Pola Penyebaran Infeksi

14
2.1.1.1 Pola Perluasan per Kontinuatum Penyebaran infeksi ini tergantung dari daya tahan jaringan dan tubuh. Infeksi odontogen dapat menyebar melalui jaringan ikat (per kontinuitatum), pembuluh darah (hematogen), dan pembuluh limfe (limfogen). Penjalaran yang paling sering terjadi adalah secara per kontinuitatum karena adanya celah/ruang di antara jaringan yang berpotensi sebagai tempat berkumpulnya pus. Penyebaran infeksi odontogen ke dalam jaringan lunak dapat berupa abses. Secara harfiah, abses merupakan suatu lubang berisi kumpulan pus terlokalisir akibat proses supurasi pada suatu jaringan yang disebabkan oleh bakteri piogenik. Abses yang sering terjadi pada jaringan mulut adalah abses yang berasal dari regio periapikal. Daerah supurasi terutama tersusun dari suatu area sentral berupa polimorfonuklear leukosit yang hancur dikelilingi oleh leukosit hidup dan kadang-kadang terdapat limfosit. Abses juga merupakan tahap akhir dari suatu infeksi jaringan yang dimulai dari suatu proses yang disebut inflamasi. Infeksi odontogen menyebar ke jaringan-jaringan lain mengikuti pola patofisiologi yang beragam dan dipengaruhi oleh jumlah dan virulensi mikroorganisme, resistensi dari host dan struktur anatomi dari daerah yang terlibat (Soemartono, 2000). Rute yang paling umum penyebaran peradangan adalah melalui kontinuitas jaringan dan spasia jaringan dan biasanya terjadi seperti yang dijelaskan di bawah ini. Pertama, nanah terbentuk di tulang cancellous dan tersebar ke berbagai arah

description

this paper explain about path of infection. there are three path of infection.

Transcript of Pola Penyebaran Infeksi

2.1.1.1 Pola Perluasan per Kontinuatum

Penyebaran infeksi ini tergantung dari daya tahan jaringan dan tubuh. Infeksi odontogen dapat menyebar melalui jaringan ikat (per kontinuitatum), pembuluh darah (hematogen), dan pembuluh limfe (limfogen). Penjalaran yang paling sering terjadi adalah secara per kontinuitatum karena adanya celah/ruang di antara jaringan yang berpotensi sebagai tempat berkumpulnya pus.

Penyebaran infeksi odontogen ke dalam jaringan lunak dapat berupa abses. Secara harfiah, abses merupakan suatu lubang berisi kumpulan pus terlokalisir akibat proses supurasi pada suatu jaringan yang disebabkan oleh bakteri piogenik. Abses yang sering terjadi pada jaringan mulut adalah abses yang berasal dari regio periapikal. Daerah supurasi terutama tersusun dari suatu area sentral berupa polimorfonuklear leukosit yang hancur dikelilingi oleh leukosit hidup dan kadang-kadang terdapat limfosit. Abses juga merupakan tahap akhir dari suatu infeksi jaringan yang dimulai dari suatu proses yang disebut inflamasi. Infeksi odontogen menyebar ke jaringan-jaringan lain mengikuti pola patofisiologi yang beragam dan dipengaruhi oleh jumlah dan virulensi mikroorganisme, resistensi dari host dan struktur anatomi dari daerah yang terlibat (Soemartono, 2000).

Rute yang paling umum penyebaran peradangan adalah melalui kontinuitas jaringan dan spasia jaringan dan biasanya terjadi seperti yang dijelaskan di bawah ini. Pertama, nanah terbentuk di tulang cancellous dan tersebar ke berbagai arah yang memiliki resistensi jaringan paling buruk. Penyebaran pus ke arah bukal, lingual, atau palatal tergantung pada posisi gigi dalam lengkung gigi, ketebalan tulang, dan jarak perjalanan pus, (Fragiskos, 2007).

