PORTFOLIO Thalasemia (Iship Jambi)
-
Upload
felisitas-nasir -
Category
Documents
-
view
40 -
download
1
description
Transcript of PORTFOLIO Thalasemia (Iship Jambi)
PORTFOLIO
THALASEMIA
Oleh :
dr. Felisitas
Pembimbing:
dr. Alfian Nasion
dr. Dinaili Maili
Jambi, 30 Mei 2015
INTERNSHIP PROPINSI JAMBI
KABUPATEN BATANGHARI
RSUD HAJI ABDOEL MAJID BATOE
PORTFOLIO
Nama Peserta : Felisitas
Nama Wahana : RSUD Haji Abdoel Majid Batoe
Topik: Thalasemia
Tanggal (kasus): 30 Mei 2015
Nama Pasien: Ny. S No. RM : 097339
Tanggal Presentasi: Nama Pendamping: 1. dr. Alfian Nasion
2. dr. Dinaili Maili
Tempat Presentasi :
Obyektif Presentasi:
□ √Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka
□√ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □√ Dewasa □ Lansia □ Bumil
□ Deskripsi: Wanita, 24 tahun, dengan keluhan pucat dan lemas ± 5 hari SMRS, demam ± 1
minggu, pusing, mual, pembesaran bagian perut, dan napsu makan berkurang. Tidak memiliki
riwayat transfusi dan bepergian ke daerah endemis.
□ Tujuan: Mendiagnosis dan menatalaksana pasien dengan anemia gravis, khususnya yang
disebabkan oleh thalasemia.
Bahan bahasan: □ Tinjauan
Pustaka
□ Riset □ √Kasus □ Audit
Cara membahas: □ Diskusi □ √Presentasi dan
diskusi
□ Email □ Pos
Data pasien: Nama: Ny.S Nomor Registrasi: 097339
Nama klinik: IGD RSUD HAMBA Telp: - Terdaftar sejak: 30/04/15
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis/Gambaran Klinis:
Pasien tampak pucat dan lemas sejak 5 hari SMRS. Pucat dan lemas muncul ketika kelelahan
sehabis beraktivitas, tidak membaik dengan istirahat. Pasien mengeluh napsu makan
berkurang, sering mual, namun tidak muntah. Pasien sempat batuk dan pilek ± 3 hari SMRS,
diawali demam terlebih dahulu ± 1 minggu SMRS. Keluhan batuk-pilek berkurang, namun
demam masih dirasakan. Pasien merasakan perut semakin membesar dan teraba keras sejak ±
5 hari SMRS, disertai keluhan nyeri perut di bagian ulu hati. BAB dan BAK tidak ada
keluhan.
2. Riwayat Pengobatan:
Pasien sudah berobat ke Puskesmas, diberikan obat penambah darah dan vitamin, namun
keluhan pucat dan lemas tidak membaik.
3. Riwayat kesehatan/Penyakit:
Pasien sering demam namun tidak tinggi dan batuk serta pilek sejak kecil.
Pasien terdiagnosis menderita anemia sejak berusia 6 bulan dan hanya diberikan
pengobatan penambah darah, dan biasanya kondisi pasien membaik.
Perut pasien makin lama makin terasa membesar sejak kecil, namun dibiarkan oleh pasien
karena tidak mengganggu aktivitas sehari-hari.
4. Riwayat keluarga:
Kakak pertama pasien mengalami keluhan yang sama dan tidak mendapatkan pengobatan
apa-apa (pasien merupakan anak ke-4)
5. Riwayat pekerjaan: -
6. Kondisi lingkungan sosial dan fisik:
Pasien tinggal di Muara Bulian bersama suami. Pasien tidak bersekolah dan tidak mengalami
gangguan aktivitas sehari-hari. Pasien merupakan ibu rumah tangga.
7. Riwayat imunisasi:
Pasien tidak pernah mendapatkan imunisasi sejak kecil sampai sekarang.
8. Lain-lain:
Dari pemeriksaan fisik ditemukan pasien tampak sakit sedang, compos mentis. Tanda vital:
Tekanan darah: 110/70 mmHg, Nadi: 110 x/menit, Pernafasan: 20 x/menit, Suhu: 37,5°C.
