Pneumonia Perbaikan Fix
-
Upload
lia-mbag-lia -
Category
Documents
-
view
243 -
download
1
description
Transcript of Pneumonia Perbaikan Fix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi saluran pernafasan bawah akut (ISNBA) menimbulkan angka
kesakitan dan kematian yang tinggi serta kerugian produktivitas kerja.
ISNBA dapat di jumpai dalam berbagai bentuk, tersering adalah dalam
bentuk Pneumonia.1 Pneumonia merupakan peradangan yang mengenai
parenkim paru, bronkiolus terminalis distal yang mencakup bronkiolus
respiratorius dan alveoli. Peradangan tersebut menyebabkan konsolidasi dan
gangguan pertukaran udara di paru. Pneumonia ini dapat terjadi secara primer
atau merupakan tahap lanjutan manifestasi ISNBA lainnya misalnya sebagai
perluasan bronkiektasis yang terinfeksi.2
Laporan WHO tahun 2001 menyebutkan bahwa penyebab kematian
tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut
termasuk pneumonia dan influenza. Insidensi pneumonia komuniti di
Amerika adalah 12 kasus per 1000 orang per tahun dan merupakan penyebab
kematian utama akibat infeksi pada orang dewasa di negara itu. Angka
kematian akibat pneumonia di Amerika adalah 10 %.3
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001, penyakit
infeksi saluran napas bawah menempati urutan ke-2 sebagai penyebab
kematian di Indonesia. Di SMF Paru RSUP Persahabatan tahun 2001 infeksi
juga merupakan penyakit paru utama, 58 % diantara penderita rawat jalan
adalah kasus infeksi dan 11,6 % diantaranya kasus nontuberkulosis, pada
penderita rawat inap 58,8 % kasus infeksi dan 14,6 % diantaranya kasus
nontuberkulosis. Di RSUP H. Adam Malik Medan 53,8 % kasus infeksi dan
28,6 % diantaranya infeksi nontuberkulosis. Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya
didapatkan data sekitar 180 pneumonia komuniti dengan angka kematian
antara 20-35 %. Pneumonia komuniti menduduki peringkat keempat dan
sepuluh penyakit terbanyak yang dirawat pertahun.4,5
1
Di Amerika, penyebab pneumonia hanya ditemukan 50%. Penyebab
pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari untuk
mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia dapat menyebabkan kematian
bila tidak segera diobati. 6 Oleh karena itu, penegakan diagnosis pneumonia
harus cepat dan tepat agar diberikan tatalaksana yang tepat pula, upaya
penegakan diagnosis mencakup anamnesis dari gejala dan riwayat,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dari laboratorium dan modalitas
radiologi.
Gambaran pneumonia pada modalitas radiologi konvensional akan
memberikan gambaran yang beragam sesuai dengan agen penyebab, sehinnga
sangat membantu dalam penegakan diagnosis untuk menentukan tatalaksana
yang akan diberikan.
B. Tujuan Penulisan Referat
Referat ini disusun untuk melengkapi tugas kepaniteraan klinik bagian
radiologi di RSUD Arga Makmur dan diharapkan dapat menambah
pengetahuan penulis serta bahan informasi bagi para pembaca mengenai
Pneumonia.
C. Manfaat Penulisan Referat
1. Referat ini diharapkan menjadi sumber rujukan dalam memahami kasus
penumonia dari sudut radiologi konvensional.
2. Referat yang ditulis diharapkan bia menjadi contoh penulisan ilmiah
yang berikutnya.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Paru7,8
Paru-paru merupakan organ yang lunak, spongious dan elastis,
berbentuk kerucut atau konus, terletak dalam rongga toraks dan di atas
diafragma, diselubungi oleh membran pleura. Paru-paru terbagi menjadi dua
yaitu, paru kanan dan paru kiri. Paru-paru kanan dan kiri dipisahkan oleh
ruang yang disebut mediastinum. Setiap paru mempunyai apeks (bagian atas
paru) yang tumpul di kranial dan basis (dasar) yang melekuk mengikuti
lengkung diphragma di kaudal. Pembuluh darah paru, bronkus, saraf dan
pembuluh limfe memasuki tiap paru pada bagian hilus.
Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus sedangkan paru-paru kiri
mempunyai dua lobus. Lobus paru-paru tersebut dibatasi oleh fissura
interlobaris. Paru-paru kanan dan kiri mempunyai fissura oblik. Lobus bawah
kanan terletak di bawah fissura oblik kanan, lobus atas dan tengah kanan
terletak di atas fissura oblik kanan. Lobus bawah kiri terletak di bawah fissura
oblik kiri, lobus atas kiri terletak di atas fissure oblik kiri. Fissura horizontal
hanya ada di bagian kanan dan memisahkan lobus atas kanan dan lobus
tengah kanan. Pada paru-paru kiri ada bagian yang menonjol seperti lidah
yang disebut lingula.
Setiap paru-paru terbagi lagi menjadi beberapa subbagian yang disebut
bronchopulmonary segments. Jumlah segmen pada paru-paru sesuai dengan
jumlah bronchus segmentalis, biasanya 10 di kiri dan 8-9 yang kanan. Sejalan
dengan percabangan bronchi segmentales menjadi cabang-cabang yg lebih
kecil, segment paru-paru dibagi lagi menjadi subsegmen-subsegmen.
Paru-paru dibungkus oleh selaput tipis yaitu pleura. Pleura terbagi
menjadi pleura viseralis dan pleura pariental. Pleura viseralis yaitu selaput
yang langsung membungkus paru, sedangkan pleura parietal yaitu selaput
yang menempel pada rongga dada. Diantara kedua pleura terdapat rongga
yang disebut kavum pleura.
3
Gambar 1. Anatomi paru-paru
Sistem pernafasan dapat dibagi ke dalam sitem pernafasan bagian atas
dan pernafasan bagian bawah.
1. Pernafasan bagian atas meliputi, hidung, rongga hidung, sinus paranasal,
dan faring.
2. Pernafasan bagian bawah meliputi, laring, trakea, bronkus, bronkiolus
dan alveolus paru.
B. Definisi Pneumonia
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal
dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan
alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan
pertukaran gas setempat yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri,
virus, jamur, protozoa).9
Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru
yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit).
Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak
termasuk. Sedangkan peradangan paru yang disebabkan oleh
nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan
dan lain-lain) disebut pneumonitis.10
4
Gambar 2. Pneumonia
C. Epidemiologi Pneumonia
Pneumonia dapat dijumpai di seluruh dunia dan bersifat endemik.
Prevalensi kasus yang paling banyak dijumpai biasanya pada musim panas
sampai ke awal musim gugur yang dapat berlangsung satu sampai dua tahun.
Infeksi tersebar luas dari satu orang ke orang lain dengan percikan air liur
(droplet) sewaktu batuk. Itulah sebabnya infeksi kelihatan menyebar lebih
mudah antara populasi yang padat manusianya misalnya di sekolah, asrama,
pemukiman yang padat dan camp militer.11
Mortalitas biasanya diakibatkan oleh bakteremia oleh karena
Streptococcus pneumoniae dan Staphylococcus aureus, tetapi di negara
berkembang juga berkaitan dengan malnutrisi dan kurangnya akses
perawatan.4
WHO memperkirakan bahwa hingga 1 juta kematian disebabkan oleh
bakteri Streptococcus pneumoniae, dan lebih dari 90% dari kematian ini
terjadi di negara-negara berkembang. Kematian akibat pneumonia umumnya
menurun dengan usia sampai dewasa akhir. Lansia juga berada pada risiko
tertentu untuk pneumonia dan kematian terkait penyakit lainnya.
