Portofolio III (Informed Consent)

download Portofolio III (Informed Consent)

of 15

description

tugas portofolio medikolegal internship

Transcript of Portofolio III (Informed Consent)

  • PORTOFOLIO KASUS MEDIKOLEGAL

    PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS

    (INFORMED CONSENT)

    Disusun Oleh:

    dr. Roza Insanil Husna

    Pendamping:

    dr. Deny Christianto

    RSUD NGUDI WALUYO WLINGI

    April 2013

  • 1

    Nama Peserta : dr. Roza Insanil Husna

    Nama Wahana : RSUD Ngudi Waluyo, Wlingi, Kabupaten Blitar

    Topik : Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent)

    Tanggal Kasus : 15 April 2013

    Nama Pasien : Tn. T No. RM : -

    Tanggal Presentasi : - Nama Pendamping : dr. Deny Christianto

    Tempat Presentasi : -

    Obyektif Presentasi :

    Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

    Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

    Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil

    Deskripsi

    Pria, 60 tahun, post KLL terlindas truk, datang pada pukul 14.00 dengan tungkai bawah

    kiri patah, tampak tulang kering, tulang betis, otot hancur, dan perdarahan masif.

    Pasien tampak pucat, lemah dan kesakitan. Setelah dilakukan tindakan primary survey

    di IGD, pasien kemudian diperiksa oleh dokter spesialis orthopedi dan traumatologi dan

    dinyatakan harus segera diamputasi. Dokter menjelaskan keadaan pasien kepada anak

    pasien yaitu Tn.K dan meminta persetujuan, namun Tn.K bingung dan ingin meminta

    pendapat keluarganya yang lain. Tak lama kemudian datanglah Tn.B yang mengaku

    sebagai anak pertama pasien dan menyatakan menolak tindakan amputasi yang akan

    dilakukan pada pasien. Tn.B ingin pasien dibawa ke RS swasta di Malang dengan

    alasan dokter di RS lain bisa menangani pasien tanpa harus melakukan amputasi pada

    pasien, namun dokter menolak untuk merujuk atau alih rawat karena dokter yakin

    dokter lain juga akan berpendapat sama jika melihat kondisi pasien. Akhirnya pasien

    tetap berangkat ke Malang dengan inisiatif keluarga sendiri (pulang paksa).

    Keesokan harinya, kira-kira pukul 04.00, pasien kembali ke IGD RSUD Ngudi Waluyo

  • 2

    diantar oleh Tn.K dan istrinya. Tn.K bercerita pada dokter jaga bahwa mereka sudah

    sampai di RS swasta yang dituju di Malang, namun ternyata dokter di sana juga

    menyatakan pasien harus diamputasi, bahkan biaya amputasi di sana sangat mahal

    dan pasien merupakan peserta Jamkesmas. Tn.K juga mengatakan bahwa Tn.B yang

    telah memberikan penolakan tindakan amputasi bukanlah anak kandung pasien

    melainkan sepupu pasien.

    Tujuan

    Mengetahui definisi informed consent, hak dan kewajiban dokter, hak dan kewajiban

    pasien, informasi apa saja yang harus diberikan oleh dokter yang melakukan informed

    consent, siapa saja yang berhak memberikan persetujuan/penolakan terhadap

    tindakan medis tertentu, dan aspek hukum yang berkaitan dengan informed consent

    Bahan Bahasan Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit

    Cara Bahasan Diskusi Presentasi dan Diskusi Email Pos

    Data Pasien Nama: Tn. T Nomor Registrasi: -

    Nama Klinik:

    IGD RSUD Ngudi Waluyo, Wlingi

    Telp:

    -

    Terdaftar sejak:

    -

    Data Utama untuk Bahan Diskusi

    1. Diagnosis/Gambaran Klinis:

    Pria, 60 tahun, datang dengan tungkai bawah kiri patah, tampak tulang kering, tulang

    betis, otot hancur, dan perdarahan masif. Pasien tampak pucat, lemah dan kesakitan.

