BAB II refrat informed consent

37
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Informed Consent dan Informed Refusal “Informed Consent” terdiri dari dua kata yaitu informed yang artinya telah diberitahukan, telah disampaikan atau telah diinformasikan. Consent artinya persetujuan yang diberikan kepada seseorang untuk berbuat sesuatu. Dengan demikian, Informed Consent adalah persetujuan yang diberikan pasien kepada dokter setelah diberi penjelasan. Menurut PerMenKes No. 290/Menkes/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran, persetujuan tindakan kedokteran adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan terhadap pasien. Pada UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pengertian informed consent tak jauh berbeda, yakni setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan. Setelah mendapatkan penjelasan mengenai tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan, pasien atau keluarga selain dapat menyetujui suatu tindakan medis, pasien atau keluarga berhak untuk menolak seperti yang tertera pada PerMenKes No. 290/Menkes/PER/III/2008 pasal 18. Penolakan (refusal) pasien tersebut dapat disebut juga dengan istilah penolakan tindakan kedokteran atau penolakan tindakan medik

description

informed consent

Transcript of BAB II refrat informed consent

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Informed Consent dan Informed RefusalInformed Consent terdiri dari dua kata yaitu informed yang artinya telah diberitahukan, telah disampaikan atau telah diinformasikan. Consent artinya persetujuan yang diberikan kepada seseorang untuk berbuat sesuatu. Dengan demikian, Informed Consent adalah persetujuan yang diberikan pasien kepada dokter setelah diberi penjelasan.Menurut PerMenKes No. 290/Menkes/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran, persetujuan tindakan kedokteran adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan terhadap pasien. Pada UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pengertian informed consent tak jauh berbeda, yakni setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.Setelah mendapatkan penjelasan mengenai tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan, pasien atau keluarga selain dapat menyetujui suatu tindakan medis, pasien atau keluarga berhak untuk menolak seperti yang tertera pada PerMenKes No. 290/Menkes/PER/III/2008 pasal 18. Penolakan (refusal) pasien tersebut dapat disebut juga dengan istilah penolakan tindakan kedokteran atau penolakan tindakan medik atau informed refusal. Dalam hal ini pasien dianggap sudah memahami segala konsekuensi yang mungkin timbul sebagai akibat dari penolakan tersebut.

Pada informed consent memiliki 3 elemen, yaitu:1. Threshold elements.Elemen ini sebenarnya tidak tepat dianggap sebagai elemen, oleh karena sifatnya lebih kearah syarat, yaitu pemberi consent haruslah seorang yang kompeten. Kompeten disini diartikan sebagai kapitasi untuk membuat keputusan (medis).Secara hukum seseorang dianggap cakap (kompeten) adalah apabila telah dewasa, sadar, dan berada dalam keadaan mental yang tidak di bawah pengampunan. Dewasa diartikan sebagai usia telah mencapai 21 tahun atau telah pernah menikah. Sedangkan keadaan mental yang dianggap tidak kompeten adalah apabila ia mempunyai penyakit mental sedemikian rupa atau perkembangan mentalnya terkebelakang sehingga kemampuan membuat keputusannya terganggu.

2. Information elementsElemen ini terdiri dari dua bagian, yaitu disclosure (pengungkapan) dan understanding (pemahaman). Tenaga medis harus memberikan informasi sedemikian rupa agar pasien dapat mencapai pemahaman yang adekuat.Dalam hal ini, seberapa baik informasi harus diberikan kepada pasien, dapat dilihat dari 3 standar, yaitu: Standar Praktik ProfesiBahwa kewajiban memberikan informasi dan kriteria keadekuatan informasi ditentukan bagaimana biasanya dilakukan dalam komunitas tenaga medis. Standar ini mengacu kepada nilai-nilai yang ada didalam komunitas kedokteran, tanpa memperhatikan keingintahuan dan kemampuan pemahaman individu yang diharapkan menerima informasi tersebut. Standar ProfesiBahwa keputusan harus didasarkan atas nilai-nilai yang dianut oleh pasien secara pribadi, sehingga informasi yang diberikan harus memadai untuk pasien tersebut dalam membuat keputusan. Standar ini sangat sulit dilaksanakan atau hampir mustahil bagi tenaga medis untuk memahami nilai-nilai yang secara individu dianut oleh pasien. Standar pada Reasonable Person.Standar ini merupakan hasil kompromi dari kedua standar sebelumnya, yaitu dianggap cukup apabila informasi yang diberikan telah memenuhi kebutuhan pada umumnya orang awam.

3. Consent elements.Elemen ini terdiri dari 2 bagian, yaitu voluntariness (kesukarelaan dan kebebasan) dan authorization (persetujuan).Kesukarelaan mengharuskan tidak adanya tipuan, misrepresentasi ataupun paksaan. Pasien juga harus bebas dari tekanan yang dilakukan tenaga medis yang bersikap seolah-olah akan dibiarkan apabila tidak disetujui tawarannya.

Informed Consent memiliki lingkup terbatas pada hal-hal yang telah dinyatakan sebelumnya, tidak dianggap sebagai pesetujuan atas semua tindakan yang akan dilakukan. Dokter dapat bertindak melebihi yang telah disepakati apabila gawat darurat dan keadaan tersebut membutuhkan waktu yang singkat untuk mengatasinya.Proxy-consent adalah persetujuan yang diberikan oleh orang yang bukan pasien itu sendiri, dengan syarat pasien tidak mampu memberikan persetujuan secara pribadi dan persetujuan tersebut harus mendekati apa yang sekiranya akan diberikan oleh pasien apabila ia mampu memberikannya. Umumnya urutan orang yang dapat memberikan proxy-consent adalah suami/isteri, anak, orang tua, saudara kandung.

2.3 Bentuk Informed ConsentAda dua bentuk informed consent yaitu;1. Expressed Consent (dinyatakan).a. Lisan (oral).b. Tulisan (written).2. Implied Consent (tersirat atau dianggap telah diberikan).a. Implied Constructive Consent (keadaan normal/biasa).b. Implied Emergency Consent (Keadaan gawat darurat).

