Poliomyelitis Akut
-
Upload
sandra-dewitha-que -
Category
Documents
-
view
22 -
download
4
description
Transcript of Poliomyelitis Akut
Poliomyelitis Akut
1. Identifikasi
Infeksi viral yang sering dikenal dengan nama flaccid paralysis akut. Infeksi
virus polio terjadi didalam saluran pencernaan yang menyebar ke kelenjar limfe
regional sebagian kecil menyebar ke sistem saraf. Flaccid paralysis terjadi pada
kurang dari 1% dari infeksi poliovirus. Lebih dari 90% infeksi tanpa gejala atau
dengan demam tidak spesifik. Meningitis aseptik muncul pada sekitar 1% dari
infeksi. Gejala klinis minor berupa demam, sakit kepala, mual dan dan muntah.
Apabila penyakit berlanjut ke gejala mayor, timbul nyeri otot berat dan kaku
kuduk dan punggung dan dapat terjadi flaccid paralysis. Karakteristik paralisis pada
poliomyelitis adalah asimetris dengan demam terjadi pada awal serangan. Tingkat kelumpuhan
yang maksimum dicapai dalam waktu relatif pendek, biasanya dalam waktu 3-4 hari. Lokasi
kelumpuhan tergantung lokasi kerusakan sel saraf pada sumsum tulang belakang atau batang
otak. Kaki lebih sering terkena dibanding lengan. Paralisis dari otot pernafasan dan atau otot
menelan akan membahayakan jiwa. Perbaikan paralisis dapat ditemui pada periode
penyembuhan, namun apabila paralisis tetap ada setelah 60 hari kemungkinan paralisis akan
menetap. Kadang-kadang walaupun jarang kelemahan otot dapat muncul kembali setelah
sembuh dari sakit, beberapa tahun setelah infeksi (sindroma post polio); hal ini bukan karena
virus polio masih ada didalam tubuh penderita.
Di negara endemis tinggi, kasus polio yang sangat khas dapat dikenal secara klinis. Di
negara dimana polio tidak ada atau terjadi pada tingkat prevalensi yang rendah, poliomyelitis
harus dibedakan dengan paralisis lain dengan melakukan isolasi virus dari tinja. Enterovirus lain
(tipe 70 dan 71), echovirus dan coxackievirus dapat menyebabkan kesakitan menyerupai
paralytic poliomyelitis.
Penyebab paling sering dari AFP yang harus dibedakan dengan poliomyelitis adalah Guillain
Barre Syndrome (GBS). Paralisis dari GBS secara khas adalah simetris dan dapat berlanjut
selama 10 hari. Demam, sakit kepala, mual, muntah dan pleocytosis. Karakteristik dari
polimyelitis biasanya tidak ditemukan pada GBS, protein tinggi dan jumlah hitung sel yang
rendah pada cairan LCS serta perubahan sensorik pada sebagian besar kasus ditemukan pula
pada GBS. Acute motor neuropathy (China paralytic syndrome) merupakan penyebab AFP di
Cina bagian Utara dan kemungkinan juga ditemukan di tempat lain; muncul sebagai KLB
musiman dan sangat mirip dengan poliomyelitis. Demam dan pleocytosis LCS biasanya tidak
ada, tetapi paralisis dapat menetap untk beberapa bulan. Penyebab penting lain dari AFP antara
lain transverse myelitis, traumatic neuritis, neuropathy toksik atau neuropati infeksius, tick
paralysis, myasthenia gravis, pophyria, botulisme, keracunan insektisida, polymyositis,
trichinosis dan periodic paralysis.
Diagnosa banding dari acute nonparalytic poliomyelitis antara lain berbagai bentuk
meningitis non bakterial akut, meningitis purulenta, abses otak, meningitis tuberkulosa,
leptospirosis, lymphocytic choriomeningitis, infectious mononucleosis, encephalitides,
neurosyphilis dan toxic encephalopathy.
Kepastian diagnosa laboratorium ditegakkan dengan isolasi virus dari sampel tinja, sekresi
oropharyng dan LCS pada sistem kultur sel dari manusia atau monyet (primate cells).
Diferensiaasi dari virus liar dengan strain virus vaksin dapat dilakukan di laboratorium khusus.
Diagnosa presumtif dibuat dengan adanya peningkatan titer antibodi empat kali lipat atau lebih,
namun neutralizing antibodies spesifik mungkin sudah muncul begitu kelumpuhan terjadi,
sehingga kenaikan titer antibodi yang bermakna pada pasangan sera mungkin belum muncul.
Respons antibodi setelah pemberian imunisasi sama dengan respons antibodi sebagai akibat
infeksi virus polio liar. Oleh karena pemakaian vaksin polio yang berisi virus hidup sangat luas,
maka interpretasi terhadap respons antibodi menjadi sulit apakah karena disebabkan virus vaksin
ataukah virus liar. Kecuali untuk mengesampingkan diagnosa polio pada anak-anak dengan
immunocompetent namun tidak terbentuk antibodi.