Wajah tampak pucat, konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-, bibir pucat dan kering. Paru
dalam batas normal, Jantung ditemukan S3 Gallop di mitral dan aorta. Abdomen tampak
membesar, nyeri tekan di epigastrium. Hepatomegali 5 cm di bawah arcus costa, tepi tajam,
permukaan rata, konsistensi keras, nyeri tekan (-), Splenomegali Schuffner V, tepi tajam,
permukaan rata, konsistensi keras, nyeri tekan (-).
Dari pemeriksaan penunjang didapatkan: Hb 2,3 gr/dL, Ht 6,1%, Leukosit 4,1 109/l,
Trombosit 291 109/l, MCV 50,4 fl, MCH19,1 pg, MCHC 38 g/dL, Golongan darah A.
Daftar Pustaka:
1. Salim, Peter. The Contemporary Medical Dictionary English-Indonesia. Third Edition.
Modern English Press. Jakarta: 2010. Hal 28, 266.
2. A.V. Hoffbrand and J.E. Pettit; alih bahasa oleh Iyan Darmawan: Kapita Selekta Hematologi,
edisi ke-5. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta: 2008. Hal 66-85.
3. Sudoyo, Aru W., Setiyohadi, Bambang. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II. Edisi IV.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2006. Hal 623.
4.Sutedjo, A.Y. Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan Laboratorium.
Amara Books. Yogyakarta: 2007. Hal 25-68
5. Kumar P., Clark M., Kumar and Clark’s: Clinical Medicine. Seventh Edition. Elsevier: 2009,
page 393-395.
Hasil Pembelajaran:
1. Mendiagnosis Anemia dan Thalasemia
2. Melakukan Penatalaksanaan Pasien dengan anemia dan suspek thalasemia
3. Cara memberikan Transfusi Darah
4. Edukasi mengenai Keadaan Kesehatan Pasien
5. Motivasi Keluarga untuk teratur membawa pasien kontrol, transfusi darah, dan melakukan
pemeriksaan untuk menunjang diagnosis
Subjektif:
Ny. S, 24 tahun, datang dengan keluhan tampak pucat dan badan terasa lemas sejak 5 hari
SMRS. Pucat dan lemas muncul ketika kelelahan sehabis beraktivitas, namun tidak membaik
dengan beristirahat. Pasien juga mengeluh napsu makan berkurang, sering mual, namun tidak
muntah. Pasien sempat batuk berdahak dan pilek ± 3 hari SMRS, diawali demam terlebih dahulu
± 1 minggu SMRS. Keluhan batuk-pilek berkurang, namun demam masih dirasakan. Pasien
merasakan perut semakin membesar dan teraba keras sejak ± 5 hari SMRS, disertai keluhan nyeri
perut di bagian ulu hati. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Sesak nafas disangkal oleh pasien.
Riwayat transfusi darah disangkal oleh pasien. Pasien sudah berobat ke Puskesmas, diberikan obat
penambah darah dan vitamin, namun keluhan pucat dan lemas tidak membaik.
Pasien sering demam namun tidak tinggi dan batuk serta pilek sejak kecil. Sebenarnya
pasien sudah terdiagnosis menderita anemia sejak berusia 6 bulan dan hanya diberikan
pengobatan penambah darah. Pasien sering kambuhan mengalami badan lemas dan pucat semasa
remaja, tapi akan membaik kondisinya bila diberikan obat dan beristirahat. Sedangkan perut
pasien makin lama makin terasa membesar sejak kecil, namun dibiarkan oleh pasien karena tidak
mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien merupakan ibu rumah tangga. Kakak pertama pasien
mengalami keluhan yang sama seperti badan lemas dan pucat, namun tidak mendapatkan
pengobatan apa-apa karena akan sembuh dengan sendirinya bila beristirahat.
Objektif:
Dari pemeriksaan fisik ditemukan pasien tampak sakit sedang, compos mentis. Tanda vital:
Tekanan darah: 110/70 mmHg, Nadi: 110 x/menit, Pernafasan: 20 x/menit, Suhu: 37,5°C. Status
gizi berdasarkan BMI: BB/ (TB)2 = 30 / (1.45)2 = 14,26 kg/m2 (underweight). Tampak pucat,
konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-, bibir pucat dan kering. Paru dalam batas normal,
Jantung ditemukan S3 Gallop di mitral dan aorta. Abdomen tampak membesar, nyeri tekan di
epigastrium. Hepatomegali 5 cm di bawah arcus costa, tepi tajam, permukaan rata, konsistensi
keras, nyeri tekan (-), Splenomegali Schuffner V, tepi tajam, permukaan rata, konsistensi keras,
nyeri tekan (-).