Expressed Consent adalah persetujuan yang dinyatakan secara lisan atau tulisan, bila yang akan dilakukan lebih dari prosedur pemeriksaan dan tindakan yang biasa. Sebaiknya pasien diberikan pengertian terlebih dahulu tindakan apa yang akan dilakukan. Misalnya, pemeriksaan dalam lewat anus atau dubur atau pemeriksaan dalam vagina, dan lain-lain yang melebihi prosedur pemeriksaan dan tindakan umum. Di sini belum diperlukan pernyataan tertulis, cukup dengan persetujuan secara lisan saja. Namun bila tindakan yang akan dilakukan mengandung resiko tinggi seperti tindakan pembedahan atau prosedur pemeriksaan dan pengobatan invasif, harus dilakukan secara tertulis.Implied consent adalah persetujuan yang diberikan pasien secara tersirat, tanpa pernyataan tegas. Isyarat persetujuan ini ditangkap dokter dari sikap pasien pada waktu dokter melakukan tindakan, misalnya pengambilan darah untuk pemeriksaan laboratorium, pemberian suntikan pada pasien, penjahitan luka dan sebagainya. Implied consent berlaku pada tindakan yang biasa dilakukan atau sudah diketahui umum.Pendapat Mertokusumo, menyebutkan bahwa informed consent dari pasien dapat dilakukan dengan cara antara lain: (1) dengan bahasa yang sempurna dan tertulis; (2) dengan bahasa sempurna secara lisan; (3) dengan bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak lawan; (4) dengan bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawan; (5) dengan diam atau membisu tetapi asal dipahami atau diterima oleh pihak lawan.

Proses Persetujuan Tindakan MedisProses terjadinya persetujuan dan pendandatanganan formulir informed consent dapat dibagi menjadi empat fase, yaitu:1. Fase PertamaPada saat dimana seorang pasien datang ke tempat dokter. Dengan kedatangan pasien ke tempat dokter ini sudah dapat disimpulkan bahwa pasien telah memberikan persetujuannya untuk dilakukannya pemeriksaan (implied consent).2. Fase KeduaPada saat ini pasien sudah duduk berhadapan dengan dokter dan dokter telah mulai melakukan anamnesis tehadap pasien dan mencatatnya dalam rekam medis pasien. Pada saat ini dapat dikatakan sudah terjadi hubungan dokter-pasien.3. Fase KetigaDimana dokter mulai melakukan pemeriksaan fisik dan juga kemungkinan pemeriksaan penunjang lainnya. Dokter kemudian mengambil kesimpulan tentang penyakit pasien dan akan memberikan pengobatan, nasihat, dan anjuran termasuk tindakan medis disertai dnegan penjelasan yang cukup.4. Fase KeempatBila pasien atau pihak yang berwenang menyetuji untuk dilakukannya tindakan medis, barulah persetujuan tersebut diberikan, berdasarkan Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 Pasal 45 ayat 5 menyatakan di dalam penjelasan bahwa yang disebut tindakan medis yang berisiko tinggi adalah tindakan bedah atau tindakan invansif lainnya. Sedangkan tindakan invansif dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 290 Tahun 2008 tenang Persetujuan Tindakan Kedokteran menyebutkan bahwa tindakan invansif adalah tindakan medis langsung yang dapat mempengaruhi kebutuhan jaringan.

Pihak-pihak yang Terkait dalam Persetujuan Tindakan MedisA. DokterDokter mempunyai kewajiban baik diminta maupun tidak diminta untuk memberikan informasi dan penjelasan yang cukup kepada pasien atau pihak lain yang berwenang sebelum melakukan tindakan medis. Dokter juga wajib memberikan kesempatan untuk bertanya bagi pasien atau pihak lain yang berwenang mengenai segala sesuatu yang di rasa belum jelas. Kecuali dalam kondisi pasien yang gawat darurat atau dengan pertimbangan khusus bahwa informasi dan penjelasan tersebut akan merugikan kepentingan kesehatan pasien atau pasien menolak diberikan informasi maka dokter tidak perlu memberikan informasi.B. PasienPasien mempunyai hak untuk mendapatkan informasi dan penjelasan dari dokter yang akan melakukan tindakan medis. Setelah mendapat informasi dan penjelasan yang lengkap, pasien mempunyai hak untuk menyetuji atau menolak tindakan medis yang disarankan oleh dokter tanpa paksaan dan tekanan dari pihak manapun.C. Keluarga/Pihak lain yang BerwenangDalam keadaan pasien tidak mampu secara hukum seperti yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan, maka peran keluarga atau pihak lain yang berwenang adalah sebagai pengganti pasien untuk memperoleh informasi dan penjelasan serta memberikan/menolak persetujuan atas tindakan yang disarankan oleh dokter. Termasuk dalam keluarga disini adalah suami atau isteri si pasien, orang tua pasien, dan keluarga terdekat pasien yang lain yang memenuhi syarat dan ketentuan perundang-undangan sehingga yang bersangkutan berwenang untuk memberikan atau menolak persetujuan tindakan medis yang dianjurkan oleh dokter.D. Rumah Sakit atau Pelayanan Kesehatan LainnyaPeran Rumah Sakit atau sarana pelayanan kesehatan lain adalah menyediakan formulir persetujuan tindakan medis dan menyimpan serta memelihara dokumen persetujuan tindakan medis yang sudah ditandatangani para pihak yang berwenang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Dokumen persetujuan tindakan medis disimpan dalam rekam medis pasien dan merupakan bagian dari rekam medis pasien dan berdarakan Undang-undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 47 ayat 1 dan 2 menyatakan bahwa dokumen rekam medis adalah milik dokter sebagai sarana pelayanan kesehatan yang wajib disimpan dan dijaga kerahasiaannya oleh dokter.E. Perawat atau Tenaga Kesehatan LainPeran perawat atau tenaga kesehatan lainnya adalah memastikan bahwa persetujuan tindakan sudah tersedia dan ditandatangani oleh para pihak yang berwenang sebelum tindakan medis dilakukan. Apabila ternyata persetujuan tidakan medis belum ada maka kewajiban perawat atau tenaga kesehatan lainnya untuk memberikan informasi ke dokter yang bersangkutan agar segera memperoses persetujuan tindakan medis. Terkadang perawat atau tenaga kesehatan lainnya bisa juga berperan sebagai saksi.F. SaksiAdalah orang yang menyaksikan bahwa suatu peristiwa telah benar-benar terjadi. Dalam hal ini adalah sebagai saksi bahwa pasien telah menyetujui atau menolak tindakan medis yang disarankan oleh dokter.