Di Inggris, kejadian tahunan dari pneumonia adalah sekitar 6 kasus
untuk setiap 1000 orang untuk kelompok usia 18-39. Bagi mereka 75 tahun
lebih dari usia, ini meningkat menjadi 75 kasus untuk setiap 1000 orang.
Sekitar 20-40% individu yang menderita pneumonia masuk rumah sakit, 5-
5
10% di antaranya dirawat di unit perawatan kritis. Demikian pula, angka
kematian di Inggris adalah sekitar 5-10%. Individu-individu ini juga lebih
cenderung memiliki episode berulang dari pneumonia. Orang-orang yang
dirawat di rumah sakit untuk alasan apapun juga beresiko tinggi untuk
pneumonia.6
Insidensi pneumonia komuniti di Amerika adalah 12 kasus per 1000
orang per tahun dan merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi pada
orang dewasa di negara itu. Angka kematian akibat pneumonia di Amerika
adalah 10 %.3
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001, penyakit
infeksi saluran napas bawah menempati urutan ke-2 sebagai penyebab
kematian di Indonesia. Di SMF Paru RSUP Persahabatan tahun 2001 infeksi
juga merupakan penyakit paru utama, 58 % diantara penderita rawat jalan
adalah kasus infeksi dan 11,6 % diantaranya kasus nontuberkulosis, pada
penderita rawat inap 58,8 % kasus infeksi dan 14,6 % diantaranya kasus
nontuberkulosis. Di RSUP H. Adam Malik Medan 53,8 % kasus infeksi dan
28,6 % diantaranya infeksi nontuberkulosis. Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya
didapatkan data sekitar 180 pneumonia komuniti dengan angka kematian
antara 20-35%. Pneumonia komuniti menduduki peringkat keempat dari
sepuluh penyakit terbanyak yang dirawat pertahun.4,5
D. Etiologi Pneumonia
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme,
yaitu bakteri, virus, jamur dan protozoa. Pneumonia komuniti yang diderita
oleh masyarakat luar negeri banyak disebabkan bakteri Gram positif,
sedangkan pneumonia di rumah sakit banyak disebabkan bakteri Gram
negatif sedangkan pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri
anaerob. Akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia
menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan dahak
penderita pneumonia komuniti adalah bakteri Gram negatif.3
Bakteri penyebab pneumonia dibagi menjadi organisme Gram positif
6
atau Gram negatif seperti: Streptococcus pneumoniae (pnemokokus),
Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus, Klebsiela pneumonia,
Legionella, Haemophilus influenza. Bakteri penyebab tersering pneumonia
adalah bakteri Gram positif, Streptococcus pneumonia. Kuman penyebab
pneumonia biasanya berbeda sesuai dengan distribusi umur pasien, dan
keadaan klinis terjadinya infeksi.10
Pneumonia oleh virus sering terjadi pada anak-anak, tersering adalah
virus influenza tipe A, B dan adenovirus. Gejala atau tanda yang khas pada
pneumonia jenis ini adalah sakit kepala, demam, nyeri otot menyeluruh, letih
luar biasa, dan batuk kering. Kebanyakan pneumonia ini ringan, tidak
membutuhkan perawatan di rumah sakit, dan tidak menyebabkan kerusakan
paru yang menetap. Virus lain yang dapat menyebabkan pneumonia adalah
respiratory syncytial virus (RSV), Parainfluenza virus, chicken-pox (cacar
air), Rhinovirus, Sitomegalovirus, Virus herpes simpleks, Hanta virus.10
Pneumonia juga dapat di sebabkan oleh protozoa parasit. Pnemocystis
carinii adalah penyebab dari PCP (Pneumonia P.carinii). PCP merupakan
infeksi oportunistik dan dapat juga terjadi pada pejamu dengan gangguan
imunitas seperti pasien yang mendapat terapi imunosupresif untuk
pengobatan kanker atau transplantasi organ. PCP yang berulang menyerang
lebih dari separuh penderita AIDS dan sering menjadi penyebab kematian.10
Pneumonia yang disebabkan oleh aspirasi dibedakan menjadi tiga
sindrom berdasarkan sifat bahan yang diaspirasi, tanda dan gejala serta
patofisiologinya. Aspirasi mikroorganisme patologik yang berkoloni pada
orofaring adalah cara infeksi yang menyebabkan pneumonia bakteri.
Kebanyakan individu mengaspirasi sedikit sekret orofaringeal selama tidur,
dan sekret tersebut akan dibersihkan secara normal tanpa gejala sisa melalui
mekanisme pertahanan secara normal. Sindrom aspirasi tipe kedua yang
disebut sindrom Mendelson berkaitan dengan regurgitasi dan aspirasi isi asam
lambung. Jenis sindrom ketiga aspirasi berkaiatan dengan bahan yang
diaspirasi (biasanya makanan) atau cairan bukan asam (misal tenggelam)
menyebabkan obstruksi mekanik.9
7
Fungus juga menyebabkan pneumonia, walaupun tidak sesering bakteri,
misalnya histoplasmosis, koksidiomikosis, dan blastomikosis. Spora fungus
ini di temukan dalam tanah dan terinhalasi. Spora yang masuk ke dalam
bagian paru-paru yang lebih dalam difagositosis dan dapat menimbulkan
alergi. Sesudah timbul alergi, terjadi reaksi peradangan yang disertai
pembentukan tuberkel, jaringan parut pekapuran, dan bahkan pembentukan
kavitas. Hal ini seringkali disalah tafsirkan sebagai tuberkulosis, sehingga
dibutuhkan pembiakan jamur di jaringan paru. Pneumonia oleh fungus tidak
jarang menjadi komplikasi dari tahap akhir penyakit-penyakit terminal seperti
kanker atau leukemia. Candida albicans merupakan jamur yang sering
ditemukan pada sputum orang sehat dapat juga menyerang jaringan paru.
