POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO ...
Transcript of POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO ...
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG
FAKTOR RISIKO KEJADIAN ASFIKSIA PADA BBLYANG DIRAWAT DI RUANG COVIES
RSUP Dr. M. DJAMIL PADANGTAHUN 2014
Karya Tulis Ilmiah
Diajukan ke Program Studi DIII Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes PadangSebagai Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Studi DIII Keperawatan
Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang
Oleh:ALMUZAKIR
Nim : 123110222
JURUSAN DIII KEPERAWATAN PADANGPOLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG
TAHUN 2015
i
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan do’a dan mengucapkan Puji Syukur kehadirat Tuhan
Yang Maha Esa, serta berkat Rahmat dan Karunia-Nya, penulisan Karya Tulis
Ilmiah ini dapat diselesaikan oleh peneliti walaupun menemui kesulitan maupun
rintangan.
Penyusunan dan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini merupakan suatu
rangkaian dari proses pendidikan secara menyeluruh di Program Studi D.III
Jurusan Keperawatan di Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang, dan sebagai
prasyarat dalam menyelesaikan Pendidikan D.III Keperawatan pada masa akhir
pendidikan.
Judul Karya Tulis Ilmiah “Faktor Risiko Kejadian Asfiksia Pada Bayi Baru
Lahir yang Dirawat di Ruang Covies RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2014”.
Dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini peneliti menyadari akan
keterbatasan kemampuan yang ada, sehingga peneliti merasa masih ada yang
belum sempurna baik dalam isi maupun dalam penyajiannya. Untuk itu peneliti
selalu terbuka atas kritik dan saran yang membangun guna penyempurnaan Karya
Tulis Ilmiah ini.
Pada kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan rasa terima kasih yang
sebesar – besarnya atas segala bimbingan, pengarahan dari Ibu Dra. Hj. Syarwini,
S.Kep, M.Biomed selaku Pembimbing I Karya Tulis Ilmiah dan Ibu Delima, S.Pd,
M.Kes selaku Pembimbing II Karya Tulis Ilmiah, dan semua pihak yang peneliti
terima, sehingga peneliti dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
Ucapan terimakasih juga peneliti ucapkan kepada :
1. Bapak H. Sunardi, S.KM, M.Kes selaku Direktur Politeknik Kementerian
Kesehatan Padang
2. Ibu Hj. Murniati Muchtar S.KM, M.Biomed selaku Ketua Jurusan
Keperawatan
ii
3. Ibu Ns. Idrawati Bahar, S.Kep, M.Kep selaku Ketua Prodi Keperawatan
Padang
4. Bapak / Ibu dosen serta karyawan/I Poltekkes Kemenkes Padang
5. Teman-teman seperjuangan angkatan 2012 yang selalu bersama dalam suka
duka
6. Orang tua dan saudara tercinta yang telah mendoakan mendukung secara
moril maupun materil.
Akhir kata peneliti berharap Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat khususnya
bagi peneliti sendiri dan pihak yang telah membacanya, serta peneliti mendoakan
semoga segala bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Allah
SWT. Amin.
Padang, Juni 2015
Peneliti
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR iDAFTAR ISI iiiDAFTAR TABEL ivDAFTAR GAMBAR vDAFTAR LAMPIRAN vi
BAB I PENDAHULUANA. Latar Belakang 1B. Rumusan Masalah 3C. Tujuan Penelitian 4D. Manfaat Penelitian 5E. Ruang Lingkup 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKAA. Asfiksia Neonatorum 7B. Faktor-faktor yang berhubungan dengan
Kejadian Asfiksia 13C. Kerangka Teori 21D. Kerangka Konsep 22E. Hipotesis 22F. Definisi Operasional 23
BAB III METODE PENELITIANA. Jenis dan Desain 24B. Tempat dan Waktu Penelitian 25C. Populasi dan Sampel 25D. Jenis dan Teknik pengumpulan Data 25E. Pengolahan dan Analisis Data 26
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANA. Hasil Penelitian 29B. Pembahasan 35
BAB V KESIMPULAN DAN SARANA. Kesimpulan 51B. Saran 52
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
iv
DAFTAR TABEL
HalamanTabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kejadian
Asfiksia di RSUP Dr. M. Djamil PadangTahun 2014 30
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan JenisPersalinan di RSUP Dr. M. Djamil PadangTahun 2014 30
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan KejadianAnemia di RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2014 31
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan UsiaKehamilan di RSUP Dr. M. Djamil PadangTahun 2014 31
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan JenisPersalinan dan Kejadian Asfiksia pada BBL yangDirawat di Ruang Covies RSUP Dr. M. DjamilPadangTahun 2014 32
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan KejadianAnemia dan Kejadian Asfiksia pada BBL yangDirawat di Ruang Covies RSUP Dr. M. DjamilPadang Tahun 2014 33
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan UsiaKehamilan dan Kejadian Asfiksia pada BBL yangDirawat di Ruang Covies RSUP Dr. M. Djamil PadangTahun 2014 34
v
DAFTAR GAMBAR
HalamanGambar 2.1 : Kerangka Teori 21
Gambar 2.2 : Kerangka Konsep 22
Gambar 3.1 : Kerangka Case Control 24
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A Daftar Tilik
Lampiran B Lembar Konsultasi Proposal Penelitian
Lampiran C Jadwal Kegiatan Karya Tulis Ilmiah
Lampiran D Surat pengantar studi pendahuluan dari Poltekkes KemenkesPadang
Lampiran E Surat izin studi pendahuluan dari Kabag. Pendidikan & PenelitianKasubag Diklit Non Medis RSUP Dr. M. Djamil Padang
Lampiran F Master Tabel
Lampiran G Lembar konsultasi penelitian
Lampiran H Surat pengantar penelitian dari Poltekkes Kemenkes Padang
Lampiran I Surat izin penelitian dari Kabag. Pendidikan & Penelitian KasubagDiklit Non Medis RSUP Dr. M. Djamil Padang
1
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka kematian bayi merupakan salah satu indikator untuk mengukur
tingkat kemajuan bangsa. Target MDGs sampai dengan tahun 2015 adalah
mengurangi angka kematian bayi dan balita sebesar dua pertiga dari tahun
1990 yaitu sebesar 20 per 1000 kelahiran hidup.(1)
Angka kematian bayi baru lahir di dunia memang mencengangkan, dari
130 juta kelahiran, 4 juta bayi di antaranya meninggal di usia yang belum
genap 1 bulan. Menurut data badan kesehatan dunia (WHO), 4 sampai 9 juta
bayi yang lahir per tahunnya mengalami asfiksia yang membuat nyawanya tak
tertolong. Bahkan di Indonesia, sebanyak 27 persen kematian bayi baru lahir
tersebut disebabkan oleh kasus asfiksia yang merupakan penyebab kedua
tertinggi kematian bayi setelah prematuritas.(2)
Selanjutnya data WHO pada tahun 2013 angka kematian bayi di
Indonesia masih cukup tinggi yaitu 15 per 1000 kelahiran hidup. Pada tahun
2010 Asia tenggara menduduki peringkat kedua tertinggi untuk kematian
balita yang diakibatkan asfiksia neonatorum setelah Pasifik Barat yaitu 11%.(3)
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat
bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir.(4) Asfiksia neonatorum
adalah keadaan bayi tidak dapat bernapas spontan dan teratur, sehingga
dapat menurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan
akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut.(5)
2
Angka kematian balita di Indonesia karena menderita asfiksia
neonatorum pada tahun 2000 adalah 11%, dan tidak mengalami perubahan
pada tahun 2010 yaitu 11%.(3) Selanjutnya angka kejadian asfiksia di rumah
sakit pusat rujukan propinsi di Indonesia sebesar 41,94%. Data
mengungkapkan bahwa kira-kira 10% bayi baru lahir membutuhkan bantuan
untuk mulai bernafas, dari bantuan ringan sampai resusitasi lanjut yang
ekstensif, 5% bayi pada saat lahir membutuhkan tindakan resusitasi yang
ringan seperti stimulasi untuk bernafas, antara 1% sampai 10% bayi baru lahir
dirumah sakit membutuhkan bantuan ventilasi dan sedikit saja yang
membutuhkan intubasi dan kompresi dada.(6)
Berdasarkan data yang diperoleh dari laporan tahunan DKK Padang
(2013) tergambar bahwa kematian pada perinatal di kota Padang disebabkan
oleh kejadian asfiksia pada tahun 2011 dengan jumlah 10 kasus (13,3%) dan
terus meningkat pada tahun 2012 dan 2013 yaitu sebesar 16 kasus (34,8%)
dan 27 kasus (37%) yang merupakan urutan pertama dan diikuti oleh kejadian
BBLR dan kejadian kelainan congenital.(7)
Faktor yang berhubungan dengan kejadian asfiksia adalah penyakit
pada ibu saat hamil seperti : hipertensi, penyakit jantung, penyakit paru-paru,
anemia, dan kekurangan energi kronik (KEK); pada ibu dengan kehamilan
beresiko seperti : umur ibu < 20 tahun dan > 35 tahun, usia kehamilan, riwayat
persalinan (preterm, posterm), faktor plasenta (plasenta previa, ablasio
plasenta), faktor janin (kelainan tali pusat), faktor persalinan : partus lama atau
partus dengan tindakan tertentu.(8)
3
Hasil penelitian Tisnawati, dkk (2010) didapatkan ada hubungan yang
bermakna antara riwayat penyakit ibu sewaktu hamil, tindakan persalinan dan
usia kehamilan, namun tidak terdapat hubungan yang bermakna antara umur
ibu dan riwayat partus lama dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir di
RSUP DR. M. Djamil Padang.(9) Selanjutnya penelitian Rahmi, (2011) di
RSUP DR. M. Djamil Padang didapatkan hubungan yang bermakna antara
jenis persalinan, namun tidak ada hubungan yang bermakna antara umur ibu
dan penyakit yang diderita ibu.(10)
Pada studi dokumentasi awal yang dilakukan di Ruang Covies Instalasi
Rawat Inap Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 5 Februari 2015
banyak bayi yang dirawat yang mengalami asfiksia adalah sebanyak 18 bayi
dari 745 bayi yang dirawat pada tahun 2014.
Sesuai dengan latar belakang di atas, maka peneliti telah meneliti
mengenai “Faktor risiko kejadian asfiksia pada bayi baru lahir yang dirawat di
ruang covies RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2014”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahannya adalah “Faktor risiko apa saja yang berhubungan dengan
kejadian asfiksia pada bayi baru lahir yang dirawat di ruang covies RSUP Dr.
M. Djamil Padang Tahun 2014”.
4
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor risiko
yang berhubungan dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir yang
dirawat di ruang covies RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2014.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahui distribusi frekuensi kejadian asfiksia di RSUP Dr. M.
