KEANEKARAGAMAN DAN POLA PENYEBARAN SPASIAL … · KEANEKARAGAMAN DAN POLA PENYEBARAN SPASIAL ......
Transcript of KEANEKARAGAMAN DAN POLA PENYEBARAN SPASIAL … · KEANEKARAGAMAN DAN POLA PENYEBARAN SPASIAL ......
KEANEKARAGAMAN DAN POLA PENYEBARAN SPASIAL
SPESIES TUMBUHAN ASING INVASIF
DI CAGAR ALAM KAMOJANG
ANGGA ZAELANI HIDAYAT
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
KEANEKARAGAMAN DAN POLA PENYEBARAN SPASIAL
SPESIES TUMBUHAN ASING INVASIF
DI CAGAR ALAM KAMOJANG
ANGGA ZAELANI HIDAYAT
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
RINGKASAN
ANGGA ZAELANI HIDAYAT. Keanekaragaman dan Pola Penyebaran
Spasial Spesies Tumbuhan Asing Invasif di Cagar Alam Kamojang.
Dibimbing oleh AGUS HIKMAT dan LILIK BUDI PRASETYO
Spesies tumbuhan asing invasif di ekosistem hutan yang terganggu
dikhawatirkan dapat mereduksi komposisi vegetasi asli sehingga dapat
mengancam keanekaragaman hayati di ekosistem tersebut. Proses invasi oleh
tumbuhan asing dilaporkan telah terjadi di beberapa kawasan konservasi di
Indonesia seperti Taman Nasional Wasur, Taman Nasional Baluran dan Taman
Nasional Komodo. Salah satu kawasan konservasi yang diduga diinvasi juga oleh
spesies tumbuhan asing yaitu Cagar Alam Kamojang sehingga diperlukan
penelitian mengenai keanekaragaman dan pola penyebaran spasial spesies
tumbuhan asing invasif di kawasan tersebut.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2011 di
Cagar Alam Kamojang. Pengambilan data keanekaragaman spesies tumbuhan
asing invasif dilakukan dengan analisis vegetasi menggunakan metode petak
ganda. Identifikasi spesies tumbuhan asing invasif menggunakan buku panduan
lapang Webber (2003) dan ISSG (2005). Pengumpulan data penyebaran spasial
dilakukan melalui penandaan pada setiap titik plot pengamatan menggunakan
GPS kemudian hasil penandaan diinterpolasikan. Sebaran jumlah individu spesies
tumbuhan asing invasif yang dominan dianalisis menggunakan analisis regresi
linier untuk mendapatkan pengaruhnya terhadap jarak dari jalan.
Jumlah spesies tumbuhan hasil analisis vegetasi teridentifikasi sebanyak 86
spesies yang terdiri dari 50 famili. Spesies tumbuhan asing invasif teridentifikasi
sebanyak tiga belas spesies yang terdiri dari delapan famili yaitu Ageratum
conyzoides (Asteraceae), Rubus moluccanus (Rosaceae), Clidemia hirta
(Melastomaceae), Cynodon dactylon (Poaceae), Panicum repens (Poaceae),
Mimosa pudica (Fabaceae), Mimosa pigra (Fabaceae), Austroeupatorium
inulifolium (Asteraceae), Passiflora edulis (Passifloraceae), Lantana camara
(Verbenaceae), Mikania micrantha (Asteraceae), Piper aduncum (Piperaceae) dan
Ageratina riparia (Asteraceae). Pola penyebaran spasial spesies tumbuhan asing
invasif berdasarkan indeks Morisita dan hasil interpolasi pada spesies tumbuhan
asing invasif cenderung mengelompok kecuali spesies A. inulifolium yang
menyebar secara merata di Cagar Alam Kamojang.
Spesies tumbuhan asing invasif yang teridentifikasi sebanyak tiga belas
spesies yang terdiri dari 8 famili dengan spesies yang dominan yaitu A.
inulifolium, A. riparia dan L. camara. Pola sebaran spasial spesies tumbuhan
asing invasif di Cagar Alam Kamojang cenderung mengelompok pada kondisi
hutan yang relatif terbuka. Pengaruh jarak dari jalan terhadap sebaran jumlah
individu spesies tumbuhan asing invasif hanya mempengaruhi A. inulifolium, sedangkan sebaran jumlah individu A. riparia dan L. camara tidak dipengaruhi
oleh jarak dari jalan.
Kata kunci: Keanekaragaman, Pola penyebaran spasial, Spesies tumbuhan asing
invasif, Analisis vegetasi, Interpolasi.
SUMMARY
ANGGA ZAELANI HIDAYAT. The Diversity and Spatial Distribution
Pattern of Invasive Alien Plant Species in Kamojang Natural Reserve Area.
Under supervision of AGUS HIKMAT and LILIK BUDI PRASETYO
Invasive alien plant species in a disturbed forest ecosystem was feared
could reduce the composition of native vegetation in the area which could threaten
the biodiversity of the ecosystem. The process of invasion by alien plants has been
reported to occur in several protected areas in Indonesia such as the Wasur
National Park, Baluran National Park, and the Komodo National Park. One of the
conservation area also allegedly invaded by alien plant species is Kamojang
Natural Reserve Area. Thus, there is a need of research on the diversity and
spatial distribution pattern of the invasive alien plant species in the area.
The research was conducted in July-August 2011 at the Kamojang Natural
Reserve Area. The data collection of the invasive alien plants species’ diversity
was conducted by analyzing the vegetations using double plots method. The
identification of invasive alien plants species used references from Weber (2003)
and ISSG (2005). The data collection of the spatial distribution pattern of invasive
alien plants species was conducted by marking every observation plots using GPS
and the result was then interpolated. The distribution of individual invasive alien
plant species that are dominant were analyzed using linier regression analysis to
acquire the invasive alien plants species’ influence toward its distance from the
road.
The number of analyzed vegetation species identified comprises of 86
species from 50 families. The invasive alien plants species identified was 13
species which consist of 8 families: Ageratum conyzoides (Asteraceae), Rubus
moluccanus (Rosaceae), Clidemia hirta (Melastomaceae), Cynodon dactylon
(Poaceae), Panicum repens (Poaceae), Mimosa pudica (Fabaceae), Mimosa pigra
(Fabaceae), Austroeupatorium inulifolium (Asteraceae), Passiflora edulis
(Passifloraceae), Lantana camara (Verbenaceae), Mikania micrantha
(Asteraceae), Piper aduncum (Piperaceae) and Ageratina riparia (Asteraceae).
According to the index of Morisita and the result of IDW interpolation on
dominant invasive alien plant species, it was found that the distribution’s pattern
of the invasive alien plant species tend to clump except for A. inulifolium which
have uniform distribution.
Invasive alien plant species are identified as many as thirteen species of 8
families with dominant species, namely A. inulifolium, A. riparia and L. camara.
Spatial distribution patterns of invasive alien plant species in Kamojang Natural
Reserve Area tend to clump in relatively open forest conditions. The effect of
distance from the road towards the the number of the invasive plant species
distribution only occured to A. Inulifolium, while A. riparia and L. camara was not effected by the distance from the road.
Keywords: Diversity, Spatial distribution pattern, Invasive alien plant species,
Vegetation analysis, Interpolation.
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keanekaragaman dan
Pola Penyebaran Spasial Spesies Tumbuhan Asing Invasif di Cagar Alam
Kamojang adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen
pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan
tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip baik
dari karya yang telah diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir skripsi ini.
Bogor, Maret 2012
Angga Zaelani Hidayat
NIM E34070032
Judul Skripsi : Keanekaragaman dan Pola Penyebaran Spasial Spesies
Tumbuhan Asing Invasif di Cagar Alam Kamojang
Nama : Angga Zaelani Hidayat
NIM : E34070032
Menyetujui:
Pembimbing I
Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F
NIP. 19620918 198903 1 002
Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc
NIP. 19620316 198803 1 002
Tanggal Lulus:
Mengetahui:
Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS
NIP. 19580915 198403 1 003
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Keanekaragaman dan
Pola Penyebaran Spasial Spesies Tumbuhan Asing Invasif di Cagar Alam
Kamojang. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata,
Fakultas Kehutanan IPB.
Invasi oleh spesies tumbuhan asing dapat menimbulkan dampak yang
negatif bagi keberadaan keanekaragaman hayati di berbagai tipe ekosistem. Invasi
spesies tumbuhan asing dilaporkan telah terjadi di beberapa kawasan konservasi
di Indonesia, sehingga diperlukan upaya pengendalian yang serius untuk
melindungi keanekaragaman hayati dari ancaman invasi spesies tumbuhan asing.
Skripsi mengenai Keanekaragaman dan Pola Penyebaran Spasial Spesies
Tumbuhan Asing Invasif di Cagar Alam Kamojang diharapkan dapat menjadi
salah satu upaya pengendalian spesies tumbuhan asing invasif melalui penyediaan
data dan informasi mengenai keanekaragaman, bioekologi dan pola penyebaran
spasial spesies tumbuhan asing invasif, sehingga dapat dijadikan pertimbangan
dalam upaya pengelolaan kawasan dan perlindungan keutuhan keanekaragaman
hayati di Cagar Alam Kamojang.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat
kekurangan. Namun, terlepas dari kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini,
penulis mengharapkan data dan informasi yang terdapat di dalam skripsi ini dapat
bermanfaat bagi dunia kehutanan pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
Amin.
Bogor, Maret 2012
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Garut, Jawa Barat pada tanggal 12 Mei
1989 sebagai anak pertama dari pasangan Bapak Odang
Herdiansyah dan Ibu Ida Arlina. Pada Tahun 2007 penulis
lulus dari SMA Negeri 2 Garut (SMA Negeri 1 Leles) dan
lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Departemen Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan sebagai pilihan pertama.
Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi
kemahasiswaan yaitu anggota Organisasi Mahasiswa Daerah – Himpunan
Mahasiswa Garut (OMDA-HIMAGA) tahun 2007-2011, anggota himpunan
profesi mahasiswa yang tergabung ke dalam Himpunan Mahasiswa Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) tahun 2008-2010, panitia
Gebyar 2009 dan Ketua Panitia Eksplorasi Flora, Fauna dan Ekowisata Indonesia
(RAFFLESIA) 2010 yang diselenggarakan oleh HIMAKOVA di Cagar Alam
Gunung Burangrang, Kabupaten Subang dan Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat.
Penulis melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) pada
tahun 2009 di BKPH Cikiong - KPH Purwakarta dan Cagar Alam Gunung
Burangrang. Pada Tahun 2010, penulis melaksanakan Praktek Pengelolaan Hutan
(P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW). Penulis pernah menjadi
asisten praktikum untuk mata kuliah Inventarisasi dan Pemantauan Tumbuhan
pada tahun 2010 dan mata kuliah Konservasi Tumbuhan Obat pada tahun 2011
serta mendapatkan beasiswa prestasi dari Bank Indonesia pada tahun 2008-2010.
Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan
skripsi dengan judul Keanekaragaman dan Pola Penyebaran Spasial Spesies
Tumbuhan Asing Invasif di Cagar Alam Kamojang, dibimbing oleh Dr. Ir. Agus
Hikmat, M.Sc.F dan Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc.
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dalam proses
penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak,
sehingga dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ayahanda Odang Herdiansyah, Ibunda Ida Arlina, Apa Ateng Mulya dan
adik-adik saya: Argi Sugiyarsa, Yusthi Nur Amalia dan Adjie Fajrialdi,
serta keluarga besar tercinta yang selalu memberikan do’a dan motivasi
serta pengorbanan baik moril maupun materi.
2. Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F sebagai dosen pembimbing pertama dan Prof.
Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc sebagai dosen pembimbing kedua, yang
telah memberikan arahan, bimbingan, nasihat dan motivasi selama
penelitian dan penyusunan skripsi.
3. Dr. Ir. Abdul Haris Mustari, M.Sc sebagai ketua sidang dan Dr. Ir. Elisa G.
Togu Manurung, MS sebagai dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan
pada ujian komprehensif penulis.
4. Bapak dan Ibu Dosen di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor yang
telah memberikan dan mengajarkan ilmu-ilmu di bidang kehutanan kepada
penulis.
5. Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Jawa Barat, Kepala Seksi KSDA
Garut, Kepala Resort Kamojang Timur, Bapak Hendi, Bapak Asep Hendrik,
Bapak Walim dan rekan-rekan petugas Cagar Alam Kamojang yang telah
membantu penulis dalam mengumpulkan data di lapangan.
6. Arvita Erizal yang selama ini selalu memberikan motivasi, do’a dan arahan
selama menempuh studi di IPB.
7. Arya Windu Jati, Irham Fauzi, I Made Haribhawana, Sri Gosleana, Reza
Pradipta, Rahmat Hidayat, Oman Nurohman dan Anang Wahyudi atas
bantuannya kepada penulis baik pada saat pengambilan data di lapangan,
pengolahan data dan penyusunan skripsi.
8. Keluarga besar KSHE 44 atas kebersamaannya selama menempuh studi di
IPB.
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................. iv
DAFTAR TABEL......................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ ix
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2 Tujuan Penelitian ............................................................................ 2
1.3 Hipotesis ......................................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian .......................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 4
2.1 Spesies Invasif ................................................................................ 4
2.2 Penyebaran Spasial ......................................................................... 10
2.3 Sistem Informasi Geografis ............................................................ 11
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................. 12
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................... 12
3.2 Bahan dan Alat ............................................................................... 12
3.3 Jenis Data yang Dikumpulkan ........................................................ 13
3.4 Metode Pengumpulan Data ............................................................ 13
3.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data ........................................... 16
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ............................... 23
4.1 Letak dan Luas ................................................................................ 23
4.2 Kondisi Fisik dan Biologis Kawasan .............................................. 23
4.3 Kondisi Sosial Ekonomi Penduduk di Sekitar Kawasan ................ 26
4.4 Pemanfaatan Sumberdaya Panas Bumi di CA/TWA Kamojang .... 26
4.5 Permasalahan Kawasan .................................................................. 27
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 28
5.1 Komposisi Tumbuhan ..................................................................... 28
5.1.1 Komposisi famili dan spesies ............................................... 28
v
5.1.2 Indeks nilai penting dan indeks keragaman ......................... 29
5.1.3 Dominansi spesies tumbuhan .............................................. 30
5.2 Keanekaragaman Spesies Tumbuhan Asing Invasif....................... 33
5.2.1 Jumlah spesies tumbuhan asing invasif ................................ 33
5.2.2 Dominansi spesies tumbuhan asing invasif .......................... 36
5.2.3 Bioekologi spesies tumbuhan asing invasif .......................... 38
5.3 Pola Penyebaran Spasial Spesies Tumbuhan Asing Invasif ........... 53
5.3.1 Pola penyebaran spasial spesies tumbuhan asing invasif
berdasarkan indeks Morisita ................................................ 53
5.3.2 Perbandingan hasil interpolasi dengan menggunakan
metode IDW dan metode kriging ......................................... 54
5.3.3 Pola penyebaran spasial spesies tumbuhan asing invasif
yang dominan ....................................................................... 55
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN...................................................... 61
6.1 Kesimpulan ..................................................................................... 61
6.2 Saran ............................................................................................... 61
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 62
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ........................................... 13
2. Dominansi dan nilai keanekaragaman spesies setiap tingkat
pertumbuhan ............................................................................................... 25
3. Indeks nilai penting dan keanekaragaman spesies setiap tingkat
pertumbuhan ............................................................................................... 29
4. Indeks dominansi (C) di lokasi penelitian ................................................... 30
5. Spesies tumbuhan asing invasif di Cagar Alam Kamojang ........................ 33
6. Nilai indeks Morisita spesies tumbuhan asing invasif di Cagar Alam
Kamojang.................................................................................................... 53
7. Nilai koefisien determinasi metode interpolasi IDW dan kriging pada
masing-masing spesies tumbuhan asing invasif yang dominan ................. 54
vii
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Lokasi penelitian di kawasan Cagar Alam Kamojang.............................. 12
2. Ilustrasi analisis vegetasi menggunakan metode petak ganda yang
digunakan di Cagar Alam Kamojang ..................................................... 14
3. Proses pembuatan peta sebaran spasial spesies tumbuhan asing invasif
yang dominan ........................................................................................... 22
4. Sebelas famili yang memiliki jumlah ≥ 3 spesies..................................... 28
5. Spesies dengan INP > 10% pada setiap tingkat pertumbuhan di lokasi
pengamatan ............................................................................................... 31
6. Spesies kaso (Saccharum spontaneum) yang cukup mendominasi di
Cagar Alam Kamojang ............................................................................. 32
7. Alang-alang (Imperata cylindrica) ........................................................... 34
8. Peta sebaran spasial Imperata cylindrica di Cagar Alam Kamojang ....... 35
9. Indeks nilai penting spesies tumbuhan asing invasif di Cagar Alam
Kamojang.................................................................................................. 36
10. Pembalakan liar yang terjadi di dalam kawasan Cagar Alam
Kamojang menyebabkan kawasan terbuka............................................... 37
11. Babadotan (Ageratum conyzoides) ........................................................... 38
12. Harees (Rubus moluccanus) ..................................................................... 39
13. Sebaran geografis C. hirta pada habitat alami (lingkaran) dan daerah
introduksinya (kotak) ................................................................................ 40
14. Harendong bulu (Clidemia hirta) ............................................................. 40
15. Jampang kawat (Cynodon dactylon)......................................................... 41
16. Jukut lampuyang (Panicum repens) ......................................................... 42
17. (a) Jukut riut (Mimosa pudica), (b) Lokasi M. pudica sering
ditemukan (tanda merah) .......................................................................... 43
18. Kalimusa (Mimosa pigra) ......................................................................... 44
19. Komunitas A. inulifolium yang mendominasi di Cagar Alam
Kamojang.................................................................................................. 46
20. Nagri (Passiflora edulis) .......................................................................... 47
viii
21. Distribusi geografi alami (hijau) dan daerah introduksi (merah)
Lantana camara ........................................................................................ 48
22. Saliara (L. camara) yang tumbuh bersama kaso (S. spontaneum) dan
kirinyuh (A. inulifolium) ........................................................................... 49
23. Sembung rambat (Mikania micrantha)..................................................... 50
24. Seuseureuhan (Piper aduncum) ................................................................ 51
25. Teklan (Ageratina riparia) ....................................................................... 52
26. Peta sebaran spasial Austroeupatorium inulifolium di Cagar Alam
Kamojang................................................................................................ 55
27. Hasil analisis regresi linier pada hubungan antara jarak dari jalan
dengan sebaran jumlah individu A. inulifolium di Cagar Alam
Kamojang.................................................................................................. 56
28. Peta sebaran spasial Ageratina riparia di Cagar Alam Kamojang ........... 57
29. Hasil analisis regresi linier pada hubungan antara jarak dari jalan
dengan sebaran jumlah individu A. riparia di Cagar Alam Kamojang .... 58
30. Peta sebaran spasial Lantana camara di Cagar Alam Kamojang ............ 59
31. Hasil analisis regresi linier pada hubungan antara jarak dari jalan
dengan sebaran jumlah individu L. camara di Cagar Alam Kamojang ... 60
ix
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Daftar spesies tumbuhan hasil analisis vegetasi di Cagar Alam
Kamojang .................................................................................................. 69
2. Hasil perhitungan INP pada setiap tingkat pertumbuhan ......................... 73
3. Perhitungan indeks Morisita spesies tumbuhan asing invasif ................... 80
4. Perbandingan metode interpolasi IDW dan kriging .................................. 84
5. Uji normalitas sisaan ................................................................................. 85
6. Analisis regresi linier pengaruh jarak terhadap sebaran jumlah
individu spesies tumbuhan asing invasif yang dominan ........................... 88
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ancaman terhadap keanekaragaman hayati di Indonesia tidak hanya
disebabkan oleh eksploitasi yang berlebihan terhadap sumberdaya alam, alih
fungsi lahan atau perubahan iklim secara global, tetapi juga disebabkan oleh
adanya spesies tumbuhan asing invasif. Spesies tumbuhan asing invasif mampu
menekan pertumbuhan spesies tumbuhan asli yang terdapat di dalam ekosistem
sehingga dapat mengakibatkan kepunahan lokal terhadap spesies tumbuhan asli.
Munculnya spesies tumbuhan asing invasif dapat dipengaruhi oleh
gangguan-gangguan terhadap lingkungan sehingga perkembangan spesies
tumbuhan asing invasif dapat terjadi secara alami. Perkembangan spesies
tumbuhan asing invasif yang terjadi secara alami berkaitan dengan proses suksesi.
Dalam proses suksesi, spesies tumbuhan asing invasif merupakan spesies
tumbuhan pionir seperti Imperata cylindrica atau Lantana camara yang berperan
sebagai penutup lahan. Adaptasi yang baik dari spesies tumbuhan asing invasif
menyebabkan spesies tersebut mendapatkan sumberdaya yang lebih baik daripada
spesies tumbuhan asli sehingga mampu berkembangbiak secara cepat dan menjadi
invasif. Selain dapat terjadi secara alami, invasi oleh spesies tumbuhan asing juga
dapat terjadi akibat upaya introduksi spesies asing baik secara disengaja seperti
introduksi Acacia nilotica di Taman Nasional Baluran maupun secara tidak
disengaja akibat pertumbuhan transportasi, perdagangan dan kegiatan wisata
secara global (KLH 2002).
Invasi oleh spesies tumbuhan asing telah terjadi di beberapa kawasan
konservasi di Indonesia. Selain kasus Acacia nilotica di Taman Nasional Baluran,
invasi oleh tumbuhan asing juga terjadi di Taman Nasional Wasur, Taman
Nasional Gunung Gede Pangrango dan Taman Nasional Komodo. Di Taman
Nasional Wasur terdapat beberapa spesies tumbuhan asing invasif diantaranya
eceng gondok (Eichhornia crassipes) yang menginvasi sungai-sungai besar
sehingga menyebabkan terganggunya transportasi air dan pendangkalan sungai
(KLH 2002). Spesies konyal (Passiflora edulis) diduga berpotensi menjadi invasif
2
di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango karena berasosiasi kuat dengan
spesies-spesies pohon asli seperti saninten (Castanopsis argentea) dan nangsi
(Altingia rubescens), sehingga dikhawatirkan dapat menekan pertumbuhan spesies
tersebut (Heriyanto & Sawitri 2006). Spesies kaktus sendok nasi (Opuntia
engelmannii) merupakan tumbuhan asing invasif yang cukup mengganggu di
Taman Nasional Komodo dan mengakibatkan berkurangnya luasan savana
sebagai sumber pakan bagi mamalia herbivora (Kayat & Butarbutar 2009).
Invasi spesies tumbuhan asing diduga dapat terjadi di kawasan konservasi
lainnya termasuk Cagar Alam Kamojang. Hal tersebut disebabkan oleh adanya
gangguan terhadap Cagar Alam Kamojang terutama akibat aktivitas manusia yang
merusak kawasan cagar alam. Kerusakan kawasan akibat gangguan aktivitas
manusia seperti pembukaan kawasan untuk infrastruktur pemanfaatan panas bumi,
perambahan dan pembalakan liar pada saat krisis moneter yang telah
menyebabkan keterbukaan lahan. Fei et al. (2009) menyatakan terdapat hubungan
antara intensitas gangguan dengan kelimpahan spesies tumbuhan asing invasif
seperti distribusi spesies tumbuhan asing invasif yang lebih banyak tersebar di
daerah terbuka misalnya daerah di sekitar jalan daripada daerah dengan kondisi
yang lebih tertutup. Untuk mengetahui dugaan adanya proses invasi oleh spesies
tumbuhan asing dan pengaruh bentuk gangguan seperti jaringan jalan terhadap
penyebaran spesies tumbuhan asing invasif maka diperlukan penelitian mengenai
keanekaragaman dan pola sebaran spasial spesies tumbuhan asing invasif di Cagar
Alam Kamojang.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
1. Mengidentifikasi keanekaragaman spesies tumbuhan asing invasif yang
terdapat di Cagar Alam Kamojang.
2. Mengidentifikasi pola penyebaran spasial spesies tumbuhan asing invasif
yang dominan di Cagar Alam Kamojang.
3. Menganalisis pengaruh jarak dari jalan terhadap sebaran jumlah individu
spesies tumbuhan asing invasif yang dominan di Cagar Alam Kamojang.
3
1.3 Hipotesis
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan
antara jarak dari jalan dengan sebaran jumlah individu spesies tumbuhan asing
invasif yang dominan di Cagar Alam Kamojang.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan data dan informasi mengenai
keanekaragaman dan penyebaran spasial dari spesies tumbuhan asing invasif di
Cagar Alam Kamojang, sehingga dapat dijadikan pedoman dalam upaya
pengelolaan potensi kawasan konservasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Spesies Invasif
Secara ekologi, invasi didefinisikan sebagai pergerakan suatu spesies dari
suatu area dengan kondisi tertentu menuju area lain dengan kondisi yang berbeda
kemudian secara perlahan spesies tersebut mengokupasi habitat barunya
(Clements 1905 diacu dalam Alpert et al. 2000). Spesies tersebut mampu
menginvasi lingkungan apabila berasosiasi dengan baik di lingkungan yang baru
sehingga akan menguntungkan pertumbuhannya tetapi merugikan bagi spesies
lokal (Alpert et al. 2000).
