Pneumonia (1)

50
BAB 1 PENDAHULUAN Infeksi saluran napas bawah akut (ISNBA) menimbulkan angka kesakitan dan kematian yang tinggi serta kerugian produktivitas kerja 1 . Dari hasil survei kesehatan rumah tangga Depkes tahun 2001, penyakit infeksi saluran napas bagian bawah menempati urutan ke dua sebagai penyebab kematian 2 . ISNBA dapat dijumpai dalam berbagai bentuk, tersering adalah dalam bentuk pneumonia. 1 . Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia. Di Indonesia, dari buku SEAMIC Health statistic 2001, pneumonia merupakan penyebab kematian nomor enam. 2 Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas 1

description

pnemonia anak adalah

Transcript of Pneumonia (1)

Page 1: Pneumonia (1)

BAB 1

PENDAHULUAN

Infeksi saluran napas bawah akut (ISNBA) menimbulkan angka kesakitan dan

kematian yang tinggi serta kerugian produktivitas kerja 1. Dari hasil survei kesehatan

rumah tangga Depkes tahun 2001, penyakit infeksi saluran napas bagian bawah

menempati urutan ke dua sebagai penyebab kematian 2. ISNBA dapat dijumpai dalam

berbagai bentuk, tersering adalah dalam bentuk pneumonia. 1. Laporan WHO 1999

menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia

adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia. Di Indonesia, dari buku

SEAMIC Health statistic 2001, pneumonia merupakan penyebab kematian nomor

enam.2

Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari

bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta

menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.

Istilah pneumonia lazim dipakai bila peradangan terjadi oleh proses infeksi akut,

sedangkan istilah pneumonitis sering dipakai untuk proses non infeksi.1

Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun

2007, menunjukkan; prevalensi nasional ISPA: 25,5% (16 provinsi di atas angka

nasional), angka kesakitan (morbiditas) pneumonia pada Bayi: 2.2 %, Balita: 3%,

angka kematian (mortalitas) pada bayi 23,8%, dan Balita 15,5%.2

1

Page 2: Pneumonia (1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Paru-Paru

Paru-paru merupakan organ yang lunak, spongious dan elastis, berbentuk

kerucut atau konus, terletak dalam rongga toraks dan di atas diafragma, diselubungi

oleh membran pleura. Setiap paru mempunyai apeks (bagian atas paru) yang tumpul

di kranial dan basis (dasar) yang melekuk mengikuti lengkung diphragma di kaudal.

Pembuluh darah paru, bronkus, saraf dan pembuluh limfe memasuki tiap paru pada

bagian hilus.2

Paru-paru kanan mempunyai 3 lobus sedangkan paru-paru kiri 2 lobus. Lobus

pada paru-paru kanan adalah lobus superius, lobus medius, dan lobus inferius. Lobus

medius/lobus inferius dibatasi fissura horizontalis; lobus inferius dan medius

2

Page 3: Pneumonia (1)

dipisahkan fissura oblique. Lobus pada paru-paru kiri adalah lobus superius dan lobus

inferius yg dipisahkan oleh fissura oblique. Pada paru-paru kiri ada bagian yang

menonjol seperti lidah yang disebut lingula. Jumlah segmen pada paru-paru sesuai

dengan jumlah bronchus segmentalis, biasanya 10 di kiri dan 8-9 yang kanan. Sejalan

dgn percabangan bronchi segmentales menjadi cabang-cabang yg lebih kecil,

segmenta paru dibagi lagi menjadi subsegmen-subsegmen.2

3

Page 4: Pneumonia (1)

2.2 Definisi Pneumonia

Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari

bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta

menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat yang

disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri.virus,jamur,protozoa).3

Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang

disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang

disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan peradangan

paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan

toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis.4

2.3 Epidemiologi Pneumonia

Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran nafas yang

terbanyak di dapatkan dan dapat menyebabkan kematian hampir di seluruh dunia.

Angka kematian di Inggris adalah sekitar 5-10%. Berdasarkan umur, pneumonia

dapat menyerang siapa saja, meskipun lebih banyak ditemukan pada anak-anak. Di

Amerika Serikat pneumonia mencapai 13% dari penyakit infeksi saluran nafas pada

anak di bawah 2 tahun.4

UNICEF memperkirakan bahwa 3 juta anak di dunia meninggal karena

penyakit pneumonia setiap tahun. Kasus pneumonia di negara berkembang tidak

hanya lebih sering didapatkan tetapi juga lebih berat dan banyak menimbulkan

kematian pada anak. Insiden puncak pada umur 1-5 tahun dan menurun dengan

4

Page 5: Pneumonia (1)