Macam dan Isi dari Persetujuan Tindakan MedisMenurut PerMenKes No. 290/Menkes/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Medis menjelaskan yang berhak menandatangi perjanjian adalah pasien yang berkompeten atau keluarga terdekat. Yang dimaksud keluarga terdekat adalah suami atau istri, ayah atau ibu kandung, anak-anak kandung, saudara kandung atau pengampunya. Untuk pasien dalam keadaan yang tidak sadar atau pingsan dan tidak didampingi oleh keluarga terdekat dan secara medis berada dalam keadaan gawat atau darurat serta memerlukan tindakan medis yang segera karena apabila terlambat penanganannya dapat mengakibatkan sesuatu yang fatal dalam arti cacat atau kematian, maka tidak dibutuhkan persetujuan siapapun juga.Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 290 Tahun 2008 tentang Persetujuan Tindakan Medik Pasal 13 menyatakan bahwa yang berhak memberikan persetujuan yaitu:(1) Pasien dianggap kompeten berdasarkan usianya apabila:a. Pasien dewasa, yaitu telah berusia 21 (duapuluh satu) tahun atau telah/pernah menikah.b. Pasien telah berusia 18 tahun, tidak termasuk anak berdasarkan peraturan perundang-undangan.(2) Berdasarkan kesadarannya:a. Pasien dianggap kompeten apabila pasien tersebut tidak terganggu kesadaran fisiknya, sehingga mampu berkomunikasi secara wajar dan mampu membuat keputusan secara bebas.b. Pasien dapat kehilangan kompetensinya untuk sementara waktu apabila ia mengalami syok, nyeri yang sangat atau kelemahan lain akibat keadaan sakitnya.(3) Berdasarkan kesehatan mentalnya:a. Pasien dianggap kompeten apabla pasien tersebut tidak mengalami kemunduran perkembangan (retardasi mental) dan tidak mengalami penyakit mental yang membuatnya tidak mampu membuat keputusan secara bebas.b. Pasien dnegan gangguan jiwa (mental) dapat diaggap kompeten, apabila dia masih mampu memahami informasi, mempercayai, mempertahankannya, untuk kemudian menggunakannya dalam membuat keputusan yang bebas.(4) Kompetensi pasien harus dinilai oleh dokter pada saat diperlukan persetujuannya dan apabila meragukan maka harus ditentukan oleh tim dokter yang kompeten.Selain PerMenKes No. 290 Tahun 2008, alasan hukum lain yang mendasarinya pihak yang berhak memberikan persetujuan adalah sebagai berikut:1) Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata maka seseorang yang berumur 21 tahun atau lebih atau telah menikah dianggap sebagai orang dewasa dan oleh karenanya dapat memberikan persetujuan. 2) Berdasarkan UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak maka setiap orang yang berusia 18 tahun atau lebih dianggap sebagai orang yang sudah bukan anak-anak. Dengan demikian mereka dapat diperlakukan sebagaimana orang dewasa yang kompeten, dan oleh karenanya dapat memberikan persetujuan.3) Mereka yang telah berusia 16 tahun tetapi belum 18 tahun memang masih tergolong anak menurut hukum, namun dengan menghargai hak individu untuk berpendapat sebagaimana juga diatur dalam UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, maka mereka dapat diperlakukan seperti orang dewasa dan dapat memberikan persetujuan tindakan kedokteran tertentu, khususnya yang tidak berisiko tinggi. Untuk itu mereka harus dapat menunjukkan kompetensinya dalam menerima informasi dan membuat keputusan dengan bebas. Selain itu, persetujuan atau penolakan mereka dapat dibatalkan oleh orang tua atau wali atau penetapan pengadilan.

Keadaan tidak mampu yang diambil pasien dalam hal persetujuan tindakan medis, berdasarkan Undang-undang adalah:a. Orang yang belum dewasa, yaitu belum berusia 18 atau belum pernah menikah.b. Orang dewasa tetapi dibawah pengawasan atau pengampuan dengan alasan kurang atau tidak sehat ingatannya, pemboros, dan kurang cerdas pikirannya atau tidak mampu mengurus kepentingannya sendiri.

Sedangkan tidak mampu secara medis adalah:a. Keadaan gawat darurat, dalam dunia kedokteran ada 4 hal sebagai keadaan darurati. Terguncang (Shock)ii. Pendarahan (hemorrhage)iii. Patah tulang (fracture)iv. Kesakitan (pain)b. Pembiusan (anesthesia):Pembiusan pada prinsipnya merupakan satu cara untuk mempermudah operasi dengan mengurangi rasa sakit atau menidurkan pasien hingga operasi dapat dilakukan dengan baik. Pembiusan tersebut bila dikaitkan dengan 89 KUHP bahwa membuat orang tidak berdaya (onmacht) pingsan dapat dikatagorikan sebagai tindakan kekerasan, maka untuk menghilangkan unsur pidananya dibutuhkan persetujuan dari pasien.c. Operasi tambahan (extended operation)Dalam pembedahan kadang dijumpai patologi lain, yang dapat sekaligus dilakukan operasi saat ini juga. Operasi tambahan tersebut seharusnya tetap wajib meminta izin tersendiri kepada pasiennya. Tetapi karena biasanya pasien dalam keadaan terbius, maka persetujuannya dimintakan kepada keluarga terdekat. Apabila tidak ada keluarga dan patologi itu akan membahayakan jiwa pasien bila tidak diambil tindakan segera, operasi tambahan tersebut dilakukan tanpa persetujuan pasien maupun keluarganya. Hal tersebut dilakukan atas dasar penyelamatan jiwa pasien.