    Setelah dilakukan tindakan primary survey di IGD, pasien kemudian diperiksa oleh

    dokter spesialis orthopedi dan traumatologi dan dinyatakan harus segera diamputasi.

    2. Riwayat Pengobatan: -

    3. Riwayat Kesehatan/Penyakit:

    30 Menit SMRS pasien mengalami kecelakaan, kaki kiri pasien terlindas truk

    4. Riwayat Keluarga: -

    5. Riwayat Pekerjaan: Pedagang

    6. Lain-lain:

  • 3

    Dokter menjelaskan keadaan pasien kepada anak pasien yaitu Tn.K dan meminta

    persetujuan, namun Tn.K bingung dan ingin meminta pendapat keluarganya yang lain.

    Tak lama kemudian datanglah Tn.B yang mengaku sebagai anak pertama pasien dan

    menyatakan menolak tindakan amputasi yang akan dilakukan pada pasien. Namun

    ternyata Tn. B hanyalah sepupu pasien dan bukan anak kandung pasien.

    Daftar Pustaka

    1. Samil, Ratna Suprapti. 2001. Etika Kedokteran Indonesia. Jakarta. Yayasan Bina

    Pustaka Sarwono Prawirohardjo

    2. Hermien, Hadijati Koeswadji. 1998. Hukum Kedokteran (Studi Tentang Hubungan

    Hukum Dalam mana Dokter Sebagai Salah Satu Pihak). Bandung: Citra Aditya Bakti

    3. Amri, Amril. 1997. Bunga Rampai Hukum Kesehatan. Jakarta: Widya Medika.

    4. Guwandi, J. 2003. Informed Consent dan Informed Refusal. Jakarta: Penerbit Fakultas

    Kedokteran UI

    5. Guwandi, J. 2005. Rahasia Medis. Jakarta: Penerbit Fakultas Kedokteran UI

    Hasil Pembelajaran

    1. Definisi informed consent

    2. Hak dan kewajiban dokter serta hak dan kewajiban pasien

    3. Informasi yang harus diberikan oleh dokter kepada pasien/keluarganya saat meminta

    persetujuan tindakan medis.

    4. Orang yang berhak memberikan persetujuan/penolakan terhadap tindakan medis

    tertentu

    5. Aspek hukum yang berkaitan dengan informed consent

  • 4

    PORTOFOLIO KASUS MEDIKOLEGAL

    PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS (INFORMED CONSENT)

    Definisi1

    Secara harfiah, informed consent terdiri dari dua kata yaitu informed yang

    artinya telah mendapat informasi (penjelasan), sedangkan consent artinya

    persetujuan atau memberi izin. Dengan demikian informed consent dapat

    didefinisikan sebagai persetujuan yang diberikan oleh pasien dan atau

    keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medis yang akan

    dilakukan terhadap dirinya atau keluarganya serta risiko yang berkaitan

    dengannya.

    Pada hakikatnya informed consent adalah suatu proses komunikasi

    antara dokter dan pasien tentang kesepakatan tindakan medis yang akan

    dilakukan dokter terhadap pasien (ada kegiatan penjelasan rinci oleh dokter),

    sehingga kesepakatan lisan pun sesungguhnya sudah cukup. Penandatanganan

    formulir informed consent secara tertulis hanya merupakan pengukuhan atas apa

    yang telah disepakati sebelumnya. Formulir ini juga merupakan suatu tanda bukti

    yang akan disimpan di dalam arsip rekam medis pasien.

    Hubungan Dokter dengan Pasien2

    Perkembangan hubungan antara pasien dengan dokter

    Hubungan antara pemberi jasa layanan kesehatan (dokter) dengan

    penerima jasa kesehatan (pasien) berawal dari hubungan vertikal yang bertolak

    pada hubungan paternalisme (father knows best). Hubungan vertikal tersebut

    mengakibatkan hubungan antara dokter dan pasien tidak lagi sederajat.

