Referat Informed Consent

39
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Belakangan ini masalah dalam dunia medis di Indonesia sedang disoroti oleh masyarakat luas. Maraknya kasus ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan medis sudah mulai sering terlihat di media massa. Kedatangan pasien kepada dokter memiliki arti bahwa pasien telah memberi kepercayaan kepada dokter untuk melakukan tindakan terhadap dirinya. Hubungan dokter dengan pasien ketika pasien datang ke dokter disebut hubungan terapeutik. Hubungan yang dimaksud ini adalah hubungan yang menyebabkan perikatan antara kedua belah pihak. Perikatan adalah hubungan hukum antara dua orang atau lebih dimana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak yang lain sedangkan pihak yang lain berkewajiban memenuhi tuntutan itu (Hanafiah dan Amir, 1999).

Transcript of Referat Informed Consent

Page 1: Referat Informed Consent

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Belakangan ini masalah dalam dunia medis di Indonesia sedang disoroti

oleh masyarakat luas. Maraknya kasus ketidakpuasan masyarakat terhadap

pelayanan medis sudah mulai sering terlihat di media massa. Kedatangan pasien

kepada dokter memiliki arti bahwa pasien telah memberi kepercayaan kepada

dokter untuk melakukan tindakan terhadap dirinya. Hubungan dokter dengan

pasien ketika pasien datang ke dokter disebut hubungan terapeutik. Hubungan

yang dimaksud ini adalah hubungan yang menyebabkan perikatan antara kedua

belah pihak. Perikatan adalah hubungan hukum antara dua orang atau lebih

dimana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak yang lain sedangkan

pihak yang lain berkewajiban memenuhi tuntutan itu (Hanafiah dan Amir, 1999).

Hak pasien untuk menentukan nasibnya dapat terpenuhi dengan sempurna

apabila pasien telah menerima semua informasi yang ia perlukan, sehingga ia

dapat mengambil keputusan yang tepat. Informasi tersebut diperoleh dari dokter

pada saat pengisian informed consent. Dokter harus menyadari bahwa informed

consent memiliki dasar moral dan etik yang kuat. Menurut American College of

Physicians’ Ethics Manual, pasien harus mendapat informasi dan mengerti

tentang kondisinya sebelum mengambil keputusan. Berbeda dengan teori

terdahulu yang memandang tidak adanya informed consent menurut hukum

Page 2: Referat Informed Consent

2

penganiayaan, kini hal ini dianggap sebagai kelalaian. Informasi yang diberikan

harus lengkap, tidak hanya berupa jawaban atas pertanyaan pasien (NN, 2006).

Setelah hubungan dokter pasien terbentuk, dokter memiliki kewajiban

untuk memberitahukan pasien mengenai kondisinya; diagnosis, diagnosis

banding, pemeriksaan penunjang, terapi, risiko, alternatif, prognosis dan harapan.

Dokter seharusnya tidak mengurangi materi informasi atau memaksa pasien

untuk segera memberi keputusan. Informasi yang diberikan disesuaikan dengan

kebutuhan pasien. Kenyataannya masih banyak dokter yang tidak memberikan

informasi secara lengkap yang merupakan kewajiban dokter seperti yang

disebutkan di atas.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Theresia Sally mengenai

“Analisis ketidaklengkapan pengisian berkas rekam medis rawat inap non

psikiatri bulan April di rumah sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor tahun 2008”

menunjukan hasil yaitu identitas pasien 0%, resume medis 26%, resume

keperawatan 60%, surat persetujuan rawat inap 0%, ringkasan masuk dan keluar

29%, riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik awal 24%, nama dan tanda tangan

dokter yang merawat 60%, tanggal masuk dan keluar serta waktu 31%.

Sedangkan berdasarkan dokter spesialis yang merawat ditemukan angka

ketidaklengkapannya sebagai berikut: identitas pasien 11%, resume medis 32%,

resume keperawatan 68%, surat persetujuan rawat inap 4%, ringkasan masuk dan

keluar 38%, riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik awal 17%, nama dan tanda

tangan dokter yang merawat 58%, tanggal masuk dan keluar serta waktu 24%

(Sally, 2008).

