LAPORAN PRAKTIKUM LAPANGAN POLA PENYEBARAN LAMUN DI PANTAI BAMA TAMAN NASIONAL BALURAN, SITUBONDO,...

37
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANGAN POLA PENYEBARAN LAMUN DI PANTAI BAMA TAMAN NASIONAL BALURAN, SITUBONDO, JAWA TIMUR Oleh: STASIUN 10 1. Mar’atus Solihah (12030244006) 2. Kukuh Juni Handoko (12030244018) 3. Lutfa Lusia Fadilah (12030244205) 4. Erva Sukma Rusmaindah (12030244215) 5. Umi Choiron Nisak (12030204007) 6. Mochammad Fendi Purwosanto (12030204045) 7. Andri Kurnia Ilahi (12030204216) 8. Margareth Clairine Alodia (12030204012) 9. Yeni Anggraeni Putri (12030204035) 10. Lilis Suryani (12030204206) 11. Ayu Fitriya Rahmawati (12030204233) 12. Aida Fithriyatur Rohmah (12030204237)

description

BIOLOGI

Transcript of LAPORAN PRAKTIKUM LAPANGAN POLA PENYEBARAN LAMUN DI PANTAI BAMA TAMAN NASIONAL BALURAN, SITUBONDO,...

LAPORAN PRAKTIKUM LAPANGAN

POLA PENYEBARAN LAMUN DI PANTAI BAMA

TAMAN NASIONAL BALURAN, SITUBONDO, JAWA TIMUR

Oleh:

STASIUN 10

1. Mar’atus Solihah (12030244006)

2. Kukuh Juni Handoko (12030244018)

3. Lutfa Lusia Fadilah (12030244205)

4. Erva Sukma Rusmaindah (12030244215)

5. Umi Choiron Nisak (12030204007)

6. Mochammad Fendi Purwosanto (12030204045)

7. Andri Kurnia Ilahi (12030204216)

8. Margareth Clairine Alodia (12030204012)

9. Yeni Anggraeni Putri (12030204035)

10. Lilis Suryani (12030204206)

11. Ayu Fitriya Rahmawati (12030204233)

12. Aida Fithriyatur Rohmah (12030204237)

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

JURUSAN BIOLOGI

2014

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pantai Bama merupakan salah satu ekosistem pantai yang berada di kawasan

Taman Nasional Baluran yang terletak di Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo,

Provinsi Jawa Timur. Sebagai kawasan wisata alam, Pantai Bama sering dikunjungi oleh

wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Selain itu, Pantai Bama mempunyai

fungsi penting bagi ekosistem kawasan pesisir salah satunya ekosistem lamun, yang

membentuk suatu padang luas yang disebut dengan padang lamun.

Menurut Wimbaningrum (2003), padang lamun merupakan ekosistem pesisir

yang ditumbuhi lamun sebagai vegetasi yang dominan. Suatu substrat padang lamun

dapat ditumbuhi oleh satu jenis lamun atau lebih (Kirkman, 1985 dalam Kiswara dan

Winardi 1997). Ekosistem padang lamun memiliki fungsi dan peran penting bagi

kehidupan dan perkembangan makhluk hidup di perairan laut dangkal antara lain, yaitu

sebagai produser primer, tempat asuhan dan mencari makanan bagi biota laut, penangkap

sedimen, dan pendaur zat hara (Azkab, 1988).

Pantai Bama yang alami menjadikan organisme mampu beradaptasi dengan baik.

Salah satunya ditandai dengan masih baiknya keanekaragaman hayati yang terdapat di

pantai Bama, Taman Nasional Baluran. Pada saat pantai pasang dan surut, di pantai Bama

masih banyak ditemukan lamun. Terdapat beberapa jenis lamun di Pantai Bama yang

mempunyai peranan sangat penting karena dapat menstabilkan substrat ataupun sedimen-

sedimen yang masuk ke Perairan Pantai Bama.

Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya oleh Wimbaningrum

(2003) terdapat 7 spesies lamun yang ditemukan di pantai Bama diantaranya adalah

Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocoea routndata, Halodule uninervis,

Halophila ovalis, Halophila ovata, dan Syringodium isoetifolium.

Dengan melihat informasi ilmiah dari hasil pengkajian lamun dapat diketahui

perbandingan jumlah spesies dengan jumlah total individu seluruh spesies serta

memberikan gambaran mengenai pengaruh atau peranan suatu jenis tumbuhan terhadap

suatu daerah karena semakin tinggi nilai INP suatu spesies relatif terhadap spesies

lainnya, maka semakin tinggi peranan spesies tersebut pada komunitasnya.