Spesies invasif adalah spesies yang muncul sebagai akibat dari aktivitas
manusia, melampaui penyebaran normalnya yang dapat mengancam lingkungan,
pertanian dan sumber daya yang lainnya. Spesies invasif dapat berupa seluruh
kelompok taksonomi meliputi virus, cendawan, alga, lumut, paku-pakuan,
tumbuhan tinggi, invertebrata, ikan, amphibi, reptil, burung dan mamalia (Hossain
2009). Proses invasif pada suatu ekosistem dapat terjadi oleh spesies asing
sehingga spesies tersebut dikenal sebagai spesies asing invasif (invasive alien
species/IAS). Pejchar dan Mooney (2009) mendefinisikan spesies asing invasif
yaitu spesies asing (non-native) yang pada umumnya diintroduksi oleh manusia
kemudian mengancam ekosistem, habitat atau spesies lainnya dan menyebabkan
perubahan global pada lingkungan.
Alpert et al. (2000) menduga spesies asing yang bersifat non invasif dapat
menjadi invasif apabila selama beberapa tahun terjadi fluktuasi hujan atau iklim,
adanya spesies mutualisma dari spesies asing tersebut atau melalui evolusi. Proses
invasi suatu lingkungan tidak hanya disebabkan oleh adanya introduksi spesies
asing, tetapi spesies-spesies lokal juga dipertimbangkan dapat menjadi invasif
ketika penyebarannya dilakukan di dalam habitat buatan manusia seperti kebun
atau halaman atau ketika kelimpahannya meningkat akibat campur tangan
manusia di habitat alaminya (Randall 1997 diacu dalam Alpert et al. 2000).
5
2.1.1 Proses invasi dan karakter biologis tumbuhan asing invasif
Tumbuhan asing invasif dikenal sebagai tumbuhan bukan asli dari suatu
ekosistem dan mampu bersaing dengan baik dalam memperoleh sumberdaya di
ekosistem barunya sehingga menyebabkan dampak yang merusak bagi struktur,
komposisi dan pertumbuhan vegetasi asli pada ekosistem tersebut (Moris et al.
2009). Pada dasarnya proses invasi dari spesies tumbuhan asing dapat dibagi
menjadi tiga proses, yaitu proses introduksi, proses kolonisasi dan proses
naturalisasi (Cousens & Mortimer 1995 diacu dalam Radosevich et al. 2007).
Perkembangan spesies tumbuhan yang bersifat invasif tidak lepas dari upaya
introduksi yang dilakukan secara sengaja atau tidak disengaja. Cornel dan Lawton
(1992) diacu dalam Whitten et al. (1999) menjelaskan potensi mengintroduksi
spesies tumbuhan di luar ekosistem alaminya terjadi akibat kondisi ekosistem
alami yang jenuh oleh spesies-spesies tumbuhan yang sangat sedikit atau hampir
tidak ada. Williamson dan Fitter (1996) diacu dalam Alpert et al. (2000)
memperkirakan hanya 0.1% dari seluruh spesies tumbuhan yang diintroduksi di
luar ekosistem alaminya oleh manusia berkembang menjadi invasif. Spesies
tumbuhan yang diintroduksi akan menjadi invasif apabila mampu bernaturalisasi
dengan habitat yang baru sehingga sukses membangun populasi spesiesnya,
menyebar secara luas dan bergabung dengan sekelompok tumbuhan (Radosevich
et al. 2007).
Rejmanek (2000) diacu dalam Radosevich et al. (2007) mendeskripsikan
beberapa karakteristik biologi yang berhubungan dengan sifat invasif suatu
spesies tumbuhan diantaranya mudah tersebar oleh manusia dan hewan,
kecocokan dengan lingkungan yang konstan, ukuran genom kecil,
perkembangbiakan vegetatif dan penyebaran biji yang efektif serta sangat
bergantung terhadap keberadaan musuh biologisnya. Sukisman (2010)
menyatakan karakteristik yang paling terlihat pada tumbuhan invasif diantaranya
cepat membentuk naungan, merupakan spesies pionir, memiliki fenologi yang
berbeda dan tidak memiliki musuh alami.
6
2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi invasi tumbuhan asing
Distribusi spesies invasif dipengaruhi oleh faktor biotik dan faktor abiotik.
Faktor abiotik yang mempengaruhi keberadaan spesies tumbuhan asing invasif
diantaranya jenis tanah, kemasaman tanah, kelembaban tanah, kualitas dan
kuantitas pencahayaan, pola presipitasi, variasi temperatur pada tanah, air dan
udara (Radosevich et al. 2007). Richardson dan Pyšek (2000) diacu dalam
Radosevich et al. (2007) menyatakan bahwa setidaknya terdapat empat faktor
yang mempengaruhi keberhasilan proses invasi suatu spesies yaitu ketersediaan
sumberdaya, gangguan, kompetisi dan tekanan terhadap propagul.
Kualitas suatu lahan merupakan salah satu faktor penentu kesuksesan
tumbuhan asing menginvasi ekosistem barunya. Lingkungan komunitas tumbuhan
dengan ketersediaan sumberdaya yang tinggi memiliki kemungkinan besar untuk
terganggu dan terinvasi. Huston dan De angelis (1994) diacu dalam Moris et al.
(2009) menyatakan komunitas yang kaya akan spesies (tingkat heterogenitas yang
tinggi) menjadi kondisi yang disukai oleh spesies asing untuk mendapatkan
keuntungan daripada kondisi lingkungan dengan tingkat keanekaragaman yang
rendah.
Kesuksesan tumbuhan asing menginvasi suatu lingkungan juga dipengaruhi
oleh gangguan yang terjadi di lingkungan tersebut. Gangguan pada lingkungan
menyebabkan ketidakseimbangan kompetisi dan okupasi habitat tumbuhan utama
pada ekosistem tersebut dan menyebabkan faktor abiotik lebih berperan sebagai
suksesor invasi tumbuhan asing daripada faktor biotiknya (Moris et al. 2009).
Sastroutomo (1990) menyatakan spesies-spesies gulma pada habitat yang telah
terganggu (seperti tepi jalan, tepi danau/rawa/sungai, tempat pembuangan
sampah) lebih bervariasi dibandingkan dengan spesies pada habitat yang belum
terganggu. Keanekaragaman spesies gulma pada habitat yang telah terganggu
dapat terjadi akibat adanya perubahan lingkungan yang nyata sejalan dengan
waktu dari proses suksesi sekunder pada habitat tersebut (Sastroutomo 1990).
7
2.1.3 Dampak ekologi dari spesies tumbuhan asing invasif
Keberadaan spesies invasif di luar lingkungan alaminya dapat menjadi
ancaman bagi kelangsungan proses alami yang terdapat dalam lingkungan
tersebut. Kehadiran spesies tumbuhan asing invasif dapat menyederhanakan
ekosistem dengan menekan pertumbuhan spesies asli dan mengubahnya menjadi
sistem yang monokultur. Perkembangbiakan dari spesies tumbuhan asing invasif
selalu menyebabkan keanekaragaman spesies asli dan proses regenerasi alaminya
menurun, produktivitas hutan menurun dan menyebabkan degradasi lingkungan
(Fei et al. 2009). Parker et al. (1999) diacu dalam Radosevich (2007)
menguraikan beberapa dampak ekologi yang disebabkan oleh tumbuhan invasif
yaitu:
Mereduksi keanekaragaman hayati
Gangguan terhadap spesies yang terancam punah dan habitatnya
Habitat bagi serangga, burung dan satwaliar asli terancam hilang
Mengubah proses ekologi alami seperti suksesi tumbuhan
Meningkatnya frekuensi dan intensitas dari kebakaran alami
Gangguan terhadap asosiasi tumbuhan dengan satwa seperti polinasi
dan penyebaran benih.
2.1.4 Peraturan mengenai spesies asing invasif
Spesies asing invasif dapat mengancam kelestarian keanekaragaman hayati
sehingga diperlukan peraturan untuk mengendalikan introduksi dan penyebaran
spesies asing invasif di Indonesia. Pusat Karantina Tumbuhan dan Keamanan
Hayati Nabati (2011) menyatakan sampai saat ini peraturan yang khusus mengatur
tentang spesies asing invasif belum terdapat di Indonesia. Namun, beberapa
peraturan nasional yang terkait dengan spesies asing baik yang bersifat invasif
maupun tidak, diuraikan sebagai berikut:
1. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup. Pasal 3 Ayat (1) mengenai usaha dan atau
kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting
terhadap lingkungan hidup, termasuk introduksi tumbuh-tumbuhan, spesies
8
hewan, dan spesies jasad renik. Kegiatan introduksi ini wajib melakukan
AMDAL.
2. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura Pasal 88 Ayat
(3) mengenai impor produk hortikultura dilakukan melalui pintu yang telah
ditetapkan. Pintu yang dimaksudkan untuk memudahkan pengawasan terkait
dengan masuknya OPT karantina, keamanan hayati, spesies-spesies asing
yang invasif dan keamanan pangan.
3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang pengesahan United Nation
Convention on Biological Diversity (CBD) Pasal 8 butir h mengenai setiap
pihak yang menandatangani konvensi ini diwajibkan untuk mencegah
masuknya serta mengendalikan atau membasmi spesies-spesies asing yang
mengancam ekosistem, habitat atau spesies lain di habitat yang asli.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis
Tumbuhan dan Satwa Pasal 5 Ayat (1) suatu jenis tumbuhan dan satwa wajib
ditetapkan dalam golongan yang dilindungi apabila: butir 1.b, terjadi
penurunan yang tajam jumlah individunya di alam. Adapun dalam
penjelasannya penurunan populasi ini terkait dengan ancaman dari faktor luar
termasuk spesies asing (jenis introduksi). Pada Ayat (2) butir 2.e dijelaskan
mengenai pemasukan jenis asing harus dihindarkan, butir 2.f dijelaskan selain
dari jenis tumbuhan dan satwa asli, jenis asing juga termasuk didalamnya,
sehingga jenis-jenis asing ini perlu dimusnahkan.
5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Keanekaragaman
Hayati dan Ekosistemnya, Bab IV, Pasal 19 Ayat (3) mengatur dan melarang
aktivitas yang dapat mengubah kondisi alami kawasan suaka alam seperti
menambah spesies yang tidak asli, Bab VII, Pasal 33, Ayat (2) yang melarang
melakukan aktivitas yang dapat mengubah zona inti taman nasional seperti
menambah spesies satwa dan tumbuhan yang tidak asli.
6. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman
yang menegaskan perlindungan dan pencegahan kehilangan tumbuhan dari
gulma atau tumbuhan penggangu lainnya serta aksi pemberantasan organisme
pengganggu yang mampu berkembang seperti gulma di beberapa lokasi dan
menekan pertumbuhan tumbuhan lainnya (Bab I, Pasal 1, Ayat 7, 8, Bab III,
9
Pasal 21). Selain itu, dalam pasal 10 menyebutkan mekanisme introduksi
spesies asing dan beberapa pasal mengenai monitoring dan manajemen gulma
dan spesies asing.
7. Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992 mengenai Karantina Hewan, Ikan
dan Tumbuhan yang mengatur tugas dan fungsi utama karantina hewan dan
tumbuhan di pelabuhan, bandara, daerah perbatasan dan pelabuhan antar
pulau. Karantina dilaksanakan berdasarkan berbagai komoditas, seperti
persediaan makanan, tanaman budidaya, hasil perkebunan dan hasil hutan
yang bertujuan untuk melindungi kehidupan dan kesehatan hewan dan
tumbuhan tersebut.
Invasi spesies asing di ekosistem atau habitat tertentu telah menjadi
perhatian dunia sejak Konferensi Tingkat Tinggi Bumi di Rio de Janeiro, Brazil
pada tahun 1992. Adapun perangkat hukum mengenai pengendalian spesies asing
invasif pada level internasional diantaranya:
1. Convention on Biological Diversity (CBD) tahun 1992 mengenai konservasi
insitu yang berkaitan dengan pencegahan masuknya spesies asing invasif,
mengendalikan dan membasmi spesies yang mengancam ekosistem, habitat
dan spesies (pasal 8 butir h).
2. Konferensi Ramsar di Iran tahun 1971 dan Kosta Rika tahun 1998. Resolusi
VII.4 mengenai spesies invasif dan lahan basah terkait dengan kesadaran akan
beberapa ancaman spesies asing terhadap ekologi dan karakteristik lahan
basah, spesies lahan basah, daratan dan lautan.
3. Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and
Flora (CITES) dalam Konferensi Resolusi 13.10 tahun 1997 mengenai
perdagangan spesies asing invasif dengan hasil rekomendasi diantaranya: a).
Mempertimbangkan masalah spesies asing invasif dalam peraturan dan
perundang-undangan yang terkait dengan hewan dan tumbuhan yang
diperdagangkan secara hidup-hidup, b). Berkonsultasi dengan otoritas
manajemen terkait tujuan impor suatu negara, kemungkinan dan
penerapannya, serta pertimbangan ekspor yang berpotensi sebagai spesies
asing invasif, untuk memutuskan peraturan yang diberlakukan dalam hal
impor, dan c). Mempertimbangkan peluang sinerginya CITES dan CBD untuk
10
bekerjasama dan berkolaborasi antara dua konvensi dalam isu introduksi
spesies asing yang berpotensi invasif.
2.2 Penyebaran Spasial
Komunitas tumbuhan memperlihatkan adanya diferensiasi penyebaran baik
secara vertikal maupun horizontal, yakni setiap spesiesnya tersebar dengan tinggi
di atas permukaan tanah yang berbeda dan juga tersebar pada lokasi dan jarak
yang berbeda. Penyebaran secara vertikal dari suatu spesies tumbuhan biasanya
dipengaruhi oleh adanya perbedaan intensitas cahaya matahari. Penyebaran
tumbuhan secara horizontal dipermukaan tanah memiliki kompleksitas yang
tinggi. Whitaker (1970) diacu dalam Sastroutomo (1990) mengidentifikasi empat
macam penyebaran dari setiap spesies tumbuhan secara horizontal dalam
komunitas tumbuhan (juga untuk setiap individu dalam populasi) yaitu
penyebaran secara acak, mengelompok (kontagius), teratur (kontagius negatif)
dan penyebaran secara kombinasi pengelompokan individu ke dalam koloni dan
distribusi regular.
Tipe penyebaran pada komunitas tumbuhan di habitat alami biasanya
dijumpai secara acak dan tidak pernah dijumpai tipe penyebaran yang sangat
teratur dengan jarak yang relatif sama dari individu ke individu lainnya. Tipe
penyebaran mengelompok juga dapat ditemui pada komunitas tumbuhan di habitat
alami yang disebabkan oleh pola penyebaran biji dari tumbuhan induk, gradasi
lingkungan mikro atau kekerabatan antar spesies baik yang bersifat positif
maupun negatif (Sastroutomo 1990).
Setiap spesies tumbuhan pada suatu komunitas akan memiliki pola
penyebaran tersendiri. Pola ini dapat memiliki persamaan dengan spesies lainnya
tetapi tidak mungkin seluruhnya sama. Oleh karena itu, komunitas tumbuhan
merupakan gabungan dari beberapa pola penyebaran berbagai spesies tumbuhan
dan saling berinteraksi (Sastroutomo 1990).
11
2.3 Sistem Informasi Geografis
Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan sistem untuk pengambilan,
penyimpanan, pemeriksaan, penggabungan, manipulasi, analisis atau penyajian
data keruangan yang memiliki referensi bumi (Chorley 1987 diacu dalam
Syamsudin & Suryadi 2006). Sistem informasi geografi digunakan untuk
menyederhanakan proses sehingga mengefisienkan pekerjaan seperti
mengintegrasikan data dari berbagai sumber atau digunakan untuk meningkatkan
kapasitas analisis data seperti memfasilitasi pembentukan model analisis data dan
menyajikan data dengan output dalam bentuk yang interaktif (Syamsudin &
Suryadi 2006).
Sistem informasi geografi merupakan sistem kompleks yang biasanya
terintegrasi dengan lingkungan sistem-sistem komputer yang lain ditingkat
fungsional dan jaringan. Komponen-komponen yang menyusun SIG biasanya
terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, data dan informasi geografi dan
manajemen (Prahasta 2001). Jaya (2002) menyebutkan pada bidang kehutanan,
SIG sangat diperlukan guna mendukung pengambilan keputusan untuk
memecahkan masalah keruangan (spasial) mulai dari tahap perencanaan,
pengelolaan sampai dengan pengawasan. Aplikasi SIG di bidang kehutanan
banyak dilakukan untuk memonitoring pergerakan satwa dan membuat model
kesesuaian habitat flora dan fauna. Beberapa penelitian di bidang konservasi yang
menggunakan aplikasi Sistem Informasi Geografis diantaranya:
Aplikasi SIG untuk pemetaan kesesuaian habitat kedaung (Parkia
timoriana (D.C Merr) di Taman Nasional Meru Betiri (Sebastian 2007).
Pemetaaan kesesuaian habitat Rafflesia patma Blume di Cagar Alam dan
Taman Wisata Alam Pananjung Pangandaran dengan menggunakan SIG
(Gamasari 2007).
Pemetaaan kesesuaian habitat Rafflesia patma Blume di Cagar Alam
Leuweung Sancang Garut - Jawa Barat dengan menggunakan SIG
(Herdiyanti 2009).
Pemetaan kesesuaian habitat Rafflesia zollingeriana Kds. (studi kasus di
Resort Sukamade wilayah seksi I Sarongan Taman Nasional Meru Betiri-
Jawa Timur) (Dhistira 2011).
12
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Cagar Alam Kamojang, Kabupaten Garut dan
Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Kegiatan pengambilan data di lapangan
dilaksanakan selama ± satu bulan yaitu dari bulan Juli sampai dengan Agustus
2011. Pengolahan data keanekaragaman dan pola penyebaran spasial dilakukan di
Bagian Konservasi Keanekaragaman Tumbuhan dan Bagian Hutan Kota dan Jasa
Lingkungan, Departemen Konservasi Tumbuhan dan Ekowisata, Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Gambar 1 Lokasi penelitian di kawasan Cagar Alam Kamojang.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari sampel
spesies tumbuhan, alkohol 70%, peta kawasan Cagar Alam Kamojang dan
perangkat lunak Arc Gis 9.3 dan SPSS 16.0. Alat yang digunakan dalam
penelitian ini terdiri dari Global Positioning System (GPS), kamera digital,
13
meteran, tambang, kompas, phiband, tallysheet, panduan lapang tumbuhan asing
invasif, koran bekas, label (etiket) dan kalkulator.
3.3 Jenis Data yang Dikumpulkan
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer
dan data sekunder. Data primer terdiri dari data keanekaragaman dan pola
penyebaran spasial spesies tumbuhan asing invasif sedangkan data sekunder
berupa data kondisi umum Cagar Alam Kamojang yang terdiri dari kondisi
biofisik dan sosial ekonomi masyarakat di sekitar kawasan. Jenis data yang
dikumpulkan secara rinci disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian
No. Jenis Data/Informasi
yang Dikumpulkan
Aspek yang Dikaji Sumber Data Metode
1. Keanekaragaman
spesies tumbuhan
asing invasif
Spesies, jumlah individu,
frekuensi, dominansi
Pengamatan
langsung di
lapangan
Analisis
vegetasi
2. Penyebaran spasial
spesies tumbuhan
asing invasif
Titik sebaran spesies
tumbuhan asing invasif
Pengamatan
langsung di
lapangan
Penandaan
titik sebaran
dengan GPS
3. Kondisi umum
kawasan
Kondisi fisik, kondisi
biologis, kondisi sosial
ekonomi, peta kawasan
Rencana
Pengelolaan
CAK 2005-2020
Studi literatur
3.4 Metode Pengumpulan Data
3.4.1 Keanekaragaman spesies tumbuhan asing invasif
Analisis vegetasi dilakukan untuk mengetahui keanekaragaman spesies
tumbuhan asing invasif dengan menggunakan metode petak ganda yang
ditetapkan secara purposive sampling di lokasi yang terganggu (misalnya jaringan
jalan) (Gambar 2). Panjang lokasi yang digunakan sebesar 500 m dan terbagi
menjadi lima segmen dengan jarak antar segmen sebesar 100 meter. Pada setiap
segmen diletakkan petak ukur masing-masing berukuran 20 x 20 meter dan
terbagi ke dalam beberapa ukuran. Petak ditempatkan di kiri dan kanan jaringan
jalan dengan jumlah petak ukur masing-masing berjumlah 5 petak sehingga
14
jumlah total petak ukur sebanyak 50 petak. Peletakan petak ukur dilakukan secara
sistematik dengan jarak titik pusat antar petak sebesar 50 meter.
Gambar 2 Ilustrasi analisis vegetasi menggunakan metode petak ganda yang
digunakan di Cagar Alam Kamojang.
Keterangan Gambar 2:
a. Petak ukur semai (2 m x 2 m), yaitu anakan dengan tinggi < 1,5 m. Selain
itu, dicatat juga spesies tumbuhan bawah, semak, terna atau liana.
b. Petak ukur pancang (5 m x 5 m), yaitu anakan dengan tinggi > 1,5 m dan
diameter batangnya < 10 cm. Selain itu, dicatat juga semak, perdu atau terna
dengan tinggi > 1,5 m.
c. Petak ukur tiang (10 m x 10 m), yaitu diameter batang antara 10 cm – 19,9
cm.
d. Petak ukur pohon (20 m x 20 m), yaitu pohon yang diameter batangnya ≥ 20
cm.
Titik awal
50 m 50 m
Base line
100 m
100 m
100 m
a b
c
d
15
Parameter yang diambil dalam pengamatan vegetasi pada seluruh tingkat
pertumbuhan meliputi:
1. Spesies, jumlah individu dan diameter untuk tingkat pohon dan tiang.
2. Spesies dan jumlah individu untuk tingkat pancang, semai dan tumbuhan
bawah (tumbuhan selain permudaan pohon termasuk liana dan semak
belukar).
Identifikasi spesies tumbuhan dilakukan untuk mengetahui nama lokal dan
nama ilmiah dari spesies tumbuhan yang ditemukan di lokasi penelitian. Spesies
tumbuhan yang diperoleh dari hasil pengamatan kemudian dibuatkan
herbariumnya. Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam pembuatan herbarium ini
adalah:
1. Mengambil contoh herbarium yang terdiri dari ranting lengkap dengan
daunnya (apabila terdapat bunga atau biji sebaiknya diikutsertakan).
Pengambilan contoh herbarium dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan
analisis vegetasi.
2. Contoh herbarium dipotong dengan panjang kurang lebih 40 cm atau
disesuaikan dengan ukuran tumbuhan.
3. Contoh herbarium dimasukkan ke dalam kertas koran dengan disertakan
etiket yang berukuran 3 cm x 5 cm. Etiket berisikan keterangan mengenai
nomor spesies, nama lokal, lokasi pengumpulan dan nama pengumpul
(kolektor).
4. Selanjutnya beberapa herbarium disusun di atas sasak yang terbuat dari
bambu dan disemprot dengan alkohol 70%.
5. Herbarium kemudian dijemur dengan sinar matahari dan disemprot kembali
dengan alkohol 70%.
6. Herbarium yang telah kering lengkap dengan keterangan-keterangan yang
diperlukan kemudian diidentifikasi nama ilmiahnya.
3.4.2 Identifikasi spesies tumbuhan asing invasif
Identifikasi spesies tumbuhan asing invasif dilakukan dengan melakukan
cek silang dengan beberapa sumber yang memuat daftar spesies tumbuhan asing
invasif seperti Webber (2003) dan Invasive Species Specialist Group (2005).
16
3.4.3 Pola sebaran spesies tumbuhan asing invasif
Pola penyebaran spasial dari spesies tumbuhan asing invasif yang terdapat
di Cagar Alam Kamojang diidentifikasi dengan menandai posisi koordinat pada
setiap petak ukur dengan menggunakan GPS. Penandaan lokasi dengan GPS
dilakukan pada titik tengah petak ukur sebanyak tiga kali.
Setiap petak kemudian diidentifikasi jumlah individu spesies tumbuhan
asing invasif baik yang berupa tumbuhan bawah, semak belukar, atau pohon. Nilai
pada masing-masing petak berupa jumlah individu spesies tumbuhan asing invasif
kemudian diinterpolasikan untuk mendapatkan sebaran spasial spesies tumbuhan
asing invasif yang terdapat di Cagar Alam Kamojang.