bertambahnya usia anak. Mortalitas diakibatkan oleh bakteremia oleh karena

Streptococcus pneumoniae dan Staphylococcus aureus, tetapi di negara berkembang

juga berkaitan dengan malnutrisi dan kurangnya akses perawatan. Dari data

mortalitas tahun 1990, pneumonia merupakan seperempat penyebab kematian

pada anak dibawah 5 tahun dan 80% terjadi di negara berkembang. Pneumonia yang

disebabkan oleh infeksi RSV didapatkan sebanyak 40%. Di negara dengan 4

musim, banyak terdapat pada musim dingin sampai awal musim semi, dinegara tropis

pada musim hujan. 4

Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun

2007, menunjukkan, prevalensi nasional ISPA: 25,5%, angka kesakitan ( morbiditas )

pneumonia pada bayi: 2,2%, balita: 3%, angka kematian ( mortalitas ) pada bayi

23,8% dan balita 15,5%. 5

2.4 Etiologi Pneumonia

Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme yaitu

bakteri, virus, jamur, protozoa, yang sebagian besar disebabkan oleh bakteri.

Penyebab tersering pneumonia adalah bakteri gram positif, Streptococcus pneumonia.

Kuman penyebab pneumonia biasanya berbeda sesuai dengan distribusi umur pasien,

dan keadaan klinis terjadinya infeksi. 4

Virus penyebab tersering pneumonia adalah respiratory syncytial virus (RSV),

parainfluenza virus, influenza virus dan adenovirus. Secara umum bakteri yang

berperan penting dalam pneumonia adalah Streptococcus pneumonia, Haemophillus

5

Page 6: Pneumonia (1)

influenza, Staphylococcus aureus, Streptococcus group B, serta kuman atipik

klamidia dan mikoplasma. 4

Pada neonatus Streptococcus group B dan Listeriae monocytogenes

merupakan penyebab pneumonia paling banyak. Virus adalah penyebab terbanyak

pneumonia pada usia prasekolah dan berkurang dengan bertambahnya usia. Selain

itu Streptococcus pneumoniae merupakan penyebab paling utama pada pneumonia

bakterial. Mycoplasma pneumoniae dan Chlamydia pneumoniae merupakan

penyebab yang sering didapatkan pada anak diatas 5 tahun. Communityy-acquired

acute pneumonia sering disebabkan oleh streptokokkus pneumonia atau

pneumokokkus, sedangkan pada Community-acquired atypical pneumonia penyebab

umumnya adalah Mycopalsma pneumonia. Staphylokokkus aureus dan batang gram

negatif seperti Enterobacteriaceae dan Pseudomonas, adalah isolat yang tersering

ditemukan pada Hospital-acquired pneumonia.4

Tabel 1. Mikroorganisme penyebab pneumonia menurut umur dengan terjadinya infeksi. 4

Umur Penyebab yang sering Penyebab yang jarang

Lahir-20 hari Bakteria Escherichia colli Group B streptococci Listeria monocytogenes

Bakteria Group D streptococci Haemophillus influenzae Streptococcus pneumoniae Ureaplasma urealyticum

Virus Cytomegalovirus Herpes simplex virus

6

Page 7: Pneumonia (1)

3 minggu – 3 bulan

Bakteria Clamydia trachomatis Streptococcus pneumoniae

Virus Respiratory syncytial virus Influenza virus Para influenza virus

1,2 and 3 Adenovirus

Bakteria Bordetella pertusis Haemophillusinfluenza type B &

non typeable Moxarella catarrhalis Staphylococcus aureus Ureaplasma urealyticum

Virus Cytomegalovirus

4 bulan –5 tahun

Bakteria Streptococcus pneumoniae Clamydia pneumoniae Mycoplasma pneumoniae

Virus Respiratory syncytial virus Influenza virus Parainfluenza virus Rhinovirus Adenovirus Measles

Bakteria Haemophillus influenza type B Moxarella catarrhalis Neisseria meningitis Staphylococcus aureus

Virus Varicella zoster virus

5 tahun – dewasa Bakteria Clamydia pneumonia Mycoplasma pneumonia Streptococcus pneumoniae

Bakteria Haemophillus influenza type B Legionella species Staphylococcus aureus

Virus Adenovirus Epstein barr virus Influenza virus Parainfluenza virus Rhinovirus Respiratory syncytial virus Varicella zoster virus

Tabel 2. Mikroorganisme penyebab pneumonia menurut keadaan klinis terjadinya infeksi. 4

7

Page 8: Pneumonia (1)

Communityy-acquired acute pneumonia

Streptococcus pneumoniaHaemophilus influenzaeMoraxella catarrhalisStaphylococcus aureusLegionella pneumophilaEnterobacteriaceae (Klebsiella pneumoniae) and Pseudomonas spp.Community-acquired atypical pneumonia