Gambar 2.3. Ilustrasi penyebaran infeksi odontogen (dentoalveolar abcess) tergantung pada posisi apeks gigi penyebab. (A) Akar bukal : arah penyebaran ke bukal. (B) Akar palatal : arah penyebarannya ke palatal. (Fragiskos, 2007).

Inflamasi purulen berhubungan dengan tulang alveolar yang dekat dengan puncak bukal atau labial tulang alveolar biasanya akan menyebar ke arah bukal, sedangkan tulang alveolar yang dekat puncak palatal atau lingual, maka penyebaran pus ke arah palatal atau ke lingual (Fragiskos, 2007).

Akar palatal dari gigi posterior dan lateral gigi seri rahang atas dianggap bertanggung jawab atas penyebaran nanah ke arah palatal, sedangkan molar ketiga mandibula dan kadang-kadang dua molar mandibula dianggap bertanggung jawab atas penyebaran infeksi ke arah lingual. Inflamasi bahkan bisa menyebar ke sinus maksilaris ketika puncak apeks gigi posterior ditemukan di dalam atau dekat dasar antrum. Panjang akar dan hubungan antara puncak dan perlekatan proksimal dan distal berbagai otot juga memainkan peranan penting dalam penyebaran pus. Berdasarkan hal ini (Gambar 2.4), pus di mandibula yang berasal dari puncak akar di atas otot mylohyoid dan biasanya menyebar secara intraoral, terutama ke arah dasar mulut. Ketika puncak ditemukan di bawah otot mylohyoid (molar kedua dan ketiga), pus menyebar ke ruang submandibular dan terjadi pembengkakan ekstraoral (Fragiskos, 2007).

Gambar 2.4. Penyebaran Pus. (Fragiskos, 2007). Pada fase selular, tergantung pada rute dan tempat inokulasi dari pus, abses dentoalveolar akut mungkin memiliki berbagai gambaran klinis, seperti: (1) intraalveolar, (2) subperiosteal, (3) submukosa, (4), subkutan, dan (5)fascia migratory cervicofacial. Pada tahap awal fase selular ditandai dengan akumulasi pus dalam tulang alveolar yang disebut sebgai abses intraalveolar. Pus kemudian menyebar keluar setelah terjadi perforasi tulang menyebar ke ruang subperiosteal. Periode ini dinamakan abses subperiosteal, dimana pus dalam jumlah terbatas terakumulasi di antara tulang dan periosteal. Setelah terjadi perforasi periosteum, pus kemudian menyebar ke berbagai arah melalui jaringan lunak. Biasanya menyebar pada daerah intraoral membentuk abses di bawah mukosa, yang disebut abses submukosa. Terkadang, pus menyebar melalui jaringan ikat longgar dan setelah itu terakumulasi di bawah kulit, bentukan ini disebut abses subkutan. Sedangkan di waktu lainnya, pus menyebar ke ruang fascia, membentuk abses serous yang disebut abses spasia wajah (Fragiskos, 2007).

Gambar 2.5. Ilustrasi rute perjalanan pus pada penyebaran infeksi odontogen (A) Abses intraalveolar (B) Abses superiosteal (Fragiskos, 2007).

Gambar 2.6. Ilustrasi rute perjalanan pus pada penyebaran infeksi odontogen (A) Abses submukosa (B) Abses subkutan (Fragiskos, 2007).

Penyebaran infeksi odontogen pada jaringan lunak dapat berupa abses, salah satunya adalah vestibular abses. Vestibular abses merupakan penyebaran infeksi dari daerah apikal gigi hingga buccal space. Ruangan buccal yang terlibat dalam penyebaran infeksi tersebut dibatasi oleh oleh otot buccinator dan buccipharyngeal fascia di bagian medial, bagian lateral dibatasi oleh kulit pipi, bagian anterior dibatasi oleh otot bibir, bagian posterior dibatasi oleh pterygomandibular raphe, bagian superior berbatas dengan zygomatic arch, dan bagian inferior berbatasan dengan mandibula (Peterson, 2003).