Dari pemeriksaan penunjang didapatkan: Hb 2,3 gr/dL, Ht 6,1%, Leukosit 4,1 109/l,
Trombosit 291 109/l, MCV 50,4 fl, MCH 19,1 pg, MCHC 38 g/dL, Golongan darah A.
Assessment (Penalaran Klinis):
Keluhan utama pasien yaitu pucat, cepat lelah bila beraktivitas, mual, tidak nafsu makan
merupakan keluhan-keluhan yang dapat disebabkan oleh kondisi anemia berat yang dideritanya.
Yang mendukung pasien menderita anemia antara lain wajah dan ujung-ujung kuku tampak
pucat, konjungtiva palpebra sangat anemis, takikardia, dan didukung oleh hasil pemeriksaan lab
yang menunjukkan HB 2,3 gr/dL.
Keluhan lainnya yaitu perut bertambah besar dan teraba keras disebabkan karena
hepatosplenomegali yang ditemukan dari pemeriksaan fisik. Nyeri pada bagian epigastrium juga
disebabkan oleh pembesaran lobus kiri hepar dan peningkatan asam lambung karena intake
pasien yang kurang.
Kondisi pasien tersebut mendukung ke arah diagnosis thalasemia. Hal ini dapat
disimpulkan dari pasien yang memiliki kondisi anemia gravis dan hepatosplenomegali yang
disebabkan oleh hematopoiesis ekstramedular dan hemosiderosis. Pasien mengalami pucat yang
berlangsung lama akibat mengalami anemia berat. Penyebab anemia pada thalasemia bersifat
primer dan sekunder. Primer adalah berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoiesis yang tidak
efektif disertai penghancuran sel-sel eritrosit intramedular. Sedangkan yang sekunder
mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh sistem retikuloendotelial dalam limpa
dan hati. Penyimpangan pertumbuhan akibat anemia dan kekurangan gizi menyebabkan
perawakan pendek pada pasien. Gizi yang kurang disebabkan oleh penurunan suplai darah ke
jaringan sehingga suplai O2 dan nutrisi ke jaringan menurun, mengakibatkan menurunnya
metabolisme dalaam sel. Dan terjadilah perubahan pembentukan ATP, sehingga energi yang
dihasilkan menurun dan terjadilah kelemahan fisik, sehingga pasien mengalami defisit
perawatan diri dan intoleransi aktivitas.
Pasien sering mengalami batuk-pilek semasa kecil atau sering sakit, yang menunjukkan
pasien peka terhadap infeksi dan mudah mengalami septikemia yang dapat mengakibatkan
kematian.
MCV, MCH yang kurang dari normal menunjukkan adanya anemia mikrositik hipokrom,
namun perlu dilakukan pemeriksaan gambaran darah tepi untuk lebih memastikan karena pada
thalasemia akan ditemukan gambaran retikulosit, poikilositosis, teardrops cell, dan target cell.
Pasien tidak memiliki keluhan perdarahan termasuk dari saluran cerna atau malaria yang
dapat menyebabkan anermia hemolitik juga tidak diderita oleh pasien.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang diatas disimpulan
pasien ini termasuk dalam klasifikasi thalasemia minor karena pasien tidak memiliki gambaran
facies Cooley dan tidak memiliki riwayat transfusi darah sewaktu kecil (merupakan tanda klinis
dari thalasemia mayor). Pasien dengan thalasemia minor umumnya dapat hidup normal karena
tidak menunjukkan gejala klinis. Namun dalam keadaan tertentu seperti infeksi berat atau
kehamilan memerlukan tindakan transfusi darah.
Plan:
Diagnosis:
Pasien menderita anemia gravis, namun untuk lebih memastikan diagnosis penyebab anemianya
masih memerlukan pemeriksaan penunjang antara lain: gambaran darah tepi, Serum Iron dan
Total Iron Binding Capacity, eletroforesis Hb, pemeriksaan sum-sum tulang, Rontgen Schaedel
AP dan lateral, untuk lebih mengarah ke diagnosis thalasemia sekaligus menyingkirkan
diagnosis banding.