Infeksi oleh candida disebut Candidiasis.9,11
Tabel 1. Penyebab Paling Sering Pneumonia10
Lokasi Sumber PenyebabMasyarakat (community-acquired)
Streptococcus pneumoniae, Mycoplasma pneumoniae, Haemophilus pneumoniaeChlamydia pneumoniae, Legionella pneumophila, Anaerob oral (aspirasi), Adenovirus
Rumah Sakit (hospital-acquired)
Basil usus Gram negatif (misal, Escherchia coli, Klebisiella pneumonia), Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, Anaerob oral (aspirasi)
8
Tabel 2. Etiologi Penumonia pada Anak sesuai dengan Kelompok Usia10
Kelompok usia PenyebabLahir -20 hari E.colli, Streptococcus group B, Listeria monocytogenes
Streptococcus group D, Haemophillus influenzae, Ureaplasma urealyticum, Streptococcus pneumoniae, , Sitomegalivirus, Herpes Simplek Virus
3 minggu-3 bulan Chlamydia trachomatis, Streptococcus pneumoniae, Respiratory syncytial virus, Influenza virus, Parainfluenza virus 1,2 and 3, Adenovirus
Haemophillus influenzae type B, Bordetella pertusis, Moxarella catarrhalis, Staphylococcus aureus, Ureaplasma urealyticum, Cytomegalovirus
4 bulan- 5 tahun Streptococcus pneumoniae, Clamydia pneumoniae, Mycoplasma pneumoniae, Respiratory syncytial virus, Influenza virus, Parainfluenza virus, Rhinovirus, Adenovirus, Measles
Haemophillus influenza type B, Moxarella catarrhalis, Neisseria meningitis, Staphylococcus aureus, Varicella zoster virus
5 tahun-dewasa Chlamydia pneumoniae, Mycoplasma pneumoniae, Streptococcus pneumoniae
Haemophillus influenzae, Legionella sp, Staphylococcus aureus, Adenovirus, Epstein barr virus, Influenza virus, Parainfluenza virus, Rhinovirus, Respiratory syncytial virus, Varicella zoster virus
Etiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur sekret bronkus
merupakan tindakan yang sangat invasif sehingga tidak dilakukan. Hasil
penelitian 44-85% CAP disebabkan oleh bakteri dan virus, dan 25-40%
diantaranya disebabkan lebih dari satu patogen. Patogen penyebab pneumonia
bervariasi tergantung:12
1. Usia
2. Status lingkungan
3. Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara)
4. Status imunisasi
5. Faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi)
E. Faktor Risiko12
Adapun faktor-faktor resiko pneumonia yakni:
9
- Usia diatas 65 tahun
- Merokok
- Malnutrisi
- Penyakit pernapsan kronik (COPD, asma kistik fibrosis)
- Sakit yang menyebabkan imunodefisiensi seperti (diabetes mellitus)
- Pengobatan dengan imunosupresif
- AIDS
- Kelompok dengan ketidakmampuan untuk batuk karena stroke, obat-
obatan sedatif atau alkohol, atau mobilitas yang terbatas
- Aspirasi sekret orofaringeal
- Infeksi pernapasan oleh virus
- Kanker (terutama kanker paru)
- Trakeostomi atau pemakaian endotrakeal
- Bedah abdominal atau toraks
- Fraktur tulang iga
F. Patofisiologi 3,10,12,13
Dalam keadaan normal, tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di
paru, keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila
terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat
berkembang biak dan menimbulkan penyakit. Resiko infeksi di paru sangat
tergantung pada kemampuan mikroorganisme untuk sampai dan merusak
permukaan epitel saluran napas.
Patogenesis pneumonia mencakup interaksi antara mikroorganisme
penyebab yang masuk melalui berbagai jalan, dengan daya tahan tubuh
pasien, mikroorganisme penyebab pneumonia memiliki empat bentuk
transmisi primer :
1. Aspirasi sekret yang berisi mikroorganisme patogen yang telah
berkolonisasi di orofaring.
2. Inhalasi aerosol yang infeksius.
3. Penyebaran hematogen dari bagian ekstrapulmonar.
10
4. Inokulasi langsung.
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah secara
Kolonisasi. Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme
atipikal, mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5-
2,0 m melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveol dan
selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas
atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan
terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari
sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring
terjadi pada orang normal waktu tidur (50 %) juga pada keadaan penurunan
kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse). Sekresi
orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 10 8-10/ml, sehingga
aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001-1,1 ml) dapat memberikan titer
inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia.
Pada pneumonia mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi atau
aspirasi. Umumnya mikroorganisme yang terdapat disaluran napas bagian
atas sama dengan di saluran napas bagian bawah, akan tetapi pada beberapa
penelitian tidak ditemukan jenis mikroorganisme yang sama.
Terjadinya pneumonia tergantung kepada virulensi MO, tingkatan
kemudahan dan luasnya daerah paru yang terkena serta penurunan daya tahan
tubuh. Pneumonia dapat terjadi pada orang normal tanpa kelainan imunitas
yang jelas. Namun pada kebanyakan pasien dewasa yang menderita
pneumonia didapati adanya satu atau lebih penyakit dasar yang mengganggu
daya tahan tubuh.
Respon yang di timbulkan juga bergantung dari agen penyebabnya.
Streptococcus pneumonia (Pneumococcus), adalah penyebab yang paling
sering dari pneumonia bakteri, baik yang didapat di masyarakat maupun dari
semua kasus rumah sakit. Di antara semua pneumonia bakteri, pneumonia
pneumokokus merupakan yang paling banyak diselidiki. Pneumokokus
umumnya mencapai alveoli lewat percikan mukus atau saliva. Lobus bagian
bawah paling sering terkena karena efek gravitasi. Setelah mencapai alveoli,
11
maka pneumokokus menimbulkan respon khas yang terdiri dari 4 tahap
berurutan.
1. Stadium I (4 – 12 jam pertama/ kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan
yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai
dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat
infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator
peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera
jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan
prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen.
Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk
melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas
kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke
dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema
antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan
alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan
karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling
berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen
hemoglobin.
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel
darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host)
sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat
oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga
warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada
stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak
akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu
selama 48 jam.
3. Stadium III (3 – 8 hari)
12
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-
sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih
tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat
kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
4. Stadium IV (7 – 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun
dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan
diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya
semula.
Awitan pneumonia pneumokokus bersifat mendadak disertai menggigil,
demam, nyeri pleuritik, batuk dan sputum yang berwarna seperti karat. Ronki
basah dan gesekan pleura dapat terdengar di atas jaringan yang terserang oleh
karena eksudat dan fibrin dalam alveolus dan dapat pula dalam permukaan
pleura. Hampir selalu terdapat hipoksemia dalam tingkat tertentu, akibat pirau
darah melalui daerah paru yang tak mengalami ventilasi dan konsilodasi.
Untuk membantu dalam menegakkan diagnosis dan mengikuti perjalanan
pneumonia dapat dilakukan radiogram dada, hitung leukosit dan pemeriksaan
sputum terdiri dari pemeriksaan dengan mata telanjang dan mikroskopik serta
biakan.
Pneumonia diharapkan sembuh setelah terapi mencapai 2-3 minggu.
Bila lebih lama perlu di curigai adanya infeksi kronik oleh bakteri anaerob
atau non bakteri seperti oleh jamur, mikobacterium atau parasit. Karena itu
perlu penyelidikan lebih lanjut terhadap MO penyebab pneumonia Pada
umumnya pasien dengan gangguan imunitas yang berat mempunyai
prognosis yang lebih buruk dan kemungkinan rekurensi yang lebih besar.
G. Klasifikasi Pneumonia 2,3,9,13,14,15,16,17,18
1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis:
a. Pneumonia komunitas (community-acquired pneumonia)
13
b. Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia/nosocomial)
c. Pneumonia aspirasi
d. Pneumonia pada penderita immunocompromised
Dari beberapa bagian diatas, hanya pneumonia komunitas dan
nosokomial yang lazim dipakai. Mengingat gambaran pneumonia
nosokomial yang khas berbeda dari pneumonia komunitas, maka diagnosis
pneumonia jenis ini menggunakan kriteria Centre for Disease and
Preventoin, USA.
2. Klasifikasi berdasarkan predileksi infeksi:
a. Pneumonia alveolar/lobaris. Misalnya Pneumonia pneumococal.
Eksudat pada alveolar memberi gambaran konsolidasi homogen pada
perifer yang terbentang menuju hilus dan cenderung memotong garis
segmental, air-bronkogram biasanya di temukan pada pneumonia jenis
ini.
b. Pneumonia lobular (bronkopneumonia) sering ditemukan pada
pneumonia yang disebabkan oleh infeksi stapilococus pada paru,
terlihat gambaran konsolidasi berdensitas tinggi pada satu segmen
atau lobus atau bercak yang mengikut sertakan alveoli yang tersebar
c. Pneumonia interstisial yang dapat ditemukan pada infeksi virus dan
mycoplasma. Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema
jaringan interstisial peribronkial, kadang-kadang alveoli terisi eksudat.
d. Pneumonia campuran, merupakan gabungan ketiganya.