Page 3: Referat Informed Consent

3

B. TUJUAN

Referat ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kelengkapan pengisian

berkas rekam medis pasien Instalasi Gawat Darurat (IGD) di Rumah Sakit

Umum Daerah (RSUD) Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto pada bulan

Oktober 2009.

C. MANFAAT

Referat ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memperoleh informasi

mengenai kelengkapan pengisian informed consent yang ada di IGD RSUD

Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto pada bulan Oktober 2009.

Page 4: Referat Informed Consent

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI INFORMED CONSENT

“Informed consent” terdiri dari dua kata yaitu “informed” yang berarti

telah mendapat penjelasan atau keterangan (informasi), dan “consent” yang

berarti persetujuan atau memberi izin. Consent dibagi menjadi 2 yaitu expressed

yang berarti dapat secara lisan atau tulisan, implied yang berarti yang dianggap

telah diberikan. Jadi “informed consent” mengandung pengertian suatu

persetujuan yang diberikan setelah mendapat informasi. Dengan demikian

“informed consent” dapat didefinisikan sebagai persetujuan yang diberikan oleh

pasien dan atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medis yang

akan dilakukan terhadap dirinya serta risiko yang berkaitan dengannya. (Wandy,

2007; Samil, 2001)

Informed consent adalah suatu persetujuan mengenai akan dilakukannya

tindakan kedokteran oleh dokter terhadap pasiennya. Persetujuan ini bisa dalam

bentuk lisan maupun tertulis. Persetujuan yang paling sederhana adalah

persetujuan secara lisan, misal untuk tindakan-tindakan rutin. Tindakan-tindakan

yang lebih kompleks yang lebih berisiko yang kadang tidak dapat diperhitungkan

dari awal dan yang dapat menyebabkan hilangnya nyawa atau kecacatan

permanen, memperoleh persetujuan yang tertulis supaya suatu saat apabila

diperlukan persetujuan itu dapat digunakan sebagai bukti. Pada hakikatnya

Informed consent adalah suatu proses komunikasi antara dokter dan pasien

Page 5: Referat Informed Consent

5

tentang kesepakatan tindakan medis yang akan dilakukan dokter terhadap pasien

(ada kegiatan penjelasan rinci oleh dokter), sehingga kesepakatan lisan pun

sesungguhnya sudah cukup. Penandatanganan formulir Informed consent secara

tertulis hanya merupakan pengukuhan atas apa yang telah disepakati sebelumnya.

Formulir ini juga merupakan suatu tanda bukti yang akan disimpan di dalam arsip

rekam medis pasien (Yahya, 2007)

Menurut PerMenKes no 290/MenKes/Per/III/2008 dan Pasal 45 UU RI

No.29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran serta Manual Persetujuan

Tindakan Kedokteran KKI tahun 2008. maka Informed consent adalah

persetujuan tindakan kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga

terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan

kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut (Gitahafas, 2009;

Permenkes, 2008)

Paragraf 2 Pasal 45 UU RI No.29 Tahun 2004 Tentang Praktik

Kedokteran berisi lebih khusus mengenai Persetujuan Tindakan Kedokteran atau

Kedokteran Gigi. Adapun isi Pasal 45 UU RI No.29 Tahun 2004 Tentang Praktik

Kedokteran adalah

Pasal 45

(1).Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh

dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.

(2).Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien

mendapat penjelasan secara lengkap.

Page 6: Referat Informed Consent

6

(3).Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya

mencakup :

a. Diagnosis dan tata cara tindakan medis;

b. Tujuan tindakan medis yang dilakukan;

c. Alternatif tindakan lain dan risikonya;

d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan

e. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan

(4).Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan baik secara

tertulis maupun lisan.

(5).Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung risiko

tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh

yang berhak memberikan persetujuan.

(6).Ketentuan mengenai tata cara persetujuan tindakan kedokteran atau

kedokteran gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat

(4), dan ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri.