    Hubungan ini melahirkan aspek hukum inspaning verbintenis antara dua subyek

    hukum (dokter dan pasien), hubungan hukum ini tidak menjanjikan suatu

    kesembuhan/kematian, karena obyek dari hubungan hukum itu adalah berupaya

    secara maksimal yang dilakukan secara hati-hati dan cermat sesuai dengan

    standar pelayanan medis berdasarkan ilmu pengetahuan dan pengalamannya

    dalam menangani penyakit tersebut.

  • 5

    Tanpa disadari keadaan seperti diatas membawa perubahan pola pikir di

    mana kedudukan antara dokter dan pasien menjadi sama dan sederajat

    walaupun sebenarnya peranan dokter lebih penting daripada pasien. Bila antara

    dua pihak telah disepakati untuk melakukan tindakan medis tertentu, tetapi

    kemudian diketahui dokter tidak cermat dalam prosedur yang ditempuh melalui

    proses komunikasi (informed consent), maka salah satu pihak dapat melakukan

    upaya hukum berupa tuntutan ganti rugi. Hal tersebut di legalkan oleh UU No 23

    Tahun 1992 tentang Kesehatan sebagai salah satu upaya perlindungan hukum

    bagi setiap orang atas suatu akibat yang timbul (fisik/non fisik) karena

    kesalahan/kelalaian yang telah dilaksanakan oleh dokter.

    Pada dasarnya dewasa ini perubahan pola hubungan antara dokter dan

    pasien disebabkan tiga faktor dominan, yaitu

    1. Meningkatnya jumlah permintaan atas layanan kesehatan

    2. Berubahnya pola penyakit

    3. Teknologi medik

    Bila ditarik persamaan antara pola hubungan vertikal paternalistik dan horizontal

    kontraktual maka akan sama-sama menimbulkan hak dan kewajiban pada

    masing-masing pihak.

    Hubungan antara dokter dengan pasien yang terjalin dalam transaksi

    terapeutik menimbulkan hak dan kewajiban masing-masing pihak yaitu pihak

    pemberi layanan (medical providers) dan pihak penerima pelayanan (medical

    receivers) dan ini harus dihormati oleh kedua belah pihak. Tim dokter sebagai

    medical providers mempunyai kewajiban untuk melakukan diagnosis,

    pengobatan dan tindakan medik terbaik menurut pengetahuan, jalan pikiran dan

    pertimbangannya, sedangkan pasien atau keluarganya sebagai medical

    receivers mempunyai hak untuk menentukan pengobatan atau tindakan medik

    yang akan dilakukan terhadap dirinya.

    b. Hubungan Hukum Antara Dokter dengan Pasien

    Menurut hukum perdata, hubungan profesional antara dokter dengan pasien

    dapat terjadi karena 2 hal, yaitu:

    1. Berdasarkan perjanjian (ius contractu) yang berbentuk kontrak terapeutik

    secara sukarela antara dokter dengan pasien berdasarkan kehendak bebas.

    Tuntutan dapat dilakukan bila terjadi wanprestasi, yakni pengingkaran

  • 6

    terhadap hal yang diperjanjikan. Dasar tuntutan adalah tidak, terlambat, salah

    melakukan, ataupun melakukan sesuatu yang tidak boleh dilakukan menurut

    perjanjian itu.

    2. Berdasarkan hukum (ius delicto), berlaku prinsip siapa merugikan orang lain

    harus memberikan ganti rugi.

    Rumusan perjanjian atau kontrak menurut hukum perdata ialah suatu

    tindakan atau perbuatan hukum yang dilakukan secara sukarela oleh dua orang

    atau lebih, yang bersepakat untuk mencapai suatu prestasi. Dalam hubungan

    antara dokter dengan pasien, timbul perikatan usaha (inspannings verbintenis)

    dimana sang dokter menjanjikan prestasi berupa usaha penyembuhan yang

    sebaik-baiknya dan pasien selain melakukan pembayaran, ia juga wajib

    memberikan informasi secara benar atau mematuhi nasihat dokter sebagai

    kontraprestasi. Disebut perikatan usaha karena didasarkan atas kewajiban untuk

    berusaha. Dokter harus berusaha dengan segala daya agar usahanya dapat

    menyembuhkan penyakit pasien. Hal ini berbeda dengan kewajiban yang

    didasarkan karena hasil dimana prestasi yang diberikan dokter tidak diukur

    dengan apa yang telah dihasilkannya, melainkan ia harus mengerahkan segala

    kemampuannya bagi pasien dengan penuh perhatian sesuai standar profesi

    medis. Selanjutnya dari hubungan hukum yang terjadi ini timbullah hak dan

    kewajiban bagi pasien dan dokter.