Mycoplasma pneumoniaChlamydia spp. (C. pneumoniae, C. psittaci, C. trachomatis)Coxiella burnetii (Q fever)Viruses: respiratory syncytial virus, parainfluenza virus (children); influenza A and B (adults); adenovirus(military recruits); SARS virusHospital-acquired pneumonia

Gram-negative rods, Enterobacteriaceae (Klebsiella spp., Serratia marcescens, Escherichia coli) andPseudomonas spp.Staphylococcus aureus (usually penicillin resistant)Pneumonia kronis

NocardiaActinomycesGranulomatous: Mycobacterium tuberculosis and atypical mycobacteria, Histoplasma capsulatum,Coccidioides immitis, Blastomyces dermatitidis

2.5 Klasifikasi Pneumonia

1. Menurut sifatnya, yaitu:

a. Pneumonia primer, yaitu radang paru yang terserang pada orang yang tidak

mempunya faktor resiko tertentu. Kuman penyebab utama yaitu

Staphylococcus pneumoniae ( pneumokokus), Hemophilus influenzae, juga

8

Page 9: Pneumonia (1)

Virus penyebab infeksi pernapasan( Influenza, Parainfluenza, RSV). Selain itu

juga bakteri pneumonia yang tidak khas( “atypical”) yaitu mykoplasma,

chlamydia, dan legionella.

b. Pneumonia sekunder, yaitu terjadi pada orang dengan faktor predisposisi,

selain penderita penyakit paru lainnnya seperti COPD, terutama juga bagi

mereka yang mempunyai penyakit menahun seperti diabetes mellitus, HIV,

dan kanker,dll. 2

2. Berdasarkan Kuman penyebab

a. Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri

mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya Klebsiella

pada penderita alkoholik,Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi

influenza.

b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia

c. Pneumonia virus, disebabkan oleh virus RSV, Influenza virus

d. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada

penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised). 5

3. Berdasarkan klinis dan epidemiologi

a. Pneumonia komuniti (Community-acquired pneumonia= CAP) pneumonia

yang terjadi di lingkungan rumah atau masyarakat, juga termasuk pneumonia

yang terjadi di rumah sakit dengan masa inap kurang dari 48 jam. 5

b. Penumonia nosokomial (Hospital-acquired Pneumonia= HAP) merupakan

pneumonia yang terjadi di “rumah sakit”, infeksi terjadi setelah 48 jam berada

9

Page 10: Pneumonia (1)

di rumah sakit. Kuman penyebab sangat beragam, yang sering di temukan

yaitu Staphylococcus aureus atau bakteri dengan gramm negatif lainnya

seperti E.coli, Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeroginosa, Proteus, dll.

Tingkat resistensi obat tergolong tinggi untuk bakteri penyebab HAP. 6

c. Pneumonia aspirasi

4. Berdasarkan lokasi infeksi

a. Pneumonia lobaris

Pneumonia focal yang melibatkan satu / beberapa lobus paru. Bronkus besar

umumnya tetap berisi udara sehingga memberikan gambaran

airbronchogram. Konsolidasi yang timbul merupakan hasil dari cairan edema

yang menyebar melalui pori-pori Kohn. Penyebab terbanyak pneumonia

lobaris adalah Streptococcus pneumoniae. Jarang pada bayi dan orang tua.

Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen. Kemungkinan sekunder

disebabkan oleh adanya obstruksi bronkus seperti aspirasi benda asing, atau

adanya proses keganasan. 5

b. Bronko pneumonia (Pneumonia lobularis)

Inflamasi paru-paru biasanya dimulai di bronkiolus terminalis. Bronkiolus

terminalis menjadi tersumbat dengan eksudat mukopurulen membentuk

bercak-bercak konsolidasi di lobulus yang bersebelahan. Ditandai dengan

adanya bercak-bercak infiltrate multifocal pada lapangan paru. Dapat

disebabkan oleh bakteri maupun virus. Sering pada bayi dan orang tua. Jarang

dihubungkan dengan obstruksi bronkus. 5

10

Page 11: Pneumonia (1)

c. Pneumonia interstisial

Terutama pada jaringan penyangga, yaitu interstitial dinding bronkus dan

peribronkil. Peradangan dapat ditemumkan pada infeksi virus dan

mycoplasma. Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan

interstisial prebronkial. Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus

masih terlihat, diliputi perselubungan yang tidak merata. 5

2.6 Patofisiologi Pneumonia

Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi

sampai usia lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan

gangguan penyakit pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan

tubuhnya , adalah yang paling berisiko.1

Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada tenggorokan

yang sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia

lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan

merusak organ paru-paru.1

Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme paru

banyak disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang dilakukan oleh pejamu.