B. JENIS INFORMED CONSENT

Jenis informed consent secara garis besar dibagi menjadi :

1. Dinyatakan

a. Lisan

b. Tertulis

Page 7: Referat Informed Consent

7

2. Tidak dinyatakan

a. Tindakan pasien

b. Aturan hukum pada situasi tertentu (pada keadaan kegawat daruratan)

Jenis-jenis persetujuan :

1. Ijin langsung (express consent) : pasien atau wali segera menyetujui usulan

pengobatan yang ditawarkan dokter atau pihak RS (lisan atau tertulis).

2. Ijin secara tidak langsung (implied consent) : tindakan pengobatan dilakukan

dalam keadaan darurat yang dilakukan untuk menyelamatkan jiwa pasien.

3. Persetujuan khusus (informed consent) : pasien wajib mencantumkan

pernyataan bahwa kepadanya telah diberikan penjelasan suatu informasi

terhadap apa yang akan dilakukan oleh tim medis terhadap pasien. Pada

informed consent, pasien sendiri yang harus menandatangani persetujuan

kecuali pasien tersebut tidak mampu atau mempengaruhi fungsi seksual dan

reproduksi.

C. FUNGSI INFORMED CONSENT

Perlunya meminta informed consent dari pasien karena informed consent

mempunyai beberapa fungsi sebagai berikut :

1. Penghormatan terhadap harkat dan martabat pasien selaku manusia

2. Promosi terhadap hak untuk menentukan nasibnya sendiri

3. Untuk mendorong dokter melakukan kehati-hatian dalam mengobati pasien

4. Menghindari penipuan dan misleading oleh dokter

Page 8: Referat Informed Consent

8

5. Mendorong diambil keputusan yang lebih rasional

6. Mendorong keterlibatan publik dalam masalah kedokteran dan kesehatan

7. Sebagai suatu proses edukasi masyarakat dalam bidang kedokteran dan

kesehatan (Wandy, 2007)

D. INFORMASI YANG WAJIB DIBERIKAN DALAM INFORMED

CONSENT

1. Diagnosa dan tata cara tindakan kedokteran.

Penjelasan mengenai diagnosis dapat meliputi:

a. Temuan klinis dari hasil pemeriksaan medis hingga saat tersebut.

b. Diagnosis penyakit, atau dalam hal belum dapat ditegakan, maka

sekurang-kurangnya diagnosis kerja dan diagnosis banding.

c. Indikasi atau keadaan klinis pasien yang membutuhkan dilakukannya

tindakan kedokteran.

d. Prognosis apabila dilakukan tindakan dan apabila tidak dilakukan

tindakan.

2. Tujuan tindakan kedokteran yang dilakukan.

Penjelasan tentang tindakan kedokteran yang dilakukan meliputi :

a. Tujuan tindakan kedokteran yang dapat berupa tujuan preventif,

diagnostik, terapeutik, ataupun rehabilitative.

b. Tata cara pelaksanaan tindakan apa yang akan dialami pasien selama dan

sesudah tindakan, serta efek samping atau ketidaknyamanan yang

mungkin terjadi.

Page 9: Referat Informed Consent

9

3. Alternatif tindakan lain dan risikonya.

a. Alternatif tindakan lain berikut kelebihan dan kekurangannya

dibandingkan dengan tindakan yang direncanakan.

b. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi pada masing-masing

alternatif tindakan.

c. Perluasan tindakan yang mungkin dilakukan untuk mengatasi keadaan

darurat akibat risiko dan komplikasi tersebut atau keadaan tak terduga

lainnya.

4. Risiko-risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi.

Penjelasan tentang risiko dan komplikasi tindakan kedokteran adalah semua

risiko dan komplikasi yang dapat terjadi mengikuti tindakan kedokteran yang

dilakukan, kecuali :

a. Risiko dan komplikasi yang sudah menjadi pengetahuan umum.

b. Risiko dan komplikasi yang sangat jarang terjadi atau yang dampaknya

sangat ringan.

c. Risiko dan komplikasi yang tidak dapat dibayangkan sebelumnya.

5. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.