    Hak dan Kewajiban Dokter dan Pasien

    Hak-hak yang dimiliki pasien sebagaimana diatur dalam Undang-undang

    Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, yang dalam Pasal 52

    adalah:

    a. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis;

    b. Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;

    c. Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;

    d. Menolak tindakan medis; dan

    e. Mendapatkan isi rekam medis.

    Kewajiban pasien yang diatur dalam Pasal 53 Undang-undang Praktik

    Kedokteran ini adalah:

  • 7

    a. Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya;

    b. Mematuhi nasehat dan petunjuk dokter atau dokter gigi;

    c. Mematuhi ketentuan yang berlaku disarana pelayanan kesehatan; dan

    d. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.

    Demikian pula bagi dokter, sebagai pengemban profesi, maka ia memiliki

    hak dan kewajiban yang melekat pada profesinya tersebut. Dalam menjalankan

    profesinya, seorang dokter memiliki hak dan kewajiban sebagaimana diatur

    dalam Pasal 53 Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, yang

    menyebutkan :

    1) Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam

    melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.

    2) Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk

    mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasien.

    3) Ketentuan mengenai standar profesi dan hak-hak pasien sebagaimana

    dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

    Secara khusus hak-hak dokter dalam menjalankan praktik kedokteran diatur

    dalam Undang-undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Pasal

    50 yang mengatur bahwa seorang dokter mempunyai hak:

    a. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai

    b. dengan standar profesi dan standar prosedur operasional

    c. Memberikan pelayanan medis menurut standar professional dan standar

    prosedur operasional

    d. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau

    keluarganya

    e. Menerima imbalan jasa.

    Sedangkan kewajiban dokter diatur lebih lanjut dalam Pasal 51 Undang-

    undang Nomor 29 Tahun 2004, yaitu :

    a. Memberikan pelayanan medis sesuai dengan kebutuhan standar profesi

    atau standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien

  • 8

    b. Merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian

    atau kemampuan lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu

    pemeriksaan atau pengobatan

    c. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan

    juga setelah pasien itu meninggal dunia;

    d. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila

    ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya

    e. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu

    kedokteran atau kedokteran gigi.

    Dalam menjalankan profesinya, seorang dokter terikat dengan Standar

    Profesi Kedokteran yang diterbitkan oleh Pengurus Besar Ikatan Dokter

    Indonesia ( IDI ) yaitu :

    1. Standar keterampilan

    a. Keterampilan kedaruratan medik; merupakan sikap yang diambil oleh

    seorang dokter dalam menjalankan profesinya dengan sarana yang

    sesuai dengan standar ditempat prakteknya. Bilamana tindakan yang

    dilakukan tidak berhasil, penderitan perlu dirujuk ke fasilitas pelayanan

    yang lebih lengkap.

    b. Keterampilan umum; meliputi penanggulangan terhadap berbagai

    penyakit yang tercantum dalam kurikulum inti pendidikan dokter

    Indonesia.

    2. Standar sarana meliputi segala sarana yang diperlukan untuk berhasilnya

    profesi dokter dalam melayani penderita dan pada dasarnya dibagi 2 bagian,

    yakni :

    a. Sarana Medis; meliputi sarana alat-alat medis dan obat-obatan.

    b. Sarana Non Medis; meliputi tempat dan peralatan lainnya yang diperlukan

    oleh seorang dokter dalam menjalankan profesinya.