Vestibular abses ini dapat terjadi karena penyebaran infeksi odontogen melalui apikal gigi. Gigi karies yang menalami profunda perforasi mengandung jaringan nekrotik pada jaringan pulpanya. Jaringan nekrotik yang berasal dari pulpa menyebar sampai ke tulang cancellous melalui apikal gigi dan menyebar hingga cortical plate. Jika cortical plate tersebut tipis, maka jaringan nekrotik yang menyebar hingga cortical plate tersebut dapat mengikis tulang alveolar secara perlahan lahan, sehingga menyebar sampai ke jaringan lunak . Lokasi penyebaran infeksi tersebut hingga ke jaringan lunak dapat diprediksikan berdasarkan bentuk anatomi dan ciri masing masing gigi, ketebalan tulang daerah apeks, dan hubungan antara tempat perforasi tulang dan tempat perlekatan otot-otot pada maksila dan mandibula. Infeksi pada perapikal gigi akan menembus korteks tulang dan masuk ke dalam jaringan lunak yang meliputinya melewati tulang dengan ketebalan paling rendah. Bila apeks akar gigi yang bersangkutan lebih dekat dengan tulang labial (labial plate) maka pus akan menyebabkan vestibular abscess di bagian labial gigi tersebut. Sebaliknya jika akar gigi lebih dekat dengan permukaan palatal maka yang terjadi adalah palatal abscess (Hupp, et all., 2008).

Setelah pus menembus permukaan tulang dan masuk ke dalam jaringan lunak arah penyebaran selanjutnya ditentukan oleh tempat perlekatan otot-otot pada tulang rahang, utamanya yaitu musculus buccinator pada maksila dan mandibula, dan musculus mylohyoid pada mandibula. Pada gigi-gigi posterior rahang atas apabila pus keluar ke arah bukal dan di bawah perlrkatan musculus buccinator maka akan terjadi vestibular abscess (submucous abscess). Infeksi periapikal pada gigi-gigi rahang atas pada umumnya menjalar ke arah labial atau bukal. Beberapa gigi seperti insisif lateral yang inklinasinya ekstrem, akar palatal gigi premolar pertama dan molar rahang atas dapat menyebabkan abses di daerah palatal (palatal abscess). Penjalaran infeksi ke labial atau bukal selanjutnya dapat menjadi vestibular abscess atau fascial space infection ditentukan oleh hubungan antara tempat perforasi dan tempat pelekatan otot-otot pada maksila yaitu musculus buccinators dan musculus levator anguli oris. Di rahang bawah infeksi periapikal dari gigi-gigi insisif, kaninus, dan premolar pada umumnya akan merusak korteks di labial atau buccal plate sehingga menjadi vestibular abses. Infeksi pada gigi molar pertama bias mengarah baik ke bukal atau ke lingual, demikian pula gigi molar kedua bisa ke arah bukal atau lingual tetapi biasanya lebih banyak ke arah lingual, sedangkan infeksi periapikal gigi molar ketiga hampir selalu mengarah ke lingual (Hupp, et all., 2008).

Secara klinis, gejala yang tampak pada daerah intra oral berupa warnanya yang kemerahan, buccal fold terangkat, pada palpasi terasa sakit dan fluktuatif, perkusi terasa sakit, terdapat gigi gangrene yang memberikan respon sakit pada tes perkusi dan tekan. Abses ini dapat pecah secara spontan dan membentuk drainase berupa fistel intra oral, tempat keluarnya nanah ke rongga mulut, sehingga tanda-tanda infeksi akut mereda. Bila fistel ini tertutup maka infeksi menjadi kambuh dengan tanda-tanda akut kembali.Sedangkan pada daerah ekstra oral berupa bengkak yang diffuse dan kelenjar limfe regional membesar (Peterson, 2003).