Penjelasan tentang prognosis meliputi :

a. Pronosis tentang hidup matinya (ad vitam)

b. Prognosis tentang fungsinya (ad functionam)

c. Prognosis tentang kesembuhan (ad sanationam)

6. Perkiraan pembiayaan (PerMenKes, 2008)

Page 10: Referat Informed Consent

10

E. KETENTUAN INFORMED CONSENT

Ketentuan persetujuan informed consent sesuai dengan PERMENKES

290 Tahun 2008 menyebutkan bahwa persetujuan tindakan kedokteran adalah

persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat setelah

mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran atau

kedokteran gigi yang akan dilakukan terhadap pasien. Keluarga terdekat yang

dimaksud adalah suami atau istri, ayah atau ibu kandung, anak-anak kandung,

saudara-sudara kandung atau pengampunya.

Seseorang dewasa dianggap kompeten dan oleh karena itu harus

mengetahui terapi yang direncanakan. Orang dewasa yang tidak kompeten karena

penyakit fisik atau kejiwaan dan tidak mampu mengerti tentu saja tidak dapat

memberikan informed consent yang sah. Sebagai akibatnya, persetujuan diperoleh

dari orang lain yang memiliki otoritas atas nama pasien. Ketika pengadilan telah

memutuskan bahwa pasien inkompeten, wali pasien yang ditunjuk pengadilan

harus mengambil otoritas terhadap pasien. Dokter atau dokter gigi wajib

memberikan penjelasan sesegera mungkin kepada pasien setelah pasien sadar atau

kepada keluarga terdekat.

Pemberi informasi tentang tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien

dilakukan oleh dokter atau dokter gigi, dokter spesialis atau dokter gigi spesialis

lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar

negeri, yang diakui oleh pemerintah Republik Indonesia, sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

Page 11: Referat Informed Consent

11

Informed consent tidak berlaku pada 5 keadaan :

1. Keadaan darurat medis

2. Ancaman terhadap kesehatan masyarakat

3. Pelepasan hak memberikan consent (waiver)

4. Clinical privilege (penggunaan clinical privilege hanya dapat dilakukan pada

pasien yang melepaskan haknya memberikan consent.

5. Pasien yang tidak kompeten dalam memberikan consent (Afsarara, 2009;

PerMenKes, 2008)

F. ASPEK HUKUM INFORMED CONSENT

1. Dalam hubungan hukum, pelaksana dan pengguna jasa tindakan medis

(dokter, dan pasien) bertindak sebagai “subyek hukum ” yakni orang yang

mempunyai hak dan kewajiban, sedangkan “jasa tindakan medis” sebagai

“obyek hukum” yakni sesuatu yang bernilai dan bermanfaat bagi orang

sebagai subyek hukum, dan akan terjadi perbuatan hukum yaitu perbuatan

yang akibatnya diatur oleh hukum, baik yang dilakukan satu pihak saja

maupun oleh dua pihak.

2. Dalam masalah “informed consent” dokter sebagai pelaksana jasa tindakan

medis, disamping terikat oleh KODEKI (Kode Etik Kedokteran Indonesia)

bagi dokter, juga tetap tidak dapat melepaskan diri dari ketentuan-ketentuan

hukun perdata, hukum pidana maupun hukum administrasi, sepanjang hal itu

dapat diterapkan.

Page 12: Referat Informed Consent

12

Pada pelaksanaan tindakan medis, masalah etik dan hukum perdata,

tolok ukur yang digunakan adalah “kesalahan kecil” (culpa levis), sehingga

jika terjadi kesalahan kecil dalam tindakan medis yang merugikan pasien,

maka sudah dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara hukum. Hal ini

disebabkan pada hukum perdata secara umum berlaku adagium “barang siapa

merugikan orang lain harus memberikan ganti rugi”.

Sedangkan pada masalah hukum pidana, tolok ukur yang

dipergunakan adalah “kesalahan berat” (culpa lata). Oleh karena itu adanya

kesalahan kecil (ringan) pada pelaksanaan tindakan medis belum dapat

dipakai sebagai tolok ukur untuk menjatuhkan sanksi pidana.