    3. Standar perilaku; yang didasarkan pada sumpah dokter dan pedoman Kode

    Etik Kedokteran Indonesia, meliputi perilaku dokter dalam hubungannya

    dengan penderita dan hubungannya dengan dokter lainnya, yaitu :

    a. Pasien harus diperlakukan secara manusiawi.

    b. Semua pasien diperlakukan sama.

  • 9

    c. Semua keluhan pasien diusahakan agar dapat diperiksa secara

    menyeluruh.

    d. Pada pemeriksaan pertama diusahakan untuk memeriksa secara

    menyeluruh.

    e. Pada pemeriksaan ulangan diperiksa menurut indikasinya.

    f. Penentuan uang jasa dokter diusahakan agar tidak memberatkan

    pasien.

    g. Dalam ruang praktek tidak boleh ditulis tarif dokter.

    h. Untuk pemeriksaan pasien wanita sebaiknya agar keluarganya

    disuruh masuk kedalam ruang praktek atau disaksikan oleh perawat,

    kecuali bila dokternya wanita.

    i. Dokter tidak boleh melakukan perzinahan didalam ruang praktek,

    melakukan abortus, kecanduan dan alkoholisme.

    4. Standar catatan medik

    Pada semua penderita sebaiknya dibuat catatan medik yang didalamnya

    dicantumkan identitas penderita, alamat, anamnesis, pemeriksaan, diagnosis,

    terapi dan obat yang menimbulkan alergi terhadap pasien.

    Jenis Informed Consent3,4

    Jenis informed consent secara garis besar dibagi menjadi :

    1. Dinyatakan

    a. Lisan

    b. Tertulis

    2. Tidak dinyatakan

    a. Tindakan pasien

    b. Aturan hukum pada situasi tertentu (pada keadaan kegawat daruratan)

    Informed consent itu sendiri menurut jenis tindakan/ tujuannya dibagi tiga, yaitu:

    1. Yang bertujuan untuk penelitian (pasien diminta untuk menjadi subyek

    penelitian).

    2. Yang bertujuan untuk mencari diagnosis.

    3. Yang bertujuan untuk terapi.

    Jenis-jenis persetujuan :

  • 10

    1. Izin langsung (express consent) : pasien atau wali segera menyetujui

    usulan pengobatan yang ditawarkan dokter atau pihak RS (lisan atau

    tertulis).

    2. Izin secara tidak langsung (implied consent) : tindakan pengobatan

    dilakukan dalam keadaan darurat yang dilakukan untuk menyelamatkan

    jiwa pasien.

    3. Persetujuan khusus (informed consent) : pasien wajib mencantumkan

    pernyataan bahwa kepadanya telah diberikan penjelasan suatu informasi

    terhadap apa yang akan dilakukan oleh tim medis terhadap pasien. Pada

    informed consent, pasien sendiri yang harus menandatangani

    persetujuan kecuali pasien tersebut tidak mampu atau mempengaruhi

    fungsi seksual dan reproduksi.

    Fungsi dan Tujuan Informed Consent1,5

    Fungsi dari informed consent adalah

    1. Promosi dari hak otonomi perorangan

    2. Proteksi dari pasien dan subyek

    3. Mencegah terjadinya penipuan atau paksaan

    4. Menimbulkan rangsangan kepada profesi medis untuk mengadakan

    introspeksi terhadap diri sendiri

    5. Promosi dari keputusan-keputusan rasional

    6. Keterlibatan masyarakat (dalam memajukan prinsip otonomi sebagai

    suatu nilai sosial dan mengadakan pengawasan dalam penyelidikan

    biomedik.