3. Klasifikasi berdasarkan ciri radiologis dan gejala klinis, dibagi atas:
a. Pneumonia Tipikal yang bercirikan tanda-tanda pneumonia lobaris
klasik. Gambaran radiologisnya berupa opasitas lobus atau lobaris
yang disebabkan oleh kuman tipikal terutama S.pneumonia,
K.pneumonia, atau H.Influenza
b. Pneumonia Atipikal, ditandai oleh gangguan respirasi yang lambat
dengan gambaran infiltrate paru bilateral yang difus. Penyebabnya
adalah Mycoplasma pneumonia, virus Legionella pneumophila dan
Clamydia psittae. Klasifikasi ini sudah tidak digunakan lagi karena
14
ditemukan bahwa gambaran radiologis atau laboratorium saling
tumpang tindih dan tidak mencakup pneumonia gambaran yang khas.
H. Diagnosis Pneumonia 1,2,3,6,8,9
1. Anamnesis
Gejala-gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia.
Gejalanya meliputi:
Gejala Mayor: 1. Membutuhkan ventilasi mekanik
2. Infiltrat bertambah > 50%
3. Membutuhkan vasopresor > 4 jam (septik syok)
4. Kreatinin serum > 2 mg/dl atau peningkatan > 2
mg/dI, pada penderita riwayat penyakit ginjal
atau gagal ginjal yang membutuhkan dialisis
Gejala Minor: 1. Frekuensi napas > 30/menit
2. Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg
3. Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
4. Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus
5. Tekanan sistolik < 90 mmHg
6. Tekanan diastolik < 60 mmHg
Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut
bagian atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam,
menggigil, suhu tubuh kadang-kadang melebihi 40º C, sakit tenggorokan,
nyeri otot dan sendi. Juga disertai batuk, dengan sputum mukoid atau
purulen, kadang-kadang berdarah.
Bisa juga ditujukan untuk mengetahui kemungkinan kuman penyebab
yang berhubungan dengan faktor infeksi:
c. Evaluasi faktor predisposisi :
PPOK : H. Influenza
Penyakit kronik : lebih dari satu kuman
Kejang / tidak sadar : aspirasi Gram negatif, anaerob
Penurunan imunitas : Gram negatif
15
Kecanduan obat bius : Staphylococcus
d. Bedakan lokasi infeksi
PK : S. Pneumoniae, H. Influenza, M. Pneumoniae
Rumah jompo
PN : Staphylococcus aureus
e. Usia pasien
Bayi : virus
Muda : M. Pneumoniae
Dewasa : S. Pneumoniae
f. Awitan
Cepat, akut, dengan rusty coloured sputum : S. Pneumoniae
Perlahan, batuk dengan dahak sedikit : M. Pneumoniae
7. Pemeriksaan Fisis
Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagian yang sakit tertinggal
waktu bernafas, pada palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup,
pada auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronchial
yang kadang-kadang melemah. Mungkin disertai ronkhi halus, yang
kemudian menjadi ronkhi basah kasar pada stadium resolusi. Berikut
beberapa gejala klinis yang mengarah pada tipe kuman
penyebab/patogenitas kuman.
a. Gejala yang tiba-tiba muncul dan langsung berat (Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus,
Yersinia pestis)
b. Gejala yang timbulnya lambat (pneuomonia atipikal, Klebsiella
pneumonia, Pseudomonas aeruginosa, Enterobactericiae)
c. Gejala yang dialami pasien, misal nyeri pleuritik difus (Mycoplasma
pneumoniae), nyeri pleuritik tusuk (Streptococcus pneumoniae),
coryza (virus), red current jelly seperti batu bata (Klebsiella
pneumonia), sputum berbau busuk (pneumonia aspirasi, infeksi
anaerob)
16
d. Gejala intestinal, mual, muntah, diare, nyeri abdomen (Legionella
pneumoniae)
8. Pemeriksaan Laboratorium :
a. Leukosit
Leukositosis menunjukkan adanya infeksi bakteri; leukosit
normal/rendah dapat disebabkan oleh infeksi virus/mikoplasma atau
pada infeksi yang berat sehingga tidak terjadi respons leukosit, orang
tua atau lemah. Leukositopenia menunujukan depresi imunitas,
misalnya neutropenia pada infeksi kuman Gram negatif atau S.aureus
pada pasien dengan keganasan dan gangguan kekebalan. Faal hati
mungkin terganggu.
b. Pemeriksaan bakteriologis
Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakea/transtrakeal,
aspirasi jarum transtorakal, torakosintesis, bronkoskopi, atau biopsi,
untuk tujuan terapi empiris dilakukan pemeriksaan apus gram, Burri
Gin, Quellung test dan Z.Nielsen. kuman yang predominan pada
sputum yang disertai PMN yang kemungkinan merupakan penyebab
infeksi. Kultur kuman merupakan pemeriksaan utama praterapi dan
bermanfaat untuk evaluasi terapi selanjutnya. Kultur darah dapat positif
pada 20- 25% penderita yang tidak diobati.
c. Pemeriksaan khusus : titer antibodi terhadap virus, Legionella dan
Micoplasma. Nilai diagnostik bila titer tinggi atau ada kenaikan titer 4
kali. Analisis gas darah dilakukan untuk menilai tingakat hipoksia dan
kebutuhan oksigen
9. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi foto toraks pada pneumonia merupakan salah
satu pemeriksaan penunjang yang penting. Foto thoraks dapat membantu
penegakan diagnosis, menentukan agen penyebab, dan menyingkirkan
kemungkinan penyakit lainnya. Namun foto thoraks tidak dapat dijadikan
gold standar, harus didukung oleh pemeriksaan yang lainnya, seperti
17
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan atau
pemeriksaan radiologi lainnya.
Posisi pada Foto Thorax Normal
a. Posisi PA (Postero Anterior)
- Pasien diposisikan tegak menghadap bucky stand, dagu di angkat
- Tangan di pinggang, telapak tangan keluar, dan siku ditekan ke
depan
Shoulder dirotasikan ke depan agar scapula menjauh dari bidang paru-paru posisi obyek
- Film di depan tubuh.
b. Posisi AP (Antero Posterior)
- Pasien diposisikan setengah duduk atau supine di atas meja
pemeriksaan/brandcar.
- Kedua lengan lurus disamping tubuh.
- Kaset di belakang tubuh.
c. Posisi Lateral Dextra & Sinistra
- Pasien diposisikan erect
- Kedua lengan dilipat di atas kepala
- Film di kiri atau dikanan tergantung posisi lateral yang diinginkan.
Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama
untuk menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat
sampai konsolidasi dengan "air bronchogram", penyebab bronkogenik dan
interstisial serta gambaran kavitas. Foto toraks saja tidak dapat secara khas
menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah
diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering
disebabkan oleh Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa
sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia
sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang
terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus.
Pada pasien yang mengalami perbaikan klinis ulangan foto toraks dapat
ditunda karena resolusi pneumonia berlangsung 4-12 minggu.
18
Adapun langkah membaca foto thoraks :
a. Identitas foto (nama, usia, dan jenis kelamin)
b. Membaca klinis
c. Kualitas foto
d. Simetris atau tidak simetris
a. Prosesus spinosus thoraks ditarik garis khayal (linea mediana)
kemudian tarik garis ke ujung medial clavicula, bila kiri dan kanan
sama maka foto simetris.
e. Cek inspirasi maksimal
a. Pemotretan dilakukan pada saat pasien menahan nafas saat setelah
inspirasi maksimal. Ditandai pada iga posterior IX-X dan pada costae
anterior VI, dan diafragma kanan lebih tinggi daripada kiri.
f. Trachea
a. Trachea harus terlihat lusen (berisi udara) dan terletak harus ditengah.
g. Jantung
Perhatikan besar, bentuk, dan posisi jantung. Dan menghitung CTR
(a+b)/c x 100%
h. Sinus costofrenikus
Bentuk sinus normal tajam. Pada superposisi dengan mammae ,
gambaran sinus dapat tertutup.
i. Diafragma
Normal diafragma kanan lebih tinggi daripada diafragma kiri.