3. Aspek Hukum Perdata, suatu tindakan medis yang dilakukan oleh pelaksana

jasa tindakan medis (dokter) tanpa adanya persetujuan dari pihak pengguna

jasa tindakan medis (pasien), sedangkan pasien dalam keadaan sadar penuh

dan mampu memberikan persetujuan, maka dokter sebagai pelaksana tindakan

medis dapat dipersalahkan dan digugat telah melakukan suatu perbuatan

melawan hukum (onrechtmatige daad) berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-

undang Hukum Perdata (KUHPer). Hal ini karena pasien mempunyai hak atas

tubuhnya, sehingga dokter dan harus menghormatinya;

4. Aspek Hukum Pidana, “informed consent” mutlak harus dipenuhi dengan

adanya pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang

penganiayaan. Suatu tindakan invasive (misalnya pembedahan, tindakan

radiology invasive) yang dilakukan pelaksana jasa tindakan medis tanpa

adanya izin dari pihak pasien, maka pelaksana jasa tindakan medis dapat

Page 13: Referat Informed Consent

13

dituntut telah melakukan tindak pidana penganiayaan yaitu telah melakukan

pelanggaran terhadap Pasal 351 KUHP.

5. Sebagai salah satu pelaksana jasa tindakan medis dokter harus menyadari

bahwa “informed consent” benar-benar dapat menjamin terlaksananya

hubungan hukum antara pihak pasien dengan dokter, atas dasar saling

memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak yang seimbang dan dapat

dipertanggungjawabkan. Masih banyak seluk beluk dari informed consent ini

sifatnya relative, misalnya tidak mudah untuk menentukan apakah suatu

inforamsi sudah atau belum cukup diberikan oleh dokter. Hal tersebut sulit

untuk ditetapkan secara pasti dan dasar teoritis-yuridisnya juga belum mantap,

sehingga diperlukan pengkajian yang lebih mendalam lagi terhadap masalah

hukum yang berkenaan dengan informed consent ini (Wandy, 2007)

G. HAK DAN KEWAJIBAN DOKTER

Dalam melaksanakan praktik kedokteran, Dokter atau dokter gigi

mempunyai hak serta kewajiban yang harus diperhatikan. Hak dan kewajiban ini

diatur dalam Paragraf 6 Pasal 50-51 UU RI No.29 Tahun 2004 Tentang Praktik

Kedokteran. Adapun hak dan kewajiban tersebut ialah :

Page 14: Referat Informed Consent

14

Pasal 50

Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran

mempunyai hak :

a. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai

dengan standar profesi dan standar prosedur operasional;

b. Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur

operasional;

c. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya;

dan

d. Menerima imbalan jasa.

Pasal 51

Dokter atau dokter gigi dlam melaksanakan praktik kedokteran

mempunyai kewajiban :

a. Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar

prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien;

b. Merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian

atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu

pemeriksaan atau pengobatan;

c. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga

setelah pasien itu meninggal dunia;

d. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia

yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan

Page 15: Referat Informed Consent

15

e. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran

atau kedokteran gigi.

H. HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN

Dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, pasien pun

mempunyai hak serta kewajiban yang harus diperhatikan. Hak dan kewajiban ini

diatur dalam Paragraf 7 Pasal 52-53 UU RI No.29 Tahun 2004 Tentang Praktik

Kedokteran. Adapun hak dan kewajiban tersebut ialah :

Pasal 52

Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai

hak:

a. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3);

b. Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;

c. Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;

d. Menolak tindakan medis; dan

e. Mendapatkan isi rekam medis.

Pasal 53

Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai

kewajiban;

Page 16: Referat Informed Consent

16

a. Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah

kesehatannya;

b. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi;

c. Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan

d. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.

Page 17: Referat Informed Consent

17

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

1. Pengambilan Sampel Penelitian

Tugas referat ini dilakukan selama 4 hari, yaitu tanggal 12,13,14, dan

16 November 2009 di Bagian Rekam Medis RSUD Prof. Dr. Margono

Soekarjo Purwokerto. informed consent yang dilakukan penelitian, diambil

dari berkas rekam medis kunjungan pasien Instalasi Gawat Darurat (IGD)

RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo (RSMS) Purwokerto pada bulan Oktober

2009. Jumlah pengunjung IGD periode Oktober 2009 adalah 1549 pasien.

Dalam pembuatan tugas ini, kami mengambil 24,4% data rekam medis IGD

RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto, yaitu sejumlah 378 buah

rekam medis.