2.1.2.2 Pola Perluasan per Limfogen

Sistem limfatik adalah suatu sistem sirkulasi sekunder yang terdiri atas anyaman pembuluh limfe yang luas dan berhubungan dengan kelompok kecil jaringan limfatik yaitu kelenjar getah bening (lymph node). Dalam tubuhnya manusia memiliki 500 kelenjar getah bening yang tersebar di seluruh tubuh, berdasarkan letaknya kelenjar getah bening dapat dibedakan menjadi 7 kelompok kelenjar getah bening, yaitu:

1. Cervical lymph nodes terletak pada bagian kepala dan leher. Yang terbagi lagi menjadi enam kelenjar getah bening.

2. Axillary lymph nodes - terletak pada daerah ketiak yang dibagi menjadi dua macam kelenjar getah bening, yaitu superficial lymph nodes dan deep lymph nodes.

3. Supraclavicular lymph nodes terletak di sepanjang tungan clavicula (tulang selangka).

4. Femoral lymph nodes - terletak pada bagian paha atas, sepanjang vena femoralis.

5. Mesenteric lymph nodes - terletak pada perut bagian bawah.

6. Mediastinal lymph nodes - terletak di antara kantung-kantung udara pada paru-paru

7. Inguinal lymph nodes terletak pada daerah selangkangan.Cervical lymph nodes atau kelenjar getah bening kepala dan leher dibagi menjadi 7 level kelenjar getah bening yang berfungsi untuk membantu menjelasnya perjalan penyebaran infeksi melalui kelenjar getah bening. 7 level cervical lymph nodes, yaitu (Topazian et al, 2002) :

1. Level I

:Submental dan submandibular nodes2. Level II:Upper cervical chain nodes3. Level III:Middle deep cervical chain nodes 4. Level IV:Lower deep cervical chain nodes 5. Level V:Spinal accessory dan transverse cervical chain nodes6. Level VI:Pretracheal, paratracheal, dan prelaryngeal nodes

7. Level VII: Upper mediastinal nodes.

Limfe adalah cairan jaringan yang masuk ke dalam pembuluh limfe. Pembuluh limfe berbentuk seperti tasbih karena mempunyai banyak katup sepanjang perjalanannya.Pembuluh limfe dimulai dari: kapiler limfe pembuluh limfe kecil pembuluh limfe besar masuk ke aliran darah. Limfe sebelum masuk ke aliran darah, melalui satu atau banyak kelenjar limfe. Pembuluh limfe aferen adalah pembuluh limfe yang membawa limfe masuk ke kelenjar limfe. Pembuluh limfe eferen adalah pembuluh limfe yang membawa limfe keluar dari kelenjar limfe. (Topazian et al, 2002)

Limfe masuk aliran darah pada pangkal leher melalui: Ductus Lymphaticus dexter dan Ductus Thoracicus (Ductus Lymphaticus sinister). Sistem saluran limfe berhubungan erat dengan sistem sirkulasi darah. Darah meninggalkan jantung melalui arteri dan dikembalikan ke jantung melalui vena. Sebagian cairan darah yang meninggalkan sirkulasi dikembalikan masuk pembuluh darah melalui saluran limfe, yang merembes dalam ruang-ruang jaringan. Hampir seluruh jaringan tubuh mempunyai saluran limfatik yang mengalirkan kelebihan cairan secara langsung dari ruang interstitial. Beberapa pengecualian antara lain bagian permukaan kulit, sistem saraf pusat, bagian dalam dari saraf perifer,endomisium otot, dan tulang. Limfe mirip dengan plasma tetapi dengan kadar protein yanglebih kecil. Kelenjar limfe menambahkan limfosit pada limfe sehingga jumlah sel itu sangat besar di dalam saluran limfe. (Topazian et al, 2002)Apabila ada infeksi, kelenjar limfe menghasilkan zat imun (antibodi) untuk melindungi tubuh dari mikroorganisme. Kelenjar limfe dapat meradang (bengkak, merah dan sakit), proses ini disebut lymphadenitis. Sedangkan adanya infeksi pada pembuluh limfe disebut lymphangitis. (Topazian et al, 2002)