    Tujuan dari informed consent adalah :

    1. Melindungi pasien terhadap segala tindakan medis yang dilakukan tanpa

    sepengetahuan pasien

    2. Memberikan perlindungan hukum kepada dokter terhadap akibat yang tidak

    terduga dan bersifat negatif, misalnya terhadap risk of treatment yang tak

    mungkin dihindarkan walaupun dokter sudah mengusahakan semaksimal

    mungkin dan bertindak dengan sangat hati-hati dan teliti

  • 11

    Informasi Yang Wajib Diberikan Dalam Informed Consent

    Menurut PERMENKES No.290 Tahun 2008, informasi yang harus diberikan oleh

    dokter kepada pasien meliputi:

    1. Diagnosa dan tata cara tindakan kedokteran.

    Penjelasan mengenai diagnosis dapat meliputi:

    a. Temuan klinis dari hasil pemeriksaan medis hingga saat tersebut.

    b. Diagnosis penyakit, atau dalam hal belum dapat ditegakan, maka

    sekurang-kurangnya diagnosis kerja dan diagnosis banding.

    c. Indikasi atau keadaan klinis pasien yang membutuhkan dilakukannya

    tindakan kedokteran.

    d. Prognosis apabila dilakukan tindakan dan apabila tidak dilakukan

    tindakan.

    2. Tujuan tindakan kedokteran yang dilakukan.

    Penjelasan tentang tindakan kedokteran yang dilakukan meliputi :

    a. Tujuan tindakan kedokteran yang dapat berupa tujuan preventif,

    diagnostik, terapeutik, ataupun rehabilitative.

    b. Tata cara pelaksanaan tindakan apa yang akan dialami pasien

    selama dan sesudah tindakan, serta efek samping atau

    ketidaknyamanan yang mungkin terjadi.

    3. Alternatif tindakan lain dan risikonya.

    a. Alternatif tindakan lain berikut kelebihan dan kekurangannya

    dibandingkan dengan tindakan yang direncanakan.

    b. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi pada masing-masing

    alternatif tindakan.

    c. Perluasan tindakan yang mungkin dilakukan untuk mengatasi

    keadaan darurat akibat risiko dan komplikasi tersebut atau keadaan

    tak terduga lainnya.

    4. Risiko-risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi.

    Penjelasan tentang risiko dan komplikasi tindakan kedokteran adalah

    semua risiko dan komplikasi yang dapat terjadi mengikuti tindakan

    kedokteran yang dilakukan, kecuali :

    a. Risiko dan komplikasi yang sudah menjadi pengetahuan umum.

  • 12

    b. Risiko dan komplikasi yang sangat jarang terjadi atau yang

    dampaknya sangat ringan.

    c. Risiko dan komplikasi yang tidak dapat dibayangkan sebelumnya.

    5. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.

    Penjelasan tentang prognosis meliputi :

    a. Pronosis tentang hidup matinya (ad vitam)

    b. Prognosis tentang fungsinya (ad functionam)

    c. Prognosis tentang kesembuhan (ad sanationam)

    6. Perkiraan pembiayaan

    Ketentuan Informed Consent

    Ketentuan persetujuan informed consent sesuai dengan PERMENKES

    No. 290 Tahun 2008 menyebutkan bahwa persetujuan tindakan kedokteran

    adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat setelah

    mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran atau

    kedokteran gigi yang akan dilakukan terhadap pasien. Keluarga terdekat yang

    dimaksud adalah suami atau istri, ayah atau ibu kandung, anak-anak kandung,

    saudara-sudara kandung atau pengampunya.

    Seseorang dewasa dianggap kompeten dan oleh karena itu harus

    mengetahui terapi yang direncanakan. Orang dewasa yang tidak kompeten

    karena penyakit fisik atau kejiwaan dan tidak mampu mengerti tentu saja tidak

    dapat memberikan informed consent yang sah. Sebagai akibatnya, persetujuan

    diperoleh dari orang lain yang memiliki otoritas atas nama pasien. Ketika

    pengadilan telah memutuskan bahwa pasien inkompeten, wali pasien yang

    ditunjuk pengadilan harus mengambil otoritas terhadap pasien. Dokter atau

    dokter gigi wajib memberikan penjelasan sesegera mungkin kepada pasien

    setelah pasien sadar atau kepada keluarga terdekat.

    Pemberi informasi tentang tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien

    dilakukan oleh dokter atau dokter gigi, dokter spesialis atau dokter gigi spesialis

    lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar

    negeri, yang diakui oleh pemerintah Republik Indonesia, sesuai dengan

    peraturan perundang-undangan.