2. Penyebab penyakit
Poliovirus (genus enterovirus) tipe 1, 2 dan 3; semua tipe dapat menyebabkan kelumpuhan.
Tipe 1 dapat diisolasi dari hampir semua kasus kelumpuhan, tipe 3 lebih jarang demikian pula
tipe 2 paling jarang. Tipe 1 palng sering menyebabkan wabah. Sebagian besar kasus vaccine
associated disebabkan oleh tipe 2 dan 3.
3. Distribusi penyakit
Sebelum program imunisasi polio dilakukan secara luas, polio ditemukan tersebar di
seluruh dunia. Sebagai hasil dari Program Pengembangan Imunisasi (Expanded Programme on
Immunization) yang dilaksanakan di seluruh dunia ditambah dengan inisiatif WHO untuk
melakukan eradikasi polio di seluruh dunia, jumlah kasus polio yang dilaporkan menurun secara
drastis. Penderita polio terakhir yang dilaporkan disebabkan oleh virus liar indigeneous di
belahan bumi bagian barat adalah di Peru pada bulan Agustus tahun 1991. Polio sudah sangat
dekat memasuki tahap eradikasi. Risiko penularan polio sangat ini masih ditemukan di anak
benua India, Afrika Tengah dan Afrika bagian Barat. Negara-negara Afrika yang tercabik-cabik
oleh perang dimana infrastruktur pelayanan kesehatan hancur mempunyai risiko terjadinya
wabah polio. WHO menetapkan tahun 2000 sebagai tahun tercapainya eradikasi polio global.
Namun para ahli berpendapat bahwa diperlukan beberapa tahun lagi setelah tahun 2000 untuk
mencapai eradikasi polio secara global.
Walaupun transmisi virus polio liar di negara-negara maju sudah menurun secara drastis namun
ancaman terjadinya KLB polio masih tetap ada. Sebagai contoh pada tahun 1992-1993 terjadi
KLB polio di Belanda yang menimpa kelompok-kelompok keagamaan yang menolak diberikan
imunisasi. Virus polio juga ditemukan pada kelompok keagamaan yang sama di Kanada, namun
tidak ditemukan adanya kasus polio klinis. Kasus polio ditemukan di negara maju yang
menyerang orang-orang yang belum pernah diimunisasi yang mengadakan perjalanan ke negara
endemis. Kasus polio di negara maju ditemukan di kalangan imigran yang tidak pernah
mendapatkan imunisasi setelah pulang dari mengunjungi tanah leluhur mereka. Kasus polio lain
yang ditemukan di negara maju umumnya vaccine related, yaitu yang disebabkan oleh virus
vaksin. Di AS setiap tahun dilaporkan 5-10 penderita polio yang disebabkan oleh virus vaksin.
Hal ini dimungkinkan oleh karena vaksin polio yang dipakai sebagian besar adalah vaksin polio
yang berisi virus hidup (OPV). Separuh dari kasus polio yang disebabkan oleh virus vaksin ini
terjadi pada orang dewasa oleh karena kontak dengan orang yang telah mendapatkan vaksinasi.
Di daerah endemis, kasus polio muncul secara sporadis ataupun dalam bentuk KLB. Jumlah
penderita meningkat pada akhir musim panas dan pada saat musim gugur di daerah beriklim
dingin. Di negara-negara tropis, puncak musiman terjadi pada saat musim panas dan musim
hujan, namun jumlah kasus tidak begitu banyak.
Polio masih merupakan penyakit yang menyerang bayi dan anak-anak. Disebagian besar negara
endemis 70-80% penderita polio berusia dibawah 3 tahun, dan 80-90% berusia dibawah 5 tahun.
Mereka yang mempunyai risiko tinggi tertulari adalah kelompok rentan seperti kelompok-
kelompok yang menolak imunisasi, kelompok minoritas, para migran musiman, anak-anak yang
tida terdaftar, kaum nomaden, pengungsi dan masyarakat miskin perkotaan.
4. Reservoir
Manusia satu-satunya reservoir dan sumber penularan biasanya penderita tanpa gejala
(inapparent infection) terutama anak-anak. Belum pernah ditemukan adanya carrier virus liar
yang berlangsung lama Ilihat uraian di bawah).
5. Cara-cara penularan
Penularan terutama terjadi dari orang ke orang melalui rute oro-fekal; virus lebih mudah
dideteksi dari tinja, dalam jangka waktu panjang dibandingkan dari sekret tengorokan. Di daerah
dengan sanitasi lingkungan yang baik, penularan terjadi melalui sekret faring daripada melalui
rute orofekal. Walaupun jarang, susu, makanan dan barang-barang yang tercemar dapat berperan
sebagai media penularan. Belum ada bukti serangga dapat menularkan virus polio. Air dan
limbah jarang sekali dilaporkan sebagai sumber penularan.
