolmen ini adalah 23 m di atas permukaan laut(dapl). Kelima belas dolmen tersebut memilikiukuran yang bermacam-macam dari yang kecilhingga besar, tetapi rata-rata memiliki panjang 160cm, lebar 100 cm, dan tinggi 40 cm. Bentuknyapersegi tidak beraturan dan cenderung membulatdi bagian sudut. Luas kompleks dolmen ini 7x7m2.

Menurut data etnografi yang didapatkan, batu-batu tersebut diambil langsung dari tanjung diKampung Bebu, Desa Tamako. Budaya ini masihada sampai akhir abad ke-20 Masehi (Anshori dkk.2017: 44). Saat mengangkat batu dari tanjung, yangterlibat dan yang memikul adalah warga-warga

Sumber: Dokumentasi Tim UMCEGambar 3 Dua Variasi temuan Dolmen di Sangihe

Page 5: POTENSI TINGGALAN ARKEOLOGI DAN PARIWISATA DI …...pada data etnografi dan arsip sejarah. Penelitian ini bersifat eksploratif dan pengumpulan data dilakukan dengan penyelaman di perairan

61

Naditira Widya Vol. 13 No. 1 April 2019-Balai Arkeologi Kalimantan Selatanp-ISSN: 1410-0932; e-ISSN: 2548-4125

Sangihe memiliki dua daerah penting, yakniTahuna dan Manganitu. Tahuna merupakan daerahyang terletak di daerah teluk yang indah. Daerahini diduduki swapraja, pemerintahan Eropa(europeanen bestuur) yang diperintah olehseorang kontrolir dan kepala swapraja. Di Tahunaterdapat pelabuhan, kantor KPM, kantor beacukai, dan Hollandsch Inlandsche School (HIS),sekolah yang kemudian dikelola oleh zending dibawah kepemimpinan seorang dokter Eropa.Organisasi ini pada awalnya hanya terdiri dari satubadan, namun adanya perbedaan pemahamanpada kepengurusan zending menyebabkanadanya perpecahan. Perpecahanan ini dibagiberdasarkan kelompok gereja yang ada diBelanda dan kemudian melakukan kegiatannyadi berbagai daerah (Wulandha 2014: 4). Zendingsendiri merupakan organisasi yang muncul diEropa pada abad ke-18 Masehi yang bergerakpada penyebaran pekabaran injil (Wulandha 2014:45). Di daerah Sangihe Besar juga terdapatsekolah pendidikan zending (zendingkweek-school), tepatnya di Desa Kaluwatu. Di sana jugaterdapat pertokoan Cina dan gudang-gudangpenimbun kopra milik perseroan dagang dariDenmark (Brilman 2000: 9-13).

Zending telah memasuki wilayah Sangiheketika Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC),kongsi dagang asal Belanda, bersaing denganSpanyol dan Portugis di Kepulauan Maluku. SaatBelanda berhasil mengusir Spanyol dan Portugisdari Kepulauan Maluku, Belanda kemudianmenghentikan penyebaran agama Katolik yangdilakukan kedua bangsa tersebut danmenggantikannya dengan melakukan penye-baran agama Kristen Protestan. Pendeta pertamayang ditugaskan untuk melakukan pekerjaan iniialah K. Wiltens yang mulai bertugas di Ambonsejak tahun 1615 (Wulandha 2014: 46). Namun,setelah kolonial Belanda berkuasa di Sangihe,zending pun masuk dengan masif melaluiNederlandse Zending Genootschap yang didukunglangsung oleh Kerajaan Belanda (Brilman 2000:143-145).

Pada saat VOC datang, masyarakat Sangihebelum memiliki gereja. Padahal ajaran Kristianisudah masuk jauh sebelum VOC datang. Untukmengakomodasi kebutuhan umat Kristiani dan

pegawai Belanda maka VOC mengakomo-dasikan pendirian gereja (Dhanwani 2018: 69).Gereja memiliki dua pengertian secara dasar,yaitu dapat dimaknai sebagai tempat umatmelakukan peribadatan, serta dapat juga diartikansebagai perkumpulan orang-orang berimankepada Yesus Kristus (Nugroho 2005: 3). Saatmelakukan eksplorasi, tim UMCE masih dapatmenemukan beberapa gereja awal yang ada diSangihe. Gereja-gereja di Sangihe pada masakedudukan VOC, disamakan ajarannya denganajaran Gereja Calvin yang ada di Belanda(Dhanwani 2018: 59).

Gereja awal Sangihe yang berhasildidokumentasikan Tim UMCE ialah, pertama,Gereja Ayam. Gereja ini merupakan bekas rumahRaja Pontoralage dari Kerajaan Kolongan, yangpada masa berikutnya difungsikan sebagai istanaatau pusat dari Kerajaan Kolongan. Secaraadministratif, bangunan ini sekarang berada didalam wilayah Desa Kolonganbeha, KecamatanTahuna Barat. Gereja Ayam berada dipertengahan Desa Kolonganbeha dan terletak dipinggir jalan raya. Gereja ini berada di seberangdari rumah keturunan Raja Kolongan, yakniTatengke. Sayangnya, akibat proses renovasiunsur keaslian arsitektural gereja ini telah hilang.

Berdasarkan hasil wawancara dengan BapakTatengke yang merupakan keturunan dari RajaKalongan, sejarah awal dibangunnya GerejaAyam di Desa Kolonganbeha dimulai setelahorang Portugis mendarat di pantai barat KerajaanKolongan pada tanggal 5 Oktober 1568. OrangPortugis disambut dengan baik oleh RajaPontoralage dan masyarakatnya untukmenyebarkan Injil. Keesokan harinya, denganpenerjemah Pater Pedro Mascarenhas, orangPortugis mulai mengajarkan agama Kristenkepada keluarga raja dan masyarakat setempat.Setelah beberapa hari, pada tanggal 9 Oktober1568, Kulano Pontoralage beserta para pemukakerajaan dibaptis, masyarakat pun mengikutiagama baru rajanya. Gereja sebagai saranaperibadatan kemudian dibangun. Pada awalnya,gereja terletak di pinggir pantai dan berbentukhanya seperti rumah biasa. Namun, karenaperistiwa, gereja harus dipindahkan ke arah timurlaut. Gereja yang lama ditinggalkan, sedangkan

Page 6: POTENSI TINGGALAN ARKEOLOGI DAN PARIWISATA DI …...pada data etnografi dan arsip sejarah. Penelitian ini bersifat eksploratif dan pengumpulan data dilakukan dengan penyelaman di perairan

62

Potensi Tinggalan Arkeologi dan Pariwisata di Kabupaten Sangihe,Provinsi Sulawesi Utara-Dwi Kurnia Sandy, dkk. (57-74)

gereja baru menjadi rumah sekaligus pusat dariKerajaan Kolongan (Anshori dkk. 2017: 23).

Di bagian tengah Pulau Sangihe besarterdapat juga gereja awal di Sangihe, yaitu GerejaPetral (Gambar 4). Gereja Petral Manganitu,memiliki panjang 57 m dan lebar 35 m,merupakan salah satu bangunan tua gereja yangada di Manganitu dan posisinya tidak jauh darirumah Pendeta. E.T. Steller, berada di KampungNala, Kecamatan Manganitu. Gereja Petralmenghadap ke arah selatan dengan batas-bataswilayah, yaitu utara, timur, dan barat adalah rumahwarga, sedangkan selatan adalah lapangan ataualun-alun. Aksesibilitas untuk menuju gereja initergolong mudah karena berada di JalanKampung Nala yang bisa dilalui oleh kendaraanmobil dan motor.

Bangunan yang digunakan untuk ibadah inisebagian besar material penyusunnya sudah tidakasli karena banyak dilakukan renovasi. Hanyabeberapa benda saja yang masih asli, sepertikursi jemaat, mimbar pendeta, lonceng yang adadi menara, dan hiasan kemuncak yang berbentukayam. Gereja Petral Manganitu dikenal jugadengan nama Gereja Ayam Manganitu, karenapada bagian puncak gereja ini terdapat hiasanberbentuk ayam yang terbuat dari kuningan danberfungsi sebagai penangkal petir dan weathervane (petunjuk arah angin) (Soekiman 2000: 142-143). Pada bagian atap juga terdapat loncengberukuran sedang yang difungsikan untukmemanggil jemaat gereja pada setiap akanibadah.