3.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data
3.5.1 Keanekaragaman spesies tumbuhan asing invasif
Data vegetasi hutan yang terkumpul selanjutnya dianalisis dengan
menghitung frekuensi, kerapatan, dominansi, indeks nilai penting,
keanekaragaman spesies, indeks dominansi dan pola penyebarannya. Data
vegetasi hutan dianalisis menggunakan persamaan sebagai berikut:
1. Indeks nilai penting
Indeks nilai penting (INP) diperoleh dengan menggunakan besaran-besaran
sebagai berikut (Soerianegara & Indrawan 2008):
Kerapatan (ind/ha) = Jumlah individu suatu spesies
Luas petak
Kerapatan Relatif/KR (%) = Kerapatan suatu suatu x 100%
Kerapatan seluruh spesies
Frekuensi = Jumlah petak dijumpai suatu
Jumlah seluruh petak
Frekuensi Relatif/FR (%) = Frekuensi suatu suatu x 100%
Frekuensi seluruh spesies
Dominansi (m2/ha) = Basal area suatu spesies
Luas seluruh petak
Dominansi Relatif/DR (%) = Dominansi suatu spesies x 100%
Dominansi seluruh spesies
Indeks Nilai Penting = KR+FR+DR
Khusus untuk tingkat semai, pancang dan tumbuhan bawah, perhitungan
Indeks Nilai Penting hanya menjumlahkan kerapatan relatif dengan frekuensi
relatifnya.
17
2. Keanekaragaman spesies
Keanekaragaman spesies diukur dengan menghitung persamaan indeks
keanekaragaman Shannon-Wiener sebagai berikut (Pileou 1969 diacu dalam
Krebs 1972):
Hˈ = -∑ [Pi. Ln Pi], dengan Pi yaitu:
Keterangan:
Hˈ : Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener
ni : Jumlah INP suatu spesies
N : Jumlah INP seluruh spesies
3. Indeks dominansi
Indeks dominansi merupakan nilai kuantitatif untuk mengetahui suatu
spesies yang dominan di dalam komunitasnya dengan persamaan (Indrayanto
2006):
Keterangan:
C : Indeks dominansi
ni : Jumlah individu suatu spesies
N : Jumlah seluruh individu
4. Pola sebaran spesies
Pola penyebaran spesies tumbuhan asing invasif pada suatu komunitas
tumbuhan dilakukan dengan menggunakan indeks Morisita. Pola penyebaran yang
diketahui merupakan kecenderungan bentuk penyebaran suatu spesies di dalam
komunitasnya yang terbagi ke dalam bentuk acak, mengelompok atau merata.
Persamaan yang digunakan yaitu (Morisita 1965 diacu dalam Krebs 1972):
Keterangan:
Id : Derajat penyebaran Morisita
18
n : Jumlah petak ukur
∑x² : Jumlah kuadrat dari total individu suatu spesies pada suatu komunitas
∑x : Jumlah total individu suatu spesies pada suatu komunitas
Selanjutnya dilakukan uji Chi-square dengan menggunakan persamaan:
Derajat keseragaman
Keterangan:
𝜒² 0,975 : Nilai Chi-square dari tabel dengan db (n-1), selang kepercayaan 97,5%
∑xi : Jumlah individu dari suatu spesies pada petak ukur ke-i
n : Jumlah petak ukur
Derajat pengelompokan
Keterangan:
𝜒² 0,025 : Nilai Chi-square dari tabel dengan db (n-1), selang kepercayaan 2,5%
∑xi : Jumlah individu dari suatu spesies pada petak ukur ke-i
n : Jumlah petak ukur
Standar derajat Morisita (Ip) dihitung dengan menggunakan empat
persamaan pada salah satu kondisi sebagai berikut:
Apabila Id ≥ Mc > 1.0 maka dihitung:
Apabila Id > Mc ≥ 1.0 maka dihitung:
Apabila 1.0 > Id > Mu maka dihitung:
19
Apabila 1.0 > Mu > id maka dihitung:
Standar derajat penyebaran Morisita (Ip) mempunyai interval -1,0 – 1,0
dengan taraf kepercayaan 95% pada batas 0,5 dan -0,5. Nilai Ip digunakan untuk
menunjukkan kecenderungan pola penyebaran spesies tumbuhan asing invasif
pada suatu komunitas tumbuhan di Cagar Alam Kamojang dengan selang nilai:
Ip = 0, menunjukkan pola sebaran acak (random)
Ip > 0, menunjukkan pola penyebaran mengelompok (clumped)
Ip < 0, menunjukkan pola penyebaran merata (uniform)
3.5.2 Pola penyebaran spasial spesies tumbuhan asing invasif yang dominan
Posisi GPS lokasi terdapatnya spesies tumbuhan asing invasif di-upload ke
dalam file text delimated (*.txt) di dalam program Ms. Excel 2007. Data mengenai
jumlah individu spesies di dalam petak ukur diinterpolasikan dengan
menggunakan metode inverse distance weighted (IDW) dan metode kriging. Hasil
interpolasi sebaran jumlah individu dari kedua metode tersebut dibandingkan
dengan sebaran jumlah individu sebenarnya sehingga diperoleh data spasial secara
keseluruhan yang lebih sesuai dengan kondisi di lapangan.
3.5.2.1 Metode interpolasi Inverse Distance Weighted (IDW)
Metode interpolasi IDW merupakan metode pendugaan nilai yang sederhana
dengan mempertimbangkan nilai di sekitarnya (NCGIA 1997). Asumsi dari
metode ini adalah nilai interpolasi akan lebih mirip pada data sampel yang lebih
dekat daripada data sampel yang lebih jauh. Metode ini menganalisis titik
pengamatan dalam suatu ruang ketetanggaan yang menggambarkan kemiripan
diantara titik-titik tersebut. Teknik pencarian yang digunakan adalah dengan
menetapkan jumlah titik observasi yang berada di sekitarnya atau menggunakan
teknik pencarian dalam radius tertentu. Nilai Z untuk setiap titik kemudian
diboboti dengan kuadrat jarak sehingga nilai yang dekat secara spasial akan
cenderung dipengaruhi nilai pada titik yang diamati.
Pramono (2008) menyatakan bahwa kekurangan dari metode IDW adalah
nilai hasil interpolasi terbatas pada nilai yang ada pada data sampel. Nilai
20
interpolasi yang dihasilkan tidak bisa lebih kecil dari minimum atau lebih besar
dari data sampel karena metode ini menggunakan rata-rata dari data sampel. Oleh
karena itu, untuk mendapatkan hasil interpolasi yang baik, maka sampel data yang
digunakan harus lebih rapat.
3.5.2.2 Metode interpolasi Kriging
Metode interpolasi kriging merupakan metode pendugaan nilai yang bersifat
stochastic atau pendugaan nilai dilakukan secara statistik untuk menghasilkan data
interpolasi (Pramono 2008). Asumsi dari metode ini yaitu jarak dan orientasi
antara sampel data menunjukkan korelasi spasial dan memiliki sebuah tren.
Metode ini menggunakan semivariogram yang merepresentasikan perbedaan
spasial dan nilai diantara pasangan sampel data. Apabila diketahui korelasi spasial
jarak dan orientasi data maka pendugaan nilai dengan menggunakan metode
interpolasi kriging dapat dilakukan dengan tepat.
Perbandingan antara metode interpolasi IDW dengan kriging dilakukan
untuk mengetahui metode yang paling sesuai dalam menduga sebaran jumlah
individu dengan melihat koefisien determinasi (R2) yang dihasilkan dari plot
scatter. Drapper dan Smith (1992) menyatakan koefisien determinasi merupakan
koefisien yang mengukur proporsi keragaman atau variasi total disekitar nilai
tengah Y yang dapat dijelaskan oleh regresi yang dihasilkan atau dalam hal ini
koefisien determinasi menjelaskan keragaman pada hasil metode interpolasi yang
diperoleh dari fungsi regresi antara dugaan jumlah individu berdasarkan hasil
interpolasi dengan jumlah individu di lapangan. Semakin besar nilai koefisien
determinasi maka semakin besar pula keragaman yang dapat dijelaskan oleh
fungsi yang dihasilkan.
3.5.3 Pengaruh jarak dari jalan terhadap sebaran jumlah individu spesies
tumbuhan asing invasif yang dominan
Hubungan antara peubah jarak dari jalan dengan sebaran jumlah individu
spesies tumbuhan asing invasif yang dominan dianalisis dengan menggunakan
analisis regresi linier sederhana. Mattjik dan Sumertajaya (2006) menyatakan
regresi linier sederhana merupakan persamaan regresi yang menggambarkan
hubungan antara dua faktor antara satu peubah bebas (X, independence variable)
21
dan satu peubah tak bebas (Y, dependence variable) dimana hubungan keduanya
dapat digambarkan sebagai garis lurus. Regresi linier sederhana dapat dituliskan
dalam bentuk persamaan (Mattjik & Sumertajaya 2006):
Y = α + β X
Dimana: Y= Peubah tak bebas, X= Peubah bebas, α = Intersep, β = Kemiringan.
Hipotesis yang digunakan untuk mengetahui pengaruh jarak dari jalan
terhadap sebaran jumlah individu spesies tumbuhan asing invasif yang dominan
yaitu:
H0: Jarak dari jalan tidak berpengaruh secara nyata terhadap sebaran jumlah
individu spesies tumbuhan asing invasif yang dominan.
H1: Jarak dari jalan berpengaruh nyata terhadap sebaran jumlah individu spesies
tumbuhan asing invasif yang dominan.
Hipotesis diuji secara statistik dengan uji f dan uji t pada persamaan regresi
yang dihasilkan. Taraf kepercayaan yang digunakan adalah sebesar 95% atau nilai
α sebesar 0,05. Apabila nilai signifikansi pada uji f dan uji t lebih kecil daripada
nilai α, maka hipotesis yang diterima yaitu H1 atau jarak dari jalan mempengaruhi
secara nyata terhadap sebaran jumlah individu spesies tumbuhan asing invasif
yang dominan, sedangkan apabila nilai signifikansi pada uji f dan uji t lebih besar
daripada nilai α, maka hipotesis yang diterima yaitu H0 atau jarak dari jalan tidak
mempengaruhi secara nyata terhadap sebaran jumlah individu spesies tumbuhan
asing invasif yang dominan.
3.5.4 Alur proses penelitian
Proses pendugaan sebaran jumlah individu spesies tumbuhan asing invasif
dengan menggunakan metode interpolasi dan proses analisis regresi untuk
mengetahui pengaruh jarak dari jalan terhadap sebaran jumlah individu spesies
tumbuhan asing invasif yang dominan diuraikan seperti pada Gambar 3.
22
Gambar 3 Proses pembuatan peta sebaran spasial spesies tumbuhan asing invasif yang dominan.
Pengaruh jarak
terhadap sebaran
jumlah individu IAS
Analisis Regresi Linier Uji normalitas
sisaan
Data jarak titik
pengamatan
terhadap jalan
Proses Euclidean
Distance untuk
memperoleh jarak titik
pengamatan dari jalan
Koreksi hasil
interpolasi dengan
keadaan di lapangan
Peta Interpolasi Sebaran
Jumlah Individu IAS di
Cagar Alam Kamojang
Peta Jaringan Jalan Jawa Barat
(shp)
Peta Cagar Alam Kamojang (shp)
Proses Clip Peta Peta Jaringan jalan di Cagar
Alam Kamojang Proses Overlay Peta
Peta Hasil Interpolasi
Sebaran Jumlah Individu
IAS
Reclassify
Proses Interpolasi dengan
metode IDW dan kriging
Transformasi koordinat UTM
Arc Gis 9.3 (Shapefile) MS Excel (tipe file
text delimated/*txt)
Data titik koordinat
GPS
Metode interpolasi
yang sesuai
BAB IV
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Letak dan Luas
Secara administrasi pemerintahan, kawasan Cagar Alam Kamojang (CAK)
terletak di dua kabupaten yaitu Kabupaten Garut dan Kabupaten Bandung,
Provinsi Jawa Barat. Menurut administrasi pengelolaan, kawasan ini termasuk ke
dalam wilayah kerja Seksi KSDA Garut, Balai Besar KSDA Jawa Barat. Di
kawasan ini, terdapat dua tipe kawasan konservasi yaitu Cagar Alam Kamojang
dan Taman Wisata Alam Kawah Kamojang yang terletak hampir di tengah-tengah
kawasan Cagar Alam Kawah Kamojang. Batas-batas kawasan Cagar Alam
Kamojang sebagai berikut (Anonim 2005):
Sebelah Utara : Kecamatan Paseh dan Ibun, Kabupaten Bandung
Sebelah Barat : Kecamatan Pacet, Kabupaten Bandung
Sebelah Timur : Kecamatan Leles dan Tarogong, Kabupaten Garut
Sebelah Selatan : Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut
Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 110/Kpts-II/90 tanggal
14 Maret 1990 ditetapkan luas Cagar Alam Kamojang adalah 7.805 Ha. Pada
tahun 1994, luas kawasan bertambah 12,196 Ha sebagai lahan kompensasi dengan
dasar Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 433/Kpts-II/94 sehingga luas total
kawasan cagar alam menjadi 7817,196 Ha dan luas taman wisata alam 481 Ha.
Pada tahun 2004 terjadi penambahan fungsi cagar alam di Blok Guntur sehingga
terjadi pengurangan luas Cagar Alam Kamojang seluas 500 Ha untuk hutan
lindung dan ± 25 Ha untuk Taman Wisata Alam (TWA) Cipaniis sehingga luas
total kawasan menjadi 7067,196 Ha. Penetapan kawasan cagar alam didasarkan
pada gejala alam yang unik berupa peristiwa vulkanologi dengan munculnya
kawah kecil di daerah kaldera Kamojang (Anonim 2005).
4.2 Kondisi Fisik dan Biologis Kawasan
4.2.1 Topografi dan tanah
Kawasan Cagar Alam Kamojang berada pada ketinggian antara 1.650 –
2.610 mdpl. Topografi kawasan pada umumnya berbukit landai dengan
24
kelerengan lapang yang terjal, miring dan bergelombang. Sudut kemiringan
bervariasi diantara 20% - 40%. Hasil peta tanah eksploitasi Balai Penyelidikan
tahun 1960 menyatakan jenis batuan pembentuk tanah Cagar Alam Kamojang
adalah aluvial dari endapan sungai. Jenis tanah yang terdapat di kawasan ini
terdiri dari andosol umbrik dan andosol vitrik dengan struktur gumpal bersudut,
pH masam sampai agak masam (3-6), kejenuhan basa rendah dan berkembang
dari tufa volkan (Anonim 2005).
4.2.2 Iklim dan hidrologi
Wilayah Kamojang merupakan daerah pegunungan yang dicirikan oleh
kondisi iklim khas pegunungan. Wilayah Kamojang memiliki suhu udara
maksimum sebesar 26,8°C pada bulan September sedangkan kondisi terendah
terjadi pada bulan Desember. Suhu udara minimum terendah terjadi pada bulan
Agustus sebesar 5,4°C dan tertinggi pada bulan Desember sebesar 10,7°C.
Kelembaban relatif (RH) wilayah Kamojang termasuk tinggi yaitu sebesar 82-
94%, sehingga lama penyinaran hanya 33 - 64% dalam sehari. Sepertiga hingga
dua per tiga hari sering terjadi kabut atau hujan teutama pada bulan November dan
Januari (Anonim 2005).
Cagar Alam Kamojang secara hidrologis terletak di daerah hulu dari daerah
aliran sungai (DAS) besar di Jawa Barat yaitu Sungai Citarum di bagian barat-
utara dan Sungai Cimanuk di bagian selatan. Masing-masing hulu DAS tersebut
membentuk sub DAS dan yang terletak di Cagar Alam Kamojang diantaranya
sungai Cikaro, Ciharus dan Ciwelirang.
4.2.3 Flora dan fauna
Ekosistem Cagar Alam Kamojang dapat dibedakan menjadi ekosistem
terestrial dan ekosistem akuatik. Ekosistem terestrial terdiri dari ekosistem hutan
cagar alam dan ekosistem hutan lindung, sedangkan ekosistem akuatik terdiri dari
ekosistem danau Ciharus dan danau Cibeureum. Secara umum kondisi vegetasi
yang terdapat di Cagar Alam Kamojang didominasi oleh famili Juglandaceae,
Theaceae, Lauraceae dan Fagaceae. Komposisi vegetasi yang terdapat di dalam
kawasan berupa kihujan (Engelhardia spicata), puspa (Schima wallichii), saninten
(Castanopsis argentea), pasang (Quercus lutea), Lauratus nobilis dan Litsea
25
cubeba. Hasil analisis vegetasi yang dilaksanakan di Cagar Alam dan Taman
Wisata Alam Kamojang diperoleh dominansi dan keanekaragaman spesies pada
tiap tingkat pertumbuhan seperti pada Tabel 2.
Tabel 2 Dominansi dan nilai keanekaragaman spesies pada setiap tingkat
pertumbuhan
No. Tingkat Pertumbuhan Spesies tumbuhan INP (%) H’
1 Pohon Engelhardia spicata 30,94 1,144
Schima wallichii 29,44
Sloanea sigun 25,04
2 Tiang Litsea javanica 81,56 1,183
Villebruinea rubescens 37,66
Engelhardia spicata 18,95
3 Pancang Plectronia glabia 43,38 1,274
Pterocarpus indicus 33,33
Litsea javanica 32,67
4 Semai/tumbuhan
bawah
Ageratina riparia 50,54 1,293
Dicksonia sp. 29,04
Achasma coccineum 28,53
Sumber: Anonim (2005)
Spesies satwa liar yang terdapat di Cagar Alam Kamojang antara lain walik
(Treron grisscipilla), kadanca (Ducula sp), walet (Collocalia vulconorum), saeran
gunung (Dicrurus macocarpus), ayam hutan (Gallus g. speciosa), lutung
(Presbytis Pyrrhus), musang (Paradoxurus hermaproditus), babi (Sus scrofa),
kijang (Muntiacus muntjak), landak (Hystrix sp), monyet ekor panjang (Macaca
fascicularis), surili (Presbytis comata), kancil (Tragulus javanicus), kucing hutan
(Felis bengalensis), bajing (Callociurus notatus), macan tutul (Panthera pardus),
ular sanca (Phyton sp), Trenggiling (Manis javanica), londok (Callotes notatus)
dan kodok buduk (Bufo melanoticus).
Diantara spesies satwa liar yang ditemukan di wilayah CA Kamojang
terdapat 27 spesies satwa dilindungi yang terdiri dari 11 spesies mamalia, 14
spesies burung dan 2 spesies reptil. Selain itu, Cagar Alam Kamojang memiliki
satwa endemik yaitu owa jawa (Hylobates moloch), surili (Presbytis comata),
wergan jawa (Alcippe pyrroptera) dan cekakak jawa (Halcyon cyanoventris) yang
penyebarannya hanya terbatas di Pulau Jawa.
26
4.3 Kondisi Sosial Ekonomi Penduduk di Sekitar Kawasan
Masyarakat di sekitar kawasan Cagar Alam Kamojang meliputi desa-desa di
wilayah Kecamatan Ibun, Kecamatan Paseh, Kecamatan Pacet yang berada di
Kabupaten Bandung dan Kecamatan Tarogong Kaler, Kecamatan Pasir Wangi
serta Kecamatan Leles yang berada di Kabupaten Garut. Anonim (2005)
menyatakan jumlah penduduk yang berada di sekitar kawasan cagar alam sekitar
± 168.548 jiwa dan tersebar di wilayah Kabupaten Garut dan Kabupaten Bandung.
Sebagian besar mata pencaharian penduduk di wilayah tersebut sebagai petani dan
buruh tani. Mata pencaharian warga di sekitar kawasan cagar alam berupa
pedagang, buruh bangunan dan pegawai negeri sipil.
Penggunaan lahan yang berada di sekitar kawasan cagar alam sebagian
besar masih berupa hutan lindung. Lahan di sekitar kawasan pun digunakan untuk
hutan produksi terbatas, hutan dapat dikonversi, sawah irigasi, sawah tadah hujan,
ladang, perkebunan dan pemukiman. Keberadaan lahan hutan yang telah ada sejak
dahulu mulai terganggu akibat konversi lahan menjadi lahan pertanian.
4.4 Pemanfaatan Sumberdaya Panas Bumi di CA/TWA Kamojang
Ladang panas bumi Kamojang merupakan salah satu daerah kerja Pertamina
Unit EP III yang berlokasi di daerah Jawa Barat. Daerah potensial panas bumi
Kamojang memiliki luas wilayah ± 21 Km2. Kaldera Kamojang merupakan
wilayah vulkanis yang berada di dalam gugusan Gunung Guntur dan Masigit.
Pada tanggal 29 Januari 1983, daerah panas bumi Kamojang diresmikan oleh
Direktur Eksplorasi dan Produksi Pertamina menjadi Lapangan Panas Bumi
Kamojang sebagai lapangan produksi panas bumi pertama dan dimulainya era
pemanfaatan panas bumi di Indonesia. Ladang panas bumi Kamojang dikelola
oleh PT. Pertamina Area Geothermal sebagai unit bisnis dari Pertamina Direktorat
Hulu yang memproduksi dan mendistribusi uap ke konsumen yaitu Perusahaan
Listrik Negara (Indonesian Power) sebagai single buyer.
Area produksi panas bumi kamojang yang memiliki luas daerah potensial
sebesar 21 Km2
meliputi kawasan Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Kawah
Kamojang. Untuk mengoptimalkan produksi panas bumi dari kawah Kamojang,
maka pihak pertamina mengajukan izin pemanfaatan pada kawasan konservasi
27
tersebut melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.022/Kpts – II/84 tentang
Ijin Penggunaan Sebagian Cagar Alam Kamojang Untuk Kegiatan Eksplorasi dan
Produksi Panas Bumi Oleh Pertamina unit EP III. Ketetapan tersebut memutuskan
untuk memberikan izin kegiatan eksplorasi dan produksi panas bumi di dalam
Cagar Alam Kamojang selama lima belas tahun dengan status pinjam pakai dan
dapat diperpanjang kembali selama PT. Pertamina melaksanakan ketentuan-
ketentuan yang telah ditetapkan. Pada tahun 1996, Pertamina mengajukan kembali
pemanfaatan kawasan Taman Wisata Alam Kawah Kamojang seluas ± 12 Ha
melalui Surat No.1141/Kwl – 6/1995 dan disetujui oleh Menteri Kehutanan
melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 341/Menhut – VII/1996 dengan
status pinjam pakai selama 20 tahun dan diadakan evaluasi paling sedikit setiap
lima tahun sekali (Anonim 2005).
4.5 Permasalahan Kawasan
Beberapa permasalahan yang terdapat di kawasan Cagar Alam Kamojang
baik yang berasal dari faktor eksternal maupun internal yaitu (Anonim 2005):
a. Adanya Perambahan areal hutan untuk pertanian kemudian ditinggalkan
oleh penggarap (sistem pertanian ladang berpindah) sehingga
menyebabkan areal hutan terbuka dan menyebabkan fungsi kawasan
berkurang.
b. Kesadaran masyarakat di sekitar kawasan terhadap lingkungan masih
rendah. Hal ini dilatarbelakangi juga oleh rata-rata tingkat pendidikan
masyarakat yang masih rendah dan ketergantungan terhadap sumberdaya
alam di sekitar kawasan cukup tinggi.
c. Perambahan dan kebakaran hutan akibat krisis moneter dan tidak
teralokasinya masyarakat untuk ikut serta dalam program tumpangsari di
lahan hutan produksi. Tingkat perambahan paling tinggi terjadi di tepi
kawasan terutama di sekitar Blok Cihijo.
d. Pencurian kayu terjadi di daerah berhutan lebat kawasan Cagar Alam
Kamojang. Kayu-kayu yang menjadi sasaran pencurian diantaranya
saninten (Castanopsis argentea), rasamala (Altingia excelsa), kibeureum
(Toona sureni), puspa (Schima wallichii), tebe (Sloanea sigun).
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Komposisi Tumbuhan
5.1.1 Komposisi famili dan spesies
Komposisi tumbuhan berdasarkan hasil analisis vegetasi teridentifikasi
sebanyak 86 spesies tumbuhan dari 50 famili (Lampiran 1). Sebagian besar
spesies yang teridentifikasi merupakan famili Poaceae dengan jumlah spesies
sebanyak 6 spesies sedangkan famili yang lainnya memiliki jumlah spesies yang
berkisar diantara 3 sampai dengan 5 spesies (Gambar 4).
Gambar 4 Sebelas famili yang memiliki jumlah spesies ≥ 3.