Berdasarkan hal tersebut, maka dilaksanakan penelitian pola penyebaran lamun di

pantai Bama, Taman Nasional Baluran.

A. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang dapat diambil

adalah bagaimana pola penyebaran padang lamun di pantai Bama, Taman Nasional

Baluran?

B. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari

penelitian ini adalah mendeskripsikan pola penyebaran padang lamun di pantai Bama,

Taman Nasional Baluran.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Padang Lamun

Menurut Azkab (2006), definisi lamun, padang lamun, dan ekosistem lamun

adalah sebagai berikut:

1. Lamun (seagrass) adalah tumbuhan air berbunga (anthophyta) yang hidup dan

tumbuh terbenam di lingkungan laut, berpembuluh, berimpang (rhizome), berakar,

dan berkembangbiak secara generatif (biji) dan vegetatif. Rimpangnya merupakan

batang yang beruas-ruas yang tumbuh terbenam dan menjalar dalam substrat pasir,

lumpur, dan pecahan karang.

2. Padang lamun (seagrass bed) adalah hamparan vegetasi lamun yang menutupi suatu

area pesisir/laut dangkal yang terbentuk oleh satu jenis lamun atau lebih dengan

kerapatan tanaman yang padat atau jarang.

3. Ekosistem lamun (seagrass ecosystem) adalah satu sistem (organisasi) ekologi

padang lamun yang di dalamnya terjadi hubungan timbal balik antara komponen

abiotik (air dan sedimen) dan biotik (hewan dan tumbuhan).

B. Jenis-jenis Lamun

Perairan di Indonesia mempunyai 12 jenis lamun. Jenis-jenis lamun tersebut

diantaranya adalah:

1. Thalassia hemprichii

Klasifikasi:

Kingdom : Plantae

Divisi : Angiospermae

Kelas : Liliopsida

Ordo : Hydrocharitales

Famili : Hydrocharitaceae

Genus : Thalassia

Jenis : Thalassia hemprichii

2. Halophila ovalis

Klasifikasi:

Kingdom : Plantae

Divisi : Angiospermae

Kelas : Liliopsida

Ordo : Helobiae

Famili : Hydrocharitaceae

Genus : Halophila

Jenis : Halophila ovalis

3. Cymodocea rotundata

Klasifikasi:

Kingdom : Plantae

Divisi : Antophyta

Kelas : Angiospermae

Ordo : Helobiae

Famili : Potamogetonaceae

Genus : Cymodocea

Jenis : Cymodocea rotundata

4. Cymodocea serrulata

Klasifikasi:

Kingdom : Plantae

Divisi : Antophyta

Kelas : Angiospermae

Ordo : Helobiae

Famili : Potamogetonaceae

Genus : Cymodocea

Jenis : Cymodocea serrulata

5. Halodule uninervis

Klasifikasi:

Kingdom : Plantae

Divisi : Antophyta

Kelas : Angiospermae

Ordo : Helobiae

Famili : Potamogetonaceae

Genus : Halodule

Jenis : Halodule uninervis

6. Syringodium isoetifolium

Klasifikasi:

Kingdom : Plantae

Divisi : Antophyta

Kelas : Angiospermae

Ordo : Helobiae

Famili : Potamogetonaceae

Genus : Syringodium

Jenis : Syringodium isoetifolium

7. Enhalus acroides

Klasifikasi:

Kingdom : Plantae

Divisi : Antophyta

Kelas : Angiospermae

Ordo : Helobiae

Famili : Hydrocharitaceae

Genus : Enhalus

Jenis :Enhalus acoroides

8. Halodule pinifolia

Klasifikasi:

Kingdom : Plantae

Divisi : Antophyta

Kelas : Angiospermae

Ordo : Helobiae

Famili : Potamogetonaceae

Genus : Halodule

Jenis : Halodule pinifolia

9. Halophila minor

Klasifikasi :

Kingdom : Plantae

Divisi : Anthophyta

Kelas : Angiospermae

Ordo : Helobiae

Famili : Hydrocharitaceae

Genus : Halophila

Spesies : Halophila minor

10. Thalassodendron ciliatum

Klasifikasi:

Kingdom :Plantae

Divisi : Magnolyophyta

Kelas : Liliopsida

Ordo : Helobiae

Famili : Potamogetonaceae

Genus : Thalassodendron

Jenis : Thalassodendron

ciliatum

11. Halophila spinulosa

Klasifikasi:

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Ordo : Hydrocharitales

Famili : Hydrocharitaceae

Genus : Halophila

Jenis : Halophila spinulos

12. Halophila decipiens

Klasifikasi:

Kingdom : Plantae

Divisi : Antophyta

Kelas : Angiospermae

Ordo : Helobiae

Famili : Potamogetonaceae

Genus : Halophila

Jenis : Halophila decipiens

C. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap keberadaan ekosistem padang

lamun, antara lain kecerahan dan kedalaman, arus, suhu, salinitas, substrat, dan

kekeruhan.