Bangunan Istana Para Raja Sangihe

Pengaruh zending yang kuat di wilayahNooreilanden ini menyebabkan lunturnyakebudayaan dan kepercayaan nenek moyangorang Sangihe. Sebelum masuknya kekuasaankolonial, daerah Sangihe merupakan daerah yangdipimpin oleh raja-raja kecil yang diberi gelar datu.Persaingan perdagangan dan pelayaran antaraSpanyol dan VOC di Maluku Utara ikutmempengaruhi kestabilan daerah Sangihe. Turutbergabungnya Kesultanan Sulu dan KesultananTernate dalam pusaran konflik tersebut memicuketakutan tersendiri datu-datu di Sangihe. Merekakhawatir kerajaan mereka akan jatuh ke tanganKesultanan Sulu atau Kesultanan Ternate.Keberhasilan VOC menyingkirkan Spanyol keFilipina menimbulkan harapan baru bagi para datuuntuk menjadi pelindung dan pengaman Sangihe.

Perlindungan tersebut tertuang dalamperjanjian yang dilakukan oleh salah satu kerajaanyang ada di Sangihe. Arsip kontrak yang ditelusuri,mendapatkan perjanjian kontrak antara RajaTaboekan dan Kolonial Belanda yang berbunyisebagai berikut (Gambar 5).

“Perjanjian kontrak Raja Taboekan yangberkedudukan di afdeeling Sangi-en Talaudmengadakan perjanjian dengan pemerintahankolonial Hindia Belanda yang bertanggal pada24 Juni 1901, berisi: “Adapoen sedang ditimbangharoeslah bahoewa pendjagaan perlaboehan danhall politie di perlaboehan dan sabelah pantai darikaradjaan Taboekan dan hall lain jang terikat padaitoe diserahkan kapada Seri PadukaGouvernement Hindia Nederland maka pada hariini hari senen tanggal doea poeleh empat haribolean juni tahoen 1900 dan satoe atas karidhaanSeri Paduka jang di Pertoean BesarGouvernement Generaal Hindia Nederlandsoedah dipakatkan antara kami Hendrik FrederikNikolaas Roskoll Padoeka Controleur dariafdeeling poelau-poelau Sangi dan Talauer jangdikwasakan oleh Seri Paduka Resident Menadodan David Sarapil Paduka Raja dari KaradjaanTaboekan bersama mantrinja seperti jang berikoetdibawah ini:1. Akan mengangkat koemandeur laoet di

perlaboehan-perlaboehan dari karadjaan

Sumber: Dokumentasi Tim UMCEGambar 4 Gereja Petral

Page 7: POTENSI TINGGALAN ARKEOLOGI DAN PARIWISATA DI …...pada data etnografi dan arsip sejarah. Penelitian ini bersifat eksploratif dan pengumpulan data dilakukan dengan penyelaman di perairan

63

Naditira Widya Vol. 13 No. 1 April 2019-Balai Arkeologi Kalimantan Selatanp-ISSN: 1410-0932; e-ISSN: 2548-4125

ditampat mana ditimbang haroes dan toean itoeampoenya kakwasaan nanti seperti djoegaditanah jang diparentahkan oleh Seri PadoekaGouvernement sendiri.

2. Akan memoengoet bea perlaboehan baroedan lainn, bea kapal lagipoen dari radja-radja.Peratoeran akan hall pendjagaan perlaboehanbagimana djoega hall poengoetan beaperlaboehan baroe atawa lainn. Bea kapal jangtelah ditantoekan oleh Seri PadoekaGouvernement atawa jang akan ditantoekankamoedian hari nanti samoea itoe berlakoedjoega di Karadjaan Taboekan.

3. Radja radja jang mana melangkahi hall itoeatawa atoeran jang terikat pada hall itoe dariperboetannya itoe, ia nanti bertanggoengdihadapan Madjelis pengadilan atawahoekoem Seri Padoeka Gouvernementlagipoen perkaranja akan ditimbang dandipoetoeskan menoeroet kitab undang-undang Seri Paduka Gouvernement.Demikianlah dipakai dan didjandji di Taboekan

pada hari dan tahoen terseboet diatas ini. Sertaditoelis tiga saroepa boenjinja dibekaskan tandatangannya dan dimaterikan oleh Padoeka Radja

dan mantrinja dihadapan kita Padoeka Controleurafdeeling poelau-poelau Sangi dan Talauer.”

Secara singkat perjanjian diatas merupakanbentuk kepatuhan dari penguasa lokal yangmenyerahkan urusan pemerintahan kepadaBelanda. Namun, menariknya kontrak tersebutberisi tentang peraturan-peraturan tentangpelabuhan dan pelayaran yang dikuasakan olehpenguasa lokal kepada kekuasaan lokal.Demikian merupakan suatu bentuk loyalitas dankesetiaan kepada kekuasaan kolonial yangdiberikan oleh kerajaan Taboekan kepadapenguasa Hindia Belanda.

Keinginan para datu mengundang Belandauntuk melindungi dan mengamankan daerahSangihe merupakan langkah yang sebenarnyabanyak ditempuh sejumlah kerajaan kecil lainnyadi Nusantara. Praktik mengundang ini olehbanyak kalangan sejarawan disebut invitedcolonialism. Menurut Sri Margana, invitedcolonialism adalah praktik kolonialisme yangdiawali dengan suatu undangan. Umumnya, halini dilatarbelakangi masalah seperti persainganantarkerajaan, takut ditaklukkan, atau sedangmenghadapi pemberontakan. Pengaruh zending

Sumber : Arsip Nasional Republik Indonesia

Gambar 5 Kontrak Taboekan 1901-1943 No. 580

Page 8: POTENSI TINGGALAN ARKEOLOGI DAN PARIWISATA DI …...pada data etnografi dan arsip sejarah. Penelitian ini bersifat eksploratif dan pengumpulan data dilakukan dengan penyelaman di perairan

64

Potensi Tinggalan Arkeologi dan Pariwisata di Kabupaten Sangihe,Provinsi Sulawesi Utara-Dwi Kurnia Sandy, dkk. (57-74)

atau penyebaran agama Protestan juga menjadiindikator lain bahwa kerajaan telah mengakui danberlindung di bawah kekuasaan kolonial Belanda.Pada masa tersebut, agama merupakan carauntuk mendapatkan perlindungan dari kolonial.Meskipun demikian, praktik-praktik animisme jugamasih tetap dilakukan di beberapa tempat.

Terjadinya kerja sama antara Belanda danpara datu, juga memberikan pengaruh padaarsitektur yang ada di Sangihe. Terutama hal yangberkaitan dengan istana para raja. Hal tersebutdapat dilihat pada rumah peninggalan RajaBastian (di Dusun 2, RT 06, RW 03), di KelurahanApeng Sembeka, Kecamatan Tahuna (Gambar6). Rumah ini memiliki warna putih dengan bahanbangunan dari semen, bata, pasir, kayu, sertaseng. Sekilas, bentuk bangunan rumah raja miripdengan rumah warga biasa. Namun, yangmembedakannya adalah rumah raja memilikihalaman yang lebih luas. Bagian ubin pada mukadepan rumah Raja Bastian masih terlihat asli,hanya bagian plafon yang sudah diganti karenarapuh. Rumah bekas Raja Bastian sebelumnyaadalah rumah warisan turun temurun, namun padatahun 2009 dijual dan sudah berpindah tangan.Fungsi dari rumah saat ini dijadikan sebagaikantor perusahaan konstruksi bernama PT. MitraUtama (Anshori dkk. 2017 : 23).