Spesies yang termasuk kedalam famili Poaceae di lokasi penelitian
diantaranya alang-alang (Imperata cylindrica), jampang (Eleusine indica),
jampang kawat (Cynodon dactylon), jampang piit (Panicum colonum), jukut
lampuyang (Panicum repens) dan kaso (Saccharum spontaneum). Menurut
Sastroutomo (1990) beberapa spesies dari famili Poaceae merupakan gulma bagi
tanaman perkebunan seperti alang-alang (I. cylindrica), jampang (E. indica),
jampang kawat (C. dactylon), jukut lampuyang (P. repens) dan jukut pait
(Axonopus compressus).
0 1 2 3 4 5 6
Poaceae
Asteraceae
Urticaceae
Lauraceae
Arecaceae
Euphorbiaceae
Fagaceae
Melastomaceae
Meliaceae
Moraceae
Rubiaceae
Jumlah spesies
Fam
ili
29
5.1.2 Indeks nilai penting dan indeks keanekaragaman
Indeks nilai penting (INP) yang diperoleh dari hasil analisis vegetasi
menunjukkan pada setiap tingkat pertumbuhan didominasi oleh spesies yang
berbeda. Pada tingkat semai dan tumbuhan bawah, spesies tumbuhan bawah
teklan (Ageratina riparia) memiliki INP tertinggi sebesar 46,15%. Pada tingkat
pancang, semak dan terna, INP tertinggi terdapat pada spesies kirinyuh
(Austroeupatorium inulifolium) sebesar 67,37%. Tingkat pertumbuhan tiang dan
pohon, spesies kuray (Trema orientalis) mendominasi dengan INP masing-masing
tingkat sebesar 85,06% dan 91,64%. Spesies yang memiliki INP cukup tinggi
dibandingkan dengan spesies lainnya disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Indeks nilai penting dan keanekaragaman spesies setiap tingkat
pertumbuhan
No. Tingkat pertumbuhan dan
habitus
Nama Spesies INP (%) H’
1 Pohon Trema orientalis 91,64 2,17
Sloanea sigun 48,55
Macropanax sp. 40,50
2 Tiang Trema orientalis 85,06 2,51
Toona sureni 34,48
Sloanea sigun 20,86
3 Pancang, semak dan terna Austroeupatorium
inulifolium
67,37 2,52
Saccharum spontaneum 30,46
Musa acuminata 15,69
4 Semai dan tumbuhan bawah Ageratina riparia 46,15 3,27
Imperata cylindrica 13,33
Clidemia hirta 8,78
Spesies tumbuhan teklan (A. riparia) dan kirinyuh (A. inulifolium)
merupakan spesies dengan INP tertinggi pada tingkat pertumbuhan
semai/tumbuhan bawah dan pancang, semak dan terna. Kedua spesies ini
memiliki kerapatan individu dan frekuensi perjumpaan yang tinggi pada plot
pengamatan sehingga kedua spesies tersebut lebih dominan daripada spesies lain
di dalam komunitasnya.
30
Nilai indeks keanekaragaman pada umumnya memiliki nilai lebih dari nol.
Shannon-Wiener (1963) diacu dalam Fachrul (2008) menyatakan indeks
keanekaragaman (H’) dikategorikan rendah (H’< 1), sedang (1<H’<3) dan tinggi
(H’ > 3). Keanekaragaman spesies pada masing-masing tingkat pertumbuhan di
Cagar Alam Kamojang menunjukkan kategori keanekaragaman berada pada
kategori sedang sampai tinggi. Tingkat pertumbuhan semai dan habitus tumbuhan
bawah memiliki kategori keanekaragaman yang tinggi sedangkan tingkat
pertumbuhan dan habitus yang lainnya berada pada kategori sedang. Hal ini
menunjukkan bahwa kondisi ekosistem hutan Cagar Alam Kamojang yang sudah
terganggu dengan kondisi yang relatif terbuka sehingga semai atau tumbuhan
bawah lebih banyak ditemukan sebagai spesies pionir atau sebagai penutup lantai
hutan pada kondisi tutupan hutan yang terbuka (Indriyanto 2006).
5.1.3 Dominansi spesies tumbuhan
Indriyanto (2006) menyatakan untuk mengetahui tingkat terpusatnya
dominansi (penguasaan) spesies dalam komunitas dapat dilakukan dengan
menghitung indeks dominansinya (C). Dominansi spesies dalam komunitas dapat
terpusat pada satu spesies, beberapa spesies atau pada banyak spesies dengan
memperkirakan tinggi rendahnya nilai indeks dominansi (Indriyanto 2006). Nilai
indeks dominansi yang diperoleh untuk masing-masing tingkat pertumbuhan
dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Indeks dominansi (C) di lokasi penelitian
Tingkat Pertumbuhan/habitus Indeks Dominansi (C)
Semai dan tumbuhan bawah 0,15
Pancang, semak dan terna 0,30
Tiang 0,13
Pohon 0,19
Besarnya nilai indeks dominansi pada berbagai tingkat pertumbuhan
berkisar diantara 0,13 – 0,30. Dominansi oleh satu spesies di dalam komunitasnya
akan terlihat apabila nilai indeks dominansi bernilai 1 atau mendekati 1 sedangkan
apabila beberapa spesies yang mendominasi secara bersama-sama maka nilai C
akan bernilai rendah atau mendekati nol (Indriyanto 2006). Nilai indeks
31
dominansi pada setiap tingkat pertumbuhan yang berkisar antara 0,13 – 0,30
menunjukkan dominansi atau penguasaan spesies terhadap komunitasnya di Cagar
Alam Kamojang tersebar pada beberapa spesies.
Soerianegara dan Indrawan (2008) menyatakan dominansi spesies dapat
diketahui menggunakan parameter indeks nilai penting (INP). Spesies tumbuhan
dinilai mendominasi apabila INP untuk tingkat semai dan pancang lebih dari 10%
sedangkan untuk tingkat tiang dan pohon lebih dari 15% (Sutisna 1981 diacu
dalam Rosalia 2008). Dominansi oleh beberapa spesies terhadap komunitasnya di
Cagar Alam Kamojang juga ditunjukkan oleh INP yang cukup tinggi. Spesies
yang memiliki indeks nilai penting lebih dari 10% disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5 Spesies dengan INP > 10% pada setiap tingkat pertumbuhan di lokasi
pengamatan.
Spesies yang dominan merupakan spesies yang mampu mengoptimalkan
sumberdaya yang terdapat di lingkungannya. Spesies-spesies tersebut mampu
bersaing dengan spesies lainnya dan dapat beradaptasi dengan lingkungan.
Berdasarkan hal tersebut, spesies teklan (A. riparia), kirinyuh (A. inulifolium),
kaso (S. spontaneum), kuray (T. orientalis), suren (T. sureni), cerem (Macropanax
sp) dan tebe (S. sigun) yang memiliki INP tinggi di dalam komunitasnya mampu
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
A. riparia
I. cylindrica
A. inulifolium
S. spontaneum
M. acuminata
L. camara
T. orientalis
T. sureni
M. tanarius
M. blumei
S. sigun
S. pendula
T. orientalis
S. sigun
Macropanax sp
E. spicata
M. tanarius
INP (%)
Sp
esie
s
Semai/
t.bawah
Pohon
Tiang
Pancang, semak
dan terna
32
mengoptimalkan sumberdaya dibandingkan spesies yang lainnya sehingga
pertumbuhannya mendominasi komunitas tumbuhan di Cagar Alam Kamojang.
Salah satu spesies yang cukup mendominasi komunitas tumbuhan di Cagar
Alam Kamojang adalah kaso (Saccharum spontaneum). Hal ini ditunjukkan oleh
INP S. spontaneum di lokasi pengamatan yang mencapai 30,46%. Spesies S.
spontaneum merupakan tumbuhan asli India dan sangat banyak ditemukan di Asia
Tengah dan Asia Tenggara. Tumbuhan ini dapat beradaptasi pada lingkungan
yang beragam mulai dari wilayah tropis sampai subtropis. Tempat alami bagi
pertumbuhan S. spontaneum berupa lahan yang terdegradasi akibat kebakaran atau
penggunaan lahan yang berlebihan (Hammond 1999).
Gambar 6 Spesies kaso (Saccharum spontaneum) yang cukup mendominasi di
Cagar Alam Kamojang.
Spesies S. spontaneum merupakan gulma serius pada lahan pertanian di
Thailand, Philipina, India dan Indonesia yang bersaing pada lahan yang terganggu
(Holm et al. 1997 diacu dalam DHAOGTR 2004). Di luar wilayah Asia seperti
Panama, S. spontaneum menjadi spesies tumbuhan asing invasif pada hutan yang
terdegradasi (Hammond 1999). Wishnie et al. (2002) menyatakan bahwa S.
spontaneum merupakan tumbuhan semak belukar yang mampu menghambat
pertumbuhan spesies tumbuhan berkayu dan bersifat resisten terhadap upaya
pengendalian gulma pada spesies yang memiliki sistem perakaran yang dalam dan
menyebar luas. Upaya reboisasi pada lahan yang telah terinvasi oleh S.
spontaneum memerlukan upaya pengendalian gulma secara intensif meliputi
kombinasi pengendalian secara mekanik dan kimia (Wishnie et al. 2002).
33
Meskipun spesies S. spontaneum tidak termasuk sebagai spesies tumbuhan asing
invasif berdasarkan Webber (2003) dan Invasive Species Specialist Group (ISSG)
(2005), namun menurut Pacific Island Ecosystems at Risk Project (PIER) (2011)
spesies ini merupakan salah satu spesies yang berpotensi menjadi invasif di
Indonesia.
5.2 Keanekaragaman Spesies Tumbuhan Asing Invasif
5.2.1 Jumlah spesies tumbuhan asing invasif
Spesies yang teridentifikasi sebagai tumbuhan asing invasif di lokasi
penelitian terdapat sebanyak 13 spesies tumbuhan. Apabila dibandingkan dengan
jumlah total spesies yang teridentifikasi, maka jumlah spesies tumbuhan invasif
masih tergolong sedikit. Daftar spesies yang termasuk tumbuhan asing invasif di
Cagar Alam Kamojang disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Spesies tumbuhan asing invasif di Cagar Alam Kamojang
No. Nama Spesies Famili Habitus Sumber
1. Ageratum conyzoides Asteraceae Terna 2
2. Rubus moluccanus Rosaceae Terna merambat 2
3. Clidemia hirta Melastomataceae Perdu 1,2
4. Cynodon dactylon Poaceae Terna 1,2
5. Panicum repens Poaceae Terna 1,2
6. Mimosa pudica Fabaceae Semak 2
7. Mimosa pigra Fabaceae Perdu 1,2
8. Austroeupatorium inulifolium Asteraceae Semak 2
9. Passiflora edulis Passifloraceae Terna merambat 1,2
10. Lantana camara Verbenaceae Perdu 1,2
11. Mikania micrantha Asteraceae Terna 1,2
12. Piper aduncum Piperaceae Perdu 1,2
13. Ageratina riparia Asteraceae Semak 1,2
Sumber: 1)
Webber (2003), 2)
ISSG (2005)
Spesies tumbuhan asing invasif di Cagar Alam Kamojang termasuk ke
dalam delapan famili. Famili Asteraceae merupakan famili terbanyak yang
ditemukan di lokasi penelitian dengan jumlah spesies tumbuhan asing invasif
sebanyak empat spesies yaitu babadotan (A. conyzoides), kirinyuh (A.
inulifolium), sembung rambat (M. micrantha) dan teklan (A. riparia). Pada
umumnya spesies dari famili Asteraceae merupakan tumbuhan liar dan mudah
untuk tersebar di beberapa habitat (Pujowati 2006) dan merupakan salah satu
spesies gulma yang berbahaya (Sastroutomo 1990).
34
Sebagian besar habitus dari spesies tumbuhan asing invasif yang
teridentifikasi merupakan terna atau herba. Tercatat sebanyak tujuh spesies dari
spesies tumbuhan asing invasif berhabitus terna (herba). Sementara itu, spesies
tumbuhan asing invasif yang berhabitus pohon seperti mahoni (Swietenia
macrophylla) tidak ditemukan di lokasi penelitian. Daftar yang dimuat oleh ISSG
(2005) menyebutkan sebagian besar spesies tumbuhan asing invasif merupakan
tumbuhan bawah dan memiliki habitus terna dan semak.
Selain teridentifikasi spesies tumbuhan asing invasif, teridentifikasi juga
spesies lokal namun bersifat invasif yaitu Imperata cylindrica (Gambar 7). ISSG
(2005) dan Holm et al. (1977) diacu dalam Collins (2005) menyatakan bahwa I.
cylindrica merupakan spesies yang berasal dari wilayah Asia Tenggara dan dapat
ditemukan pada wilayah tropis yang hangat mulai dari Jepang sampai Cina
Tenggara. Keberadaan I. cylindrica di Cagar Alam Kamojang cukup dominan
yang ditunjukkan dengan INP sebesar 13,33%. Dominansi I. cylindrica yang
cukup tinggi di Cagar Alam kamojang disebabkan kondisi kawasan cagar alam
yang sudah terganggu sehingga spesies ini menjadi tumbuhan pionir yang
memiliki daya adaptasi tinggi dan menjadi invasif pada areal hutan yang terbuka.
Gambar 7 Alang-alang (Imperata cylindrica).
Meskipun I. cylindrica berasal dari wilayah Asia, namun spesies ini
menjadi gulma penting di berbagai negara tropis dan sub-tropis terutama di daerah
yang memiliki curah hujan tinggi di Asia Tenggara dan Afrika Barat. I. cylindrica
dapat berkembangbiak secara generatif dengan biji dan secara vegetatif dengan
rimpang. Tumbuhan ini mampu menghasilkan 3000 biji per tanaman sehingga
35
memungkinkan untuk menyebar serta mendominasi daerah-daerah lain yang
cukup jauh, memiliki kontribusi dalam kebakaran lahan dan mengakibatkan
rusaknya tanaman muda (Suryaningtyas 1996).
Sebaran jumlah individu I. cylindrica pada plot pengamatan di Cagar Alam
Kamojang tidak terlalu tersebar merata. Spesies I. cylindrica memiliki INP
sebesar 13,33% sehingga penyebarannya di plot pengamatan tidak begitu banyak
dibandingkan dengan A. inulifolium dan A. riparia yang memiliki nilai INP yang
tinggi. Jumlah individu I. cylindrica berdasarkan hasil interpolasi berkisar diantara
2 sampai dengan 15 individu atau sekitar 5.000 – 37.500 individu per hektar. Pola
sebaran spasial I. cylindrica berdasarkan jumlah individunya disajikan pada
Gambar 8.
Gambar 8 Peta sebaran spasial Imperata cylindrica di Cagar Alam Kamojang.
Di Cagar Alam Kamojang, I. cylindrica lebih banyak tersebar pada kondisi
lahan yang terbuka dibandingkan kondisi yang lebih tertutup oleh tajuk pohon.
ISGG (2005) menyatakan bahwa I. cylindrica dapat ditemukan pada kondisi
habitat yang beragam seperti pada hutan yang terdegradasi dan lahan yang
terbuka, kondisi kemasaman tanah yang cukup tinggi (pH 4,7) dan kondisi iklim
36
yang bervariasi. Kondisi tersebut diduga menyebabkan sebaran jumlah individu I.
cylindrica tidak dipengaruhi oleh jarak dari jalan (Lampiran 6D).
5.2.2 Dominansi spesies tumbuhan asing invasif
Invasi oleh spesies tumbuhan asing dapat ditunjukkan dengan dominansi
yang tinggi dari spesies tersebut terhadap komunitasnya. Dominansi oleh spesies
tumbuhan asing invasif terjadi akibat spesies tersebut mampu mengoptimalkan
sumberdaya yang ada di lingkungan meskipun di luar habitat alaminya (Alpert et
al. 2000). Dominansi oleh spesies tumbuhan asing invasif juga ditunjukkan oleh
INP beberapa spesies tersebut yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan
spesies lainnya. Nilai INP masing-masing spesies tumbuhan asing invasif
disajikan pada Gambar 9.
Gambar 9 Indeks nilai penting spesies tumbuhan asing invasif di Cagar Alam
Kamojang.
Spesies tumbuhan asing invasif yang mendominasi komunitas tumbuhan di
Cagar Alam Kamojang diantaranya kirinyuh (A. inulifolium), teklan (A. riparia)
dan saliara (L. camara). Ketiga spesies ini cukup mempengaruhi spesies yang
lainnya dengan nilai INP > 10%. Dominansi yang tinggi dari spesies tumbuhan
asing invasif dipengaruhi oleh kondisi kawasan Cagar Alam Kamojang yang
mengalami kerusakan akibat gangguan berupa pembalakan liar (Gambar 10).
67.37
46.15
15.37
8.78
6.85
6.83
5.91
5.25
4.42
4.03
3.89
3.17
2.14
0 20 40 60 80
Austroeupatorium inulifolium
Ageratina riparia
Lantana camara
Clidemia hirta
Cynodon dactylon
Mikania micrantha
Piper aduncum
Ageratum conyzoides
Mimosa pigra
Panicum repens
Passiflora edulis
Rubus moluccanus
Mimosa pudica
INP (%)
Sp
esie
s
37
Gambar 10 Pembalakan liar yang terjadi di dalam kawasan Cagar Alam
Kamojang menyebabkan kawasan terbuka.
Kondisi kawasan yang terbuka akibat pembalakan liar merangsang
tumbuhan bawah muncul sebagai vegetasi pionir dari proses suksesi sekunder.
Soerianegara dan Indrawan (2008) menyatakan tumbuhan bawah seperti alang-
alang (I. cylindrica), jukut riut (M. pudica), babadotan (A. conyzoides), saliara (L.
camara), dan Seuseureuhan (P. aduncum) merupakan vegetasi pionir yang
tumbuh pada proses suksesi sekunder di lahan yang terdegradasi oleh pembalakan
liar, kebakaran lahan atau sistem ladang berpindah. Spesies tersebut mendapatkan
akses terhadap sumberdaya yang lebih baik pada kondisi lahan yang terbuka
sehingga berkembang secara pesat dan mampu mendominasi komunitas tumbuhan
yang lainnya (Alpert et al. 2000).
38
5.2.3 Bioekologi spesies tumbuhan asing invasif
1. Babadotan (Ageratum conyzoides)
Ageratum Conyzoides (Gambar 11) tersebar secara alami di Amerika
Tengah, Amerika Utara dan Amerika Selatan (Webber 2003). Spesies ini
merupakan herba semusim yang tumbuh di atas tanah-tanah pertanian,
perkebunan dan di tepi jalan dan merupakan salah satu spesies tumbuhan asing
invasif (Webber 2003). A.conyzoides tersebar pada tingkat yang cukup
mengkhawatirkan dan termasuk spesies tumbuhan asing paling invasif di India,
China, Thailand, Indonesia dan Australia (Kohli et al. 2009). Biotrop (2011)
menyatakan A. conyzoides pertama kali diintroduksi ke Indonesia sekitar tahun
1900-an dan sampai saat ini telah tersebar ke seluruh wilayah Indonesia. Di Cagar
Alam Kamojang, spesies ini tidak terlalu dominan dengan INP sebesar 5,25%.
Gambar 11 Babadotan (Ageratum conyzoides).
Spesies A. conyzoides yang telah dewasa mampu menghasilkan benih
berukuran kecil dengan jumlah biji mencapai 40.000 benih, dapat tersebar oleh
angin atau air dan mampu tumbuh dengan baik pada kondisi yang beragam (Holm
et al. 1977 diacu dalam Kohli et al. 2009). Benih A. conyzoides diketahui
mengandung zat alelopati dan dapat menekan pertumbuhan spesies lain. Invasi
oleh A. conyzoides di beberapa wilayah mampu menurunkan jumlah spesies
tumbuhan lainnya, kepadatan dan biomassa sehingga mempengaruhi struktur dan
komposisi vegetasi alami serta menurunkan keanekaraman hayati (Singh et al.
2003 diacu dalam Kohli et al. 2009). A. conyzoides merupakan spesies yang
39
bersifat intoleran sehingga pertumbuhannya dapat tertekan apabila berada di
bawah naungan.
2. Harees (Rubus moluccanus)
Rubus moluccanus (Gambar 12) termasuk semak belukar merambat, tumbuh
mengikat dan mengkompetisi dengan cara menaungi tumbuhan yang dirambatinya
(Ang et al. 2010). R moluccanus tersebar secara luas di Asia Tenggara dan
wilayah pasifik pada hutan alam, hutan tanaman, area yang terganggu atau di
lahan basah (ISSG 2005). Spesies ini tumbuh alami di kawasan Himalaya
(meliputi Malaysia sampai Australia), Pulau Solomon, New Caledonia,
Kepulauan Fiji dan diintroduksi di wilayah Indonesia, Philipina, Thailand,
Vietnam, Andaman dan Kepulauan Nicobar (ISSG 2005). Di Cagar Alam
Kamojang, spesies ini memiliki nilai INP sebesar 3,17% dan tidak mendominasi
komunitas tumbuhan yang lainnya. Rendahnya nilai INP R. moluccanus di Cagar
Alam Kamojang disebabkan oleh dominansi spesies lainnya yang cukup
menguasai komunitas tumbuhan yang lainnya.
Gambar 12 Harees (Rubus moluccanus).
Ang et al. (2010) menyatakan biji dari dari R. moluccanus dapat tersebar
oleh burung dan mamalia terestrial sehingga penyebarannya cukup luas. Spesies
ini menyebar terbatas di daerah pantai, daerah pedalaman hutan dan sebagian
terdapat di tepi hutan dan hutan sekunder yang relatif terbuka (Ang et al. 2010).
Meskipun bersifat invasif di luar distribusi alaminya, R. moluccanus dilaporkan
terancam terinvasi oleh introduksi spesies asing lainnya (Ang et al. 2010).
40
3. Harendong bulu (Clidemia hirta)
Clidemia hirta merupakan spesies yang memiliki sebaran distribusi alami di
wilayah Amerika Utara terutama di Meksiko dan Amerika Selatan (Gambar 13).
Menurut Biotrop (2011) C. hirta menyebar secara luas ke seluruh wilayah
Indonesia terutama di Pulau Jawa.
Sumber: Walt (2003)
Gambar 13 Sebaran geografis C. hirta pada habitat alami (lingkaran) dan daerah
introduksinya (kotak).
Keberadaan C. hirta di kawasan Cagar Alam Kamojang tidak terlalu
mendominasi komunitas tumbuhan yang lainnya. Hal ini ditunjukkan dengan INP
C. hirta sebesar 8,78%. Spesies ini ditemukan di lokasi-lokasi yang relatif terbuka
dengan akses cahaya matahari yang cukup. Wester dan wood (1977) diacu dalam
Walt (2003) menyatakan C. hirta tumbuh pada area yang terganggu baik secara
alami maupun akibat gangguan manusia dengan kondisi iklim yang hampir sama
dengan habitat alaminya.
Gambar 14 Harendong bulu (Clidemia hirta).
41
Prinando (2011) menyatakan bahwa spesies ini memiliki dominansi yang
cukup mempengaruhi komunitas tumbuhan bawah lainnya di Kampus IPB
Darmaga. Spesies C. hirta merupakan spesies pionir yang cepat tumbuh dan
bersifat intoleran (Webber 2003). Kemampuan menghasilkan biji yang banyak
dan didukung oleh persebaran biji yang dapat dilakukan oleh satwa
memungkinkan spesies ini dapat menyebar secara luas. Walt (2003) menyatakan
C. hirta dikenal sebagai spesies yang agresif dan mampu merusak pada area hutan
yang terbuka di Kepulauan Hawai, Amerika, Fiji, dan Asia Tenggara.
4. Jampang kawat (Cynodon dactylon)
Cynodon dactylon (Gambar 15) memiliki sebaran distribusi yang luas dan
diketahui berasal dari Afrika (Halvorson 2003). Spesies ini dapat ditemukan pada
daerah perairan atau lahan basah (ISSG 2005). Keberadaan C. dactylon di Cagar
Alam Kamojang memiliki INP sebesar 6,85%. Hal ini menunjukkan bahwa
spesies tumbuhan asing invasif ini tidak mendominasi komunitas tumbuhan di
Cagar Alam Kamojang. Rendahnya INP C. dactylon diduga akibat spesies ini
tidak mampu bersaing dengan teklan (Ageratina riparia).
Gambar 15 Jampang kawat (Cynodon dactylon)
Halvorson (2003) menyatakan C. dactylon sangat membutuhkan intensitas
cahaya yang tinggi untuk perkembangannya dan tidak dapat tumbuh dengan baik
pada area yang ternaungi. Proses invasi C. dactylon disebabkan oleh sistem
regenerasi yang menyebar dengan cepat melalui rhizoma dan stolon kemudian
menyingkirkan spesies asli dan mencegah regenerasi alaminya (Webber 2003).