Format Informed ConsentFormat informed consent menurut Konsil Kedokteran Indonesia dalam Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran tahun 2006 adalah;1. Dokter pelaksana tindakan.2. Pemberi informasi.3. Penerima informasi/pemberi persetujuan.4. Jenis informasi yang meliputi: diagnosis (WD dan DD), dasar diagnosis, tindakan kedokteran, indikasi tindakan, tata cara tindakan, tujuan tindakan, risiko tindakan, komplikasi dari tindakan, prognosis dan alternative dan risiko tindakan yang lain.5. Pernyataan dari dokter yang memberikan informasi, bahwa telah memberikan informasi secara benar dan jelas dan memberikan kesempatan untuk bertanya atau berdiskusi yang disertai kolom tanda tangan.6. Pernyataan dari yang menerima informasi, bahwa telah menerima informasi sebagaimana yang diberikan pemberi informasi dan kolom tanda tangan untuk penerima informasi.7. Identitas pemberi persetujuan yang meliputi: nama, umur, jenis kelamin, dan alamat.8. Pernyataan persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan oleh dokter terhadap: nama, hubungan kekerabatan, umur, jenis kelamin, dan alamat.9. Tempat, tanggal, bulan, tahun, dan jam dibuat.10. Tanda dan nama terang yang memberikan pernyataan dan nama serta tanda tangan dua orang sanksi.

CONTOH FORMAT DOKUMENTASI PEMBERIAN INFORMASI

DOKUMEN PEMBERIAN INFORMASI

Dokter Pelaksana Tindakan

Pemberi Informasi

Penerima Informasi

JENIS INFORMASIISI INFORMASITANDAI

1Diagnosis (WD & DD)

2Dasar Diagnosis

3Tindakan Kedokteran

4Indikasi Tindakan

5Tata Cara

6Tujuan

7Risiko

8Komplikasi

9Prognosis

10Alternatif & Risiko

Dengan ini menyatakan bahwa saya telah menerangkan hal-hal di atas secara benar dan jujur dan memberikan kesempatan untuk bertanya dan/atau berdiskusi

Dengan ini menyatakan bahwa saya telah menerima informasi sebagimana di atas yang saya beri tanda/paraf di kolom kanannya, dan telah memahaminya.

Gambar 1. Contoh Format Dokumentasi Pemberian InformasiSumber: Konsil Kedokteran Indonesia, Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran 2006

CONTOH FORMAT PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN

PEMBERIAN INFORMASI

Dokter Pelaksana Tindakan

Pemberi Informasi

Penerima Informasi/Pemberi Persetujuan*

JENIS INFORMASIISI INFORMASITANDA (v)

1Diagnosis (WD & DD)

2Dasar Diagnosis

3Tindakan Kedokteran

4Indikasi Tindakan

5Tata Cara

6Tujuan

7Risiko

8Komplikasi

9Prognosis

10Alternatif & Risiko

Lain-lain

Dengan ini menyatakan bahwa saya telah menerangkan hal-hal di atas secara benar dan jujur dan memberikan kesempatan untuk bertanya dan/atau berdiskusi.Tanda Tangan

Dengan ini menyatakan bahwa saya telah menerima informasi sebagimana di atas yang saya beri tanda/paraf di kolom kanannya, dan telah memahaminya.Tanda Tangan

*Bila pasien tidak kompeten atau tidak mau menerima informasi, maka penerima informasi adalah wali atau keluarga terdekat.

PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN

Yang bertandatangan di bawah ini, saya, nama ___________________, umur _______ tahun, laki-laki/perempuan*, alamat ___________________________________________________, dengan ini menyatakan persetujuan untuk dilakukannya tindakan _________________________________ terhadap saya/ ________________________ saya* bernama _______________________, umur _______ tahun,laki-laki/perempuan*, alamat _______________________________________________.Saya memahami perlunya dan manfaat tindakan tersebut sebagaimana telah dijelaskan seperti di atas kepada saya, termasuk risiko dan komplikasi yang mungkin timbul.Saya juga menyadari bahwa oleh karena ilmu kedokteran beukanlah ilmu pasti, maka keberhasilan tindakan kedokteran bukanlah keniscayaan, melainkan sangat bergantung kepada izin Tuhan Yang Maha Esa.______________, tanggal ______________ pukul _____Yang menyatakan* Saksi:

(_________________) (________________) (_______________)

Gambar 2. Contoh Format Persetujuan Tindakan KedokteranSumber: Konsil Kedokteran Indonesia, Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran 2006 CONTOH FORMAT PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN

PEMBERIAN INFORMASI

Dokter Pelaksana Tindakan

Pemberi Informasi

Penerima Informasi/Pemberi Persetujuan*

JENIS INFORMASIISI INFORMASITANDA (v)

1Diagnosis (WD & DD)

2Dasar Diagnosis

3Tindakan Kedokteran

4Indikasi Tindakan

5Tata Cara

6Tujuan

7Risiko

8Komplikasi

9Prognosis

10Alternatif & Risiko

Lain-lain

Dengan ini menyatakan bahwa saya telah menerangkan hal-hal di atas secara benar dan jujur dan memberikan kesempatan untuk bertanya dan/atau berdiskusi.Tanda Tangan

Dengan ini menyatakan bahwa saya telah menerima informasi sebagimana di atas yang saya beri tanda/paraf di kolom kanannya, dan telah memahaminya.Tanda Tangan

*Bila pasien tidak kompeten atau tidak mau menerima informasi, maka penerima informasi adalah wali atau keluarga terdekat.

PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN

Yang bertandatangan di bawah ini, saya, nama ___________________, umur _______ tahun, laki-laki/perempuan*, alamat ___________________________________________________, dengan ini menyatakan penolakan untuk dilakukannya tindakan _________________________________ terhadap saya/ ________________________ saya* bernama _______________________, umur _______ tahun,laki-laki/perempuan*, alamat _______________________________________________.Saya memahami perlunya dan manfaat tindakan tersebut sebagaimana telah dijelaskan seperti di atas kepada saya, termasuk risiko dan komplikasi yang mungkin timbul.Saya juga menyadari bahwa oleh karena ilmu kedokteran beukanlah ilmu pasti, maka keberhasilan tindakan kedokteran bukanlah keniscayaan, melainkan sangat bergantung kepada izin Tuhan Yang Maha Esa.______________, tanggal ______________ pukul _____Yang menyatakan* Saksi:

(_________________) (________________) (_______________)

Gambar 3. Contoh Format Penolakan Tindakan KedokteranSumber: Konsil Kedokteran Indonesia, Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran 2006

Contoh formulir Informed Consent dan Informed Refusal di Rumah Sakit Umum Pendidikan Mohammad Hoesin Palembang.

Gambar 4. Contoh Pemberian Informasi

Gambar 5. Contoh Persetujuan/Penolakan Tindakan Kedokteran

Berkaitan dengan kelengkapan informasi yang diberikan dokter sebelum melakukan tindakan kedokteran, berdasarkan PerMenKes No. 290/Menkes/PER/III/2008 pada Bab II Bagian Kedua mengenai Penjelasan, yaitu:Pasal 7(1) Penjelasan tentang tindakan kedokteran harus diberikan langsung kepada pasien dan/atau keluarga terdekat, baik diminta maupun tidak diminta.(2) Dalam hal pasien adalah anak-anak atau orang yang tidak sadar, penjelasan diberikan kepada keluarganya atau yang mengantar.(3) Penjelasan tentang tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya mencakup:a. Diagnosis dan tata cara tindakan kedokteran;b. Tujuan tindakan kedokteran yang dilakukan;c. Alternative tindakan lain, dan risikonya;d. Prognosis terhadap tindakan ayang dilakukan; dane. Perkiraan pembiayaan.

Penolakan Pemberian/Tindakan (Informed Refusal)Pasien yang kompeten (dia memahami informasi, menahannya dan mempercayainya dan mampu membuat keputusan) berhak untuk menolak suatu pemeriksaan atau tindakan kedokteran, meskipun keputusan pasien tersebut terkesan tidak logis. Kalau hal seperti ini terjadi dan bila konsekuensi penolakan tersebut berakibat serius maka keputusan tersebut harus didiskusikan dengan pasien, tidak dengan maksud untuk mengubah pendapatnya tetapi untuk mengklarifikasi situasinya. Untuk itu perlu dicek kembali apakah pasien telah mengerti informasi tentang keadaan pasien, tindakan atau pengobatan, serta semua kemungkinan efek sampingnya.Kenyataan adanya penolakan pasien terhadap rencana pengobatan yang terkesan tidak rasional bukan merupakan alasan untuk mempertanyakan kompetensi pasien. Meskipun demikian, suatu penolakan dapat mengakibatkan dokter meneliti kembali kapasitasnya, apabila terdapat keganjilan keputusan tersebut dibandingkan dengan keputusan-keputusan sebelumnya. Dalam setiap masalah seperti ini rincian setiap diskusi harus secara jelas didokumentasikan dengan baik.Penolakan pasien terhadap tindakan kedokteran juga diatur dalam PerMenKes No. 290/Menkes/PER/III/2008 Bab V pasal 18 tentang Penolakan Tindakan Kedokteran.(1) Penolakan tindakan dapat dilakukan oleh pasien dan/atau keluarga terdekatnya setelah menerima penjelasan tentang tindakan kedokteran yang akan dilakukan.(2) Penolakan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan secara tertulis.(3) Akibat penolakan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud ayat (2) menjadi tanggung jawab pasien.(4) Penolakan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memutuskan hubungan dokter-pasien.

Penundaan PersetujuanPersetujuan suatu tindakan kedokteran dapat saja ditunda pelaksanaannya oleh pasien atau yang memberikan persetujuan dengan berbagai alasan, misalnya terdapat anggota keluarga yang masih belum setuju, masalah keuangan, atau masalah waktu pelaksanaan. Dalam hal penundaan tersebut cukup lama, maka perlu di cek kembali apakah persetujuan tersebut masih berlaku atau tidak.

Pembatalan Persetujuan yang Telah DiberikanPrinsipnya, setiap saat pasien dapat membatalkan persetujuan mereka dengan membuat surat atau pernyataan tertulis pembatalan persetujuan tindakan kedokteran. Pembatalan tersebut sebaiknya dilakukan sebelum tindakan dimulai. Selain itu, pasien harus diberitahu bahwa pasien bertanggungjawab atas akibat dari pembatalan persetujuan tindakan. Oleh karena itu, pasien harus kompeten untuk dapat membatalkan persetujuan.Kompetensi pasien pada situasi seperti ini seringkali sulit. Nyeri, syok atau pengaruh obat-obatan dapat mempengaruhi kompetensi pasien dan kemampuan dokter dalam menilai kompetensi pasien. Bila pasien dipastikan kompeten dan memutuskan untuk membatalkan persetujuannya, maka dokter harus menghormatinya dan membatalkan tindakan atau pengobatannya. Kadang-kadang keadaan tersebut terjadi pada saat tindakan sedang berlangsung. Bila suatu tindakan menimbulkan teriakan atau tangis karena nyeri, tidak perlu diartikan bahwa persetujuannya dibatalkan. Rekonfirmasi persetujuan secara lisan yang didokumentasikan di rekam medis sudah cukup untuk melanjutkan tindakan. Tetapi apabila pasien menolak dilanjutkannya tindakan, apabila memungkinkan, dokter harus menghentikan tindakannya, mencari tahu masalah yang dihadapi pasien dan menjelaskan akibatnya apabila tindakan tidak dilanjutkan. Dalam hal tindakan sudah berlangsung sebagaimana di atas, maka penghentian tindakan hanya bisa dilakukan apabila tidak akan mengakibatkan hal yang membahayakan pasien.