Masih di daerah kecamatan yang sama,terdapat Istana Kendahe Tahuna yang terletak diDusun Soataloara 1, Desa Tahuna, KecamatanTahuna Induk (Gambar 7). Bangunan inimenghadap ke arah barat dengan batas utaraBank BNI, batas timur dan selatan rumah warga,

dan batas bagian barat lapangan terbuka. IstanaKendahe Tahuna ini terdiri atas satu bangunanberwarna kuning. Material bangunan tersebut antaralain adalah bata, semen, dan pasir. Bangunan inidalam keadaan terawat. Istana Kendahe Tahunadahulu merupakan istana kerajaan, namun saat iniditinggali oleh keturunan raja Kerajaan KendaheTahuna yang bernama Syahrul Ponto. SyahrulPonto merupakan keturunan Raja Sulaiman Ponto,yaitu salah satu raja yang pernah memerintah dikerajaan tersebut. Pada tahun 1943 bangunan inipernah dipakai sebagai kantor pemerintahandalam negeri (Anshori dkk. 2017: 48).

Di Wilayah Manganitu juga terdapat rumah RajaMocodompis yang terletak di Desa Taloarane(Gambar 8). Rumah Raja Mocodompis berada disekitar permukiman warga. Panjang rumah besertahalamannya sekitar 30 m dan lebarnya 25 m.Rumah ini merupakan bangunan rumahberarsitektur kolonial dengan materialbangunannya adalah tembok yang dibuat dari batadan semen, pintu dari kayu dengan kombinasi kacabening, sedangkan atapnya dari seng. Bangunantersebut berdenah seperti bentuk salib jika dilihatdari atas. Pada bagian belakang, terdapatbangunan berupa gudang yang dulunya jugadigunakan untuk tempat tinggal pembantu. Padaruangan dapur, terdapat lemari kayu berisiperkakas rumah tangga seperti piring danmangkuk dari keramik dan perunggu. Lalu, diruang tidur masih terdapat dipan berbahan besiyang merupakan bekas tempat tidur RajaMocodompis. Istana Manganitu telah ditetapkansebagai cagar budaya dengan nomor BPCB.GTO/71/03.13/0201/2014. Kondisinya masih terawat

Sumber: Dokumentasi Tim UMCE

Gambar 6 Istana Raja Bastian

Sumber: Dokumentasi Tim UMCE

Gambar 7 Istana Kendahe

Page 9: POTENSI TINGGALAN ARKEOLOGI DAN PARIWISATA DI …...pada data etnografi dan arsip sejarah. Penelitian ini bersifat eksploratif dan pengumpulan data dilakukan dengan penyelaman di perairan

65

Naditira Widya Vol. 13 No. 1 April 2019-Balai Arkeologi Kalimantan Selatanp-ISSN: 1410-0932; e-ISSN: 2548-4125

dengan baik. Pada saat ini, rumah RajaMocodompis tidak lagi difungsikan sebagaitempat tinggal, tetapi digunakan sebagai museumdan galeri foto lama Sangihe (Anshori dkk. 2017:79).

Peninggalan Para Zendeling

Nederlandsch Zendeling Genootschapmemang sudah lama dibentuk di Belanda sertasudah menyebarkan seruannya ke wilayahNusantara. Namun, baru pada tahun 1850-an,zendeling mulai ditugaskan secara masif sebagaiutusan Kerajaan Belanda di Pulau Sangihe Besar.Nama-nama yang diutus di antaranya: Carl W.L.M.Schroder; E.T. Steller; F. Kelling dan A. Grohe.F. Kelling dan A. Grohe, mendapatkan tugas kedaerah Siau. Carl Schroder dan E.T Stellermendapatkan tugas di Pulau Sangihe Besar.Steller dan Schroder berangkat melalui Manadopada tanggal 20 Juni 1857. Tepat pada hariKamis, 25 Juni 1857, mereka mendarat di PantaiManganitu. Kedatangan keduanya zendelingdisambut meriah oleh penduduk setempat. Dalampembagian tugas, Steller memutuskan untuktinggal di Manganitu dan melayani bagian baratPulau Sangihe yang berpenduduk 7500 orang,sedangkan Schroder akan tinggal di Taboekandan melayani bagian timur Pulau Sangihe yangberpenduduk 9000 orang (Brilman 2000: 163-166).

Pendeta Steller memutuskan untukmembangun rumah pada tahun 1901 sebagaitempat tinggalnya setelah lama tinggal di Sangihe.Sisa tempat tinggal Pendeta Steller dapat dilihatdi Kampung Nala, Kecamatan Manganitu, terletak

tidak jauh dari Gereja Petral Manganitu (GerejaAyam). Rumah ini memiliki panjang 30 m dan lebar20 m. Rumah yang sampai sekarang masihdigunakan tersebut merupakan rumah dengangaya kolonial yang telah bercampur dengankebudayaan lokal (Gambar 9). Rumah ini telahdidaftar sebagai cagar budaya dengan nomorinventarisi BPCB.GTO/71/03.13/0209/2014.Material tembok rumah merupakan kombinasiantara bata yang telah dipoles dengan semen,serta papan kayu di atasnya. Lantai rumah dibuatdari ubin, sedangkan lantai terasnya dibuat daribata. Rumah ini beratap seng. Rumah dibangundari susunan pasir dan semen setinggi 90 cm.Tembok semen ini kemudian dikombinasikandengan papan kayu. Lantai dibuat dari bata merahberbentuk persegi yang berukuran 30 x 30 cm2.Menurut informasi, bata ini dibuat di KecamatanTabukan. Fungsi utama rumah ini selain sebagaitempat tinggal, yaitu sebagai tempat pertemuan,menampung anak yatim, dan tempat untuk belajarpertukangan (Anshori dkk. 2017: 77).

Sumber: Dokumentasi Tim UMCE

Gambar 8 Rumah Raja Mocodampis

Sumber: Dokumentasi Tim UMCE

Gambar 9 Rumah Pendeta Steller

Perubahan Tradisi Penguburan di Sangihe

Pelayanan zending yang diberikan zendelingtidak jauh dari persoalan sosial yang terjadi padasaat itu di tengah masyarakat Sangihe. Perzinahan,poligami, dan mabuk merupakan dosa utamayang mereka temui. Memang, perzinahan danpoligami menjadi momok permasalahan sosialyang merata terjadi di banyak daerah Nusantara.Selain tiga ‘dosa’ tersebut, para pendeta jugaharus berupaya keras mengubah pola pikirmasyarakat Sangihe mengenai penguburan.Telah dibahas sebelumnya bahwa sejak dahulu

Page 10: POTENSI TINGGALAN ARKEOLOGI DAN PARIWISATA DI …...pada data etnografi dan arsip sejarah. Penelitian ini bersifat eksploratif dan pengumpulan data dilakukan dengan penyelaman di perairan

66

Potensi Tinggalan Arkeologi dan Pariwisata di Kabupaten Sangihe,Provinsi Sulawesi Utara-Dwi Kurnia Sandy, dkk. (57-74)

masyarakat Sangihe memiliki tradisimenguburkan kerabatnya di dalam dolmen.Zending datang dan membawa ajaran baru, yaitumenguburkan jenazah di dalam peti.

Ajaran baru ini bermula dari adanya perjanjianantara para raja di Sangihe dengan VOC. Di saatpengaruh VOC mulai besar di sana, melaluizending mereka mulai menyebarkan ajaranProtestan ke para raja. Dengan kuatnya pengaruhzending di sana membuat ajaran Islam dan Katolikyang sudah ada mulai memudar di kerajaan-kerajaan Sangihe. Para raja di Sangihe berusahamencontohkan ajaran zending ini ke masyarakatlewat contoh nyata, salah satunya Raja Adrian.Kompleks Makam Raja Adrian besertakeluarganya berada di Dusun Soata Loara II, DesaTahuna, Kecamatan Tahuna.

Pada pengamatan yang dilakukan Tim UMCE,ditemukan adanya lima makam, yaitu makam RajaAdrian dan empat makam dari keluarganya.Selain kelima makam tersebut, kompleks ini jugamenjadi tempat peristirahatan terakhir KeluargaPaparang, yaitu keluarga dari istri Raja Adrian.Makam mereka berada di sebelah utara makamRaja Adrian dan keluarga. Makam Raja Adrian dankeluarga berada dalam bangunan besarberukuran sekitar 10 m x 8 m dengan tinggi 3 m(Gambar 10). Bangunan tersebut menggunakanbahan bata dan atapnya dari seng. Makam-makam tersebut dibuat dari keramik denganwarna dominan putih dan hijau. Kelima makamtersebut diperkirakan mempunyai panjang danlebar rata-rata 2 m x 1 m dengan tinggi 1 m.Makam Keluarga Palarang tidak berada dalambangunan, melainkan di tanah lapang. Makammereka dari bahan semen dan terlihat lebih tuadaripada makam yang berada di dalam bangunan.Ukuran antarmakam berbeda satu dengan lainnya(Anshori dkk. 2017: 59).