  • 13

    Informed consent tidak berlaku pada 5 keadaan :

    1. Keadaan darurat medis

    2. Ancaman terhadap kesehatan masyarakat

    3. Pelepasan hak memberikan consent (waiver)

    4. Clinical privilege (penggunaan clinical privilege hanya dapat dilakukan

    pada pasien yang melepaskan haknya memberikan

    persetujuan/penolakan

    5. Pasien yang tidak kompeten dalam memberikan

    persetujuan/penolakan

    Aspek Hukum Informed Consent

    1. Dalam hubungan hukum, pelaksana dan pengguna jasa tindakan medis

    (dokter dan pasien) bertindak sebagai subyek hukum yakni orang yang

    mempunyai hak dan kewajiban, sedangkan jasa tindakan medis sebagai

    obyek hukum yakni sesuatu yang bernilai dan bermanfaat bagi orang

    sebagai subyek hokum

    2. Dalam masalah informed consent, dokter sebagai pelaksana jasa

    tindakan medis, disamping terikat oleh KODEKI (Kode Etik Kedokteran

    Indonesia), juga tetap tidak dapat melepaskan diri dari ketentuan-

    ketentuan hukum perdata, hukum pidana maupun hukum administrasi,

    sepanjang hal itu dapat diterapkan. Pada pelaksanaan tindakan medis,

    masalah etik dan hukum perdata, tolok ukur yang digunakan adalah

    kesalahan kecil (culpa levis), sehingga jika terjadi kesalahan kecil dalam

    tindakan medis yang merugikan pasien, maka sudah dapat dimintakan

    pertanggungjawabannya secara hukum. Hal ini disebabkan pada hukum

    perdata secara umum berlaku adagium barang siapa merugikan orang

    lain harus memberikan ganti rugi. Sedangkan pada masalah hukum

    pidana, tolok ukur yang dipergunakan adalah kesalahan berat (culpa

    lata). Oleh karena itu adanya kesalahan kecil (ringan) pada pelaksanaan

    tindakan medis belum dapat dipakai sebagai tolok ukur untuk

    menjatuhkan sanksi pidana.

  • 14

    3. Aspek Hukum Perdata, suatu tindakan medis yang dilakukan oleh

    pelaksana jasa tindakan medis (dokter) tanpa adanya persetujuan dari

    pihak pengguna jasa tindakan medis (pasien), sedangkan pasien dalam

    keadaan sadar penuh dan mampu memberikan persetujuan, maka dokter

    sebagai pelaksana tindakan medis dapat dipersalahkan dan digugat telah

    melakukan suatu perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad)

    berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata

    (KUHPer). Hal ini karena pasien mempunyai hak atas tubuhnya, sehingga

    dokter dan harus menghormatinya

    4. Aspek Hukum Pidana, informed consent mutlak harus dipenuhi dengan

    adanya pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang

    penganiayaan. Suatu tindakan invasif (misalnya pembedahan, tindakan

    radiologi invasif) yang dilakukan pelaksana jasa tindakan medis tanpa

    adanya izin dari pihak pasien, maka pelaksana jasa tindakan medis dapat

    dituntut telah melakukan tindak pidana penganiayaan yaitu telah

    melakukan pelanggaran terhadap Pasal 351 KUHP.

    5. Sebagai salah satu pelaksana jasa tindakan medis dokter harus

    menyadari bahwa informed consent benar-benar dapat menjamin

    terlaksananya hubungan hukum antara pihak pasien dengan dokter, atas

    dasar saling memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak yang

    seimbang dan dapat dipertanggungjawabkan. Masih banyak seluk beluk

    dari informed consent ini sifatnya relatif, misalnya tidak mudah untuk

    menentukan apakah suatu inforamsi sudah atau belum cukup diberikan

    oleh dokter. Hal tersebut sulit untuk ditetapkan secara pasti dan dasar

    teoritis-yuridisnya juga belum mantap, sehingga diperlukan pengkajian

    yang lebih mendalam lagi terhadap masalah hukum yang berkenaan

    dengan informed consent ini.