1. Kecerahan

Lamun memiliki intensitas cahaya, yang dapat di gunakan sebagai proses fotosintesis.

Hal ini menyebabkan, lamun sulit tumbuh di perairan yang lebih dalam. Intensitas

cahaya untuk laju fotosintesis ditunjukkan dengan peningkatan suhu.

2. Kedalaman

Pada kedalaman perairan yang dapat membatasi distribusi lamun secara vertikal.

Lamun dapat tumbuh pada zona intertidal bawah dan subtidal atas, hingga mencapai

kedalaman 30 meter. Pada zona intertidal diciri oleh tumbuhan pionir yang di dominasi

oleh Halophila ovalis, Cymodocea rotundata, dan Halodule pinifolia. Sedangkan pada

Thalassodendron ciliatum mendominasi zona intertidal bawah (Hutomo, 1997).

Kerapatan dan pertumbuhan lamun, dapat dipengaruhi oleh kedalaman perairan.

3. Kecepatan arus

Kecepatan arus dipengaruhi oleh adanya jenis perairan yaitu perairan terbuka dan

tertutup, kecepatan angin, dan kedalaman perairan. Kecepatan arus dapat

mempengaruhi produktivitas padang lamun (Nontji, A. 1987).

4. Temperatur

Suhu optimal pada pertumbuhan lamun yaitu 28-30C (Zimmerman et.Al. 1987; Philips

dan Mehez 1988; dan Nybakken, 1993). Hal ini berkaitan dengan kemampuan proses

fotosintesis yang akan menurun apabila temperatur berada di luar kisaran tersebut.

5. Salinitas

Kisaran salinitas yang dapat ditolerir tumbuhan lamun adalah 10–40‰ dan nilai

optimumnya adalah 35‰. Penurunan salinitas akan menurunkan kemampuan lamun

untuk melakukan fotosintesis. Toleransi lamun terhadap salinitas bervariasi juga

terhadap jenis dan umur. Lamun yang tua dapat mentoleransi fluktuasi salinitas yang

besar. Salinitas juga berpengaruh terhadap biomassa, produktivitas, kerapatan, lebar

daun dan kecepatan pulih. Sedangkan kerapatan semakin meningkat dengan

meningkatnya salinitas (Kiswara 1997).

6. Substrat

Padang lamun hidup pada berbagai macam jenis-jenis substrat. Substrat yang memiliki

kedalaman, berperan dalam menjaga stabilitas sedimen yang dapat berfungsi sebagai

pelindung dari arus air laut dan sebagai tempat pengolahan nutrient (Kiswara 1997).

7. Kekeruhan

Kekeruhan dapat di sebabkan, karena partikel-partikel tersuspensi dari bahan ogranik

atau sedimen, terutama pada ukuran yang halus dan dalam jumlah yang lebuh pada

perairan pantai yang keruh. Cahaya merupakan faktor pembatas pada pertumbuhan dan

produksi lamun (Hutomo, 1997).

D. Analisis Vegetasi Komunitas Lamun

Beberapa parameter yang diperlukan dalam menganalisis vegetasi komunitas

lamun ini adalah sebagai berikut:

1. Kerapatan Spesies

Kerapatan spesies (Di) dihitung dengan rumus (Brower et al. 1998):

Keterangan: Di = Jumlah individu -i (tegakan) per satuan luas

Ni = Jumlah individu -i (tegakan) dalam transek kuadrat

A = Luas total amatan

2. Kerapatan Relatif Spesies

Kerapatan relatif ditentukan berdasarkan jumlah individu dalam satuan luas tertentu.

Untuk mendapatkan nilai kerapatan relative terlebih dahulu harus dicari nilai-nilai

parameter yang lain, yaitu:

Rata-rata jarak (mean Density D) =Total jarak

jumlah kuadrat

Kerapatan absolute (absolute density) =

Frekuensi relative =

3. Frekuensi Spesies

Frekuensi jenis adalah peluang suatu jenis ditemukan dalam titik contoh yang diamati.

Frekuensi jenis dihitung dengan rumus (Odum, 1971) :

F= Pi

∑ P

Di mana :

Fi = Frekuensi Jenis

Pi = Jumlah petak contoh dimana ditemukan species i

∑p = Jumlah total petak contoh yang diamati

4. Frekuensi Relatif

Frekuensi relatif adalah presentase kehadiran suatu spesies yang dinyatakan dengan

jumlah plot yang mengandung spesies tersebut, kemudian dibagi dengan plot sample.