Makam Keluarga Raja Mocodompis, diTamako merupakan makam milik keluargaMocodompis yang pernah menjabat sebagai rajadi Kerajaan Manganitu. Kompleks makam inimemiliki panjang 4 m dan lebar 4 m (Gambar 11).Makam dikelilingi oleh pagar bangunan baru dandiberi atap (cungkup). Kompleks makamMocodompis telah didaftar sebagai cagar budayadengan nomor inventaris BPCB.GTO/71/03.13/

0202/2014. Kompleks makam terdiri atas tigamakam yang merupakan makam dari keluargaraja W.M.P Mocodompis. Ketiga makam tersebut,antara lain jirat berukuran panjang sekitar 3 m,lebar 2 m, dan tinggi 2 m; jirat berukuran panjangsekitar 2 m, lebar 1,5 m, dan tinggi 1,4 m; sertajirat berukuran panjang sekitar 1 m, lebar 1 m,dan tinggi 1,6 m. Material bangunan jirat tersebutadalah batu kali yang disusun menggunakanperekat (Anshori dkk. 2017: 81).

Saat VOC bangkrut pada 1799, pemerintahHindia Belanda mengambil alih pengajaranagama Kristen di Sangihe. Namun terjadi masalahkarena pemerintah Hindia Belanda mengalamikesulitan dalam mengikuti ajaran Gereja Calvin.Untuk memudahkan urusan gereja, makadibentuklah gereja-gereja independen diSangihe. Hal ini membuka keran adanyapercampuran antara ajaran Kristen dengan tradisilokal di Sangihe. Salah satunya adalah tradisipenguburan untuk masyarakat umum. Adanyatradisi penguburan di Sangihe tidak terlepas dariadanya kematian. Terdapat dua pengertian dari

Sumber: Dokumentasi Tim UMCE

Gambar 10 Makam Raja Adrian dan Keluarga

Sumber: Dokumentasi Tim UMCE

Gambar 11 Makam Raja Mocodompis

Page 11: POTENSI TINGGALAN ARKEOLOGI DAN PARIWISATA DI …...pada data etnografi dan arsip sejarah. Penelitian ini bersifat eksploratif dan pengumpulan data dilakukan dengan penyelaman di perairan

67

Naditira Widya Vol. 13 No. 1 April 2019-Balai Arkeologi Kalimantan Selatanp-ISSN: 1410-0932; e-ISSN: 2548-4125

kematian sendiri, yang dapat dilihat dari sisi pasifdan sisi aktif. Dilihat dari sisi pasif diartikan sebagaiberhentinya fungsi dari tubuh, hilangnyapernafasan dan hal lainnya yang mendukungkehidupan dengan ditandai oleh terbujurnya tubuhkaku tak berdaya. Jika dilihat dari pengertian aktif,yaitu bahwa dalam kematian terdapat kehidupanrohani (Nurrcochsyam 2012: 12). Pengertianaktiflah yang sangat dipahami dalam tradisimasyarakat Sangihe.

Dalam tradisi Sangihe dikenal istilah ingkude,yaitu tradisi memercayai adanya kehidupansetelah mati. Tentunya hal ini bertabrakan denganajaran Kristiani yang menganggap tidak ada lagikehidupan setelah seorang manusia kehilanganrohnya. Tradisi lokal di Sangihe menganggaporang mati masih hidup di sekitar mereka.Pandangan ini disebut dengan symbolicimmortality, di mana kehidupan dianggap sebagaifase simbolis yang ada di masyarakat (Lifton danEric 1974). Meskipun gereja dibebaskanberinteraksi dengan tradisi lokal, hanya gerejadengan aliran Gereja Masehi Injile Sangihe Talaud(GMIST) yang berasimilasi dengan kebudayaanlokal. Gereja beraliran Pantekosta dan Adven tidakmelakukannya karena keduanya merasa harusmempertahankan kemurnian ajaran Kristen(Dhanwani 2018: 64).

Salah satu hasil akulturasi ajaran Kristendengan tradisi lokal adalah adanya kuburan didekat rumah atau di dalam rumah. Di wilayahManganitu Selatan, banyak ditemukan makamyang ada di dalam rumah. Hal ini merupakanbentuk adaptasi terhadap tradisi ingkude.Masyarakat percaya dengan memakamkankerabatnya di dalam rumah, mereka akan tetapbersama. Itulah mengapa kematian tidak dianggapsebagai hal yang menyedihkan.

Tinggalan Masa Jepang

Saat terjadi Perang Dunia II di SamudraPasifik, Sangihe menjadi salah satu wilayah yangdimanfaatkan Jepang untuk berperang. Politikyang digunakan Jepang untuk membujukmasyarakat Sangihe ternyata tidak terlalu berhasil.Banyak masyarakat yang melawan dan padaakhirnya dihukum pancung. Kita dapat melihat

sisa-sisa peninggalan Jepang pada situskompleks makam tokoh yang dipancung Jepang.Secara administratif, situs ini termasuk ke dalamwilayah Bungalawang, Kecamatan Tahuna.Pengamatan yang dilakukan Tim UMCE berhasilmenemukan adanya kompleks makam yang luas.Terdapat gapura dan papan yang mencantumkannama-nama orang yang telah meninggal akibatdipancung Jepang. Situs kompleks makam orangyang dipancung Jepang merupakan situs yangtelah menjadi cagar budaya dan dicatat oleh BPCBGorontalo dengan nomor SK yakni BPCB.GTO/71/03.24/0205/2014.

Kompleks makam ini memiliki 23 makam.Makam tersebut dibuat dengan bahan semen danbatu. Bentuk makam-makam ini tak beraturan,hanya seperti tumpukan batu belaka. Namun, adadua makam yang masih utuh, keduanyamenggunakan bahan semen berukuran sekitar 2m x 1 m dengan ketinggian 1 m. Di makam makampertama terdapat tulisan “Dr. Gyula Cseszko,Dokter Missionaris, Hodmeszovazahely, 21-4-1902, Mindanao, 11-2-1945”. Lalu, makam keduamemiliki tulisan “Emma Rosza Cseszko,Hodmeszovazahely, 12-8-1907, Tahuna, 8-11-1944”. Makam tersebut merupakan makam dariorang Filipina yang tinggal di Tahuna (Anshoridkk. 2017: 65). Namun, terjadinya PertempuranLaut Filipina, yang kemudian menyebar ke LautSulu dan Perairan Sangihe, berdampak padakacau balaunya situasi dan kondisi di sekitarSangihe. Kondisi ini ikut menandai kekalahanJepang tiga tahun kemudian (Ojong 2009: 140-141).

Tinggalan Bawah Air

Proses pembentukan data arkeologi bawahair terutama pada kapal karam (process ofwrecking) dapat terjadi secara cepat dan lambattergantung dari kerusakan kapal. Apabilamengalami kerusakan parah seperti lubang dilambung kapal maka akan tenggelam dengancepat. Jika kerusakannya tidak parah, awak kapalberusaha untuk membuang material yangmemberatkan kapal seperti meriam, pemberat(ballast), dan muatan kapal yang membebani.Ketika kapal tidak berhasil menuju ke daratan

Page 12: POTENSI TINGGALAN ARKEOLOGI DAN PARIWISATA DI …...pada data etnografi dan arsip sejarah. Penelitian ini bersifat eksploratif dan pengumpulan data dilakukan dengan penyelaman di perairan

68

Potensi Tinggalan Arkeologi dan Pariwisata di Kabupaten Sangihe,Provinsi Sulawesi Utara-Dwi Kurnia Sandy, dkk. (57-74)

maka kapal tersebut akan tenggelam (Pratama2018: 64-65).