Djamil Padang tahun 2014.
b. Diketahui distribusi frekuensi ibu berdasarkan jenis persalinan di
RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2014.
c. Diketahui distribusi frekuensi ibu hamil berdasarkan kejadian anemia
di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2014.
d. Diketahui distribusi frekuensi ibu berdasarkan usia kehamilan di RSUP
Dr. M. Djamil Padang tahun 2014.
e. Diketahui hubungan jenis persalinan dengan kejadian asfiksia pada
bayi baru lahir yang dirawat di ruang covies RSUP Dr. M. Djamil
Padang tahun 2014.
f. Diketahui hubungan kejadian anemia dengan kejadian asfiksia pada
bayi baru lahir yang dirawat di ruang covies RSUP Dr. M. Djamil
Padang tahun 2014.
g. Diketahui hubungan usia kehamilan dengan kejadian asfiksia pada
bayi baru lahir yang dirawat di ruang covies RSUP Dr. M. Djamil
Padang tahun 2014.
5
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
a. Memberi kesempatan bagi peneliti untuk menerapkan dan
mengembangkan ilmu pengetahuan yang telah didapatkan saat kuliah.
b. Meningkatkan wawasan peneliti dalam mempersiapkan pengumpulan,
pengolahan data, dan menginformasikan data temuan serta menambah
pengetahuan tentang masalah-masalah yang diteliti dan faktor yang
mempengaruhinya.
2. Bagi Peneliti Selanjtutnya
Sebagai masukan bagi peneliti selanjutnya untuk menambah
pengetahuan dan data dasar tentang kejadian asfiksia pada bayi baru
lahir.
3. Bagi Tenaga Kesehatan
a. Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan yang terkait khususnya
perawat yang bertugas di RSUP Dr. M. Djamil Padang dalam
mengatasi angka kejadian asfiksia pada bayi baru lahir di masa yang
akan datang.
b. Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan yang terkait khusunya
perawat yang bertugas di RSUP Dr. M. Djamil Padang untuk lebih
memperhatikan adanya faktor-faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir.
6
E. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian disini berkaitan dengan bidang kesehatan
khususnya keperawatan anak dimana peneliti akan membahas tentang faktor
risiko kejadian asfiksia pada bayi baru lahir yang dirawat di ruang covies
RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2014. Jenis penelitian ini adalahanalitik
dengan desaincase control dimana variabel independen (jenis persalinan,
kejadian anemia, dan usia kehamilan) dan variabel dependen (terjadinya
asfiksia pada bayi baru lahir).
7
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
A. Asfiksia Neonatorum
1. Pengertian
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak
dapat bernapas secara spontan dan teratur setelah lahir.(4) Asfiksia
neonatorum adalah keadaan bayi tidak dapat bernapas spontan dan teratur,
sehingga dapat menurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang
menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut.(5)
2. Faktor Penyebab
Asfiksia neonatorum dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
diataranya adalah adanya :
a. Penyakit pada ibu sewaktu hamil seperti hipertensi, gangguan atau
penyakit paru, anemia, kekurangan energi kronik (KEK) dan gangguan
kontraksi uterus.
b. Pada ibu yang kehamilannya beresiko
c. Faktor plasenta
Fungsi plasenta akan berkurang sehingga tidak mampu memenuhi
kebutuhan O2 dan nutrisi metabolisme janin, sehingga menimbulkan
metabolisme anaerob dan akhirnya asidosis dengan pH darah turun.
d. Faktor janin itu sendiri
Seperti terjadi kelainan tali pusat, seperti tali pusat menumbung
atau melilit pada leher atau juga kompresi tali pusat antara janin dan
jalan lahir.
8
e. Faktor persalinan seperti partus lama atau partus dengan tindakan
tertentu.(8)
3. Penilaian Asfiksia
Untuk nilai Apgar dari bayi yang baru lahir, rincian yang harus
dievaluasi dalam melengkapi hasil evaluasi melalui nilai Apgar meliputi :
a. Suhu kulit
b. Perfusi kulit
c. Adanya edema
d. Kekuatan denyut perifer
e. Lokasi dari bunyi napas abnormal
f. Keadaan sensorium janin
Denyut jantung merupakan salah satu dari indikator yang paling
sensitif dari kesejahteraan janin. Setelah bradikardia yang cepat pada saat
kelahiran, denyut jantung biasanya meningkat sampai 180-200 denyut per
menit dan kemudian bertahap melambat sampai batas normal 100-140
dengan variabilitas dari denyut ke denyut.(11)
Sedangkan menurut Jumiarni, untuk menentukan tingkat asfiksia
dengan tepat membutuhkan pengalaman dan observasi klinis serta
penilaian yang tepat, sehingga pada tahun 1953 – 1958 Virginia Apgar
mengusulkan beberapa kriteria klinis untuk menentukan keadaan neonatus.
Kriteria ini ternyata berguna karena berhubungan erat dengan perubahan
keseimbangan asam basa pada bayi dan juga dapat memberi gambaran
berat perubahan kardio vaskuler, cara ini sangat ideal dan telah umum
digunakan.(12)
9
Patokan klinis yang dinilai adalah menghitung frekuensi jantung,
melihat usaha bernapas, menilai tonus otot, menilai reflek ransangan,
memperhatikan warna kulit. Virginia Apgar mengatakan bahwa : setiap
bayi yang lahir dengan menangis biasanya hidup, tetapi bayi lahir tidak
menangis biasanya cepat meninggal. Maka Virginia Apgar membuat daftar
penilaian dengan mengobservasi pada menit pertama dan menit kelima
setelah lahir, adapun tujuannya menit pertama untuk menunjukkan
beratnya asfiksia dan menentukan kemungkinan hidup selanjutnya
sedangkan menit kelima untuk menentukan gejala sisa.(12)
Di bawah ini adalah tabel Apgar skore untuk menentukan derajat
asfiksia :(11)
Tanda Vital 0 1 2
AAppearance(warna kulit)
Biru, pucatBadan merah,
ekstremitas biruSeluruh
tubuh merah
P
Pulse(frekuensi
denyutjantung)
Tidak ada <100 >100
G
Grimace(refleks /
reaksiterhadap
ransangan)
Tidak adarespon
Sedikit gerakanmimik (grimace)
Ada respon,batuk, bersin
AActivity
(tonus otot)Lumpuh
Ekstremitasdalam fleksi
sedikit
Gerakanaktif
RRespiration(respirasi)
Tidak adaLambat, tidak
beraturanMenangis
kuat
10
4. Klasifikasi
Klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGAR dibedakan atas :
a. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0 – 3
b. Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4 – 6
c. Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7 – 9
d. Bayi normal dengan nilai APGAR 10.(13)
5. Tanda dan Gejala
a. Pernapasan cepat
b. Pernapasan cuping hidung
c. Sianosis
d. Nadi cepat
e. Reflek lemah
f. Warna kulit biru atau pucat.(14)
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada bayi dengan asfiksia neonatorum adalah
sebagai berikut:
a. Prinsip dasar resusitasi yang perlu diingat adalah :
Memberikan lingkungan yang baik pada bayi dan mengusahakan
saluran pernapasan tetap bebas agar oksigenasi dan pengeluaran
karbon dioksida berjalan lancar. Memberi bantuan pernapasan secara
aktif pada bayi yang menunjukkan pernapasan lemah. Melakukan
koreksi terhadap asidosis yang terjadi. Serta menjaga sirkulasi darah
tetap baik.(12)
11
b. Penanganan pada asfiksia ringan (Apgar Skore 7-10)
1) Bayi dibungkus dengan kain hangat lalu dibawa ke meja resusitasi
2) Bersihkan jalan napas dengan mengisap lendir pada hidung
kemudian disekitar mulut
3) Bila berhasil teruskan dengan perawatan selanjutnya yaitu
membersihkan badan bayi, perawatan tali pusat dan lainnya
4) Observasi suhu tubuh, untuk sementara waktu masukkan bayi ke
dalam inkubator.(12)
c. Penanganan pada bayi dengan asfiksia sedang (Apgar Skore 4-6)
1) Menerima bayi dengan kain hangat
2) Letakkan bayi pada meja resusitasi
3) Bersihkan jalan napas bayi
4) Berikan oksigen 2 liter per menit. Bila berhasil teruskan perawatan
selanjutnya
5) Bila belum berhasil ransang pernapasan dengan menepuk-nepuk
telapak kaki, bila tidak berhasil juga pasang penlon masker
(ambubag) di pompa 60 x / menit
6) Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis, biasanya
diberikan terapi Natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6 cc, dekstrose
40% sebanyak 4 cc disuntikkan melalui vena umbilicus masukkan
perlahan-lahan untuk mencegah terjadinya perdarahan intra cranial
karena perubahan pH darah mendadak.(12)
12
d. Penanganan pada bayi dengan asfiksia berat (Apgar Skore 0-3)
1) Menerima bayi dengan kain hangat
2) Letakkan bayi pada meja resusitasi
3) Bersihkan jalan napas bayi sambil memompa jalan napas dengan
penlon (ambubag)
4) Berikan oksigen 4-5liter per menit
5) Bila tidak berhasil, lakukan pemasangan ETT (EndoTracheal Tube)
6) Bersihkan jalan napas melalui ETT
7) Apabila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis berikan
natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6 cc, selanjutnya berikan
dekstrosa 40% sebanyak 4 cc
8) Bila asfiksia berkelanjutan bayi masuk ICU dan infuse terlebih
dahulu.(12)
e. Persiapan alat-alat resusitasi
1) Meja resusitasi dengan kemiringan kurang dari 10 derajat
2) Guling kecil untuk menyangga / ekstensi
3) Lampu untuk memanaskan badan bayi
4) Penghisap slim
5) Oksigen
6) Spuit ukuran 2,5 cc atau 10 cc
7) Ambubag
8) ETT (endo tracheal tube)
9) Laringoskop
13
10) Obat-obatan (Natrium bikarbonat 7,5% (meylon), dekstrosa 40%,
kalsium glukonas, adrenalin, dekstrose 5% dan infuse set).(12)
B. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kejadian Asfiksia
1. Penyakit pada ibu sewaktu hamil
a) Hipertensi / hipotensi
Tekanan darah dapat meningkat apabila pasien memiliki pertalian
dengan penyakit hipertensif kehamilan. Takikardia dan hipotensi
menunjukkan adanya hipovolemia karena kehilangan darah yang
banyak. Apabila gejala shock tidak disertai dengan kehilangan darah
eksterna, harus dicurigai adanya perdarahan tersembunyi. Ibu dengan
shock hipovolemik hipertensi atau hipotensi akan berpengaruh buruk
tehadap kelahiran janin. Bahkan tekanan darah yang normal pun dapat
merupakan suatu penurunan yang bermakna dari tekanan hipertensif
sebelumnya.(11)
b) Penyakit jantung
Penyakit jantung yang diderita oleh seorang wanita yang sedang
hamil akan sangat berpengaruh terhadap kehamilannya, mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan janin dalam kandungan, karena suplai
darah ke seluruh tubuh adalah dari jantung maka ibu akan kekurangan
suplai darah dan oksigen pada masa kehamilan dan berakibat juga pada
janin akan terjadi kekurangan oksigen yang akan menyebabkan bayi
akan lahir dengan asfiksia.(12)
14
c) Penyakit paru-paru
Pengembangan paru-paru neonatus terjadi pada menit-menit
pertama kelahiran dan kemudian disusul dengan pernapasan teratur,
bila terjadi gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari
ibu ke janin maka akan terjadi asfiksia janin atau neonatus. Gangguan
ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah
lahir.(12)
Penyakit paru-paru yang tidak terkontrol pada seseorang dalam
masa kehamilan akan dapat menyebabkan asfiksia karena janin sangat
bergantung pada pertukaran plasenta untuk oksigen, asupan nutrisi dan
pembuangan produk sisa sehingga terjadi gangguan pada aliran
umbilical maupun plasenta yang hampir selalu menyebabkan
asfiksia.(15)
d) Anemia
Wanita hamil dikatakan mengidap penyakit anemia jika kadar
hemoglobin (Hb) kurang dari 11 gram %. Umumnya, penyebab
anemia adalah kurang gizi (malnutrisi), kurang zat besi dalam
makanan yang dikonsumsi, penyerapan yang kurang baik
(malabsorbsi), kehilangan darah yang banyak (pada haid-haid
sebelumnya), serta penyakit kronik.(16)
Jika seorang wanita hamil mengidap anemia, kemungkinan
terjadinya keguguran (abortus), lahir premature, proses persalinan lama,
dan lemasnya kondisi sang ibu dapat terjadi yang merupakan faktor
risiko yang meyebabkan asfiksia pada janin.(16)
15
e) Kekurangan Energi Kronik (KEK)
Asupan nutrisi pada saat kehamilan sangat penting, karena akan
berpengaruh terhadap kondisi ibu dan perkembangan janin.