6. Masa inkubasi: Umumnya 7-14 hari untuk kasus paralitik, dengan rentang waktu antara 3-35
hari.
7. Masa penularan
Tidak diketahui dengan tenpat, namun penularan dimungkinkan tetap terjadi sepanjang
virus masih dikeluarkan melalui tinja. Virus polio dapat ditemukan didalam sekret tenggorokan
dalam waktu 36 jam dan pada tinja 72 jam setelah terpajan dengan infeksi baik dengan penderita
klinis maupun dengan kasus inapparent. Virus tetap dapat ditemukan pada tenggorokan selama 1
minggu dan didalam tinja 3-6 minggu atau lebih. Penderita polio sangat menular selama
beberapa hari sebelum dan beberapa hari sesudah gejala awal.
8. Kerentanan dan kekebalan
Semua orang rentan terhadap infeksi virus polio, namun kelumpuhan terjadi hanya sekitar
1% dari infeksi. Sebagian dari penderita ini akan sembuh dan yang masih tetap lumpuh berkisar
antara 0,1% sampai 1%. Angka kelumpuhan pada orang-orang dewasa non imun yang terinfeksi
lebih tinggi dibandingkan dengan anak dan bayi yang non imun. Kekebalan spesifik yang
terbentuk bertahan seumur hidup, baik sebagai akibat infeksi virus polio maupun inapparent.
Serangan kedua jarang terjadi dan sebagai akibat infeksi virus polio dengan tipe yang berbeda.
Bayi yang lahir dari ibu yang sudah diimunisasi mendapat kekebalan pasif yang pendek. Injeksi
intramuskuler, trauma atau tindakan pembedahan selama masa inkubasi atau pada saat muncul
gejala prodromal dapat memprovokasi terjadinya kelumpuhan pada ekstremitas yang terkena.
Tonsilektomi meningkatkan risiko terkenanya saraf bulber. Aktivitas otot berlebihan pada
periode prodromal dapat menjadi pencetus untuk terjadinya kelumpuhan.
9. Cara-cara penanggulangan
A. Cara-cara pencegahan
1) Berikan penyuluhan kepada masyarakat tentang manfaat pemberian imunisasi sedini
mungkin semasa anak-anak.
2) Sejak akhir tahun 1999, kedua jenis vaksin baik vaksin trivalen hidup orang yang berisikan
virus hidup yang dilemahkan (attenuated) (OPV) maupun vaksin suntikan yang berisikan virus
polio mati (IPV) bisa didapat secara komersial. Pemakaian kedua jenis vaksin ini di berbagai
negara berbeda-beda.
Vaksin oral polio (OPV) menirukan infeksi alamiah yang terjadi di alam. OPV merangsang
pembentukan antibodi baik antibodi di dalam darah maupun antibodi lokal pada jonjot (vili)
usus. Disamping itu virus yang ada pada OPV dapat mengimunisasi orang-orang di sekitarnya
dengan cara penyebaran sekunder. Di negara-negara berkembang dilaporkan bahwa angka
serokonversi rendah dan vaccine efficacy menurun. Namun hal ini dapat diatasi dengan
pemberian dosis tambahan melalui kampanye.
Pada pemberian air susu ibu tidak menyebabkan pengurangan yang bermakna terhadap daya
lindung yang diberikan oleh OPV. WHO merekomendasikan untuk memakai OPV saja dalam
program imunisasi di ngara berkembang oleh karena murah, mudah pemberiannya dan
mempunyai kemampuan yang tinggi dalam memberikan imunitas pada masyarakat.
IPV seperti halnya OPV dapat memberikan perlindungan kepada individu bagus sekali dengan
merangsang pembentukan antibodi dalam darah yang memblokir penyebaran virus ke sistem
saraf pusat. Baik OPV maupun IPV kedua-duanya merangsang pembentukan kekebalan
intestinal. Banyak negara maju berpindah ke pemakaian IPV saja untuk imunisasi rutin, setelah
terbukti jelas selama beberapa tahun virus polio liar telah tereliminasi. Lima orang dengan
gangguan imunodefisiensi primer diketahui secara terus-menerus mengeluarkan virus yang
berasal dari OPV pada kotorannya selama 4 sampai 7 tahun lebih. Makna dari temuan ini adalah
dalam rangka pertimbangan akan kemungkinan pada suatu saat untuk menghentikan imunisasi
polio. Beberapa penelitian sedang dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya kejadian serupa
di negara-negara berkembang
http://www.dokter-online.org/index.php?option=com_content&view=article&id=55:poliomyelitis-akut&catid=43:otak-a-syaraf&Itemid=60