ISSG (2005) menyatakan spesies ini diduga dapat ditemukan di wilayah tropis
42
dengan curah hujan 600 - 1800 mm/tahun. C. dactylon dikenal sebagai tumbuhan
yang banyak digunakan untuk berbagai tujuan seperti pengendali erosi, sumber
pakan ternak, dan obat herbal (ISSG 2005). Meskipun C. dactylon dapat
dimanfaatkan untuk beberapa tujuan, namun spesies ini termasuk gulma penting
dalam lahan-lahan yang dibudidayakan (Sastroutomo 1990).
5. Jukut lempuyang (Panicum repens)
Panicum repens (Gambar 16) merupakan gulma penting di wilayah Asia
Tenggara (Holm et al. 1977 diacu dalam PIER 2010). Spesies ini diperkirakan
berasal dari daerah tropis Afrika (Afrika Utara) atau daerah Mediterania (ISSG
2005). Spesies P. repens tersebar secara luas di daerah tropis dan subtropis dan
diintroduksi ke wilayah Jawa pada tahun 1850 (Anonim 2011). Tingkat dominansi
spesies ini di Cagar Alam Kamojang tidak terlalu menguasai komunitas tumbuhan
di lingkungannya. Hal ini ditunjukkan dengan nilai INP P. repens sebesar 4,03%.
Rendah tingkat dominansi P. repens di Cagar Alam Kamojang disebabkan
dominansi spesies tumbuhan invasif yang lainnya seperti teklan (A. riparia) atau
kirinyuh (A. inulifolium).
Gambar 16 Jukut lampuyang (Panicum repens).
Holm et al. (1977) diacu dalam PIER (2010) menyatakan bahwa spesies
ini tercatat sebagai gulma pertanian di 27 negara. Spesies P. repens memiliki
pertumbuhan yang agresif dalam kondisi yang menguntungkan untuk menjadi
invasif. Smith et al. (1993) menyatakan pertumbuhan agresif pada P. repens
ditunjang oleh sistem rizoma yang luas. Spesies ini mampu menggantikan spesies
tumbuhan asli terutama pada daerah perairan dangkal (Smith et al. 1993).
43
6. Jukut riut (Mimosa pudica)
Mimosa pudica (Fabaceae) merupakan semak kecil yang bersifat sensitif
dengan ciri daun yang dapat menutup dengan sendirinya saat disentuh dan
membuka kembali setelah beberapa lama. M. pudica diketahui berasal dari
Amerika Selatan dan diintroduksi ke beberapa negara sebagai tanaman hias
(ornamental) (ISSG 2005). Biotrop (2011) menyatakan M. pudica pertama kali
ditemukan di Kebun Tembakau Deli, Sumatera Utara dan saat ini telah menyebar
ke seluruh Indonesia. Keberadaan M. pudica di Cagar Alam Kamojang tersebar di
tepi jalan PLTP Kamojang dengan INP sebesar 2,14%. Hal ini diduga frekuensi
pertemuan dengan M. pudica di Cagar Alam Kamojang hanya ditemukan di tepi
jalan (Gambar 17b). Selain itu, spesies ini bersifat intoleran sehingga tidak
mampu tumbuh dibawah vegetasi yang lebih tinggi atau dibawah kanopi hutan
(ISSG 2005).
Gambar 17 (a) Jukut riut (Mimosa pudica), (b) Lokasi M. pudica sering
ditemukan (tanda merah).
Spesies M. pudica tumbuh pada tanah yang berdrainase baik dan memiliki
konsentrasi nutrisi yang rendah. Holms et al.(1977) diacu dalam ISSG (2005)
menyatakan bahwa spesies ini mampu tumbuh pada ketinggian 1-1300 mdpl
dengan curah hujan sekitar 1000 - 2000 mm/tahun. Di Philipina, spesies ini
berbunga sepanjang tahun dan diduga setiap tanaman memproduksi 675 biji per
tahunnya ( Holms et al. 1977 diacu dalam Anonim 2011). Kemampuan reproduksi
yang sangat tinggi pada spesies ini diduga menjadi faktor yang menunjang M.
a b
44
pudica menjadi gulma lahan pertanian di 38 negara terutama di wilayah Asia
Tenggara (Holms et al. 1977 diacu dalam Anonim 2011).
Pengendalian M. Pudica di beberapa tempat dilakukan dengan cara
pembakaran. ISSG (2005) menyatakan kebakaran yang berulang merangsang M.
pudica untuk menyebar luas pada tipe ekosistem savana. Beberapa penelitian telah
mencoba untuk mengendalikan penyebaran M. pudica dengan cara
mengintroduksi musuh alaminya seperti serangga Lophocampa catenulata
(Yaseen 1971 diacu dalam Anonim 2011).
7. Kalimusa (Mimosa pigra)
Mimosa pigra (Gambar 18) merupakan gulma invasif yang memiliki
distribusi sebaran yang luas. ISSG (2005) mengklasifikasikan spesies ini sebagai
100 spesies tumbuhan paling invasif. Spesies ini diketahui berasal dari wilayah
tropis Amerika yaitu Meksiko, Amerika Tengah dan Amerika Selatan dan
menginvasi secara luas ekosistem di Afrika, Asia Tenggara dan Australia (ISSG
2005, Beilfuss 2007, Thomas 2007). Keberadaan M. pigra di Cagar Alam
Kamojang ditunjukkan dengan INP sebesar 4,42%. INP M. pigra yang kurang
dari 10% menunjukkan bahwa spesies ini tidak mendominasi komunitas
tumbuhan di lingkungannya. Sama halnya seperti Mimosa pudica, rendahnya nilai
INP M. pigra diduga akibat spesies ini lebih banyak tersebar di tepi jalan sehingga
tidak tercakup ke dalam plot pengamatan.
Gambar 18 Kalimusa (Mimosa pigra).
45
Spesies M. pigra berpotensi menyebar luas melalui ekosistem padang
rumput alami dan mengubahnya menjadi semak belukar yang tidak produktif
sehingga memiliki tingkat keanekaragaman yang rendah (Thomas 2007). Di
beberapa wilayah Asia Tenggara seperti Vietnam, M. pigra telah menginvasi
ekosistem yang khas di dalam kawasan yang dilindungi yang mengancam
keanekaragaman hayati di kawasan tersebut (Thomas 2007).
Proses invasi oleh M. pigra di luar distribusi alaminya tidak lepas dari
kemampuan berkembangbiaknya. Thomas (2007) menyatakan M. pigra dapat
berkembangbiak sepanjang tahun pada kondisi tanah yang basah tetapi tidak
tergenang. Proses perkecambahan dan pembungaan berkisar antara 4 sampai 12
bulan. Lonsdale (1992) diacu dalam Thomas (2007) menyatakan setiap tumbuhan
M. pigra rata-rata menghasilkan biji lebih dari 9000 biji per tahunnya.
Pengendalian terhadap spesies tumbuhan asing invasif M. pigra telah
banyak dilakukan dengan berbagai upaya diantaranya upaya pembakaran,
penggunaan herbisida dan pemberantasan secara manual (Beilfuss 2007). Selain
upaya tersebut, upaya pengendalian menggunakan musuh alami M. pigra juga
dilakukan dengan mengintroduksi serangga Macaria pallidata dan Leuciris
fimbriaria (Heard et al. 2010).
8. Kirinyuh (Austroeupatorium inulifolium)
Austroeupatorium inulifolium merupakan salah satu spesies dari golongan
Eupatorium yang telah menginvasi dan bernaturalisasi di wilayah Indonesia dan
Sri Lanka (McFayden 2003). Sebaran distribusi alami dari spesies ini terdapat di
daerah tropis Amerika (Biotrop 2011). A. inulifolium ditemukan pertama kali di
Kebun Raya Bogor kemudian menyebar secara liar dan bernaturalisasi di
perkebunan teh (Biotrop 2011). Penyebaran spesies ini ditemukan juga di Gunung
Gede Pangrango, Jawa Barat dan menyebar luas di seluruh Pulau Jawa dan
Sumatera pada ketinggian tempat yang cukup tinggi (Biotrop 2011). ISSG (2005)
menyatakan spesies ini tumbuh dengan baik di daerah yang terbuka (savana,
daerah yang terganggu, tepian hutan) dengan ketinggian 100 sampai dengan 2100
mdpl.
46
Gambar 19 Komunitas A. inulifolium yang mendominasi di Cagar Alam
Kamojang.
Keberadaan A. inulifolium di Cagar Alam Kamojang tergolong tinggi
dengan INP sebesar 67,37%. INP A. inulifolium menunjukkan spesies tersebut
mendominasi komunitas tumbuhan yang lainnya dan menginvasi kawasan Cagar
Alam Kamojang (Gambar 19). Kemampuan menginvasi A. inulifolium di Cagar
Alam Kamojang dipengaruhi juga oleh kondisi kawasan yang terganggu. Hsu et
al. (2006) menjelaskan bahwa A. inulifolium merupakan spesies semak belukar
yang agresif dan merupakan spesies pionir yang tumbuh cepat pada lahan yang
terdegradasi (terbuka dari naungan). Bunga A. inulifolium yang ringan dapat
tersebar dengan mudah oleh angin sehingga memiliki kemampuan untuk
menginvasi daerah-daerah yang terbuka dalam jangka waktu yang pendek (ISSG
2005).
Kerapatan A. inulifolium yang tinggi pada area hutan yang terbuka dapat
menghambat pertumbuhan dari spesies lokal. Spesies ini dapat berkompetisi
dengan spesies lokal secara agresif dengan menggunakan zat alelopati sehingga
menekan regenerasi dan pertumbuhan spesies lokal (Hsu et al. 2006; Bosu et al.
2009). Upaya pengendalian terhadap A. inulifolium sudah banyak dilakukan di
beberapa negara dengan memanfaatkan musuh alaminya. Upaya kontrol biologi
dilakukan dengan mengintroduksi Pareuchaetes pseudoinsulata dan Cecidochares
connexa (Muniappan 2011).
47
9. Nagri (Passiflora edulis)
Passiflora edulis (Gambar 20) merupakan salah satu spesies tumbuhan asing
invasif yang ditemukan di Cagar Alam Kamojang. Spesies P. edulis diketahui
berasal dari Amerika Selatan (ISSG 2005, Biotrop 2011). Distribusi P. edulis di
Indonesia tersebar di Pulau Sumatera, Jawa dan Sulawesi (Biotrop 2011).
Heriyanto dan Sawitri (2006) menyatakan spesies ini ditanam pada tahun 1930 di
Kebun Raya Cibodas sebagai tanaman percobaan. Di Cagar Alam Kamojang, P.
edulis hanya memiliki INP sebesar 3,89% berbeda dari famili Passifloraceae
lainnya yaitu konyal (P.ligularis) yang memiliki INP sebesar 8,09%.
Gambar 20 Nagri (Passiflora edulis).
Spesies P. edulis merupakan tumbuhan tahunan yang hidup merambat.
Sastrapradja (1977) diacu dalam Heriyanto dan Sawitri (2006) menyatakan bahwa
di Indonesia, P. edulis banyak terdapat di hutan pegunungan sebagai tumbuhan
liar pada ketinggian minimal 1000 mdpl. Perbanyakan tanaman dapat dilakukan
dengan biji atau stek batang. Buah dari P. edulis bersifat edibel (dapat dimakan)
dan menjadi salah satu sumber pakan satwa di hutan sehingga penyebaran bijinya
dapat dilakukan oleh satwa (Heriyanto & Sawitri 2006). Di Kawasan Taman
Nasional Gunung Gede Pangrango, spesies ini berpotensi menjadi spesies
tumbuhan asing invasif karena berasosiasi kuat dengan spesies-spesies asli seperti
Castanopsis argentea, Altingia excelsa, Villebrunea rubescens dan Schima
Walichii (Heriyanto & Sawitri 2006).
48
10. Saliara (Lantana camara)
Lantana camara merupakan tumbuhan semak belukar yang memiliki
distribusi alami di daerah tropis Amerika Selatan dan Amerika Utara (Webber
2003). Spesies ini diintroduksi sebagai tanaman hias kemudian menyebar secara
cepat dan menjadi tumbuhan pengganggu yang serius di daerah tropis dan
subtropis (Gambar 21) (Kohli et al. 2009). Berdasarkan data ISSG (2005)
Lantana camara termasuk ke dalam 100 spesies tumbuhan asing paling invasif di
dunia.
Sumber: Day et al.2003
Gambar 21 Distribusi geografi alami (hijau) dan daerah introduksi (merah)
Lantana camara.
Penyebaran L. camara di Indonesia pertama kali ditemukan Sumatera, Jawa,
Kalimantan dan Sulawesi (Biotrop 2011). Keberadaan spesies ini di Cagar Alam
Kamojang memiliki INP sebesar 15,37% dan merupakan spesies yang cukup
berpengaruh terhadap komunitas tumbuhan yang lainnya. Di Cagar Alam
Kamojang, terutama daerah yang terbuka, spesies ini ditemukan tumbuh dengan
spesies lainnya seperti kaso (S. spontaneum) dan kirinyuh (A. inulifolium)
sehingga menyebabkan spesies lokal yang lainnya terkompetisi (Gambar 22).
49
Gambar 22 Saliara (L. camara) yang tumbuh bersama kaso (S. spontaneum) dan
kirinyuh (A. inulifolium).
Sebaran distribusi L. camara yang luas dan beragam menunjukkan spesies
ini memiliki toleransi terhadap kondisi ekologi yang tinggi. Day et al. (2003)
menyatakan L. camara dapat tumbuh dengan baik pada kondisi yang terbuka
seperti pada tanah yang tidak diolah, daerah hutan yang terbakar atau daerah
bekas penebangan. Di beberapa wilayah, L. camara menginvasi daerah-daerah
yang terganggu seperti kawasan hutan yang terbuka, lahan pertanian dan ladang
penggembalaan (Kohli et al. 2009).
Sharma et al. (2005) diacu dalam Fan et al. (2010) menguraikan faktor
biologi dan ekologi seperti kandungan alelopati, sifat toleran terhadap api dan
interaksi dengan berbagai satwa mendukung L. camara menjadi invasif di daerah
yang terganggu. Kemampuan L. camara memproduksi biji pada kondisi yang
optimal sangat tinggi mencapai 10.000 - 20.000 biji per tanaman dan dapat
tersebar secara luas melalui satwa atau aktivitas manusia (Kohli et al. 2009). Di
luar habitat alaminya, L. camara dapat menekan pertumbuhan spesies lokal
dengan memproduksi senyawa alelopati dan senyawa kimia lainnya (Kohli et al.
2009).
11. Sembung rambat (Mikania micrantha)
Mikania micrantha (Gambar 23) merupakan tumbuhan merambat yang
memiliki pertumbuhan sangat cepat dan termasuk ke dalam 100 spesies tumbuhan
asing paling invasif (ISSG 2005). Menurut Webber (2003) M. micrantha tersebar
alami di Amerika Utara (Meksiko) dan Amerika Selatan. Spesies ini pertama kali
50
diintroduksi ke Indonesia melalui Kebun Raya Bogor pada tahun 1949, kemudian
menyebar luas di seluruh Indonesia dan diketahui telah menggantikan Mikania
cordata yang merupakan spesies asli Indonesia (Biotrop 2011).
Keberadaan M. micrantha di Cagar Alam Kamojang memiliki INP 6,83%
dan menunjukkan spesies ini tidak mendominasi komunitas tumbuhan yang
lainnya di Cagar Alam Kamojang. M. micrantha ditemukan di daerah yang
terbuka dan merambat pada spesies-spesies pohon di sekitarnya. Menurut Webber
(2003) spesies ini tumbuh alami pada hutan yang terbuka dan daerah-daerah di
sekitar mata air.
Gambar 23 Sembung rambat (Mikania micrantha).
Meskipun M. micrantha tidak mendominasi komunitas tumbuhan yang
lainnya di Cagar Alam Kamojang, namun spesies ini mampu menghambat
petumbuhan pohon yang dirambatinya dengan menutupi seluruh tajuknya. Yau-
Lun (2011) menjelaskan ketika M. micrantha menutupi seluruh tajuk pohon maka
tidak hanya mempengaruhi proses fotosintesis tumbuhan tetapi juga mengganggu
habitat burung.
Regenerasi M. micrantha dilakukan secara generatif dan secara vegetatif.
Regenerasi secara generatif dilakukan dengan memproduksi biji dalam jumlah
banyak dan dapat tersebar oleh angin, air atau satwa sehingga mampu tersebar
secara luas (Webber 2003). M. micrantha merupakan spesies yang bersifat
intoleran terhadap naungan sehingga benih dari M. micrantha tidak dapat bertahan
pada intensitas cahaya kurang dari 2% (Yau-Lun 2011). Pengendalian terhadap
51
spesies tumbuhan asing invasif M. micrantha dilakukan secara manual
(pemotongan, pencabutan dan penggalian) atau dengan menggunakan herbisida
yang biasa digunakan untuk mengendalikan M. micrantha. Selain upaya tersebut,
pengendalian M. micrantha di daerah yang terinvasi dilakukan dengan
menggunakan serangga musuh alaminya (Abraham et al. 2002).
12. Seuseureuhan (Piper aduncum)
Piper aduncum (Gambar 24) merupakan tumbuhan yang memiliki distribusi
alami di daerah tropis Amerika Tengah dan Selatan (dari Meksiko sampai Bolivia)
(Jan et al. 2002). Backer et al. (1963) diacu dalam Jan et al. (2002) menyatakan P.
aduncum diintroduksi ke Indonesia pada tahun 1860. Keberadaan P. aduncum di
Cagar Alam Kamojang tidak begitu mendominasi dengan INP sebesar 5,91%.
Rendahnya INP P. aduncum dipengaruhi oleh jumlah individu dan frekuensi
perjumpaan pada plot pengamatan yang rendah.
Gambar 24 Seuseureuhan (Piper aduncum).
Di beberapa wilayah seperti Papua New Guinea, P. aduncum adalah spesies
tumbuhan asing yang telah menginvasi wilayah tersebut selama tiga dekade
terakhir (Jan et al. 2002). Berdasarkan Jan et al. (2002) menyatakan P. aduncum
menjadi spesies asing yang mampu menekan spesies pionir yang lainnya dan
memiliki dominansi yang tinggi terhadap habitatnya. Menurut Hiratsuka et al.
(2006) diacu dalam Tan et al. (2008) P. aduncum memiliki relung ekologi yang
sama dengan Macaranga gigantea, M. hypoleuca, Mallotus panniculatus,
melastoma malabathricum dan Trema cannabina di hutan Kalimantan Timur
sehingga berpotensi menjadi invasif. Faktor-faktor yang mempengaruhi P.
52
aduncum sukses menginvasi suatu wilayah disebabkan spesies ini memiliki
distribusi geografi alami yang luas, mengkolonisasi pada area yang terganggu
secara agresif, memiliki biji yang relatif kecil, periode anakan yang pendek (cepat
dewasa), produksi biji yang tinggi setiap tahun dan mudah tersebar oleh angin
atau satwa (Jan et al. 2002, Haetmink 2001).
13. Teklan (Ageratina riparia)
Ageratina riparia (Gambar 25) merupakan tumbuhan yang berasal dari
Amerika Tengah dan menjadi spesies tumbuhan asing invasif yang mengancam di
beberapa daerah tropis yang beriklim hangat (Fröhlich et al. 2000). A. riparia
diintroduksi ke beberapa daerah tropis sebagai tumbuhan hias sebelum tersebar
sangat luas dan menjadi invasif di daerah tersebut (Barreto & Evans 1988 diacu
dalam Zancola et al. 2000).
Di Cagar Alam Kamojang, A. riparia merupakan spesies dengan INP
tertinggi kedua setelah A. inulifolium yaitu sebesar 46,15% dan merupakan spesies
yang mendominasi komunitas tumbuhan yang lainnya. Keberadaan A. riparia
yang dominan di Cagar Alam Kamojang diduga akibat pertumbuhan spesies ini
yang agresif dan cepat tumbuh pada kondisi daerah yang terbuka. Fröhlich et al.
(2000) menyatakan A. riparia merupakan tumbuhan yang bersifat semi toleran
terhadap naungan sehingga spesies ini masih tetap mendominasi kawasan cagar
alam meskipun ternaungi oleh A. inulifolium dan spesies lainnya.
Gambar 25 Teklan (Ageratina riparia).
Kemampuan spesies ini untuk menginvasi suatu ekosistem didukung oleh
kemampuan memproduksi biji yang tinggi. Barreto dan Evans (1988) diacu dalam
53
Zancola et al. (2000) menyatakan bahwa satu tanaman A. riparia dapat
menghasilkan 7000 sampai dengan 10.000 biji per musim dan dapat tersebar
dengan luas oleh angin, air atau satwa. Fröhlich et al. (2000) menyatakan A.
riparia menginvasi beragam habitat termasuk hutan alam dan dapat menggantikan
spesies yang langka dan regenerasi yang terbatas. Kontrol biologi A. riparia
dilakukan dengan menggunakan jamur putih (Entyloma ageratinae) dan serangga
Procecidochares alani atau Oidaematophorus beneficus yang hanya menyerang
A. riparia (Fröhlich et al. 2000; Barton et al. 2007).
5.3 Pola Penyebaran Spasial Spesies Tumbuhan Asing Invasif
5.3.1 Pola penyebaran spesies berdasarkan indeks Morisita
Penyebaran spasial spesies tumbuhan asing invasif di Cagar Alam
Kamojang ditentukan dengan menggunakan dua pendekatan yaitu dengan
menggunakan Indeks Morisita dan menggunakan interpolasi terhadap jumlah
individu spesies tumbuhan asing invasif dominan yang ditemukan di lapangan.
Indeks Morisita digunakan untuk mengetahui kecenderungan bentuk penyebaran
dari spesies tumbuhan asing invasif di Cagar Alam Kamojang. Pola penyebaran
spesies tumbuhan asing invasif berdasarkan nilai Indeks Morisita disajikan pada
Tabel 6.
Tabel 6 Nilai indeks Morisita spesies tumbuhan asing invasif di Cagar Alam
Kamojang
No. Nama Spesies Indeks Morisita Pola Penyebaran
1. Ageratum conyzoides 0,55 Ip > 0 Mengelompok
2. Rubus moluccanus 0,55 Ip > 0 Mengelompok
3. Clidemia hirta 0,52 Ip > 0 Mengelompok
4. Cynodon dactylon 0,53 Ip > 0 Mengelompok
5. Panicum repens 0,56 Ip > 0 Mengelompok
6. Mimosa pudica 0,68 Ip > 0 Mengelompok
7. Mimosa pigra 0,58 Ip > 0 Mengelompok
8. Passiflora edulis 0,54 Ip > 0 Mengelompok
9. Lantana camara 0,52 Ip > 0 Mengelompok
10. Mikania micrantha 0,52 Ip > 0 Mengelompok
11. Piper aduncum 0,52 Ip > 0 Mengelompok
12. Ageratina riparia 0,50 Ip > 0 Mengelompok
13. Austroeupatorium inulifolium -0,50 Ip < 0 Merata
Pola penyebaran spesies tumbuhan asing invasif di Cagar Alam Kamojang
berdasarkan Indeks Morisita cenderung mengelompok (clumped) kecuali pada
spesies A. inulifolium yang memiliki kecenderungan penyebaran merata di Cagar
54
Alam Kamojang. Penyebaran spesies tumbuhan asing invasif yang mengelompok
terkait dengan karakteristik spesies tersebut. Spesies tumbuhan asing invasif
berkembang secara masif pada daerah-daerah yang sudah terganggu seperti daerah
hutan yang terbuka. Sifat sebagian besar spesies tumbuhan asing invasif yang
tidak dapat tumbuh di bawah naungan (intoleran) diduga menjadi salah satu faktor
yang mempengaruhi bentuk sebaran spesies tumbuhan asing invasif
mengelompok pada kondisi daerah tertentu (Rejmanek 2000 diacu dalam
Radosevich et al. 2007). Spesies A. inulifolium yang menyebar merata
berdasarkan indeks Morisita diduga disebabkan oleh kemampuan spesies ini yang
telah berhasil bernaturalisasi dan menginvasi di Indonesia termasuk ekosistem
vegetasi di Cagar Alam Kamojang (McFayden 2003).
5.3.2 Perbandingan hasil interpolasi dengan menggunakan metode IDW dan
metode kriging
Metode interpolasi merupakan metode pendugaan nilai dari suatu daerah
yang tidak diamati berdasarkan nilai pada daerah yang diamati (Pramono 2008).
Pendugaan nilai sebaran jumlah individu spesies tumbuhan asing invasif
dilakukan dengan menggunakan dua metode interpolasi yaitu metode interpolasi
inverse distance weighted (IDW) dan metode kriging. Perbandingan kedua
metode interpolasi ini dalam menduga sebaran jumlah individu spesies tumbuhan
asing invasif di Cagar Alam Kamojang ditunjukkan dengan nilai koefisien
determinasi (R2) (Lampiran 4). Nilai koefisien determinasi kedua metode
interpolasi pada masing-masing spesies tumbuhan asing invasif yang dominan
ditunjukkan pada Tabel 7.