Kekurangan energi kronik pada masa kehamilan akan terjadi defisiensi
zat besi yang menyebabkan ibu tampak lemah, letih dan pucat. Pada
saat ini hemoglobin darah berkurang sehingga suplai oksigen dari ibu
ke janin tidak sesuai dengan kebutuhan, sehingga janin kekurangan
oksigen dan akan berdampak terjadi asfiksia pada saat lahir.
Kondisi yang juga terjadi pada ibu karena kurang asupan nutrisi
dan kekurangan energi kronik adalah pertambahan berat badan ibu
tidak signifikan dengan usia kehamilan, nutrisi dari ibu ke janin juga
berkurang dan kemungkinan bayi akan lahir dengan berat badan
kurang dari normal yang merupakan salah satu penyebab terjadi
asfiksia pada bayi baru lahir.(17)
2. Pada ibu yang kehamilannya beresiko
a) Umur ibu < 20 tahun
Menurut National Center for Health Statistic, sekitar 13%
persalinan terjadi pada wanita berusia antara 15 sampai 19 tahun.
Remaja memiliki kemungkinan lebih besar mengalami anemia, kurang
asupan nutrisi dan zat besi sehingga beresiko lebih tinggi memiliki
janin yang pertumbuhannya terhambat, persalinan premature dan
asfiksia serta angka kematian bayi yang lebih tinggi. Karena tidak
direncanakan, sebagian besar kehamilan remaja jarang mendapatkan
16
konseling prakonsepsi. Konseling pada kehamilan tahap awal masih
mungkin bermanfaat.(18)
b) Kehamilan pada umur > 35 tahun
Sekitar 10% kehamilan terjadi pada wanita dalam kelompok usia
dini. Penelitian-penelitian awal mengisyaratkan bahwa wanita berusia
lebih dari 35 tahun beresiko lebih tinggi mengalami penyulit obstetric
serta morbiditas dan mortalitas perinatal.(19)
Pengamatan di Parkland Hospital (Cunningham dan Leveno, 1995)
terhadap hampir 900 wanita berusia lebih dari 35 tahun
memperlihatkan peningkatan bermakna dalam insiden hipertensi,
diabetes, solusio plasenta, persalinan premature, lahir mati dan
plasenta previa yang berujung pada asfiksia hingga kematian.(19)
c) Persalinan preterm
Persalinan preterm ditandai dengan irama kontraksi uterus yang
menyebabkan perubahan servikal antara kehamilan minggu ke-26
sampai ke-37. Persalinan seperti itu ditandai sebagai kedaruratan
obstetric. Factor-faktor yang menyertai persalinan preterm adalah
infeksi, bayi lebih dari satu, hidromnion, hipertensi pada kehamilan,
operasi abdomen atau trauma kematian janin, perdarahan uterus atau
abnormalitas, inkompeten serviks, dan KPD. Factor-faktor maternal
lainnya meliputi status ekonomi, usia kurang dari 18 tahun atau lebih
dari 40 tahun, merokok lebih dari 10 batang rokok sehari, dan
kelahiran premature terdahulu. Persalinan preterm mendapatkan
17
perhatian khusus karena masa kehamilan belum 37 minggu, mortalitas
janin meningkat, terutama karena imaturitas system pernapasan.(20)
d) Persalinan posterm
Pada persalinan posterm, bayi akan kehilangan berat badan dan
pertumbuhan rambut dan kuku jari yang panjang. Kulit mereka
menjadi kehilangan air karena kulitnya tidak lagi dilindungi oleh
verniks kaseosa. Mekonium dari ususnya mewarnai kuku dan mungkin
ditemukan di dalam paru-parunya. Secara umum, bayi posterm adalah
termasuk golongan risiko tinggi. Angka mortalitasnya dua atau tiga
kali lipat dari bayi fulterm. Keadaan dan kondisi malnutrisi yang buruk
disebabkan oleh plasenta yang menua. Sebagaimana usia gestasi
berlalu, plasenta menjadi semakin kurang efisien dalam memberikan
kebutuhan nutrisi dan oksigen bayi. Sebagai akibatnya, mereka
menderita berbagai derajat malnutrisi dan hipoksia.(20)
3. Factor plasenta
a) Plasenta previa, yaitu suatu keadaan dimana plasenta terletak pada
segmen bawah uterus, karena uterus berkontraksi dan berdilatasi pada
minggu-minggu terakhir pada masa kehamilan. Fili plasenta robek dari
dinding uterus, membuka sinus-sinus uterus dan menyebabkan
perdarahan, sang ibu kekurangan darah dan transfer oksigen ke janin
terganggu sehingga terjadi gangguan pernapasan janin yang akan
menyebabka asfiksia. Jumlah perdarahan tergantung pada besarnya
sinus-sinus yang terbuka. Plasenta previa digambarkan sebagai
lengkap (seluruh plasenta menutup ostium internal), parsial (sebagian
18
kecil plasenta menutup ostium internal), marginal (tepi plasenta
melekat dekat ostium internal tetapi tidak menutup ostium internal).(11)
b) Abrupsio plasenta, yaitu pelepasan premature plasenta dinding uterus.
Pada pelepasan plasenta yang ringan, janin hidup, dan biasanya tidak
ditemukan adanya gawat janin. Perdarahan dan nyeri abdomen
minimum, dan tidak ditemukan adanya shock atau koagulopati.
Kontraksi uterus sering intermitten, disertai dengan sedikit
peningkatan tonus di antara kontraksi-kontraksinya. Tanda-tanda vital
ibu stabil.(11)
Pelepasan plasenta moderat ditandai dengan kehilangan darah yang
lebih banyak dan nyeri abdomen yang lebih parah. Janin dapat
menunjukkan perubahan denyut jantung janin dan gawat napas yang
berujung pada asfiksia janin dan memberi kesan adanya insufisiensi
plasenta.(11)
Apabila terdapat plasenta yang berat, janin dapat meninggal atau
dalam bahaya berat. Nyeri abdomen menetap dan perdarahan banyak.
Shock maternal dan kemungkinan koagulopati dapat menjadi nyata.
Kontraksi uterus sering tetanik tanpa disertai relaksasi di antara
kontrasi-kontraksinya.(11)
4. Faktor janin itu sendiri, seperti terjadi kelainan tali pusat, seperti tali pusat
menumbung atau melilit pada leher atau juga kompresi tali pusat antara
janin dan jalan lahir.
a) Insersio valementosa, pada keadaan ini pembuluh tali pusat membuat
jarak sebelum mencapai plasenta. Karena mereka tidak terlindung,
19
pembuluh ini dapat robek atau prolap selama persalinan, menyebabkan
perdarahan janin atau asfiksia. Semua tanda-tanda distress janin
diperiksa dengan segera dan dilakukan tindakan yang sesuai.(20)
b) Prolap tali pusat, yaitu ketika tali pusat keluar dari uterus mendahului
presentasi. Ketika hal ini terjadi, tali pusat tertekan antara pelvic
maternal dan bagian presentasi pada setiap kontraksi. Sebagai akibat,
sirkulasi janin sangat terganggu dan berkembang menjadi distress
dengan mortalitas 20 % - 30 %.(20)
5. Faktor persalinan, partus lama dan partus dengan tindakan tertentu
a) Partus lama, persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam. Biasanya
persalinan kala I lebih lama, fase aktif dan laten menjadi lebih lama,
dan terjadi kegagalan dilatasi serviks dalam waktu yang dapat diterima.
Penyulit persalinan yang lama meliputi keletihan maternal, infeksi, dan
perdarahan karena atonia uteri, rupture uterus atau laserasi jalan lahir.
Distress janin mungkin terjadi karena gangguan suplai darah dan
berkurangnya oksigen, menyebabkan asfiksia janin. Ketuban pecah
dini (KPD) meningkatkan risiko infeksi dan prolaps tali pusat bila
bagian presentasi gagal untuk turun.(20)
b) Ekstraksi vakum, adalah suatu persalinan buatan ketika janin
dilahirkan dengan ekstraksi tenaga negative (penyedotan atau vakum)
dari bagian kepalanya. Persalinan vakum ini biasanya terjadi pada ibu
yang menderita gangguan jatung dan paru-paru. Oleh sebab itu, pada
saat persalinan berlangsung, sebelum ada aba-aba ibu tidak boleh
mengedan, karena kondisi jantung dan parunya lemah. Risiko vakum
20
bagi ibu adalah perdarahan dan trauma atau luka jalan lahir. Sedangkan
bagi bayi lecet pada kulit atau cedera tulang kepala, hingga terjadinya
asfiksia.(20)
c) Ekstraksi forceps, suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan
dengan tarikan cunam yang dipasang di kepala janin. Ekstraksi forceps
dilakukan pada ibu-ibu dengan keadaan preeclampsia, eklampsia, atau
ibu-ibu dengan penyakit jantung, paru, partus kasep. Indikasi pada
janin yaitu pada keadaan gawat janin dan indikasi waktu yaitu pada
kala II yang lama. Komplikasi yang terjadi pada ibu adalah perdarahan,
trauma jalan lahir, infeksi, sedangkan pada janin adalah fraktur tulang
kepala, cedera servikal, lecet pada muka, asfiksia.(21)
d) Seksio secaria, melahirkan janin melalui insisi pada dinding uterus
(histerotomi). Tindakan seksio secaria dilakukan bilamana diyakini
bahwa penundaan persalinan yang lebih lama akan menimbulkan
bahaya yang serius bagi ibu, janin atau keduanya. Sedangkan
persalinan per vaginam tidak mungkin dilakukan dengan aman.(19)
21
C. Kerangka Teori
Adapun kerangka teori tentang faktor yang menyebabkan terjadinya
asfiksia adalah.(8)
Gambar 2.1 Kerangka Teori Menurut Alimul Aziz (2005)
Penyakit pada ibu sewaktuhamil :1. Hipertensi2. Gangguan atau penyakit
paru3. Gangguan kontraksi
uterus4. KEK
Factor persalinanseperti partuslama atau partusdengan tindakan
Faktor janin :1. Terjadi kelainan tali
pusat sepertimenumbung atau melilitpada leher
2. Kompresi tali pusatantara janin dan jalanlahir
Factor plasenta :Janin dengansolusio plasenta
Pada ibu yangkehamilannya beresiko :1. Usia ibu2. Preeklampsi3. Eklampsi4. Riwayat obstetric buruk
ASFIKSIA
5. Usia kehamilan
Keterangan : variabel yang di teliti
Variabel yang tidak diteliti
5. Anemia
22
D. Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka teori, peneliti membatasi faktor-faktor yang
diteliti, yaitu faktor jenis persalinan, kejadian anemia, usia kehamilandengan
kejadian asfiksia pada bayi baru lair di RSUP Dr. M. Djamil Padang.