Perbedaannya 2,5 cm. Bila > 3 cm terdapat kelainan.
j. Pulmo
Paru terdiri dari udara yang merupakan kontras negatif yang akan
terlihat sebagai bayangan radiolusen yang berwarna hitam. Batas paru
normal :
Apeks yaitu puncak paru (atas costae) sampai clavicula (batas
bawah)
Atas yaitu clavikula sampai costae II depan
Tengah yaitu costae II-costae IV
19
Bawah yaitu costae IV-diafragma
Hilus adalah tempat keluar masuknya pembuluh darah, bronkus dan
lymph. Pada hilus terdapat :
KGB berwarna putih besar dan kadang bulat
Arteri dan vena pulmonalis
Bronkus berwarna hitam (luscent) bulat.
Corakan paru atau corakan bronkovaskular tandanya yaitu menyebar
dari hilus, semakin kearah samping semakin terlihat kabur. Corakan
paru bertambah bila >2/3 dari lebar paru kanan dan 1/3 dari lebar paru
kiri.
a b
c
Gambar 3. Thoraks Normal
Adapun gambaran radiologis foto thoraks pada pneumonia secara
umum antara lain:
a. Perselubungan padat homogen atau inhomogen
b. Batas tidak tegas, kecuali jika mengenai 1 segmen lobus
c. Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru
mengecil. Tidak tampak deviasi trachea/septum/fissure/seperti pada
atelektasis.
20
d. Air bronchogram sign, adalah bayangan udara yang terdapat di dalam
percabangan bronkus yang dikelilingi oleh bayangan opak rongga udara
yang akan tampak jelas jika udara tersebut tergantikan oleh
cairan/eksudat akibat proses inflamasi.
e. Sillhoute sign, adalah suatu tanda adanya dua bayangan benda (objek)
yang berada dalam satu bidang seakan tumpang tindih. Tanda ini
bermanfaat untuk menentukan letak lesi paru; jika batas lesi dengan
jantung hilang, berarti lesi tersebut berdampingan dengan jantung atau
di lobus medius kanan.
Foto thoraks dapat membantu menentukan penyebab pneumonia. Viral
pneumonia memberikan gambaran berupa infiltrat yang sedikit ataupun tidak ada,
namun jika ditemukan infiltrat biasanya bilateral, perihilar, simetris dan
interstitial. Pada bakterial pneumonia gambaran radiologi yang ditemukan
cenderung segmental atau lobar.
Berdasarkan predileksi infeksi, pneumonia dibagi menjadi 3 yaitu
pneumonia lobaris, pneumonia lobularis (bronchopneumonia) dan pneumonia
interstitialis (bronkiolitis).
1. Pneumonia Lobaris
Gambaran radiologi yang ditemukan pada pneumonia lobaris adalah :
Perselubungan homogen pada lobus paru
Batasnya tegas, walaupun pada mulanya kurang jelas
Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru mengecil.
Tidak tampak deviasi trachea/septum/fissure/seperti pada atelektasis.
Seringkali terjadi komplikasi efusi pleura.
Bila terjadinya pada lobus inferior, maka sinus phrenicocostalis yang paling
akhir terkena.
Pada masa resolusi sering tampak Air Bronchogram Sign.
Gambaran pneumonia lobaris ditemukan pada pneumonia yang
disebabkan oleh S.pneumoniae, pneumonia aspirasi, K.pneumonia, dan
Legionella.
21
Gambar 4. Pneumonia lobaris
Gambar 5. Pneumonia Lobaris
22
Gambar 6. Pneumonia Lobaris
2. Bronkopneumonia/Pneumonia Lobularis
Gambaran radiologis bronkopneumonia berupa konsolidasi yang tidak
homogen, pola penyebaran bercak, teratur dalam satu atau lebih area
terlokalisasi di dalam bronki dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di
sekitarnya. Pada foto thoraks tampak infiltrat peribronkhial yang semiopak dan
tidak homogen di daerah hillus yang menyebabkan batas jantung menghilang,
penyebab paling sering oleh S.aureus, P.aeruginosa, dan organisme Gram
negatif.
Gambar 7. Bronkopneumonia
3. Pneumonia Interstitial
23
Pada pneumonia interstitial terjadi edema dinding bronkioli dan juga
edema jaringan interstitial prebronkial. Gambaran radiologis berupa bayangan
udara pada alveolus masih terlihat, diliputi oleh perselubungan yang tidak merata.
Gambaran pneumonia interstitial biasanya ditemukan pada pneumonia yang
disebabkan oleh virus.
Gambar 8. Pneumonia Interstisial
Pneumonia Aspirasi
Temuan yang didapatkan pada foto thoraks dari pasien pneumonia aspirasi
bergantung pada posisi pasien saat terjadi aspirasi. Lobus bawah paru-paru kanan
adalah daerah paling sering ditemukannya infiltrat, hal ini terjadi karena bronkus
utama kanan lebih besar dan lebih vertikal dibandingkan dengan yang kiri. Pasien
yang mengalami aspirasi pada posisi berdiri akan mendapatkan infiltrat pada
lobus bawah kedua sisi paru-paru, pasien dengan posisi left lateral decubitus
maka infiltratnya pada paru-paru kiri, sedangkan pada alkoholik infiltrat dapat
ditemukan pada lobur atas kanan karenaaspirasi terjadi pada posisi pronasi.
Pada pneumonia aspirasi yang disebabkan oleh bahan kimia gambaran
radiologi yang ditemukan berupa infiltrat alveolar pada lobus bawah kedua sisi
paru-paru, atau gambaran difus menyerupai edema paru. Sedangkan pada
pneumonia aspirasi yang disebabkan oleh bakteri, biasanya bakteri anaerob,
ditemukan adanya infiltrat dengan atau tanpa kavitas pada segmen paru. Adanya
24
gambara radiolusen di dalam infiltrat menandakan adanya necrotizing pneumonia.
Dapat pula ditemukan abses paru dan efusi pleura.
Gambar 9. Pneumonia Aspirasi
Gambar 10. Pneumonia Aspirasi
Gambar 11. Pneumonia Aspirasi
25
Pneumocystis jiroveci pneumonia (PJP)/Pneumocystis cranii pneumonia
(PCP)
PJP merupakan infeksi oportonistik yang paling sering ditemukan pada
penderita HIV. PJP juga ditemukan pada penderita yang mengalami
imunidefisiensi (malnutrisi), dan penderita yang mengalami imunisupresi.
Pada tahap ringan PJP gambaran radiologi yang ditemukan dapat terlihat
normal. Gambaran infiltrat difus bilateral pada perihilar sering ditemukan. Pada
kasus jarang, ditemukan bercak infiltrat asimetris dan pneumatocele.
Gambar 12. PJP
Gambar 13. PJP
26
Fungal Pneumonia
Pada foto thoraks pasien dengan fungal pneumonia dapat ditemukan bercak
infiltrat, nodul, perselubungan, kavitas, atau efusi pleura.
Gambar 14. Fungal Pneumonia
VZV (Varicella-zoster virus) Pneumonia
Gambaran radiologi yang ditemukan pada VZV pneumania berupa infiltrat
yang difus, halus, retikular atau nodular yang progresif. Dapat juga ditemukan
adanya efusi pleura dan penebalan hilus. Gambaran radiologi lebih sering
ditemukan pada saat puncak dari kelainan yang ditemukan pada kulit dan cepat
kembali seperti keadaan normal jika pasien mengalami kesembuhan.