Tabel 7 Nilai koefisien determinasi metode interpolasi IDW dan kriging pada
masing-masing spesies tumbuhan asing invasif yang dominan
No. Spesies tumbuhan asing invasif
dominan
Koefisien determinasi (R2)
IDW Kriging
1. Austroeupatorium inulifolium 0,903 0,855
2. Ageratina riparia 0,874 0,764
3. Lantana Camara 0,849 0,808
Koefisien determinasi yang dihasilkan oleh metode interpolasi IDW pada
setiap spesies tumbuhan asing invasif lebih tinggi dibandingkan dengan nilai
koefisien determinasi pada metode interpolasi kriging. Pendugaan sebaran jumlah
individu spesies tumbuhan asing invasif dengan menggunakan metode IDW
55
mampu menjelaskan keragaman jumlah individu yang sebenarnya dengan cukup
tinggi daripada metode kriging sehingga lebih sesuai untuk digunakan. Hal ini
sesuai dengan hasil penelitian Prasasti et al. (2005) dan Pramono (2008) yang
menyatakan bahwa metode interpolasi IDW memberikan hasil interpolasi yang
akurat dibandingkan dengan metode interpolasi kriging. Metode interpolasi IDW
yang lebih baik dalam menduga sebaran jumlah individu spesies tumbuhan asing
invasif diduga karena sampel data sebaran jumlah individu yang digunakan cukup
rapat dan teratur.
5.3.3 Pola sebaran spasial spesies tumbuhan asing invasif dominan
1. Kirinyuh (Austroeupatorium inulifolium)
Pola sebaran spasial dari spesies A. inulifolium di Cagar Alam Kamojang
memiliki pola sebaran yang merata di seluruh areal pengamatan. Pola sebaran
spasial A. inulifolium yang merata di areal pengamatan dapat dilihat dari jumlah
individu yang berkisar diantara 20 sampai dengan 39 individu per plot
pengamatan atau sekitar 8.000 – 15.600 individu per hektar. Pendugaan jumlah
individu A. inulifolium pada areal pengamatan berdasarkan hasil interpolasi
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 26.
Gambar 26 Peta sebaran spasial Austroeupatorium inulifolium di Cagar Alam
Kamojang.
56
Hubungan antara jarak dari jalan dengan sebaran jumlah individu A.
inulifolium dianalisis dengan menggunakan analisis regresi linier sederhana. Hasil
analisis regresi linier sederhana menunjukkan hubungan antara jarak dari jalan
dengan sebaran jumlah individu difungsikan seperti pada Gambar 27.
Jarak
Jum
lah
In
div
idu
250200150100500
50
40
30
20
10
S 9.02122
R-Sq 8.3%
R-Sq(adj) 6.3%
Jumlah Individu = 20.91 + 0.05461 Jarak
Gambar 27 Hasil analisis regresi linier pada hubungan antara jarak dari jalan
dengan sebaran jumlah individu A. inulifolium di Cagar Alam
Kamojang.
Model persamaan yang diperoleh dari hasil analisis regresi pengaruh jarak
jalan terhadap sebaran jumlah individu A. inulifolium yaitu y = 20,91 + 0,055x
dengan distribusi sisaan tersebar normal (Lampiran 5A). Pengujian f dengan taraf
kepercayaan 95% menunjukkan bahwa model persamaan yang diperoleh
signifikan dengan nilai signifikansi sebesar 0,043 (lebih kecil dari nilai α sebesar
5%) (Lampiran 6A). Model persamaan yang signifikan diinterpretasikan bahwa
jarak dari jalan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap sebaran jumlah
individu A. inulifolium. Model persamaan yang menunjukkan adanya pengaruh
jarak jalan terhadap sebaran jumlah individu A. inulifolium diperkuat oleh uji t-
student yang menghasilkan nilai signifikansi lebih kecil daripada nilai taraf
kepercayaan 95% sehingga diperoleh kesimpulan bahwa sebaran jumlah individu
A. inulifolium dipengaruhi oleh jarak dari jalan.
57
2. Teklan (Ageratina riparia)
Pola sebaran spasial A. riparia di Cagar Alam Kamojang berdasarkan hasil
interpolasi mengelompok pada daerah tertentu dengan jumlah individu yang
cukup bervariasi (Gambar 28). Jumlah individu A. riparia di area pengamatan
berdasarkan hasil interpolasi sebagian besar berjumlah sekitar 8 sampai dengan 32
individu per plot pengamatan atau sekitar 20.000 – 80.000 individu per hektar
(Gambar 28). Jumlah individu A. riparia yang sangat banyak didukung oleh
kemampuan reproduksi dari spesies ini yang sangat baik yaitu mampu
menghasilkan 7000 sampai dengan 10.000 biji per musim dapat tersebar dengan
luas oleh angin, air atau satwa (Zancola et al. 2000).
Gambar 28 Peta sebaran spasial Ageratina riparia di Cagar Alam Kamojang.
Hubungan antara peubah jarak dari jalan dengan sebaran jumlah individu A.
riparia berdasarkan hasil analisis regresi linier sederhana menghasilkan model
persamaan yaitu Ln y = 3.308 + 0,45 Ln x. Fungsi lon (Ln) pada persamaan yang
dihasilkan merupakan transformasi data untuk menghasilkan data sisaan (residual)
yang terdistribusi secara normal (Lampiran 5).
58
Ln Jarak
Ln
ju
mla
h in
d.
5.55.04.54.03.53.0
4.5
4.0
3.5
3.0
2.5
S 0.465898
R-Sq 0.3%
R-Sq(adj) 0.0%
Ln jumlah ind. = 3.038 + 0.0452 Ln Jarak
Gambar 29 Hasil analisis regresi linier pada hubungan antara jarak dari jalan
dengan sebaran jumlah individu A. riparia di Cagar Alam
Kamojang.
Model persamaan yang dihasilkan tidak memiliki signifikansi yang nyata
berdasarkan nilai signifikansi yang diperoleh dari pengujian f dan pengujian t.
Nilai signifikansi pada uji f dan uji t sebesar 0,709 lebih besar dari nilai α sebesar
0,05 sehingga diperoleh kesimpulan bahwa peubah jarak dari jalan dalam model
persamaan yang dihasilkan tidak mempengaruhi sebaran jumlah individu A.
riparia (Lampiran 6B).
Penyebaran spasial A. riparia yang tidak dipengaruhi oleh faktor jarak dari
jalan diduga dipengaruhi oleh faktor lainnya seperti faktor kemampuan
penyebaran benih, ketinggian tempat atau penutupan lahan. Fröhlich et al. (2000)
menyatakan bunga A. riparia dapat tersebar dengan mudah oleh air dan angin
sehingga dapat menyebar dengan cepat ke daerah yang lebih luas. Spesies A.
riparia yang terdapat di Cagar Alam Kamojang diduga memiliki kemampuan
penyebaran biji yang optimal sehingga telah menyebar dengan luas ke daerah lain
dan tidak dipengaruhi oleh faktor jarak dari jalan.
3. Saliara (Lantana camara)
Spesies L. camara pada area pengamatan di Cagar Alam Kamojang
memiliki pola sebaran spasial yang berbeda dari spesies A. inulifolium. Spesies L.
camara merupakan salah satu spesies tumbuhan asing invasif yang cukup
59
dominan di Cagar Alam Kamojang, namun pola sebaran spasial L. camara
berkelompok di beberapa area pengamatan dengan kondisi tertentu. Sebaran
jumlah individu L. camara berdasarkan hasil interpolasi lebih didominasi pada
kisaran 2 sampai dengan 7 individu per plot pengamatan atau sekitar 800 – 2.800
individu per hektar (Gambar 30).
Gambar 30 Peta sebaran spasial Lantana camara di Cagar Alam Kamojang.
Spesies L. camara memiliki pola sebaran yang mengelompok pada kondisi
area yang terbuka dengan ketinggian tempat yang tidak terlalu tinggi. Di Cagar
Alam Kamojang, L. camara banyak ditemukan di lokasi yang berdekatan dengan
sumur gas atau di tepi jalan. Pada Gambar 30, sebaran jumlah individu L. camara
terlihat lebih banyak ditemukan pada tiga segmen plot pengamatan daripada
daerah dua segmen plot pengamatan yang lainnya. Hal ini diduga disebabkan oleh
dominansi dari spesies tumbuhan asing invasif lainnya seperti A. inulifolium
sehingga spesies L. camara tidak mampu bersaing pada kondisi habitat yang telah
diinvasi oleh spesies tersebut.
Hubungan antara jarak dari jalan dengan sebaran jumlah individu L. camara
berdasarkan analisis regresi menghasilkan model persamaan Ln y = Ln 3,545 –
0,302 Ln x (Gambar 31). Nilai signifikansi pada pengujian f dan pengujian t
60
menghasilkan keputusan bahwa model persamaan yang dihasilkan tidak signifikan
(nilai signifikan lebih besar daripada α sebesar 5%). Model persamaan yang tidak
signifikan menunjukkan bahwa peubah jarak dari jalan tidak mempengaruhi
sebaran jumlah individu L. camara (Lampiran 6C).
Ln Jarak
Ln
Ju
mla
h in
div
idu
5.04.54.03.53.0
3.25
3.00
2.75
2.50
2.25
2.00
1.75
1.50
S 0.503626
R-Sq 11.4%
R-Sq(adj) 6.2%
Ln Jumlah individu = 3.545 - 0.3022 Ln Jarak
Gambar 31 Hasil analisis regresi linier pada hubungan antara jarak dari jalan
dengan sebaran jumlah individu L. camara di Cagar Alam
Kamojang.
Sebaran jumlah individu L. camara yang tidak dipengaruhi oleh jarak dari
jalan dapat terlihat dari pola sebaran spasial spesies ini yang ditunjukkan pada
Gambar 31. Spesies L. camara di Cagar Alam Kamojang lebih banyak
terdistribusi pada daerah yang lebih terbuka dengan kondisi lapangan yang cukup
datar. Penyebaran spasial L. camara diduga dipengaruhi oleh faktor yang lainnya
seperti faktor biologi dan ekologi L. camara, kondisi lingkungan dan kemampuan
penyebaran biji (Day et al. 2003; Kohli et al. 2009).
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Spesies tumbuhan asing invasif di Cagar Alam Kamojang teridentifikasi
sebanyak 13 spesies dari 8 famili yaitu Ageratum conyzoides (Asteraceae),
Rubus moluccanus (Rosaceae), Clidemia hirta (Melastomaceae), Cynodon
dactylon (Poaceae), Panicum repens (Poaceae), Mimosa pudica
(Fabaceae), Mimosa pigra (Fabaceae), Austroeupatorium inulifolium
(Asteraceae), Passiflora edulis (Passifloraceae), Lantana camara
(Verbenaceae), Mikania micrantha (Asteraceae), Piper aduncum
(Piperaceae) dan Ageratina riparia (Asteraceae). Berdasarkan indeks nilai
pentingnya, spesies tumbuhan invasif yang mendominasi di Cagar Alam
Kamojang terdiri dari A. inulifolium (67,37%), A. riparia (46,15%) dan L.
camara (15,37%).
2. Pola sebaran spasial spesies tumbuhan asing invasif berdasarkan indeks
Morisita dan hasil interpolasi IDW cenderung mengelompok pada kondisi
kawasan yang relatif terbuka kecuali untuk spesies A. inulifolium yang
menyebar secara merata di Cagar Alam Kamojang.
3. Faktor jarak dari jalan hanya mempengaruhi sebaran jumlah individu A.
inulifolium dengan model persamaan y = 20,911 + 0,055x, sedangkan
faktor jarak dari jalan tidak mempengaruhi sebaran jumlah individu
spesies A. riparia dan L. camara di Cagar Alam Kamojang.
6.2 Saran
1. Perlu dilakukan upaya pengendalian secara manual terhadap spesies
tumbuhan asing invasif (terutama spesies A. inulifolium, A. riparia dan L.
camara) di lokasi yang memiliki permudaan spesies pohon lokal di Cagar
Alam Kamojang.
2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai distribusi spesies tumbuhan
asing invasif berdasarkan ketinggian tempat dan kondisi keterbukaan
lahan.
DAFTAR PUSTAKA
Abraham M, Abraham PT, Joy PJ. 2002. Natural Enemies on Mikania micrantha
H.B.K. in Kerala. Journal of Tropical agriculture 40: 39-41.
http://www.jtropag.in/index.php/ojs/article/.../78 [25 September 2011].
Alpert P, Bone E, Holzapel C. 2000. Invasiveness, Invasibility and The Role of
Environmental Stress in The Spread of Non-native Plants. Perspektive in
Plant Ecology, Evolution and Systematics 3 (1): 52 - 66.
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii [24 Juni 2011].
Ang WF, Lok AFSL, Chong KY, Ng BYQ, Suen SM, Tan HTW. 2010. The
Distribution and Status in Singapore of Rubus moluccanus L. var.
Angulosus Kalkman (Rosaceae). Nature in Singapore 3: 91-97.
[Anonim]. 2005. Rencana Pengelolaan Cagar Alam Kawah Kamojang Tahun
2005-2030. Jakarta: Departemen Kehutanan Republik Indonesia.
[Anonim]. 2011. Biological Control of Weeds: Southeast Asean Prospect
(Mimosa pudica L. & Panicum repens L.).
http://www.aciar.gov.au/files/…/MN26%20Part%208.pdf. [20 September
2011].
Barton J, Fawlor SV, Gianotti AF, Winks CJ, Beurs M, Arnold GC, Forrester G.
2007. Successful Biological Control of Mist Flower (Ageratina riparia) in
New Zealand: Agent Establishment, Impact and Benefits to The Native
Flora. Bilogical Control 40: 370-385.
http://www.sciencedirect.com/science/artcle/pii/S1049964406002581 [25
September 2011].
Beilfuss R. 2007. Adaptive Management of The Invasive Shrub Mimosa pigra at
Gorongosa National Park. Department of Scientific Services.
http://www.files.gorongosa.net/.../582.pdf [20 September 2011].
Bosu PP, Apertorgbor MM, Refera A. 2009. Ecology and Management of tropical
africa’s Forest invaders. Di dalam: Kohli RK, Jose S, Singh HP, Batish DR,
editor. Invasive Plants and Forest Ecosystem. New York: CRC Press.
Biotrop. 2011. Invasive Alien Species.
http://www.biotrop.org/database.php?act=dbias. [20 September 2011].
[CBD] Convention on Biological Diversity. 1992. Artcle 8. In-situ Conservation.
http://www.cbd.int [25 September 2011].
[CITES] Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna
and Flora. 1997. Resolution Conf. 13.10 (Rev. CoP14).
http://www.cites.org/eng/res/13/13-10R14.php [25 September 2011].
Collins AR. 2005. Implication of Plant Diversity and Soil Chemical Properties for
Cogongrass (Imperata cylindrica) Invasion in Northwest Florida [tesis].
University Of Florida.
Day MD, Wiley CJ, Julia P, Myron Z. 2003. Lantana: Current Management Status
and Future Prospect. Canberra: Australian Centre for International
Agricultural Research.
[DHAOGTR] Department of Health and Ageing Office of The Gene Technology
Regulator. 2004. The Biology and Ecology of Sugarcane (Saccharum spp.
Hybrids) in Australian.
www.ogtr.gov.au/internet/ogtr/publishing.nsf/...4/.../biologysugarcane.rtf
[20 September 2011].
Draper N, Smith H. 1992. Analisis Regresi Terapan. Sumantri B, penerjamah:
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari: Applied Regression
Analysis.
Fachrul MF. 2008. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Fan L, Chen Y, Yuan J, Yang Z. 2010. The Effect of Lantana camara Linn.
Invasion on Soil Chemical and Microbiological Properties and Plant
Biomass Accumulation in Southern China. Geoderma 154: 370-378.
http://www.sciencedirect.com/science/artcle/pii/S0016706109003619 [25
September 2011].
Fei S, Kong N, Stringer J, Browker D. 2009. Invasion Pattern of Exotic Plants in
Forest Ecosystems. Di dalam: Kohli RK, Jose S, Singh HP, Batish DR,
editor. Invasive Plants and Forest Ecosystem. New York: CRC Press.
Fröhlich J, Fowler SV, Gianotti A, Hill RL, Killgore E, Morin L, Sugiyama L,
Winks C. 2000. Biological Control of Mist Flower (Ageratina riparia,
Asteraceae): Transferring a Successful Program from Hawai’i to New
Zealand. Di dalam; Spencer NR, editor. Proceedings of the X International
Symposium on Biological Control Weeds; Montana, 4-14 Juli. USA:
Montana State University. hlm 51-57.
Haertmink AE. 2001. Biomass and NutrientAccumulation of Piper aduncum and
Imperata cylindrica Fallows in The Humid Lowlands of Papua New
Guinea. Forest Ecology and Management 144: 19-32.
Hammond BW. 1999. Saccharum spontaneum (Graminae) in Panama [abstrak].
Journal of Sustainable Forestry 8 (3-4). http://
http://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1300/J091v08n0303 [20 September
2011].
Halvorson WL. 2003. Factsheet for: Cynodon dactylon (L.) Pers. University of
Aryzona: USGS Weeds in the West Project: Status of Introduced Plants in
Southern Arizona Parks.
http://www.sdrsnet.srnr.arizona.edu/data/…/cynodact.pdf [25 September
2011]
Heard TA, Elliot LP. Anderson B, White L, Burrows N, Mira A, Zonneveld R,
Fichiera G, Chan R, Segura R. 2010. Biology, Host Specify, Release and
Establishment of Macaria pallidata and Leuciris fimbriaria (Lepidoptera:
Geometridae), Biological Controls Agents of The Weeds Mimosa pigra.
Biological control 55: 248-255.
http://www.sciencedirect.com/science/artcle/pii/S1049964410001763 [20
September 2011].
Heriyanto NM, Sawitri R. 2006. Potensi Jenis Konyal (Passiflora edulis Sims.)
Sebagai Jenis Invasif di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Info Hutan 3 (3): 251-260.
Hossain MK. 2009. Alien Invasive Plant Species and Their Effect on Hill Forest
Ecosystem of Bangladesh. Di dalam: Kohli RK, Jose S, Singh HP, Batish
DR, editor. Invasive Plants and Forest Ecosystem. New York: CRC Press.
Hsu TW, Peng CI, Wang CM. 2006. Austroeupatorium inulifolium (Kunth) King
& Robinson (Asteraceae), a Newly Naturalized Plant in Taiwan. Taiwania
51 (1): 41-45
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
[ISSG] Invasive Species Specialist Group. 2005. Global invasive species
database. http://www.issg.org/database. [10 September 2011].
Jan L, Vojtĕch N, Lukás C, Kenneth M, Brus I, William B, Richard K, John A,
Martin K, Markus M, Samuel H. 2002. Successful Invasion of The
Neotropical Species Piper aduncum in Rain Forest in Papua New Guinea.
Applied Vegetation Science 5: 255-262.
http://www.botanika.bf.jcu.cz/suspa/pdf/avs_5.pdf [25 September 2011].
Jaya INS. 2002. Aplikasi SIG untuk Kehutanan. Bogor: Fakultas Kehutanan.
Institut Pertanian Bogor.
Kayat, Butarbutar T. 2009. Evaluasi Pengendalian Jenis Invasif Kaktus Sendok
Nasi (Opuntia engelmannii Salm-Dyck ex Engelmann.) Di Taman Nasional
Komodo, Pulau Flores. Info Hutan 6 (1): 41-51.
[KLH] Kementerian Lingkungan Hidup. 2002. Keanekaragaman Hayati dan
Pengendalian Jenis Asing Invasif. Wijarnako K, editor. Jakarta: The Nature
Conservancy.
Kohli RK, Singh HP, Batish DR, Dogra KS. 2009. Ecological Status of Some
Invasive Plants of Shiwalik Himalayas in Northwestern India. Di dalam:
Kohli RK, Jose S, Singh HP, Batish DR, editor. Invasive Plants and Forest
Ecosystem. New York: CRC Press.
Krebs CJ. 1972. Ecology: The Experimental Analysis of Distribution and
Abundance. New York: Harper & Row Publishing.
Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2006. Perancangan Percobaan Dengan Aplikasi
SAS dan Minitab. Bogor: IPB Press.
McFayden RC. 2003. Chromolaena in Southeast Asia and The Pasific. Di dalam:
Costa HD, Piggin C, Cruz CJ, Fox JJ, editor.Agriculture: New Direction for
a New Nation. ACIAR Proceedings No. 113. Hlm 130-134. http://
purl.pt/915/1/cd1/ta100/ta118.pdf [25 September 2011].
Moris WK, Hansen MH, Nelson MD, McWiliams W. 2009. Relation of Invasive
Groundcover Plant Presence to Evidence of Disturbance in the Forest of the
Upper Midwest of the United States. Di dalam: Kohli RK, Jose S, Singh HP,
Batish DR, editor. Invasive Plants and Forest Ecosystem. New York: CRC.
Muniappan R. 2011. Biological Control of Tropical Invasive Weeds.
http://www.oired.vt.edu/.../Biocontrol%20of%20Tr [25 September 2011].
NCGIA. 2007. Interpolation: Inverse Distance Weighting.
http://www.ncgia.ucsb.edu/pubs/spherekit/inverse.html [17 Januari 2012]
Pejchar L, Mooney HA. 2009. Invasives Species, Ecosystem Service and Human
Well-being. Trends in Ecology and Evolution 24 (9): 497-504
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii [24 Juni 2011].
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang
Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
[PIER] Pacific Island Ecosystems at Risk project. 2011. Plants Threats to Pasific
Ecosytems. http:// www.hear.org/pier/ [20 September 2011].
Pramono GH. 2008. Akurasi Metode IDW dan Kriging Untuk Interpolasi Sebaran
Sedimen Tersuspensi Di Maros, Sulawesi Selatan. Forum Geografi (22)
1:145-158.
Prasasti I, Wijayanto H, Christanto M. 2005. Analisis Penerapan Metode Kriging
dan Inverse Distance Pada Interpolasi Data Dugaan Suhu, Air Mampu
Curah (AMC) dan Indeks Stabilitas Atmosfer (ISA) Dari Data NOAA-
TOVS. Di dalam: Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk
Peningkatan Kesejahteraan Bangsa. Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN
XIV; Surabaya, 14-15 September 2005. Surabaya: Institut Teknologi
Sepuluh Nopember. Hlm 316-322.
Prinando M. 2011. Keanekaragaman Spesies Tumbuhan Asing Invasif di Kampus
IPB Darmaga, Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut
Pertanian Bogor.
Prahasta E. 2001. Konsep- Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Bandung:
Informatika Bandung.
Pujowati P. 2006. Pengenalan Ragam Tanaman Lanskap Asteraceae (Compositae)
[Laporan]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Pusat Karantina Tumbuhan dan Keamanan Hayati Nabati. 2011. Konsepsi
Kebijakan Pengawasan Invasive Alien Species di Indonesia [slide
presentasi]. Jakarta: Kementerian Pertanian RI.
http://karantina.deptan.go.id/attachment/article/192/materi%202.ppt [25
Spetember 2011].
RAMSAR. 1971. Resolution VII.4: Partnerships and Cooperation with Other
Conventions, Including Harmonized information Management
Infrastructure. Iran: RAMSAR. http://www.ramsar.org/cda/en/ramsar-
documents-resol-resolution-vii-4/main/ramsar/1-31-107%5E20689_4000_0
[25 September 2011].
Radosevich SR, Holt JS, Ghersa CM. 2007. Ecology of Weeds and Invasive
Plants. United State of America: A Jhon Willey & Sons, Inc., Publication.
Rosalia N. 2008. Penyebaran dan Karakteristik Tempat Tumbuh Pohon Tembesu
(Fragraea fragrans Roxb.) (Studi Kasus di Kawasan Taman Nasional
Danau Sentarum Kapuas Hulu Kalimantan Barat) [tesis]. Bogor: Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Sastroutomo SS. 1990. Ekologi Gulma. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Smith BE, Shilling DG, Haller WT, Macdonald GE. 1993. Factors Influencing
The Efficacy of Glyphosate on Torpedograss (Panicum repens L.). J. Aqua.
Plant Manage 31: 199-202.
Soerianegara I, Indrawan A. 2008. Ekologi Hutan Indonesia. Bogor: Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Sukisman T. 2010. Tumbuhan Invasif di Hutan [slide presentasi]. Bogor: Biotrop.
Suryaningtyas H, Gunawan A, Gozali AD. 1996. Pengelolaan Alang-Alang di
Lahan Petani. Palembang: Pusat Penelitian Kaet, Balai Penelitian Sumbawa.