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
E. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara penelitian atau dalil sementara
yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian. Dalam hal ini peneliti
mengemukakan hipotesis :
1. Ha : Ada hubungan jenis persalinan dengan kejadian asfiksia pada bayi
baru lahir yang dirawat di ruang covies RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun
2014
2. Ha : Ada hubungan kejadian anemia dengan kejadian asfiksia pada bayi
baru lahir yang dirawat di ruang covies RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun
2014
JENISPERSALINAN
KEJADIANANEMIA
USIAKEHAMILAN
KEJADIAN
ASFIKSIA
V. Independen V. Dependen
23
3. Ha : Ada hubungan usia kehamilan dengan kejadian asfiksia pada bayi
baru lahir yang dirawat di ruang covies RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun
2014
F. Definisi Operasional
NO
VariabelDefinisi
OperasionalCaraUkur
AlatUkur
Hasil UkurSkalaUkur
1DependenKejadianAsfiksia
Suatupengkategorianyang dilihatapakah terdapatdiagnose medistentang asfiksia
Studidokumentasi
Daftartilik
-Asfiksia :Kasus
- Tidakasfiksia:Kontrol
Ordinal
1IndependenJenisPersalinan
Suatupengkategoriancara ibumelahirkan bayiyang tercatatdalam MR
Studidokumentasi
Daftartilik
-Tidak Normal:Partus dengantindakan(ekstraksivakum,ekstraksiforceps, seksiosecaria daninduksi)
-Normal:Partusspontan
Ordinal
2 KejadianAnemia
Suatupengkategorianberdasarkananemi/tidaknyaibu saat hamilyang tercatatdalam MR
Studidokumentasi
Daftartilik
-Anemia:Hb < 11 gram%
-Tidak Anemia:Hb ≥ 11 gram%
Ordinal
3 Usiakehamilan
Suatupengkategorianberdasarkanlamanya ibuhamil yangtercatat dalamMR
Studidokumentasi
Daftartilik
-Kurang/ Lebihbulan :< 37 minggu /> 40 minggu
-Cukupbulan:37-40 minggu
Ordinal
24
BAB IIIMETODE PENELITIAN
A. Jenis dan Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalahanalitik untuk menentukan
hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Desain penelitian adalah
case control yang berusaha melihat ke belakang, artinya mengumpulkan data
dimulai dari efek atau akibat yang telah terjadi. Kemudian dari efek tersebut
ditelusuri penyebabnya atau variabel-variabel yang mempengaruhi akibat
tersebut.(22) Pada penelitian ini variabel independen adalah jenis persalinan,
kejadian anemia, dan usia kehamilan. Sedangkan variabel dependen adalah
kejadian asfiksia pada BBL.
(+) Partus dengan tindakan
(-) Partus spontan
(+) Anemia
(-) Tidak Anemia
(+) Preterm / posterm
(-) Cukup bulan
Asfiksia
Kasus
(+) Partus dengan tindakan
(-) Partus spontan
(+) Anemia
(-) Tidak Anemia
(+) Preterm / posterm
(-) Cukup bulan
NonAsfiksia
Control
Gambar 3.1 KerangkaCase Control Modifikasi dari teori Notoatmodjo : 2012
25
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian telah dilakukan di RSUP Dr. M. Djamil Padang dari bulan
Januari sampai Juni 2015.
C. Populasi dan Sampel
Notoadmojo (2012) berpendapat “populasi merupakan keseluruhan
subjek penelitian”. Sedangkan sampel adalah bagian dari populasi yang akan
diteliti.(22)
Populasi dalam penelitian ini adalah semua data bayi yang dirawat di
ruang Covies RSUP Dr. M. Djamil Padang pada bulan Januari 2014 –
Desember 2014. Untuk mendapatkan sampel kasus digunakantotal sampling
sehingga didapatkan sampel kasus sebanyak 15. Pada desaincase control ini
digunakan perbandingan 1 : 2, maka didapatkan sampel kontrol sebanyak 30
sehingga total sampel 15 + 30 = 45. Untuk mengambil sampel kontrol
dilakukan secara acak sistematik. Pertama, dilakukan pengurangan antara
seluruh populasi dengan jumlah sampel kasus untuk mendapatkan jumlah
populasi yang tidak asfiksia yaitu 745 – 15 = 730. Selanjutnya, ditentukan
interval untuk memilih sampel kontrol yang akan digunakan yaitu 730 : 30 =
24.33 (digenapkan 24). Kemudian, dipilih sampel kontrol berdasarkan interval
yang telah ditentukan.
26
D. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data
1. Jenis pengumpulan data
Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang sudah ada di
RSUP Dr. M. Djamil Padang.
2. Teknik pengumpulan data
a. Pengumpulan data dimulai dari melihat buku rekapan rawatan bayi di
ruang covies RSUP Dr. M. Djamil Padang,
b. Mencatat nomor rekam medik untuk kasus dan control dengan
perbandingan 1:2 yaitu sebanyak 45 responden.
c. Menyalin data dari status yang ada di ruang rekam medik ke daftar
ceklis berdasarkan nomor rekam medik yang telah dicatat sebelumnya
di buku rekapan rawatan bayi ruang covies RSUP Dr. M. Djamil
Padang.
E. Pengolahan dan Analisis Data
1. Pengolahan Data
Setelah data terkumpul kemudian diolah melalui tahapan sebagai
berikut :
a. Pemeriksaan data(Editing)
Setelah data didapatkan dariMedical Record kemudian peneliti
memeriksa kebenaran dan kelengkapannya kembali.
27
b. Pengolahan data(Coding)
Mengklarifikasikan dan mengkodekan untuk masing-masing data
termasuk kedalam kategori yang sama. Pengkodean dilakukan sebagai
berikut :
1) Variabel kejadian asfiksia
� Asfiksia = 0
� Tidak asfiksia = 1
2) Variabel jenis persalinan
� Tidak normal = 0
� Normal = 1
3) Variabel kejadian anemia
� Anemia = 0
� Tidak anemia = 1
4) Variabel usia kehamilan
� Kurang/lebih bulan= 0
� Cukup bulan = 1
c. Pemindahan data(Entry)
Memasukkan data yang telah diberi kode untuk diproses secara
komputerisasi.
d. Pembersihan data(Cleaning)
Kegiatan pengecekan kembali data yang telah dimasukkan
kedalam komputer apakah ada kesalahan atau tidak.(22)
28
2. Analisis Data
a. Analisa univariat
Analisa data univariat dengan distribusi frekuensi yang bertujuan
untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik masing-masing
variabel.(22)
b. Analisa bivariat
Analisa bivariat digunakan untuk melihat hubungan 2 variabel
yang diduga berhubungan atau berkorelasi dengan cara dilakukan uji
Chi-Square untuk uji hipotesis dengan tingkat kepercayaan 95%.
Apabila nilai p < 0,05 maka secara statistic terdapat hubungan
yang bermakna antara 2 variabel sehingga Ha gagal tolak. Sedangkan
jika nilai p > 0,05 maka secara statistic tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara 2 variabel sehingga Ha ditolak.
Analisis keeratan hubungan antara dua variabel tersebut, dengan
melihat nilai Odd Ratio (OR). Besar kecilnya nilai OR menunjukkan
besarnya keeratan hubungan antara dua variabel yang diuji.(22)
29
BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum
Data-data responden didapat dariMedical Record tentang bayi yang
dirawat di ruang covies RSUP Dr. M. Djamil Padang dari bulan Januari
2014 sampai dengan Desember 2014. Jumlah responden pada penelitian
ini adalah sebanyak 45 responden dengan rincian responden kasus
sebanyak 15 dan responden kontrol sebanyak 30, hal ini dikarenakan
keterbatasan buku dokumentasi pasien yang ada diMedical Record RSUP
Dr. M. Djamil Padang.
2. Karakteristik Responden
Berdasarkan hasil penelitian tentang tingkat pendidikan, dari 45
responden ditemukan data bahwa 24.4 % responden memiliki tingkat
pendidikan SD, 40 % memiliki tingkat pendidikan SMP, 24.4 % memiliki
tingkat pendidikan SMA, dan 11.1 % responden memiliki tingkat
pendidikan PT.
30
3. Analisis Data
a. Analisa Data Univariat
1) Kejadian Asfiksia
Tabel 4.1Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kejadian Asfiksia
di RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2014
Jenis Persalinan Frekuensi Persentase
Asfiksia 15 33.3
Tidak Asfiksia 30 66.7
Jumlah 45 100
Pada tabel 4.1 dapat dilihat bahwa kurang dari separoh (33.3 %)
responden memiliki bayi yang mengalami asfiksia.
2) Jenis Persalinan
Tabel 4.2Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Persalinan
di RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2014
Jenis Persalinan Frekuensi Persentase
Tidak Normal 23 51.1
Normal 22 48.9
Jumlah 45 100
Pada tabel 4.2 dapat dilihat bahwa lebih dari separoh (51.1 %)
responden mengalami persalinan yang tidak normal.
31
3) Kejadian Anemia
Tabel 4.3Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kejadian Anemia
di RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2014
Kejadian Anemia Frekuensi Persentase
Anemia 7 15.6
Tidak Anemia 38 84.4
Jumlah 45 100
Pada tabel 4.3 dapat dilihat bahwa sebagian kecil (15.6 %)
responden mengalami anemia saat hamil.
4) Usia Kehamilan
Tabel 4.4Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia Kehamilan
di RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2014
Usia Kehamilan Frekuensi Persentase
Kurang/Lebih bulan 15 33.3
Cukup bulan 30 66.7
Jumlah 45 100
Pada tabel 4.4 dapat dilihat bahwa kurang dari separoh (33.3 %)
responden melahirkan pada usia kehamilan Kurang/Lebih bulan.