Pengobatan:
IVFD RL 20 tetes per menit
Transfusi darah dengan kombinasi: WB 750 cc (3 kantong darah) dan PRC 500 cc ( 3
kantong darah), dengan total transfusi 1500 cc
Furosemid 1 ampul pra dan post transfusi
Dexametason 1 ampul post transfusi
Diet rendah besi
Karena Hb pasien <8 gr/dL dan anemia kronis bergejala, maka terindikasi untuk mendapatkan
transfusi darah. Transfusi darah merupakan pengobatan satu-satunya bagi penderita thalasemia
guna mempertahankan kadar hemoglobin darah. Prinsip pengobatannya adalah:
Terapi transfusi darah untuk mencegah komplikasi dari anemia kronis
Pencegahan dari resiko kelebihan besi akibat terapi transfusi
Penatalaksanaan splenomegali guna mengurangi kebutuhan darah
Regimen pada transfusi darah yang populer adalah dengan melakukan regimen hipertransfusi
yang bisa mempertahankan kurang lebih rata-rata Hb adalah pada sekitar 12,5 gr/dl dan juga
kadar dari pratransfusi yang tidak kurang dari sekitar 10 gr/dl. Kadar Hb pasca transfusi tidak
boleh berada diatas 16 gr/dl karena bisa terjadi hiperviskositas dan komplikasi.
Cara pemberian:
1. Periksa dahulu ada tidaknya tanda gagal jantung
2. Bila tidak ada gagal jantung dan Hb sebelum transfusi >5 gr/dl maka kecepatan pemberian
maksimal adalah 10-15 ml/kgBB/kali selama 2 jam atau 20 ml/kgBB dalam waktu 3-4 jam.
3. Bila ada tanda gagal jantung maka kecepatan pemberian tidak boleh melebihi 5 mg/kgBB
dan kecepatan tidak boleh lebih dari 2 ml/kgBB/jam.
Komponen darah yang diberikan sebaiknya adalah PRC yang lebih cocok untuk kondisi
anemia kronis. Kandungan eritrosit dalam PRC ini dapat meningkatkan kapasitas angkut
oksigen darah dan untuk mempertahankan oksigen jaringan yang cukup. Keuntungan transfusi
darah merah adalah tidak membebani sirkulasi, tidak memperberat fungsi ginjal, dan sedikit
mengurangi reaksi alergi karena tidak disertai pemberian plasma yang tinggi protein.
Pemakaian darah lengkap sudah kurang dianjurkan. Darah lengkap terdiri dari 2 macam,
yaitu darah segar dan darah simpan lama. Darah segar (fresh whole blood) mempunyai
kelebihan yaitu clotting factor (faktor pembekuan) masih lengkap terutama faktor V dan VIII
serta secara relatif viabilitas sel darah merah masih baik. tetapi mempunyai kerugian yaitu sulit
diperoleh pada waktu yang cepat. Darah simpan (preserved blood) mempunyai keuntungan
yaitu pengadaannya mudah karena telah disiapkan di bank darah. Kelemahannya adalah
berkurangnya clotting factor terutama faktor V dan VIII.
Karena kondisi pasien yang mengalami anemia gravis bergejala, maka dipertimbangkan
kombinasi WB dan PRC. Pemberian komponen darah lengkap (Whole Blood) bertujuan
menggantikan secara cepat komposisi darah serta keterbatasan fasilitas yang cukup sulit
mendapatkan PRC (membutuhkan alat penyaring khusus dan lama prosesnya), maka pada
pasien ini terlebih dahulu diberikan WB kemudian dilanjutkan pemberian PRC dengan harapan
mencapai Hb target.
Pendidikan:
Diberikan penjelasan kepada pasien dan keluarga pasien. Bila pasien memang menderita
thalasemia dan mengalami gejala seperti anemia, transfusi darah dapat dilakukan untuk
mengembalikan kondisi pasien serta diperlukan istirahat yang cukup. Diberikan penjelasan
mengenai apa akibatnya bila pasien tidak mendapatkan transfusi darah yang optimal.
Kemungkinan splenektomi diperlukan jika aktivitas sehari-hari sudah terganggu seperti sesak
nafas, nyeri perut berulang, pucat, dan kekurangan darah berulang.
Konsultasi:
Pasien dikonsultasikan kepada Spesialis Penyakit Dalam
Kegiatan Periode Hasil yang diharapkan
Transfusi darah Bila anemia bergejala Hb dipertahankan 12 gr/dl
Laboratorium Setiap bulan Parameter laboratorium semuanya
membaik
Nasihat
Setiap kunjungan Kepatuhan meminum suplemen obat:
Vitamin C, asam folat, vitamin E
sebagai antioksidan dan pemenuhan
kebutuhan gizi