Seperti halnya suplai darah, gingiva dan jaringan lunak pada rongga mulut kaya dengan aliran limfatik, sehingga infeksi pada rongga mulut dapat dengan mudah menjalar ke kelenjar limfe regional (Bazemore A dan Smucker DR, 2002). Sistem limfatik yang terdapat pada kepala dan leher memungkinkan penyebaran infeksi yang berasal dari gigi dan jaringan mulut di sekitarnya menuju jaringan atau organ lainnya. Hal ini disebabkan karena bakteri patogen dapat berjalan melalui pembuluh limfe yang terdapat di sekitar rongga mulut dan saling berhubungan satu sama lain dengan kelenjar getah bening lainnya yang terdapat pada jaringan atau organ lain. Oleh karena itu bakteri patogen dapat menyebar dari primary node yang berada di dekat infeksi ke secondary node yang berada jauh dari tempat infeksi. Pola penyebaran infeksi odontogen melalui kelenjar getah bening bervariasi tergantung gigi yang terlibat. (Fehrenbach et al, 1997).

Bakteri patogen yang terdapat pada gigi insisif rahang bawah menyebar melalui submental nodes yang melayani gigi insisif rahang bawah dan jaringan disekitarnya, kemudian melewati submandibular nodes yang melayani seluruh gigi dalam rongga mulut dan jaringan di sekitarnya, kecuali gigi insisif rahang atas dan molar ketiga rahang atas. Atau juga dapat langsung menuju deep cervical nodes. Bakteri patogen yang berasal dari gigi-gigi yang dilayani oleh submandibular nodes akan terbawa oleh aliran limfatik menuju superior deep cervical nodes, superior deep cervical nodes merupakan kelenjar primer yang melayani molar ketiga rahang atas dan jaringan disekitarnya. Setelah dari superior deep cervical nodes bakteri patogen dapat terbawa dahulu menuju inferior deep cervical nodes ataupun langsung menuju vena jugularis, hal ini disebabkan karena superior deep cervical nodes beranastomosis dengan vena jugularis. Setelah masuk pada sistem pembuluh darah maka bakteri patogen dapat menyebar ke seluruh jaringan dan organ (Fehrenbach et al, 1997).Pada rahang bawah, terdapat anastomosis pembuluh darah dari kedua sisi melalui pembuluh limfe bibir. Akan tetapi anastomosis tersebut tidak ditemukan pada rahang atas. Kelenjar getah bening regional yang terkena adalah sebagai berikut: Banyaknya hubungan antara berbagai kelenjar getah bening memfasilitasi penyebaran infeksi sepanjang rute ini dan infeksi dapat mengenai kepala atau leher atau melalui duktus torasikus dan vena subklavia ke bagian tubuh lainnya (Ferrer R, 1998). Kelenjar getah bening yang terlibat dalam infeksi mengalami lymphadenopathy, yaitu pembesaran kelenjar getah bening (Topazian et al, 2002). Kadang kadang kulit diatasnya teraba merah dan hangat (Peters TR dan Edwards KM, 2000). Lymphadenopathy bisa merupakan efek dari infeksi odontogen. Pada infeksi akut, kelenjar limfe membesar, lunak, kulit sekitar berwarna merah, edema pada jaringan yang terinfeksi. Pada infeksi kronis, pembesaran dan kepadatan jaringan tergantung pada derajat inflamasi. Pada umumnya jaringan lunak dan edema pada kulit sekitar jarang terjadi. Lokasi pembesaran nodul merupakan indikasi lokasi infeksi. Ketika organ yang terinfeksi melakukan mekanisme pertahanan lokal pada nodul dan memproduksi reaksi seluler akan terjadi akumulasi pus pada nodul. Akumulasi pus ini bisa terjadi pada single nodes atau multiple nodes. (Topazian et al, 2002).

Gambar 2.7 Cervical nodes (Bazemore A dan Smucker DR, 2002).