32
b. Analisis Data Bivariat
1) Hubungan Jenis Persalinan dengan Kejadian Asfiksia
Tabel 4.5Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Persalinan dan
Kejadian Asfiksia pada BBL yang Dirawat di Ruang CoviesRSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2014
JenisPersalinan
Kejadian Asfiksia
JumlahKasus(Asfiksia)
Kontrol(TidakAsfiksia)
f % f % f %
TidakNormal
9 60 14 46.7 23 51.1
Normal 6 40 16 53.3 22 48.9
Jumlah 15 100 30 100 45 100
OR = 1.714 ( 0.487 – 6.029 ) p = 0.598
Pada tabel 4.5 dapat dilihat bahwa pada kelompok BBL yang
mengalami asfiksia (kasus), lebih banyak ditemukan pada responden yang
mengalami persalinan tidak normal (60 %). Sedangkan, pada kelompok
BBL yang tidak mengalami asfiksia (kontrol), lebih sedikit ditemukan
pada responden yang mengalami persalinan tidak normal (46.7 %).
Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0.598 yang berarti tidak terdapat
hubungan antara jenis persalinan dengan kejadian asfiksia pada bayi baru
lahir atau dengan kata lain jenis persalinan tidak menjadi penyebab
asfiksia karena nilai p > 0.05.
33
2) Hubungan Kejadian Anemia dengan Kejadian Asfiksia
Tabel 4.6Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kejadian Anemia
dan Kejadian Asfiksia pada BBL yang Dirawat di RuangCovies RSUP Dr. M. Djamil Padang
Tahun 2014
KejadianAnemia
Kejadian Asfiksia
JumlahKasus(Asfiksia)
Kontrol(TidakAsfiksia)
f % f % f %
Anemia 5 33.3 2 6.7 7 15.6
TidakAnemia
10 66.7 28 93.3 38 84.4
Jumlah 15 100 30 100 45 100
OR = 7 ( 1.167 – 42 ) p = 0.032
Pada tabel 4.6 dapat dilihat bahwa pada kelompok BBL yang
mengalami asfiksia (kasus), ditemukan 33.3 % pada responden yang
mengalami anemia saat hamil. Sedangkan, pada kelompok BBL yang
tidak mengalami asfiksia (kontrol), ditemukan 6.7 % pada responden yang
mengalami anemia saat hamil.
Hasil uji statistik diperoleh nilai p value 0.032 (p < 0.05), artinya
terdapat hubungan yang bermakna antara anemia dengan kejadian asfiksia
pada bayi baru lahir.
34
Perhitungan OR diperoleh nilai OR = 7 ( 1.167 – 42 ), artinya ibu
dengan anemia saat hamil beresiko 7 kali lebih besar akan melahirkan bayi
dengan asfiksia bila dibandingkan dengan yang tidak anemia.
3) Hubungan Usia Kehamilan dengan Kejadian Asfiksia
Tabel 4.7Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia Kehamilan dan
Kejadian Asfiksia pada BBL yang Dirawat di Ruang CoviesRSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2014
UsiaKehamilan
Kejadian Asfiksia
JumlahKasus(Asfiksia)
Kontrol(TidakAsfiksia)
f % f % f %
Kurang /lebihbulan
10 66.7 5 16.7 15 33.3
Cukupbulan
5 33.3 25 83.3 35 66.7
Jumlah 15 100 30 100 45 100
OR = 10 ( 2.369 – 42.219) p = 0.003
Pada tabel 4.7 dapat dilihat bahwa pada kelompok BBL yang
mengalami asfiksia (kasus), ditemukan 66.7 % pada responden yang
mengalami usia kehamilan kurang bulan / lebih bulan. Sedangkan, pada
kelompok BBL yang tidak mengalami asfiksia (kontrol), ditemukan 16.7
% pada responden yang mengalami usia kehamilan kurang bulan / lebih
bulan.
35
Hasil uji statistik diperoleh nilai p value = 0.003 (p < 0.05), artinya
terdapat hubungan yang bermakna antara usia kehamilan dengan kejadian
asfiksia.
Perhitungan OR didapatkan hasil OR =10 (2.369 – 42.219), artinya
usia kehamilan yang kurang bulan / lebih bulan beresiko 10 kali lebih
besar menyebabkan asfiskia bila dibandingkan dengan yang cukup bulan.
B. Pembahasan
1. Analisis Data Univariat
a. Kejadian Asfiksia
Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa kurang dari separoh
(33.3 %) bayi lahir mengalami asfiksia. Hampir sama dengan
penelitian yang dilakukan oleh Rahmi (2011) yang menunjukkan
kejadian asfiksia sebanyak 19.6 %.
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi baru lahir
tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir.(4)
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi tidak dapat bernapas
spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan O2 dan makin
meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam
kehidupan lebih lanjut.(5)
Asfiksia neonatorum disebabkan oleh beberapa faktor di
antaranya adalah penyakit pada ibu saat hamil seperti : hipertensi,
penyakit jantung, penyakit paru-paru, anemia, dan kekurangan energi
36
kronik (KEK); pada ibu dengan kehamilan beresiko seperti : umur ibu
< 20 tahun dan > 35 tahun, usia kehamilan, riwayat persalinan
(preterm, posterm); faktor plasenta (plasenta previa, ablasio plasenta);
faktor janin (kelainan tali pusat); dan faktor persalinan : partus lama
atau partus dengan tindakan tertentu.(8)
Menurut analisa peneliti, asfiksia yang terjadi pada bayi baru
lahir yang dirawat di ruang covies RSUP Dr. M. Djamil Padang
disebabkan oleh tingginya angka kejadian anemia pada ibu sewaktu
hamil (71.4 %), juga disebabkan oleh usia kehamilan kurang bulan /
lebih bulan (66.7 %), dan jenis persalinan tidak normal yaitu seksio
sesarea (39.1 %).
Dampak yang ditimbulkan oleh asfiksia ini sangat
memprihatinkan karena jika tidak tertangani dengan cepat akan
berakibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. Bayi yang mengalami
asfiksia, suplai oksigen ke jaringan dan organ tubuh terganggu.
Akibatnya, terjadi penumpukan karbondioksida, tetapi kekurangan
oksigen sehingga darah akan menjadi asam. Padahal, normalnya
keasaman atau pH darah adalah sekitar 7,35 – 7,45. Organ yang paling
sering mengalami gangguan adalah otak, menyebabkan terjadinya
kelainan neurologis karena iskemik pada jaringan otak sehingga dapat
menimbulkan gangguan intelegensi, kejang, gangguan perkembangan
psikomotor dan kelainan motorik yang termasuk di dalam palsi
cerebral. Selanjutnya, jika bayi sudah mengalami gangguan intelegensi,
37
kejang, gangguan perkembangan psikomotor tersebut, maka akan
terjadi gangguan psikologis pada keluarga khususnya orangtua bayi.
Dalam rangka untuk mengurangi angka kejadian asfiksia tersebut,
pihak rumah sakit sebaiknya meningkatkan pemberian penyuluhan
kesehatan pada ibu hamil dan dilakukan pemeriksaan kehamilan yang
rutin dan teratur agar bisa dideteksi secara dini kejadian asfiksia serta
dapat melakukan penatalaksanaan yang tepat saat persalinan.
b. Jenis Persalinan
Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa lebih dari separoh (51.1
%) ibu mengalami persalinan yang tidak normal. Hasil penelitian tidak
sama dengan penelitian Rahmi (2011) yang menunjukkan 35.3 % ibu
mengalami persalinan yang tidak normal.
Seksio secaria adalah melahirkan janin melalui insisi pada
dinding uterus (histerotomi). Tindakan seksio secaria dilakukan
bilamana diyakini bahwa penundaan persalinan yang lebih lama akan
menimbulkan bahaya yang serius bagi ibu, janin atau keduanya.
Sedangkan persalinan per vaginam tidak mungkin dilakukan dengan
aman.(19) Ekstraksi vakum adalah suatu persalinan buatan ketika janin
dilahirkan dengan ekstraksi tenaga negative (penyedotan atau vakum)
dari bagian kepalanya. Persalinan vakum ini biasanya terjadi pada ibu
yang menderita gangguan jatung dan paru-paru. Oleh sebab itu, pada
saat persalinan berlangsung, sebelum ada aba-aba ibu tidak boleh
mengedan, karena kondisi jantung dan parunya lemah. Risiko vakum
bagi ibu adalah perdarahan dan trauma atau luka jalan lahir. Sedangkan
38
bagi bayi lecet pada kulit atau cedera tulang kepala, hingga terjadinya
asfiksia.(20)
Menurut analisa peneliti, bayi yang lahir dengan persalinan tidak
normal, ternyata hanya terdapat 39.1 % bayi yang lahir mengalami
asfiksia. Sedangkan, dari semua persalinan tidak normal tersebut,
ternyata hampir semua persalinan dilakukan dengan seksio sesarea.
Hal ini disebabkan karena, pada saat ini banyaknya ibu hamil
yang menginginkan proses persalinan dengan cara operasi yaitu seksio
sesarea untuk menghindari rasa sakit saat persalinan atau ibu hamil
tersebut takut menghadapi proses persalinan dengan cara normal
meskipun tidak ada indikasi. Oleh karena itu, banyak bayi yang lahir
dari ibu yang melahirkan dengan tindakan seksio sesarea tidak
mengalami asfiksia. Namun, saat ibu melahirkan dengan persalinan
yang tidak normal seperti seksio sesarea janin akan terkontaminasi
oleh obat bius yang digunakan ibu akibatnya janin menjadi lemah
mulai dari proses kelahiran sampai selesai sehingga saat bayi lahir bayi
tidak mampu untuk memulai bernapas secara spontan.
Pada kelahiran pervaginam melewati jalan lahir memungkinkan
cairan yang memenuhi paru-paru semasa janin berada dalam rahim
dipompa habis keluar karena proses kompresi terjadi berkat adanya
kontraksi rahim ibu secara berkala sehingga kontraksi tersebut semakin
kuat menekan tubuh bayi dan cairan di paru ikut keluar. Sedangkan,
yang terjadi pada bayi dengan seksio sesarea proses kompresi jantung
paru tidak sempurna sehingga menyebabkan cairan tetap memenuhi
39
paru-paru janin selama dalam rahim yang akan mengakibatkan janin
kesulitan bernapas saat bayi lahir.
Untuk setiap persalinan dengan tindakan tertentu tetap diperlukan
kesiapan dari tim medis dan penatalaksanaan yang tepat setelah bayi
dilahirkan dan diperlukan persiapan alat resusitasi yang lengkap.
Setelah menjalani proses persalinan yang beresiko diharuskan ibu
untuk merawat kondisi badannya agar tidak mudah diserang
komplikasi lain dari persalinan yang dihadapinya, misalnya mengikuti
kelas ibu nifas secara teratur.
c. Anemia
Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa sebagian kecil (15.6 %)
ibu mengalami anemia saat hamil. Hasil penelitian ini hampir sama
dengan penelitian yang dilakukan oleh Gilang (2010) yang
menunjukkan 5.8 % ibu mengalami anemia saat hamil.