Gambar 15. Viral Pneumonia
27
Berdasarkan gambaran radiologisnya, pneumonia dibagi menjadi
pneumonia tipikal dan pneumonia atipikal. Pneumonia tipikal memberikan
gambaran radiologis berupa pneumonia lobaris klasik, sedangkan pneumonia
atipikal memberikan gambaran yang bervariasi. Agen penyebab pneumonia klasik
adalah Legionella sp, Mycoplasma pneumoniae, dan Chlamydia pneumoniae.
1. Legionella sp
Legionella sp terlibat dalam 2-15% kasus community-acquired
pneumonia (CAP). Pada radiografi konvensional, pneumonia yang disebabkan
oleh spesies ini memberikan gambaran berupa bercak infiltrat yang terlikalisasi
pada lobus bawah paru-paru. Dapat pula terlihat adanya adenopati hilar. Pada
30% kasus dapat ditemukan efusi pleura. Pada kasus jarang dapat ditemukan
kavitas dan gambaran seperti massa.
Gambar 16. Legionellapneumonia
2. Mycoplasma pneumoniae
Mycoplasma pneumoniae terlibat dalam 2-30% dari semua kasus CAP.
Pneumonia yang disebabkan oleh kuman ini biasanya ditemukan dalam
stadium yang ringan, namun pada penderita sickle cell anemia sering
ditemukan dalam keadaan yang berat. Pada radiografi konvensional,
pneumonia yang disebabkan oleh spesies ini memberikan gambaran berupa
infiltrat yang dapat ditemukan unilateral, multilobar, ataupun bilateral. Pada
20% kasus ditemukan efusi pleura atau adenopati hilar.
28
Gambar 17. Mycoplasma Pneumonia
3. Chlamydia pneumoniae
Pada radiografi konvensional, pneumonia yang disebabkan oleh spesies
ini memberikan gambaran berupa infiltrat subsegmental, jarang ditemukan
adanya efusi pleura.
Gambar 18. Chlamydia Pneumonia
Pada anak-anak, radiografi konvensional hanya 42-73% akurat dalam
memprediksi penyebab dari kasus pneumonia, sehingga untuk menegakkan
diagnosis dan menentukan penyebabnya dibutuhkan pemeriksaan lainnya berupa
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium.
Hiperinflasi dengan bercak infiltrat menandakan adanya obstruksi parsial
saluran nafas oleh petikel atau debris inflamasi. Pneumatocele dan penumpukan
cairan pleura menandakan adanya proses infeksi.
Pada bayi yang terinfeksi pada saat dalam kandungan, ditemukan gambaran
ground-glass appearance dan air bronchogram. Gambaran bercak infiltrat dengan
29
densitas ireguler dan batas tidak tegas mengarah pada pneumonia antepartum atau
intrapartum atau aspirasi intrapartum. Bercak infiltrat yang jauh dari hilus dan
letaknya lebih banyak di sebelah kanan lebih condong pada postnatal aspirasi.
Efusi pleura lebih sering ditemukan pada pneumonia yang disebabkan oleh
bakteri, kecuali pada penderita sickle cell disease. Selain itu, pada bakterial
pneumonia ditemukan gambaran konsolidasi lobaris dengan air bronchogram
kadang-kadang disertai efusi pleura.
Gambar 19. Bakterial Pneumonia
Pneumatocele dan abses jarang ditemukan tetapi dapat mengidikasikan
adanya infeksi Staphylococcus aureus, Gram negatif, atau komplikasi pneumonia
pneumokokal. Round pneumonia yang tampak pada foto thoraks dicurigai akibat
infeksi bakteri Streptococcus pneumoniae atau Staphylococcus aureus.
Gambar 20. Round Pneumonia
Gambaran radiologis pneumonia yang disebabkan oleh infeksi Mycoplasma
30
bervariasi. Pada tahap awal, gambarannya retikular dan interstitial, seiring dengan
perkembangan penyakit gambarannya menjadi bercak dan konsolidasi segmental,
diikuti dengan adanya adenopati hilar dan efusi pleura.
Pada infeksi M.pneumonia, 3 ciri khas yang dapat ditemukan adalah infiltrat
interstitial, bercak konsolidasi, dan ground glass appearance. Lebih sering
ditemukan pada lobus bawah paru-paru.
Gambar 21. Bakterial Pneumonia disertai Efusi Pleura
Gambar 22. Viral Pneumonia
I. Diagnosis Banding 1,8,9
1. Tuberkulosis Paru (TB paru)
Tuberculosis Paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang
disebabkan oleh M. tuberculosis. Jalan masuk untuk organism M.
tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan. Gejala klinis
TB antara lain batuk lama yang produktif (durasi lebih dari 3 minggu),
31
nyeri dada, dan hemoptisis dan gejala sistemik meliputi demam,
menggigil, keringat malam, lemas, hilang nafsu makan dan penurunan
berat badan.
Gambaran radiologis yang ditemukan pada pada TB kadang
menyerupai pneumonia. Pada TB dapat ditemukan gambaran infiltrat,
kavitas, atelektasis, efusi pleura, penebalan hilus, kalsifikasi, fibrosis,
nodul, dan atau emfisema.
Gambar 23. Tuberkulosis paru
Gambar 24. Tuberkulosis paru
2. Efusi Pleura
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang
terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer
iarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap
32
penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil
cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan
permukaan pleural bergerak.
Efusi pleura memberi gambaran yang mirip dengan pneumonia,
tanpa air-bronkogram. Terdapat penambahan volume sehingga terjadi
pendorongan jantung, trakea dan mediastinum ke arah yang sehat.
Rongga toraks membesar. Pada efusi pleura sebagian akan tampak
meniscus sign, tanda khas pada efusi pleura.
Gambar 25. Efusi Pleura
Gambar 26. Efusi Pleura
33
Gambar 27. Efusi Pleura
3. Atelektasis
Atelektasis adalah istilah yang berarti pengembangan paru yang
tidak sempurna dan menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian paru
yang terserang tidak mengandung udara dan kolaps. Memberikan
gambaran yang mirip dengan pneumonia tanpa air bronchogram. Namun
terdapat penarikan jantung, trakea, dan mediastinum ke arah yang sakit
karena adanya pengurangan volume interkostal space menjadi lebih
sempit dan pengecilan dari seluruh atau sebagian paru-paru yang sakit.
Sehingga akan tampak thorax asimetris.
Gambar 28. Atelektasis
34
4. Tumor
Beberapa jenis tumor ganas paru memberi gambaran yang mirip
dengan pneumonia tanpa air bronkogram. Dapat menyebab penarikan
ataupun pendorongan jantung, trakea dan mediastinum akibat terjadinya
atelektasis dan efusi pleura yang disebabkan oleh tumor ataupun massa
tumor itu sendiri.
Tumor yang terdapat di apeks paru sulit untuk dideteksi. Petunjuk
diagnosis adalah adanya erosi atau destruksi tiga kosta pertama dan
adanya suatu penonjolan yang cembung di sebelah inferior tepi massa.
Proyeksi apeks atau lordotik sangat bermanfaat untuk memperlihatkan
daerah ini. Pasien mungkin mengeluhkan rasa nyeri yang menjalar ke
lengan akibat terkenanya pleksus brakialis dan atau terkenanya jaras
simpatik denga sindrom horner pada pemeriksaan klinisnya
Gambar 29. Tumor Pancoast
J. Terapi 2,3,6,9
Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian
antibiotik pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data
mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi karena beberapa
alasan yaitu :
Penyakit yang berat dapat mengancam jiwa
Bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab
pneumonia.