Frekuensi relative =

5. Penutupan (Ci)

Adalah luas area yang tertutupi oleh jenis- i. Penutupan jenis dihitung dengan

menggunakan rumus Odum (1971):

Ci = ai/ A

Keterangan : Ci = Luas area yang tertutupi

ai = Luas total penutupan species i

A = Luas total pengambilan sampel

6. Penutupan Relatif (RCi)

area

D2

frekuensi suatu spesiesjumlah frekuensi seluruh spesies

x 100 %

frekuensi suatu spesiesjumlah frekuensi seluruh spesies

Adalah perbandingan antara penutupan individu jenis ke-i dengan jumlah total

penutupan seluruh jenis. Penutupan relatif jenis dihitung dengan menggunakan rumus

(Odum, 1971)

RCi= Ci

∑Cix100 %

Keterangan: Ci = Luas area penutupan jenis

C = Luas total area penutupan untuk seluruh jenis

RCi = Penutupan relatif jenis

7. Indeks Nilai Penting

Indeks nilai Penting (INP), digunakan untuk menghitung dan menduga keseluruhan

dari peranan jenis lamun di dalam satu komunitas. Semakin tinggi nilai INP suatu jenis

relatif terhadap jenis lainnya, semakin tinggi peranan jenis pada komunitas tersebut

(Ferianita, 2007) Rumus yang digunakan untuk menghitung INP adalah :

INP = FR + RC + RD

Keterangan: INP = Indeks nilai penting

RC = Penutupan relatif

FR = Frekuensi relatif

RD = Kerapatan relatif

Dengan mengetahui parameter diatas, dapat ditemukan dominansi suatu jenis lamun

yang ada dalam komunitas lamun tersebut, baik kualitatif maupun kuantitatif.

E. Faktor Pembatas

Faktor-faktor pembatas yang menjadi penghalang bagi pertumbuhan lamun

adalah diantaranya dapat di lihat pada tabel berikut ini :

Tabel Faktor-Faktor Pembatas Bagi Pertumbuhan Lamun

F.

Fungsi dan Peranan Lamun

Lamun mempunyai peran penting ditinjau dari beberapa aspek diantaranya:

a. Lamun dapat membantu mempertahankan kualitas air.

b. Lamun dapat mengurangi dampak gelombang pada pantai sehingga dapat membantu

menstabilkan garis pantai. Serta memberikan perlindungan pada biota disekitarnya.

c. Padang lamun memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Indonesia diperkirakan

memiliki 13 jenis lamun. Selain itu padang lamun juga merupakan habitat penting

untuk berbagai jenis hewan laut, seperti: ikan, moluska, krustacea, ekinodermata,

penyu, dugong.

d. Padang lamun menyediakan berbagai sumberdaya yang dapat digunakan untuk

menyokong kehidupan masyarakat, seperti untuk makanan, perikanan, bahan baku

obat, dan pariwisata.

No Faktor Pembatas Pengaruh Yang Diberikan

1 Cahaya (10-20%) - Fotosintesis

- Mempengaruhi distribusi berdasarkan

kedalaman

2 Kedalaman - Penetrasi cahaya

- Peningkatan tekanan hidrostatis

3 Periode pasang surut - Ketersediaan cahaya

- Kekeringan jika pada siang hari

4 Arus dan gelombang - Distribusi spesies

- Proses reproduksi

5 Salinitas - Stress terhadap tekanan osmotic

6 Suhu - Suhu optimum untuk fotosintesis dan

pertumbuhan

7 Anthropogems - Eutrofikasi

- Sedimentasi

- Polusi perairan

e. Padang lamun merupakan ekosistem yang tinggi produktifitas organiknya, dengan

keanekaragaman biota yang cukup tinggi. Pada ekosistem, ini hidup beraneka ragam

biota laut seperti ikan, krustasea, moluska ( Pinna sp, Lambis sp, Strombus sp),

Ekinodermata (Holothuria sp, Synapta sp, Diadema sp, Arcbaster sp, Linckia sp) dan

cacing ( Polichaeta).

f. Lamun merupakan sumber pakan bagi invertebrata (feeding Ground), tempat tinggal

dan tempat asuhan biota perairan agar tidak tersapu arus laut (nursery ground), serta

tempat memijah (spawning ground) melindunginya dari serangan predator.

g. Ekosistem lamun memiliki kerapatan fauna keanekaragaman sebesar 52 kali untuk

epifauna dan sebesar 3 kali untuk infauna dibandingkan pada daerah hamparan tanpa

tanaman lamun.