Dalam melaksanakan tugas ini, digunakan kuesioner (terlampir)

berupa checklist kelengkapan pengisian informed consent untuk tiap informed

consent yang diteliti. Kuesioner disesuaikan dengan informed consent yang

berlaku di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

Teknik pengambilan sampel informed consent yang akan di uji adalah

dengan Purposive Random Sampling, dimana dalam hal ini diambil nomor

genap dari catatan kunjungan pasien di IGD RSMS pada bulan Oktober 2009.

Page 18: Referat Informed Consent

18

2. Hasil Penelitian

Dari penelitian yang kami lakukan, diketahui bahwa persentase rata-

rata pengisian informed consent hanya sebesar 47,61% dari total sampel

Informed consent. Dengan rincian persentase tiap hal tercantum dalam Tabel

3.1.

Tabel 3.1. Persentase Pengisian Inform Consent

No Hal Yang dinilai

Persentase Pengisian

Diisi TidakDiisi

PEMBERIAN INFORMASI1 Dokter Pelaksana Tindakan 8,47% 91,53%2 Pemberi Informasi 10,85% 89,15%3 Penerima Informasi/Pemberi Perrsetujuan 0,79% 99,21%

JENIS INFORMASI4 Diagnosis (DK Dan DD) 38,10% 61,9%5 Dasar Diagnosis 15,87% 84,13%6 Tindakan Kedokteran 17,20% 82,8%7 Indikasi Tindakan 6,61% 93,39%8 Tata Cara 3,44% 96,56%9 Tujuan 2,65% 97,35%10 Risiko 2,91% 97,09%11 Komplikasi 2,12% 97,88%12 Prognosis 11,38% 88,62%13 Alternative Dan Risiko 0,26% 99,74%14 Lain-Lain 0,00% 100%

PERNYATAAN TELAH MEMBERI DAN MENERIMA INFORMASI

15 Tanda Tangan Dokter Pemberi Informasi 84,39% 15,61%16 Nama Terang Dokter Pemberi Informasi 78,04% 21,96%

Page 19: Referat Informed Consent

19

17 Tanda Tangan Penerima Informasi 92,59% 7,41%18 Nama Terang Penerima Informasi 39,42% 60,58%

PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN19 Nama 94,97% 5,03%20 Umur 89,68% 10,32%21 Jenis Kelamin 91,53% 8,47%22 Alamat 84,13% 15,87%23 Jenis Tindakan 90,48% 9,52%24 Hubungan Terhadap Pasien 77,25% 22,75%25 Nama 79,37% 20,63%26 Umur 71,69% 28,31%27 Jenis Kelamin 70,37% 29,63%28 Alamat 65,87% 34,13%

PENUTUP29 Kota 79,37% 20,63%30 Tanggal 87,57% 12,43%31 Waktu 42,86% 57,14%32 Tanda Tangan Saksi 1 82,54% 17,46%33 Nama Terang Saksi 1 34,92% 65,08%34 Tanda Tangan Saksi 2 79,37% 20,63%35 Nama Terang Saksi 2 29,37% 70,63%

Rata-Rata 47,61% 52,39%

Kami juga melakukan penilaian persentase pengisian informed consent

dari tiap dokter selama bulan Oktober 2009. Dalam hal ini, dilakukan penilaian

persentase nilai pengisian terendah, tertinggi, dan rata-rata dari informed consent

yang diisi. Hasilnya tercantum dalam Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Persentase Nilai Terendah, Tertinggi, dan Rata-Rata Pengisian Inform Consent Tiap Dokter

No Nama DokterPersentase Pengisian

Terendah Tertinggi Rata-Rata1 dr. A 8,57% 57,14% 42,22%2 dr. B 0,00% 71,43% 43,45%