Masa Berlaku Informed ConsentMenurut Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) 2006, tidak ada satu ketentuan pun yang mengatur tentang lama keberlakuan suatu persetujuan tindakan kedokteran. Teori menyatakan bahwa suatu persetujuan akan tetap sah sampai dicabut kembali oleh pemberi persetujuan atau pasien. Namun demikian, bila muncul informasi baru, misalnya tentang adanya efek samping atau alternative tindakan yang baru, maka pasien harus diberitahu dan persetujuannya dikonfirmasikan lagi. Apabila terdapat jeda waktu antara saat pemberian persetujuan hingga dilakukannya tindakan, maka alangkah lebih baik apabila ditanyakan kembali apakah persetujuan tersebut masih berlaku. Hal-hal tersebut pasti juga akan membantu pasien terutama bagi mereka yang sejak awal memang masih ragu-ragu atau masih memiliki pertanyaan.

2.3 Fungsi dan Tujuan Pelaksanan Informed ConsentFungsi dari informed consent adalah;a. Promosi dari hak otonomi perorangan; b. Proteksi dari pasien dan subyek; c. Mencegah terjadinya penipuan atau paksaan; d. Menimbulkan rangsangan kepada profesi medis untuk mengadakan introspeksi terhadap diri sendiri; e. Promosi dari keputusan-keputusan rasional; f. Keterlibatan masyarakat (dalam memajukan prinsip otonomi sebagai suatu nilai social dan mengadakan pengawasan dalam penyelidikan biomedik.

Informed Consent itu sendiri menurut jenis tindakan / tujuannya dibagi tiga, yaitu:1. Yang bertujuan untuk penelitian (pasien diminta untuk menjadi subyek penelitian). 2. Yang bertujuan untuk mencari diagnosis. 3. Yang bertujuan untuk terapi.

Tujuan dari informed consent adalah;a. Melindungi pasien terhadap segala tindakan medis yang dilakukan tanpa sepengetahuan pasien; b. Memberikan perlindungan hukum kepada dokter terhadap akibat yang tidak terduga dan bersifat negatif, misalnya terhadap risk of treatment yang tak mungkin dihindarkan walaupun dokter sudah mengusahakan semaksimal mungkin dan bertindak dengan sangat hati-hati dan teliti.

Keharusan Membuat Informed ConsentDalam suatu tindakan diperlukan persetujuan maka sudah menjadi keharusan bagi dokter atau sarana kesehatan untuk selalu membuat informed consent. Apalagi berkas rekam medis menyediakan satu lembar sebagai lembar persetujuan tindakan medis.Keharusan adanya informed consent secara tertulis yang ditandatangani oleh pasien sebelum dilakukannya tindakan medik dilakukannya di sarana kesehatan seperti rumah sakit atau klinik karena erat kaitannya dengan pendokumentasiannya ke dalam catatan medik (medical record). Dengan demikian, rumah sakit turut bertanggung jawab apabila tidak terpenuhnya persyaratan informed consent, maka dokter yang bersangkutan dapat dikenaka sanksi administrasi. Melakukan tindakan tanpa disertai persetujuan tindakan medik merupakan salah satu keadaan yang dapat menyebabkan terjadinya tuntutan malpraktek pidana karena kecerobohan.Informed consent baru diakui bila pasien telah mendapatkan informasi yang jelas tentang tindakan medis yang akan dilakukannya terhadap dirinya. Dalam pemberian informasi tersebut, dokter berkewajiban untuk menhungkapkan dan menjelaskan kepada pasien dala bahasa sederhana mungkin sifat penyakitnya, sifat pengobatan yang disarankan, alternative pengobatan, kemungkinan berhasil dan risiko yang dapat timbul serta komplikasi yang tak dapat dirubah.Pasien dapat saja menolak memberikan persetujuan setelah diberikannya informasi melalui informed consent, penolakan tersebut dikenal dengan istilah informed refusal. Hal ini dapat dibenarkan berdasarkan hak asasi seseorang untuk menentukan apa yang hendak dilakukan terhadap dirinya. Untuk informed refusal maka pasien harus memahami segala konsekuensi yang akan terjadi pada dirinya yang tidak dapat dipersalahkan akibat karena penolakan tersebut. Untuk penolakan tersebut maka dilakukan pendatangan oleh pasien pada lembar Penolakan Tindakan Kedokteran.