h. Ekosistem Padang Lamun memiliki diversitas dan densitas fauna yang tinggi

dikarenakan karena gerakan daun lamun dapat merangkap larva invertebrata dan

makanan tersuspensi pada kolom air. Alasan lain karena batang lamun dapat

menghalangi pemangsaan fauna bentos sehingga kerapatan dan keanekaragaman fauna

bentos tinggi.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat observasi karena dalam penelitian ini terdapat analisis

keragaman padang lamun ini merupakan jenis pengamatan (Observasi) dengan metode

transek atau plot kuadran.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 28-29 November 2014 di Pantai Bama

Taman Nasional Baluran Kabupaten Situbondo Propinsi Jawa Timur.

C. Alat dan Bahan

Alat:

1. Tali rafia

2. Cetok

3. Tonggak kayu

4. Buku identifikasi

5. Thermometer

6. Plot kuadrat ukuran (1x1) m2

Bahan:

1. Kantong plastik

2. Karet gelang

3. Kertas dan pulpen

D. Prosedur Kerja

1. Menentukan luas area yang diteliti sepanjang garis transek di sekitar pantai Bama,

taman nasional Baluran Situbondo Jawa Timur. Mengukur setiap jarak di sepanjang 1

meter garis transek. Menandai tiap-tiap transek sebagai titik cuplikan tiap kelompok;

2. Transek dibuat mulai dari bibir pantai mengarah ke perairan bebas.

3. Pada masing-masing plot menghitung jumlah populasi lamun dalam prosentase yang

ada pada tiap plot dan menghitung beberapa jenis yang ada pada tiap plot.

4. Mengidentifikasi jenis lamun pada setiap plot.

5. Mengambil sampel atau bagian dari lamun agar mempermudah melakukan

identifikasi.

6. Mengindentifikasi lamun tersebut dengan menggunakan buku identifikasi.

7. Mengukur suhu air.

E. Rancangan Percobaan

Tepi Dalam

Pantai Bama

Plot ukuran 1x1 m

Menghitung jumlah populasi lamun

Mengidentifikasi jenis lamun

F.

Hasil Pengumpulan Data

Tabel 1. Ringkasan Pola Penyebaran Lamun di Pantai Bama, Taman Nasional Baluran

No NAMA SPESIES

  Perhitungan Chi Square

jumlah spesies 

O  E(O - E)^2

(O - E)^2/E

Keterangan

1 Codium sp 4 1 100 9801 98.01 Clumped

2Cymodocea rotundata

1340 49 100 2601 26.01 Clumped

3Cymodocea serrulata

1469 20 100 6400 64 Clumped

4 Enhalus acoroides 830 31 100 4761 47.61 Clumped

5 Enhalus oceanica 65 0 100 10000 100 Clumped

6 Halimeda sp 23 2 100 9604 96.04 Clumped

7 Halophila decipiens 105 5 100 9025 90.25 Clumped

8 Halophila ovalis 205 16 100 7056 70.56 Clumped

9 Pasidonia oceanica 671 9 100 8281 82.81 Clumped

10Thalassia testudinum

1896 10 100 8100 81 Clumped

11Thalasia hemprinchii

525 10 100 8100 81 Clumped

Tabel 2. Data Suhu, Salinitas, dan pH pada Perairan Pantai Bama,

Taman Nasional Baluran-Situbondo

Suhu Salinitas Ph

29°C 4 6,8

G. Analisis Data

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh data mengenai

jumlah spesies lamun di pantai Bama, Taman Nasional Baluran. Dari tabel pola penyebaran,

dapat diketahui bahwa di pantai Bama terdapat 11 jenis lamun, diantaranya adalah Codium

sp, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Enhalus acoroides, Enhalus oceanica,

Halimeda sp, Halophila decipiens, Halophila ovalis, Pasidonia oceanica, Thalassia

testudinum, dan Thalassia hemprinchii.  Dari 11 jenis lamun tersebut, memiliki jumlah

spesies yang berbeda-beda. Pada Codium sp jumlah spesiesnya hanya 4, Cymodocea

rotundata jumlah spesiesnya 1340, Cymodocea serrulata jumlah spesiesnya 1469, Enhalus

acoroides jumlah spesiesnya 830, Enhalus oceanica jumlah spesiesnya 65, Halimeda sp

jumlah spesiesnya 23, Halophila decipiens jumlah spesiesnya 105, Halophila ovalis jumlah

spesiesnya 205, Pasidonia oceanica jumlah spesiesnya 671, Thalassia testudinum jumlah

spesiesnya 1896, dan pada Thalassia hemprinchii jumlah spesiesnya adalah 525.