Selain itu, toksin-toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia bakterialis

dapat secara langsung merusak sel-sel system pernapasan bawah. Ada beberapa cara

mikroorganisme mencapai permukaan: 5

1. Inokulasi langsung

11

Page 12: Pneumonia (1)

2. Penyebaran melalui pembuluh darah

3. Inhalasi bahan aerosol

4. Kolonisasi dipermukaan mukosa

Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah cara kolonisasi.

Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria

atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 – 2,0 nm melalui udara dapat

mencapai bronkus terminal atau alveoli dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila

terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi

aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini

merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian

kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50%) juga pada keadaan

penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse). 5

Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan

reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan

diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuknya

antibodi. 5

Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan yang paling

mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, ataupun

seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru

kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru,

infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri

pneumokokus adalah kuman yang paling umum sebagai penyebab pneumonia.

12

Page 13: Pneumonia (1)

Terdapat empat stadium anatomic dari pneumonia terbagi atas:

1. Stadium Kongesti (4 – 12 jam pertama)

Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang

berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan

aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat

pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel

imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan

prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen.

Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot

polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini

mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitium sehingga

terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di

antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen

dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan

sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin. 2

2. Stadium Hepatisasi Merah (48 jam selanjutnya)

Terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang

dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang

terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan,

sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium

ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak.

Stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam. 2

13

Page 14: Pneumonia (1)

3. Stadium Hepatisasi Kelabu (Konsolidasi)

Terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada

saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi

fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus

masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu

dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.2

4. Stadium Akhir (Resolusi)

Eksudat yang mengalami konsolidasi di antara rongga alveoli dicerna secara

enzimatis yang diserap kembali atau dibersihkan dengan batuk. Parenkim paru

kembali menjadi penuh dengan cairan dan basah sampai pulih mencapai keadaan

normal.2

2.7 Diagnosis Pneumonia

Diagnosis etiologik berdasarkan pada pemeriksaan mikrobiologis dan

atau serologis merupakan dasar terapi yang optimal. Akan tetapi, penemuan

bakteri penyebab tidak selalu mutlak karena memerlukan laboratorium

penunjang yang memadai. Oleh karena itu, pneumonia pada anak umumnya

didiagnosis berdasarkan gambaran klinis yang menunjukkan keterlibatan

sistem respiratori, serta gambaran radiologis. Prediktor paling kuat adanya

pneumonia adalah demam, sianosis, dan lebih dari satu gejala respiratori

sebagai berikut: takipnea, batuk, napas cuping hidung, retraksi, ronki dan

suara napas melemah.

14

Page 15: Pneumonia (1)

Akibat tingginya angka morbiditas dan mortalitas pneumonia pada

balita, maka dalam upaya penanggulangannya, WHO mengembangkan

pedoman diagnosis dan tatalaksana yang sederhana. Pedoman ini terutama

ditujukan untuk Pelayanan Kesehatan Primer, dan sebagai pendidikan

kesehatan untuk masyarakat di negara berkembang. Tujuannya ialah

menyederhanakan kriteria diagnosis berdasarkan gejala klinis gejala klinis yang

dapat langsung dideteksi; menetapkan klasifikasi penyakit, dan menentukan

dasar pemakaian atibiotik. Gejala klinis sederhana tersebut meliputi napas

cepat, sesak napas, dan berbagai tanda bahaya agar anak segera dirujuk ke

pelayanan kesehatan.

2.7.1 Gambaran Klinis dan Pemeriksaan Fisik

Gejala-gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia. Gejalanya

meliputi:

Gejala Mayor: 1.Batuk

2.Sputum produktif

3.Demam (suhu>38 0c)

Gejala Minor: 1. sesak napas

2. nyeri dada

3. konsolidasi paru pada pemeriksaan fisik

4. jumlah leukosit >12.000/L

Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian

atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu tubuh

15

Page 16: Pneumonia (1)

kadang-kadang melebihi 40º C, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi. Juga disertai

batuk, dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang berdarah.5

Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu

bernafas , pada palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi

terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronchial yang kadang-kadang

melemah. Mungkin disertai ronkhi halus, yang kemudian menjadi ronkhi basah kasar

pada stadium resolusi. 5

2.7.2 Pemeriksaan Laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit,

biasanya >10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis

leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan

diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur

darah dapat positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati. Anlalisa gas darah

menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis

respiratorik. 6

2.7.3 Gambaran Radiologis

Gambaran Radiologis pada foto thorax pada penyakit pneumonia antara lain:

Perselubungan/konsolidasi homogen atau inhomogen sesuai dengan lobus atau

segment paru secara anantomis.

Batasnya tegas, walaupun pada mulanya kurang jelas.

16

Page 17: Pneumonia (1)

Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru mengecil. Tidak

tampak deviasi trachea/septum/fissure/ seperti pada atelektasis.