Syamsudin J, Suryadi I. 2006. Panduan Teknis Dasar SIG dan Penginderaan
Jauh. Kalimantan: Tropenbos International Indonesia.
Tan HTW, Ibrahim A, Tan K. 2008. A New Record of Piper aduncum L.
(Piperaceae) in Singapore. Nature in Singapore 1: 55-59.
http://www.rmbr.nus.edu.sg/nis/.../2008nis55-59.pdf [25 Spetember 2011].
Thomas I. 2007. Mapping and Modelling of Mimosa pigra Expansion in
Lochinvar National Park, Zambia. http://www.gem-
msc.org/.../Thomas%20Indira.pdf [20 September 2011].
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Keanekaragaman
Hayati dan Ekosistemnya.
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman.
Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992 mengenai Karantina Hewan, Ikan dan
Tumbuhan.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nation
Convention on Biological Diversity (CBD).
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura
Walt SJD. 2003. The Invasive Tropical Shrub Clidemia hirta (Melastomaceae) in
Its Natives and Introduces Ranges: Test of Hypotheses of Invasion
[dissertation]. http://www.etd.lsu.edu/docs/available/.../DeWalt_dis.pdf [23
September 2011].
Weber E. 2003. Invasive Plants Species of The World: A Reference Guide to
Environmental Weeds. USA: CABI Publishing.
Wishnie MH, Deago J, Mariscal E, Sautu A. 2002. The Efficient Control of
Saccharum spontaneum (L.) (Graminae) in Mixed Plantations of Six
Natives Species of Tree and Teak (Tectona grandis) in The Panama Canal
Watershed, Republic of Panama: 2nd
Annual Report.
Prorena.research.yale.edu/publicaciones_files/ECO-03-03-En.pdf [20
September 2011].
Whitten T, Soeriaatmadja RE, Ariff SA. 1999. Ekologi Jawa dan Bali. SN.
Kartikasari, penerjemah; SN Kartikasari, editor. Jakarta: Prehalindo.
Terjemahan dari: Ecology of Java and Bali.
Yau-Lun K. 2011. Ecological Characteristics of Three Invasive Plants (Leucaena
leucochepala, Mikania micrantha, and Stachytarpheta urticaefolia) in
Southern Taiwan. Taiwan: National Pingtung Univ. of Science and
Technology. http:// www.agnet.org/library/eb/541/eb541.pdf [25 September
2011].
Zancola BJ, Wild C, Marc JH. 2000. Inhibition of Ageratina riparia (Asteraceae)
by Native Australian Flora and Fauna. Austral Ecology 25: 563-569.
http://www.griffith.edu.au/.../2000-Zancola-Wild. [25 September 2011].
LAMPIRAN
Lampiran 1 Daftar spesies tumbuhan hasil analisis vegetasi di Cagar Alam Kamojang
No Spesies Nama Lokal Famili Habitus
1 Imperata cylindrica (L.) Beauv. Alang-alang Poaceae Terna
2 Persea gratissima Gaerth Alpukat Lauraceae Pohon
3 Dendrobium crumenatum Swartz. Anggrek japati Orchidaceae Terna
4 Ageratum conyzoides L. Babadotan Asteraceae Terna
5 Ficus fistulosa Reinw. ex Bl. Benying Meliaceae Pohon
6 Pinanga coronata (Bl) Ex. Bingbin Arecaceae Perdu
7 Tetraglochidium bibracteatum Bl. Bubukuan Acanthaceae Terna
8 Polygonum chinensis L. Bumbrun Polygonaceae Terna Berkayu
9 Smilax leucophylla Bl. Canar Smilacaceae Liana
10 Pandanus furcatus Roxb. Cangkuang Arecaceae Perdu
11 Begonia robusta Bl. Cariang Begoniaceae Terna
12 Physalis peruviana L. Cecenet Solanaceae Semak
13 Macropanax sp Cerem Araliaceae Pohon
14 Curculigo capitulata (Lour.) Kuntze. Congkok Amaryllidaceae Terna
15 Pogostemon cablin Benth Dilem Lamiaceae Terna
16 Phytolacca octandra L. Gandola Phytolacaceae Terna
17 Rubus moluccanus L. Harees Rosaceae Semak
18 Melastoma malabathricum L. Harendong biasa Melastomataceae Perdu
19 Clidemia hirta (L.) D. Don Harendong bulu Melastomataceae Perdu
20 Melastoma polyanthum Bl. Harendong pohon Melastomataceae Perdu
21 Castanopsis sp Hiur Fagaceae Pohon
22 Calamus sp Hoe Arecaceae Perdu
23 Actinodaphne sphaeocarpa Ness. Huru Lauraceae Pohon
No Spesies Nama Lokal Famili Habitus
24 Persea rimosa Kostern Huru leer Lauraceae Pohon
25 Eleusine indica (L.) Gaerth Jampang Poaceae Terna
26 Cynodon dactylon (L.) Pers Jampang kawat Poaceae Terna
27 Panicum colonum L. Jampang piit Poaceae Terna
28 Trevesia sundaica Miq. Jangkurang Araliaceae Pohon
29 Panicum repens L. Jukut lempuyang Poaceae Terna
30 Mimosa pudica L. Jukut riut Fabaceae Semak
31 Ipomoea digitata L. Kalayar Convolvulaceae Liana
32 Calliandra haematocephala Hassk. Kaliandra Fabaceae Pohon
33 Mimosa pigra L. Kalimusa Fabaceae Perdu
34 Homalanthus populneus (Giesel.) Pax. Karembi Euphorbiaceae Pohon
35 Saccharum spontaneum L. Kaso Poaceae Terna
36 Chloranthus afficiannalius BI. Keras tulang Piperaceae Perdu
37 Saurauia pendula BI. Ki leho Actinidiaceae Pohon
38 Cinnamomum sp Ki teja Lauraceae Pohon
39 Acer laurinum Hassk. Kibadak Aceraceae Pohon
40 Viburnum sambucin BI. Kiberem Caprifoliaceae Pohon
41 Alangium begonifolium King Kicareh Alangiaceae Pohon
42 Engelhardia spicata Bl. Kihujan Juglandaceae Pohon
43 Evonimus javanicus BI. Kikeyep Rubiaceae Pohon
44 Hypobathrum prutescens Baill Kikopi Rubiaceae Pohon
45 Austroeupatorium inulifolium (Kunth) R. M. King & H. Rob Kirinyuh Asteraceae Semak
46 Syzygium zeylanicum (L.) DC. Kisireum Myrtaceae Pohon
47 Passiflora ligularis Juss Konyal Passifloraceae Terna merambat
48 Brugmansia candida Pers. Kucubung Solanaceae Perdu
Lanjutan lampiran 1
No Spesies Nama Lokal Famili Habitus
49 Trema orientalis (L.) BI. Kuray Ulmaceae Pohon
50 Sambucus javanica Reinw.ex Bl. Kurniah Caprifoliaceae Semak
51 Schismatoglottis calptrtata Zoll.& Moore Lumpuy Araceae Terna
52 Magnolia blumei Prantl. Manglid Magloniaceae Pohon
53 Macaranga tanarius (L.) M.A. Mara Euphorbiaceae Pohon
54 Passiflora edulis Sims. Nagri Passifloraceae Terna merambat
55 Artocarpus heterophyllus Lam. Nangka Moraceae Pohon
56 Villebrunea rubescens Bl. Nangsi Urticaceae Pohon
57 Dicranopteris linearis (Burm.) Undrew Pakis andam Gleicheniaceae Semak
58 Alsophila glauca (Bl.) J.Sm Paku bagedor Cyatheaceae Terna
59 Angiopteris evecta (Forst) Hoffm. Paku munding Marattiaceae Terna
60 Diplazium esculentum Swartz. Paku sayur Athyriaceae Terna
61 Drynaria rigidula (Swartz.) Bedd. Paku uncal Polypodiaceae Terna
62 Quercus sundaica Bl. Pasang Fagaceae Pohon
63 Ficus sp Peer Moraceae Liana
64 Musa acuminata Colla Pisang kole Musaceae Terna
65 Dysoxylum alliaceum BI Pisitan monyet Meliaceae Pohon
66 Pilea melastomoides (Poir.) Bl Poh-pohan Urticaceae Terna
67 Laportea stimulans (L.f.) Gaud.ex Miq Pulus Urticaceae Pohon
68 Schima wallichii (DC.) Korth Puspa Theaceae Pohon
69 Altingia excelsa Noronha Rasamala Altingiaceae Pohon
70 Lantana camara L. Saliara Verbenaceae Perdu
71 Castanopsis argentea A.DC. Saninten Fagaceae Pohon
72 Mikania micrantha H.B.K Sembung rambat Asteraceae Terna
73 Piper aduncum L. Seserehan Piperaceae Perdu
Lanjutan lampiran 1
No Spesies Nama Lokal Famili Habitus
74 Sida rhombifolia L. Sidagori Malvaceae Semak
75 Crassocephalum crepidioides (Benth.) S.Moore Sintrong Asteraceae Terna
76 Cinchona succiruba PAV. Sulibra Rubiaceae Pohon
77 Toona sureni Merr. Suren Meliaceae Pohon
78 Commelina nudiflora Brn. F Tali said Commelinaceae Terna
79 Claoxylum indicum Reinw. Talingkup Euphorbiaceae Pohon
80 Sloanea sigun (Bl.) Szysr. Tebe Tiliaceae Pohon
81 Carex baccans Nees. Teki Cyperaceae Terna
82 Ageratina riparia (Regel) R. King and H. Robinson Teklan Asteraceae Semak
83 Amomum coccineum (Bl.) K. Schum. Tepus Zingiberaceae Tepus
84 Fleurya interrupta (L.) Gaudich Tereptep Urticaceae Terna
85 Debregeasia longifolia (Burm. f.) Wedd Totongoan Urticaceae Perdu
86 Ficus ribes Reinw. Walen Moraceae Pohon
Lanjutan lampiran 1
Lampiran 2 Hasil perhitungan INP pada setiap tingkat pertumbuhan
1. Tingkat semai dan habitus
No Spesies ∑
Individu
∑
Petak
K
(Ind/ha)
KR
(%) F
FR
(%)
INP
(%) Pi Ln Pi
Pi.Ln
Pi H' (ni/N)²
1 Imperata cylindrica (L.) Beauv. 311 22 15550 8.37 0.44 4.97 13.33 0.0667 -2.708 -0.181 3.268 0.007001
2 Dendrobium crumenatum Swartz 1 1 50 0.03 0.02 0.23 0.25 0.0013 -6.674 -0.008
0.000000
3 Ageratum conyzoides L. 103 11 5150 2.77 0.22 2.48 5.25 0.0263 -3.639 -0.096
0.000768
4 Ficus fistulosa Reinw. ex Bl. 2 2 100 0.05 0.04 0.45 0.51 0.0025 -5.981 -0.015
0.000000
5 Tetraglochidium bibracteatum Bl. 86 5 4300 2.31 0.10 1.13 3.44 0.0172 -4.062 -0.070
0.000535
6 Smilax leucophylla Bl. 84 20 4200 2.26 0.40 4.51 6.77 0.0339 -3.385 -0.115
0.000511
7 Pandanus furcatus Roxb. 2 2 100 0.05 0.04 0.45 0.51 0.0025 -5.981 -0.015
0.000000
8 Begonia robusta Bl. 7 1 350 0.19 0.02 0.23 0.41 0.0021 -6.180 -0.013
0.000004
9 Physalis peruviana L. 9 2 450 0.24 0.04 0.45 0.69 0.0035 -5.664 -0.020
0.000006
10 Macropanax sp 4 2 200 0.11 0.04 0.45 0.56 0.0028 -5.880 -0.016
0.000001
11 Curculigo capitulata (Lour.) Kuntze 38 13 1900 1.02 0.26 2.93 3.96 0.0198 -3.923 -0.078
0.000105
12 Pogostemon cablin Benth 175 11 8750 4.71 0.22 2.48 7.19 0.0360 -3.325 -0.120
0.002217
13 Phytolacca octandra L. 5 1 250 0.13 0.02 0.23 0.36 0.0018 -6.319 -0.011
0.000002
14 Rubus moluccanus L. 34 10 1700 0.91 0.20 2.26 3.17 0.0159 -4.144 -0.066
0.000084
15 Melastoma malabathricum L. 34 11 1700 0.91 0.22 2.48 3.40 0.0170 -4.075 -0.069
0.000084
16 Clidemia hirta (L.) D. Don 150 21 7500 4.04 0.42 4.74 8.78 0.0439 -3.126 -0.137
0.001629
17 Castanopsis sp 1 1 50 0.03 0.02 0.23 0.25 0.0013 -6.674 -0.008
0.000000
18 Calamus sp 5 2 250 0.13 0.04 0.45 0.59 0.0029 -5.833 -0.017
0.000002
19 Eleusine indica (L.) Gaerth 6 2 300 0.16 0.04 0.45 0.61 0.0031 -5.788 -0.018
0.000003
20 Cynodon dactylon (L.) Pers 112 17 5600 3.01 0.34 3.84 6.85 0.0343 -3.374 -0.116
0.000908
21 Panicum colonum L. 43 7 2150 1.16 0.14 1.58 2.74 0.0137 -4.291 -0.059
0.000134
No Spesies ∑
Individu
∑
Petak
K
(Ind/ha)
KR
(%) F
FR
(%)
INP
(%) Pi Ln Pi
Pi.Ln
Pi H' (ni/N)²
22 Trevesia sundaica Miq. 46 12 2300 1.24 0.24 2.71 3.95 0.0197 -3.926 -0.077
0.000153
23 Panicum repens L. 66 10 3300 1.78 0.20 2.26 4.03 0.0202 -3.904 -0.079
0.000315
24 Mimosa pudica L. 46 4 2300 1.24 0.08 0.90 2.14 0.0107 -4.537 -0.049
0.000153
25 Ipomoea digitata L. 8 1 400 0.22 0.02 0.23 0.44 0.0022 -6.117 -0.013
0.000005
26 Calliandra haematocephala Hassk. 16 3 800 0.43 0.06 0.68 1.11 0.0055 -5.196 -0.029
0.000019
27 Mimosa pigra L. 44 4 2200 1.18 0.08 0.90 2.09 0.0104 -4.563 -0.048
0.000140
28 Chloranthus afficiannalius BI. 143 19 7150 3.85 0.38 4.29 8.14 0.0407 -3.202 -0.130
0.001480
29 Viburnum sambucin BI. 1 1 50 0.03 0.02 0.23 0.25 0.0013 -6.674 -0.008
0.000000
30 Alangium begonifolium King 2 1 100 0.05 0.02 0.23 0.28 0.0014 -6.573 -0.009
0.000000
31 Hypobathrum prutescens Baill. 1 1 50 0.03 0.02 0.23 0.25 0.0013 -6.674 -0.008
0.000000
32 Passiflora ligularis Juss. 133 20 6650 3.58 0.40 4.51 8.09 0.0405 -3.207 -0.130
0.001280
33 Brugmansia candida Pers. 50 7 2500 1.35 0.14 1.58 2.93 0.0146 -4.225 -0.062
0.000181
34 Schismatoglottis calptrtata Zoll.&
Moore 69 7 3450 1.86 0.14 1.58 3.44 0.0172 -4.064 -0.070
0.000345
35 Magnolia blumei Prantl 2 2 100 0.05 0.04 0.45 0.51 0.0025 -5.981 -0.015
0.000000
36 Macaranga tanarius (L.) M.A. 1 1 50 0.03 0.02 0.23 0.25 0.0013 -6.674 -0.008
0.000000
37 Passiflora edulis Sims. 44 12 2200 1.18 0.24 2.71 3.89 0.0195 -3.939 -0.077
0.000140
38 Villebrunea rubescens Bl. 11 5 550 0.30 0.10 1.13 1.42 0.0071 -4.944 -0.035
0.000009
39 Dicranopteris linearis (Burm.)
Undrew 55 14 2750 1.48 0.28 3.16 4.64 0.0232 -3.764 -0.087
0.000219
40 Diplazium esculentum Swartz. 9 3 450 0.24 0.06 0.68 0.92 0.0046 -5.382 -0.025
0.000006
41 Drynaria rigidula (Swartz.) Bedd 5 2 250 0.13 0.04 0.45 0.59 0.0029 -5.833 -0.017
0.000002
42 Musa acuminata Colla 5 2 250 0.13 0.04 0.45 0.59 0.0029 -5.833 -0.017
0.000002
43 Dysoxylum alliaceum BI. 9 3 450 0.24 0.06 0.68 0.92 0.0046 -5.382 -0.025
0.000006
44 Pilea melastomoides (Poir.) Bl. 38 3 1900 1.02 0.06 0.68 1.70 0.0085 -4.768 -0.041
0.000105
Lanjutan lampiran 2 (semai dan tumbuhan bawah)
No Spesies ∑
Individu
∑
Petak
K
(Ind/ha)
KR
(%) F
FR
(%)
INP
(%) Pi Ln Pi
Pi.Ln
Pi H' (ni/N)²
45 Laportea stimulans (L.f.) Gaud.ex
Miq. 14 6 700 0.38 0.12 1.35 1.73 0.0087 -4.750 -0.041
0.000014
46 Mikania micrantha H.B.K 86 20 4300 2.31 0.40 4.51 6.83 0.0341 -3.377 -0.115
0.000535
47 Piper aduncum L. 77 17 3850 2.07 0.34 3.84 5.91 0.0295 -3.522 -0.104
0.000429
48 Sida rhombifolia L. 17 3 850 0.46 0.06 0.68 1.13 0.0057 -5.172 -0.029
0.000021
49 Crassocephalum crepidioides (Benth.)
S. Moore 10 3 500 0.27 0.06 0.68 0.95 0.0047 -5.354 -0.025
0.000007
50 Commelina nudiflora Brn. F. 49 12 2450 1.32 0.24 2.71 4.03 0.0201 -3.905 -0.079
0.000174
51 Claoxylum indicum Reinw. 1 1 50 0.03 0.02 0.23 0.25 0.0013 -6.674 -0.008
0.000000
52 Carex baccans Nees. 66 21 3300 1.78 0.42 4.74 6.52 0.0326 -3.424 -0.112
0.000315
53 Ageratina riparia (Regel) R. King and
H. Robinson 1321 47 66050 35.54 0.94 10.61 46.15 0.2307 -1.466 -0.338
0.126305
54 Amomum coccineum (Bl.) K. Schum. 21 4 1050 0.56 0.08 0.90 1.47 0.0073 -4.914 -0.036
0.000032
55 Fleurya interrupta (L.) Gaudich 28 4 1400 0.75 0.08 0.90 1.66 0.0083 -4.794 -0.040
0.000057
56 Debregeasia longifolia (Burm. f.)
Wedd. 8 3 400 0.22 0.06 0.68 0.89 0.0045 -5.412 -0.024
0.000005
57 Ficus ribes Reinw. 3 1 150 0.08 0.02 0.23 0.31 0.0015 -6.481 -0.010
0.000001
Total 3717
185850 100 8.86 100 200
-3.268
0.15
Lanjutan lampiran 2 (semai dan tumbuhan bawah)
2. Tingkat pancang, semak dan terna
No Spesies ∑
Individu
∑
Petak
K
(ind/ha)