Gambar 2.8 Lymph nodes head and neck (Alford, Bobby R. 2003)Infeksi odontogenik sangat umum dan dapat mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang signifikan jika tidak dikenali dan diobati dengan tepat. Pembentukan abses dan penyebaran Infeksi dalam ruang leher fasia dapat menyebabkan mengarahkan tekanan pada saluran udara bagian atas. Dalam mengelola pasien septik pertimbangan pertama adalah untuk berusaha untuk mengidentifikasi dan menghilangkan sumber infeksi. Ketika telah diindikasikan, drainase bedah dan debridemen harus dilakukan segera. Antibiotik empiris harus dimulai sedini mungkin, cukup luas dalam spectrum untuk menutupi organisme menginfeksi mungkin, dan mampu menembus ke lokasi infeksi. Penelitian telah menunjukkan bahwa dimulainya terapi antibiotik intravena dalam jam pertama setelah pengakuan sepsis sangat penting untuk mengurangi kemungkinan komplikasi (Handley, T, 2009).2.1.2.3 Pola Perluasan per Hematogen

Gingiva, gigi, tulang penyangga, dan stroma jaringan lunak di sekitarnya merupakan area yang kaya dengan suplai darah. Hal ini meningkatkan kemungkinan masuknya organisme dan toksin dari daerah yang terinfeksi ke dalam sirkulasi darah. Di lain pihak, infeksi dan inflamasi juga akan semakin meningkatkan aliran darah yang selanjutnya menyebabkan semakin banyaknya organisme dan toksin masuk ke dalam pembuluh darah (Flyn, 2001). Vena-vena yang berasal dari rongga mulut dan sekitarnya mengalir kepleksus vena pterigoid yang menghubungkan sinus kavernosus dengan pleksus vena faringeal dan vena maksilaris interna melalui vena emisaria. Karena perubahan tekanan dan edema menyebabkan penyempitan pembuluh vena dan karena vena pada daerah ini tidak berkatup, maka aliran darah di dalamnya dapat berlangsung dua arah, memungkinkan penyebaran infeksi langsung dari fokus di dalam mulut ke kepala atau faring sebelum tubuh mampu membentuk respon perlawanan terhadap infeksi tersebut. Material septik (infektif) yang mengalir melalui vena jugularis internal dan eksternal dan kemudian ke jantung dapat membuat sedikit kerusakan (Daud, 2001). Namun, saat berada di dalam darah, organisme yang mampu bertahan dapat menyerang organ manapun yang kurang resisten akibat faktor-faktor predisposisi tertentu. Contoh perluasan infeksi odontogen melalui aliran darah misalnya kearah jantung yaitu, sub bacterial endokarditis (SBE).Sumber:

Soemartono 2000, Infeksi Odontogen dan Penyebabnya, Pelatihan Spesialis kedokteran,Surabaya.

Fragiskos, D 2007,Oral Surgery, Springer-verlag Berlin Heidelberg, Berlin. Gilroy, J 1992, Basic neurology 2nd ed.,Mc Graw Hill, Singapore, p. 251-4.

Peterson LJ et al. 2003, Contemporary Oral and Maxillofascial Surgery, 4thed., Mosby. Saint Louis.

Hupp, JR, Ellis, E &Tucker, MR 2008, Contemporary Oral and MaxillofacialSurgery, 5th ed., Mosby Elsevier, St.Louis.Topazian, RG, Goldberg, MH &Hupp, JR 2002,Oral and Maxillofacial Infections, 4th ed., WB Saunders Company, Philadelphia.Fehrenbach, Margaret J et al. 1997,Spread of Dental Infection, Available from: http://www.mmcpub.com/pdf/1997jph/199705jph_pdf/97jphv6n5p13.pdfFerrer, R 1998,Lymphadenopathy : Differential diagnosis and evaluation,AAFP, vol.58, no.6, available fromhttp://www.aafp.org/afp/981015ap/ferrer.html , accessed on April 12, 2014.Handley, T, Devlin ,MK &McCaul, JD 2009,The Sepsis Syndrome in Odontogenic Infection, JICS , Vol. 10, No.1.

Flyn, TR 2001, The timing of incision and drainage ; Oral and maxillofacialsurgery knowledge update III. Rosemont : American Association ofOral and Maxillofacial Surgeons,Mosby, St.Louis.Daud, ME & Karasutisna, T 2001,Infeksi odontogenik 1thed., BagianBedah Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjajaran, Bandung.