35
Hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu.
Maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris.
Secara umum pemilihan antibiotik berdasarkan bakteri penyebab pneumonia
dapat dilihat sebagai berikut :
1. Pemberian Antibiotik
Penisilin sensitif Streptococcus pneumonia (PSSP)
- Golongan Penisilin
- TMP-SMZ
- Makrolid
Penisilin resisten Streptococcus pneumoniae (PRSP)
- Betalaktam oral dosis tinggi (untuk rawat jalan)
- Sefotaksim, Seftriakson dosis tinggi
- Marolid baru dosis tinggi
- Fluorokuinolon respirasi
Pseudomonas aeruginosa
- Aminoglikosid
- Seftazidim, Sefoperason, Sefepim
- Tikarsilin, Piperasilin
- Karbapenem : Meropenem, Imipenem
- Siprofloksasin, Levofloksasin
Methicillin resistent Staphylococcus aureus (MRSA)
- Vankomisin
- Teikoplanin
- Linezolid
Hemophilus influenzae
- TMP-SMZ
- Azitromisin
- Sefalosporin gen. 2 atau 3
- Fluorokuinolon respirasi
Legionella
- Makrolid
36
- Fluorokuinolon
- Rifampisin
Mycoplasma pneumoniae
- Doksisiklin
- Makrolid
- Fluorokuinolon
Chlamydia pneumoniae
- Doksisiklin
- Makrolid
- Fluorokuinolon
Tabel 3. Terapi antibiotik awal secara empirik untuk HAP atau VAP pada pasien tanpa faktor risiko patogen MDR, onset dini dan semua derajat penyakit (ATS / IDSA 2004)
Patogen potensial Antibiotik yang direkomendasikan Streptocoocus pneumoniae Haemophilus influenzae Metisilin-sensitif Staphylocoocus
aureus Antibiotik sensitif basil Gram
negatif enterik - Escherichia coli - Klebsiella pneumoniae - Enterobacter spp - Proteus spp - Serratia marcescens
Betalaktam + antibetalaktamase (Amoksisilin klavulanat) atau Sefalosporin G3 nonpseudomonal (Seftriakson, sefotaksim)atau Kuinolon respirasi (Levofloksasin, Moksifloksasin)
37
Tabel 4. Terapi antibiotik awal secara empirik untuk HAP atau VAP untuk semua derajat penyakit pada pasien dengan onset lanjut atau terdapat faktor risiko patogen MDR (ATS / IDSA 2004)
Patogen potensial Terapi Antibiotik kombinasi Patogen MDR tanpa
atau dengan patogen pada Tabel 3
Pseudomonas aeruginosa
Klebsiella pneumoniae (ESBL)
Acinetobacter sp
Methicillin resisten Staphylococcus
aureus (MRSA)
Sefalosporin antipseudomonal (Sefepim, seftasidim, sefpirom) atau Karbapenem antipseudomonal (Meropenem, imipenem) atau β-laktam / penghambat β laktamase (Piperasilin – tasobaktam) ditambah Fluorokuinolon antipseudomonal (Siprofloksasin atau levofloksasin) atau Aminoglikosida (Amikasin, gentamisin atau tobramisin) ditambah Linesolid atau vankomisin atau teikoplanin
Tabel 5. Dosis antibiotik intravena awal secara empirik untuk HAP dan VAP pada pasien dengan onset lanjut atau terdapat faktor risiko patogen MDR (mengacu pada ATS/IDSA 2004)
Antibiotik Dosis
Sefalosporin antipseudomonalSefepimSeftasidimSefpirom
Karbapenem Meropenem Imipenem
βlaktam/penghambat β laktamase Piperasilin-tasobaktam
Aminoglikosida Gentamisin Tobramisin Amikasin
Kuinolon antipseudomonal Levofloksasin Siprofloksasin
Vankomisin Linesolid Teikoplanin
1-2 gr setiap 8 – 12 jam2 gr setiap 8 jam 1 gr setiap 8 jam
1 gr setiap 8 jam 500 mg setiap 6 jam / 1 gr setiap 8 jam
4,5 gr setiap 6 jam
7 mg/kg BB/hr 7 mg/kg BB/hr 20 mg/kg BB/hr
750 mg setiap hari 400 mg setiap 8 jam15 mg/kg BB/12 jam600 mg setiap 12 jam 400 mg / hari
38
2. Terapi Suportif Umum
a. Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-
96% berdasarkan pemeriksaan analisis gas darah.
b. Humidifikasi dengan nebulizer untuk pengenceran dahak yang
kental, dapat disertai nebulizer untuk pemberian bronkodilator bila
terdapat bronkospasme.
c. Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya anjuran untuk
batuk dan napas dalam. Bila perlu dikerjakan fish mouth breathing
untuk melancarkan ekspirasi dan pengeluarn CO2. Posisi tidur
setengah duduk untuk melancarkan pernapasan.
d. Pengaturan cairan. Keutuhan kapiler paru sering terganggu pada
pneumonia, dan paru lebih sensitif terhadap pembebanan cairan
terutama bila terdapat pneumonia bilateral. Pemberian cairan pada
pasien harus diatur dengan baik, termasuk pada keadaan gangguan
sirkulasi dan gagal ginjal. Overhidrasi untuk maksud mengencerkan
dahak tidak diperkenankan.
e. Pemberian kortikosteroid pada fase sepsis berat perlu diberikan.
Terapi ini tidak bermanfaat pada keadaan renjatan septik.
f. Obat inotropik seperti dobutamin atau dopamin kadang-kadang
diperlukan bila terdapat komplikasi gangguan sirkulasi atau gagal
ginjal prerenal.
g. Ventilasi mekanis, indikasi intubasi dan pemasangan ventilator pada
pneumonia adalah.
Hipoksemia persisten meskipun telah diberikan O2 100%
dengan menggunakaan masker. Kosentrasi O2 yang tinggi
menyebabkan penurunan pulmonary compliance hingga tekanan
inflasi meninggi. Dalam hal ini perlu dipergunakan PEEP untuk
memperbaiki oksigenisasi dan menurunkan FiO2 menjadi 50%
atau lebih rendah.
Gagal napas yang ditandai oleh peningkatan respiratory
distress, dengan atau didapat asidosis respiratorik.
39
Respiratory arrest.
Retensi sputum yang sulit diatasi secara konservatif.
h. Drainase empiema bila ada.
i. Bila terdapat gagal napas, diberikan nutrisi dengan kalori yang
cukup yang didapatkan terutama dari lemak (>50%), hingga dapat
dihindari pembentukan CO2 yang berlebihan.
3. Terapi Sulih (Switch Therapy)
Masa perawatan di rumah sakit sebaiknya dipersingkat dengan
perubahan obat suntik ke oral dilanjutkan dengan berobat jalan, hal ini
untuk mengurangi biaya perawatan dan mencegah infeksi nosokomial.
Perubahan ini dapat diberikan secara sequential (obat sama, potensi
sama), switch over (obat berbeda, potensi sama) dan step down (obat
sama atau berbeda, potensi lebih rendah).
Contoh terapi sekuensial: levofioksasin, moksifloksasin,
gatifloksasin
Contoh switch over : seftasidin iv ke siprofloksasin oral
Contoh step down amoksisilin, sefuroksim, sefotaksim iv ke
cefiksim oral.
Pasien beralih dari intravena ke oral terapi ketika hemodinamik
sudah stabil dan perbaikan terbukti secara secara klinis, dapat menelan
obat-obatan, dan memiliki saluran pencernaan berfungsi normal, tidak
demam ± 8 jam, leukosit menuju normal/normal.