KR
(%) F
FR
(%) INP Pi Ln Pi
Pi.Ln
Pi H' (ni/N)²
1 Persea gratissima Gaerth 1 1 8 0.04 0.02 0.37 0.41 0.0020 -6.2004 -0.0126 2.5223 0.000000125
2 Ficus fistulosa Reinw. ex Bl. 1 1 8 0.04 0.02 0.37 0.41 0.0020 -6.2004 -0.0126 0.000000125
3 Pinanga coronata (Bl) Ex. 1 1 8 0.04 0.02 0.37 0.41 0.0020 -6.2004 -0.0126 0.000000125
4 Polygonum chinensis L. 1 1 8 0.04 0.02 0.37 0.41 0.0020 -6.2004 -0.0126 0.000000125
5 Pandanus furcatus Roxb. 14 8 112 0.50 0.16 2.96 3.46 0.0173 -4.0576 -0.0702 0.000024525
6 Macropanax sp 2 2 16 0.07 0.04 0.74 0.81 0.0041 -5.5072 -0.0223 0.000000501
7 Castanopsis sp 2 2 16 0.07 0.04 0.74 0.81 0.0041 -5.5072 -0.0223 0.000000501
8 Actinodaphne sphaeocarpa Ness 4 3 32 0.14 0.06 1.11 1.25 0.0063 -5.0731 -0.0318 0.000002002
9 Persea rimosa Kostern 2 2 16 0.07 0.04 0.74 0.81 0.0041 -5.5072 -0.0223 0.000000501
10 Calliandra haematocephala Hassk. 3 1 24 0.11 0.02 0.37 0.48 0.0024 -6.0396 -0.0144 0.000001126
11 Mimosa pigra L. 23 4 184 0.81 0.08 1.48 2.30 0.0115 -4.4676 -0.0513 0.000066192
12 Homalanthus populneus (Giesel.) Pax. 1 1 8 0.04 0.02 0.37 0.41 0.0020 -6.2004 -0.0126 0.000000125
13 Saccharum spontaneum L. 588 24 4704 20.80 0.48 8.89 29.69 0.1484 -1.9076 -0.2832 0.043261646
14 Viburnum sambucin BI. 10 6 80 0.35 0.12 2.22 2.58 0.0129 -4.3521 -0.0561 0.000012513
15 Alangium begonifolium King 6 3 48 0.21 0.06 1.11 1.32 0.0066 -5.0182 -0.0332 0.000004505
16 Evonimus javanicus BI. 1 1 8 0.04 0.02 0.37 0.41 0.0020 -6.2004 -0.0126 0.000000125
17 Saurauia pendula BI. 12 1 96 0.42 0.02 0.37 0.79 0.0040 -5.5279 -0.0220 0.000018018
18 Austroeupatorium inulifolium (Kunth) R.
M. King & H. Rob 1381 50 11048 48.85 1 18.52 67.37 0.3368 -1.0881 -0.3665 0.238635879
19 Syzygium zeylanicum (L.) DC. 1 1 8 0.04 0.02 0.37 0.41 0.0020 -6.2004 -0.0126 0.000000125
20 Cinnamomum sp 2 2 16 0.07 0.04 0.74 0.81 0.0041 -5.5072 -0.0223 0.000000501
21 Brugmansia candida Pers. 121 13 968 4.28 0.26 4.81 9.09 0.0455 -3.0906 -0.1405 0.001831973
22 Trema orientalis (L.) BI. 6 4 48 0.21 0.08 1.48 1.69 0.0085 -4.7714 -0.0404 0.000004505
No Spesies ∑
Individu
∑
Petak
K
(ind/ha)
KR
(%) F
FR
(%) INP Pi Ln Pi
Pi.Ln
Pi H' (ni/N)²
23 Sambucus javanica Reinw.ex Bl. 17 7 136 0.60 0.14 2.59 3.19 0.0160 -4.1371 -0.0661 0.000036161
24 Magnolia blumei Prantl 9 7 72 0.32 0.14 2.59 2.91 0.0146 -4.2298 -0.0616 0.000010135
25 Macaranga tanarius (L.) M.A. 3 3 24 0.11 0.06 1.11 1.22 0.0061 -5.1017 -0.0310 0.000001126
26 Artocarpus heterophyllus Lam. 6 4 48 0.21 0.08 1.48 1.69 0.0085 -4.7714 -0.0404 0.000004505
27 Villebrunea rubescens Bl. 3 3 24 0.11 0.06 1.11 1.22 0.0061 -5.1017 -0.0310 0.000001126
28 Alsophila glauca (Bl.) J.Sm 5 3 40 0.18 0.06 1.11 1.29 0.0064 -5.0452 -0.0325 0.000003128
29 Angiopteris evecta (Forst) Hoffm 1 1 8 0.04 0.02 0.37 0.41 0.0020 -6.2004 -0.0126 0.000000125
30 Quercus sundaica Bl. 4 3 32 0.14 0.06 1.11 1.25 0.0063 -5.0731 -0.0318 0.000002002
31 Ficus sp 2 2 16 0.07 0.04 0.74 0.81 0.0041 -5.5072 -0.0223 0.000000501
32 Musa acuminata Colla 155 27 1240 5.48 0.54 10.00 15.48 0.0774 -2.5586 -0.1981 0.003006158
33 Schima wallichii (DC.) Korth 6 5 48 0.21 0.1 1.85 2.06 0.0103 -4.5736 -0.0472 0.000004505
34 Altingia excelsa Noronha 4 4 32 0.14 0.08 1.48 1.62 0.0081 -4.8141 -0.0391 0.000002002
35 Calamus sp 5 1 40 0.18 0.02 0.37 0.55 0.0027 -5.9012 -0.0161 0.000003128
36 Lantana camara L. 217 20 1736 7.68 0.4 7.41 15.08 0.0754 -2.5847 -0.1949 0.005892069
38 Toona sureni Merr. 12 7 96 0.42 0.14 2.59 3.02 0.0151 -4.1940 -0.0633 0.000018018
39 Sloanea sigun (Bl.) Szysr. 3 3 24 0.11 0.06 1.11 1.22 0.0061 -5.1017 -0.0310 0.000001126
40 Amomum coccineum (Bl.) K. Schum. 106 15 848 3.75 0.3 5.56 9.31 0.0465 -3.0678 -0.1427 0.001405918
41 Debregeasia longifolia (Burm. f.) Wedd 85 22 680 3.01 0.44 8.15 11.15 0.0558 -2.8864 -0.1610 0.000904037
42 Ficus ribes Reinw. 1 1 8 0.04 0.02 0.37 0.41 0.0020 -6.2004 -0.0126 0.000000125
Total 2827 22616 100.00 5.4 100.00 200.00 -2.5223 0.30
Lanjutan lampiran 2 (Pancang, semak, terna)
3. Tingkat tiang
No Nama Latin ∑
individu
∑
petak LBDS
K
(ind/ha)
KR
(%) F
FR
(%) D
DR
(%) INP Pi Ln Pi Pi.LnPi H' (ni/N)²
1 Macropanax sp 3 2 0.049 6 3.26 0.04 2.99 0.10 2.83 9.08 0.0303 -3.498 -0.106 2.514 0.0010633
2 Melastoma polyanthum Bl. 1 1 0.026 2 1.09 0.02 1.49 0.05 1.50 4.08 0.0136 -4.297 -0.058 0.0001181
3 Castanopsis sp 1 1 0.015 2 1.09 0.02 1.49 0.03 0.87 3.45 0.0115 -4.467 -0.051 0.0001181
4 Actinodaphne
sphaeocarpa Ness 2 1 0.024 4 2.17 0.02 1.49 0.05 1.39 5.05 0.0168 -4.084 -0.069 0.0004726
5 Persea rimosa Kosterm 1 1 0.024 2 1.09 0.02 1.49 0.05 1.39 3.97 0.0132 -4.326 -0.057 0.0001181
6 Saurauia pendula BI. 6 4 0.135 12 6.52 0.08 5.97 0.27 7.80 20.29 0.0676 -2.694 -0.182 0.0042533
7 Cinnamomum sp 2 2 0.025 4 2.17 0.04 2.99 0.05 1.44 6.60 0.0220 -3.816 -0.084 0.0004726
8 Viburnum sambucin BI. 1 1 0.028 2 1.09 0.02 1.49 0.06 1.62 4.20 0.0140 -4.269 -0.060 0.0001181
9 Alangium begonifolium
King 4 4 0.066 8 4.35 0.08 5.97 0.13 3.81 14.13 0.0471 -3.055 -0.144 0.0018904
10 Engelhardia spicata Bl. 2 2 0.049 4 2.17 0.04 2.99 0.10 2.83 7.99 0.0266 -3.626 -0.097 0.0004726
11 Trema orientalis (L.) BI. 27 16 0.551 54 29.35 0.32 23.88 1.10 31.83 85.06 0.2835 -1.260 -0.357 0.0861295
12 Magnolia blumei Prantl. 8 6 0.073 16 8.70 0.12 8.96 0.15 4.22 21.87 0.0729 -2.619 -0.191 0.0075614
13 Macaranga tanarius (L.)
M.A. 7 6 0.136 14 7.61 0.12 8.96 0.27 7.86 24.42 0.0814 -2.508 -0.204 0.0057892
14 Villebrunea rubescens Bl. 3 1 0.078 6 3.26 0.02 1.49 0.2 4.51 9.26 0.0309 -3.478 -0.107 0.0010633
15 Quercus sundaica Bl. 3 3 0.07 6 3.26 0.06 4.48 0.14 4.04 11.78 0.0393 -3.237 -0.127 0.0010633
16 Dysoxylum alliaceum BI. 1 1 0.008 2 1.09 0.02 1.49 0.02 0.46 3.04 0.0101 -4.591 -0.047 0.0001181
17 Altingia excelsa Noronha 2 2 0.033 4 2.17 0.04 2.99 0.07 1.91 7.07 0.0236 -3.749 -0.088 0.0004726
18 Toona sureni Merr. 11 7 0.209 22 11.96 0.14 10.45 0.42 12.07 34.48 0.1149 -2.163 -0.249 0.0142958
19 Claoxylum indicum
Reinw. 1 1 0.013 2 1.09 0.02 1.49 0.03 0.75 3.33 0.0111 -4.501 -0.050 0.0001181
20 Sloanea sigun (Bl.) Szysr. 6 5 0.119 12 6.52 0.1 7.46 0.24 6.87 20.86 0.0695 -2.666 -0.185 0.0042533
Total 92
184 100.0 1.34 100.0 3.46 100.0 300.0
-2.514
0.13
4. Tingkat pohon
No Spesies ∑
individu
∑
petak LBDS
K
(ind/ha)
KR
(%) F
FR
(%) D
DR
(%) INP Pi Ln Pi
Pi.Ln
Pi H' (ni/N)²
1 Macropanax sp 15 10 1.821 8 12.71 0.20 11.76 0.91 16.03 40.50 0.135 -2.002 -0.270 2.166 0.016159
2 Castanopsis sp 2 2 0.078 1 1.69 0.04 2.35 0.04 0.69 4.73 0.016 -4.149 -0.065 0.000287
3 Actinodaphne
sphaeocarpa Ness 1 1 0.063 1 0.85 0.02 1.18 0.03 0.55 2.58 0.009 -4.757 -0.041 0.000072
4 Homalanthus populneus
(Giesel.) Pax. 1 1 0.095 1 0.85 0.02 1.18 0.05 0.84 2.86 0.010 -4.653 -0.044 0.000072
5 Acer laurinum Hassk. 1 1 0.179 1 0.85 0.02 1.18 0.09 1.58 3.60 0.012 -4.423 -0.053 0.000072
6 Alangium begonifolium
King 2 2 0.157 1 1.69 0.04 2.35 0.08 1.38 5.43 0.018 -4.012 -0.073 0.000287
7 Engelhardia spicata Bl. 7 7 1.843 4 5.93 0.14 8.24 0.92 16.22 30.39 0.101 -2.290 -0.232 0.003519
8 Cinnamomum sp 3 3 0.126 2 2.54 0.06 3.53 0.06 1.11 7.18 0.024 -3.732 -0.089 0.000646
9 Trema orientalis (L.) BI. 43 24 3.064 22 36.44 0.48 28.24 1.53 26.97 91.64 0.305 -1.186 -0.362 0.132792
10 Macaranga tanarius (L.)
M.A. 12 11 0.805 6 10.17 0.22 12.94 0.40 7.09 30.20 0.101 -2.296 -0.231 0.010342
11 Villebrunea rubescens Bl. 3 2 0.187 2 2.54 0.04 2.35 0.09 1.65 6.54 0.022 -3.826 -0.083 0.000646
12 Quercus sundaica Bl. 5 3 0.623 3 4.24 0.06 3.53 0.31 5.48 13.25 0.044 -3.120 -0.138 0.001795
13 Castanopsis argentea A.
DC. 1 1 0.051 1 0.85 0.02 1.18 0.03 0.45 2.47 0.008 -4.798 -0.040 0.000072
14 Cinchona succiruba PAV. 1 1 0.041 1 0.85 0.02 1.18 0.02 0.36 2.38 0.008 -4.835 -0.038 0.000072
15 Toona sureni Merr. 1 1 0.115 1 0.85 0.02 1.18 0.06 1.01 3.04 0.010 -4.593 -0.046 0.000072
16 Claoxylum indicum
Reinw. 2 2 0.069 1 1.69 0.04 2.35 0.03 0.61 4.66 0.016 -4.166 -0.065 0.000287
17 Sloanea sigun (Bl.) Szysr. 18 13 2.045 9 15.25 0.26 15.29 1.02 18.00 48.55 0.162 -1.821 -0.295 0.023269
Total 118 59 100.0 1.70 100.0 5.681 100.0 300.0 -2.166 0.19
Lampiran 3 Perhitungan indeks Morishita spesies tumbuhan asing invasif
1. Perhitungan indeks penyebaran Morishita (Iδ)
No. Spesies ∑Xi ∑Xi² (∑Xi)² N A B C Iδ
∑Xi²-∑Xi (∑Xi)²-∑Xi A/B n*C
1 Imperata cylindrica (L.) Beauv.* 311 5199 96721 50 4888 96410 0.05 2.54
2 Ageratum conyzoides L. 103 1215 10609 50 1112 10506 0.11 5.29
3 Rubus moluccanus L. 34 132 1156 50 98 1122 0.09 4.37
4 Clidemia hirta (L.) D. Don. 150 1212 22500 50 1062 22350 0.05 2.38
5 Cynodon dactylon (L.) Pers. 112 890 12544 50 778 12432 0.06 3.13
6 Panicum repens L. 66 552 4356 50 486 4290 0.11 5.66
7 Mimosa pigra L. 67 739 4489 50 672 4422 0.15 7.60
8 Passiflora edulis Sims 44 178 1936 50 134 1892 0.07 3.54
9 Piper aduncum L. 77 415 5929 50 338 5852 0.06 2.89
10 Ageratina riparia (Regel) R. King and H. Robinson 1321 45839 1745041 50 44518 1743720 0.03 1.28
11 Lantana camara L. 217 2959 47089 50 2742 46872 0.06 2.92
12 Mimosa pudica L. 46 604 2116 50 558 2070 0.27 13.48
13 Mikania micrantha H.B.K 86 488 7396 50 402 7310 0.05 2.75
14 Austroeupatorium inulifolium (Kunth) R. M. King
& H. Rob 1381 39211 1907161 50 37830 1905780 0.02 0.99
*) Spesies tumbuhan lokal invasif
2. Uji Chi2 derajat keseragaman (Mu)
No. Spesies A B C D
E F G Mu
X² (0.975) n ∑Xi A-B C-E D+C G/F
1 Imperata cylindrica (L.) Beauv * 16.791 50 311 -33.21 1 310 277.79 0.90
2 Ageratum conyzoides L. 16.791 50 103 -33.21 1 102 69.79 0.68
3 Rubus moluccanus L. 16.791 50 34 -33.21 1 33 0.79 0.02
4 Clidemia hirta (L.) D. Don. 16.791 50 150 -33.21 1 149 116.79 0.78
5 Cynodon dactylon (L.) Pers 16.791 50 112 -33.21 1 111 78.79 0.71
6 Panicum repens L. 16.791 50 66 -33.21 1 65 32.79 0.50
7 Mimosa pigra L. 16.791 50 67 -33.21 1 66 33.79 0.51
8 Passiflora edulis Sims 16.791 50 44 -33.21 1 43 10.79 0.25
9 Piper aduncum L. 16.791 50 77 -33.21 1 76 43.79 0.58
10 Ageratina riparia (Regel) R. King and H. Robinson 16.791 50 1321 -33.21 1 1320 1287.79 0.98
11 Lantana camara L. 16.791 50 217 -33.21 1 216 183.79 0.85
12 Mimosa pudica L. 16.791 50 46 -33.21 1 45 12.79 0.28
13 Mikania micrantha H.B.K 16.791 50 86 -33.21 1 85 52.79 0.62
14 Austroeupatorium inulifolium (Kunth) R. M. King & H.
Rob 16.791 50 1381 -33.21 1 1380 1347.79 0.98
*) Spesies tumbuhan lokal invasif
3. Uji Chi2 derajat pengelompokkan (Mc)
No. Spesies A B C D
E F G Mc
X² (0.025) N ∑Xi A-B C-E D+C G/F
1 Imperata cylindrica (L.) Beauv * 46.979 50 311 -3.02 1 310 307.98 1.0
2 Ageratum conyzoides L. 46.979 50 103 -3.02 1 102 99.98 1.0
3 Rubus moluccanus L. 46.979 50 34 -3.02 1 33 30.98 0.9
4 Clidemia hirta (L.) D. Don. 46.979 50 150 -3.02 1 149 146.98 1.0
5 Cynodon dactylon (L.) Pers 46.979 50 112 -3.02 1 111 108.98 1.0
6 Panicum repens L. 46.979 50 66 -3.02 1 65 62.98 1.0
7 Mimosa pigra L. 46.979 50 67 -3.02 1 66 63.98 1.0
8 Passiflora edulis Sims 46.979 50 44 -3.02 1 43 40.98 1.0
9 Piper aduncum L. 46.979 50 77 -3.02 1 76 73.98 1.0
10 Ageratina riparia (Regel) R. King and H. Robinson 46.979 50 1321 -3.02 1 1320 1317.98 1.0
11 Lantana camara L. 46.979 50 217 -3.02 1 216 213.98 1.0
12 Mimosa pudica L. 46.979 50 46 -3.02 1 45 42.98 1.0
13 Mikania micrantha H.B.K 46.979 50 86 -3.02 1 85 82.98 1.0
14 Austroeupatorium inulifolium (Kunth) R. M. King & H.
Rob 46.979 50 1381 -3.02 1 1380 1377.98 1.0
*) Spesies tumbuhan lokal invasif
4. Perhitungan Ip
A. Kondisi Id ≥ Mc > 1 dipenuhi
No. Spesies A B C D E F G H I Ip
Ip Penyebaran Iδ Mu Mc n Iδ-Mc n-Mc E/F k H*G H+I
1 Imperata cylindrica (L.) Beauv * 2.54 0.90 1.0 50 1.54 49.01 0.031 0.5 0.016 0.52 Ip > 0 Mengelompok
2 Ageratum conyzoides L. 5.29 0.68 1.0 50 4.31 49.02 0.088 0.5 0.044 0.54 Ip > 0 Mengelompok
3 Rubus moluccanus L. 4.37 0.02 0.9 50 3.43 49.06 0.070 0.5 0.035 0.53 Ip > 0 Mengelompok
4 Clidemia hirta (L.) D. Don. 2.38 0.78 1.0 50 1.39 49.01 0.028 0.5 0.014 0.51 Ip > 0 Mengelompok
5 Cynodon dactylon (L.) Pers 3.13 0.71 1.0 50 2.15 49.02 0.044 0.5 0.022 0.52 Ip > 0 Mengelompok
6 Panicum repens L. 5.66 0.50 1.0 50 4.70 49.03 0.096 0.5 0.048 0.55 Ip > 0 Mengelompok
7 Mimosa pigra L. 7.60 0.51 1.0 50 6.63 49.03 0.135 0.5 0.068 0.57 Ip > 0 Mengelompok
8 Passiflora edulis Sims 3.54 0.25 1.0 50 2.59 49.05 0.053 0.5 0.026 0.53 Ip > 0 Mengelompok
9 Piper aduncum L. 2.89 0.58 1.0 50 1.91 49.03 0.039 0.5 0.020 0.52 Ip > 0 Mengelompok
10 Ageratina riparia (Regel) R. King &
H. Robinson 1.28 0.98 1.0 50 0.28 49.00 0.006 0.5 0.003 0.50 Ip > 0 Mengelompok
11 Lantana camara L. 2.92 0.85 1.0 50 1.93 49.01 0.039 0.5 0.020 0.52 Ip > 0 Mengelompok
12 Mimosa pudica L. 13.48 0.28 1.0 50 12.52 49.04 0.255 0.5 0.128 0.63 Ip > 0 Mengelompok
13 Mikania micrantha H.B.K 2.75 0.62 1.0 50 1.77 49.02 0.036 0.5 0.018 0.52 Ip > 0 Mengelompok
*) Spesies tumbuhan lokal invasif
B. Kondisi 1 > Mu > Id dipenuhi
No. Spesies A B C D E F G H I Ip
Ip Penyebaran Iδ Mc Mu n Id - Mu Mu E/F k
1 Austroeupatorium inulifolium
(Kunth) R. M. King & H. Rob 0.99 0.98 1.00 50 -0.01 0.985 -0.009 0.5 -0.004 -0.50 Ip < 0 Merata
Lampiran 4 Nilai koefisien determinasi metode interpolasi IDW dengan kriging
pada masing-masing spesies tumbuhan asing invasif yang dominan
A. Austroeupatorium inulifolium
B. Ageratina riparia
C. Lantana camara
y = 1.086x - 2.890
R² = 0.903
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Mo
del
inte
rpo
lasi
ID
W
∑ individu di lapangan
y = 0.851x + 4.660
R² = 0.855
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
Mo
del
Inte
rpo
lasi
Kri
gg
ing
∑ individu di lapangan
y = 0.941x - 0.123
R² = 0.874
0
3
6
9
12
15
18
21
24
27
30
0 3 6 9 12151821242730
Mo
del
Inte
rpo
lasi
ID
W
∑ individu di lapangan
y = 0.857x - 0.385
R² = 0.764
0369
12151821242730
0 3 6 9 12151821242730
Mo
del
Inte
rpo
lasi
Kri
gg
ing
∑ individu di lapangan
y = 0.619x + 1.028
R² = 0.849
0
1
2
3
4
5
6
7
8
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Mo
del
Inte
rpo
lasi
ID
W
∑ individu di lapangan
y = 0.729x + 0.310
R² = 0.808
0
1
2
3
4
5
6
7
8
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Mo
del
Inte
rpo
lasi
kri
ggin
g
∑ individu di lapangan
Lampiran 5 Uji normalitas sisaan
A. Kirinyuh (Austroeupatorium inulifolium)
One – Sample Kolmogorov – Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 50
Normal Parametersa Mean .0000000
Std. Deviation 8.92868808
Most Extreme Differences Absolute .112
Positive .112
Negative -.067
Kolmogorov – Smirnov Z .791
Asymp. Sig. (2-tailed) .559
a. Test distribution is Normal
Uji Kolmogorov–Smirnov.
Hipotesis yang diuji adalah:
H0: data residual berdistribusi normal
H1: data residual tidak berdistribusi normal
p-value (0.559) > 0.05 (α=5%), Terima H0, artinya data residual berdistribusi
normal
B. Teklan (Ageratina riparia)
One – Sample Kolmogorov – Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 47
Normal Parametersa Mean .0000000
Std. Deviation .46080631
Most Extreme Differences Absolute .146
Positive .146
Negative -.081
Kolmogorov – Smirnov Z 1.004
Asymp. Sig. (2-tailed) .265
a. Test distribution is Normal
Uji Kolmogorov–Smirnov.
Hipotesis yang diuji adalah:
H0: data residual berdistribusi normal
H1: data residual tidak berdistribusi normal
p-value (0.265) > 0.05 (α=5%), Terima H0, artinya data residual berdistribusi
normal
C. Saliara (Lantana camara)
One – Sample Kolmogorov – Smirnov Test
Ln Saliara
N 19
Normal Parametersa Mean 2.2592
Std. Deviation .52006
Most Extreme Differences Absolute .214
Positive .214
Negative -.101
Kolmogorov – Smirnov Z .934
Asymp. Sig. (2-tailed) .348
a. Test distribution is Normal
Uji Kolmogorov–Smirnov.
Hipotesis yang diuji adalah:
H0: data residual berdistribusi normal
H1: data residual tidak berdistribusi normal
p-value (0.348) > 0.05 (α=5%), Terima H0, artinya data residual berdistribusi
normal.
D. Alang-alang (Imperata cylindrica)
One – Sample Kolmogorov – Smirnov Test
Ln Alang-alang
N 21
Normal Parametersa Mean 2.5864 2.2592
Std. Deviation .36842 .52006
Most Extreme Differences Absolute .106 .214
Positive .086 .214
Negative -.106 -.101
Kolmogorov – Smirnov Z .485
Asymp. Sig. (2-tailed) .973
a. Test distribution is Normal
Uji Kolmogorov–Smirnov.
Hipotesis yang diuji adalah:
H0: data residual berdistribusi normal
H1: data residual tidak berdistribusi normal
p-value (0.973) > 0.05 (α=5%), Terima H0, artinya data residual berdistribusi
normal.
Lampiran 6 Analisis regresi linier pengaruh jarak terhadap sebaran jumlah
individu spesies tumbuhan asing invasif yang dominan
A. Analisis regresi pengaruh jarak terhadap jumlah individu kirinyuh
(Austroeupatorium inulifolium)
Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 .287a .083 .063 9.02122
a. Predictors: Jarak
b. Dependent variable: Jumlah individu kirinyuh
ANOVAb
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 351.648 1 351.648 4.321 .043a
Residual 3906.352 48 81.382
Total 4258.000 49
Uji-F
Hipotesis
H0: model tidak signifikan
H1: model signifikan
Keputusan: Nilai-p (0.043) < α 5% berarti tolak H0 sehingga diperoleh
kesimpulan bahwa model signifikan.
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. error Beta
1 (Constant) 20.911 2.591 8.069 .000
Jarak .055 .026 .287 2.079 .043
Persamaan Regresi
∑ ind. kirinyuh = 20.911 + 0.055Jarak
Uji-t
Hipotesis
H0: β=0 (Jarak tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah individu kirinyuh)
H1: β≠0 (Jarak berpengaruh nyata terhadap jumlah individu kirinyuh)
Keputusan: Nilai-p (0.043) < α 5% artinya tolak H0 sehingga diperoleh
kesimpulan bahwa jarak berpengaruh nyata terhadap jumlah individu
kirinyuh pada taraf 95%.
B. Analisis regresi pengaruh jarak terhadap jumlah individu teklan (Ageratina
riparia)
Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 .056a .003 -.019 .46590
a. Predictors: Ln Jarak
b. Dependent variable: Ln Jumlah individu teklan
ANOVAb
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression .031 1 .031 .141 .709a
Residual 9.768 45 .217
Total 9.768 46
Uji-F
Hipotesis
H0: model tidak signifikan
H1: model signifikan
Keputusan: Nilai-p (0.709) > α 5% berarti terima H0 sehingga diperoleh
kesimpulan bahwa model tidak signifikan.
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. error Beta
1 (Constant) 3.038 .518 5.861 .000
Ln Jarak .45 .120 .056 .376 .709
Persamaan Regresi
Ln ∑ ind. teklan= 3.038 + 0.45 Ln Jarak
Uji-t
Hipotesis
H0: β=0 (Jarak tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah individu teklan)
H1: β≠0 (Jarak berpengaruh nyata terhadap jumlah individu teklan)
Keputusan: Nilai-p (0.709) > α 5% artinya terima H0 sehingga diperoleh
kesimpulan bahwa jarak tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah
jumlah individu teklan pada taraf 95%.
C. Analisis regresi pengaruh jarak terhadap jumlah individu saliara (Lantana
camara)
Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 .338a .114 .062 .50363
a. Predictors: Ln Jarak
b. Dependent variable: Ln Jumlah individu saliara
ANOVAb
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression .556 1 .556 2.194 .157a
Residual 4.312 17 .254
Total 4.868 18
Uji-F
Hipotesis
H0: model tidak signifikan
H1: model signifikan
Keputusan: Nilai-p (0.157) > α 5% berarti terima H0 sehingga diperoleh
kesimpulan bahwa model tidak signifikan.
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. error Beta
1 (Constant) 3.545 .876 4.048 .000
Ln Jarak -.302 .204 -.338 -1.481 .157
Persamaan Regresi
Ln ∑ ind. saliara = Ln 3.545 - 0.302 Ln jarak
Uji-t
Hipotesis
H0: β=0 (Jarak tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah individu saliara)
H1: β≠0 (Jarak berpengaruh nyata terhadap jumlah individu saliara)
Keputusan: Nilai-p (0.157) > α 5% artinya terima H0 sehingga kita simpulkan
bahwa jarak tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah individu
saliara pada taraf kepercayaan 95%.
D. Analisis regresi pengaruh jarak terhadap jumlah individu alang-alang
(Imperata cylindrica)
Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 .012a .000 -.052 .37796
a. Predictors: Ln Jarak
b. Dependent variable: Ln Jumlah individu alang-alang
ANOVAb
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression .000 1 .000 .003 .957a
Residual 2.714 19 .143
Total 2.715 20
Uji-F
Hipotesis
H0: model tidak signifikan
H1: model signifikan
Keputusan: Nilai-p (0.957) > α 5% berarti terima H0 sehingga diperoleh
kesimpulan bahwa model tidak signifikan.
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. error Beta
1 (Constant) 2.635 .611 4.180 .000
Ln Jarak .008 .146 .012 .054 .957
Persamaan Regresi
Ln ∑ ind. alang-alang = Ln 2.635 + 0.008 Ln Jarak
Uji-t
Hipotesis
H0: β=0 (Jarak tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah individu alang-alang)
H1: β≠0 (Jarak berpengaruh nyata terhadap jumlah individu alang-alang)
Keputusan: Nilai-p (0.957) > α 5% artinya terima H0 sehingga diperoleh
kesimpulan bahwa jarak tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah
individu alang-alang pada taraf kepercayaan 95%.