Kapal karam ditemukan di Teluk Tahuna,Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara.Kapal ini berada di pinggir pantai bekasPelabuhan Tua Tahuna dengan kedalaman kuranglebih 20 meter. Secara umum, bangkai kapaldalam kondisi utuh, meskipun terdapat lubangyang cukup besar pada bagian kiri kapal. Didugalubang inilah yang dahulu menyebabkankaramnya kapal. Kapal tersebut memiliki panjangkurang lebih 40 meter, tinggi 5 meter dan lebar 7meter. Bagian-bagian kapal terbilang masihlengkap, ada baling-baling di bagian buritan,ruang kemudi, dan ruang mesin. Menurut wargasekitar Teluk Tahuna, kapal karam tersebut sudahada sejak zaman Jepang. Warga meyakini bahwakapal tersebut milik Jepang meskipun belumterdapat data yang akurat mengenai kapaltersebut. Pernyataan warga tersebut didukungoleh informasi mengenai markas Jepang yangberada di Kota Tahuna, tepat di timur PasarTahuna, yang sekarang telah menjadi Bank BNI.Kapal karam tersebut dijadikan warga sebagaiobjek wisata selam. Letak kapal yang berada dipinggir pantai dan di dalam teluk menghindarkanwisatawan dari arus Samudra Pasifik. Sampai saatini, masih belum ada penelitian lebih lanjut terkaitasal kapal karam ini dan alasan mengapa kapalini bisa berada di Kabupaten Kepulauan Sangihe(Anshori dkk. 2017: 114).

Selain kapal karam, juga ditemukan jangkardi bawah air sekitar 50 meter dari garis pantaiDesa Lesa, Kecamatan Tahuna. Jangkar (anchor)merupakan bagian dari sistem tambat kapal(mooring system), termasuk rantai jangkar (chain),tali (rope), kotak rantai (chain locker), dan mesinpenarik jangkar (windlass). Jangkar memilikifungsi sebagai pembatas gerak kapal dandigunakan biasanya saat kapal akan berlabuh atausaat berada di tengah laut agar tidak terbawa arus,gelombang dan hal lainnya (Hutama dkk. 2016:639).

Jangkar yang ditemukan berjumlah dua,dengan jarak antara kedua jangkar 10,7 meter.Kedua jangkar ini ditemukan pada kedalamansekitar 5-7 meter di bawah permukaan air laut.Jangkar-01 memiliki ukuran panjang dari bagian

head ke crown sebesar 320 cm, diameter 25 cm,panjang arm pada satu sisinya 100 cm, lebar fluke60 cm, serta masih adanya bagian stock denganpanjang 200 cm dan shackle sebesar 38 cm(Gambar 12). Kondisi Jangkar-01 relatif utuhdibandingkan dengan satu jangkar yang lain. TimUMCE mengidentifikasi bagian-bagian jangkar,meskipun telah ditumbuhi karang danpermukaannya mengalami korosi. Bagian-bagianjangkar yang masih dapat dikenali, yaitu shackle,head, stock, shank, fluke, arm, dan crown.Berdasarkan bagian-bagian yang masih dapatdiidentifikasi tersebut, Jangkar-01 termasuk dalamtipe stock-anchors. Kondisi Jangkar-02 hanyaterlihat pada beberapa bagian saja karena karangyang tumbuh lebih tebal daripada di Jangkar-01.Bagian-bagian yang dapat diidentifikasi antara lain,shank dengan panjang 200 cm dan diameter 40cm, panjang arm 120 cm, serta lebar fluke 70 cm.Berdasarkan bagian-bagian yang masih dapatdiidentifikasi tersebut, Jangkar-02 termasuk dalamtipe stock-anchors, bentuk dari bagian-bagiantersebut sama dengan bagian-bagian padaJangkar-01 (Anshori dkk. 2017: 113).

Sumber: Dokumentasi Tim UMCEGambar 12 Jangkar Kapal 01

Tinggalan lainnya

Di dekat Pelabuhan Tua Tahuna, terdapat tuguyang berhadapan langsung dengan pasartradisional, yaitu Tugu Malahasa yang terletak diJalan Jenderal Sudirman, Kelurahan Sawang-bendar, Kecamatan Tahuna Induk, KabupatenKepulauan Sangihe (Gambar 13). Statusbangunan tugu ini telah ditetapkan sebagai

Page 13: POTENSI TINGGALAN ARKEOLOGI DAN PARIWISATA DI …...pada data etnografi dan arsip sejarah. Penelitian ini bersifat eksploratif dan pengumpulan data dilakukan dengan penyelaman di perairan

69

Naditira Widya Vol. 13 No. 1 April 2019-Balai Arkeologi Kalimantan Selatanp-ISSN: 1410-0932; e-ISSN: 2548-4125

Bangunan Cagar Budaya oleh Balai PelestarianCagar Budaya Gorontalo sesuai Undang-UndangCagar Budaya No. 11 tahun 2010 dengan nomorpenetapan: BPCB.GTO/71/03.17/0211.2014.Bangunan tugu dibuat dari semen, pasir, dan batadengan tinggi bangunan kurang lebih 18 meterdan lebar 5 meter di tiap seginya. Tugu Malahasamemiliki warna merah dan putih. Orientasibangunan menghadap ke tenggara. Saat ini,kondisi tugu terawat dengan baik. Tugu Malahasasaat ini menjadi salah satu ikon Kota Tahunakarena bentuknya yang khas dan lokasinya yangmudah terlihat karena persis berada di tengahkota dan berhadapan dengan pelabuhan tua(Anshori dkk. 2017 : 58).

Potensi arkeologis lain yang ditemukan TimUMCE adalah keramik dan koin. Keramik dankoin-koin ini ditemukan di dalam ceruk batu ditengah hutan Bukit Puide Banua di PulangBebalang, Kecamatan Manganitu Selatan,Kabupaten Kepulauan Sangihe. Oleh karenaletaknya yang berada di tengah hutan dan di atasbukit, situs ini sulit untuk dijangkau. Ceruk batuini berada pada ketinggian 116 meter di ataspermukaan air laut, dengan luas 3,7 x 5 m2. Situsini berada jauh dari permukiman dan tidakdigunakan oleh warga. Oleh warga, situs masihdianggap sakral sehingga jarang ada orang yangberkunjung. Di salah satu ceruk ditemukan tujuh

cangkir dan sebelas piring keramik, serta 53 koinyang berasal dari masa yang berbeda-beda.Keadaan temuan sangat tidak terawat karenatertutup lumpur (Gambar 14). Keramik yangditemukan ada yang berasal dari Vietnam,Jepang, Belanda, dan Inggris. Koin-koin yangditemukan bervariasi, keadaannya sudahberkarat, dan penuh lumpur sehingga agak sulituntuk diidentifikasi. Beberapa koin yang dapatdiidentifikasi menunjukkan ciri koin Belanda danVOC (Gambar 15). Ada beberapa temuan koinIndonesia baru dengan angka tahun 1999 yangmengindikasikan bahwa tempat ini masihdikunjungi sampai saat ini (Anshori dkk. 2017: 87).

Sumber: Dokumentasi Tim UMCE

Gambar 13 Tugu Malahasa

Sumber: Dokumentasi Tim UMCEGambar 14Temuan Keramik

Sumber: Dokumentasi Tim UMCEGambar 15 Temuan Uang Logam

Pemanfaatan Potensi Arkeologi di Sangihe

Dari berbagai potensi arkeologi yang ada diSangihe, tinggalan bawah air memiliki potensipemanfaatan yang lebih besar yang berada diperairan Teluk Tahuna. Berdasarkan UndangUndang Nomor 11 tahun 2010 tentang CagarBudaya, disebutkan bahwa cagar budaya adalahwarisan budaya bersifat kebendaan yang perlu

Page 14: POTENSI TINGGALAN ARKEOLOGI DAN PARIWISATA DI …...pada data etnografi dan arsip sejarah. Penelitian ini bersifat eksploratif dan pengumpulan data dilakukan dengan penyelaman di perairan