K. Komplikasi Pneumonia1,8,9
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri
dalam rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau
penyebaran bakteremia dan hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan
osteomielitis adalah komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi
hematologi.
Pneumonia biasanya dapat obati dengan baik tanpa menimbulkan
komplikasi. Bagaimanapun, komplikasi dapat terjadi pada beberapa pasien
40
terutama penderita yang termasuk ke dalam kelompok resiko tinggi (faktor
risiko).
1. Efusi pleura dan empiema. Terjadi pada sekitar 45% kasus, terutama
pada infeksi bakterial akut berupa efusi parapneumonik gram negative
sebesar 60%, Staphylococcus aureus 50%. S. pneumoniae 40-60%,
kuman anaerob 35%. Sedangkan pada Mycoplasmapneumoniae sebesar
20%. Cairannya transudat dan steril. Terkadang pada infeksi bakterial
terjadi empiema dengan cairan eksudat.
2. Komplikasi sistemik. Dapat terjadi akibat invasi kuman atau bakteriemia
berupa meningitis. Dapat juga terjadi dehidrasi dan hiponatremia, anemia
pada infeksi kronik, peninggian ureum dan enzim hati. Kadang-kadang
terjadi peninggian fostase alkali dan bilirubin akibat adanya kolestasis
intrahepatik.
3. Hipoksemia akibat gangguan difusi.
4. Abses Paru terbentuk akibat eksudat di alveolus paru sehingga terjadi
infeksi oleh kuman anaerob dan bakteri Gram negatif.
5. Pneumonia kronik yang dapat terjadi bila pneumonia berlangsung lebih
dari 4-6 minggu akibat kuman anaerob S. aureus, dan kuman Gram (-)
seperti Pseudomonas aeruginosa.
6. Bronkiektasis. Biasanya terjadi karena pneunomia pada masa anak-anak
tetapi dapat juga oleh infeksi berulang di lokasi bronkus distal pada cystic
fibrosis atau hipogamaglobulinemia, tuberkulosis, atau pneumonia
nekrotikans.
L. Prognosis 8,9
Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia menurun sejak
ditemukannya antibiotik. Faktor yang berperan adalah patogenitas kuman,
usia, penyakit dasar dan kondisi pasien. Secara umum angka kematian
pneumonia pneumokokus adalah sebesar 5%, namun dapat meningkat
menjadi 60% pada orang tua dengan kondisi yang buruk misalnya gangguan
imunologis, sirosis hepatis, penyakit paru obstruktif kronik, atau kanker.
41
Adanya leukopenia, ikterus, terkenanya 3 atau lebih lobus dan komplikasi
ekstraparu merupakan petanda prognosis yang buruk. Kuman gram negatif
menimbulkan prognosis yang lebih jelek.
Prognosis pada orang tua dan anak kurang baik, karena itu perlu
perawatan di RS kecuali bila penyakitnya ringan. Orang dewasa (<60 tahun)
dapat berobat jalan kecuali:
1. Bila terdapat penyakit paru kronik
2. PN Meliputi banyak lobus
3. Disertai gambaran klinis yang berkaitan dengan mortalitas yang tinggi
yaitu:
a. Usia > 60 tahun.
b. Dijumpai adanya gejala pada saat masuk perawatan RS: frekuensi
napas > 30 x/m, tekanan diastolik < 60 mmHg, leukosit abnormal
(<4.500->30.000).
M. Pencegahan 1,6,8
Untuk pneumonia komunitas (community-acquired), dapat dicegah
dengan pemberian vaksinasi pada penghuni rumah jompo atau rumah
penampungan penyakit kronik dan usia > 65 tahun, sedangkan pencegahan
pada pneumonia nosokomial (hospital-acquired) ditujukan kepada upaya
program pengawasan dan pengontrolan infeksi termasuk pendidikan staf
pelaksana, pelaksanaan teknik isolasi, dan praktek pengontrolan infeksi. Salah
satau contoh tindakan pencegahannya yaitu berupa pembatasan pemakaian
selang nasogastrik atau endotrakeal atau pemakaian obat sitoprotektif sebagai
pengganti antagonis H2 dan antacid.
42
BAB III
KESIMPULAN
Pneumonia adalah salah satu penyakit akibat infeksi parenkim paru yang
dapat menyerang segala usia. Pneumonia paling banyak disebabkan oleh infeksi
bakteri Streptococcus pneumonia dengan gejala yang muncul seperti demam,
batuk berdahak, sesak napas, dan terkadang disertai nyeri dada.
Pemeriksaan radiologi, dalam hal ini foto thorax konvensional menjadi
pemeriksaan yang sangat penting pada pneumonia. Gambaran khas pada
pneumonia adalah adanya konsolidasi dengan adanya gambaran air bronchogram.
Namun tidak semua pneumonia memberikan gambaran khas tersebut. Untuk
menentukan etiologi pneumonia tidak dapat hanya semata-mata menggunakan
foto thorax, melainkan harus dilihat dari riwayat penyakit, dan juga pemeriksaan
laboratorium.
Penatalaksanaan medis pada pneumonia adalah pemberian antibiotik yang
sesuai dengan kuman penyebab pneumonia disamping terapi supportif lainnya.
Prognosis pneumonia secara umum baik jika mendapat terapi antibiotik yang
adekuat, faktor predisposisi pasien dan ada tidaknya komplikasi yang menyertai.
43
DAFTAR PUSTAKA
1. Dahlan, Z. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Pulmonologi. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia Nosokomial. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. 2003
3. PDPI. 2003. Pneumonia Komuniti-Pedoman Diagnosis Dan Penatalaksaan Di Indonesia, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
4. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT). Badan Litbang Depkes RI, Jakarta 2002.
5. Laporan tahunan bagian Pulmonologi FKUI, Jakarta tahun 2002.
6. American Thoracic Society. 2001. Guidelines for management of adults with community-acquired pneumonia. Diagnosis, assessment of severity, antimicrobial therapy, and prevention. Am J Respir Crit.Care Med; 163: 1730-54.
7. Ellis, Harold. Clinical Anatomy. USA. BlackWell Publishing. 2006
8. Fanz, Omar., Moffat, David. Anatomy at A Glance. UK. BlackWell Publishers Company. 2002
9. Soedarsono. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu Penyakit Paru FK UNAIR. Surabaya
10. Aru W, Bambang, Idrus A, Marcellus, Siti S, ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD RSCM; 2007.
11. Helmi et all. 2005. Pnemonia Mikoplasma. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/2033/1/anak-helmi3.pdf.
12. Price, Sylvia A., Wilson, Lorraine M. Patofisiologi Edisi 6 Volume 2. Jakarta. Penerbit EGC. 2003
13. Vinay, Kumar., Ramzi S, Cotran., Stanley, L, Robbins. Buku Ajar Patologi Edisi 7 Volume 2. Jakarta: EGC. 2007
14. Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik. Edisi Kedua Jakarta. Balai Penerbit FK UI. 2009
44
15. Ramadhani, Dian., Dwijayanthi, Linda., Dharmawan, Didiek. Mengenali Pola Foto-Foto Diagnostik (terjemahan dari Patterm Recognation in Diagnostic Imaging). Jakarta: Penerbit EGC. 2010
16. Patel, Pradip R. Radiologi Lecture Notes. Jakarta. EMS. 2009
17. Ahuja, A.T., Antonio, G.F., Yuen H.Y. Case Studies in Medical Imaging. NewYork. Cambridge University Press. 2006
18. Kasper L, Dennis et all. Pneumonia in Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th Edition. United States of America: McGraww Hill Companies, Inc. 2008
45