Silhouette sign (+) : bermanfaat untuk menentukan letak lesi paru ; batas lesi

dengan jantung hilang, berarti lesi tersebut berdampingan dengan jantung atau di

lobus medius kanan.

Seringkali terjadi komplikasi efusi pleura.

Bila terjadinya pada lobus inferior, maka sinus phrenicocostalis yang paling akhir

terkena.

Pada permulaan sering masih terlihat vaskuler.

Pada masa resolusi sering tampak Air Bronchogram Sign (terperangkapnya udara

pada bronkus karena tidanya pertukaran udara pada alveolus).

Foto thoraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia,

hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya penyebab

pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae,

Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran

bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukan konsolidasi

yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus.6

1.Pneumonia Lobaris

Foto Thorax

17

Page 18: Pneumonia (1)

Tampak gambaran gabungan konsolidasi berdensitas tinggi pada satu

segmen/lobus (lobus kanan bawah PA maupun lateral)) atau bercak yang

mengikutsertakan alveoli yang tersebar. Air bronchogram biasanya ditemukan

pada pneumonia jenis ini.

CT Scan

18

Page 19: Pneumonia (1)

Hasil CT dada ini menampilkan gambaran hiperdens di lobus atas kiri sampai ke

perifer.

2. Bronchopneumonia (Pneumonia Lobularis)

Foto Thorax

Pada gambar diatas tampak konsolidasi tidak homogen di lobus atas kiri dan lobus

bawah kiri.

CT Scan

19

Page 20: Pneumonia (1)

Tampak gambaran opak/hiperdens pada lobus tengah kanan, namun tidak menjalar

sampai perifer.

3. Pneumonia Interstisial

Foto Thorax

20

Page 21: Pneumonia (1)

Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstitial

prebronkial. Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus masih terlihat,

diliputi oleh perselubungan yang tidak merata.

CT Scan

Gambaran CT Scan pneumonia interstitiak pada seorang pria berusia 19

tahun. (A) Menunjukan area konsolidasi di percabangan peribronkovaskuler

yang irreguler. (B) CT Scan pada hasil follow up selama 2 tahun menunjukan

area konsolidasi yang irreguler tersebut berkembang menjadi bronkiektasis

atau bronkiolektasis (tanda panah)

2.7.4 Pemeriksaan Bakteriologis

Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal,

torakosintesis, bronkoskopi, atau biopsi. Kuman yang predominan pada sputum

disertai PMN yang kemungkinan penyebab infeksi. 5

Pengambilan dahak dilakukan pagi hari. Pasien mula-mula kumur-kumur

dengan akuades biasa, setelah itu pasien diminta inspirasi dalam kemudian

membatukkan dahaknya. Dahak ditampung dalam botol steril dan ditutup rapat.

21

Page 22: Pneumonia (1)

Dahak segera dikirim ke labolatorium (tidak boleh lebih dari 4 jam). Jika terjadi

kesulitan mengeluarkan dahak, dapat dibantu nebulisasi dengan NaCl 3%. Kriteria

dahak yang memenuhi syarat untuk pemeriksaan apusan langsung dan biarkan yaitu

bila ditemukan sel PMN > 25/lpk dan sel epitel < 10/lpk. 5

2.8 Diagnosis Banding Pneumonia

A.Tuberculosis Paru (TB)

Tuberculosis Paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang

disebabkan oleh M. tuberculosis. Jalan masuk untuk organism M. tuberculosis adalah

saluran pernafasan, saluran pencernaan. Gejala klinis TB antara lain batuk lama yang

produktif (durasi lebih dari 3 minggu), nyeri dada, dan hemoptisis dan gejala sistemik

meliputi demam, menggigil, keringat malam, lemas, hilang nafsu makan dan

penurunan berat badan.3

Tampak gambaran cavitas pada paru lobus atas kanan pada foto thorax proyeksi PA

22

Page 23: Pneumonia (1)

B.Atelektasis 

Atelektasis adalah istilah yang berarti pengembangan paru yang tidak

sempurna dan menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian paru yang terserang tidak

mengandung udara dan kolaps. Memberikan gambaran yang mirip dengan pneumonia

tanpa air bronchogram. Namun terdapat penarikan jantung, trakea, dan mediastinum

ke arah yang sakit karena adanya pengurangan volume interkostal space menjadi

lebih sempit dan pengecilan dari seluruh atau sebagian paru-paru yang sakit.

Sehingga akan tampak thorax asimetris. 3

Atelektasis pada foto thorax proyeksi PA

23

Page 24: Pneumonia (1)

C. Efusi Pleura

Memberi gambaran yang mirip dengan pneumonia, tanpa air bronchogram.