Berdasarkan tabel diketahui bahwa jumlah spesies terbanyak adalah Thalassia

testudinum dengan jumlah 1896 spesies. Sedangkan jumlah spesies yang paling sedikit

adalah Codium sp dengan jumlah 4 spesies. Adanya perbedaan pada spesies-spesies yang

ditemukan di pantai Bama disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya flora, habitat (iklim,

tanah, dan lain-lain), waktu dan kesempatan.

Kelimpahan spesies lamun yang ada juga tidak terlepas dari faktor lingkungan yang

mempengaruhi, diantaranya adalah suhu, salinitas, dan pH tanah. Dari tabel hasil penelitian

didapatkan nilai suhu pantai Bama adalah 29°C, salinitas sebesar 4, dan pH tanah sebesar

6,8.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Taman Nasional Baluran,

didapatkan data spesies lamun di Pantai Bama sebagai berikut:

Codium sp

Cymodocea rotundata

Cymodocea serrulata

Enhalus acoroides

Enhalus oceanica

Halimeda sp

Halophila decipiens

Halophila ovalis

Pasidonia oceanica

Thalassia testudinum

Thalassia hemprinchii

0200400600800

100012001400160018002000

Hubungan Jenis dan Jumlah Lamun di Pantai Bama Baluran

Series1

Jenis Lamun

Jum

lah

Lam

un

Gambar 1. Hubungan Jenis dan Jumlah Lamun di Pantai Bama Taman Nasional Baluran Situbondo

B. PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa padang lamun di pantai Bama

terdapat 11 jenis lamun antara lain Codium sp, Cymodocea rotundata, Cymodocea

serrulata, Enhalus acoroides, Enhalus oceanica, Halimeda sp, Halophila decipiens,

Halophila ovalis, Pasidonia oceanica, Thalassia testudinum, dan Thalassia hemprinchii.

Jenis lamun yang ditemukan di pantai Bama Taman Nasional Baluran

ditentukan berdasarkan luas bidang dasar atau banyaknya individu dan kerapatan.

Dari analisis yang telah dilakukan, diketahui bahwa faktor yang berpengaruh dalam

menentukan kerapatan adalah faktor lingkungan. Faktor lingkungan tersebut

diantaranya adalah suhu, salinitas, dan pH tanah. Dari hasil dan analisis dapat

diketahui kerapatan relatif tertinggi yaitu pada Thalassia testudinum. Kerapatan relatif

yang tinggi menunjukkan bahwa spesies ini mempunyai daerah penyebaran yang luas

dibandingkan dengan spesies lainnya di kawasan pantai Bama Taman Nasional Baluran.

Daerah penyebaran yang luas akan berpengaruh pada kerapatan relatif spesies. Thalassia

testudinum dengan kerapatan relatif yang tinggi menunjukkan bahwa semakin banyak

spesies ini ditemukan persatuan luas dan akan mempengaruhi pertumbuhan spesies lain

yang tumbuh disekitarnya. Hal itu didukung dengan data yang menunjukkan bahwa jenis

Thalassia testudinum memiliki jumlah terbesar dibanding dengan tumbuhan lain yaitu

sejumlah 1896 spesies.

Suhu sangat mempengaruhi kehidupan lamun, antara lain dapat mempengaruhi

metabolisme, penyerapan unsur hara dan kelangsungan hidup lamun (Brouns dan Hiejs

1986; Marsh et al. 1986; Bulthuis 1987). Marsh et al. (1986) melaporkan bahwa pada

kisaran suhu 25 - 30°C fotosintesis bersih akan meningkat dengan meningkatnya suhu.

Demikian juga respirasi lamun meningkat dengan meningkatnya suhu, namun dengan

kisaran yang lebih luas yaitu 5-35°C. Pada penelitian yang dilakukan di pantai Bama,

suhu yang didapat yaitu 29°C, hal ini berada pada kisaran suhu 5-35°C yang berarti laju

fotosintesis dan respirasi meningkat sehingga mempengaruhi metabolisme, penyerapan

unsur hara dan kelangsungan hidup lamun. Oleh karena itu padang lamun memiliki

keanekaragaman yang tinggi karena lamun akan lebih mudah tumbuh dengan suhu

tersebut.

Selain suhu, pH juga berpengaruh. Odum (1971) menyatakan bahwa perairan

dengan pH antara 6 – 9 merupakan perairan dengan kesuburan yang tinggi dan tergolong

produktif karena memiliki kisaran pH yang dapat mendorong proses pembongkaran

bahan organik yang ada dalam perairan menjadi mineral-mineral yang dapat

diasimilasikan oleh fitoplankton. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi

perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir pada pH rendah. Sebagian besar biota

akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 6 – 8,5 (Effendi,

2003). Pada perairan pantai Bama memiliki pH 6,8 yang berada pada kisaran 6 – 9 yang

perairan dengan kesuburan tinggi sehingga mendukung berkembangnya keanekaragaman

lamun.