Page 20: Referat Informed Consent

20

3 dr. C 48,57% 82,86% 65,24%4 dr. D 25,71% 57,14% 44,10%5 dr. E 31,43% 65,71% 52,95%6 dr. F 54,29% 54,29% 54,29%7 dr. G 14,29% 57,14% 41,59%8 dr. H 37,14% 37,14% 37,14%9 dr. I 42,86% 62,86% 51,02%10 dr. J 14,29% 65,71% 45,40%11 dr. K 20,00% 65,71% 47,10%12 dr. L 11,43% 65,71% 45,97%13 dr. M 40,00% 42,86% 41,90%14 dr. N 42,86% 60,00% 54,29%15 dr. O 14,29% 60,00% 43,52%16 dr. P 51,43% 54,29% 52,86%17 dr. Q 51,43% 57,14% 54,29%18 dr. R 42,86% 51,43% 47,62%19 dr. S 34,29% 51,43% 44,68%20 dr. T 28,57% 62,86% 44,44%21 dr. U 77,14% 77,14% 77,14%22 dr. V 42,86% 45,71% 44,76%23 dr. W 25,71% 74,29% 60,95%24 dr. X 42,86% 60,00% 51,05%25 dr. Y 37,14% 45,71% 41,71%26 dr. Z 25,71% 25,71% 25,71%27 dr. AA 62,86% 62,86% 62,86%28 dr. AB 28,57% 68,57% 47,86%29 dr. AC 68,57% 68,57% 68,57%30 dr. AD 57,14% 60,00% 58.57%31 Tidak Tercantum Nama

Dokter Pada Inform Consent

0,00% 74,29% 42,03%

B. PEMBAHASAN

Persentase rata-rata pengisian inform consent hanya sebesar 47,61% dari

total sampel Informed consent. Dalam Pasal 45 UU RI No.29 Tahun 2004

Tentang Praktik Kedokteran memberikan batasan minimal informasi yang

selayaknya diberikan kepada pasien, yaitu :

Page 21: Referat Informed Consent

21

1. Diagnosis dan tata cara tindakan medis

2. Tujuan tindakan medis yang dilakukan

3. Alternatif tindakan lain dan risikonya

4. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan

5. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan (Sampurna et al., 2006)

Dalam penelitian ini kita dapat melihat hasil bahwa diagnosis terisi

38,10%, tata cara 3,44%, tujuan 2,65%, alternative dan risiko 0,26%, risiko

2,91%, komplikasi 2,12%, dan prognosis 11,38% dari seluruh sampel yang kami

teliti. Dalam hal ini, dapat kita ambil kesimpulan bahwa pengisian lembar inform

consent di IGD RSMS belum dapat memenuhi batasan minimal informasi yang

selayaknya diberikan kepada pasien seperti yang diamanatkan dalam Pasal 45

UU RI No.29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran.

Kurangnya presentase pengisian lembar informed consent mempunyai

berbagai faktor yang mempengaruhi, mulai dari banyaknya pasien di IGD,

kurangnya jumlah dokter jaga IGD dan kurangnya kesadaran dari para dokter

untuk mengisi lembar informed consent. Secara tidak langsung, rendahnya

presentase pengisian lembar informed consent menandakan bahwa belum ada

suatu proses yang menunjukkan komunikasi efektif antara dokter dengan pasien

dan bertemunya pemikiran tentang tindakan yang akan dan yang tidak akan

dilakukan terhadap pasien.

Kurangnya pengisian lembar informed consent sendiri mempunyai

dampak yang buruk, terutama bagi dokter dan suatu instansi. Hal ini bisa

Page 22: Referat Informed Consent

22

dijadikan oleh pasien sebagai bukti kuat, apabila terjadi pelayanan ataupun

tindakan yang merugikan dan menimbulkan kecacatan bagi pasien. Bagi dokter

sendiri, lengkapnya pengisian informed consent belum tentu bisa juga melindungi

dari tuntutan pasien yang dirugikan atas tindakan medis yang dilakukan dokter.

Sedangkan bagi suatu instansi, kerugian yang didapatkan bisa bermacam-macam,

mulai dari penurunan nilai akreditasi hingga pencabutan izin pelayanan kerja.

Sampai sekarang belum ada tindakan tegas berupa sanksi terhadap

kurangnya pengisian informed consent. Sedangkan dalam hukum kedokteran

sendiri tidak dijabarkan hukuman yang jelas bagi dokter ataupun tenaga medis

lain dalam proses kurangnya pengisian lembar informed consent. Hal ini cukup

disayangkan, karena informed consent sendiri adalah suatu hal yang penting untuk

pasien maupun dokter.