70

Potensi Tinggalan Arkeologi dan Pariwisata di Kabupaten Sangihe,Provinsi Sulawesi Utara-Dwi Kurnia Sandy, dkk. (57-74)

dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilaipenting bagi sejarah, ilmu pengetahuan,pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melaluiproses penetapan. Kemudian disebutkan pulabahwa pengem-bangan dan pemanfaatan cagarbudaya dapat dilakukan untuk tujuan rekreatif,edukatif, apresiatif, religi, dan memacupengembangan ekonomi yang hasilnyadigunakan untuk pemeliharaan cagar budaya danpeningkatan kesejahteraan masyarakat. Daripemaparan di atas, untuk menentukanpemanfaatan yang cocok pada tinggalan bawahair, maka diperlukan penentuan nilai penting darikapal karam Tahuna dan jangkar. Penulismengerucutkannya nilai yang dimiliki bangkaikapal di Teluk Tahuna sebagai salah satu warisanbudaya menjadi nilai ekonomis, nilai edukatif, dannilai rekreatif, sebagai berikut:

Nilai EkonomisPariwisata merupakan salah satu sektor

penyumbang devisa terbesar bagi Indonesia danpenopang perekonomian.Tentunya hal inimerupakan peluang yang sangat bagus apabiladapat dimanfaatkan dengan baik. Salah satunyaadalah wisata selam yang akhir-akhir ini makinmenarik minat wisatawan lokal ataupunmancanegara. Potensi wisata bahari khususnyawisata selam, masih memiliki peluang untuk dapatdikembangkan lebih optimal mengingat adanyapeningkatan aspek permintaan, sehinggameningkatkan peluang pemanfaatan kapal karamsebagai spot penyelaman (Ardiwidjaja 2017: 141).

Berdasarkan uraian di atas, kapal karam danjangkar di Sangihe memiliki potensi besar untukdikembangkan sebagai daya tarik wisata selamkelas dunia. Hal ini didukung dengan kondisikapal karam yang relatif utuh dibandingkandengan kapal karam lain di Indonesia seperti‘Indoor’ di Karimunjawa dan ‘Liberty’ di Bali. Selainitu, panorama, baik di permukaan maupun bawahair di kawasan perairan Teluk Tahuna sangatberagam. Pengembangan bangkai kapal danjangkar di Sangihe sebagai daya tarik wisata akanselaras dengan Undang Undang Nomor 11 tahun2010 tentang Cagar Budaya, yang menyebutkanbahwa pengembangan cagar budaya dapatdiarahkan pada tujuan untuk memacupengembangan ekonomi yang hasilnya

digunakan untuk pemeliharaan cagar budaya danpeningkatan kesejahteraan masyarakat.

Nilai EdukatifNilai edukatif berkaitan dengan pembelajaran

yang didapat dari pengalaman masyarakat, padamasyarakat sekarang, atau sebelumnya.Berdasarkan tinggalan arkeologi bawah air diSangihe masyarakat sangat mungkin untukmendapatkan berbagai pembelajaran. Sepertiyang sudah dipaparkan di atas, tenggelamnyakapal di Teluk Tahuna erat kaitannya denganperistiwa Perang Dunia II. Apabila melihatpenyebab dari tenggelamnya kapal ini,masyarakat dapat menyadari bahwasanyapeperangan adalah hal yang sangat mengerikan.Korban jiwa dan materi dapat timbul karenaperang. Salah satu inti dari nilai edukatif ialahmemberikan pembelajaran pada masyarakat agartidak sampai terulang lagi kejadian yangmerugikan, yaitu perang. Sampai saat ini masihbelum bisa dipastikan nama dari kapal ini danasalnya. Namun hal yang dapat kita ketahui adalahtinggalan arkeologi di Sangihe tidak hanyaberasal dari kontak dengan Belanda saja, akantetapi juga terdapat tinggalan hasil kontak denganJepang seperti yang sudah dipaparkansebelumnya. Melihat dinamika perang duniakedua yang banyak terjadi di kawasan SamudraPasifik, mungkin saja kapal ini milik Jepang.Namun masih diperlukan penelitian lebih lanjutuntuk mengetahui identitas kapal karam ini.

Selain itu, keberadaan kapal karam ini dapatmemberikan sumbangan kepada berbagaidisiplin ilmu seperti biologi sampai arkeologi.Kapal yang tenggelam dan bertahun-tahun beradadi dalam laut tentu saja menjadi ‘rumah’ bagi biotalaut seperti terumbu karang dan ikan-ikan. Hal inimenjadi kajian yang sangat menarik bagi paraahli biologi maritim. Sementara itu bagi paraarkeolog, kapal karam dapat menjadi objek kajianyang tidak pernah ada habisnya baik dari sisisejarah, teknologi, dan pelestariannya.

Nilai RekreatifNilai rekreatif berkaitan dengan kesenangan

yang estetis, menarik, dan dapat melepas penat.Pada era yang serba sibuk seperti saat ini,rekreasi menjadi salah satu kebutuhan yang harus

Page 15: POTENSI TINGGALAN ARKEOLOGI DAN PARIWISATA DI …...pada data etnografi dan arsip sejarah. Penelitian ini bersifat eksploratif dan pengumpulan data dilakukan dengan penyelaman di perairan

71

Naditira Widya Vol. 13 No. 1 April 2019-Balai Arkeologi Kalimantan Selatanp-ISSN: 1410-0932; e-ISSN: 2548-4125

dipenuhi. Kepenatan setelah bekerja danberaktivitas setiap hari membuat manusiamemerlukan suatu hal berbeda yang bisadidapatkan melalui kegiatan rekreasi. Tinggalanarkeologi bawah air dapat menjadi salah satujawabannya. Rekreasi selam dapat dilakukan dikawasan ini. Pemandangan bawah laut ditambahdengan kapal karam yang utuh dan gagah dapatmenjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan.Mengenai wisata selam rekreasi juga sudah diaturdalam Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 7 tahun2016. Apabila tidak berminat untuk menyelam,kawasan Teluk Tahuna juga menawarkan pesonaalam yang sangat asri dan dapat dinikmati untukmelepas penat.

Nilai SejarahDari segi nilai sejarah, kapal ini dapat

memberikan gambaran mengenai kejadianperang dunia kedua. Dalam kapal karam ini jugaterkandung sejarah nilai penting KepulauanSangihe pada perang pasifik. Saat adanya perangpasifik, Sangihe kemungkinan menjadi areatempat kapal-kapal perang mengisi berbagailogistik, terutama air. Hal ini dapat dilihat daribanyaknya jangkar yang ditemukan dan banyakyang belum dapat didokumentasikan. Pada salahsatu gua yang ada di dekat Pelabuhan Tua Tahuna,ditemukan rantai besar yang kemungkinan besaradalah rantai jangkar. Dengan melihat berbagaitemuan yang terkait perkapalan tersebut, sangatdiyakini bahwa Kepulauan Sangihe sangatberperan dan memiliki sejarah dalam perangdunia kedua.

Pemanfaatan Tinggalan Arkeologi Bawah Airdi Sangihe Sebagai Daya Tarik Wisata

Suatu cagar budaya harus memiliki manfaatbagi masyarakat sekitarnya. Bangkai kapal diSangihe belum ditetapkan menjadi cagar budaya.Namun, menurut undang-undang yang berlaku,tinggalan arkeologi bawah air ini harusdiperlakukan seperti cagar budaya. Sayangnya,masyarakat sekitar belum terlalu merasakandampak dari adanya warisan budaya ini. Perlukita sadari bersama bahwa habisnya sumber dayaakan berbanding lurus dengan habisnya sumberpenghasilan masyarakat. Kapal karam tidak hanya

memberikan manfaat pada masyarakat, wisatawanjuga bisa mendapat manfaat dari keberadaankapal berupa informasi sejarah, pendidikan, sertainformasi pendukung lainnya (Noviandra 2014:34). Cagar Budaya termasuk dalam warisanbudaya yang tidak bisa terbarukan. Meskipunbisa dibuat tiruannya, bukan berarti sang tiruanakan memiliki nilai yang sama dengan yangaslinya. Menjual potongan logam dari kapaltenggelam seperti yang terjadi di Kapal KaramBoelongan sekitar tahun 2000 sejatinya bukanlahsolusi terbaik untuk meraup keuntungan(Bagagarsyah dkk. 2016: 7).