Terdapat penambahan volume sehingga terjadi pendorongan jantung, trakea, dan

mediastinum kearah yang sehat. Rongga thorax membesar. Pada edusi pleura

sebagian akan tampak meniscus sign (+) tanda khas pada efusi pleura. 3

Efusi pleura pada foto thorax posisi PA

2.9 Penatalaksanaan

Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi

perawatan terutama berdasarkan berat ringannya enyakit, nisalnya toksis, distres

pernapasan, tidak mau makan dan minum, atau ada penyakit dasar yang lain,

komplikasi dan terutama mempertimbangkan usia pasien. Neonatus dan bayi kecil

dengan kemungkinan klinis penumonia harus dirawat inap.11

24

Page 25: Pneumonia (1)

Dasar tatalaksana penumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan

antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi

pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan keseimbangan

asam-basa, elktrolit, dan gula darah. Untuk nyeri dan demam dapat dberikan

analgetik/antipiretik. Suplementasi vitamin A tidak terbukti efektif. Penyakit penyerta

harus ditanggulangi dnegan adekuat, komplikasi yang mungkin terjadi harus dipantau

dan diatasi.

Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci utama keberhasilan

pengobatan. Tetapi antibiotik harus segera diberikan pada anak dengan pneumonia

yang disebabkan oleh bakteri.

Identifikasi dini mikroorganisme penyebab tidak dapat dilakukan karena tidak

tersedianya uji mikrobiologis cepat. Oleh karena itu, antibiotik dipilih berdasarkan

pengalaman empiris. Umumnya pemilihan antibiotik empiris didasarkan pada

kemungkinan etiologi penyebab dengan mempertimbangkan usia dan keadaan klinis

pasien serta faktor epidmiologis.

2. Terapi Suportif Umum

1. Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-96% berdasarkan

pemeriksaan analisis gas darah.

2. Humidifikasi dengan nebulizer untuk pengenceran dahak yang kental, dapat

disertai nebulizer untuk pemberian bronkodilator bila terdapat bronkospasme.

25

Page 26: Pneumonia (1)

3. Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya anjuran untuk batuk dan

napas dalam. Bila perlu dikerjakan fish mouth breathing untuk melancarkan

ekspirasi dan pengeluarn CO2. Posisi tidur setengah duduk untuk melancarkan

pernapasan.7

4. Pengaturan cairan. Keutuhan kapiler paru sering terganggu pada pneumonia, dan

paru lebih sensitif terhadap pembebanan cairan terutama bila terdapat pneumonia

bilateral. Pemberian cairan pada pasien harus diatur dengan baik, termasuk pada

keadaan gangguan sirkulasi dan gagal ginjal. Overhidrasi untuk maksud

mengencerkan dahak tidak diperkenankan. 9

5. Pemberian kortikosteroid pada fase sepsis berat perlu diberikan. Terapi ini tidak

bermanfaat pada keadaan renjatan septik.

6. Obat inotropik seperti dobutamin atau dopamin kadang-kadang diperlukan bila

terdapat komplikasi gangguan sirkulasi atau gagal ginjal prerenal.

7. Ventilasi mekanis, indikasi intubasi dan pemasangan ventilator pada pneumonia

adalah:

a. Hipoksemia persisten meskipun telah diberikan O2 100% dengan

menggunakaan masker. Kosentrasi O2 yang tinggi menyebabkan penurunan

pulmonary compliance hingga tekanan inflasi meninggi. Dalam hal ini perlu

dipergunakan PEEP untuk memperbaiki oksigenisasi dan menurunkan FiO2

menjadi 50% atau lebih rendah.9

b. Gagal napas yang ditandai oleh peningkatan respiratory distress, dengan atau

didapat asidosis respiratorik.

26

Page 27: Pneumonia (1)

c. Respiratory arrest.

d. Retensi sputum yang sulit diatasi secara konservatif.

8. Drainase empiema bila ada.

9. Bila terdapat gagal napas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup yang

didapatkan terutama dari lemak (>50%), hingga dapat dihindari pembentukan

CO2 yang berlebihan.9

3. Pneumonia Rawat Jalan

Pada pneumonia dengan rawat jalan dapat diberikan antibiotik lini pertama

secara oral, misalnya amoksisilin atau kloramfenikol. Pada pneumonia ringan berobat

jalan, dapat diberikan antibiotik tunggal oral dengan efektifitas yang mencapai 90%.

Penelitian multisenter di Pakistan menemukan bahwa pada pneumonia rawat jalan,

pemberian amoksisilin dan kloramfenikol dua kali sehari mempunyai efektifitas yang

sama. Dosis amoksisilin yang diberikan adalah 25 mg/kgBB, sedangkan

kotrimoksazol adalah 4 mg/kgBB TMP-20 mg/kgBB sulfametoksazol).