Wanita hamil dikatakan mengidap penyakit anemia jika kadar
hemoglobin (Hb) kurang dari 11 gram %. Umumnya, penyebab
anemia adalah kurang gizi (malnutrisi), kurang zat besi dalam
makanan yang dikonsumsi, penyerapan yang kurang baik
(malabsorbsi), kehilangan darah yang banyak (pada haid-haid
sebelumnya), serta penyakit kronik.(16) Jika seorang wanita hamil
mengidap anemia, kemungkinan terjadinya keguguran (abortus), lahir
premature, proses persalinan lama, dan lemasnya kondisi sang ibu
dapat terjadi yang merupakan faktor risiko yang meyebabkan asfiksia
pada janin.(16)
40
Menurut analisa peneliti, bayi yang lahir dengan ibu mengalami
anemia saat hamil, ternyata terdapat 71.4 % bayi yang lahir mengalami
asfiksia.
Ibu dengan anemia saat hamil akan kekurangan Hemoglobin dan
oksigen di dalam darah, sehinga hemoglobin dan oksigen tersebut akan
sedikit ditransfer ke janin melalui plasenta. Akibatnya pertumbuhan
janin menjadi terganggu misalnya paru-paru belum terbentuk
sempurna sehingga saat bayi lahir akan mengalami kesulitan untuk
bernapas dan terjadi asfiksia.
Masalah anemia pada kehamilan tidak bisa diabaikan begitu saja.
Karena itu, upaya pencegahan anemia sangatlah penting demi kualitas
ibu dan janin yang akan dilahirkan. Bagi mereka yang sebelum hamil
sudah menderita anemia, konsultasi pada dokter pada awal kehamilan
sangatlah penting. Kemungkinan dokter akan memberi vitamin zat besi
tambahan. Tindakan pencegahan lainnya adalah dengan
mengkonsumsi makanan yang seimbang. Beberapa bahan makanan
yang mengandung zat besi adalah hati ayam, tahu, tempe, kangkung
dan bayam. Usahakan agar selalu mengkonsumsi jenis makanan
tersebut selama hamil.
Namun, tidak semua jenis anemia dapat diatasi dengan cara
seperti itu. Pada kasus ibu hamil yang menderita anemia hemolitik,
pengobatannya dilakukan dengan transfusi darah. Sedangkan pada ibu
hamil yang menderita anemia karena infeksi, pengobatan dilakukan
dengan menanggulangi penyakitnya terlebih dahulu baru memperbaiki
41
anemianya. Misalnya saja, ibu hamil yang menderita tuberkulosis
(TBC) akan diberi antibiotik dahulu baru diberi zat besi tambahan
untuk mengobati anemianya. Pengobatan ini tentu harus dalam
pengawasan dokter.
d. Usia Kehamilan
Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa kurang dari separoh
(33.3 %) ibu melahirkan pada usia kehamilan kurang bulan atau lebih
bulan. Hasil penelitian ini hampir sama dengan penelitian Tisnawati,
dkk (2010) yang menunjukkan bahwa 23.3 % ibu mengalami usia
kehamilan kurang bulan / lebih bulan.
Persalinan preterm ditandai dengan irama kontraksi uterus yang
menyebabkan perubahan servikal antara kehamilan minggu ke-26
sampai ke-37. Persalinan preterm mendapatkan perhatian khusus
karena masa kehamilan belum 37 minggu, mortalitas janin meningkat,
terutama karena imaturitas system pernapasan.(20)
Pada persalinan posterm, bayi akan kehilangan berat badan dan
pertumbuhan rambut dan kuku jari yang panjang. Kulit mereka
menjadi kehilangan air karena kulitnya tidak lagi dilindungi oleh
verniks kaseosa. Mekonium dari ususnya mewarnai kuku dan mungkin
ditemukan di dalam paru-parunya. Secara umum, bayi posterm adalah
termasuk golongan risiko tinggi. Angka mortalitasnya dua atau tiga
kali lipat dari bayi fulterm. Keadaan dan kondisi malnutrisi yang buruk
disebabkan oleh plasenta yang menua. Sebagaimana usia gestasi
berlalu, plasenta menjadi semakin kurang efisien dalam memberikan
42
kebutuhan nutrisi dan oksigen bayi. Sebagai akibatnya, mereka
menderita berbagai derajat malnutrisi dan hipoksia.(20)
Menurut analisa peneliti, bayi yang lahir dengan ibu mengalami
usia kehamilan kurang bulan / lebih bulan, ternyata terdapat 66.7 %
bayi yang lahir mengalami asfiksia.
Usia kehamilan ibu yang kurang bulan akan menyebabkan
pertumbuhan janin belum sempurna salah satunya paru-paru. Saat
paru-paru belum sempurna di dalam rahim maka saat bayi lahir belum
ada kesiapan paru-paru bayi untuk memulai bernapas. Sedangkan,
pada usia kehamilan ibu telah dari 41 minggu, janin dalam rahim akan
semakin besar sehingga saat terjadi persalinan ibu akan sulit untuk
melahirkan akibatnya janin lama di jalan lahir dan ketika ketuban
sudah pecah janin termakan mekonium saat di jalan lahir sehingga
masuk ke paru-paru dan menghambat bayi untuk bernapas segera
setelah lahir.
Pemeriksaan kehamilan yang baik dapat mencegah terjadinya
persalinan prematur, paling tidak dilakukan pemeriksaan hamil sebulan
sekali sampai usia kehamilan 37 minggu meskipun tidak ada keluhan.
Hal ini akan bermanfaat antara lain untuk mengetahui perkembangan
janin, ada tidaknya kecacatan, termasuk tanda-tanda persalinan preterm
dan postterm.
2. Analisis Data Bivariat
a. Hubungan Jenis Persalinan dengan Kejadian Asfiksia
43
Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa pada kelompok BBL
yang mengalami asfiksia (kasus), lebih banyak ditemukan pada
responden yang mengalami persalinan tidak normal (60 %). Sedangkan,
pada kelompok BBL yang tidak mengalami asfiksia (kontrol), lebih
sedikit ditemukan pada responden yang mengalami persalinan tidak
normal (46.7 %).
Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0.598 yang berarti tidak
terdapat hubungan antara jenis persalinan dengan kejadian asfiksia
pada bayi baru lahir.
Hasil penelitian tidak sama dengan penelitian yang dilakukan
Rahmi (2011) yang mengemukakan bahwa ada hubungan antara jenis
persalinan dengan kejadian asfiksia ( P = 0.023).
Hasil penelitian juga tidak sama dengan penelitian yang
dilakukan oleh Tisnawati, dkk pada tahun 2010 yang menyatakan
bahwa terdapat hubungan antara tindakan persalinan dengan kejadian
asfiksia (P = 0.0001) dengan keeratan hubungan didapatkan tindakan
persalinan beresiko 24.889 kali lebih besar untuk terjadi asfiksia.
Partus lama yang berlangsung lebih dari 24 jam, biasanya
persalinan kala I lebih lama, fase aktif dan laten menjadi lebih lama,
dan terjadi kegagalan dilatasi serviks dalam waktu yang dapat diterima.
Penyulit persalinan yang lama meliputi keletihan maternal, infeksi, dan
perdarahan karena atonia uteri, rupture uterus atau laserasi jalan lahir.
Distress janin mungkin terjadi karena gangguan suplai darah dan
berkurangnya oksigen, menyebabkan asfiksia janin. Ketuban pecah
44
dini (KPD) meningkatkan risiko infeksi dan prolaps tali pusat bila
bagian presentasi gagal untuk turun.(20)
Seksio secaria, melahirkan janin melalui insisi pada dinding
uterus (histerotomi). Tindakan seksio secaria dilakukan bilamana
diyakini bahwa penundaan persalinan yang lebih lama akan
menimbulkan bahaya yang serius bagi ibu, janin atau keduanya.
Sedangkan persalinan per vaginam tidak mungkin dilakukan dengan
aman.(19) Menurut Anne Hansen dari University Hospital, Denmark,
menyebutkan bahwa bayi yang lahir dengan seksio sesarea memliki
resiko lebih tinggi pada system pernapasan, kemungkinan berkaitan
dengan perubahan fisiologis akibat proses kelahiran. Proses kelahiran
dengan seksio sesarea memicu pengeluaran hormone stress pada ibu
yang diperkirakan menjadi kunci pematangan paru-paru bayi yang
terisi air sehingga bayi lahir mengalami asfiksia.
Ekstraksi vakum, adalah suatu persalinan buatan ketika janin
dilahirkan dengan ekstraksi tenaga negative (penyedotan atau vakum)
dari bagian kepalanya. Persalinan vakum ini biasanya terjadi pada ibu
yang menderita gangguan jatung dan paru-paru. Oleh sebab itu, pada
saat persalinan berlangsung, sebelum ada aba-aba ibu tidak boleh
mengedan, karena kondisi jantung dan parunya lemah. Risiko vakum
bagi ibu adalah perdarahan dan trauma atau luka jalan lahir. Sedangkan
bagi bayi lecet pada kulit atau cedera tulang kepala, hingga terjadinya
asfiksia.(20)
45
Ekstraksi forceps, suatu persalinan buatan dimana janin
dilahirkan dengan tarikan cunam yang dipasang di kepala janin.
Ekstraksi forceps dilakukan pada ibu-ibu dengan keadaan preeclampsia,
eklampsia, atau ibu-ibu dengan penyakit jantung, paru, partus kasep.
Indikasi pada janin yaitu pada keadaan gawat janin dan indikasi waktu
yaitu pada kala II yang lama. Komplikasi yang terjadi pada ibu adalah
perdarahan, trauma jalan lahir, infeksi, sedangkan pada janin adalah
fraktur tulang kepala, cedera servikal, lecet pada muka, asfiksia.(2)
Penelitian yang dilakukan terhadap kejadian asfiksia pada bayi
baru lahir yang dirawat di ruang covies RSUP Dr. M. Djamil Padang
didapatkan 60 % merupakan persalinan yang tidak normal dan 40 %
yang normal. Hasilnya jenis persalinan yang tidak normal (partus lama,
persalinan dengan seksio sesarea, ekstraksi vakum dan ekstraksi
forceps) tidak merupakan faktor risiko kejadian asfiksia.
Perbedaan hasil ini dengan penelitian sebelumnya disebabkan
oleh jumlah responden kasus yang mengalami persalinan tidak normal
lebih sedikit bila dibandingkan dengan jumlah responden kontrol yang
mengalami persalinan tidak normal, dapat pula disebabkan jenis
persalinan yang tidak normal seperti seksio sesarea tidak hanya
menyebabkan terjadinya asfiksia tetapi juga dapat menyebabkan
penyakit lain selain asfiksia seperti bayi dengan berat lahir rendah.