Adapun bentuk pemanfaatan yang cocokpada tinggalan arkeologi bawah air Sangiheadalah wisata selam. Wisata selam merupakansalah satu wisata bahari yang dilakukan dengancara menyelami dan melihat kehidupan di bawahair. Wisata selam mampu mengubah paradigmapemanfaatan tinggalan arkeologi bawah air darihanya berupa pemanfaatan muatan kapal untukdiperjualbelikan, beralih ke menjual pengalamanaktivitas penyelaman (Ardiwidjaja 2017: 141).

Lokasi yang menjadi tujuan para penyelamadalah terumbu karang dan kapal karam. POSSIsebagai otoritas yang mengatur tentang selamtelah mengatur batas maksimal kedalamanpenyelaman, yaitu 40 meter dan digolongkansebagai wisata minat khusus. Di samping itu,setiap penyelam harus terlebih dahulumendapatkan sertifikasi dari POSSI. Parapenyelam juga harus melengkapi dirinya denganberbagai peralatan selam seperti tabung scuba,buoyancy weights, compressor tank/device,masker, snorkel, fin, wetsuit, dan diving boots.

Di sekitar bangkai kapal dan jangkar belumditetapkan aturan yang jelas mengenaipenyelaman. Dive center masih belum ada dilokasi situs, namun untuk melakukan penyelaman,para penyelam menggunakan alat dari institusipendidikan setempat. Sejauh ini, akomodasiuntuk menuju ke tempat penyelaman belum dapatdisebut layak. Dari permasalahan tersebut, makaharus dibuat dive center di sekitar Teluk Tahuna.Tidak ada data pasti berapa wisatawan yangmelakukan penyelaman di sana. Bahkanpemerintah juga tidak memiliki data tersebut. Akantetapi, dari pemaparan warga, memang banyakyang tertarik menyelam di sekitar kapal karam

Page 16: POTENSI TINGGALAN ARKEOLOGI DAN PARIWISATA DI …...pada data etnografi dan arsip sejarah. Penelitian ini bersifat eksploratif dan pengumpulan data dilakukan dengan penyelaman di perairan

72

Potensi Tinggalan Arkeologi dan Pariwisata di Kabupaten Sangihe,Provinsi Sulawesi Utara-Dwi Kurnia Sandy, dkk. (57-74)

ini. Pembuatan dive center akan memberikemudahan bagi wisatawan yang akan menyelamdi Teluk Tahuna. Dive center akan menjadipenyedia semua peralatan selam beserta divemaster-nya. Semua bentuk pengelolaan akandipegang oleh masyarakat dan diawasi olehpemerintah. Pemerintah bisa berperan aktif dalammelakukan pembinaan kepada masyarakat danmemberikan bantuan dana untuk pembuatan divecenter. Masyarakat akan diajarkan caramelakukan pengelolaan secara profesional.Dalam pengelolaan cagar budaya tentu peran darimasyarakat sangat diperlukan.

Untuk lebih jelas mengenai bentuk programpemberdayaan masyarakat yang akan diusulkankepada masyarakat Teluk Tahuna dalampengelolaan tinggalan arkeologi bawah air dapatdiuraikan sebagai berikut:

Pembuatan Kelompok WisataKonsep pengelolaan yang baik harus

dijalankan oleh organisasi yang baik pula,berdasarkan prinsip profesionalitas danketerbukaan. Keikutsertaan masyarakat menjadiperhatian besar dalam prinsip pemberdayaanmasyarakat. Berdasarkan wawancara dengantokoh masyarakat setempat diketahui masyarakatbelum membentuk kelompok sadar wisata(pokdarwis) di Teluk Tahuna. Permasalahan yangkerap muncul selanjutnya adalah lemahnyaproses pembimbingan dan pengawasan daripemerintah, seolah pemerintah hanya sekadarmemberikan fasilitas lalu kemudian membiarkanmasyarakat berjuang sendirian. Oleh karena itu,penulis merekomendasikan pembuatankelompok sosio-ekowisata Teluk Tahuna. Dengannama sosio-ekowisata, masyarakat Sangihememiliki keleluasaan untuk mengembangkanpotensi tinggalan arkeologi bawah air, museum,wisata alam, wisata budaya seperti seni tari danupacara adat, serta wisata kuliner masakan khassetempat.

Pembagian Tugas MasyarakatSetelah pembentukan kelompok sosio-

ekowisata, maka pengembangan pengetahuandan kemampuan masyarakat juga perlu dilakukan.Bentuknya dapat berupa cara memberikan

pelatihan pemandu wisata, kerajinan tangan,bahasa asing, hingga sertifikasi sesuai standar.Penempatan masyarakat dalam pengelolaan initentu disesuaikan dengan pengetahuan dankemampuannya masing-masing. Sertifikasi akandiberikan pertama kepada pemandu penyelamkapal karam. hal ini akan diberikan kepadamasyarakat sekitar Teluk Tahuna, terutamaanggota sosio-ekowisata yang memenuhi syaratsebagai pemandu selam. Untuk lebih jelasmengenai bentuk program pemberdayaanmasyarakat yang akan dijalankan masyarakat danpembagian tugasnya, dapat dilihat pada Tabel 1.

EvaluasiTerakhir, pemantauan secara rutin harus

dilakukan oleh pemerintah untuk melihatpengelolaan kegiatan wisata yang dijalankan olehkelompok sosio-ekowisata Sangihe. Pemantauandilakukan dengan cara datang langsung kelapangan untuk memeriksa urusan administrasiataupun praktik pengelolaan di lapangan, sertauntuk mengetahui kendala, dan masalah yangdihadapi (Bagagarsyah dkk. 2016: 4). Di sampingmonitoring, evaluasi juga penting dilakukandengan frekuensi minimal setiap enam bulansekali. Evaluasi dilakukan bersama masyarakat,investor, dan pihak-pihak terkait lainnya. Evaluasiini dilakukan dalam rangka menyelesaikanpermasalahan dan kendala yang ada sertamerumuskan strategi pengelolaan ke depannyayang lebih baik.

Beberapa hal yang harus selalu menjadibahan evaluasi, salah satunya adalah pengelolaansampah masyarakat, maka untuk itu,direkomendasikan konsep ‘satu lubang saturumah,’ yaitu kewajiban setiap rumah memilikilubang sampah kecil berukuran 1 x 1 m2 sebagaitempat pembuangan dan pembakaran sampah(Bagagarsyah dkk. 2016: 7).

Keberadaan kapal harus selalu dipantau,maka untuk mencegah kerusakan pada kapalkaram, direkomendasikan jumlah penyelamdalam satu hari maksimallima puluh orang dandalam waktu bersamaan maksimal lima belasorang. Pembatasan lima puluh orang didasarkanpada waktu menyelam hanya dari pukul 06.00-12.00 WIB. Dalam waktu enam jam, tiapkelompok penyelam dapat melakukan

Page 17: POTENSI TINGGALAN ARKEOLOGI DAN PARIWISATA DI …...pada data etnografi dan arsip sejarah. Penelitian ini bersifat eksploratif dan pengumpulan data dilakukan dengan penyelaman di perairan

73

Naditira Widya Vol. 13 No. 1 April 2019-Balai Arkeologi Kalimantan Selatanp-ISSN: 1410-0932; e-ISSN: 2548-4125

penyelaman dua kali dengan lama di dalam lautsekitar 30-50 menit, dan waktu istirahat sekitar duajam.

PENUTUP

Kabupaten Kepulauan Sangihe mempunyaipotensi sumber daya arkeologi yang kaya.Tinggalan ini bervariasi dari makam kuno,bangunan kuno, tinggalan bawah air, keramik, koinkuno, kubur batu, tinggalan kerajaan, dansebagainya. Temuan-temuan tersebutterkonsentrasi pada masa kolonial dan masakerajaan. Dengan demikian dapat disimpulkanbahwa Kabupaten Kepulauan Sangihe merupakangerbang utara Nusantara atas masuknyakolonialisasi bangsa asing, dan perdaganganpada masa kerajaan.