Informed Consent sebagai Bukti TertulisMeskipun hanya selembar kertas tetapi Iembar Informed consent yang telah ditandatangani dapat dijadikan bukti di pengadilan apabila terjadi tuntutan hukum di kemudian hari. Sehubungan dengan itu, salah satu cara yang dilakukan untuk melindungi kepentingan dokter terhadap tuntutan pasien, maka di dalam bentuk informed consent secara tertulis dicantumkan syarat bahwa dokter tidak akan dituntut di kemudian hari. Syarat yang dimaksud adalah pasien menyadari sepenuhnya atas segala resiko tindakan medik yang akan dilakukan dokter, dan jika dalam tindakan medik itu terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, maka pasien tidak akan mengadakan tuntutan apapun ke pengadilan di kemudian hari.Seiring dengan perkembangan informed consent, kelengkapan berkas administrasi rumah sakit semakin disediakan seperti: Surat Pernyataan Persetujuan Pengobatan, Surat Pernyataan Persetujuan Operasi dan Anastesi, Surat Pernyataan Dirawat di Unit Khusus, dan sebagainya. Menurut Appelbaum untuk menjadi doktrin hukum, maka Informed consent harus memenuhi syarat, sebagai berikut: (1) Adanya kewajiban dari dokter untuk menjelaskan informasi kepada pasien; (2) Adanya kewajiban dari dokter untuk mendapatkan izin atau persetujuan dari pasien, sebelum dilaksanakan perawatan.Informed consent termasuk bidang Hukum Kedokteran, sebagai cabang Ilmu Hukum, sehingga Hukum Kedokteran pun harus mengikuti sistematik Ilmu Hukum secara umum. Di dalam Ilmu Hukum dikenal tiga macam sanksi yaitu sanksi Administratif, sanksi Perdata (ganti kerugian), dan sanksi Pidana (hukum badan, denda). Dan masih ada sanksi di bidang Etik dan Disiplin yang termasuk wewenang organisasi profesi secara intern yang tidak dicampuri oleh hukum.Jika seorang dokter tidak memperoleh persetujuan tindakan kedokteran yang sah, maka dampaknya adalah bahwa dokter tersebut akan dapat mengalami masalah:1. Hukum PidanaMenyentuh atau melakukan tindakan terhadap pasien tanpa prsetujuan dapat dikatagorikan sebagai penyerangan (assault). Hal tersebut dapat menjadi alas an pasien untuk mengadukan dokter ke penyidik polisi, meskipun kasus semacam ini sangat jarang terjadi.2. Hukum PerdataUntuk mengajukan atau klaim ganti rugi terhadap dokter, maka pasien harus dapat menunjukkan bahwa dia tidak diperingatkan sebelumnya mengenai hasil akhir tertentu dari tindakan dimaksud padahal apabila telah diperingatkan sebelumnya maka dia tentu tidak akan mau menjalaninya, atau menunjukkan bahwa dokter telah melakukan tindakan tanpa persetujuan (pembuatan menlanggar hukum).3. Pendisiplinan oleh MKDKIBila MKDKI menerima gugatan tentang seorang dokter atau dokter gigi yang melakukan hal tersebut, maka MKDKI akan menyidangkannya dan dapat memberikan sanksi disiplin kedoktera, yang dapat berupa teguran hingga rekomendsi pencabutan Surat Tanda Registrasi.

Informed Consent Diperlukan pada Saat:Dengan mengacu kepada anjuran General Medical Council (GMC) di Inggris, KKI (2006) memberikan petunjuk bahwa persetujuan tertulis atau informed consent diperlukan pada keadaan-keadaan sebagai berikut;a. Bila tindakam teraupetik bersifat kompleks atau menyangkut risiko atau efek samping yang bermakna.b. Bila tindakan kedokteran tersebut bukan dalam rangka terapi.c. Bila tindakan kedokteran tersebut memiliki dampak yang bermakna bagi kedudukan kepegawaian atau kehidupan pribadi dan sosial pasien.d. Bila tindakan yang dilakukan adalah bagian dari suatu penelitian.Rujukan di atas menjelaskan bahwa informed consent harus diberikan pada semua tindakan yang memiliki risiko atau efek samping yang bermakna. Hal mana juga terhadap tindakan medis yang dapat mengancam status kepegawaian atau kehidupan pribadi juga sosial. Pemberian informed consent juga harus diberikan pada suatu tindakan medis yang bukan dengan tujuan terapi, termasuk didalamnnya adalah untuk penelitian atau pendidikan.Sementara menurut Brunner dan Suddarth dalam buku ajar Medical Bedah (1996), informed consent, tindakan medis diperlukan pada saat;a. Prosedur tindakan invansif seperti insisi bedah, biopsy, sistoskopi, atau paransintesis.b. Tindakan yang menggunakan anestesi.c. Prosedur non-bedah yang dilakukan di mana risikonya pada pasien lebih dari sekedar risiko ringan, seperti arteriogram.d. Terapi radiasi atau kobalt.Senada dengan General Medical Council (GMC) di Inggris, maka menurut Brunner dan Suddarth semua tindakan medis yang berisiko lebih dari risiko ringan harus diberikan informed consent baik tindakan medis terapetik maupun diagnostic serta tindakan yang menggunakan anestesi.

2.4 Ruang Lingkup Informed ConsentRuang lingkup dan materi informasi yang diberikan tergantung pada pengetahuan medis pasien saat itu. Jika memungkinkan, pasien juga diberitahu mengenai tanggung jawab orang lain yang berperan serta dalam pengobatan pasien.Di Floridia dinyatakan bahwa setiap orang dewasa yang kompeten memiliki hak dasar menentukan tindakan medis atas dirinya termasuk pelaksanaan dan penghentian pengobatan yang bersifat memperpanjang nyawa. Pasien memiliki hak atas informasi tentang kecurigaan dokter akan adanya penyakit tertentu walaupun hasil pemeriksaan yang telah dilakukan inkonklusif.Hak-hak pasien dalam pemberian informed consent menurut Fred Ameln adalah:1. Hak atas informasiInformasi yang diberikan meliputi diagnosis yang diderita, tindakan medik apa yang hendak dilakukan, kemungkinan penyulit sebagai akibat tindakan tersebut dan tindakan untuk mengatasinya, alternative terapi lainnya, prognosisnya, perkiraan biaya pengobatan.2. Hak atas persetujuan (consent)Consent merupakan suatu tindakan atau aksi beralasan yang diberikan tanpa paksaan oleh seseorang yang memiliki pengetahuan cukup tentang keputusan yang ia berikan, dimana orang tersebut secara hokum mampu memberikan consent. Criteria consent yang sah yaitu tertulis, ditandatangani oleh klien atau orang yang bertanggung jawab, hanya ada salah satu prosedur yang tepat dilakukan, memenuhi beberapa elemen penting, penjelasan tentang kondisi, prosedur dan konsenkuensinya. Hak persetujuan atas dasar informasi (informed consent).3. Hak memilih dokter.4. Hak memilih sarana kesehatan.5. Hak atas rahasia kedokteran.6. Hak menolak penobatan atau perawatan.7. Hak menolak psuatu tindakan medis tertentu.8. Hak untuk menghentikan pengobatan.9. Hak atas mendapat pendapat kedua (second opinion).10. Hak untuk melihat rekam medik.