Sebaliknya, asfiksia tidak hanya disebabkan oleh jenis persalinan yang
tidak normal saja tetapi juga dipengaruhi oleh faktor lain yaitu faktor
dari janin itu sendiri seperti tali pusat menumbung atau melilit pada
46
leher, faktor plasenta yang tidak mampu memenuhi kebutuhan O2 dan
nutrisi metabolisme janin, penyakit pada ibu seperti preeklampsi,
eklampsi dan ibu dengan umur saat melahirkan kurang dari 20 tahun
atau lebih dari 35 tahun.
Hal ini disebabkan karena, pada saat ini banyaknya ibu hamil
yang menginginkan proses persalinan dengan cara operasi yaitu seksio
sesarea untuk menghindari rasa sakit saat persalinan atau ibu hamil
tersebut takut menghadapi proses persalinan dengan cara normal
meskipun tidak ada indikasi. Oleh karena itu, banyak bayi yang lahir
dari ibu yang melahirkan dengan tindakan seksio sesarea tidak
mengalami asfiksia.
e. Hubungan Kejadian Anemia dengan Kejadian Asfiksia
Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa pada kelompok BBL
yang mengalami asfiksia (kasus), ditemukan 33.3 % pada responden
yang mengalami anemia saat hamil. Sedangkan, pada kelompok BBL
yang tidak mengalami asfiksia (kontrol), ditemukan 6.7 % pada
responden yang mengalami anemia saat hamil.
Hasil penelitian tidak sama dengan penelitian yang dilakukan
Gilang di RSUD Tugurejo periode 1 Januari 2009 – 31 Desember 2010
dengan melihat 11 faktor yang berkaitan dengan penyebab asfiksia,
ternyata untuk faktor anemia tidak ada hubungannya dengan kejadian
asfiksia dengan nilai P value didapatkan 0.089.(23)
Wanita hamil dikatakan mengidap penyakit anemia jika kadar
hemoglobin (Hb) kurang dari 11 gram %. Umumnya, penyebab
47
anemia adalah kurang gizi (malnutrisi), kurang zat besi dalam
makanan yang dikonsumsi, penyerapan yang kurang baik
(malabsorbsi), kehilangan darah yang banyak (pada haid-haid
sebelumnya), serta penyakit kronik.(16)
Jika seorang wanita hamil mengidap anemia, kemungkinan
terjadinya keguguran (abortus), lahir premature, proses persalinan lama,
dan lemasnya kondisi sang ibu dapat terjadi yang merupakan faktor
risiko yang meyebabkan asfiksia pada janin.(16)
Berdasarkan hasil penelitian tentang kejadian anemia, didapatkan
jumlah asfiksia yang anemia sebanyak 33.3 % dan 6.7 % untuk jumlah
yang tidak asfiksia dengan anemia. Perbedaan hasil dengan penelitian
sebelumnya adalah dalam hal terjadinya perbedaan angka yang
signifikan antara asfiksia yang diakibatkan anemia dengan yang tidak
asfiksia tapi diakibatkan anemia. Artinya semakin tinggi jumlah
asfiksia akibat anemia dan semakin rendah jumlah selain asfiksia
akibat anemia, maka p value akan semakin kecil dari 0,05 dan akan
semakin tinggi keeratan hubungan antara anemia dengan kejadian
asfiksia.
Ibu dengan anemia saat hamil akan kekurangan Hemoglobin dan
oksigen di dalam darah, sehinga hemoglobin dan oksigen tersebut akan
sedikit ditransfer ke janin melalui plasenta. Akibatnya pertumbuhan
janin menjadi terganggu misalnya paru-paru belum terbentuk
48
sempurna sehingga saat bayi lahir akan mengalami kesulitan untuk
bernapas dan terjadi asfiksia.
Hasil penelitian didapatkan riwayat anemia ibu sewaktu hamil
berhubungan dengan kejadian asfiksia, maka penyakit anemia ini perlu
dipertimbangkan dalam perawatan saat ibu hamil ataupun pemberian
pendidikan kesehatan kepada pasangan usia subur sebelum menjalani
program hamil.
f. Hubungan Usia Kehamilan dengan Kejadian Asfiksia
Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa pada kelompok BBL
yang mengalami asfiksia (kasus), ditemukan 66.7 % pada responden
yang mengalami usia kehamilan kurang bulan / lebih bulan. Sedangkan,
pada kelompok BBL yang tidak mengalami asfiksia (kontrol),
ditemukan 16.7 % pada responden yang mengalami usia kehamilan
kurang bulan / lebih bulan.
Penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh
Tisnawati, dkk pada tahun 2010 yang menyatakan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara usia kehamilan dengan kejadian
asfiksia dengan keeratan hubungan beresiko 14.76 kali lebih besar
mengalami asfiksia.
Persalinan preterm ditandai dengan irama kontraksi uterus yang
menyebabkan perubahan servikal antara kehamilan minggu ke-26
sampai ke-37. Persalinan seperti itu ditandai sebagai kedaruratan
obstetric. Factor-faktor yang menyertai persalinan preterm adalah
infeksi, bayi lebih dari satu, hidromnion, hipertensi pada kehamilan,
49
operasi abdomen atau trauma kematian janin, perdarahan uterus atau
abnormalitas, inkompeten serviks, dan KPD. Factor-faktor maternal
lainnya meliputi status ekonomi, usia kurang dari 18 tahun atau lebih
dari 40 tahun, merokok lebih dari 10 batang rokok sehari, dan
kelahiran premature terdahulu. Persalinan preterm mendapatkan
perhatian khusus karena masa kehamilan belum 37 minggu, mortalitas
janin meningkat, terutama karena imaturitas system pernapasan atau
sistem pernapasan janin belum sempurna yang apabila janin lahir akan
menyebabkan asfiksia.(20)
Pada persalinan posterm, bayi akan kehilangan berat badan dan
pertumbuhan rambut dan kuku jari yang panjang. Kulit mereka
menjadi kehilangan air karena kulitnya tidak lagi dilindungi oleh
verniks kaseosa. Mekonium dari ususnya mewarnai kuku dan mungkin
ditemukan di dalam paru-parunya. Secara umum, bayi posterm adalah
termasuk golongan risiko tinggi. Angka mortalitasnya dua atau tiga
kali lipat dari bayi fulterm. Keadaan dan kondisi malnutrisi yang buruk
disebabkan oleh plasenta yang menua. Sebagaimana usia gestasi
berlalu, plasenta menjadi semakin kurang efisien dalam memberikan
kebutuhan nutrisi dan oksigen bayi. Sebagai akibatnya, mereka
menderita berbagai derajat malnutrisi dan hipoksia yang berujung pada
asfiksia janin.(20)
Usia kehamilan ibu yang kurang bulan akan menyebabkan
pertumbuhan janin belum sempurna salah satunya paru-paru. Saat
paru-paru belum sempurna di dalam rahim maka saat bayi lahir belum
50
ada kesiapan paru-paru bayi untuk memulai bernapas. Sedangkan,
pada usia kehamilan ibu telah dari 41 minggu, janin dalam rahim akan
semakin besar sehingga saat terjadi persalinan ibu akan sulit untuk
melahirkan akibatnya janin lama di jalan lahir dan ketika ketuban
sudah pecah janin termakan mekonium saat di jalan lahir sehingga
masuk ke paru-paru dan menghambat bayi untuk bernapas segera
setelah lahir.
Hasil penelitian didapatkan usia kehamilan berhubungan dengan
kejadian asfiksia, maka usia kehamilan ini perlu untuk dijadikan
pertimbangan dalam perawatan saat ibu hamil ataupun dalam
pemberian pendidikan kesehatan.
51
BAB VKESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Kurang dari separoh ibu memiliki bayi yang mengalami asfiksia di RSUP
Dr. M. Djamil Padang tahun 2014.
2. Lebih dari separoh ibu mengalami persalinan yang tidak normal di RSUP
Dr. M. Djamil Padang tahun 2014.
3. Sebagian kecil ibu mengalami anemia saat hamil di RSUP Dr. M. Djamil
Padang tahun 2014.
4. Kurang dari separoh ibu melahirkan pada usia kehamilan kurang bulan /
lebih bulan di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2014.
5. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis persalinan dengan
kejadian asfiksia pada bayi baru lahir yang dirawat di ruang covies RSUP
Dr. M. Djamil Padang tahun 2014. OR = 1.714 ( 0.487 – 6.029 )
6. Terdapat hubungan yang bermakna antara kejadian anemia dengan
kejadian asfiksia pada bayi baru lahir yang dirawat di ruang covies RSUP
Dr. M. Djamil Padang tahun 2014. OR = 7 ( 1.167 – 42 )
7. Terdapat hubungan yang bermakna antara usia kehamilan dengan kejadian
asfiksia pada bayi baru lahir yang dirawat di ruang covies RSUP Dr. M.
Djamil Padang tahun 2014. OR = 10 ( 2.369 – 42.219)
52
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas dapat disarankan :
1. Kepada Direktur Rumah Sakit melalui Kepala Ruangan di poliklinik
kebidanan dan yang bertugas di PKMRS disarankan untuk meningkatkan
pemberian penyuluhan kesehatan pada ibu hamil tentang upaya
pencegahan anemia yaitu dengan mengonsumsi makanan seimbang yang
tinggi zat besi seperti hati ayam, tahu, tempe, kangkung dan bayam. Selain
itu, ibu hamil juga harus mengonsumsi vitamin zat besi tambahan. Untuk
mencegah terjadinya persalinan premature, ibu hamil seharusnya
melakukan pemeriksaan kehamilan minimal 4 kali pada masa kehamilan
meskipun tidak ada keluhan.
2. Kepada penelitian selanjutnya disarankan agar melakukan penelitian
dengan menggunakan data primer dan meneliti variabel lain yang
berhubungan dengan kejadian asfiksia.
DAFTAR PUSTAKA
1. BadanPenelitiandan PengembanganKesehatanKementerianKesehatanRI. Riset Kesehatan Dasar. 2010.
2. Artikel waspada asfiksia mother and baby. 2013.Diakses pada Tanggal 9April 2015 Pukul 09.30 WIB
3. Badan Statistik Kesehatan Dunia. 2013.
4. Sarwono.Dalam:RukiyahAi Yeyeh,Yulianti Lia. Asuhan Neonatus Bayidan Anak Balita. Jakarta: CV. Trans Info Media; 2013.
5. Manuaba.Dalam:RukiyahAi Yeyeh,Yulianti Lia. Asuhan Neonatus Bayidan Anak Balita. Jakarta: CV. Trans Info Media; 2013.
6. Sholeh,2010.Buku Ajar Neonatologi Edisi Pertama. IDAI: Jakarta.
7. DinasKesehatanKota Padang.Laporan Tahunan Tahun 2013 Edisi 2014.
8. Aziz Alimul, 2005.Ilmu Kesehatan Anak. Salemba Medika: Jakarta.
9. Tisnawati, 2010. Faktor-faktor yang berhubungan dengan KejadianAsfiksia di IRNA Kebidanan RSUP Dr. M. Djamil Padang. JurnalKeperawatan.