Masuknya pengaruh kolonial dapat dilihat darisebaran makam dan rumah tinggal yang bergayakolonial. Ada kalanya makam kolonial tersebutberdekatan dengan makam raja di KabupatenKepulauan Sangihe. Gereja juga menjadi buktibahwa ada penyebaran agama yang dilakukanoleh kolonial. Asumsi yang muncul dalam halperdagangan di masa kerajaan diperkuat denganadanya tinggalan keramik Cina dan Vietnam, sertakoin Cina. Sangihe berada dalam kekuasaankolonialmenunjukkan pengaruh-pengaruh danfaktor yang ditularkan kemudian, yakni zending,penerapan pendidikan barat untuk pribumi, danmenjadi daerah di bawah kekuasaan armada laut

Jepang dalam Perang Asia Pasifik, Sangihekemudian terintegrasi dalam Negara KesatuanRepublik Indonesia menandai fase-fase pentingdalam perjalanan historis Kabupaten KepulauanSangihe. Salah satu contohnya, pengaruh zendingyang cukup kuat membentuk Sangihe danmasyarakatnya menjadi masyarakat yang religius.

Banyak potensi lain yang dapat dikem-bangkan dari tinggalan arkeologi di KabupatenKepulauan Sangihe. Pemanfaatan tinggalanarkeologi bawah air di Sangihe menjadi hal yangpaling mungkin dilakukan saat ini. Potensitersebut dapat dimanfaatkan dengan baik jikasetiap pihak terkait mau mengambil peran, baikdalam pengelolaannya maupun perlindungannya.Oleh karena itu diperlukan rancanganpemanfaatan kapal karam dan jangkar yang tidakhanya memberikan manfaat secara ekonomitetapi juga dapat menjaga tinggalan arkeologibawah airnya.

Pada tahap saat ini, para pelaku yang terkaitcagar budaya di Sangihe harus mulai memetakanlokasi yang memiliki nilai ekonomi, rekreatif,edukatif, dan sejarah. Setelah itu, masyarakatdilibatkan dalam perlindungan cagar budaya yangada di sekitar mereka. Saat ini yang palingberpotensi untuk dilakukan pengelolaan adalahbangkai kapal karam di Teluk Tahuna. Namun tidakmenutup kemungkinan untuk melakukanpemanfaatan cagar budaya lainnya, karena perludilakukan penelitian lebih lanjut untuk melakukanpengelolaan cagar budaya di sana.

Sasaran Program Hasil

Masyarakat umum

Sosialisasi program pengembangan wisata budaya bahari dan pembentukan kelompok sadar wisata yang profesional.

Adanya kritik dan saran dari masyarakat berkaitan dengan program pengembangan wisata budaya bahari.

Kelompok pengrajin suvenir

Pelatihan dalam bidang teknik manajemen usaha meliputi proses produksi, pengawasan, dan pemasaran

- Tercipta produk oleh-oleh yang beraneka ragam dan menarik.

- Terjalin kerja sama antarkelompok usaha - Tersedianya sumber daya manusia yang

unggul.

Kelompok penyedia jasa akomodasi, dive center, rumah makan, dan transportasi

- Pelatihan keterampilan kerja dan hospitalitas menyambut tamu.

- Pelatihan pemanduan dan pelatihan bahasa asing.

- Pelatihan penyelenggaraan jasa akomodasi, transportasi, rumah makan, dan fasilitas lainnya.

- Terciptanya sumber daya manusia yang terampil dan berdaya saing tinggi.

- Timbulnya rasa memiliki dan rasa bahwa masyarakat merupakan subjek pengembangan

Tabel 1 Pemberdayaan Masyarakat

Sumber: Hasil Analisis Penulis

Page 18: POTENSI TINGGALAN ARKEOLOGI DAN PARIWISATA DI …...pada data etnografi dan arsip sejarah. Penelitian ini bersifat eksploratif dan pengumpulan data dilakukan dengan penyelaman di perairan

74

Potensi Tinggalan Arkeologi dan Pariwisata di Kabupaten Sangihe,Provinsi Sulawesi Utara-Dwi Kurnia Sandy, dkk. (57-74)

Anonim. 1901-1943 . Kontrak Taboekan No. 80.Arsip Nasional Republik Indonesia.

Anshori, F. Sandy, D. K. Bagagarsyah, S. K. A.,Destrianto, M., Khoir, M. D., Rachmadiena,S. A., Aziz, F., Rabbani, A., Dhanwani, N.D., Arma, A. P., Gusfa, N. N., Budiansyah,M. 2017. “Inventarisasi Potensi TinggalanBudaya Arkeologi Maritim di KabupatenKepulauan Sangihe, Provinsi SulawesiUtara Abad 18-20 Masehi.” LaporanPenelitian Himpunan Mahasiswa Arkeologi.Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada

Ardiwidjaja, R. 2017. “Pelestarian TinggalanBudaya Bawah Air: Pemanfaatan KapalKaram Sebagai Daya Tarik Wisata Selam.”Amerta 35 (2): 133-148.

Ashmore,W. dan Sharer, R. J. 2009. DiscoveringOur Past: A Brief Introduction to Archaeology.New York: The McGraw-hill Companies, Inc.

Bagagarsyah, S. K. A., Sandy D.W., Rozmuri, F.,Khoiru, M. D., dan Huddin, H. 2016. MV.“Boelongan Nederland: KonsepPengelolaan Wisata Selam Kapal KaramBerdasarkan Pariwisata Berkelanjutan”.Laporan Penelitian PKM PSH. Yogyakarta:Kemetrian Riset dan Perguruan Tinggi.

Brilman, D. 2000. Kabar Baik di Bibir Pasifik.Jakarta: Sinar Harapan.

Dhanwani, N. D. 2018. “Saling Rintang Antara Imandan Tradisi Nusa Utara.” Hlm. 57-64 dalamCerita dari Beranda Negeri. Yogyakarta:Diandra Kreatif.

Hutama, M. H., Yudo, H., dan Iqbal, M. 2016.“Analisa Kelelahan Rantai Jangkar denganMenggunakan Metode Elemen Hingga.”Jurnal Teknik Perkapalan 4 (3): 638-648.

Lifton, R. J. dan Eric, O. 1974. SymbolicImmortality: Living and Dying. London: WildWood House.

Noviandra, G. P. 2014. “Strategi Pelestarian SitusKapal Tenggelam Indonor di Kepulauan

Karimunjawa.” Skripsi. Yogyakarta:Universitas Gadjah Mada.

Nugroho, S. A. 2005. “Arsitektur Gedung GerejaKristen Jawa Kudus: Tinjauan AspekBentuk dan Simbol.” Skripsi. Yogyakarta:Universitas Gadjah Mada.

Nurrochsyam, M. W. 2012. “Humanisme dalamTradisi Kubur Batu Megalitik di Sumba, NusaTenggara Timur.” Kalpataru 21 (1): 9-19.

Ojong, P. K. 2009. Perang Pasifik. Jakarta:Penerbit Kompas

Prasetyo, B. 2015. Megalitik, Fenomena yangBerkembang di Indonesia. Yogyakarta:Galangpress.

Pratama, H. R. 2018. “Proses Pembentukan DataArkeologi Bawah Air Kapal Liberty diTulamben.” Berkala Arkeologi 38 (1): 59-78.

Soekiman, D. 2000. Kebudayaan Indis dan GayaHidup Masyarakat Pendukung di Jawa AbadXVIII - Medio Abad XX. Yogyakarta:Yayasan Bentang.

Soejono, R.P. dan Leirissa R. Z. 2011.SejarahNasional Indonesia I: Zama Prasejarah diIndonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Tanudirjo, Daud Aris. “1989. Ragam MetodePenelitian Arkeologi dalam Skripsi KaryaMahasiswa Arkeologi Universitas GadjahMada.” Laporan Penelitian Fakultas IlmuBudaya. Yogyakarta: Universitas GadjahMada

Ulaen, Alex J. 2016. Nusa Utara dari LintasanNiaga ke Daerah Perbatasan. Yogyakarta:Penerbit Ombak.

Wulandha, A. 2014. “Perkembangan FasilitasKesehatan Zending di Yogyakarta 1901-1942.” Skripsi. Yogyakarta: UniversitasNegeri Yogyakarta.

Zulfahri, M. W., Jannah, H., Bagagarsyah, S. K.A., Hari, W. P., dan Ratnaningtiyas, W. 2015.“Sejarah Budaya SemenanjungBlambangan, Banyuwangi, Jawa Timur.”Kalpataru 24 (2): 159-170.

DAFTAR PUSTAKA