Makrolid, baik eritromisisn maupun makrolid baru, dapat digunakan sebagai

terapi alternatif betalaktam untuk pengobatan inisial pneumonia, dengan

pertimbangan adanya aktivitas ganda terhadap S.Pneumonia dan bakteri atipik.

4. Pneumonia Rawat Inap

Pilihan antibiotik lini pertama dapat menggunakan antibiotik golongan

betalaktam atau kloramfenikol. Pada pneumonia yang tidak responsif terhadap

27

Page 28: Pneumonia (1)

betalaktam dan kloramfenikol, dapat diberikan antibiotik lain seperti gentmisin,

amikasin, atau sefalosporin, sesuai dnegan petunjuk etiologi yang ditemukan. Terapi

antibiotik diteruskan selama 7-10 hari pada pasien dengan pneumonia tanpa

komplikasi, meskipun tidak ada studi kontrol megenai lama terapi antibiotik yang

optimal.

Pada neonatus dan bayi kecil, terapi awal antibiotik intravena harus dimulai

sesegera mungkin. Oleh karena pada neonatus dan bayi kecil sering tejadi sepsis dan

meningitis, antibiotik yang direkomendasikan adalah antibiotik spektrum luas seperti

kombinasi betalaktam/asam klavulanat dengan aminoglikosid, atau sefalosporin

generasi ketga. Bila keadaan sudah stabil, antibiotik dapat diganti degan antibiotik

oral selama 10 hari.

Pada balita dan anak yang lebih besar, antibiotik yang direkomendasikan

adalah antibiotik betalaktam dengan atau tanpa klavulanat, pada kasus yang lebih

berat diberikan betalaktam/klavulanat dikombinasikan dengan makrolid baru

intravena, atau sefalosporin generasi ketiga. Bila pasien sudah tdak demam atau

keadaan sudah stabil, antibiotik diganti dengan antibiotik oral dan berobat jalan.

Pada penumonia rawat inap, berbagai RS di Indonesia memberikan antibiotik

betalaktam, ampisilin atau amoksisilin, dikombinasikan dengan kloramfenikol.

Feyzullah, dkk. Melaporkan hasil perbandingan pemberian atibiotik pada anak dngan

pneumonia berat berusia 2-24 bulan. Antibiotik yang dibandingkan adalah gabungan

penisilin G intravena (25.000 U/KgBB setiap 4 jam) dan kloramfenikol (15 mg/kgBB

28

Page 29: Pneumonia (1)

setiap 6 jam), dan seftriakson intravena (50 mg/KgBB setiap 12 jam). Keduanya

diberikan selama 10 hari, dan ternyata memiliki efektivitas yang sama.

Akan tetapi, banyak peneliti melaporkan resistensi Streptococcus pneumoniae

dan Haemophilus Influenza- mikroorganisme paling penting penyebab penumonia

pada anak terhadap kloramfenikol.

5. Terapi Sulih (switch therapy)

Masa perawatan di rumah sakit sebaiknya dipersingkat dengan perubahan obat

suntik ke oral dilanjutkan dengan berobat jalan, hal ini untuk mengurangi biaya

perawatan dan mencegah infeksi nosokomial. Perubahan ini dapat diberikan secara

sequential (obat sama, potensi sama), switch over (obat berbeda, potensi sama) dan

step down (obat sama atau berbeda, potensi lebih rendah). Pasien beralih dari

intravena ke oral terapi ketika hemodinamik sudah stabil dan perbaikan terbukti

secara secara klinis, dapat menelan obat-obatan, dan memiliki saluran pencernaan

berfungsi normal. 10

Kriteria untuk Pneumonia terkait stabilitas klinis adalah : 9

1. Temp ≤ 37,8 C, Kesadaran baik

2. Denyut jantung ≤ 100 denyut / menit,

3. Respirasi rate≤ 24 napas / menit

4. Tekanan darah sistolik ≥ 90 mmHg

5. Saturasi O2 arteri ≥ 90% atau pO2 ≥ 60 mmHg pada ruang udara,

6. Kemampuan untuk mengambil asupan oral.

29

Page 30: Pneumonia (1)

2.10 Komplikasi Pneumonia

1. Efusi pleura dan empiema. Terjadi pada sekitar 45% kasus, terutama pada infeksi

bakterial akut berupa efusi parapneumonik gram negative sebesar 60%,

Staphylococcus aureus 50%. S. pneumoniae 40-60%, kuman anaerob 35%.

Sedangkan pada Mycoplasmapneumoniae sebesar 20%. Cairannya transudat dan

steril. Terkadang pada infeksi bakterial terjadi empiema dengan cairan eksudat.

2. Komplikasi sistemik. Dapat terjadi akibat invasi kuman atau bakteriemia berupa

meningitis. Dapat juga terjadi dehidrasi dan hiponatremia, anemia pada infeksi

kronik, peningguan ureum dan enzim hati. Kadang-kadang terjadi peninggian

fostase alkali dan bilirubin akibat adanya kolestasis intrahepatik.