10.Rahmi,2011.Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kejadian Asfiksiadi IRNA Kebidanan RSUP Dr. M. Djamil Padang. KTI Keperawatan.
11.Benzion Taber, 1994. Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri danGinekologi. EGC: Jakarta.
12.Jumiarni,1995.Asuhan Keperawatan Perinatal. EGC:Jakarta.
13.Ghai, 2010. Dalam: Maryunani Anik, Eka Puspita. AsuhanKegawatdaruratan Maternal & Neonatal. Jakarta: CV. Trans Info Media;2013.
14.Aziz Alimul, 2009.Ilmu Kesehatan Anak. Salemba Medika: Jakarta.
15.Parer, 2008. Dalam: Maryunani Anik, Eka Puspita. AsuhanKegawatdaruratan Maternal & Neonatal. Jakarta: CV. Trans Info Media;2013.
16.http://diandonz22.blogspot.com/2014/04/hubungan-anemia-pada-ibu-hamil_16.html. Diakses pada Tanggal 2 Februari 2015 Pukul 11.45 WIB
17.Paath,ErnaPrancin.2005.Gizi dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta:EGC
18.Wiknjosastro,H. 2007.Ilmu Kebidanan. Jakarta:PTBina Pustaka
19.Cunningham,2006.Obstetric Williams. EGC:Jakarta.
20.Hamilton,1995.Dasar-dasar Keperawatan Maternitas. EGC:Jakarta.
21.Tatang, N. Hubungan Jenis Perrsalinan dengan Kejadian AsfiksiaNeonatorum. 2007. Didapat dari http://jenispersalinanasfiksianeonatorum.Diakses tanggal 24 Januari 2015 Pukul 15.20 WIB.
22.Notoatmodjo,2012.Metode Penelitian Kesehatan. RinekaCipta:Jakarta.
23.Gilang. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan kejadian AsfiksiaNeonatorum (Studi di RSUD Tugurejo Semarang). 2010. Didapat darihttp://download.portalgaruda.org/article.php?article. Diakses tanggal 6Mei 2015 Pukul 10.45 WIB.
DAFTAR TILIK
FAKTOR RISIKO TERJADINYA ASFIKSIA PADA BBLYANG DIRAWAT DI RUANG COVISE
RSUP Dr. M. DJAMIL PADANGTAHUN 2014
No No.MRTanggal
lahirAlamat Diagnosa Medis
kategori
JenisPersalinan
Kategori
Anemi /tidak
Kategori
UsiaKehamilan
Kategori
Ket
1
2
dst
JADWAL KEGIATAN KARYA TULIS ILMIAH
FAKTOR RISIKO KEJADIAN ASFIKSIA PADA BBL YANG DIRAWATDI RUANG COVIES RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
TAHUN 2014
NO KEGIATANDESEMBER JANUARI FEBRUARI MARET APRIL MEI JUNI
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV1 Penyerahan Topik/Judul Penelitian2 Kesediaan Pembimbing 1 dan 23 Penulisan Proposal KTI4 Pengumpulan proposal KTI5 Sidang Proposal6 Perbaikan Proposal KTI7 Penelitian/Pengumpulan Data8 Konsultasi Laporan Penelitian9 Ujian Sidang Hasil KTI10 Perbaikan KTI11 Pegumpulan Hasil KTI12 Yudisium
Padang, Juni 2015Dosen Pembimbing 1 Dosen Pembimbing 2 Peneliti
Dra. Hj. Syarwini, S.Kep, M.Biomed Delima, S.Pd, M.Kes Almuzakir
Compatibility Report for Ghanchart.xlsRun on 14/02/2012 1:37
The following features in this workbook are not supported by earlier versions of Excel. These features may be lost or degraded when you save this workbook in an earlier file format.
Minor loss of fidelity # of occurrences
Some cells or styles in this workbook contain formatting that is not supported by the selected file format. These formats will be converted to the closest format available.
2
MASTER TABEL
FAKTOR RISIKO TERJADINYA ASFIKSIA PADA BBLYANG DIRAWAT DI RUANG COVIES
RSUP Dr. M. DJAMIL PADANGTAHUN 2014
No No. MRTanggal
Alamat Diagnosa MedisKate Jenis Kate Anemi / Kate Usia Kate
KetLahir gori Persalinan gori Tidak gori Kehamilan gori
1 856909 16/01/2014 Kerinci Asfiksia 0 SC 0 Anemi 0 39 1 case
2 855912 10/01/2014 Pyk BBLR 1 Spontan 1 Tidak 1 35 0 control
3 857110 21/01/2014 Pdg Post op omphalokel 1 SC 0 Tidak 1 38 1control
4 862860 21/03/2014 Balingka Asfiksia 0 Spontan 1 Tidak 1 38 1 case
5 860118 21/02/2014 Pyk BBLR 1 SC 0 Tidak 1 38 1 control
6 861070 16/02/2014 Pasaman Sepsis 1 SC 0 Tidak 1 38 1 control
7 864534 30/03/2014 Pdg Asfiksia 0 Spontan 1 Tidak 1 38 1 case
8 861896 10/03/2014 Pdg Omphalitis 1 SC 0 Tidak 1 38 1 control
9 862929 01/02/2014 Pdg Sepsis 1 SC 0 Tidak 1 38 1 control
10 864701 09/04/2014 Darmasraya Asfiksia 0 SC 0 Anemi 0 35 0 case
11 863680 27/03/2014 Pyk Atresia Ani 1 Spontan 1 Tidak 1 40 1 control
12 864572 04/04/2014 Pdg Ikterik 1 Spontan 1 Tidak 1 39 1 control
13 864809 10/04/2014 Pdg Asfiksia 0 Spontan 1 Anemi 0 41 0 case
14 865812 20/04/2014 Pdg BBLR 1 Spontan 1 Tidak 1 37 1 control
15 867009 01/05/2014 Solsel Sepsis 1 SC 0 Tidak 1 39 1 control
16 868029 09/05/2014 Pdg Asfiksia 0 SC 0 Tidak 1 41 0 case
17 868053 17/04/2014 Bkt Palato Skizis 1 Spontan 1 Tidak 1 38 1 control
18 869198 21/05/2014 Pdg Resiko Infeksi 1 SC 0 Anemi 0 38 1 control
19 870809 05/06/2014 Pdg Asfiksia 0 Spontan 1 Tidak 1 38 1 case
20 869963 26/05/2014 Pasaman Atresia Duodeni 1 Spontan 1 Tidak 1 39 1 control
21 872391 21/06/2014 Pdg BBLR 1 Spontan 1 Tidak 1 27 0 control
22 873229 28/06/2014 Pdg Asfiksia 0 Spontan 1 Tidak 1 41 0 case
23 874430 11/07/2014 Lb. Sikaping Hydrocepalus 1 SC 0 Tidak 1 38 1 control
24 875232 20/07/2014 Kayu Tanam Ikterik 1 SC 0 Tidak 1 36 0 control
25 874254 08/07/2014 Pdg Asfiksia 0 VE 0 Tidak 1 43 0 case
26 876324 02/08/2014 Pariaman Pendarahan SOL 1 Spontan 1 Tidak 1 40 1 control
27 877825 14/08/2014 Pasaman BBLR 1 SC 0 Tidak 1 39 1 control
28 875010 18/07/2014 Pdg Asfiksia 0 SC 0 Tidak 1 31 0 case
29 873670 02/07/2014 Pasaman BBLR 1 Spontan 1 Tidak 1 38 1 control
30 879495 28/08/2014 Jambi Respiratory distress 1 Spontan1 Tidak 1 38 1 control
31 877158 05/08/2014 Pdg Asfiksia 0 Partus lama 0 Tidak 1 39 1 case
32 880313 03/09/2014 Pdg Resiko Infeksi 1 Spontan 1 Tidak 1 40 1 control
33 882681 30/08/2014 Pdg Pneumonia 1 Spontan 1 Tidak 1 38 1 control
34 883143 25/09/2014 Pariaman Asfiksia 0 Spontan 1 Tidak 1 34 0 case
35 885407 16/10/2014 Pdg Sepsis 1 SC 0 Tidak 1 38 1 control
36 887017 05/10/2014 Jambi PJB Nonsianotik 1 SC 0 Tidak 1 38 1control
37 883824 29/09/2014 Pdg Asfiksia 0 SC 0 Tidak 1 41 0 case
38 859295 09/02/2014 Pdg Sepsis 1 SC 0 Tidak 1 38 1 control
39 888231 08/11/2014 Swl BBLR 1 Spontan 1 Tidak 1 38 1 control
40 891485 08/12/2014 Pdg Asfiksia 0 SC 0 Anemi 0 36 0 case
41 883859 03/10/2014 Koto Panjang Resiko Infeksi 1 SC 0 Tidak 1 41 0 control
42 890618 30/11/2014 Pdg Respiratory distress 1 Spontan 1 Tidak 1 38 1 control
43 891537 09/12/2014 Pariaman Asfiksia 0 SC 0 Anemi 0 36 0 case
44 892739 03/12/2014 Pdg Ikterik 1 Spontan 1 Tidak 1 38 1 control
45 892743 29/12/2014 Pariaman Resiko Infeksi 1 Spontan 1 Anemi 0 34 0 control
Ket :
Diagnosa Medis Jenis Persalinan Kejadian Anemia Usia Kehamilan0 = Asfiksia 0 = Tidak Normal 0 = Anemia 0 = Kurang/Lebih Bulan1 = Tidak Asfiksia 1 = Normal 1 = Tidak Anemia 1 = Cukup Bulan
85 65 68 86 18 96 86 91 98 87 42 54 88 26 81
85 59 12 86 29 29 87 08 09 87 63 24 88 38 59
85 71 10 86 47 01 86 99 63 87 78 25 88 31 43
85 69 09 86 36 80 87 10 00 87 50 10 88 54 07
85 84 32 86 45 72 87 09 18 87 87 59 88 70 17
85 92 95 86 48 09 87 23 91 87 94 95 88 38 24
86 28 60 86 58 12 87 36 70 87 71 58 88 82 31
86 01 18 86 70 09 87 32 29 88 03 13 88 97 35
86 10 70 86 80 29 87 44 30 88 12 95 89 14 85
86 45 34 86 80 53 87 52 32 87 88 78 89 06 18
89 13 57 89 15 37 89 27 39 89 27 43
Data yang didapat dari Medical Record tersebut diketahui bahwa dari 45 responden ternyata terdapatmemiliki pendidikan rendah. Tingkat pendidikan berperan sangat penting terhadap perkembangan psikologis
PendidikanIbu
SD 1SMP 2SMP 2SMP 2SMA 3SD 1SMP 2SMA 3SMA 3SD 1PT 4SMA 4SD 1SMP 2SMP 2SD 1SMA 3SD 1SMA 3SMP 2SMP 2SMP 2SMP 2SD 1SMP 2SMA 3SMP 2SD 1SMA 3PT 4PT 4SMP 2SMP 2SMA 3SMP 2SD 1SD 1SMA 3PT 4SMP 2SMA 3SMP 2SMP 2SD 1SMA 3