Kadar salinitas pada perairan pantai Bama memiliki nilai 4 yang menunjukkan

kadar salinitas yang dihasilkan adalah normal sehingga lamun dapat berkembang dan

tumbuh dengan baik.

Pola penyebaran lamun sangat bervariasi tergantung pada topografi pantai dan

pola pasang surut pantai Bama. Pola penyebaran digolongkan menjadi 3 pola, yaitu pola

random (acak), pola clumped (mengumpul) dan pola regular (teratur).

Dari data hasil penelitian diambil tiga jenis spesies sebagai sampel untuk dihitung

dan dilihat pola penyebarannya dengan perhitungan Chi Square. Rumus untuk

perhitungan Chi Square yaitu:

X2 hitung=(n−∑ plot )

2

∑ plot

Keterangan:

n = jumlah kehadiran spesies lamun pada semua plot

∑ plot = jumlah plot

1. Cymodocea rotundata

Spesies ini digunakan sebagai sampel karena memiliki persebaran yang cukup luas di

pantai Bama. Sehingga didapatkan perhitungan Chi Square sebagai berikut:

X2 hitung Cymodocearotundata=(n−∑ plot )2

∑ plot

¿(49−100 )2

100

¿26,01

Dengan melihat pada tabel Chi Square dengan taraf ketelitian 0,05 diperoleh x2 tabel

sebesar 16,92. Sehingga x2 hitung > x2 tabel, maka pola penyebaran populasi Cymodocea

rotundata termasuk dalam pola penyebaran clumped.

2. Cymodocea serrulata

Spesies ini digunakan sebagai sampel karena memiliki persebaran yang cukup luas di

pantai Bama. Sehingga didapatkan perhitungan Chi Square sebagai berikut:

X2 hitung Cymodocea serrulata=(n−∑ plot )2

∑ plot

¿(20−100 )2

100

¿64

Dengan melihat pada tabel Chi Square dengan taraf ketelitian 0,05 diperoleh x2 tabel

sebesar 16,92. Sehingga x2 hitung > x2 tabel, maka pola penyebaran populasi Cymodocea

serrulata termasuk dalam pola penyebaran clumped.

3. Thalassia testudinum

Spesies ini digunakan sebagai sampel karena memiliki persebaran yang paling luas di

pantai Bama. Sehingga didapatkan perhitungan Chi Square sebagai berikut:

X2 hitung Thalassia testudinum=(n−∑ plot )2

∑ plot

¿(10−100 )2

100

¿81

Dengan melihat pada tabel Chi Square dengan taraf ketelitian 0,05 diperoleh x2 tabel

sebesar 16,92. Sehingga x2 hitung > x2 tabel, maka pola penyebaran populasi Thalassia

testudinum termasuk dalam pola penyebaran clumped.

Berdasarkan perhitungan pada ketiga sampel tersebut menunjukkan bahwa

seluruh spesies memiliki pola penyebaran clumped atau mengumpul. Pola penyebaran

clumped dikarenakan faktor lingkungan pantai Bama dalam hal topografi pantai, pola

pasang surut, suhu, tingkat kekeruhan, kedalaman, serta nutrient.

Suhu air pantai Bama memiliki suhu yang optimum untuk lamun yaitu sekitar ±

32oC. Hal ini sesuai dengan yang telah dikemukakan oleh Odum (1994) bahwa pada

kisaran suhu 10-35°C produktivitas lamun meningkat dengan meningkatnya suhu. Selain

itu pada kisaran suhu 25-30°C fotosintesis bersih akan meningkat dengan meningkatnya

suhu. Demikian juga respirasi lamun meningkat dengan meningkatnya suhu, namun

dengan kisaran yang lebih luas yaitu 5-35°C. Pada hasil penelitian di pantai Bama

memiliki suhu 29°C, sehingga produktivitas lamun meningkat karena suhu juga

meningkat.

Menurut Odum (1994), Lamun tumbuh subur terutama di daerah terbuka pasang

surut dan perairan pantai yang dasarnya bisa berupa lumpur, pasir, kerikil, dan patahan

karang mati, dengan kedalaman hingga empat meter. Faktor kedalaman pantai

berpengaruh pada pola penyebaran clumped dikarenakan pantai Bama merupakan jenis

pantai yang landai.