3. Hipoksemia akibat gangguan difusi.

4. Abses Paru terbentuk akibat eksudat di alveolus paru sehingga terjadi infeksi

oleh kuman anaerob dan bakteri gram negative.

5. Pneumonia kronik yang dapat terjadi bila pneumonia berlangsung lebih dari 4-6

minggu akibat kuman anaerob S. aureus, dan kuman Gram (-) seperti

Pseudomonas aeruginosa.

6. Bronkiektasis. Biasanya terjadi karena pneunomia pada masa anak-anak tetapi

dapat juga oleh infeksi berulang di lokasi bronkus distal pada cystic fibrosis atau

hipogamaglobulinemia, tuberkulosis, atau pneumonia nekrotikans. 3

2.11 Prognosis Pneumonia

30

Page 31: Pneumonia (1)

Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia menurun sejak ditemukannya

antibiotik. Faktor yang berperan adalah patogenitas kuman, usia, penyakit dasar dan

kondisi pasien. Secara umum angka kematian pneumonia pneumokokus adalah

sebesar 5%, namun dapat meningkat menjadi 60% pada orang tua dengan kondisi

yang buruk misalnya gangguan imunologis, sirosis hepatis, penyakit paru obstruktif

kronik, atau kanker. Adanya leukopenia, ikterus, terkenanya 3 atau lebih lobus dan

komplikasi ekstraparu merupakan petanda prognosis yang buruk. Kuman gram

negatif menimbulkan prognosis yang lebih jelek. 10

Prognosis pada orang tua dan anak kurang baik, karena itu perlu perawatan di

RS kecuali bila penyakitnya ringan. Orang dewasa (<60 tahun) dapat berobat jalan

kecuali:

1. Bila terdapat penyakit paru kronik

2. PN Meliputi banyak lobus

3. Disertai gambaran klinis yang berkaitan dengan mortalitas yang tinggi yaitu:

a. Usia > 60 tahun.

b. Dijumpai adanya gejala pada saat masuk perawatan RS: frekuensi napas > 30

x/m, tekanan diastolik < 60 mmHg , leukosit abnormal (<4.500->30.000)

BAB 3

KESIMPULAN

Pneumonia adalah salah satu penyakit akibat infeksi parenkim paru yang

dapat menyerang segala usia. Pneumonia paling banyak disebabkan oleh infeksi

31

Page 32: Pneumonia (1)

bakteri Streptococcus pneumonia dengan gejala yang muncul seperti demam, batuk

berdahak, sesak napas, dan terkadang disertai nyeri dada.

Pemeriksaan radiologi, dalam hal ini foto thorax konvensional dan CT Scan

menjadi pemeriksaan yang sangat penting pada pneumonia. Gambaran khas pada

pneumonia adalah adanya konsolidasi dengan adanya gambaran air bronchogram.

Namun tidak semua pneumonia memberikan gambaran khas tersebut. Untuk

menentukan etiologi pneumonia tidak dapat hanya semata-mata menggunakan foto

thorax, melainkan harus dilihat dari riwayat penyakit, dan juga pemeriksaan

laboratorium.

Penatalaksanaan medis pada pneumonia adalah pemberian antibiotik yang

sesuai dengan kuman penyebab pneumonia disamping terapi supportif lainnya.

Prognosis pneumonia secara umum baik jika mendapat terapi antibiotik yang adekuat,

faktor predisposisi pasien dan ada tidaknya komplikasi yang menyertai.

DAFTAR PUSTAKA

1. Dahlan, Z. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Pulmonologi. Pusat

Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas kedokteran Universitas

Indonesia. Jakarta.

32

Page 33: Pneumonia (1)

2. Price SA, Wilson LM. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit, Edisi 6, Volume 2: Penerbit EGC. Jakarta.

3. Soedarsono. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu Penyakit Paru

FK UNAIR. Surabaya

4. Aru W, Bambang, Idrus A, Marcellus, Siti S, ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam Jilid II. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD RSCM;

2007.

5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan

penatalaksanaan Pneumonia Komuniti.2003

6. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan

penatalaksanaan Pneumonia Nosokomial.2003

7. Barlett JG, Dowell SF, Mondell LA, File TM, Mushor DM, Fine MJ. Practice

guidelines for management community-acquiredd pneumonia in adults. Clin

infect Dis 2000; 31: 347-82

8. Mandell LA, IDSA/ATS consensus guidelines on the management of

community-acquired pneumonia in adults, CID 2007;44:S27

9. Menendez R, Treatment failure in community-acquired pneumonia,

007;132:1348

10. Niederman MS, Recent advances in community-acquired pneumonia inpatient

and outpatient, Chest 2007;131;1205

33