Dalam penelitian ini terdapat keterbatasan penelitian yang berpengaruh

terhadap hasil penelitian, diantaranya adalah tidak sebandingnya antara jumlah

sampel penilaian informed consent antara dokter satu dengan dokter lain, karena

untuk bisa membandingkan kinerja pengisian informed consent para dokter,

jumlah sampel penilaian informed consent antara dokter satu dengan yang lain

harus sama.

Page 23: Referat Informed Consent

23

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Persentase rata-rata pengisian informed consent adalah sebesar 47,61% dari

total 378 sampel yang diteliti.

2. Presentase nilai pengisian informed consent tertinggi adalah sebesar 82,86%,

sedangkan untuk presentase terendah adalah sebesar 0,00%.

3. Tindakan medis yang dilakukan tanpa persetujuan pasien atau keluarga

terdekatnya, dapat digolongkan sebagai tindakan melakukan penganiayaan

berdasarkan KUHP Pasal 351.

B. SARAN

1. Perlu penelitian lebih lanjut untuk menyamakan besar sampel antara dokter

satu dengan dokter lain.

2. Pada lembar informed consent, bagian nama terang penerima informasi tidak

perlu dituliskan “Nama Terang”, sebaiknya berupa titik-titik atau kolom

kosong.

Page 24: Referat Informed Consent

24

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim, “Consent Form for Publication in a PLoS Journal,”

http://journals.plos.org/plos_consent_form.pdf, diakses 15 November 2009

2. Anonim, “Informed Consent”

http://www.freewebs.com/informedconsent_a1informedconsent.htm, diakses 15

November 2009.

3. Anonim, “Informed Consent di Indonesia” http://www.informed-consent-

t143.htm, diakses 15 November 2009

4. Anonim, “Informed Consent” http://www.inform-consent.html diakses 15

November 2009

5. Anonim, “Surat Persetujuan Tindakan Medis” http://www.pfizer.com, diakses 15

November 2009

6. Hanafiah, M Jusuf. 1999. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan. Jakarta.

EGC : 66-71

7. Howard, B., Dickler, MD., David, K., Susan, E., Bernard, S., et all. “Universal

Use of Short and Readable Informed Consent Documents: How Do We Get

There? Association of American Medical Colleges.”

http://www.aamc.org/research/clinicalresearch/hdickler-mtgsumrpt53007.pdf,

diakses 15 November 2009

Page 25: Referat Informed Consent

25

8. Samil, Ratna Suprapti. 2001. Etika Kedokteran Indonesia. Jakarta. Yayasan Bina

Pustaka Sarwono Prawirohardjo : 45-8

Lampiran 1

CHECK LIST KELENGKAPAN PEMBERIAN INFORMASI

No Hal yang dinilai Ya TidakA PEMBERIAN INFORMASI1. Dokter pelaksana tindakan2. Pemberi informasi3. Penerima informasiB JENIS INFORMASI1. Diagnosis (DK dan DD)2. Dasar diagnosis3. Tindakan kedokteran4. Indikasi tindakan5. Tata cara6. Tujuan7. Risiko8. Komplikasi9. Prognosis10. Alternative dan risiko11. Lain-lainC TANDA TANGAN1. Tanda tangan dari pemberi informasi2. Nama terang dokter3. Tanda tangan penerima informasi4. Nama terang penerima informasiD PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN1. Nama yang memberi persetujuan2. Umur yang memberi persetujuan3. Jenis kelamin yang memberi persetujuan4. Alamat yang memberi persetujuan5. Jenis tindakan6. Hubungan pemberi persetujuan dengan pasien7. Nama pasien yang mendapat tindakan8. Umur pasien yang mendapat tindakan9. Jenis kelamin pasien yang mendapat tindakan

Page 26: Referat Informed Consent

26

10. Alamat pasien yang mendapat tindakanE KETERANGAN1. Kota 2. Tanggal3. Jam 4. Tanda tangan saksi I5. Nama terang saksi I6. Tanda tangan saksi II7. Nama terang saksi II