Hak pasien menurut UU 29/2004 Pasal 52 yaitu:1. Mendapat penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis.2. Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain3. Mendapatkan pelayanan sesuai kebutuhan medis.4. Menolak tindakan rekam medis.5. Mendapatkan isi rekam medis.

Secara yuridis hak yang terdapat pada pasien dalam doktin informed consent yaitu:1. Hak untuk memperoleh informasi mengenai penyakitnya dan tindakan apa yang henda dilakukan dokter terhadap dirinya.2. Hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan yang diajukannya.3. Hak untuk memilih tindakan alternative jika ada.4. Hak untuk menolak usul tindakan yang henda dilakukan terhadap dirinya.

4.5 Aspek Hukum Informed ConsentDalam hukum positif Indonesia, informed consent sangat jelas diamanahkan dalam undang-undang seperti;a. Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang kesehatanUU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, pasal 56 dengan jelas menyebutkan hak utama pasien, yaitu, bahwa setiap orang berhak menerima atau menolak sebagian atau seluruh tindakan pertolongan yang akan diberikan kepadanya setelah menerima dan memahami informasi. Jadi hak persetujuan atas dasar informasi (informed consent) merupakan implementasi dari kedua hak pasien tersebut. Undang-Undang No. 36 tentang Kesehatan Pasal 56 tentang Perlindungan Pasien :1) Setiap orang berhak menerima atau menolak sebagian atau seluruh tindakan pertolongan yang akan diberikan kepadanya setelah menerima dan memahami informasi mengenai tindakan tersebut secara lengkap.2) Hak menerima atau menolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku pada:a. penderita penyakit yang penyakitnya dapat secara cepat menular ke dalam masyarakat yang lebih luas;b. keadaan seseorang yang tidak sadarkan diri; atauc. gangguan mental berat.3) Ketentuan mengenai hak menerima atau menolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Persetujuan tentang tindakan dalam Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, terdapat dalam beberapa pasal yaitu Pasal 44 tentang uji coba teknologi atau produk teknologi terhadap manusia, Pasal 65 tentang persetujuan transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh, Pasal 75 tentang Aborsi, Pasal 119 tentang bedah mayat klinis, Pasal 120 tentang bedah mayat anatomis.

b. Undang-undang Praktek Kedokteran No. 29 tahun 2004Masalah informed consent dalam Undang-Undang Praktek Kedokteran No. 29 Tahun 2004, terdapat dalam Pasal 45 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran atau Kedokteran Gigi ayat (1) sampai (6) :1) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat penjelasan secara lengkap.3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup:a. diagnosis dan tata cara tindakan medis; b. tujuan tindakan medis yang dilakukan; c. alternatif tindakan lain dan risikonya; d. risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan e. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan baik secara tertulis maupun lisan.5) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung risiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan.6) Ketentuan mengenai tata cara persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri.

c. Peraturan Pemerintahan No. 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan.Peraturan Pemerintah tentang No. 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan, memberikan penjelasan tentang hak-hak pasien yang terdapat dalam Pasal 22, dimana terdapat hak untuk informasi dan persetujuan (informed consent) :1) Bagi tenaga kesehatan jenis tertentu dalam melaksanakan tugas profesinya berkewajiban untuk:a. menghormati hak pasien; b. menjaga kerahasiaan identitas dan data kesehatan pribadi pasien; c. memberikan informasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang akan dilakukan; d. meminta persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan; e. membuat dan memelihara rekam medis.2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

d. Undang-undang Perlindungan Konsumen No. 8 tahun 1999.Hak pasien sebagai konsumen jasa untuk mendapatkan informasi juga dilindungi Undang-Undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999.

e. PerMenKes No. 585/MenKes/PER/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan MedisPeraturan yang lebih spesifik tentang Informed Consent diatur dengan Peraturan Menteri kesehatan No. 585 Tahun 1990 tentang Persetujuan Tindakan Medik. Peraturan tersebut adalah doktrin impor dari Amerika yang berdasarkan alam pikiran individualisme yang kurang cocok jika diterapkan begitu saja di Indonesia. Informed Consent dalam Peraturan ini, cenderung mengedepankan hak asasi individu, yang tidak cocok dengan budaya bangsa Indonesia, yang tidak dapat terlepas dari ikatan dengan keluarganya, termasuk dalam membuat keputusan tentang tindakan perawatan kesehatan. Oleh karena itu kemudian lahir Peraturan baru sebelum lahirnya Undanga-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 yaitu Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 290/MENKES/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran. Setiap tindakan kedokteran harus mendapatkan persetujuan setelah mendapatkan penjelasan baik lisan maupun tertulis.

f. Kode Etik Rumah Sakit Indonesia (KODERSI)Kode Etik Rumah Sakit Indonesia (KODERSI) tahun 2000 tentang Kewajiban Rumah Sakit Terhadap Pasien, pada Bab III pasal 9, pasal 10, pasal 11 menjelaskan bahwa rumah sakit harus mengindahkan hak-hak asasi pasien, memberikan penjelasan apa yang diderita pasien, dan apa yang hendak dilakukan serta pihak rumah sakit harus meminta persetujuan pasien (informed consent) sebelum melakukan tindakan medik.

g. PerMenKes No. 1419/MenKes/PER/X/2005 tentang Penyelenggaraan Praktik Dokter dan Dokter GigiPada bab III tentang Pelaksanaan Praktik pasal 17 menjelaskan bahwan dokter atau dokter gigi dalam memberikan pelayanan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi terlebih dahulu harus memberikan penjelasan kepada pasien tentang tindakan kedokteran yang akan diberikan.

h. Surat keputusan PB IDI No. 319/PB/A4/88Di Indonesia terdapat ketentuan informed consent yang diatur pada Surat Keputusan PB IDI No. 319/PB/A4/88 bahwa manusia dewasa sehat jasmani dan rohani berhak sepenuhnya menentukan paying hendak dilakukan terhadap tubuhnya, dan semua tindakan medis memerlukan informed consent baik secara tertulis atau lisan.