Ketersediaan nutrien menjadi faktor pembatas pertumbuhan, kelimpahan, dan

morfologi lamun pada perairan yang jernih. Keberadaan nutrien yang beragam pada

setiap spesies ditemukan pada daerah yang berbeda, sehingga mempengaruhi pola

penyebaran lamun yang clumped.

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data diperoleh pola penyebaran lamun di pantai Bama

merupakan pola penyebaran clumped yang dipengaruhi oleh topografi pantai, pola

pasang surut, suhu, tingkat kekeruhan, kedalaman, salinitas, dan nutrient. Pada Pantai

Bama didominasi oleh padang lamun jenis Thalassia testudinum sebanyak 1896 spesies,

sedangkan spesies yang paling sedikit adalah Codium sp dengan jumlah 4 spesies.

Dari analisis yang telah dilakukan ditemukan 11 spesies, yaitu Codium sp,

Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Enhalus acoroides, Enhalus oceanica,

Halimeda sp, Halophila decipiens, Halophila ovalis, Pasidonia oceanica, Thalassia

testudinum, dan Thalassia hemprinchii.

Kerapatan terbesar terdapat pada jenis Thalassia testudinum. Dengan kerapatan

relatif yang tinggi menunjukkan bahwa spesies ini banyak ditemukan dan mempengaruhi

pertumbuhan spesies lain yang tumbuh disekitarnya.

B. Saran

Adapun saran untuk penelitian yang dilakukan di pantai Bama, Taman Nasional

Baluran adalah sebagai berikut:

1. Membawa buku identifikasi lamun pada saat penelitian sehingga dapat dengan mudah

mengidentifikasi data yang diperoleh.

2. Melakukan identifikasi secara teliti agar mendapatkan data yang akurat.

DAFTAR PUSTAKA

Azkab, MH. 1998. Pertumbuhan dan Produksi Lamun, Enhalus acoroides Di Rataan

Terumbu Di Pari Pulau Seribu. Dalam P3O-LIPI, Teluk Jakarta; Biologi,

Budidaya, Oseanografi, Geologi dan Perairan. Balai Penelitian laut, Pusat

penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI. Jakarta.

Azkab, M.H. 2006. Ada Apa Dengan Lamun. Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI. Oseana

31 (3): 45-55.

Brower, James E et al., 1998. Field and Laboratory Methods For General Ecology, Fourth

Edition. McGraw Hill Inc. USA

Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta : Kanisius

Ferianita, M. 2007.Metode Sampling Bioekologi. Bumi Aksara. Jakarta

Hutomo, H. (1997). Padang Lamun Indonesia : Salah Satu Ekosistem Laut Dangkal yang

belum banyak dikenal. Jurnal Puslitbang Oseanologi-LIPI. Jakarta.

Kirkman, H. 1985. Community Structure in Seagrass in Southem Western Australia.

Aquatic Botany, 21 : 363-375.

Kiswara, W., (1997). Struktur Komunitas Padang Lamun Perairan Indonesia.

Inventarisasi dan Evaluasi Potensi Laut-Pesisir II, Jakarta: P3O LIPI. Hal.54-61

Kiswara, W. dan Winardi. 1997. Sebaran lamun di Teluk Kuta dan Teluk Gerupuk,

Lombok. Dalam: Dinamika komunitas biologis pada ekosistem lamun di Pulau

Lombok, Indonesia. S. Soemodiharjo, O. H. Arinardi dan I. Aswandy (Eds.).

Puslitbang Oseanologi - LIPI, Jakarta, 1994: 11 – 25.

Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Djambatan, Jakarta.

Nybakken, J.W. 1993. Marine Biology: An Ecological Approach.3rd Ed. Harper Collins

College Publishers.

Odum, E. P. 1994. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi Ketiga.Terjemahan oleh Koesbiono, D.G.

Bengon, M. Eidmen& S. Sukarjo. PT. Gramedia. Jakarta.

Odum, E.P, 1971. Dasar-dasar ekologi. Edisi ketiga. Gadjah Mada University

Press.Yogyakarta. hal 4-6

Phillips, R.C., & Menez, E.G. 1988. Seagrasses. Washington DC:Smithsonian Institution

Press.

Wimbaningrum, R. 2003. Komunitas Lamun di Rataan Terumbu, Pantai Bama, Taman

Nasional Baluran, Jawa Timur. Jurnal ILMU DASAR 4 (1) : 25 – 32.

Zimmerman, R.C., Smith, R.D. & Alberte, R.S. 1987. Is growth ofthe Eelgrass nitrogen

limited? A numerical simulation ofeffect of light and nitrogen on the growth

dynamics of Zostera marina. Mar. Ecol. Progg. Ser., 41:167-176